Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perasuransian

1. Pengertian Asuransi

Menurut Purba, asuransi merupakan pengalihan resiko dari individu atau

sekelompok orang.1 Dalam ketentuan perundang-undangan terkait asuransi, pengertian

asuransi ada beberapa yaitu :

a. Menurut pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt),

Asuransi yaitu :

“Suatu persetujuan untung–untungan (kansovereenkomst) adalah suatu

perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak

maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum

tentu”.2

b. Menurut ketentuan pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

yaitu :

"Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang

penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima

suatu premi, untuk penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau

kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya

karena suatu peristiwa yang tidak tentu".3

1
Markonah, (et.al.). “The Effect of Corporate Governance and Premium Growth on the Performance
of nsurance Companies in Indonesia”. European Research Studies Journal . Vol.22, No.2. 2019. Hal : 367
2
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

15
c. Dalam pasal 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

dinyatakan bahwa :

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh
perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
a) Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti; atau
b) Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana.4

2. Usaha Perasuransian

Dalam Angka 4 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang

Perasuransian, dinyatakan bahwasanya :

“Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau

pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk

asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi

syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau

asuransi syariah”.

a. Perusahaan Asuransi

Perusahaan asuransi diatur pada Pasal 1 UU NO 40 Tahun 2014 Tentang

Perasuransian yaitu :

a) “Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan asuransi, perusahaan

asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah,

perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan

perusahaan penilai kerugian asuransi.

4
Undang-Undang No 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

16
b) Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan

asuransi jiwa.

c) Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah

dan perusahaan asuransi jiwa syariah.”

b. Ruang lingkup usaha perasuransian diatur pada Bab I UU NO. 40 Tahun 2014

Tentang Perasuransian yaitu : 5

a) Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang


memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti.
b) Usaha Reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko
yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau
perusahaan reasuransi lainnya.
c) Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa
penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang
polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung
meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang
polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang
diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan
pada hasil pengelolaan dana.
d) Usaha Asuransi Umum Syariah adalah usaha pengelolaan risiko
berdasarkan Prinsip Syariah guna saling menolong dan melindungi dengan
memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta
atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.
e) Usaha Asuransi Jiwa Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan
Prinsip Syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan
pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau
pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu
tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan
dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
f) Usaha Reasuransi Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan
Prinsip Syariah atas risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah,
perusahaan penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya.
g) Usaha Pialang Asuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau
keperantaraan dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta

5
Undang-Undang No 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

17
penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama
pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
h) Usaha Pialang Reasuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau
keperantaraan dalam penempatan reasuransi atau penempatan reasuransi
syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk
dan atas nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,
perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang melakukan penempatan
reasuransi atau reasuransi syariah.
i) Usaha Penilai Kerugian Asuransi adalah usaha jasa penilaian klaim
dan/atau jasa konsultasi atas objek asuransi.6

c. Prinsip Tata Kelola Perusahaan

Tata kelola perusahaan merupakan suatu sistem yang memuat seperangkat

aturan mengenai hubungan antar pemegang saham, manajer (perusahaan),

kreditur, pemerintah, karyawan, dan pemangku kepentingan. 7Prinsip dasar tata

kelola perusahaan sesuai dengan Komite Nasional Kebijakan Tata Kelola

Perusahaan yaitu : 8

1) Transparansi

Penyampaian informasi sesuai dengan substansi yang sebenarnya dan

informasinya mudah diakses dan dipahami oleh

Seluruh peserta wajib menyampaikan informasi sesuai dengan substansi

yang sebenarnya dan menjadikan informasi diakses dan mudah dipahami

oleh pihak lain yang berkepentingan.

2) Akuntabilitas

Seluruh peserta wajib mempertanggungjawabkan Amanah yang diterima

sesuai dengan hukum, aturan, moral, dan standar etika, serta praktik terbaik

yang diterima oleh publik.

6
Undang-Undang No 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
7
Effendi dalam Markonah, (et.al.). “The Effect of Corporate Governance and Premium Growth on the
Performance of Insurance Companies in Indonesia”. European Research Studies Journal . Vol.22, No.2.
2019. Hal : 367
8
Ibid.

18
3) Daya Tanggap

Seluruh peserta harus responsive dan antisipatif terhadap permintaan atau

umpan balik dari pihak yang berkepentingan dan untuk perubahan dunia

usaha yang berpengaruh terhadap perusahaan.

4) Kemandirian

Setiap peserta harus bebas dari kepentingan pihak lain yang berpotensi

menimbulkan benturan kepentingan dan menjalankan fungsinya sesuai

dengan kompetensinya.

5) Keadilan

Setiap peserta saling memperlakukan satu sama lain berdasarkan ketentuan

yang berlaku umum.

3. Jenis, Bentuk, dan Produk Asuransi

Pada Pasal 1 huruf d Surat Edaran OJK Nomor 32/SEOJK.05/2016 Tentang saluran

Pemasaran Produk Asuransi Melalui Kerjasama dengan Bank, disebutkan bahwasanya

produk asuransi yaitu :

1) Program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko
yang dapat diasuransikan yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti
dengan memberikan penggantian kepada pemegang polis, tertanggung, atau
peserta karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan,
atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
pemegang polis, tertanggung, atau peserta, atau pemberian jaminan pemenuhan
kewajiban pihak yang dijamin kepada pihak yang lain apabila pihak yang
dijamin tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya;
2) Program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko
yang terkait dengan meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan, hidup dan
meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan, atau anuitas asuransi jiwa;
3) Program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko
yang terkait dengan keadaan kesehatan fisik seseorang atau menurunnya kondisi
kesehatan seseorang yang dipertanggungkan; dan/atau
4) Program yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko
dengan memberikan penggantian atau pembayaran kepada pemegang polis,

19
tertanggung, atau peserta atau pihak lain yang berhak dalam hal terjadi
kecelakaan.9

Jenis, bentuk, dan produk asuransi di indonesia yaitu :

a. Asuransi Jiwa

Pengertian asuransi jiwa didasarkan pada dua pandangan yaitu dari segi

masyarakat dan perorangan. Berdasar pandangan masyarakat, asuransi jiwa yaitu

perangkat sosial sebagai pengalihan resiko keuangan perorangan ke kelompok

orang yang melibatkan proses akumulasi dana oleh suatu kelompok untuk

memenuhi kerugian keuangan yang tidak pasti. Dua elemen kunci dalam

pandangan tersebut yaitu pengalihan resiko perorangan ke kelompok dan terdapat

pembagian resiko oleh anggota kelompok. 10

Berdasar pandangan perorangan, asuransi jiwa didefiniskan sebagai perjanjian

dari satu pihak membayar kewajiban (premi) kepada pihak lain selaku penanggung

sebagai imbalan persetujuan penanggung untuk membayar jumlah tertentu jika

orang yang ditanggung mengalami kerugian atau meninggal. Penekanan dari

pandangan ini yaitu pada aspek hukum dan keuangan.11

Kegunaan asuransi jiwa yaitu memberikan perlindungan ekonomi terhadap

kerugian yang mungkin terjadi akibat suatu kemungkinan kejadian.

Jenis asuransi jiwa :12

9
Surat Edaran OJK Nomor 32/SEOJK.05/2016 Tentang saluran Pemasaran Produk Asuransi Melalui
Kerjasama dengan Bank
10
Umam, Khotibul. 2013. Memahami dan Memilih Produk Asuransi. Yogyakarta : Penerbit Medpress
Digital. Hal : 31-47
11
Ibid.
12
Ibid.

20
1) Asuransi jiwa berjangka (Term Life insurance)

Asuransi jiwa berjangka merupakan jenis asuransi yang digunakan untuk

memberikan proteksi kepada tertanggung dalam jangka waktu tertentu.

2) Asuransi Jiwa Seumur Hidup (Whole Life insurance)

Asuransi jiwa seumur hidup merupakan jenis asuransi yang memberikan

perlindungan seumur hidup, biasanya perlindungan asuransi hingga 100

tahun.

3) Asuransi Jiwa Dwiguna (Endowment insurance)

Asuransi jiwa dwiguna merupakan jenis asuransi yang memiliki dua manfaat,

yaitu sebagai asuransi jiwa berjangka sekaligus tabungan.

4) Asuransi Jiwa Unit Link

Asuransi jiwa unit link merupakan jenis asuransi yang menggabungkan

manfaat asuransi dengan investasi.13

Contoh produk asuransi jiwa yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi di

indonesia yaitu :

1) Manulife Essential Assurance dari PT Manulife

2) ProLife Plus dari PT Manulife

3) Term Saving Protection dari PT Manulife

4) Cigna Family EaziLife dari PT Asuransi Cigna

5) PruLink Term dari PT Prudential Life

6) SmartLink New Flexi Account dari PT Allianz Life

b. Asuransi Kerugian

13
Ibid.

21
Contoh produk asuransi kerugian yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi di

Indonesia yaitu :

a) RumahKu Plus Houseowner dari Allianz Utama indonesia

b) Axa Smarthome dari AXA indonesia

c) Asuransi Rumah Tinggal dari Adira

d) Asuransi Sinarmas Hemat ++ dari Asuransi Sinar Mas

Asuransi kerugian dikelompokkan menjadi dua yaitu :14

1) Asuransi Wajib

Asuransi wajib merupakan asuransi yang wajib dilaksanakan oleh setiap

orang yang berkepentingan sehubungan dengan adanya undang-undang atau

peraturan pemerintah mengenai hal tersebut seperti :15

a) Asuransi dana kecelakaan lalu lintas jalan dan dana kecelakaan

penumpang, atau biasa dikenal dengan asuransi jasa raharja

b) Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)

2) Asuransi Sukarela (Voluntary Insurance)

Asuransi sukarela merupakan asuransi yang setiap orang tidak terikat untuk

masuk atau tidak. Jenis asuransi ini yaitu :16

a) Asuransi jiwa (Life Insurance)

b) Asuransi Kerugian (Non Life Insurance) atau General Insurance, antara

lain :17

1. Asuransi kebakaran

Asuransi kebakaran diberikan sesuai dengan syarat atau kondisi

Polis Standar Kebakaran Indonesia (PSKI), yaitu memberikan jaminan

14
Ibid.
15
Ibid.
16
Ibid.
17
Ibid.

22
resiko kerugian data atau kepentingan yang dipertanggungkan akibat

kebakaran, petir, peledakan (explotion), arus pendek (korsleting), dan

kejatuhan pesawat terbang.

Jenis benda yang dapat dijadikan objek asuransi kebakaran dapat

berupa benda tetap seperti bangunan maupun benda bergerak seperti

kendaraan bermotor.

2. Asuransi Pengangkutan Transport Laut, Darat, dan Udara

Pada asuransi meliputi alat pengangkut maupun barang yang

diangkut baik melalui laut, udara, dan darat serta tanggung jawab

terhadap penumpangnya.

3. Asuransi Kendaraan Bermotor

Pada asuransi ini jaminan diberikan pada pemilik kendaraan

bermotor atas kerugian maupun kerusakan yang timbul sebagai suatu

akibat seperti kecelakaan, dicuri, ataupun tanggung jawab pemilik

terhadap pihak ketiga yang dirugikan.

4. Asuransi Peralatan Berat (Heavy Equipment Insurance)

Asuransi peralatan berat merupakan jenis asuransi yang digunakan

sebagai sarana penunjang yang berfungsi sebagai pelaksanaan proyek

pekerjaan sipil tidak luput dari kemungkinan timbulnya suatu kerugian.

5. Asuransi Kecelakaan Diri (Personal Accident insurance)

Asuransi kecelakaan diri merupakan asuransi yang berfungsi ketika

seseorang akibat dari kecelakaan bukan karena sakit, kehilangan,

ataupun ketidakmampuan badan berfungsi sebagaimana mestinya.

23
c. Asuransi Cash

Jenis asuransi cash ini dibedakan menjadi tiga yaitu :18

a) Asuransi pengangkutan uang (cash in transit)

Asuransi pengangkutan uang memberikan jaminan terhadap

kemungkinan kerugian yang timbul akibat pengiriman uang atau yang

disamakan dengan uang, selama perjalanan pengiriman uang.

b) Asuransi dalam box kasir (cash in cashier box)

Asuransi dalam box kasir merupakan asuransi yang memberikan jaminan

terhadap kerugian yang mungkin timbul atas uang yang telah disimpan pada

cashier box selama kerja seperti perampokan.

c) Asuransi dalam lemari besi (cash in safe)

Asuransi dalam lemari besi merupakan asuransi yang memberikan

jaminan terhadap kerugian yang timbul atas uang yang disamakan dengan

uang yang disimpan dalam almari besi atau brankas.

d. Asuransi Konstruksi (Construction All Risks insurance)

Asuransi konstruksi merupakan asuransi yang memberikan jaminan terhadap

kerugian yang mungkin timbul atas pelaksanaan pembangunan suatu proyek.

e. Asuransi Pemasangan Mesin (Erection All Risks insurance)

Asuransi pemasangan mesin merupakan asuransi yang memberikan jaminan

terhadap kerugian yang timbul saat pemasangan mesin, peralatan mekanis,

ataupun instalasi kilang pembangkit tenaga listrik.

f. Asuransi Kerusakan Mesin (Machinery Breakdown insurance)

Asuransi kerusakan mesin merupakan asuransi yang memberikan jaminan

terhadap kerugian yang mungkin timbul atas mesin-mesin atau instalasi mesin

18
Ibid.

24
sebagai akibat dari dalam mesin, dari luar mesin, kekurangterampilan dalam

pengawasan, kurang hati-hati, kesalahan tenaga ahli (human error), dan

kerusakan fisik yang terjadi tiba-tiba (accidental damage).

g. Asuransi Pembongkaran (Burglary insurance)

Asuransi pembongkaran merupakan asuransi yang memberikan jaminan

terhadap kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat pencurian dengan

membongkar atau mempergunakan kunci palsu, sehingga barang-barang yang

dipertanggungkan hilang dicuri.

h. Asuransi Penggelapan (Fidelity Guarantee)

Asuransi penggelapan merupakan asuransi yang memberikan jaminan

terhadap kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat penggelapan atau

kecurangan yang dilakukan oleh seorang staf yang tugasnya bertanggung jawab

atas uang yang dipercayan kepadanya.

4. Polis Asuransi

Polis asuransi merupakan surat persetujuan yang berisi kesepakatan antara pihak

tertanggung dengan penanggung.19 Pada Pasal 1 Angka 1 Keputusan Menteri Keuangan

Republik indonesia Nomor 422/KMK.06/2003 Tentang Penyelenggara Usaha

Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Perasuransian menyatakan bahwa “Polis Asuransi

merupakan polis atau perjanjian asuransi atau dengan nama apapun, serta dokumen

lainyang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi,

termasuk tanda bukti kepesertaan asuransi bagi pertanggungan kumpulan, antara pihak

penanggung dan pihak pemegang polis atau tertanggung”.20

19
Loc.cit, pada Markonah, (et.al.).
20
Keputusan Menteri Keuangan Republik ndonesia Nomor 422/KMK.06/2003 Tentang Penyelenggara
Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Perasuransian

25
Pada Pasal 1 huruf f Surat Edaran OJK Nomor 32/SEOJK.05/2016 Tentang saluran

Pemasaran Produk Asuransi Melalui Kerjasama dengan Bank, yang dimaksud polis

asuransi yaitu “akta perjanjian asuransi atau dokumen lain yang dipersamakan dengan

akta perjanjian asuransi, serta dokumen lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara tertulis dan memuat

perjanjian antara pihak Perusahaan dan calon pemegang polis, tertanggung, atau

peserta.”21

B. Tinjauan Umum Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Dalam pasal 1 ayat 1 UU No 21 Tahun 2011 Tentang OJK, dinyatakan bahwa “OJK

merupakan lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang

mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan

penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini”. 22

OJK merupakan lembaga tertinggi dalam bidang pengawasan yang menyangkut

kegiatan perbankan. OJK disebut juga sebagai lembaga extraordinary karena mendapat

pemindahan fungsi pengaturan dan pengawasan pada lembaga-lembaga keuangan seperti

Perbankan, Pasar Modal, dan Lembaga Keuangan Non Bank, seluruh bisnis di indonesia

berada pada pengaturan dan pengawasannya yang bebas dari intervensi instansi atau pihak

manapun. Secara lebih lengkap, OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur

tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,

pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21

tersebut. Tugas pengawasan industri keuangan non-bank dan pasar modal secara resmi

beralih dari Kementerian Keuangan dan Bapepam-LK ke OJK pada 31 Desember 2012.

21
Surat Edaran OJK Nomor 32/SEOJK.05/2016 Tentang saluran Pemasaran Produk Asuransi Melalui
Kerjasama dengan Bank
22
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK

26
Sedangkan pengawasan di sektor perbankan beralih ke OJK pada 31 Desember 2013 dan

Lembaga Keuangan Mikro pada 2015.23

Pada Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan

bahwa perlindungan konsumen dan masyarakat memperoleh perhatian khusus, yaitu dengan

memberikan kewenangan kepada OJK untuk melakukan tindakan pencegahan kerugian

konsumen dan masyarakat, termasuk meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk

menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat.

Pada Pasal 5 Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang OJK disebutkan bahwa “OJK

berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap

keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan”.24

Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK menyebutkan bahwa “OJK dibentuk

dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara

teratur, adil, transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh

secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun

masyarakat”.25

Sementara berdasarkan pasal 6 dari UU No 21 Tahun 2011, dinyatakan bahwa :

“OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap :

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga

Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.”26

23
Azhary Hamzah Nasution. 2018. Peran Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kejahatan
Perbankan. Skripsi, Medan.
24
Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
25
Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
26
Ibid.

27
Adapun wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut:

a. Terkait Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank meliputi:27

a) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,


rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,
konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
b) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
c) Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan
dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing);
dan standar akuntansi bank;
d) Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti-
pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan
perbankan; serta pemeriksaan bank.

d. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) meliputi:28

a) Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;


b) Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
c) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap
Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
d) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada
lembaga jasa keuangan;
e) Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban;
f) Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

e. Terkait pengawasan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) meliputi:29

a) Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa


keuangan;
b) Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif;
c) Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen
dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan atau penunjang
kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan;
d) Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan atau pihak
tertentu;
e) Melakukan penunjukan pengelola statuter;

27
Pasal 7 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
28
Pasal 8 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang OJK
29
Pasal 9 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang OJK

28
f) Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g) Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
h) Memberikan dan atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan,
efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan
melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan
pembubaran dan penetapan lain.

C. Tinjauan Umum Sistem Pengawasan OJK

Pengawasan menurut Henry Fayol dan Harahap yaitu upaya memeriksa apakah semua

terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip yang

dianut. Hal ni dimaksudkan untu mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari

kejadiannya dikemudian hari.30

Tujuan pengawasan menurut Husnaini yaitu : 31

1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, dan

hambatan lainnya;

2. Mencegah pengulangan kesalahan, penyimpangan, dan hambatan

3. Meningkatkan kelancaran operasi perusahaan.

Jenis pengawasan menurut Ernie dan Saefullah terbagi menjadi 3 yaitu : 32

1. Pengawasan awal

Pengawasan awal dilakukan pada saat dimulai pelaksanaan, hal ni untuk mencegah

terjadinya kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, maupun hambatan lainnya.

2. Pengawasan proses

Pengawasan ni dilakukan pada saat proses pelaksanaan berlangsung, hal ni

bertujuan untuk memastikan pelaksaan ditengah proses pelaksanaan berlangsung

berjalan sesuai dengan tujuan atau skema yang telah ditetapkan.

30
Sahat Parulian Remus. 2017. Analisis Sistem Pengawasan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT
Bank Mandiri Cabang Krakatau Medan. Jurnal lmiah Methonomi. Vol. 3, No.2. Hal : 28.
31
Ibid
32
Ibid

29
3. Pengawasan akhir

Pengawasan akhir dilakukan pada akhir proses pengerjaan.

Faktor yang mempengaruhi adanya pengawasan menurut Mulyadi yaitu : 33

1. Perubahan yang terjadi baik dari luar maupun dalam organisasi;

2. Organisasi memerlukan pengawasan formal untuk memantau kegiatan organisasi

berjalan sesuai dengan tujuan;

3. Meminimalisir adanya kesalahan atau penyimpangan yang dilakukan oleh anggota

organisasi.

OJK memiliki peranan yang sangat penting dalam penyelenggaraan dan melakukan

pengawasan terhadap seluruh sektor jasa keuangan. dalam rangka menjalankan fungsi,

tugas, dan wewenangnya, OJK diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain itu,

OJK juga memiliki kewajiban untuk membuat laporan keuangan terhadap Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).34

Pada Pasal 38 UU No 21 Tahun 2011 Tentang OJK, disebutkan pada ayat 1 bahwa

“OJK wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri dari laporan keuangan semesteran dan

tahunan”. Selain tu pada ayat 2 juga disebutkan bahwa, “OJK wajib menyusun laporan

kegiatan yang terdiri atas laporan kegiatan bulanan, triwulan, dan tahunan”.35

Dalam menjalankan fungsi pengawasan, OJK berwenang melakukan pengawasan

terhadap Lembaga Jasa Keuangan Non Bank (LJKNB). Lembaga jasa keuangan non-bank

di ndonesia yaitu Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, Koperasi Simpan Pinjam, Pasar

Modal, Perusahaan Anjak Piutang, Perusahaan Modal Ventura, Perusahaan Pegadaian,

33
Ibid
34
Lina Maulidiana dalam Lilis Falihah (et.al.).2020. Fungsi Pengawasan Oleh Lembaga Otoritas Jasa
Keuangan Terhadap Sektor Perasuransian Ditinjau Dari Hukum Pengawasan. Jurnal Fundamentasl Justice.
Vol.1, No.2. Hal : 30
35
Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang OJK

30
Perusahaan Sewa guna usaha, Perusahaan Kartu Kredit, Pasar Uang, dan Perusahaan

Pembiayaan infrastruktur.36

OJK dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap para pemegang saham atau

yang setara pada Lembaga Jasa Keuangan Non Bank, perusahaan anak dari Lembaga Jasa

Keuangan Non-Bank, dan/atau pihak lain yang melakukan transaksi dengan Lembaga Jasa

Keuangan Non-Bank. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan apabila pihak-pihak yang

disebutkan diatas telah terindikasi mempengaruhi tingkat risiko Lembaga Jasa Keuangan

Non-Bank atau menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap peraturan perundang-

undangan yang berlaku.37

Hal demikian dilakukan sebagai bentuk pengawasan dari OJK guna memperoleh

gambaran secara nyata terkait kondisi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, mengetahui

tingkat risiko Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, serta menilai kepatuhan dari Lembaga

Jasa Keuangan Non-Bank tersebut terhadap peraturan perundang-undangan khususnya di

bidang Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank.38

Adapun terkait pengawasan OJK secara khusus terhadap sektor perasuransian

ditegaskan dalam pasal 6 huruf C UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

dan Pasal 57 (1) UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Wewenang OJK khususnya

dalam sektor perasuransian, diatur dalam Pasal 60 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2014 tentang

Perasuransian.

36
Jamal Wiwoho, dalam Lilis Falihah (et.al.). 2020. Fungsi Pengawasan Oleh Lembaga Otoritas jasa
Keuangan Terhadap Sektor Perasuransian Ditinjau Dari Hukum Pengawasan. Jurnal Fundamental Justice.
Vol.1, No.2. Hal : 31
37
Peraturan OJK NOMOR 11/POJK.05/2014 Tentang Pemeriksaan Langsung Lembaga Jasa
Keuangan Non-Bank
38
Lilis Falihah (et.al.). 2020. Fungsi Pengawasan Oleh Lembaga Otoritas jasa Keuangan Terhadap
Sektor Perasuransian Ditinjau Dari Hukum Pengawasan. Jurnal Fundamental Justice. Vol.1, No.2. Hal : 31

31
Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan, OJK berwenang: 39

a. Menyetujui atau menolak memberikan izin Usaha Perasuransian;


b. Mencabut izin Usaha Perasuransian;
c. Menyetujui atau menolak memberikan pernyataan pendaftaran bagi konsultan
aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada
Perusahaan Perasuransian;
d. Membatalkan pernyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik,
penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian
e. Mewajibkan Perusahaan Perasuransian menyampaikan laporan secara berkala;
f. Melakukan pemeriksaan terhadap Perusahaan Perasuransian dan pihak lain yang
sedang atau pernah menjadi pihak terafiliasi atau memberikan jasa kepada
Perusahaan Perasuransian;
g. Menetapkan Pengendali dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;
h. Menyetujui atau mencabut persetujuan suatu Pihak menjadi Pengendali Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah;
i. Mewajibkan suatu Pihak untuk berhenti menjadi Pengendali dari Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah;
j. Melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap direksi, dewan
komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor nternal, dan
Pengendali;
k. Menonaktifkan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan
dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas
syariah, dan menetapkan Pengelola Statuter;
l. Memberi perintah tertulis kepada:
1. Pihak tertentu untuk membuat laporan mengenai hal tertentu, atas biaya
Perusahaan Perasuransian dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan;
2. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah untuk mengalihkan sebagian atau seluruh
portofolio pertanggungannya kepada Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
lain;
3. Perusahaan Perasuransian untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu
guna memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perasuransian;
4. Perusahaan Perasuransian untuk memperbaiki atau menyempurnakan sistem
pengendalian intern untuk mengidentifikasi dan menghindari pemanfaatan
Perusahaan Perasuransian untuk kejahatan keuangan;
5. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah untuk menghentikan
pemasaran produk asuransi tertentu; dan

39
Pasal 60 UU No 40 Tahun 2014 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

32
6. Perusahaan Perasuransian untuk menggantikan seseorang dari jabatan atau
posisi tertentu, atau menunjuk seseorang dengan kualifikasi tertentu untuk
menempati jabatan atau posisi tertentu, dalam hal orang tersebut tidak
kompeten, tidak memenuhi kualifikasi tertentu, tidak berpengalaman, atau
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundangundangan di
bidang perasuransian;
m. Mengenakan sanksi kepada Perusahaan Perasuransian, pemegang saham, direksi,
dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris
perusahaan, dan/atau auditor internal; dan
n. Melaksanakan kewenangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.

33

Anda mungkin juga menyukai