TENTANG
PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN
ASURANSI SYARIAH,
PERUSAHAAN REASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH.
RPOJK Penjelasan
MENIMBANG:
bahwa untuk melaksanakan Pasal 18 ayat (4),
Pasal 24 ayat 3, Pasal 26 ayat (2), Pasal 28 ayat
(6), Pasal 31 ayat (5) dan Pasal 39 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian, perlu menetapkan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan
Perusahaan Reasuransi Syariah.
MENGINGAT:
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5253);
!
syariah; dan
b.! Usaha Reasuransi Syariah untuk risiko
Perusahaan Asuransi Umum Syariah Lain.
(2)! Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah hanya
dapat menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa
Syariah termasuk lini usaha anuitas
berdasarkan prinsip syariah, lini usaha
asuransi kesehatan berdasarkan prinsip
syariah, dan lini usaha asuransi kecelakaan
diri berdasarkan prinsip syariah.
(3)! Perusahaan Reasuransi Syariah hanya dapat
menyelenggaraan Usaha Reasuransi Syariah.
Bagian Kedua
Perluasan Ruang Lingkup Usaha Asuransi Umum,
Usaha Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Umum
Syariah, dan Usaha Asuransi Jiwa Syariah.
Pasal 4!
Kegiatan usaha Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah dapat diperluas
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.! Perusahaan Asuransi Umum hanya dapat
melakukan perluasan ruang lingkup usaha
pada:
1.! PAYDI;
2.! kegiatan usaha berbasis imbalan jasa (Fee
based); dan/atau
3.! Suretyship.
b.! Perusahaan Asuransi Umum Syariah hanya
dapat melakukan perluasan ruang lingkup
usaha pada:
1.! PAYDI; dan/atau
2.! kegiatan usaha berbasis imbalan jasa (Fee
based);
c.! Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan
Asuransi Jiwa Syariah hanya dapat
melakukan perluasan ruang lingkup usaha
pada kegiatan usaha berbasis imbalan jasa
!
(Fee based).
d.! Kegiatan usaha berbasis imbalan jasa (fee Penjelasan :
based) sebagaimana dimaksud pada huruf a, Yang dimaksud dengan ASO terkait
b, dan c hanya dapat dilakukan pada: employee benefit adalah pemberian
1.! ASO (Administrative Service Only) dalam layanan jasa oleh perusahaan asuransi
rangka employee benefit; dalam pengelolaan fasilitas kesehatan
2.! pemasaran produk dari lembaga jasa suatu perusahaan bagi karyawannya.
keuangan yang telah mendapat ijin dari
OJK dan bukan merupakan produk
asuransi atau reasuransi
Pasal 5!
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi penjelasan huruf c:
Syariah yang melakukan perluasan ruang lingkup yang dimaksud dengan sumber daya
usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 pendukung yang memadai adalah
wajib memenuhi ketentuan: sumber daya pendukung yang sesuai
a.! tingkat solvabilitas Perusahaan Asuransi atau dengan jenis perluasan ruang lingkup
Perusahaan Asuransi Syariah; usaha yang akan diselenggarakan oleh
b.! tidak sedang dikenai sanksi administratif; Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
c.! memiliki sumber daya pendukung yang Asuransi Syariah, antara lain sumber
memadai; dan daya manusia dan sistem informasi.
pada kantor pusat, kantor di luar kantor komisis (fee based) adalah pegawai
pusat, dan/atau lokasi lain yang melakukan perusahaan dan/atau tenaga pemasar
kegiatan usaha berbasis imbalan komisi (fee (agen perusahaan) yang telah mengikuti
based); pendidikan dan pelatihan khusus di
b.!memiliki pejabat penanggung jawab bidang produk yang akan dipasarkan
kegiatan usaha yang berbasis imbalan dan memiliki bukti kepesertaan,
komisi (fee based) pada kantor pusat, kantor sertifikat dan/atau ijin sesuai dengan
di luar kantor pusat, dan/atau lokasi lain ketentuan dan peraturan perundang-
yang melakukan kegiatan usaha berbasis undangan yang mengatur mengenai
imbalan komisi (fee based); dan produk yang dipasarkan.
c.!telah memiliki perjanjian kerjasama secara
tertulis.
(2)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah hanya dapat
menyelenggarakan kegiatan usaha berbasis
imbalan komisi (fee based) pada kegiatan
usaha ASO terkait employee benefit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d
angka 1, paling lama selama 3 (tiga) tahun
dengan perusahaan atau instansi yang sama.
(3)! Dalam hal Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah dikenai sanksi
administratif berupa sanksi pembatasan
kegiatan usaha, Perusahaan wajib
menghentikan kegiatan usaha berbasis
imbalan komisi (fee based) sampai dicabutnya
sanksi pembatasan kegiatan usaha.
Pasal 9!
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah yang melakukan kegiatan usaha berbasis
imbalan komisi (fee based) wajib memiliki sistem
pengendalian internal secara tertulis terhadap
produk berbasis komisi yang akan dipasarkan,
paling sedikit memuat :
a.! pemberian wewenang dan tanggung jawab
yang dapat menghindari timbulnya benturan
kepentingan (conflict of interest);
b.! prosedur operasi standar pelaksanaan
kegiatan produk berbasis komisi; dan
c.! upaya dan tindakan yang dilakukan untuk
!
reasuransi.
(2)! Perusahaan wajib memastikan bahwa
perusahaan pialang asuransi atau perusahaan
pialang reasuransi. Sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) telah mendapatkan izin usaha
dari OJK.
(3)! Dalam hal Perusahaan menerima bisnis dari
perusahaan pialang asuransi atau perusahaan
pialang reasuransi di luar negeri Perusahaan
wajib memastikan bahwa perusahaan pialang
asuransi dan perusahaan pialang reasuransi
telah memiliki izin usaha dari otoritas
perauransian diluar negeri.
Bagian Kedua
Polis, Premi atau Kontribusi
Pasal 22!
(1)! Perusahaan Asuransi wajib memastikan bahwa
dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja setelah pembayaran Premi atau
kontribusi dan pertanggungan dinyatakan
diterima, pemegang polis, tertanggung atau
peserta telah menerima Polis Asuransi atau
Polis Asuransi Syariah Asuransi.
(2)! Dalam hal produk asuransi atau produk
asuransi syariah memiliki jangka waktu
pertanggungan lebih dari 3 (tiga) bulan atau
bukan merupakan produk asuransi mikro,
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Asuransi Syariah wajib memberikan
kesempatan kepada pemegang polis,
tertanggung atau peserta untuk mempelajari
Polis Asuransi atau Polis Asuransi Syariah
dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari sejak pemegang polis, tertanggung
atau peserta menerima Polis Asuransi atau
Polis Asuransi Syariah Asuransi.
(3)! Dalam hal pemegang polis, tertanggung atau Penjelasan:
peserta membatalkan pertanggungan atau Biaya – biaya yang menjadi pengurang
asuransi syariah dalam jangka waktu Premi adalah sebagai berikut:
!
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang Tertanggung telah melalui proses
bersangkutan dan/atau reasuradur. underwriting dan sudah mendapat
persetujuan penutupan
pertanggungannya termasuk dukungan
reasuransi atau ko-asuransi yang
diperlukan.
Bagian Keempat
Penyelesaian Klaim
Pasal 34!
(1)! Perusahaan dilarang melakukan tindakan yang
dapat memperlambat penyelesaian atau
pembayaran klaim, atau tidak melakukan
tindakan yang seharusnya dilakukan sehingga
mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau
pembayaran klaim.
(2)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah dapat menunjuk perusahaan
penilai kerugian untuk melakukan penilaian
terhadap klaim yang diajukan.
(3)! Dalam hal Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah menggunakan
perusahaan penilai kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Asuransi
atau Perusahaan Asuransi Syariah dilarang
mengabaikan hasil penilaian kerugian tanpa
didasari argumen yang kuat.
(4)! Tindakan yang dapat dikategorikan
memperlambat penyelesaian atau pembayaran
klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
adalah tindakan Perusahaan:
a.! memperpanjang proses penyelesaian klaim
dengan meminta penyerahan dokumen
tertentu, yang kemudian diikuti dengan
meminta penyerahan dokumen lain yang
pada dasarnya berisi hal yang sama;
b.! menunda penyelesaian dan pembayaran
klaim dengan mengkaitkannya pada
penyelesaian dan atau pembayaran klaim
reasuransinya;
!
syariah.
(3)! Tenaga ahli Perusahaan Reasuransi atau
Perusahaan Reasuransi Syariah memiliki
tugas dan tanggung jawab melakukan evaluasi
terhadap aspek teknis penyelenggaraan usaha
Reasuransi atau usaha Reasuransi syariah.
Pasal 40!
Dalam pelaksanaan tugasnya, tenaga ahli
Perusahaan berpedoman pada standar praktik
dan kode etik profesi yang berlaku yang sesuai
dengan bidang usahanya.
Pasal 41!
(1)! Tenaga aktuaris Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah memiliki tugas
dan tanggung jawab melakukan valuasi
terhadap kewajiban Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Asuransi Syariah dan/atau aspek
teknis aktuaria lainnya.
(2)! Dalam melaksanakan tugasnya, aktuaris
perusahaan harus berpedoman pada standaar
praktek dan kode etik profesi yang berlaku.
Bagian Keenam
Penanganan Keluhan atau Pengaduan
Pasal 42!
(1)! Perusahaan wajib menyelesaikan setiap
keluhan atau pengaduan terkait produk
asuransi yang diajukan oleh pemegang polis,
tertanggung atau peserta.
(2)! Perusahaan wajib memiliki dan melaksanakan
mekanisme penanganan keluhan atau
pengaduan dari pemegang polis, tertanggung
atau peserta.
(3)! Mekanisme pelayanan dan penyelesaian
keluhan atau pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib diberitahukan
kepada pemegang polis, tertanggung atau
peserta.
!
Pasal 50!
(1)! Polis asuransi syariah dan perjanjian
reasuransi syariah wajib mengandung Akad
Tabarru’ dan Akad Tijarah.
(2)! Akad Tijarah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat berupa Akad Wakalah bil Ujrah,
Akad Mudharabah, dan/ atau Akad
Mudharabah Musytarakah.
(3)! Penggunaan salah satu Akad Tijarah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
dilakukan secara konsisten sampai
berakhirnya Polis Asuransi Syariah.
(4)! Dalam hal disepakati perubahan Akad Tijarah,
penggunaan Akad Tijarah yang baru hanya
dapat diterapkan pada Polis Asuransi Syariah
yang baru.
(5)! Dalam hal perubahan Akad Tijarah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terjadi
untuk pengelolaan investasi Dana Tabarru’,
Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan
Reasuransi Syariah wajib memisahkan Dana
Tabarru’ yang dikelola berdasarkan Akad
Tijarah yang lama dari Dana Tabarru’ yang
dikelola berdasarkan Akad Tijarah yang baru.
(6)! Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan
Reasuransi Syariah dapat menggunakan Akad
Tijarah dalam rangka pengelolaan investasi dari
Dana Tabarru’ yang berbeda dengan Akad
Tijarah dalam rangka kegiatan lain.
Pasal 51!
(1)! Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Penjelasan:
Reasuransi Syariah dapat menggunakan akad Yang dimaksud dengan Akad selain
selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (1) dan ayat (2) dalam penyelenggaraan ayat (1) dan ayat (2) adalah akad yang
usaha asuransi syariah atau usaha reasuransi digunakan dalam penyelenggaraan
syariah. produk tertentu, antara lain anuitas
syariah.
(2)! Penggunaan akad sebagaimana dimaksud pada
!
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan tingkat
likuiditas adalah perbandingan antara
aset lancar dengan kewajiban lancar
sebagaimana dimaksud pada laporan
keuangan tahunan terakhir yang telah
diaudit oleh akuntan publik yang
terdafttar di OJK.
(2)! Program Asuransi Wajib sebagaimana
dimaksud Pasal 66 ayat (1) dapat
diselengarakan secara individual maupun
secara konsorsium.
Pasal 68!
(1)! Setiap Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Asuransi Syariah secara individual maupun
konsorsium yang menyelenggarakan Program
Asuransi Wajib sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 ayat (2) wajib memperoleh
persetujuan terlebih dahulu dari OJK.
(3)! Permohonan persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 (satu) mengacu kepada
ketentuan mengenai Persetujuan dan
Pencatatan Produk Asuransi sebagaimana
diatur dalam Peraturan OJK tentang Produk
Asuransi dan Pemasaran Asuransi.
BAB XI!
PELAPORAN
Pasal 69!
!
Pasal 71!
(1)! Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 ayat
(1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 ayat (1), ayat
(2), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1), Pasal 13
ayat (1) ayat (3), Pasal 14, Pasal 15 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), ayat (4), Pasal 16 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18
ayat (1), ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21
ayat (2), ayat (3), Pasal 22 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (5), Pasal 23 ayat (1), Pasal 24,
Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27, Pasal 28
ayat (1), ayat (2), ayat (5), Pasal 29 ayat (1),
ayat (2), Pasal 30 ayat (1), ayat (2), Pasal 31
ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 32, Pasal 33,
Pasal 34 ayat (1), ayat (3), Pasal 35 ayat (1),
Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 37
ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),
Pasal 38 ayat (1), ayat (2), Pasal 42 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), Pasal 43 ayat (1), ayat (2),
Pasal 45 ayat (1) ayat (2), Pasal 46 ayat (1),
Pasal 47 ayat (1), Pasal 48 ayat (1), ayat(3),
Pasal 49, Pasal 50 ayat (1), ayat (3), ayat (4),
ayat (5), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2),
Pasal 53 ayat (2), Pasal 54 ayat (2), Pasal 55
ayat (2), Pasal 56 ayat (1) ayat (5), ayat (6),
ayat (7), ayat (8), 58 ayat (1), ayat (2), Pasal 59
ayat (2), Pasal 60, Pasal 61 ayat (1), ayat (2),
Pasal 62 ayat (1), Pasal 63 ayat (3), Pasal 64
ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), Pasal 65
ayat (1), ayat (3), ayat (4), Pasal 68 ayat (1),
Pasal 69 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 74 ayat
(1) Peraturan OJK ini dan peraturan
pelaksanaannya dikenai sanksi administratif
berupa:
a.! peringatan tertulis;
b.! pembatasan kegiatan usaha, untuk
sebagian atau seluruh kegiatan usaha;
dan
c.! pencabutan izin usaha.
!
KETUA DEWAN
KOMISIONER
OTORITAS JASA
KEUANGAN
MULIAMAN D. HADAD