Anda di halaman 1dari 89

OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

KOMPILASI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 70


/POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN
PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALANG REASURANSI, DAN
PERUSAHAAN PENILAI KERUGIAN ASURANSI dan NOMOR 28 TAHUN
2022 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA
KEUANGAN NOMOR 70/POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN
USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALANG
REASURANSI, DAN PERUSAHAAN PENILAI KERUGIAN ASURANSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (4),


Pasal 24 ayat (3), Pasal 26 ayat (2), Pasal 29 ayat (5), dan
Pasal 31 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian, perlu menetapkan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang


Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5618);
-2-

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG
PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG
ASURANSI, PERUSAHAAN PIALANG REASURANSI, DAN
PERUSAHAAN PENILAI KERUGIAN ASURANSI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang
dimaksud dengan:
1. Usaha Pialang Asuransi adalah usaha jasa
konsultasi dan/atau keperantaraan dalam
penutupan asuransi atau asuransi syariah serta
penanganan penyelesaian klaimnya dengan
bertindak untuk dan atas nama pemegang polis,
tertanggung, atau peserta sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian.
2. Usaha Pialang Reasuransi adalah usaha jasa
konsultasi dan/atau keperantaraan dalam
penempatan reasuransi atau penempatan reasuransi
syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya
dengan bertindak untuk dan atas nama perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan
penjaminan, perusahaan penjaminan syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah yang melakukan penempatan reasuransi
atau reasuransi syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian.
3. Usaha Penilai Kerugian Asuransi adalah usaha jasa
penilaian klaim dan/atau jasa konsultasi atas objek
asuransi sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
-3-

4. Perusahaan Pialang Asuransi adalah perusahaan


yang menyelenggarakan Usaha Pialang Asuransi.
5. Perusahaan Pialang Reasuransi adalah perusahaan
yang menyelenggarakan Usaha Pialang Reasuransi.
6. Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi adalah
perusahaan yang menyelenggarakan Usaha Penilai
Kerugian Asuransi.
7. Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi
umum dan perusahaan asuransi jiwa sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 tentang Perasuransian.
8. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan
asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi
jiwa syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
9. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang
menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang
terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan
Asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan
reasuransi lainnya.
10. Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan
yang menyelenggarakan usaha pengelolaan risiko
berdasarkan prinsip syariah atas risiko yang
dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan penjaminan syariah, atau perusahaan
reasuransi syariah lainnya.
11. Pialang Asuransi adalah orang yang bekerja pada
Perusahaan Pialang Asuransi dan memenuhi
persyaratan untuk memberi rekomendasi atau
mewakili pemegang polis, tertanggung, atau peserta
dalam melakukan penutupan asuransi atau
asuransi syariah dan/atau penyelesaian klaim
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
-4-

12. Pialang Reasuransi adalah orang yang bekerja pada


Perusahaan Pialang Reasuransi dan memenuhi
persyaratan untuk memberi rekomendasi atau
mewakili Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan penjaminan,
perusahaan penjaminan syariah, Perusahaan
Reasuransi, atau Perusahaan Reasuransi Syariah
dalam melakukan penutupan reasuransi atau
reasuransi syariah dan/atau penyelesaian klaim
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
13. Tenaga Ahli adalah orang perseorangan yang
memiliki kualifikasi dan/atau keahlian tertentu dan
ditunjuk sebagai tenaga ahli pada Perusahaan
Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi,
atau Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
tempatnya bekerja.
14. Reasuradur adalah Perusahaan Reasuransi,
Perusahaan Reasuransi Syariah, perusahaan
asuransi umum, atau perusahaan asuransi umum
syariah yang menerima pertanggungan ulang
termasuk retrosesi.
15. Perusahaan Ceding adalah:
a. perusahaan asuransi umum yang mengalihkan
sebagian risikonya kepada Perusahaan
Reasuransi atau perusahaan asuransi umum
lain;
b. perusahaan asuransi umum syariah yang
mengalihkan sebagian risikonya kepada
Perusahaan Reasuransi Syariah, unit syariah
pada Perusahaan Reasuransi, perusahaan
asuransi umum syariah lain atau unit syariah
pada perusahaan asuransi umum;
c. unit syariah pada perusahaan asuransi umum
yang mengalihkan sebagian risikonya kepada
Perusahaan Reasuransi Syariah, unit syariah
pada Perusahaan Reasuransi, perusahaan
-5-

asuransi umum syariah atau unit syariah pada


perusahaan asuransi umum lain;
d. perusahaan asuransi jiwa yang mengalihkan
sebagian risikonya kepada Perusahaan
Reasuransi;
e. perusahaan asuransi jiwa syariah yang
mengalihkan sebagian risikonya kepada
Perusahaan Reasuransi Syariah atau unit syariah
pada Perusahaan Reasuransi;
f. unit syariah pada perusahaan asuransi jiwa yang
mengalihkan sebagian risikonya kepada
Perusahaan Reasuransi Syariah atau unit syariah
pada Perusahaan Reasuransi;
g. perusahaan penjaminan yang mengalihkan
sebagian risikonya kepada Perusahaan
Reasuransi; atau
h. perusahaan penjaminan syariah atau unit syariah
pada perusahaan penjaminan yang mengalihkan
sebagian risikonya kepada Perusahaan
Reasuransi Syariah atau unit syariah pada
Perusahaan Reasuransi.
16. Pemberi Tugas adalah pihak yang memberikan
tugas penilaian kerugian dan/atau jasa konsultasi
atas objek asuransi kepada Perusahaan Penilai
Kerugian Asuransi.
17. Objek Asuransi adalah jiwa dan raga, kesehatan
manusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa,
serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang,
rusak, rugi, dan/atau berkurang nilainya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
18. Polis Asuransi adalah akta perjanjian asuransi atau
dokumen lain yang dipersamakan dengan akta
perjanjian asuransi, serta dokumen lain yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara
tertulis dan memuat perjanjian antara Perusahaan
-6-

Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, dan


pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
19. Rekening Premi adalah rekening Perusahaan Pialang
Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi pada
bank umum konvensional atau bank umum syariah
yang digunakan untuk menampung:
a. premi atau kontribusi yang diterima dari
pemegang polis, tertanggung, peserta, atau
Perusahaan Ceding; atau
b. klaim yang diterima dari Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
Reasuransi, atau Perusahaan Reasuransi
Syariah.
20. Rekening Operasional adalah rekening Perusahaan
Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang
Reasuransi pada bank umum konvensional atau
bank umum syariah yang khusus digunakan untuk
kegiatan operasional.
21. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat
OJK adalah lembaga yang independen yang
mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan.
22. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan,
mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau
menyebarkan informasi elektronik.
23. Layanan Pialang Asuransi Digital adalah layanan
penyelenggaraan Usaha Pialang Asuransi dimana jasa
keperantaraan dalam penutupan asuransi atau asuransi
syariah dilakukan melalui Sistem Elektronik dan jaringan
internet yang dapat digunakan secara langsung oleh pemegang
polis, tertanggung, dan/atau peserta.
24. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memproses,
mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan
informasi di bidang layanan jasa keuangan.
-7-

BAB II
RUANG LINGKUP USAHA PIALANG ASURANSI, PIALANG
REASURANSI, DAN PENILAI KERUGIAN ASURANSI

Pasal 2
(1) Perusahaan Pialang Asuransi hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Pialang Asuransi.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Pialang Reasuransi.
(3) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi hanya dapat
menyelenggarakan Usaha Penilai Kerugian Asuransi.

Pasal 2A
Perusahaan Pialang Asuransi dapat menyelenggarakan
Usaha Pialang Asuransi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dalam bentuk Layanan Pialang
Asuransi Digital.
-8-

Pasal 3
(1) Perusahaan Pialang Asuransi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) bertindak untuk
dan atas nama pemegang polis, tertanggung, atau
peserta.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) bertindak untuk
dan atas nama Perusahaan Ceding.

BAB III
STANDAR PERILAKU USAHA

Bagian Kesatu
Premi atau Kontribusi

Pasal 4
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dapat menerima
pembayaran premi atau kontribusi dari pemegang
polis, tertanggung, atau peserta.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi dapat menerima
pembayaran premi atau kontribusi dari Perusahaan
Ceding.

Pasal 5
(1) Perusahaan Pialang Asuransi wajib menyerahkan
premi atau kontribusi yang diterima dari pemegang
polis, tertanggung, atau peserta kepada Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak premi atau
kontribusi diterima atau sesuai jangka waktu
pembayaran premi atau kontribusi yang ditetapkan
dalam Polis Asuransi yang bersangkutan, mana yang
lebih singkat.
(2) Dalam hal Perusahaan Pialang Asuransi belum
menyerahkan pembayaran premi atau kontribusi
kepada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah setelah berakhirnya jangka waktu
-9-

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan


Pialang Asuransi wajib bertanggung jawab atas
pembayaran klaim atau manfaat yang timbul.
(3) Dalam hal Perusahaan Pialang Asuransi
menyerahkan premi atau kontribusi kepada
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah setelah jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berakhir dan tidak ada
pembatalan dari Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah dalam jangka waktu 3
(tiga) hari kerja, tanggung jawab pembayaran klaim
atau manfaat yang timbul beralih dari Perusahaan
Pialang Asuransi kepada Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah sejak premi atau
kontribusi diterima oleh Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah.

Pasal 6
(1) Perusahaan Pialang Reasuransi wajib menyerahkan
premi atau kontribusi yang diterima dari Perusahaan
Ceding kepada Reasuradur paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak premi atau kontribusi
diterima atau sesuai jangka waktu pembayaran
premi atau kontribusi yang ditetapkan dalam
perjanjian reasuransi yang bersangkutan, mana yang
lebih singkat.
(2) Dalam hal Perusahaan Pialang Reasuransi belum
menyerahkan pembayaran premi atau kontribusi
kepada Reasuradur setelah berakhirnya jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Perusahaan Pialang Reasuransi wajib bertanggung
jawab atas pembayaran klaim atau manfaat yang
timbul.
(3) Dalam hal Perusahaan Pialang Reasuransi
menyerahkan premi atau kontribusi kepada
Perusahaan Reasuransi atau Perusahaan Reasuransi
Syariah setelah jangka waktu sebagaimana
- 10 -

dimaksud pada ayat (1) berakhir dan tidak ada


pembatalan dari Perusahaan Reasuransi atau
Perusahaan Reasuransi Syariah dalam jangka waktu
3 (tiga) hari kerja, tanggung jawab pembayaran
klaim atau manfaat yang timbul beralih dari
Perusahaan Pialang Reasuransi kepada Perusahaan
Reasuransi atau Perusahaan Reasuransi Syariah
sejak premi atau kontribusi diterima oleh
Perusahaan Reasuransi atau Perusahaan Reasuransi
Syariah.

Pasal 7
(1) Tanggung jawab pembayaran klaim atau manfaat
yang timbul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) dan Pasal 6 ayat (2) wajib dilakukan oleh
Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan
Pialang Reasuransi sesuai jangka waktu pembayaran
klaim atau manfaat yang ditetapkan dalam Polis
Asuransi atau perjanjian reasuransi, atau paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak nilai
pembayaran klaim atau manfaat disetujui pemegang
polis, tertanggung, peserta, atau Perusahaan Ceding,
mana yang lebih singkat.
(2) Penentuan nilai pembayaran klaim atau manfaat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan berdasarkan:
a. hasil penilaian Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
Reasuransi, atau Perusahaan Reasuransi
Syariah; atau
b. hasil penilaian Perusahaan Penilai Kerugian
Asuransi.
(3) Dalam hal penentuan nilai pembayaran klaim atau
manfaat dilakukan berdasarkan hasil penilaian
Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, biaya yang timbul
- 11 -

dibebankan kepada Perusahaan Pialang Asuransi


atau Perusahaan Pialang Reasuransi.

Pasal 8
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dalam melakukan
pembayaran premi atau kontribusi kepada
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah wajib menyertakan rincian pembayaran
masing-masing Polis Asuransi paling lama 15 (lima
belas) hari kerja sejak pembayaran premi atau
kontribusi kepada Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi dalam melakukan
pembayaran premi atau kontribusi kepada
Reasuradur wajib menyertakan rincian pembayaran
masing-masing perjanjian reasuransi paling lama 15
(lima belas) hari kerja sejak pembayaran premi atau
kontribusi kepada Reasuradur.
(3) Dalam hal pembayaran premi atau kontribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
penutupan reasuransi berbentuk treaty reinsurance,
Perusahaan Pialang Reasuransi dalam melakukan
pembayaran premi atau kontribusi kepada
Reasuradur wajib didasarkan pada statement of
account dan/atau dokumen lain yang diatur dalam
perjanjian reasuransi.

Bagian Kedua
Penanganan Klaim

Pasal 9
(1) Perusahaan Pialang Asuransi wajib membantu
pemegang polis, tertanggung, atau peserta dalam
rangka memenuhi persyaratan pengajuan klaim
kepada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah.
- 12 -

(2) Perusahaan Pialang Reasuransi wajib membantu


Perusahaan Ceding dalam rangka memenuhi
persyaratan pengajuan klaim kepada Reasuradur.

Pasal 10
(1) Dalam rangka membantu pemegang polis,
tertanggung, atau peserta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1), Perusahaan Pialang Asuransi
wajib melakukan langkah-langkah paling sedikit
sebagai berikut:
a. memberikan pemberitahuan awal kepada
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah mengenai informasi pengajuan klaim
atau manfaat dari pemegang polis, tertanggung,
atau peserta paling lama 1 (satu) hari kerja
setelah diterimanya informasi pengajuan klaim
dari pemegang polis, tertanggung, atau peserta;
b. memberikan tanggapan atas pemberitahuan
klaim atau manfaat dari pemegang polis,
tertanggung, atau peserta dengan
menginformasikan dokumen pendukung yang
dibutuhkan pemegang polis, tertanggung, atau
peserta dalam proses pengajuan klaim atau
manfaat paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak
pemberitahuan klaim atau manfaat diterima;
dan
c. menyampaikan dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah paling lama 1 (satu) hari kerja sejak
seluruh dokumen pendukung diterima.
(2) Dalam rangka membantu Perusahaan Ceding
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2),
Perusahaan Pialang Reasuransi wajib melakukan
langkah-langkah paling sedikit sebagai berikut:
a. memberikan pemberitahuan awal kepada
Reasuradur mengenai informasi pengajuan
- 13 -

klaim atau manfaat dari Perusahaan Ceding


paling lama 1 (satu) hari kerja setelah
diterimanya informasi pengajuan klaim dari
Perusahaan Ceding;
b. memberikan tanggapan atas pemberitahuan
klaim dari Perusahaan Ceding dengan
menginformasikan dokumen pendukung yang
dibutuhkan Perusahaan Ceding dalam proses
pengajuan klaim atau manfaat paling lama 3
(tiga) hari kerja sejak pemberitahuan klaim atau
manfaat diterima; dan
c. menyampaikan dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada
Reasuradur paling lama 1 (satu) hari kerja
sejak seluruh dokumen pendukung diterima.

Pasal 11
(1) Perusahaan Pialang Asuransi harus membantu
pemegang polis, tertanggung, atau peserta untuk
mendapatkan informasi mengenai perkembangan
status klaim atau manfaat dari Perusahaan Asuransi
atau Perusahaan Asuransi Syariah.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi harus membantu
Perusahaan Ceding untuk mendapatkan informasi
mengenai perkembangan status klaim atau manfaat
dari Reasuradur.

Pasal 12
(1) Perusahaan Pialang Asuransi wajib
menginformasikan besar nilai klaim atau manfaat
yang disetujui oleh Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah kepada pemegang
polis, tertanggung, atau peserta.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi wajib
menginformasikan besar nilai klaim atau manfaat
yang disetujui oleh Reasuradur kepada Perusahaan
Ceding.
- 14 -

Pasal 13
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dilarang memberikan
janji atau pernyataan yang menyatakan bahwa klaim
atau manfaat akan dibayar oleh Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi dilarang memberikan
janji atau pernyataan yang menyatakan bahwa klaim
atau manfaat akan dibayar oleh Reasuradur.

Bagian Ketiga
Keahlian di Bidang Perasuransian

Pasal 14
(1) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
dalam melaksanakan kegiatan usahanya wajib
memiliki Tenaga Ahli yang sesuai dengan bidang usaha
dan kompetensinya.
(2) Ketentuan mengenai Tenaga Ahli diatur dalam
peraturan OJK mengenai perizinan usaha dan
kelembagaan Perusahaan Pialang Asuransi,
Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan
Penilai Kerugian Asuransi.

Pasal 15
(1) Tenaga Ahli pada Perusahaan Pialang Asuransi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib
memenuhi tugas paling sedikit sebagai berikut:
a. membuat dan menerapkan proses kerja Pialang
Asuransi yang baik, termasuk proses
penyelesaian klaim;
b. menganalisis dan memperbaiki proses kerja
Pialang Asuransi agar tetap sesuai dengan
perkembangan industri asuransi;
c. memberikan informasi terkini mengenai
perkembangan industri asuransi dan peraturan di
bidang perasuransian kepada Pialang Asuransi;
- 15 -

d. memberikan arahan kepada Pialang Asuransi


dalam memberikan masukan atau nasihat
mengenai kebutuhan asuransi untuk calon
pemegang polis, tertanggung, atau peserta;
e. memperhatikan dan memberikan arahan bagi
Pialang Asuransi dalam bernegosiasi atau
menyusun program asuransi;
f. melakukan peninjauan atas kredibilitas Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dari
berbagai aspek termasuk aspek finansial dan
kemampuan/kapasitas dalam menerima risiko
tertentu; dan
g. memberikan arahan kepada Pialang Asuransi
dalam hal negosiasi proses klaim.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Tenaga Ahli pada Perusahaan Pialang
Asuransi wajib berpedoman pada kode etik dan
standar perilaku yang disusun oleh asosiasi profesi di
Indonesia.
(3) Perusahaan Pialang Asuransi yang mempekerjakan
Tenaga Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) wajib memastikan Tenaga Ahli melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 16
(1) Tenaga Ahli pada Perusahaan Pialang Asuransi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib
bertanggung jawab dalam:
a. membina Pialang Asuransi agar bertindak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
b. memastikan kebenaran dan kecukupan data untuk
menyusun profil risiko tertanggung atau peserta;
c. menjaga kerahasiaan data calon pemegang polis,
tertanggung, atau peserta sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d. menyampaikan data dan informasi yang akurat
kepada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah untuk melakukan seleksi risiko; dan
e. mengetahui lebih banyak informasi mengenai
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
- 16 -

Syariah dan kredibilitasnya sesuai dengan aturan yang


berlaku.
(2) Perusahaan Pialang Asuransi yang mempekerjakan Tenaga Ahli
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib memastikan
Tenaga Ahli melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).

Pasal 17
Tenaga Ahli pada Perusahaan Pialang Asuransi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) memiliki
wewenang untuk:
a. menandatangani persetujuan dokumen penawaran
asuransi atau asuransi syariah (quotation slip/proposal
slip) yang ditujukan ke calon tertanggung atau
peserta;
b. menandatangani persetujuan dokumen penempatan
asuransi atau asuransi syariah (placing slip/closing
slip) yang ditujukan ke penanggung;
c. mengingatkan Pialang Asuransi untuk:
1) melakukan penagihan premi atau kontribusi
kepada tertanggung atau peserta; atau
2) melakukan proses pembayaran kepada
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah; dan
d. memberikan arahan kepada Pialang Asuransi dalam
memberikan masukan atau nasihat mengenai
kebutuhan pihak lain seperti pengacara dan/atau
forensik kepada pemegang polis, tertanggung, peserta,
Perusahaan Asuransi, atau Perusahaan Asuransi
Syariah.

Pasal 18
(1) Tenaga Ahli pada Perusahaan Pialang Reasuransi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib
memenuhi tugas paling sedikit sebagai berikut:
a. membuat dan menerapkan proses kerja Pialang
Reasuransi yang baik, termasuk proses
penyelesaian klaim;
b. menganalisis dan memperbaiki proses kerja Pialang
Reasuransi agar tetap sesuai dengan perkembangan
industri asuransi dan peraturan perundang-undangan;
- 17 -

c. memberikan informasi terkini mengenai


perkembangan industri asuransi dan peraturan di
bidang perasuransian kepada Pialang Reasuransi;
d. memberikan arahan kepada Pialang Reasuransi
dalam memberikan masukan atau nasihat
mengenai kebutuhan reasuransi untuk calon
Perusahaan Ceding;
e. memperhatikan dan memberikan arahan bagi
Pialang Reasuransi dalam bernegosiasi atau
menyusun program reasuransi;
f. melakukan peninjauan atas kredibilitas
Reasuradur dari berbagai aspek termasuk aspek
finansial dan kemampuan/kapasitas dalam
menerima risiko tertentu; dan
g. memberikan arahan kepada Pialang Reasuransi
dalam hal negosiasi proses klaim.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Tenaga Ahli pada Perusahaan Pialang
Reasuransi wajib berpedoman pada kode etik dan
standar perilaku yang disusun oleh asosiasi profesi
di Indonesia.
(3) Perusahaan Pialang Reasuransi yang
mempekerjakan Tenaga Ahli sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) wajib memastikan Tenaga Ahli melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 19
(1) Tenaga Ahli pada Perusahaan Pialang Reasuransi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib
bertanggung jawab dalam:
a. membina Pialang Reasuransi agar bertindak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
b. memastikan kebenaran dan kecukupan data untuk
menyusun profil risiko Perusahaan Ceding;
c. menjaga kerahasiaan data calon Perusahaan Ceding
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. menyampaikan data dan informasi yang akurat
kepada Reasuradur untuk melakukan seleksi risiko;
dan
- 18 -

e. mengetahui lebih banyak informasi mengenai


Reasuradur dan kredibilitasnya sesuai dengan aturan
yang berlaku.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi yang mempekerjakan
Tenaga Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib
memastikan Tenaga Ahli melaksanakan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 20
Tenaga Ahli pada Perusahaan Pialang Reasuransi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) memiliki
wewenang untuk:
a. menandatangani persetujuan dokumen penawaran
reasuransi atau reasuransi syariah (quotation
slip/proposal slip) yang ditujukan ke calon Perusahaan
Ceding;
b. menandatangani persetujuan dokumen penempatan
reasuransi atau reasuransi syariah (placing
slip/closing slip) yang ditujukan ke Reasuradur;
c. mengingatkan Pialang Reasuransi terkait dengan
penagihan premi atau kontribusi kepada Perusahaan
Ceding dan melakukan proses pembayaran kepada
Reasuradur; dan
d. memberikan arahan kepada Pialang Reasuransi dalam
memberikan masukan atau nasihat mengenai
kebutuhan pihak lain seperti pengacara dan/atau
forensik kepada Perusahaan Ceding atau Reasuradur.
Pasal 20A
Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang
Reasuransi dilarang mempekerjakan Tenaga Ahli yang telah
dikenai sanksi administratif berupa pembatalan pernyataan
pendaftaran sebagai Pialang Asuransi dan/atau Pialang
Reasuransi dalam 3 (tiga) tahun terakhir.

Pasal 21
(1) Tenaga Ahli pada Perusahaan Penilai Kerugian
Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(1) wajib memenuhi tugas paling sedikit sebagai
berikut:
a. mengkoordinasikan pengumpulan data dan
- 19 -
informasi untuk menilai ganti rugi asuransi;
b. mengevaluasi rancangan laporan penilaian ganti
rugi asuransi; dan
c. memverifikasi laporan penilaian ganti rugi
asuransi.
- 20 -

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), Tenaga Ahli pada Perusahaan Penilai
Kerugian Asuransi wajib berpedoman pada kode etik
dan standar perilaku yang disusun oleh asosiasi
profesi di Indonesia.
(3) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi yang mempekerjakan
Tenaga Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
wajib memastikan Tenaga Ahli melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 22
(1) Tenaga Ahli pada Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib
bertanggung jawab dalam:
a. memastikan kejelasan, kelengkapan dan keakuratan
laporan penilaian ganti rugi asuransi berdasarkan
data dan informasi yang sudah diperoleh; dan
b. memastikan laporan penilaian ganti rugi asuransi
disusun berdasarkan pedoman profesi yang berlaku.
(2) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi yang mempekerjakan Tenaga
Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib memastikan
Tenaga Ahli melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

Pasal 23
Tenaga Ahli pada Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) memiliki
wewenang:
a. menyimpulkan tanggung jawab Polis Asuransi atas
kerugian asuransi;
b. menyimpulkan nilai ganti rugi asuransi;
c. menandatangani laporan penilaian ganti rugi asuransi;
d. memberikan saran dalam melakukan manajemen
terhadap risiko objek asuransi; dan
e. memberikan saran kepada pemegang polis,
tertanggung, atau peserta mengenai langkah-
langkah yang dapat dilakukan untuk
meminimalisasi kerugian.

Pasal 24
- 21 -
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dalam melaksanakan
kegiatan usahanya wajib memiliki Pialang Asuransi
yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang
cukup serta memiliki reputasi yang baik.
- 22 -

(2) Perusahaan Pialang Reasuransi dalam melaksanakan


kegiatan usahanya wajib memiliki Pialang Reasuransi
yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang
cukup serta memiliki reputasi yang baik.
(3) Pialang Asuransi dan Pialang Reasuransi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan
Pialang Asuransi dan Pialang Reasuransi yang
terdaftar OJK.
(4) Pialang Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib memenuhi tugas paling sedikit sebagai
berikut:
a. menjelaskan kepada calon pemegang polis,
tertanggung, atau peserta mengenai:
1. kebutuhan asuransi atau asuransi syariah;
2. syarat dan kondisi penutupan asuransi atau
asuransi syariah; dan
3. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah yang dapat menutup
pertanggungan asuransi atau asuransi
syariah yang dibutuhkan;
b. membantu calon pemegang polis, tertanggung atau
peserta dalam proses penanganan klaim.
(5) Pialang Reasuransi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) wajib memenuhi tugas paling sedikit sebagai
berikut:
a. menjelaskan kepada Perusahaan Ceding
mengenai:
1. kebutuhan reasuransi atau reasuransi
syariah;
2. syarat dan kondisi penutupan reasuransi
atau reasuransi syariah; dan
3. Reasuradur yang dapat menutup
pertanggungan reasuransi atau reasuransi
syariah yang dibutuhkan;
b. membantu Perusahaan Ceding dalam proses
penanganan klaim.
- 23 -

Bagian Keempat
Penanganan Keluhan atau Pengaduan

Pasal 25
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi wajib menangani setiap keluhan
atau pengaduan yang diajukan oleh pemegang polis,
tertanggung, peserta, atau Perusahaan Ceding dalam
jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
setelah tanggal penerimaan keluhan atau
pengaduan.
(2) Dalam hal terdapat kondisi tertentu, Perusahaan
Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi
dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan paling lama
20 (dua puluh) hari kerja berikutnya.
(3) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) adalah:
a. kantor Perusahaan Pialang Asuransi atau
Perusahaan Pialang Reasuransi yang menerima
keluhan atau pengaduan tidak sama dengan
kantor Perusahaan Pialang Asuransi atau
Perusahaan Pialang Reasuransi tempat terjadinya
permasalahan yang dikeluhkan atau diadukan
dan terdapat kendala komunikasi di antara kedua
kantor Perusahaan Pialang Asuransi atau
Perusahaan Pialang Reasuransi tersebut;
b. keluhan atau pengaduan dari pemegang polis,
tertanggung, peserta, atau Perusahaan Ceding
yang memerlukan penelitian khusus terhadap
dokumen Perusahaan Pialang Asuransi atau
Perusahaan Pialang Reasuransi; dan/atau
c. terdapat hal lain di luar kendali Perusahaan
Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang
Reasuransi seperti adanya keterlibatan pihak
ketiga di luar Perusahaan Pialang Asuransi atau
Perusahaan Pialang Reasuransi dalam transaksi
- 24 -

keuangan yang dilakukan oleh pemegang polis,


tertanggung, peserta, atau Perusahaan Ceding.
(4) Perpanjangan jangka waktu penanganan keluhan
atau pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) wajib diberitahukan secara tertulis kepada
pemegang polis, tertanggung, peserta, atau
Perusahaan Ceding yang mengajukan keluhan
pengaduan sebelum jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berakhir.

Pasal 26
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi wajib memiliki dan melaksanakan
mekanisme penanganan keluhan atau pengaduan
dari pemegang polis, tertanggung, peserta, atau
Perusahaan Ceding.
(2) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi wajib memberitahukan
mekanisme penanganan keluhan atau pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
pemegang polis, tertanggung, peserta, atau
Perusahaan Ceding.
(3) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi wajib mengadministrasikan dan
mendokumentasikan secara elektronik penanganan
keluhan atau pengaduan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

Bagian Kelima
Imbalan Jasa

Pasal 27
(1) Perusahaan Pialang Asuransi berhak mendapatkan
imbalan jasa keperantaraan dari pemegang polis,
tertanggung, atau peserta atas jasa
keperantaraannya.
- 25 -

(2) Perusahaan Pialang Reasuransi berhak mendapatkan


imbalan jasa keperantaraan dari Perusahaan Ceding
atas jasa keperantaraannya.
(3) Selain mendapatkan imbalan jasa keperantaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi dapat juga memperoleh imbalan
jasa konsultasi dan imbalan jasa penanganan
penyelesaian klaim.
(4) Imbalan jasa penanganan penyelesaian klaim
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan
kepada pemegang polis, tertanggung, peserta, atau
Perusahaan Ceding secara wajar.
(5) Imbalan jasa keperantaraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dibayarkan langsung
oleh pemegang polis, tertanggung, peserta, atau
Perusahaan Ceding, atau menjadi bagian dari premi
atau kontribusi.
(6) Dalam hal imbalan jasa keperantaraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan
bagian dari premi atau kontribusi, Perusahaan Pialang
Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi dapat
menjelaskan imbalan jasa keperantaraan yang
diperolehnya kepada pemegang polis, tertanggung,
peserta, atau Perusahaan Ceding mengenai imbalan
jasa keperantaraan tersebut.

Pasal 28
(1) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi berhak
mendapatkan imbalan jasa penilaian klaim atas Objek
Asuransi dari Pemberi Tugas.
(2) Selain mendapatkan imbalan jasa penilaian klaim atas
Objek Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dapat juga
memperoleh imbalan jasa konsultasi atas Objek
Asuransi yang akan ditutup pertanggungan
asuransinya.
- 26 -

(3) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi wajib memuat


imbalan jasa penilaian klaim atas Objek Asuransi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam perjanjian
kerja sama secara tertulis.
(4) Perjanjian kerja sama secara tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib memuat paling sedikit:
a. hak dan kewajiban Perusahaan Penilai Kerugian
Asuransi dan Pemberi Tugas; dan
b. jangka waktu pembayaran imbalan jasa penilaian
klaim dan/atau imbalan jasa konsultasi terkait
dengan kerugian yang terjadi atas Objek
Asuransi.
(5) Setiap pelaksanaan jasa penilaian klaim atas Objek
Asuransi oleh Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
harus didasari penugasan tertulis dari Pemberi Tugas.

Bagian Keenam
Rekening Premi dan Rekening Operasional

Pasal 29
Dalam hal Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi menerima premi atau kontribusi dari
pemegang polis, tertanggung, peserta, atau Perusahaan
Ceding, Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi wajib memisahkan Rekening Premi
dengan Rekening Operasional.

Pasal 30
(1) Premi atau kontribusi yang diterima Perusahaan
Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi
dari pemegang polis, tertanggung, peserta, atau
Perusahaan Ceding, wajib disetorkan ke dalam
Rekening Premi.
(2) Rekening Premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat digunakan untuk:
a. pemindahbukuan untuk pembayaran premi atau
kontribusi yang menjadi hak Perusahaan
- 27 -

Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, atau


Reasuradur;
b. pemindahbukuan imbalan jasa yang menjadi hak
Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi ke Rekening Operasional;
c. pemindahbukuan untuk pembayaran
pengembalian atas pembayaran premi atau kontribusi
pemegang polis, tertanggung, peserta, atau Perusahaan
Ceding yang disebabkan adanya penyesuaian
pembayaran;
d. pemindahbukuan bunga rekening;
e. pemindahbukuan untuk penerimaan klaim atau
manfaat dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, atau Reasuradur; dan/atau
f. pemindahbukuan untuk pembayaran klaim atau
manfaat kepada pemegang polis, tertanggung,
peserta, atau Perusahaan Ceding.
(3) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang
Reasuransi dilarang menggunakan dana di Rekening
Premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
a. memberi dana talangan dalam rangka
pembayaran premi atau kontribusi kepada
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, atau Reasuradur atas premi atau
kontribusi yang belum dibayarkan oleh pemegang
polis atau calon pemegang polis, tertanggung atau
calon tertanggung, peserta atau calon peserta,
atau Perusahaan Ceding atau calon Perusahaan
Ceding;
b. memberi dana talangan dalam rangka pembayaran
klaim atau manfaat kepada pemegang polis,
tertanggung, peserta, atau Perusahaan Ceding;
dan/atau
c. kegiatan operasional Perusahaan Pialang Asuransi
dan Perusahaan Pialang Reasuransi, termasuk biaya
untuk mendapatkan bisnis.
- 28 -

Pasal 31
Rekening Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 digunakan untuk menerima pemindahbukuan imbalan
jasa yang menjadi hak Perusahaan Pialang Asuransi dan
Perusahaan Pialang Reasuransi serta untuk kegiatan
operasional Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi.

Bagian Ketujuh
Objek Asuransi

Pasal 32
(1) Perusahaan Pialang Asuransi wajib memberikan
keterangan yang jelas tentang Objek Asuransi yang
dipertanggungkan kepada Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi wajib memberikan
keterangan yang jelas tentang Objek Asuransi yang
dipertanggungkan kepada Reasuradur.

Pasal 33
(1) Perusahaan Pialang Asuransi wajib menjelaskan
secara benar mengenai ketentuan isi Polis Asuransi,
termasuk mengenai hak dan kewajiban kepada:
a. pemegang polis atau calon pemegang polis;
b. tertanggung atau calon tertanggung; atau
c. peserta atau calon peserta.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi wajib menjelaskan
secara benar mengenai ketentuan isi perjanjian
reasuransi, termasuk mengenai hak dan kewajiban
kepada Perusahaan Ceding atau calon Perusahaan
Ceding.

Pasal 34
Perusahaan Pialang Reasuransi wajib menyampaikan
dokumen bukti penempatan reasuransi atau reasuransi
syariah kepada Perusahaan Ceding.
- 29 -

Pasal 35
(1) Dalam rangka memberikan kebebasan kepada calon
pemegang polis, tertanggung, atau peserta untuk
memilih Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah, Perusahaan Pialang Asuransi wajib
mengupayakan pilihan lebih dari 1 (satu) Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang
dapat menutup Objek Asuransi, kecuali hanya ada 1
(satu) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah yang bersedia atau memiliki kemampuan
untuk mengelola risiko atas Objek Asuransi.
(2) Dalam rangka memberikan kebebasan kepada
Perusahaan Ceding untuk memilih Reasuradur,
Perusahaan Pialang Reasuransi wajib mengupayakan
pilihan lebih dari 1 (satu) Reasuradur yang dapat
menutup Objek Asuransi, kecuali hanya ada 1 (satu)
Reasuradur yang bersedia atau memiliki kemampuan
untuk mengelola risiko atas Objek Asuransi.
(3) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang
Reasuransi bertindak independen dalam
merekomendasikan Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, atau Reasuradur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Bagian Kedelapan
Kegiatan Usaha

Pasal 36
(1) Perusahaan Pialang Asuransi hanya dapat
menempatkan penutupan asuransi atau penutupan
asuransi syariah pada Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah yang:
a. memiliki izin usaha dari OJK; dan
b. memenuhi ketentuan tingkat kesehatan keuangan
yang berlaku.
(2) Dalam hal Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Asuransi Syariah di Indonesia yang memiliki izin
- 30 -

usaha dari OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a, baik secara sendiri maupun bersama tidak
bersedia atau tidak memiliki kemampuan untuk
menahan atau mengelola risiko asuransi atau risiko
asuransi syariah dari Objek Asuransi yang
bersangkutan, Perusahaan Pialang Asuransi hanya
dapat menempatkan penutupan asuransi atau
asuransi syariah pada Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah di luar negeri yang:
a. memiliki izin usaha dari otoritas perasuransian
di luar negeri; dan
b. memiliki peringkat paling rendah BBB atau yang
setara dari perusahaan pemeringkat yang diakui
secara internasional.
(3) Dalam hal peringkat Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah di luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
diterbitkan oleh lebih dari satu perusahaan
pemeringkat, peringkat yang digunakan adalah
peringkat yang paling rendah.
(4) Ketentuan mengenai tingkat kesehatan keuangan
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mengikuti ketentuan dalam peraturan OJK mengenai
kesehatan keuangan perusahaan asuransi,
perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.

Pasal 37
(1) Perusahaan Pialang Reasuransi hanya dapat
menempatkan penutupan reasuransi atau reasuransi
syariah pada Reasuradur yang:
a. memiliki izin usaha dari OJK; dan
b. memenuhi ketentuan tingkat kesehatan keuangan
yang berlaku.
(2) Dalam hal Reasuradur yang memiliki izin usaha dari
OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
- 31 -

tidak dapat atau tidak bersedia memberikan


dukungan reasuransi atau reasuransi syariah,
Perusahaan Pialang Reasuransi atas permintaan
Perusahaan Ceding hanya dapat melakukan
penempatan reasuransi atau reasuransi syariah pada
Reasuradur di luar negeri yang:
a. memiliki izin usaha dari otoritas perasuransian
di luar negeri; dan
b. memiliki peringkat paling rendah BBB atau yang
setara dari perusahaan pemeringkat yang diakui
secara internasional.
(3) Dalam hal peringkat Reasuradur di luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
diterbitkan oleh lebih dari satu perusahaan
pemeringkat, peringkat yang digunakan adalah
peringkat yang paling rendah.
(4) Ketentuan mengenai tingkat kesehatan keuangan
Reasuradur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b mengikuti ketentuan dalam peraturan OJK
mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi,
perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.
(5) Ketentuan mengenai penempatan reasuransi atau
reasuransi syariah mengikuti ketentuan dalam
peraturan OJK mengenai retensi sendiri dan
dukungan reasuransi dalam negeri.

Pasal 38
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dilarang menempatkan
penutupan asuransi atau penutupan asuransi
syariah pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah yang merupakan afiliasi dari
Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Asuransi
yang bersangkutan.
(2) Perusahaan Pialang Asuransi merupakan afiliasi
dengan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah apabila Perusahaan Pialang
- 32 -

Asuransi memiliki hubungan sedemikian rupa


sehingga dapat mempengaruhi pengelolaan atau
kebijakan dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah, atau sebaliknya.
(3) Dapat mempengaruhi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) adalah adanya pengendalian dari
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
atau Perusahaan Pialang Asuransi, dalam hal:
a. salah satu pihak memiliki satu atau lebih
direktur atau pejabat setingkat di bawah
direktur atau komisaris, yang juga menjabat
sebagai direktur, pejabat setingkat di bawah
direktur, atau komisaris pada pihak lain;
b. salah satu pihak memiliki satu atau lebih
direktur, komisaris atau pemegang saham
pengendali, yang memiliki hubungan keluarga
karena perkawinan atau keturunan sampai
derajat kedua, baik secara horisontal maupun
vertikal yang menjabat sebagai direktur,
komisaris, atau pemegang saham pengendali
pada pihak lain;
c. salah satu pihak memiliki 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih saham pihak lain;
d. salah satu pihak merupakan pemegang saham
terbesar dari pihak lain;
e. para pihak dikendalikan oleh pengendali yang
sama; dan/atau
f. salah satu pihak mempunyai hak suara pada pihak
lain yang lebih dari 50% (lima puluh persen)
berdasarkan suatu perjanjian.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a sampai dengan huruf f tidak berlaku dalam
hal pengendalian dilakukan oleh Pemerintah
Republik Indonesia.
- 33 -

(5) Ketentuan mengenai afiliasi bagi Perusahaan Pialang


Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (4) mutatis mutandis berlaku
bagi Perusahaan Pialang Reasuransi.

Pasal 39
Perusahaan Pialang Asuransi dilarang mengatur
penempatan reasuransi atau reasuransi syariah dengan
mensyaratkan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah untuk melakukan penempatan reasuransi
atau reasuransi syariah melalui Perusahaan Pialang
Reasuransi atau langsung ke Reasuradur tertentu.

Pasal 40
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dapat menawarkan jasa
konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penutupan
asuransi atau asuransi syariah dan/atau penanganan
penyelesaian klaim secara digital atau elektronik.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi dapat menawarkan
jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam
penempatan reasuransi atau reasuransi syariah
dan/atau penanganan penyelesaian klaim secara
digital atau elektronik.

Pasal 41
Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
dilarang memberikan pinjaman atau menempatkan
kekayaan baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada pemegang saham dan afiliasinya.

Pasal 42
Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang
Reasuransi dilarang menerbitkan dokumen penutupan
sementara, Polis Asuransi atau perjanjian reasuransi,
dan/atau dokumen penutupan sementara reasuransi.
- 34 -

Pasal 43
Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi wajib menyampaikan
laporan hasil akhir penilaian kerugian asuransi kepada
pemegang polis, tertanggung, atau peserta apabila terdapat
permintaan dari pemegang polis, tertanggung, atau peserta
dalam hal:
a. klaim atau manfaat ditolak oleh Perusahaan Asuransi
atau Perusahaan Asuransi Syariah; atau
b. tidak terdapat kesepakatan mengenai jumlah kerugian.

Pasal 44
Dalam kontrak penunjukan penilaian kerugian asuransi
antara Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dengan
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah
dilarang memuat klausula yang membatasi Perusahaan
Penilai Kerugian Asuransi untuk memberikan laporan hasil
akhir penilaian kerugian asuransi kepada pemegang polis,
tertanggung, atau peserta.

Pasal 45
(1) Perusahaan Pialang Asuransi wajib membantu
pemegang polis, tertanggung, atau peserta dalam
proses penyelesaian perselisihan asuransi atau
asuransi syariah melalui pengadilan atau di luar
pengadilan.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi wajib membantu
Perusahaan Ceding dalam proses penyelesaian
perselisihan reasuransi atau reasuransi syariah
melalui pengadilan atau di luar pengadilan.

Pasal 46
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang
Reasuransi wajib menjalankan kegiatan Usaha Pialang
Asuransi atau Usaha Pialang Reasuransi secara terus
menerus sejak diperolehnya izin usaha.
- 35 -

(2) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang


Reasuransi dinilai tidak menjalankan kegiatan Usaha
Pialang Asuransi atau Usaha Pialang Reasuransi secara
terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan memenuhi
kriteria:
a. tidak menjalankan kegiatan Usaha Pialang Asuransi
atau Usaha Pialang Reasuransi; dan/atau
b. tidak melakukan transaksi usaha.

Pasal 47
(1) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi wajib
menjalankan kegiatan Usaha Penilai Kerugian Asuransi
secara terus menerus sejak diperolehnya izin usaha.
(2) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dinilai tidak
menjalankan kegiatan Usaha Penilai Kerugian Asuransi
secara terus menerus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
memenuhi kriteria:
a. tidak melaksanakan Usaha Penilai Kerugian Asuransi;
dan/atau
b. tidak melakukan transaksi usaha.

Pasal 48
Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
wajib mencantumkan nomor izin usaha pada surat
dan/atau dokumen resmi Perusahaan.

Bagian Kesembilan
Kerahasiaan Data

Pasal 49
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang
Reasuransi dilarang dengan cara apapun, memberikan
data dan/atau informasi mengenai pemegang polis,
- 36 -

tertanggung, peserta, atau Perusahaan Ceding kepada


pihak ketiga.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan dalam hal:
a. pemegang polis, tertanggung, peserta, atau Perusahaan
Ceding memberikan persetujuan tertulis; dan/atau
b. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 50
Dalam hal Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi memperoleh data dan/atau informasi
pribadi seseorang dan/atau korporasi dari pihak lain, dan
Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang
Reasuransi akan menggunakan data dan/atau informasi
tersebut untuk melaksanakan kegiatannya, Perusahaan
Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi wajib
memiliki pernyataan tertulis bahwa pihak lain dimaksud
telah memperoleh persetujuan tertulis dari seseorang
dan/atau korporasi tersebut untuk memberikan data
dan/atau informasi pribadi dimaksud kepada pihak manapun,
termasuk Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi.

Pasal 51
Pembatalan atau perubahan sebagian persetujuan atas
pengungkapan data dan/atau informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a dilakukan secara
tertulis oleh pemegang polis, tertanggung, peserta, atau
Perusahaan Ceding.
BAB IIIA
PENYELENGGARAAN LAYANAN
PIALANG ASURANSI DIGITAL

Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Layanan Pialang Asuransi Digital

1. Di antara Pasal 51 dan Pasal 52 disisipkan 8 (delapan)


pasal, yakni Pasal 51A, Pasal 51B, Pasal 51C, Pasal 51D,
Pasal 51E, Pasal 51F, Pasal 51G, dan Pasal 51H sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51A
(1) Perusahaan Pialang Asuransi
yang menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi
- 37 -
Digital wajib menyampaikan Polis Asuransi kepada
pemegang polis, tertanggung, atau peserta secara
digital.
(2) Dalam hal terdapat permintaan dari pemegang polis,
tertanggung, atau peserta, selain pemenuhan
kewajiban penyampaian Polis Asuransi secara
digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Perusahaan Pialang Asuransi dapat menyampaikan
Polis Asuransi kepada pemegang polis, tertanggung,
atau peserta dalam bentuk cetak.
(3) Dalam hal Perusahaan Pialang Asuransi melakukan
Layanan Pialang Asuransi Digital sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Pialang
Asuransi harus menyediakan jasa konsultasi dalam
penutupan asuransi atau asuransi syariah dan/atau
jasa penanganan penyelesaian klaim secara digital.
(4) Perusahaan Pialang Asuransi dilarang memberikan
Layanan Pialang Asuransi Digital sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) selain untuk produk
asuransi atau asuransi syariah yang memenuhi
kriteria:
a. telah memperoleh persetujuan atau pencatatan
produk asuransi atau asuransi syariah dari
OJK;
b. menggunakan polis individual;
c. memiliki proses seleksi risiko (underwriting)
yang sederhana; dan
d. termasuk dalam jenis produk asuransi atau
asuransi syariah:
1. asuransi jiwa ekawarsa;
2. asuransi kecelakaan diri;
3. asuransi kesehatan;
- 38 -

4. asuransi kendaraan bermotor;


5. asuransi pengiriman barang untuk
ekspedisi;
6. asuransi perjalanan;
7. asuransi kredit; dan
8. asuransi aneka.
(5) Dalam hal Perusahaan Pialang Asuransi akan
menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi Digital
untuk produk asuransi atau asuransi syariah yang
tidak termasuk dalam jenis produk asuransi atau
asuransi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf d, Perusahaan Pialang Asuransi wajib
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari OJK
sebelum memberikan Layanan Pialang Asuransi
Digital untuk produk asuransi atau asuransi syariah
tersebut.
(6) Untuk dapat memperoleh persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), Perusahaan Pialang
Asuransi harus menyampaikan permohonan yang
dilengkapi dengan:
a. spesifikasi produk asuransi atau asuransi
syariah;
b. bukti persetujuan atau pencatatan produk
asuransi atau asuransi syariah;
c. bukti kesiapan penyelenggaraan Layanan
Pialang Asuransi Digital untuk produk asuransi
atau asuransi syariah yang akan ditawarkan;
dan
d. analisis risiko dan mitigasi risiko atas Layanan
Pialang Asuransi Digital terkait produk,
untuk produk asuransi atau asuransi syariah yang
akan ditawarkan.
(7) Layanan Pialang Asuransi untuk jasa keperantaraan
yang dilakukan sebagian secara digital, tidak
dikategorikan sebagai Layanan Pialang Asuransi
Digital.

Bagian Kedua
Persetujuan Penyelenggaraan
Layanan Pialang Asuransi Digital
Pasal 51B
Perusahaan Pialang Asuransi dilarang menyelenggarakan
Layanan Pialang Asuransi Digital sebelum memperoleh
persetujuan OJK untuk menyelenggarakan Layanan
Pialang Asuransi Digital.
- 39 -

Pasal 51C
(1) Permohonan persetujuan penyelenggaraan Layanan
Pialang Asuransi Digital sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51B disampaikan:
a. Perusahaan Pialang Asuransi yang telah
memiliki izin usaha dari OJK sebelum
menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi
Digital; atau
b. pihak yang belum memiliki izin usaha
Perusahaan Pialang Asuransi bersamaan
dengan permohonan izin usaha Perusahaan
Pialang Asuransi sebagaimana diatur dalam
Peraturan OJK mengenai perizinan usaha dan
kelembagaan Perusahaan Pialang Asuransi,
Perusahaan Pialang Asuransi, dan Perusahaan
Penilai Kerugian Asuransi.
(2) Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan kepada OJK dengan
menggunakan format permohonan persetujuan
penyelenggaraan Layanan Pialang Asuransi Digital
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan OJK ini, disertai
dokumen paling sedikit:
a. struktur organisasi yang memuat fungsi atau
unit kerja yang bertanggung jawab atas
penyelenggaraan Layanan Pialang Asuransi
Digital;
b. bukti perusahaan telah memenuhi ketentuan
ekuitas berupa:
1. laporan keuangan perusahaan periode 2
(dua) triwulan terakhir bagi Perusahaan
Pialang Asuransi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a; atau
2. laporan keuangan perusahaan yang telah
diaudit oleh akuntan publik bagi pihak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
c. bukti memiliki sumber daya manusia yang
memiliki pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun
dan keahlian di bidang Teknologi Informasi;
d. kebijakan dan prosedur Layanan Pialang
Asuransi Digital yang akan diselenggarakan;
e. bukti kepemilikan, penguasaan, dan
pengendalian Sistem Elektronik;
f. bukti kepemilikan dan/atau perjanjian kerja
sama atau sewa menyewa pusat data dan pusat
pemulihan bencana;
g. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko,
termasuk hasil analisis risiko dan pengendalian
risiko;
- 40 -

h. daftar perjanjian kerja sama yang dilakukan


dalam Layanan Pialang Asuransi Digital; dan
i. rencana bisnis dalam jangka waktu sampai
dengan 3 (tiga) tahun ke depan, paling sedikit
memuat:
1. strategi bisnis, termasuk target dan
langkah realisasi target;
2. pengembangan infrastruktur Teknologi
Informasi; dan
3. pengembangan sumber daya manusia dan
organisasi.

Pasal 51D
(1) Perusahaan Pialang Asuransi yang telah
memperoleh persetujuan penyelenggaraan Layanan
Pialang Asuransi Digital wajib mengajukan
permohonan pendaftaran sebagai penyelenggara
Sistem Elektronik kepada instansi yang berwenang
paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
tanggal diterbitkannya persetujuan dari OJK.
(2) Permohonan pendaftaran sebagai penyelenggara
Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditembuskan kepada OJK bersamaan dengan
penyampaian kepada instansi yang berwenang.
(3) Perusahaan Pialang Asuransi
dilarang menyelenggarakan Layanan Pialang
Asuransi Digital sebelum terdaftar sebagai
penyelenggara Sistem Elektronik pada instansi
yang berwenang.
(4) Perusahaan Pialang Asuransi wajib menyampaikan
salinan tanda terdaftar sebagai penyelenggara
Sistem Elektronik dari instansi berwenang kepada
OJK paling lama 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal
surat tanda terdaftar sebagai penyelenggara Sistem
Elektronik.
(5) Perusahaan Pialang Asuransi wajib
menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi Digital
paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
terdaftar sebagai penyelenggara Sistem Elektronik
dari instansi berwenang.
(6) Dalam hal Perusahaan Pialang Asuransi:
a. tidak memenuhi ketentuan pada ayat (5); atau
b. tidak memperoleh tanda terdaftar sebagai
penyelenggara Sistem Elektronik dalam jangka
waktu 60 (enam puluh) hari kalender sejak
diterbitkannya persetujuan dari OJK,
OJK membatalkan persetujuan Layanan Pialang
Asuransi Digital yang telah diterbitkan bagi
Perusahaan Pialang Asuransi.
- 41 -

Bagian Ketiga
Sistem Elektronik
Penyelenggaraan Layanan Pialang Asuransi Digital
Pasal 51E
(1) Dalam penyelenggaraan Layanan Pialang Asuransi
Digital, Perusahaan Pialang Asuransi wajib
menggunakan Sistem Elektronik yang dimiliki,
dikuasai, dan dikendalikan oleh Perusahaan Pialang
Asuransi.
(2) Sistem Elektronik yang digunakan dalam Layanan
Pialang Asuransi Digital wajib terdaftar sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perusahaan Pialang Asuransi
yang menyelenggarakan layanan Pialang Asuransi
Digital wajib melakukan pengembangan Sistem
Elektronik sesuai dengan rencana bisnis perusahaan
untuk memastikan keandalan Sistem Elektronik.
(4) Sistem Elektronik yang digunakan dalam Layanan
Pialang Asuransi Digital wajib memuat paling
sedikit:
a. nama Perusahaan Pialang Asuransi;
b. persyaratan dan ketentuan penggunaan
Layanan Pialang Asuransi Digital;
c. ringkasan informasi dan layanan dari produk
asuransi atau asuransi syariah yang dilakukan
Layanan Pialang Asuransi Digital, yang telah
disetujui oleh Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah;
d. informasi mengenai Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah
yang menyediakan produk asuransi atau
asuransi syariah yang ditawarkan dalam
Layanan Pialang Asuransi Digital;
e. informasi media layanan konsumen; dan
f. informasi bahwa Perusahaan Pialang Asuransi
diawasi oleh OJK.
(5) Perusahaan Pialang Asuransi
yang menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi
Digital wajib menyediakan media komunikasi bagi
pemegang polis, tertanggung, atau peserta untuk
memastikan kelangsungan Layanan Pialang
Asuransi Digital.
- 42 -

Bagian Keempat
Manajemen Risiko
Penyelenggaraan Layanan Pialang Asuransi Digital

Pasal 51F
(1) Perusahaan Pialang Asuransi
yang menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi
Digital wajib memenuhi ketentuan manajemen
risiko Teknologi Informasi sebagai lembaga jasa
keuangan nonbank yang mayoritas kegiatan
usahanya menggunakan Teknologi Informasi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko
teknologi informasi lembaga jasa keuangan
nonbank.
(2) Dalam penerapan manajemen risiko atas
penyelenggaraan Layanan Pialang Asuransi Digital,
Perusahaan Pialang Asuransi
yang menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi
Digital wajib membentuk unit atau fungsi yang
bertugas menangani penyelenggaraan Layanan
Pialang Asuransi Digital.
(3) Unit atau fungsi yang menangani penyelenggaraan
Layanan Pialang Asuransi Digital sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) memiliki tugas meliputi:
a. membantu direksi dan dewan komisaris dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
penyelenggaraan Teknologi Informasi pada
Layanan Pialang Asuransi Digital;
b. mendukung pengembangan dan/atau
pengadaan Teknologi Informasi pada Layanan
Pialang Asuransi Digital;
c. bertanggung jawab atas pelaksanaan kerja
sama dengan pihak ketiga dalam
penyelenggaraan Layanan Pialang Asuransi
Digital;
d. bertanggung jawab atas data transaksi
keuangan Layanan Pialang Asuransi Digital;
e. bertanggung jawab atas kendala dan
permasalahan yang muncul
dari penyelenggaraan Layanan Pialang
Asuransi Digital; dan
f. melaksanakan tugas lain terkait dengan
penyelenggaraan Layanan Pialang Asuransi
Digital.

Pasal 51G
(1) Perusahaan Pialang Asuransi
yang menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi
Digital wajib memiliki sumber daya manusia yang
- 43 -

mempunyai pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun


dan keahlian di bidang Teknologi Informasi.
(2) Perusahaan Pialang Asuransi yang
menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi Digital
wajib memastikan sumber daya manusia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
a. pejabat paling rendah 1 (satu) level di bawah
direksi yang membawahkan fungsi Teknologi
Informasi; atau
b. penanggung jawab pada unit atau fungsi yang
bertugas menangani penyelenggaraan Layanan
Pialang Asuransi Digital sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51F ayat (2).
(3) Perusahaan Pialang Asuransi
yang menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi
Digital wajib menyelenggarakan program
peningkatan kompetensi di bidang Teknologi
Informasi bagi sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 51H
Perusahaan Pialang Asuransi yang akan melakukan
layanan Pialang Asuransi Digital wajib terlebih dahulu:
a. memperoleh persetujuan/pernyataan dari
Perusahan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah bahwa Perusahan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah bertanggung jawab atas produk
asuransi atau asuransi syariah yang diperantarai
oleh Perusahaan Pialang Asuransi secara digital,
sepanjang pemegang polis telah:
1. memberikan data dan informasi pertanggungan
sesuai yang diminta dalam Sistem Elektronik;
dan
2. membayar premi kepada Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
Pialang Asuransi, atau pihak yang melakukan
kerja sama dengan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, atau Perusahaan
Pialang Asuransi; dan
b. memastikan bahwa Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah dalam memperoleh
persetujuan produk dari OJK telah melengkapi surat
pernyataan perusahaan bahwa produk asuransi atau
asuransi syariah dapat dipasarkan secara digital.
- 44 -

2. Ketentuan ayat (4) Pasal 52 diubah sehingga Pasal 52


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 52
(1) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian
Asuransi dapat melakukan kerja sama dengan pihak
lain dalam rangka perolehan bisnis atau
melaksanakan sebagian fungsi dalam
menyelenggarakan usahanya.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi ketentuan:
a. tidak menghambat kegiatan operasional dan
nonoperasional Perusahaan Pialang Asuransi,
Perusahaan Pialang Reasuransi, dan
Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi; dan
b. dituangkan dalam perjanjian tertulis.
(3) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b paling sedikit memuat:
a. jangka waktu perjanjian;
b. tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak
dalam pelaksanaan tugas; dan
c. kewajiban alih teknologi dan pengetahuan
dalam hal perjanjian kerja sama dilakukan
dengan pihak asing.
(4) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian
Asuransi yang melakukan kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memastikan bahwa
pihak lain memenuhi ketentuan:
a. bagi orang perseorangan:
1. tidak memiliki benturan kepentingan
dengan pemegang polis, tertanggung,
peserta, Perusahaan Ceding, dan/atau
penanggung; dan
2. memiliki kemampuan dan pengalaman
yang mendukung pelaksanaan tugas; atau
b. bagi badan hukum:
1. memiliki izin usaha dari instansi yang
berwenang jika dipersyaratkan untuk
memperoleh izin usaha berdasarkan
ketentuan peraturan
perundang- undangan;
2. tidak memiliki benturan kepentingan
dengan pemegang polis, tertanggung,
peserta, Perusahaan Ceding, dan/atau
penanggung; dan
3. memiliki kemampuan dan pengalaman
yang mendukung pelaksanaan tugas.
- 45 -

3. Di antara Pasal 54 dan Pasal 55 disisipkan 1 (satu)


pasal yakni Pasal 54A sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 54A
(1) Perusahaan Pialang Asuransi
yang menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi
Digital dapat melakukan kerja sama dengan pihak
lain untuk pelaksanaan sebagian fungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1),
dalam bentuk:
a. kerja sama dengan penyedia jasa
pembayaran, untuk pembayaran premi atau
kontribusi kepada Perusahaan Pialang
Asuransi dan/atau Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah;
b. kerja sama dengan penyedia Teknologi
Informasi; dan/atau
c. kerja sama dengan pihak lain dalam
meningkatkan kualitas operasional dan
layanan Perusahaan Pialang Asuransi.
(2) Dalam pelaksanaan kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, Perusahaan
Pialang Asuransi dilarang:
a. melakukan alih daya pengelolaan
Layanan Pialang Asuransi Digital kepada
pihak lain;
b. mengalihkan pengelolaan data calon
pemegang polis, tertanggung, atau peserta;
dan
c. mengalihkan pengelolaan
infrastruktur Teknologi Informasi kepada
pihak lain.

BAB IV
KERJA SAMA DENGAN PIHAK LAIN

Pasal 52
(1) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian
- 46 -

Asuransi dapat melakukan kerja sama dengan


pihak lain dalam rangka perolehan bisnis atau
melaksanakan sebagian fungsi dalam
penyelenggaraan usahanya.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi ketentuan:
a. tidak menghambat kegiatan operasional dan non-
operasional Perusahaan Pialang Asuransi,
Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan
Penilai Kerugian Asuransi ; dan
b. dituangkan dalam perjanjian tertulis.
(3) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b paling sedikit memuat:
a. jangka waktu perjanjian;
b. tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak
dalam pelaksanaan tugas; dan
c. kewajiban alih teknologi dan pengetahuan dalam hal
perjanjian kerja sama dilakukan dengan pihak asing.
(4) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
yang melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memastikan bahwa pihak lain
memenuhi ketentuan:
a. memiliki izin usaha dari instansi yang berwenang;
b. tidak memiliki benturan kepentingan dengan
pemegang polis, tertanggung, peserta, Perusahaan
Ceding, dan/atau penanggung; dan
c. memiliki kemampuan dan pengalaman yang
mendukung pelaksanaan tugas.

Pasal 53
(1) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
wajib memastikan bahwa kerja sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) telah sesuai dengan
- 47 -

perjanjian yang dibuat dan peraturan perundang-


undangan.
(2) Dalam pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 ayat (1), Perusahaan Pialang Asuransi,
Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan
Penilai Kerugian Asuransi wajib memiliki dan
menerapkan standar seleksi dan akuntabilitas.

Pasal 54
(1) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
yang melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam
rangka melaksanakan sebagian fungsi dalam
penyelenggaraan usahanya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 ayat (1) dilakukan kepada penyedia
jasa dengan perjanjian alih daya.
(2) Perjanjian alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui perjanjian:
a. pemborongan pekerjaan; dan/atau
b. penyediaan jasa tenaga kerja.
(3) Perjanjian alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) wajib memuat ketentuan yang mengatur paling
sedikit mengenai jenis, nilai, dan jangka waktu
pengalihan fungsi penyelenggaraan usaha.

Pasal 55
(1) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
dilarang melakukan alih daya dalam rangka kegiatan
utama Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan
Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian
Asuransi.
(2) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
wajib melakukan pengendalian atas sebagian fungsi
penyelenggaraan usaha yang dialihkan kepada pihak
lain yang levelnya sama dengan pengendalian yang
- 48 -

dilakukan di internal Perusahaan Pialang Asuransi dan


Perusahaan Pialang Reasuransi.
(3) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
tetap bertanggung jawab atas fungsi yang dialihkan
kepada perusahaan penyedia jasa.
4. Di antara Bab IV dan Bab V disisipkan 1 (satu) bab, yakni
Bab IVA, sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB IVA
USAHA PIALANG ASURANSI DAN USAHA PIALANG
REASURANSI SECARA BERSAMA-SAMA

5. Di antara Pasal 55 dan Pasal 56 disisipkan 2 (dua) pasal,


yakni Pasal 55A dan Pasal 55B, sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 55A
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dapat melakukan
Usaha Pialang Asuransi secara bersama-sama (co-
broking) dengan Perusahaan Pialang Asuransi lain.
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi dapat melakukan
Usaha Pialang Reasuransi secara bersama-sama (co-
broking) dengan Perusahaan Pialang Reasuransi
lain.
(3) Perusahaan Pialang Asuransi dapat melakukan
Usaha Pialang Asuransi secara bersama-sama (co-
- 49 -

broking) dengan Perusahaan Pialang Asuransi lain


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
penutupan asuransi atau asuransi syariah atas
nama pemegang polis, tertanggung, atau peserta
untuk satu Objek Asuransi dengan cara:
a. diperjanjikan sejak awal untuk dilakukan
secara bersama-sama; dan
b. diperjanjikan setelah terdapat objek
baru/kasus per kasus untuk dilakukan secara
bersama- sama.
(4) Perusahaan Pialang Resuransi dapat melakukan
Usaha Pialang Reasuransi secara bersama-sama
(co- broking) dengan Perusahaan Pialang
Reasuransi lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terhadap penutupan reasuransi atau
reasuransi syariah atas nama Perusahaan Ceding
untuk satu Objek Asuransi dengan cara:
a. diperjanjikan sejak awal untuk dilakukan
secara bersama-sama; dan
b. diperjanjikan setelah terdapat objek
baru/kasus per kasus untuk dilakukan secara
bersama- sama.

Pasal 55B
(1) Usaha Pialang Asuransi secara bersama-sama (co-
broking) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55A
ayat (1) dan Usaha Pialang Reasuransi secara
bersama-sama (co-broking) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55A ayat (2) dituangkan
dalam perjanjian tertulis dan/atau dokumen lain.
(2) Perjanjian tertulis dan/atau dokumen lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memuat paling sedikit:
a. susunan keanggotaan yang terdiri dari ketua
dan anggota;
b. prosedur beserta jangka waktu penerimaan
dan penerusan premi dan/atau kontribusi
antara ketua dan anggota;
c. prosedur pelayanan klaim;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. jangka waktu perjanjian; dan
f. mekanisme penyelesaian perselisihan.

BAB V
EKUITAS MINIMUM

Pasal 56

a. Perusahaan Pialang Asuransi setiap saat


wajib memiliki ekuitaspaling sedikit
sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) ) bagi Perusahaan Pialang Asuransi
yang tidak menyelenggarakan Layanan
Pialang Asuransi Digital; atau
b. Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) bagi
Perusahaan Pialang Asuransi
- 50 -
yang menyelenggarakan Layanan Pialang
Asuransi Digital.

(1) Perusahaan Pialang Asuransi yang telah mendapatkan


izin usaha sebelum Peraturan OJK ini diundangkan dan
memiliki ekuitas di bawah ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib memiliki ekuitas dengan
tahapan sebagai berikut:
a. paling sedikit sebesar Rp1.300.000.000,00 (satu
miliar tiga ratus juta rupiah) paling lambat tanggal
30 Juni 2017;
b. paling sedikit sebesar Rp1.600.000.000,00 (satu
miliar enam ratus juta rupiah) paling lambat
tanggal 30 Juni 2018; dan
c. paling sedikit sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah) paling lambat tanggal 30 Juni 2019.

Pasal 57
(1) Perusahaan Pialang Reasuransi setiap saat wajib
memiliki ekuitas paling sedikit sebesar
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Perusahaan Pialang Reasuransi yang telah
mendapatkan izin usaha sebelum Peraturan OJK ini
diundangkan dan memiliki ekuitas di bawah ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memiliki
ekuitas dengan tahapan sebagai berikut:
- 51 -

a. paling sedikit sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu


miliar lima ratus juta rupiah) paling lambat tanggal
30 Juni 2017;
b. paling sedikit sebesar Rp2.200.000.000,00 (dua
miliar dua ratus juta rupiah) paling lambat tanggal
30 Juni 2018; dan
c. paling sedikit sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah) paling lambat tanggal 30 Juni 2019.

Pasal 58
(1) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi setiap saat wajib
memiliki ekuitas paling sedikit sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi yang telah
mendapatkan izin usaha sebelum Peraturan OJK ini
diundangkan dan memiliki ekuitas di bawah ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memiliki
ekuitas dengan tahapan sebagai berikut:
a. paling sedikit sebesar Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) paling lambat tanggal 30 Juni 2017;
b. paling sedikit sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) paling lambat tanggal 30 Juni 2018; dan
c. paling sedikit sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) paling lambat tanggal 30 Juni 2019.

BAB VI
PELAPORAN

Bagian Kesatu
Laporan Perusahaan Pialang Asuransi
dan Perusahaan Pialang Reasuransi

Pasal 59
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi wajib menyusun dan
menyampaikan:
a. laporan triwulanan;
b. laporan tahunan; dan
c. laporan keuangan tahunan yang telah diaudit
oleh akuntan publik,
kepada OJK.
(2) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi wajib
- 52 -
menyusun dan menyampaikan kepada OJK:
a. laporan tahunan; dan
b. laporan keuangan tahunan yang telah diaudit
oleh akuntan publik.
(3) Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a yang merupakan laporan yang
berakhir pada tanggal 31 Maret, 30 Juni, 30
September, dan 31 Desember, wajib disampaikan
paling lambat 1 (satu) bulan sejak berakhirnya
triwulan yang bersangkutan.
(4) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan ayat (2) huruf a dan laporan
keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan
publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dan ayat (2) huruf b yang merupakan laporan yang
berakhir pada tanggal 31 Desember, wajib
disampaikan paling lambat pada tanggal 30 April
tahun berikutnya.

Bagian Kedua
Standarisasi Pelaporan

Pasal 60
(1) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian
- 53 -

Asuransi wajib menyampaikan laporan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1)
dan ayat (2) dalam bentuk dokumen elektronik.
(2) Dihapus.
(3) Apabila batas akhir penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3)
dan ayat (4) jatuh pada hari libur, batas akhir
penyampaian laporan pada hari kerja pertama
berikutnya.
(4) Dalam hal Perusahaan Pialang Asuransi,
Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan
Penilai Kerugian Asuransi memperoleh izin usaha
kurang dari 6 (enam) bulan hingga tahun takwim
berakhir, kewajiban penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai
berlaku pada tahun takwim berikutnya.
(5) OJK setiap saat dapat meminta laporan atau
informasi selain laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(6) Ketentuan mengenai bentuk, susunan, dan tata
cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh OJK.

Pasal 61
(1) Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh
akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf b
wajib disusun berdasarkan standar akuntansi
keuangan yang berlaku di Indonesia.
(2) Penggunaan jasa akuntan publik dan kantor
akuntan publik mengikuti ketentuan yang diatur
dalam Peraturan OJK mengenai penggunaan jasa
akuntan publik dan kantor akuntan publik dalam
kegiatan jasa keuangan.

Pasal 62
Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan
publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1)
huruf c dan ayat (2) huruf b wajib disusun dalam mata
uang rupiah.
- 54 -

BAB VII
SANKSI

Pasal 63
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 2,
Pasal 5 ayat (1), ayat (2), Pasal 6 ayat (1), ayat (2),
Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12,
Pasal 13, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (3), Pasal
16 ayat (2), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (2), Pasal
20A, Pasal 21 ayat (3), Pasal 22 ayat (2), Pasal 24
ayat (1), ayat (2), Pasal 25 ayat (1), ayat (4), Pasal
26, Pasal 28 ayat (3), ayat (4), Pasal 29, Pasal 30,
Pasal 32,
- 55 -

Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35 ayat (1), ayat (2), Pasal
36 ayat (1), ayat (2), Pasal 37 ayat (1), ayat (2), Pasal
38 ayat (1), ayat (5), Pasal 39, Pasal 41, Pasal 42,
Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46 ayat (1), Pasal
47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 49 ayat (1), Pasal 50,
Pasal 51A ayat (1), ayat (4), ayat (5), Pasal 51B,
Pasal 51D ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (5), Pasal
51E, Pasal 51F ayat (1), ayat (2), Pasal 51G, Pasal
51H, Pasal 52 ayat (2), ayat (4), Pasal 53, Pasal 54
ayat (3), Pasal
54A ayat (2), Pasal 55 ayat (1), ayat (2), Pasal 55B ayat
(2) , Pasal 56 ayat (1), Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59,
Pasal 60 ayat (1), Pasal 61 ayat (1), dan/atau Pasal
62 dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian
atau seluruh kegiatan usaha; dan
c. pencabutan izin usaha.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara bertahap.
(3) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), OJK dapat mengenakan sanksi
tambahan berupa larangan menjadi pemegang
saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, atau
yang setara dengan pemegang saham, pengendali,
direksi, dan dewan komisaris, atau menduduki
jabatan eksekutif di bawah direksi, atau yang setara
dengan jabatan eksekutif di bawah direksi, pada
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Reasuransi
Syariah, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan
Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai
Kerugian Asuransi.
(4) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, atau Perusahaan Penilai Kerugian
Asuransi yang sedang dikenai sanksi administratif
berupa pembekuan kegiatan usaha namun tetap
melakukan kegiatan usaha kepialangan asuransi,
kepialangan reasuransi, atau penilai kerugian
asuransi, baik untuk sebagian atau seluruh kegiatan
usahanya dikenai sanksi administratif berupa
pencabutan izin usaha.

Pasal 64
(1) OJK dapat mengenakan sanksi pencabutan izin usaha
tanpa didahului pengenaan sanksi administratif yang
lain terhadap pelanggaran ketentuan dalam Pasal 7 ayat
(1), Pasal 42, Pasal 46 ayat (1), dan Pasal 47 ayat (1)
Peraturan OJK ini.
(2) Bagi Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi yang telah melanggar ketentuan
dalam Pasal 7 ayat (1) dan dicabut izin usahanya
- 56 -
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap bertanggung
jawab untuk menyelesaikan kewajiban
pertanggungjawaban atas pembayaran klaim atau
manfaat yang timbul dari kerugian yang terjadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).

Pasal 65
Dalam hal Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan dalam Pasal 42 Peraturan OJK ini sebanyak 3
(tiga) kali dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terakhir,
OJK mengenakan sanksi administratif berupa pencabutan
izin usaha.

Pasal 66
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 15
ayat (1), ayat (2), Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (1),
ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), ayat (2),
Pasal
22 ayat (1), dan/atau Pasal 24 ayat (4), ayat (5)
dikenai sanksi administratif berupa peringatan
tertulis.
(2) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan masa berlaku paling lama masing-masing 3
(tiga) bulan.
(3) Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu
peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Tenaga Ahli tetap tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK
memerintahkan Perusahaan Pialang Asuransi atau
Perusahaan Pialang Reasuransi memberhentikan
Tenaga Ahli.
(4) Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu
peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Pialang Asuransi dan Pialang Reasuransi tetap
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), OJK membatalkan pernyataan
pendaftaran bagi Pialang Asuransi dan Pialang
Reasuransi.

Pasal 67
(1) Apabila laporan disampaikan setelah batas akhir
waktu penyampaian laporan sampai dengan 30 (tiga
puluh) hari sejak batas waktu penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) dan
ayat (4), Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan
Pialang Reasuransi, atau Perusahaan Penilai
Kerugian Asuransi dinyatakan terlambat
menyampaikan laporan.
(2) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, atau Perusahaan Penilai Kerugian
Asuransi yang terlambat menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
administratif tambahan berupa denda sebesar
Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per hari per
- 57 -
laporan.
(3) Apabila laporan belum disampaikan setelah batas
akhir waktu keterlambatan penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan
Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi,
atau Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
dinyatakan tidak menyampaikan laporan.
- 58 -

(4) Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang


Reasuransi, atau Perusahaan Penilai Kerugian
Asuransi yang tidak menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai
sanksi administratif tambahan berupa denda
sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta) per
laporan.

Pasal 68
Prosedur dan tata cara pengenaan sanksi diatur dalam
peraturan OJK mengenai prosedur dan tata cara
pengenaan sanksi administratif.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 69
Bagi Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi yang telah memperoleh izin usaha
sebelum Peraturan OJK ini diundangkan, ketentuan
mengenai pemisahan Rekening Premi dengan Rekening
Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
- 59 -

harus dipenuhi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja


sejak Peraturan OJK ini diundangkan.

Pasal 70
Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
yang telah melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam
rangka perolehan bisnis atau melaksanakan sebagian
fungsi dalam penyelenggaraan usahanya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) sebelum Peraturan OJK
ini diundangkan dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
berakhirnya perjanjian.

Pasal 71
Dalam hal peraturan OJK mengenai prosedur dan tata cara
pengenaan sanksi administratif belum diundangkan maka
ketentuan mengenai prosedur dan tata cara pengenaan
sanksi administratif tunduk pada Peraturan Pemerintah
Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun
2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah
Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 72
Pada saat Peraturan OJK ini diundangkan, ketentuan
mengenai penyelenggaraan usaha Perusahaan Pialang
Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan
Penilai Kerugian Asuransi tunduk pada Peraturan OJK ini.

Pasal 73
Peraturan OJK ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
- 60 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan OJK ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2016

KETUA DEWAN KOMISIONER


OTORITAS JASA KEUANGAN,

ttd

MULIAMAN D. HADAD

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2016

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 303

Salinan sesuai dengan aslinya


Direktur Hukum 1
Departemen Hukum

ttd
Yuliana
- 61 -

Pasal II
1. Perusahaan Pialang Asuransi yang telah
menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi Digital
sebelum Peraturan OJK ini diundangkan, wajib
memperoleh persetujuan OJK untuk
menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi Digital
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51B paling
lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan OJK ini
diundangkan.
2. Bagi Perusahaan Pialang Asuransi yang telah
menyelenggarakan Layanan Pialang Asuransi Digital
sebelum Peraturan OJK ini diundangkan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan memiliki
ekuitas dibawah ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (1) huruf b wajib memiliki
ekuitas dengan tahapan sebagai berikut:
a. paling sedikit sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah) berlaku pada saat Peraturan OJK
ini diundangkan;
b. paling sedikit sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah) paling lambat tanggal 31
Desember 2023;
c. paling sedikit sebesar Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah) paling lambat tanggal 31
Desember 2024; dan
d. paling sedikit sebesar Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) paling lambat tanggal 31
Desember 2025.
3. Dalam hal Perusahaan Pialang Asuransi tidak dapat
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
angka 1, Perusahaan Pialang Asuransi menghentikan
kegiatan Layanan Pialang Asuransi Digital.
4. Pada saat Peraturan OJK ini mulai berlaku,
Peraturan OJK Nomor 55/POJK.05/2017 tentang
Laporan Berkala Perusahaan Perasuransian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 174, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6107) dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Peraturan OJK ini.
5. Peraturan OJK ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan OJK ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 70 /POJK.05/2016
TENTANG
PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG
ASURANSI, PERUSAHAAN PIALANG REASURANSI, DAN
PERUSAHAAN PENILAI KERUGIAN ASURANSI

I. UMUM
Penerbitan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah
perasuransian di Indonesia, mengingat di dalam Undang–Undang
tersebut terdapat hal-hal baru terkait dengan pengawasan dan
pengembangan industri perasuransian. Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 tentang Perasuransian mengamanatkan penyempurnaan
pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan industri
perasuransian yang telah berkembang pesat yang ditandai dengan
meningkatnya volume usaha, bertambahnya pemanfaatan jasa
perasuransian oleh masyarakat, serta layanaan jasa persuransian yang
semakin bervariasi sejalan dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat. Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong
pembangunan nasional terjadi apabila industri perasuransian dapat lebih
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menghadapi risiko yang
dihadapinya serta dalam menjalankan kegiatan usahanya. Selain hal
tersebut, upaya untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih
sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif secara umum dapat
dilakukan dengan penetapan peraturan baru maupun dengan
penyempurnaan peraturan yang telah ada.
-2-

Dalam rangka mengoptimalkan peran Perusahaan Pialang Asuransi,


Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian
Asuransi yang merupakan bagian dari industri perasuransian untuk
mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional, menjaga
stabilitas sistem keuangan sebagai landasan bagi pembangunan yang
berkelanjutan, dan mewujudkan kemandirian finansial masyarakat serta
mendukung upaya peningkatan pemerataan dalam pembangunan, salah
satu strategi yang dikembangkan OJK adalah penguatan aspek
pengaturan dan pengawasan secara menyeluruh dengan penekanan pada
daya saing industri untuk menunjang stabilitas sistem keuangan.
Pengaturan mengenai penyelenggaraan usaha Perusahaan Pialang
Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai
Kerugian Asuransi adalah salah satu pengaturan yang merupakan
penuangan dari amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.
-3-

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “membantu” adalah melakukan
pemeriksaan kelengkapan dokumen pengajuan klaim dan
menyampaikan kepada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “membantu” adalah melakukan
pemeriksaan kelengkapan dokumen pengajuan klaim dan
menyampaikan kepada Reasuradur.

Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Pemberitahuan awal mengenai informasi pengajuan klaim
dapat dilakukan melalui sarana telekomunikasi seperti
telepon, faksimile, e-mail, dan/atau sarana telekomunikasi
lainnya tanpa dilengkapi dokumen terlebih dahulu.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Pemberitahuan awal mengenai informasi pengajuan klaim
dapat dilakukan melalui sarana telekomunikasi seperti
telepon, faksimile, email, dan/atau sarana telekomunikasi
lainnya tanpa dilengkapi dokumen terlebih dahulu.
Huruf b
Cukup jelas.
-4-

Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.
-5-

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “menangani” adalah tindak lanjut yang
dilakukan oleh Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi untuk menyelesaikan keluhan atau
pengaduan, misalnya:
a. bagi Perusahaan Pialang Asuransi, memfasilitasi pertemuan
antara pemegang polis, tertanggung, dan peserta, dengan
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah;
atau
b. bagi Perusahaan Pialang Reasuransi, memfasilitasi
pertemuan antara Perusahaan Ceding dengan Reasuradur.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pemberitahuan mekanisme
penanganan keluhan atau pengaduan paling sedikit memuat
informasi tentang lokasi layanan, jam kerja layanan, nomor
telepon layanan, dan alamat e-mail layanan keluhan atau
pengaduan.
-6-

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “secara wajar” adalah imbalan jasa
yang dikenakan telah sesuai dengan besarnya nilai
pertanggungan dan telah sesuai dengan kesepakatan antara
pemegang polis, tertanggung, peserta, atau Perusahaan Ceding
dengan Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang
Reasuransi.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “penugasan tertulis” antara lain dapat
berbentuk surat perintah kerja, surat tugas, dan lain-lain.

Pasal 29
Cukup jelas.
-7-

Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “bunga rekening” adalah bunga
rekening premi atau kontribusi yang selanjutnya menjadi
hak dari Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan
Pialang Reasuransi.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas,
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.
-8-

Pasal 35
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “mengupayakan pilihan lebih dari 1
(satu)” adalah Perusahaan Pialang Asuransi memberikan
alternatif Perusahaan Asuransi untuk dipilih oleh calon
pemegang polis, tertanggung, atau peserta, misalnya melalui
lelang. Penunjukan Perusahaan Asuransi melalui mekanisme
lelang dilakukan oleh pemegang polis, tertanggung, atau
peserta.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “mengupayakan pilihan lebih dari 1
(satu)” adalah Perusahaan Pialang Reasuransi memberikan
alternatif Perusahaan Reasuransi atau Perusahaan Reasuransi
Syariah untuk dipilih oleh calon Perusahaan Ceding, misalnya
Perusahaan Pialang Asuransi tidak mengarahkan penempatan
reasuransi atau reasuransi syariah tertentu.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “independen” adalah tidak dipengaruhi
oleh pihak lain.

Pasal 36
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Informasi tingkat kesehatan keuangan yang dimaksud
adalah tingkat solvabilitas periode laporan terkini.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
-9-

Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “menempatkan penutupan reasuransi
atau reasuransi syariah” adalah menempatkan reasuransi atau
reasuransi syariah yang telah mendapat persetujuan dari
Perusahaan Ceding.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Yang dimaksud dengan “dokumen penutupan sementara” yaitu
termasuk cover note dan konfirmasi penutupan reasuransi.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.
- 10 -

Pasal 45
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “membantu” antara lain pemberian
data atau informasi yang dimiliki Perusahaan Pialang Asuransi
untuk kebutuhan pengadilan atau di luar pengadilan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “membantu” antara lain pemberian
data atau informasi yang dimiliki Perusahaan Pialang
Reasuransi untuk kebutuhan pengadilan atau di luar
pengadilan.

Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “menjalankan kegiatan Usaha Pialang
Asuransi atau Usaha Pialang Reasuransi” dibuktikan dengan
bukti penempatan asuransi atau asuransi syariah bagi
Perusahaan Pialang Asuransi atau bukti penempatan
reasuransi atau reasuransi syariah bagi Perusahaan Pialang
Reasuransi.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak menjalankan kegiatan
Usaha Pialang Asuransi atau Usaha Pialang Reasuransi”
adalah tidak menjalankan kegiatan Usaha Pialang
Asuransi atau Usaha Pialang Reasuransi selama 6 (enam)
bulan berturut-turut.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tidak melakukan transaksi
usaha” adalah tidak ada transaksi usaha selama 6 (enam)
bulan berturut-turut.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.
- 11 -

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Yang dimaksud dengan “data dan/atau informasi pribadi” meliputi:
a. perseorangan:
1) nama;
2) alamat;
3) tanggal lahir dan/atau umur;
4) nomor telepon; dan/atau
5) nama ibu kandung; dan
b. korporasi:
1) nama;
2) alamat;
3) nomor telepon;
4) susunan direksi dan komisaris termasuk dokumen
identitas berupa kartu tanda penduduk/paspor/izin
tinggal; dan/atau
5) susunan pemegang saham.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kerja sama dengan pihak lain”
antara lain:
a. kerja sama Perusahaan Pialang Asuransi dengan bank,
perusahaan pembiayaan, pemasar online, dan/atau
pemasar langsung; atau
b. kerja sama Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
dengan penilai kerugian asuransi di luar negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
- 12 -

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penanggung” adalah Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
Reasuransi, atau Perusahaan Reasuransi Syariah.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Ayat (1)
Kerja sama antara Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
dengan penilai kerugian asuransi dapat berbentuk technical
supporting agreement atau hubungan afiliasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kegiatan utama Perusahaan Pialang
Asuransi adalah kegiatan konsultasi dan/atau keperantaraan
dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta
penanganan penyelesaian klaimnya.
Yang dimaksud dengan kegiatan utama Perusahaan Pialang
Reasuransi adalah konsultasi dan/atau keperantaraan dalam
penempatan reasuransi atau penempatan reasuransi syariah
serta penanganan penyelesaian klaimnya.
Yang dimaksud dengan kegiatan utama Perusahaan Penilai
Kerugian Asuransi adalah jasa penilaian klaim dan jasa
konsultasi atas objek asuransi.
- 13 -

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 56
Ekuitas terdiri dari:
a. modal disetor;
b. tambahan modal disetor, terdiri atas:
1) agio/disagio saham;
2) biaya emisi efek Ekuitas; dan
3) lainnya sesuai dengan prinsip standar akuntansi
keuangan;
c. selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas sepengendali;
d. saldo laba/rugi;
e. laba/rugi tahun berjalan;
f. saham tresuri (treasury stock); dan/atau
g. komponen ekuitas lainnya.

Pasal 57
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
- 14 -

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “kurang dari 6 (enam) bulan hingga
tahun takwim berakhir” adalah sejak 1 Juli sampai dengan 31
Desember.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5993

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2022
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 70/POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA
PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALANG REASURANSI,
DAN PERUSAHAAN PENILAI KERUGIAN ASURANSI

I. UMUM
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan mengamanatkan pelaksanaan fungsi pengawasan dan
pengaturan terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
dilakukan oleh OJK. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, OJK dibentuk
dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan terselenggara
secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel serta mampu mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan
mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Sejalan dengan tujuan OJK dan sesuai dengan amanat dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, OJK telah
menetapkan Peraturan Nomor 70/POJK.05/2016 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi. Penetapan
Peraturan OJK tersebut antara lain dimaksudkan agar Perusahaan Pialang
Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Penilai Kerugian Asuransi
dapat memberikan kontribusi optimal bagi pertumbuhan industri
perasuransian dan perekonomian nasional, serta terlindunginya
kepentingan konsumen perasuransian.
Praktik penyelenggaran usaha Perusahaan Pialang Asuransi terus
berkembang seiring dengan perubahan lingkungan bisnis dan kebutuhan
masyarakat. Hal ini antara lain tercermin dari percepatan penggunaan
teknologi digital dalam layanan yang diselenggarakan oleh Perusahaan
Pialang Asuransi, serta meningkatnya kebutuhan kerja sama antara
Perusahaan Pialang Asuransi dan pihak lain untuk meningkatkan kualitas
layanan perusahaan pialang asuransi. Pada satu sisi, praktik tersebut
memberikan dampak positif bagi industri perasuransian dan konsumen.
Namun, di sisi lain juga menimbulkan risiko sehingga perlu untuk diatur
dan diawasi dengan tetap memberikan ruang untuk inovasi. Selain itu,
untuk meningkatkan efektivitas pengawasan oleh OJK diperlukan
penyesuaian beberapa ketentuan, antara lain frekuensi penyampaian
laporan berkala dan pengenaan sanksi kepada Perusahaan Pialang
Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai
Kerugian.
-2-

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan


penyempurnaan terhadap Peraturan OJK Nomor 70/POJK.05/2016
tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan
Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.

Angka 2
Pasal 2A
Cukup jelas.

Angka 3
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Untuk memastikan pelaksanaan tugas Tenaga Ahli,
Perusahaan Pialang Asuransi antara lain menetapkan
ruang lingkup tugas Tenaga Ahli, menetapkan
prosedur kerja standar Tenaga Ahli, menetapkan
bentuk dan frekuensi laporan pelaksanaan tugas
Tenaga Ahli dan melakukan pemantauan dan evaluasi
atas pelaksanaan tugas Tenaga Ahli.

Angka 4
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Untuk memastikan pelaksanaan tanggung jawab
Tenaga Ahli, Perusahaan Pialang Asuransi antara lain
menetapkan ruang lingkup tanggung jawab Tenaga
Ahli, menetapkan prosedur kerja standar Tenaga Ahli,
menetapkan bentuk dan frekuensi laporan
pelaksanaan tanggung jawab Tenaga Ahli, serta
melakukan
-3-

pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan tanggung


jawab Tenaga Ahli.

Angka 5
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Untuk memastikan pelaksanaan tugas Tenaga Ahli,
Perusahaan Pialang Reasuransi antara lain
menetapkan ruang lingkup tugas Tenaga Ahli,
menetapkan prosedur kerja standar Tenaga Ahli,
menetapkan bentuk dan frekuensi laporan
pelaksanaan tugas Tenaga Ahli, serta melakukan
pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan tugas
Tenaga Ahli.

Angka 6
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Untuk memastikan pelaksanaan tanggung jawab
Tenaga Ahli, Perusahaan Pialang Reasuransi antara
lain menetapkan ruang lingkup tanggung jawab Tenaga
Ahli, menetapkan prosedur kerja standar Tenaga Ahli,
menetapkan bentuk dan frekuensi laporan
pelaksanaan tanggung jawab Tenaga Ahli, serta
melakukan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan
tanggung jawab Tenaga Ahli.

Angka 7
Pasal 20A
Cukup jelas.

Angka 8
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-4-

Ayat (3)
Untuk memastikan pelaksanaan tugas Tenaga Ahli,
Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi antara lain
menetapkan ruang lingkup tugas Tenaga Ahli,
menetapkan prosedur kerja standar Tenaga Ahli,
menetapkan bentuk dan frekuensi laporan
pelaksanaan tugas Tenaga Ahli, serta melakukan
pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan tugas
Tenaga Ahli.

Angka 9
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Untuk memastikan pelaksanaan tanggung jawab
Tenaga Ahli, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
antara lain menetapkan ruang lingkup tugas dan
tanggung jawab Tenaga Ahli, menetapkan prosedur
kerja standar Tenaga Ahli, menetapkan bentuk dan
frekuensi laporan pelaksanaan tanggung jawab Tenaga
Ahli, serta melakukan pemantauan dan evaluasi atas
pelaksanaan tanggung jawab Tenaga Ahli.

Angka 10
Pasal 40
Cukup jelas.

Angka 11
Cukup jelas.

Angka 12
Pasal 51A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
-5-

Huruf b
Polis individual bukan merupakan polis kumpulan
dan pemegang polis merupakan orang perorangan
atau badan hukum.
Huruf c
Contoh proses seleksi risiko (underwriting) yang
sederhana antara lain tidak memerlukan survei
secara langsung atau tatap muka terhadap objek
risiko atau pemeriksaan kesehatan. Contoh
produk asuransi atau asuransi syariah yang tidak
memerlukan survei secara langsung antara lain
asuransi kendaraan bermotor baru yang tidak
memerlukan pemeriksaan fisik kendaraan,
sedangkan asuransi yang tidak memerlukan
pemeriksaan kesehatan antara lain asuransi jiwa
dengan kriteria underwriting guaranteed
acceptance.
Huruf d
Angka 1
Yang dimaksud dengan “asuransi jiwa
ekawarsa” adalah asuransi jiwa yang memiliki
periode pertanggungan satu tahun atau
kurang.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Contoh asuransi aneka antara lain asuransi
untuk harta bergerak (movable property)
seperti furnitur, smartphone, tablet, laptop,
komputer, dan televisi serta asuransi untuk
hewan peliharaan (pet insurance).
Ayat (5)
Cukup jelas.
-6-

Ayat (6)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “spesifikasi produk
asuransi atau asuransi syariah” adalah penjelasan
mengenai produk asuransi atau asuransi syariah
yang akan ditawarkan pada Layanan Pialang
Asuransi Digital antara lain mengenai manfaat
asuransi, risiko yang dijamin, besaran premi atau
kontribusi, ketentuan underwriting, dan tata cara
klaim.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “bukti kesiapan
penggunaan Layanan Pialang Asuransi Digital”
adalah dokumen yang dapat memberikan
informasi mengenai kesiapan Perusahaan Pialang
Asuransi untuk memberikan Layanan Pialang
Asuransi Digital terhadap produk asuransi atau
asuransi syariah yang akan ditawarkan, antara
lain:
a. ketersediaan dokumen dan formulir yang
digunakan dalam penawaran dan penutupan
asuransi seperti ringkasan informasi produk
dan layanan, formulir permohonan asuransi,
dan formulir klaim;
b. prosedur Layanan Pialang Asuransi Digital
untuk produk asuransi atau asuransi syariah
yang akan ditawarkan;
c. informasi mengenai Sistem Elektronik yang
akan digunakan untuk penyediaan Layanan
Pialang Asuransi Digital terhadap produk
yang akan ditawarkan; dan
d. kerja sama dengan pihak lain dalam rangka
penyelenggaraan Layanan Pialang Asuransi
Digital jika ada.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “layanan Pialang Asuransi
untuk jasa keperantaraan yang dilakukan sebagian
secara digital” adalah layanan jasa keperantaraan
dimana salah satu tahapan penawaran, pemilihan
produk asuransi atau asuransi syariah, dan/atau
seleksi risiko (underwriting) dilakukan secara tidak
digital.

Pasal 51B
Cukup jelas.
-7-

Pasal 51C
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “keahlian di bidang
Teknologi Informasi” antara lain keahlian dan
pengalaman pengembangan dan pengelolaan
basis data (database), jaringan, keamanan sistem
elektronik, dan pemrograman.
Contoh bukti memiliki keahlian antara lain
dengan sertifikasi.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “bukti kepemilikan,
penguasaan, dan pengendalian sistem elektronik”
antara lain bukti kepemilikan situs web atau
aplikasi.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.

Pasal 51D
Cukup jelas.

Pasal 51E
Ayat (1)
Dimiliki, dikuasai, dan dikendalikan termasuk
kemampuan untuk mengembangkan, mengubah, dan
menghapus Sistem Elektronik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
-8-

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pengembangan Sistem
Elektronik” termasuk pemeliharaan Sistem Elektronik.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Contoh media komunikasi yang digunakan antara lain
surat elektronik, call center, atau media komunikasi
lainnya.

Pasal 51F
Cukup jelas.

Pasal 51G
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keahlian di bidang Teknologi
Informasi” antara lain keahlian mengenai
pengembangan dan pengelolaan basis data (database),
jaringan, keamanan sistem elektronik, dan
pemrograman.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 51H
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “pihak yang melakukan
kerja sama dengan Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, atau Perusahaan
Pialang Asuransi” antara lain penyedia jasa
pembayaran (payment gateway).
Huruf b
Cukup jelas.
-9-

Angka 13
Pasal 52
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kerja sama dengan pihak lain”
antara lain:
a. kerja sama Perusahaan Pialang Asuransi dengan
bank, perusahaan pembiayaan, pemasar online
(termasuk e-commerce, e-ticket sales, e-
transportation sebagai pembawa bisnis), dan/atau
pemasar langsung; atau
b. kerja sama Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
dengan penilai kerugian asuransi di luar negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Angka 1
Yang dimaksud dengan “penanggung” adalah
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, Perusahaan Reasuransi, atau
Perusahaan Reasuransi Syariah.
Angka 2
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.

Angka 14
Pasal 54A
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud “kerja sama dengan penyedia
Teknologi Informasi” antara lain Perusahaan
Pialang Asuransi melakukan kerja dengan pihak
lain dalam rangka penyediaan teknologi informasi
berupa situs web (website) dan/atau aplikasi
mobile yang dimiliki Perusahaan Pialang Asuransi.
Huruf c
Cukup jelas.
- 10 -

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud “pengelolaan Layanan Pialang
Asuransi Digital kepada pihak lain” antara lain
Perusahaan Pialang Asuransi mengalihdayakan
pengoperasian situs web (website) milik
Perusahaan Pialang Asuransi dalam kegiatan
penawaran produk asuransi atau asuransi
syariah, pemilihan produk asuransi atau asuransi
syariah, dan seleksi risiko (underwriting) kepada
pihak lain.
Huruf b
Yang dimaksud “mengalihkan pengelolaan data
calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta”
antara lain Perusahaan Pialang Asuransi
mengalihkan pengelolaan data pribadi pemegang
polis yang menggunakan jasa Perusahaan Pialang
Asuransi kepada pihak lain, sehingga data pribadi
pemegang polis tersebut dikelola oleh pihak lain.
Huruf c
Cukup jelas.

Angka 15
Cukup jelas.

Angka 16
Pasal 55A
Cukup jelas.

Pasal 55B
Ayat (1)
Contoh dokumen lain antara lain surat penunjukan
broker dan slip penawaran (offering slip).
Ayat (2)
Huruf a
Ketua biasa dikenal dengan istilah lead broker.
Anggota biasa dikenal dengan istilah sub-broker.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
- 11 -

Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

Angka 17
Pasal 56
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “setiap saat” yaitu sejak
Perusahaan Pialang Asuransi mengajukan permohonan
persetujuan OJK untuk menyelenggarakan Layanan
Pialang Asuransi Digital dan selama Perusahaan
Pialang Asuransi menyelenggarakan Layanan Pialang
Asuransi Digital.
Ayat (2)
Dihapus.

Angka 18
Pasal 59
Cukup jelas.

Angka 19
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dihapus.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “kurang dari 6 (enam) bulan
hingga tahun takwim berakhir” adalah sejak 1 Juli
sampai dengan 31 Desember.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Angka 20
Pasal 61
Cukup jelas.
- 12 -

Angka 21
Pasal 63
Cukup jelas.

Angka 22
Pasal 65
Cukup jelas.

Angka 23
Pasal 66
Cukup jelas.

Angka 24
Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal II
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/OJK

Anda mungkin juga menyukai