Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
a. Hakikat Sekolah Menengah Kejuruan

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


menyebutkan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah
satu bentuk dari pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan
kejuruan untuk pendidikan menengah sebagai lanjutan dari Sekolah Menegah
Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk pendidikan
sedejarat lainnya. Dalam jenjang pendidikan tersebut pendidikan dan jenis
kejuruannya dapat bernama Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) atau
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk sederajat lainnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 17 tahun 2010


disebutkan bahwa Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan yang
membekali peserta didiknya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kecakapan kejuruan para profesi sesuai kebutuhan masyarakat. Sekolah
Menengah Kejuruan yang dalam hal ini adalah lembaga pendidikan yang
menyiapkan peserta didiknya mempunyai kompetensi di bidang kejuruan
tertentu dengan materi teori dan praktik agar dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat dan dunia kerja. Clarke dan Winch (2007: 62) menyatakan bahwa
pendidikan kejuruan adalah upaya pengembangan sosial ketenagakerjaan,
pemeliharaan, percepatan dan peningkatan kualitas tenaga kerja tertentu
dalam rangka meningkatkan produktivitas masyarakat.

Sekolah Menengah Kejuruan memiliki banyak program keahlian


adalah penyelenggaraannya. Program keahlian di SMK disesuaikan dengan
kebutuhan dunia kerja yang ada serta kebutuhan masyarakat dan pasar.
Pendidikan kejuruan adalaha pendidikan menengah yang mempersiapkan
perserta didik agar siap bekerja dalam bidang tertentu sesuai keahlian yang
ditekuni.

Pendidikan kejuruan membekali berbagai pengetahuan, keterampilan


dan pengetahuan kepada peserta didik sehingga mereka mampu bekerja sesuai
kebutuhan yang ditentukan baik untuk dirinya, dunia kerja ataupun
pembangunan bangsanya. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah
lembaga pendidikan yang memiliki potensi besar dalam mempersiapkan
sumber daya manusia yang dapat terserap oleh dunia kerja karena materi teori
dan praktik yang bersikap aplikatif yang sudah diberikan semenjak pertama
kali masuk SMK, dengan harapan bahwa lulusan SMK tersebut akan memiliki
kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.

Berdasarkan penjelasan tentang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)


yang disebutkan diatas bahwa SMK adalah sekolah yang dasar pendidikannya
dikembangkan dan dilanjutkan untuk mempersiapkan siswanya bekerja, baik
bekerja sacara individu maupun kelompok sesuai bidangnya masing-masing.
Dalam hal ini, SMK adalah lembaga Pendidikan yang mempunyai tugas
mempersiapkan siswanya dengan membekali pengetahuan dan keterampilan
supaya dapat bekerja sesuai kompetensi dan program keahlian, memiliki daya
adaptasi dan daya saing yang tinggi untuk memasuki dunia kerja. Selain
keterampilan, Pendidikan kejuruan juga meyiapkan sikap, kebiasaan serta
nilai-nilai yang diperlukan untuk terjun ke dunia kerja kepada peserta
didiknya.

b. Tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan


Pendidikan memiliki dua tujuan yang terbagi menjadi tujuan umum dan
tujuan khusus (UU No. 20 Tahun 2003). Adapan tujuan umum Pendidikan
menengah kejuruan adalah sebagai berikut :

1) Meningkatkan keimanan dan ketakwaan siswa kepada Tuhan Yang


Maha Esa.

2) Mengembangkan potensi siswa agar menjadi warga negara yang


berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan
bertanggung jawab.

3) Mengembangkan potensi siswa agar memiliki wawasan kebangsaan,


memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa dan negara
Indonesia.

4) Mengembangkan potensi siswa agar memiliki rasa peduli terhadap


lingkungan hidup dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan
lingkungan hidup, serta memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan
efisien.

Adapun tujuan khusus dari Pendidikan menengah kejuruan adalah sebagai


berikut :

1) Pendidikan menengah kejuruan menyiapkan siswa agar menjadi


manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan
yang ada sebagai tenaga kerja tingakat menengah yang mumpuni sesuai
dengan kompetensi dalam program keahlian yang dimiliki.

2) Pendidikan menengah kejuruan menyiapkan siswa agar mampu


memilih karir, ulit dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi di lingkungan
kerja dan mengembangkan sikap professional dalam bidang keahlian yang
diminati.
3) Pendidikan menengah kejuruan membekali siswa denga ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni agar mampu mengembangkan diri di masa
yang akan datang baik secara mandiri maupun melalui jenjang Pendidikan
yang lebih tinggi sehingga dapat menjadi manusia yang berguna bagi dirinya,
keluarga dan masyarakat.

4) Pendidikan menengah kejuruan membekali siswa dengan kompetensi


yang sesuai dengan program keahlian yang dipilih oleh siswa dalam rangka
mempersiapkan siswa menghadapi dunia kerja.

2. Praktek Kerja Lapangan (PKL)


a. Hakikat PKL

PKL atau Praktik Kerja Lapangan adalah kegiatan pendidikan, pelatihan, dan
pembelajaran bagi siswa SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) yang dilakukan di
Dunia Usaha atau Dunia Industri (DU/DI) yang berkaitan dengan kompetensi
siswa sesuai bidang yang dipelajarinya. Secara umum, sekolah akan berupaya
agar program PKL ini terlaksana guna meningkatkan kemampuan siswanya.

Dalam program PKL agar dapat meminimalisir kendala saat penerapan


bekerja siswa dibekali dengan ilmu pengetahuan dasar. Selain itu, PKL
dilaksanakan untuk menyiapkan siswa agar lebih siap bekerja di lapangan dan
dapat mempraktikkan teori yang sudah dipelajari di sekolah. Dengan begitu, kelak
ketika siswa lulus dari sekolah mereka akan cepat dalam beradaptasi di dunia
kerja.

PKL merupakan upaya sekolah dalam meningkatkan kualitas dan mutu siswa
sehingga lulusan yang dihasilkan sekolah mampu bekerja sesuai dengan
bidangnya dan memasuki dunia kerja yang persaingannya ketat. Di beberapa
sekolah siswa sudah diwajibkan mengikuti program PKL dalam jangka waktu
tertentu.
Pelaksanaan program PKL didasari oleh Peraturan Menteri Perindustrian
Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Sekolah
Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan Industri
yang memuat klausul tentang Praktik Kerja Lapangan berbunyi, “Perusahaan
Industri dan/atau Perusahaan Kawasan Industri memfasilitasi Praktik Kerja
Lapangan untuk siswa dan Pemagangan Industri untuk guru Bidang Studi
Produktif.”

Hal tersebut didukung dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan No.323/u/1997 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyebutkan, “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual, agama, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.”

b. Tujuan Praktik Kerja Lapangan

Praktik Kerja Lapangan (PKL) memiliki tujuan agar siswa memperoleh


pengalaman sebelum terjun ke dunia kerja. Oemar Hamalik, (2001: 16)
berpendapat bahwa pelatihan bertujuan mempersiapkan dan membina tenaga
kerja baik struktural maupun fungsional yang memiliki kemampuan
melaksanakan loyalitas, dedikasi dan disiplin yang baik.

Dunia kerja atau dunia industri yang dijadikan sebagai tempat pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai tempat kerja
sekaligus tempat belajar bagi siswa yang mengikuti program PKL. Berikut
adalah tujuan penyelenggaraan PKL menurut Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan (Dikmenjur, 2013) :
1) Menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas, yaitu tenaga kerja yang
memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan, etos kerja yang sesuai
dengan tuntutan pekerjaan.
2) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses Pendidikan dan pelatihan
kerja yang berkualitas.
3) Meningkatkan link and match antara SMK dan dunia kerja.
4) Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai
bagian dari proses Pendidikan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa praktik kerja


indsutri memiliki tujuan untuk menghasilkan lulusan yang berpengetahuan,
terampil, disiplin dan memiliki etos kerja yang baik sesuai dengan tuntutan
dunia kerja serta memberikan penghargaan terhadap pengalaman kerja. Siswa
diharapkan memiliki pengalaman dan wawasan mengenai dunia kerja dengan
melalui program Praktik Kerja Lapangan.

c. Manfaat Praktik Kerja Lapangan

PKL memiliki beberapa manfaat. Oemar Hamalik (2001: 92)


berpendapat bahwa sebagai bagian integral dan program pelatihan, Praktik
Kerja Lapangan sangat diperlukan bahkan dilaksanakan karena mengandung
manfaat dan kegunaan tertentu. Siswa akan mendapat pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman kerja langsung dari dunia kerja melalui PKL.
Manfaat PKL dapat dirasakan oleh pihak Pendidikan maupun industri, akan
tetapi siswa adalah pihak yang paling mendapatkan manfaat dari pelaksanaan
PKL.

Berikut adalah manfaat program PKL untuk siswa menurut pendapat


Hamalik (2001: 93) :

1) Menyediakan kesempatan kepada peserta untuk melatih keterampilan


manajemen dalam situasi lapangan yang nyata.
2) Memberikan pengalaman praktis kepada peserta sehingga hasil pelatihan
bertambah luas.
3) Peserta dengan mendayagunakan kemampuannya memiliki kesempatan
memecahkan berbagai masalah manajemen di lapangan.
4) Mendekatkan dan menjembatani dalam mempersiapkan peserta untuk
terjun kebidang tugasnya setelah menempuh program pelatihan praktik
kerja lapangan.

Selain bagi siswa, program PKL juga bermanfaat bagi sekolah dan industri
tempat PKL dilaksanakan. Dalam hal tersebut hasil belajar siswa selama mengikuti
Praktik Kerja Lapangan menjadi berarti karena siswa melakukan secara langsung
sehingga ketika siswa lulus dari SMK dan masuk dunia kerja menjadi percaya diri
karena sudah mengetahui terlebih dahulu kondisi industri secara nyata.

Sekolah sebabagi penyelenggara PKL juga dapat menyesuaikan kurikulum


yang akan diterapkan sekolah dengan kompetensi yang industri butuhkan. PKL
bermanfaat sebagai promosi lulusan sekolah kepada industri. Pihak industri juga
terbantu dengan dapat mengetahui lebih awal kualitas kemampuan siswa dengan
adanya PKL. Pihak industri dapat memberi saran ke pihak sekolah tentang
kemampuan siswa yang harus dimiliki siswa dan juga dapat mempermudah dalam
rekruitmen tenaga kerja baru.

d. Komponen Praktik Kerja Lapangan

Menurut Wardiman Djojonegoro (1998: 80) sebagai salah satu bentuk


penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bidang kejuruaan, PKL didukung oleh
faktor yang menjadi komponen utama. Komponen tersebut antara lain; 1) dunia
usaha/dunia industri (DU/DI) pasangan; 2) program pendidikan dan pelatihan
bersama, yang terdiri dari standar kompetensi, standar pelatihan dan pendidikan,
penilaian hasil belajar dan sertifikasi, kelembagaan dan Kerjasama.

1) Institusi atau DU/DI


PKL hanya dapat dilaksanakan apabila terdapat kerjasama dan kesepakatan
antara institusi pendidikan kejuruan (SMK) dan institusi lapangan (industri) yang
memiliki sumber daya untuk mengembangkan keahlian kejuruan pemetaan
DU/DI sangat penting dilakukan sebelum program PKL dirancang. Hal tersebut
bertujuan agar industri mitra sesuai dengan program keahlian yang ditekuni siswa
sehingga tujuan PKL dapat tercapai dengan baik.

2) Program Pendidikan dan Pelatihan Bersama

Pada dasarnya PKL adalah milik dan tanggung jawab bersama antara lembaga
pendidikan kejuruan dan institusi pasangan maka program dirancang dan disepakati
oleh kedua pihak dengan tuntutan keahlian dunia kerja. Adapun komponen program
pendidikan dan pelatihan adalah sebagai berikut:

a) Kurikulum dan Kompetensi Dasar

Pengembangan kurikulum Pendidikan Sistem Ganda (PSG) menjadi dasar


penyelengaraan PKL yang memiliki tujuan untuk meningkatkan makna substansi
kurikulum yang akan dipelajari disekolah dan di dunia usaha atau dunia industri
(DU/DI) sebagai kesatuan yang utuh dan saling melengkapi. Menurut Wardiman
Djojonegoro (1998: 81) ada beberapa prinsip dalam pelaksanan Praktik Industri, yaitu
prinsip berbasis kompetensi, berbasis produksi (production based), belajar tuntas
(mastery learning) belajar melalui pengalaman langsung (learning by experience
doing) dan belajar perseorangan (individualizedle learning). Selain itu, setiap siswa
harus diberi kesempatan untuk maju dan berkembang sesuai kemampuan masing-
masing. Dengan hal tersebut siswa diharapkan mampu mengembangkan
keterampilan, nilai dan pola fikir serta dapat melakukan tindakan sesuai dengan
pemahaman dan penghayatan dari apa yang telah dipelajari siswa. Pengaturan
kegiatan belajar mengajar dalam pelaksanaan PKL dapat dijadikan acuan bagi
sekolah dan DU/DI untuk melaksanakan kegiatan PKL, sehingga siswa dapat
menguasai segala kemampuan sesuai dengan standar kompetensi yang relevan.
b) Standar Pendidikan dan pelatihan

Agar dapat mencapai standar kemampuan tamatan yang telah diterapkan,


perlu adanya suatu proses pendidikan dan pelatihan yang dirancang secara terstandar
dengan ukuran isi, waktu dan metode tertentu. Dengan demikian dalam PKL
diperlukan suatu standar yang disepakati bersama antara sekolah kejuruan dan pihak
dunia usaha atau dunia industri (DU/DI) adalah: (1) materi terdiri dari komponen
umum (normatif), komponen dasar (adaptif), komponen kejuruan (produktif); (2)
waktu ditentukan dari kemampuan yang harus dipelajari oleh siswa; (3) pola
pelaksanaan dan model pengaturan penyelenggaraan program.

c) Sistem penilaian dan sertifikasi

Pengukuran dan penilaian keberhasilan peserta didik dalam mencapai


kemampuan sesuai dengan standar profesi (standar keahlian tamatan) yang telah
ditetapkan, harus dilakukan melalui proses dan sistem penilaian dan sertifikasi yang
disepakati bersama. Oleh sebab itu diperlukan suatu untuk mengatur tentang materi
ujian, pelaksanaan ujian, penentuan hasil dan sertifikasinya. Oleh karena itu
hendaknya tim penilaian dan sertifikasi yang melibatkan unsur sekolah, unsur
institusi pasangan, asosiasi profesi, organisasi pekerja dan unsur-unsur lain yang
terkait dengan ketenagakerjaan agar sistem dapat berjalan dengan optimal.

d) Kelembagaan Kerjasama

Dukungan dan jaminan keterlaksanaan melalui lembaga kerjasama diperlukan


dapalm pelaksanaan PKL. Lembaga kerjasama ini melibatkan pihak pemerintah
(dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) dan seluruh pihak yang
berkepentingan dengan pendidikan dan pelatihan kejuruan (stakeholders), antara lain
pihak KADIN, Organisasi Pekerja, Asosiasi Profesi dan Tokoh Masyarakat.
e) Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

Dalam pelaksanaannya, PKL tidak terlepas dari perencanaan program yang


merupakan implementasi silabus kedalam pembelajaran, yang membutuhkan metode,
strategi dan evaluasi pelaksanaan yang sesuai. Rancangan PKL yang menjadi bagian
dari pembelajaran perlu memperhatikan kesiapan dari dunia kerja mitra dalam
melaksanakan pembelajaran perlu memperhatikan kesiapan dari dunia kerja mitra
dalam melaksanakan pembelajaran kompetensi tersebut. Hal ini diperlukan agar
dalam pelaksanaannya, penempatan siswa untuk PKL tepat sasaran sesuai dengan
kompetensi yang akan dipelajari.

Sekolah dan institusi pasangan dalam hal ini adalah industri menjadi
penanggung jawab pelaksanaan PKL. Perencanaan perlu dilakukan oleh keduanya
(sekolah dan industri pasangan) dan industri pasangan diberikan keleluasaan dalam
memberikan penilaian pelaksanaan praktik kerja yang dilakukakan oleh siswa.
Nantinya hasil penilaian akan diserahkan pada pihak sekolah untuk diintegrasikan
dengan kompetensi keahlian yang berkaitan.

Praktik Kerja Lapangan dalam pelaksanaannya dimulai dengan cara membuka


kerja sama dan menjalin hubungan yang harmonis dengan DU/DI yang ada di
kota/luar kota untuk bersama-sama menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
kejuruan dan menerima siswa Praktik Kerja Lapangan secara berlanjut. Berikut ini
tahap-tahap pengelolaan PKL:

1) Penyusunan Program

Penyusunan program ini meliputi program yang dilakukan oleh pihak industri dan
pihak sekolah. Program kerja praktik pihak industri tergantung dari instansi atau
perusahaan dimana siswa melakukan Praktik Kerja Lapangan. Sedangkan program
Praktik Kerja Lapangan dari pihak sekolah, berkisar pada penyiapan siswa dan hasil
akhir yang diperoleh siswa setelah Praktik Kerja Lapangan, yang meliputi:

a) Pelaksanaan program PKL dimulai di kelas XI


b) Pelaksaan berlangsung selama 3 bulan
c) Adanya pelaksaan mentoring ke lapangan
2) Pendataan PKL

Pendataan pelaksanaan program PKL terbagi menjadi dua jalur :

a) Melalui kerja sama

Tim pokja PKL mendatangi perusahaan-perusahaan yang sudah pernah


dipakai dalam pelaksanaan PKL maupun perusahaan-perusahaan yang belum
pernah dipakai PKL untuk menjalin kerja sama. Namun, syaratnya perusahaan
itu mempunyai kinerja yang cukup baik untuk pelaksanaan PKL. Kerja bisa
bersifat sementara, tergantung kemampuan perusahaan bisa menerima.

b) Pengajuan tempat

Dalam hal ini bagi siswa yang belum mendapat tempat PKL maka
dianjurkan untuk mengajukan tempat sendiri. Perusahaan yang ditunjuk oleh
siswa dilaporkan ke Tim Pokja PKL.

3) Pembekalan Siswa ke Industri

Pembekalan dilakukan oleh sekolah yaitu dengan memberikan materi


atau bekal tentang kegiatan apa saja yang harus dilakukan selama Praktik
kerja lapangan.

4) Pengiriman Siswa ke Industri


Tahap ini adalah pengiriman siswa setelah persiapan oleh sekolah
selesai. Pengiriman siswa dilakukan pembimbing PKL atau petugas terkait.
5) Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dilakukan guna memantau serta mengetahui aktivitas dan kegiatan


siswa yang sedang melaksanakan kegiatan dunia usaha/dunia industri dan untuk
mendapatkan informasi tentang kompetensi keahlian yang dibutuhkan di industri.

Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan praktik kerja lapangan


berdasarkan Pedoman Pelaksanaan PKL yang dikemukakan oleh Dikmenjur
adalah sebagai berikut:

a) Aspek perencanaan, yang terdiri dari pemetaan industri, sosialisasi dana,


pembekalan siswa, penempatan siswa dan waktu pelaksanaan
b) Aspek pelaksanaan, yang terdiri dari kesesuaian penempatan dengan
bidang studi siswa dengan kompetensi kerja yang dibutuhkan di dunia
usaha dan dunia indutri yang menjadi tempat pelaksanaan praktik kerja
lapangan, kesesuaian materi pelajaran dengan materi praktik kerja
lapangan, Monitoring dilakukan oleh pembimbing dalam rangka melihat
dan memantau pelaksanaan praktik kerja lapangan yang dilakukan oleh
siswa dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan keteramipilan
siswa, pembimbing praktik kerja lapangan dan penjemputan dan laporan.
c) Aspek evaluasi yang terdiri dari evaluasi kegiatan PKL yang dilakukan
oleh pihak industri dan pihak sekolah apabila dipandang perlu dan
evaluasi program untuk melihat kesesuaian antara program dengan
pelaksanaannya.
3. Evaluasi Program
Teori mengenai evaluasi program ini akan diuraikan menjadi beberapa
hal.Adapun hal yang akan di bahas antara lain sebagai berikut :
a. Pengertian Evaluasi Program

Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa inggris yang berarti
“penilaian atau penafsiran”. Sedangkan secara terminologi, evaluasi adalah
kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan
menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk
memperoleh kesimpulan.

Menurut kamus Oxford Advanced Learners Dictionary of current English


(AS Hornby, 1986) dalam Suharsimi & Cepi (2010: 1) menyebutkan bahwa
evaluasi merupakan “to find out, deciden the amountor the value” yang
memiliki arti suatu upaya menentukan nilai atau jumlah. Sedangkan menurut
Tyler (Farida Yusuf, 2000: 3) evaluasi merupakan proses yang menentukan
sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai.

Mengevaluasi sebuah program maka berarti secara teratur mengumpulkan


informasi tentang bagaimana berjalannya suatu program, tentang
kemungkinan adanya dampak yang terjadi atau menjawab pertanyaan yang
diminati, terkadang informasi yang terkumpul digunakan untuk membuat
keputusan tentang program itu, misalnya bagaimana memperbaiki program,
apakah akan diperluas atau dihentikan. Terkadang informasi hanya
berpengaruh secara tidak langsung terhadap keputusan atau mungkin juga
tidak dihiraukan sama sekali karena merugikan pemimnpin, terlepas dari
bagaimana akhir penggunaannya.

Suatu evaluasi program mengharuskan untuk mengumpulkan informasi


yang valid, informasi yang dapat dipercaya, informasi yang berguna untuk
program yang dievaluasi. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka
didapatkan kesimpulan bahwa program adalah sederetan kegiatan yang
dilakukan oleh perorangan, kelompok atau organisasi dengan harapan akan
mendatangkan hasil atau pengaruh terhadap pencapaian tujuan yang telah di
tentukan. Evaluasi program banyak terpusat pada peserta dan proses kegiatan
yang telah berjalan akan tetapi memperhatikan pada metode yang digunakan
dalam mengukur hasil. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa
evaluasi program berhubungan dengan target yang ditentukan.
Kesimpulan dari beberapa pendapat diatas yaitu evaluasi adalah kegiatan
untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu yang selanjutnya
informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang terdapat
dalam mengambil keputusan. Menurut Suharsimi & Cepi (2010:4) program
adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan program yang merupakan sebuah
sistem yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi
berkesinambungan. Pelaksanaan program selalu terjadi didalam sebuah
organisasi yang artinya harus melibatkan sekelompok orang.

b. Model Evaluasi Program


Ada banyak model yang biasa digunakan untuk mengevaluasi suatu
program dalam ilmu evaluasi program pendidikan. Meskipun berbeda antara
satu dengan yang lainnya, akan tetapi memiliki maksudnya sama yaitu
melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan
objek yang dievaluasi, yang tujuannya menyediakan bahan bagi pengambil
keputusan dalam menentukan tindaklanjut suatu program.
Model-model evaluasi ada yang dikategorikan berdasarkan ahli yang
menemukan dan yang mengembangkan, serta ada juga yang bersebutan
dengan sifat kerjanya. Menurut Suharsimi & Cepi (2010: 40) ada beberapa
ahli evaluasi program yang dikenal sebagai penemu model evaluasi program
adalah “Stufflebeam, Metfessel, Michael Seriven, Stake dan Glasser”. Ada
beberapa metode evaluasi program, diantaranya (1) goal oriented evaluasi
model (2) goal-free evaluation model (3) Formatif-sumatif evaluation model
(4) Countenance evaluation model (5) CSE-UCLA evaluation model (6) CIPP
model evaluation (7) Discrepancy model.
1) Goal Oriented Evaluasion
Merupakan model yang muncul paling awal. Objek yang ada dalam
pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan
jauh sebelum program dimulai. Model evaluasi berbasis tujuan secara umum
mengukur apakah tujuan yang ditetapkan oleh kebijakan, program atau proyek
dapat dicapai atau tidak (Wirawan, 2011: 81). Evaluasi dilakukan
berkesinambungan, terus menerus, mengecek sejauh mana tujuan tersebut
sudah terlaksana didalam proses pelaksanaan program. Model ini
dikembangkan oleh Tyler.
2) Goal-Free Evaluation Model
Dikembangkan oleh Michael Scriven model evaluasi ini dapat
dikatakan berlawanan dengan model yang dikembangkan oleh Tyler,
evaluator terus menerus memantau tujuan tersebut apakah sudah tercapai,
dalam model goal free evaluation justru menoleh dari tujuan. Menurut
Michael Scriven dalam Suharsimi & Cepi (2010: 41) dalam melaksanakan
evaluasi program, evaluator tidak pernah memperhatikan apa yang menjadi
tujuan program.
3) Formatif-sumatif Evaluation Model
Selain goal-free evaluation model, Michael Scrinven mengembangkan
model lain yaitu model formati-sumatif (Suharsimi & Cepi, 2010: 42). Model
ini menunjukan adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi yaitu
evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (disebut evaluasi
formatif) dan ketika sudah program selesai atau berakhir (disebut evaluasi
sumatif). Berbeda dengan model evaluasi pertama kali dikembangkan, model
ini ketika dilaksanakan evaluasi, evaluator tidak dapat melepaskan diri dari
tujuan.
Menurut Farida Yusuf (2000: 18-19) penggunaan evaluasi formatif
adalah untuk memperoleh informasi yang dapat membantu memperbaiki
proyek, kurikulum, atau lokakarya sedangkan evaluasi Sumatif dibuat untuk
menilai kegunaan suatu objek.
Evaluasi formatif dan evaluasi sumatif memiliki tujuan yang berbeda.
Evaluasi tersebut dilaksanakan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat
keberhasilan atau ketercapaian tujuan untuk masing-masing pokok bahasan.
Oleh karena luas atau sempit materi yang tercangkup didalam pokok bahasan
setiap mata pelajaran tidak sama maka tidak dapat ditentukan dengan pasti
kapan evaluasi formatif dilaksanakan dan beberapa kali untuk masing-masing
mata pelajaran.
4) Countenance Evaluation Model
Model evaluasi ini dikembangkan oleh Stake, menurut Farida Yusuf
(2000: 21) analisis proses evaluasi yang dikemukakannya membawa dampak
yang cukup besar dalam bidang ini dan meletakan dasar yang sederhana
namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk perkembangan yang lebih
jauh dalam bidang evaluasi. Ada dua dasar kegiatan dalam evaluasi yang
ditekankan Stake yaitu description dan judgement dan membedakan tiga
tahapan dalam program pendidikan, yaitu: antecedents (contexs), transaction
(process), dan Outcomes (output).
Menurut Stake ketika program Pendidikan tengah dipertimbangkan
evaluator, mau tidak mau evaluator harus melakukan dua perbandingan, yaitu
membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan yang terjadi
di program lain dengan objek yang sama dan membandingkan kondisi hasil
pelaksanaan program dengan standar yang diperuntukan bagi program yang
bersangkutan, didasrkan pada tujuan yang akan dicapai.
5) CSE-UCLA Evaluation Model
CSE-UCLA terdiri dari dua akronim yaitu CSE dan UCLA. CSE
adalah singkatan dari Center for the Study of Evaluation, sedangkan UCLA
memiliki singkatan dari University of California in Los Angeles. Ciri dari
model CSE-UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi
yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan dampak. Alkin
(1969) dalam Farida Yusuf (2000: 15) memberikan penjelasan CSE-UCLA
menjadi lima macam evaluasi yaitu “system assessment, program planning,
program implementation, program improvement, dan program certification”.
6) CIPP Evaluation Model
Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam dkk, (1967) di Ohio
State Univesity. Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak
dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. Uraian yang diberikan relatif
panjang dibandingkan dengan model-model lainnya. CIPP yang merupakan
sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu: Context evaluation
(evaluasi terhadap konteks), Input evaluation (evaluasi terhadap masukan),
process evaluation (evaluasi terhadap proses), Product evaluation (evaluasi
terhadap hasil).
Sasaran dalam evaluasi ini terdapat pada empat kata dari model
evaluasi ini, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program
kegiatan. Dengan kata lain model CIPP sebagai model yang akan digunakan
untuk mengevaluasi program yang ditugaskan maka mau tidak mau evaluator
harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponen-komponennya.
Suharsimi & Cepi (2010: 46) berkemuka bahwa evaluasi konteks
adalah upaya penggambaran dan perincian lingkungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi, populasi, sampel yang dilayani dan tujuan proyek. Pada tahap
kedua dari model CIPP adalah evaluasi masukan. Dalam tahap ketiga dari
model CIPP yaitu evaluasi proses menunjukan pada apa kegiatan yang
dilakukan program, siapa orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab
program, kapan kegiatan program itu selesai. Dalam evaluasi proses diarahkan
pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah
terlaksana sesuai dengan rencana. Evaluasi produk atau hasil diarahkan pada
hal-hal yang menunjukan perubahan yang terjadi pada masukan mentah.
Menurut Farida Yusuf (2000: 14) membagi evaluasi CIPP menjadi
empat macam, yaitu:
a) Evaluasi konteks membantu merencanakan keputusan, menentukan
kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan
program.
b) Evaluasi input membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-
sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi
untuk mencapai kebutuhan.
c) Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan.
Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa yang harus
direvisi?
d) Evaluasi produk untuk menlong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang
telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan?
Menurut Wirawan (2011: 92-94) model CIPP terdiri dari empat jenis
evaluasi, yaitu:

a) Context evaluation berupay untuk mencari jawaban atas pertanyaan:


apa yang perlu dilakukan? Waktu pelaksanaannya sebelum program
diterima.
b) Input evaluation berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan: apa
yang harus dilakukan? Waktu pelaksanaannya sebelum program
dimulai.
c) Process evaluation berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan:
apakah program sedang dilaksanakan? Waktu pelaksanaannya ketika
program sedang dilaksanakan.
d) Product evaluation berupaya menjawab atas pertanyaan: apakah
program tersebut itu sukses? Waktu pelaksanaannya ketika program
tersebut selesai.
7) Discrepancy Model
Kata discrepancy adalah kata Bahasa inggris yang memiliki arti
“kesenjangan” dalam Bahasa Indonesia. Menurut Suharsimi & Cepi (2010:
48) “model yang di kembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan model
yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan didalam pelaksanaan
program”. Evaluasi program dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya
kesenjangan yang ada pada setiap komponen. Untuk model Malcolm,
menekankan pada kesenjangan yang sebetulnya merupakan persyaratan umum
bagi semua kegiatan evaluasi, yaitu mengukur adanya perbedaan antara yang
sederhana yang seharusnya dicapai dengan yang sudah riil dicapai.

c. Tujuan Evaluasi Program


Tujuan evaluasi memiliki dua tujuan antara lain yaitu tujuan umum
(goals) dan tujuan khusus (objective). Tujuan khusus dinyatakan dalam
rumusan khusus dan terbatas serta merupakan rincian dari tujuan umum.
Tujuan evaluasi secara implisit telah terumuskan dalam definisi pengambilan
keputusan. Tujuan khusus mencangkaup upaya untuk memberikan masukan
tentang kebijaksanaan pendidikan, hasil program pendidikan, kurikulum,
tanggapan masyarakat terhadap program, sumberdaya pendidikan, dampak
pembelajaran dan manajemen program.
Setiap kegiatan tentunya memiliki tujuan sedemikian juga dengan
evaluasi program. Tujuan evaluasi program harus dirumuskan dengan titik
tolak tujuan program yang dievaluasikan agar pengukuran tujuan dapat
diketahui sisipositif dan negatifnya, dapat menunjukan bagian mana dari
kebijakan yang dapat di implemenatasikan dan mana yang tidak di
implemntasikan, serta apa penyebabnya maka tujuan evaluasi perlu dirinci.
Menurut Suharsimi & Cepi (2010: 19) ada dua macam tujuan evaluasi yaitu
“tujuan umum dan tujuan khusus”. Tujuan umum diarahkan pada program
secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-masing
komponen agar dapat melakukan tugasnya maka sesorang evaluator program
dituntut untuk mampu mengenali komponen-komponen program.

d. Manfaat Evaluasi Program


Evaluasi dalam dunia organisasi pendidikan dapat disamakan dengan arti
kegiatan supervisi. Secara singkat, supervisi diartikan sebagai upaya mengadakan
peninjauan untuk memberikan pembinaan maka evaluasi program adalah langkah
dalam supervisi yaitu mengumpulkan data agar dapat ditindak lanjuti dengan
pemberian pembinaan yang tepat pula.

Suharsimi & Cepi (2010: 21) menyatakan bahwa “evaluasi program


pendidikan tidak lain adalah supervisi pendidikan dalam pengertian khusus,
tertuju pada lembaga secara keseluruhan”. Terdapat hubungan antara program
dengan kebijakan. Program adalah rangkaian kegiatan sebagai realisasi dari suatu
kebijakan. Apabila suatu program tidak dievaluasi maka tidak dapat diketahui
bagaimana dan seberapa tinggi kebijakan yang sudah dikeluarkan dapat
terlaksana. Informasi yang diperoleh dari kegiatan evaluasi sangat berguna bagi
pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan program yang sedang atau telah
dilaksanakan. Wujud dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari evaluator
untuk mengambil keputusan.

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah evaluasi


pelaksanaan program PKL dengan menggunakan model CIPP dengan harapan
penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penyelenggara program PKL yang
diadakan di SMK Teknik Pemesinan di kota Klaten. Sesuai empat kata yang ada
di dalam namanya model CIPP menyoroti empat aspek, yaitu: (1) konteks; (2)
input/masukan; (3) proses; (4) produk, yang melibatkan keempat-empatnya secara
bertahap. Evaluasi konteks pada penelitian ini mengenai kebutuhan-kebutuhan
yang akan dicapai pada pelaksanaan PKL. Kebutuhan-kebutuhan siswa dalam
pelaksanaan PKL meliputi kesesuaian tempat dan materi pembelajaran.
Kesesuaian materi pembelajaran dapat dilihat pada materi pelajaran kejuruan
yang terdapat di sekolah.

Evaluasi input pada penelitian ini mengenai persiapan dalam pelaksanaan


PKL. Persiapan PKL meliputi pembekalan PKL dan ketersedian buku pedoman
PKL untuk siswa. Standar buku pedoman PKL memiliki: alur pelaksanaan PKL,
pembagian waktu/matriks pelaksanaan PKL, daftar tempat pakerin, daftar peserta
PKL, daftar guru pembimbing, tugas dan kewajiban peserta PKL maupun
pembimbing PKL, dan format pembuatan laporan PKL.

Evaluasi proses pada penelitian ini mengenai proses pelaksanaan PKL yang
dilakukan oleh siswa. Kegiatan dalam proses pelaksanaan PKL meliputi kegiatan
siswa dalam pelaksanaan PKL, proses pembimbingan dari guru pembimbing
maupun pembimbing industri dan monitoring pelaksanaan PKL.

Evaluasi produk pada penelitian ini mengenai hasil/manfaat pelaksanaan PKL.


Hasil/manfaat pelaksanaan PKL meliputi pengetahuan wawasan dunia kerja,
meningkatkan keterampilan siswa, dan menumbuhkan sikap professional.

Keempat evaluasi ini merupakan satu kesatuan yang utuh, namun dalam
pelaksanaannya sebagaimana yang disampaikan oleh Stufflebeam dan kawan-
kawan diatas, bahwa dapat saja seorang peneliti hanya melakukan satu jenis
evaluasi, dan tidak menggunakan keempat jenis evaluasi tersebut. Evaluasi yang
menggunakan model ini harus mempertimbangkan dua hal, pertama yaitu bahwa
kekuatan model ini terletak pada rangkaian keempat jenisnya (CIPP) sehingga
pelaksanaan keempat komponen dalam satu dimensi yang utuh sangat diharapkan.
Kedua jika akan dilaksanakan dengan cara terpisah, sebaiknya menggabungkan
dua atau lebih jenis yang ada.

B. Penenlitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini perlu dikaji, karena beberapa
hasil penelitian yang pernah dilakukan dapat dijadikan acuan sebagai bahan
perbandingan atau masukan. Hasil-hasil penelitian tersebut diantaranya:
Fadlianty Yahya (2020) dalam tesisnya yang berjudul “Evaluasi Program Praktik
Kerja Lapangan (PKL) di SMK Negeri 1 Palopo”. menyatakan hasil penelitian : 1)
komponen evaluasi konteks yang ada di SMK Negeri 1 Palopo sesuai dengan konsep
dasar yaitu menentukan prioritas kebutuhan dan memilih tujuan yang paling
menunjang kesuksesan program; 2) komponen evaluasi input yang ada di SMK
Negeri 1 Palopo sesuai dengan teori, yang terdiri dari persiapan, pelaksanaan dan
evaluasi program yang meliputi rapat pembentukan panitia, rapat koordinasi panitia,
penyusunan perangkat admnistrasi, negoisasi/penjajagan, memventralisir hasil
negoisasi, pemetaan tempat dan peserta, pendistribusian perangkat admnistrasi,
pelaksanaan orientasi kejuruan, pelepasan dan penyerahan peserta pada tempat PKL;
3) komponen evaluasi proses di SMK Negeri 1 Palopo sudah sesuai dengan konsep
pelatihan keahlian jurusan serta sesuai dengan tujuan khusus program PKL. Namun
kegiatan monitoring, tidak terlaksana sebagaimana mestinya, dimana masih adanya
guru pembimbing PKL yang hanya melakukan kegiatan monitoring satu sampai dua
kali saja sehingga tidak optimal; dan 4) komponen evaluasi produk pelaksanaan
program PKL di SMK Negeri 1 Palopo telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan
harapan. Adapun saran yang diajukan oleh peneliti adalah: 1) untuk pihak SMKN 1
Palopo untuk terus mengadakan evaluasi program dalam rangka meningkatkan
kualitas program PKL; 2) untuk guru pembimbing PKL diharapkan untuk membantu
dan mendukung peningkatan kualitas pelaksanaan program PKL; dan 3) untuk siswa
diharapkan untuk lebih aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang
telah dipelajari agar pelaksanaan PKL sesuai dengan yang diharapkan dan bermanfaat
untuk diri sendiri khusunya dalam meningkatkan kesiapan kerja.

Tessy Etty Zuraidah (2020) dalam tesisnya yang berjudul Evaluasi Penerapan
Program Praktik Kerja Lapangan (PKL) Program Studi Teknik Komputer Jaringan
(TKJ) Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri – 8 Palangka Raya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa program PKL kompetensi keahlian Teknik Komputer
Jaringan di SMK N – 8 Palangka Raya secara keseluruhan sudah sangat baik. Pada
dimensi Context sangat baik dengan score 86,37%, dimensi Input sangat baik dengan
score 87,87%, dimensi Process sangat baik dengan score 92,78% dan dimensi
Product sangat baik dengan score 84,7%. Dengan demikian Program PKL ini dapat
dilanjutkan dan dipertahankan serta ditingkatkan sehingga Peserta didik memiliki
kompetensi yang siap kerja di dunia usaha dan industri.

Catur Suharyadi dalam skripsinya yang berjudul Evaluasi Pelaksanaan Program


Praktik Kerja Industri (Prakerin) Siswa SMK Kompetensi Keahlian Teknik
Pemesinan Di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan
Praktik Kerja Industri (Prakerin) siswa SMK kompetensi keahlian Teknik Pemesinan
di kota Yogyakarta secara keseluruhan meliputi: (1) evaluasi context: a) kesesuaian
kompetensi keahlian pada pelaksanaan PKL menurut 17 (58,67%) guru dalam
kategori baik b) kesesuaian kompetensi keahlian pada pelaksanaan Prakerin menurut
75 (43,60%) siswa dalam kategori kurang baik (2) evaluasi input: a) kesiapan
pelaksanaan Prakerin menurut 15 (51,72%) guru pembimbing berada pada kategori
sangat baik; b) kesiapan pelaksanaan Prakerin 97 (56,40%) siswa menyatakan dalam
katagori baik, (3) evaluasi process: a) ketercapaian pelaksanaan Prakerin berada pada
kategori baik menurut 24 (82,76%) guru pembimbing b) ketercapaian pelaksanaan
Prakerin dalam katagori baik menurut 143 (83,14%) siswa, (4) evaluasi product: a)
manfaat Prakerin menurut 18 (62,07%) guru pembimbing sangat baik; b) manfaat
Prakerin menurut 110 (63,95%) siswa menyatakan baik.

C. Kerangka Berpikir

. Ukuran ganda diterapkan pada kualitas Pendidikan kejuruan, yaitu kualitas


menurut ukuran sekolah atau in-school success standards dan kualitas menurut
ukuran masyarakat atau out-of school success standards. Untuk kriteria pertama
meliputi aspek keberhasilan siswa dalam memenuhi tuntutan kurikuler yang telah
diorientasikan pada tuntutan dunia kerja, sedangkan kriteria kedua, meliputi
keberhasilan siswa yang ditampilkan pada kemampuan unjuk kerja sesuai dengan
standar kompetensi nasional.
Untuk mencapai kesiapan kerja siswa, implementasi kurikulum dititikberatkan
pada proses pembelajaran di sekolah dan praktik kerja lapangan. Praktik Kerja
Lapangan merupakan pola penyelenggaraan diklat yang dikelola bersama-sama
antara SMK dan industri yang ada. Pada hakikatnya pelaksanaan Praktik Kerja
Lapangan secara tidak langsung akan memberikan pengetahuan dan pengalaman
dalam bekerja. Sekolah membekali siswa dengan materi pendidikan umum
(normatif), pengetahuan dasar penunjang (adaptif), serta teori dan keterampilan dasar
kejuruan (produktif). Selanjutnya dunia usaha/industri diharapkan membantu
bertanggung jawab terhadap peningkatan keahlian profesi melalui Praktik Kerja
Lapangan.

Praktik Kerja Lapangan memberikan pengalaman kepada siswa meliputi


penggunaan sarana prasarana baru, memperoleh keterampilan baru dalam bekerja,
memikul tanggung jawab lebih, memiliki jaringan profesional dan memecahkan
masalah manajemen di lapangan, pengalaman yang diperoleh akan mempengaruhi
pola pikir, sikap dan tingkah laku dalam bekerja. Dari kesiapan mental, siswa menjadi
terlatih untuk berani menerima tanggung jawab, lebih bijak dalam menghadapi
masalah, disiplin, mampu beradaptasi, bekerja sama dengan orang lain dan
menjunjung sikap kerja yang benar.

Dalam hal ini, setelah pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan perlu dilakukannya
evaluasi dari pelaksanaan program tersebut. Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui kendala-kendala dan hambatan yang mengakibatkan pelaksanaan praktik
kerja lapangan tidak memberikan hasil yang maksimal dalam membentuk kesiapan
kerja siswa. Pada penelitian ini menggunakan evaluasi model CIPP yang memnuat
empat komponen evaluasi yaitu evaluasi konteks, evaluasi input, evaluasi proses dan
evaluasi produk.

Untuk lebih memperjelas arah dan tujuan dari penelitian secara utuh maka perlu
diuraikan suatu konsep berfikir dalam penelitian, sehingga peneliti dapat
menguraikan tentang gambaran permasalahan di atas.
Skema kerangka berpikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

SMK Muh 2
Jatinom

Pelaksanaan Praktik Kerja


Lapangan (PKL)

Evaluasi Program Praktik Kerja Lapangan

(PKL)

Context Input Process Product


Evaluation Evaluation Evaluation Evaluation

Hasl penelitian
Gambar 1. Kerangka Berpikir Evaluasi Pelaksaan PKL Siswa SMK Kompetensi
Keahlian Teknik Pemesinan di SMK Muhammadiyah 2 Jatinom
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka secara rinci pertanyaan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah pelaksanaan PKL di SMK Muhammadiyah 2 Jatinom sudah sesuai
kebutuhan siswa?
2. Bagaimanakah kesiapan dalam pelaksanaan PKL di SMK Muhammadiyah 2
Jatinom?
3. Bagaimanakah pelaksanaan PKL di SMK Muhammadiyah 2 Jatinom?
4. Bagaimanakah manfaat pelaksanaan PKL di SMK Muhammadiyah 2 Jatinom
bagi siswa?

Anda mungkin juga menyukai