Anda di halaman 1dari 18

Tinjauan Filsafat Manajemen Komplikasi Odontektomi Pada Impaksi

Gigi Molar Tiga

1
Eka Erwansyah 2Reyhan Vivaldy
1
Departemen Ortodonsi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
1
Program Pendidikan Spesialis Bedah Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin,
Makassar, Indonesia

* Penulis Koresponden : Reyhan Vivaldy, Email : Reyhanvivaldy@gmail.com

ABSTRAK
Tindakan odontektomi merupakan salah satu terapi yang paling sering dilakukan dalam
kedokteran gigi. Tindakan odontektomi dapat menyebabkan komplikasi, komplikasi dapat saja terjadi
sekalipun berbagai pencegahan sebelum tindakan telah dilakukan. Komplikasi dapat diminimalisasi
dengan melakukan diagnosis yang cermat melaksanakan tindakan operasi sesuai dengan prinsip-prinsip
bedah. Komplikasi odontektomi dapat terjadi secara lokal maupun sistemik. Penanggulangan komplikasi
harus cepat, tepat, benar sesuai dengan kasus yang dihadapi. Tujuan: Tinjauan Filsafat Manajemen
Penanganan Komplikasi Odontektomi Pada Impaksi Gigi Molar Tiga . Odontektomi merupakan
tindakan mengeluarkan gigi terpendam dari soket tulang alveolar. Tindakan odontektomi
menimbulkan perlukaan, maka dapat timbul efek seperti perdarahan, dry soket, adanya rasa
nyeri,pembengkakan, trismus, fraktur gigi dan kerusakan jaringan gusi. Odontektomi adalah
pengeluaran suatu gigi terpendam yang utuh atau sisa akar tanpa menyebabkan rasa sakit dan
trauma. Pada tindakan odontektomi harus memperhatikan keadaan lokal maupun keadaan umum
penderita dan memastikan penderita dalam keadaan sehat. Odontektomi juga merupakan
tindakan bedah minor pada bidang kedokteran gigi yang melibatkan jaringan keras atau tulang
alveolus dan jaringan lunak pada rongga mulut. Proses pengeluaran gigi dari jaringan keras,
dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Walaupun demikian, tidak
jarang kita temukan kesulitan dan kegagalan dari tindakan odontektomi ini. Kesimpulan :
Komplikasi pasca operasi hanya dapat didiagnosis segera setelah tindakan dan harus dapat diatasi
secepatnya secara efektif setelah penyebabnya diketahui pasti. Oleh karena itulah maka seorang
dokter gigi harus memiliki kemampuan yang terlatih dalam mengatasi timbulnya komplikasi
pasca operasi. Serta mampu melakukan tindakan yang efektif, tepat, dan cepat guna
mengantisipasi timbulnya keadaan yang mengarah kepada keadaan gawat darurat medis.
Keywords— Kajian Filsafat, Manajemen Penanganan, Komplikasi, Odontektomi.

Pendahuluan
Setiap pasien memiliki lebih banyak kekhawatiran praoperasi tentang gejala seperti nyeri,
pembengkakan, dan komplikasi lainnya daripada tentang prosedur itu sendiri. Ahli bedah dapat
melakukan banyak hal untuk mengurangi masalah umum yang dihadapi pasien setelah operasi.
Setelah prosedur pembedahan selesai, pasien dan siapa pun yang menemaninya harus diberi
instruksi yang tepat tentang cara merawat gejala sisa pascaoperasi umum yang mungkin terjadi
pada hari pembedahan dan yang sering berlangsung selama beberapa hari. Instruksi pascaoperasi
harus menjelaskan apa yang mungkin dialami pasien, mengapa fenomena ini terjadi, dan
bagaimana mengelola dan mengendalikan situasi pascaoperasi yang khas. Instruksi harus
diberikan kepada pasien secara lisan dan dalam bentuk tertulis atau tercetak di atas kertas, dalam
istilah awam yang mudah dipahami. Instruksi pasca operasi ini harus menjelaskan komplikasi
yang paling umum dan bagaimana mengidentifikasinya sehingga masalah seperti infeksi dapat
diketahui pada tahap awal.1

Permasalahan yang mungkin timbul adalah bagaimana seorang dokter gigi dapat
melakukan perawatan dengan aman dan dengan risiko sekecil mungkin. Untuk itu, seorang
dokter gigi harus mempunyai pemahaman yang memadai mengenai penyakitpenyakit atau
kelainan sistemik, perlu mengetahui dengan pasti kesehatan umum pasien dan kondisi pasien
apakah cukup aman untuk dilakukan tindakan, khususnya yang menyangkut tindakan
pembedahan. Untuk itu diperlukan evaluasi yang tepat dan akurat dalam menentukan kondisi
prognosis perawatan terkait untuk dapat melakukan perawatan persiapan dengan baik dan aman
serta menghindari komplikasi yang mungkin terjadi.2

Dalam lingkup kehidupan sehari-hari istilah filsafat ilmu sering terdengar namun tidak
sedikit orang yang belum memahami dengan sesungguhnya apa itu filsafat ilmu. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
sistematis dan menurut metode-metode tertentu, dan juga dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Sedangkan filsafat menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat
segala yang ada, sebab, asal dan hukumnya. Namun secara etimologis filsafat berarti cinta
kebijaksanaan.3
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun
historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari filsafat, sebaliknya dengan perkembangan ilmu
juga memperkuat filsafat. Hingga saat ini filsafat ilmu telah berkembang pesat dan menjadi suatu
bidang ilmu dengan kajian yang mendalam. Namun, tidak sedikit orang beranggapan bahwa
berfilsafat itu adalah merenung, padahal berfilsafat itu dengan cara berfikir lebih luas, mendalam
dan objektif.4
KAJIAN FILOSOFIS
Ponterotto (2005) menyatakan bahwa filsafat ilmu mengidentifikasi tiga aspek penelitian
ilmiah: ontologi (studi tentang sifat realitas dan keberadaan); epistemologi (studi tentang
pengetahuan) dan aksiologi (studi tentang nilai)3 Filsafat ilmu berkembang dari dua cabang
utama meliputi filsafat alam dan filsafat moral. Filsafat alam menjadi rumpun ilmu-ilmu alam
(natural sciences) sedangkan filsafat moral menjadi rumpun ilmu-ilmu sosial (social sciences).
Selanjutnya, kelompok ilmu-ilmu alam mempunyai cabang utama ilmu alam (physical sciences)
dan ilmu hayat (biological sciences). Cabang ilmu-ilmu alam yang menunjukkan ilmu
kedokteran dan kesehatan berada pada garis cabang keilmuan ilmu hayat. 4

KAJIAN ONTOLOGI
Ontologi berasal dari kata Yunani: On = makhluk dan Logos = logika. Jadi Ontologi adalah
The Theory of Being Qua being (teori keberadaan). Ontologi adalah ilmu filsafat paling kuno
yang berasal dari Yunani, yang membahas tentang keberadaan sesuatu yang konkrit. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan Ontologis adalah Thales, Plato, dan Aristoteles. Masalah
ontologi adalah masalah bagaimana menjelaskan sifat dari segala sesuatu yang ada. Ontologi
merupakan dasar ilmu yang berusaha menjawab “apa”, yang menurut Aristoteles adalah Filsafat
Pertama, dan merupakan ilmu tentang hakikat materi. Filsuf Yunani tertua Thales menunjukkan
awal mula munculnya kontemplasi dalam bidang ontologi, dengan kontemplasinya terhadap air,
yang merupakan substansi terdalam dan merupakan asal mula segala sesuatu. 5
Ontologi manajemen penanganan kasus komplikasi setelah dilakukan Odontektomi
adalah tantangan tersendiri bagi seorang dokter gigi. Gigi yang akan dicabut harus memiliki jalur
yang tidak terhalang untuk dicabut. Dokter gigi harus mengikuti prinsip-prinsip asepsis,
penanganan atraumatik jaringan, hemostasis, dan debridement luka secara menyeluruh setelah
prosedur pembedahan. Pelanggaran prinsip-prinsip ini dapat menyebabkan peningkatan insiden
dan keparahan komplikasi bedah. Secara keseluruhan, pencegahan komplikasi harus menjadi
tujuan utama.6
Seperti dalam kasus darurat medis, cara terbaik untuk mengelola komplikasi bedah
adalah dengan mencegahnya terjadi. Pencegahan komplikasi bedah idealnya dicapai dengan
penilaian pra operasi menyeluruh dan rencana perawatan komprehensif diikuti dengan
pelaksanaan prosedur
bedah yang cermat. Hanya ketika ini dilakukan secara rutin, dokter gigi berharap untuk sedikit
komplikasi.2
Dalam merencanakan prosedur pembedahan, langkah pertama adalah selalu meninjau
riwayat kesehatan pasien secara menyeluruh. Beberapa komplikasi dapat disebabkan oleh
kurangnya perhatian pada riwayat medis yang akan mengungkapkan adanya faktor yang akan
meningkatkan risiko pembedahan. Salah satu cara utama untuk mencegah komplikasi adalah
dengan mendapatkan gambar yang memadai dan meninjaunya dengan cermat. Radiografi harus
mencakup seluruh area operasi, termasuk apeks akar gigi yang akan diodontektomi serta struktur
anatomi lokal dan regional seperti bagian yang berdekatan dari sinus maksilaris atau kanal
alveolar inferior. Ahli bedah harus mencari keberadaan morfologi akar gigi yang abnormal atau
tanda-tanda bahwa gigi mungkin ankilosis. Setelah pemeriksaan radiografi yang cermat, ahli
bedah mungkin perlu mengubah rencana perawatan untuk mencegah atau membatasi besarnya
komplikasi yang mungkin diantisipasi dengan odontektomi tertutup. Sebagai gantinya, ahli
bedah harus mempertimbangkan pendekatan bedah untuk mencabut gigi dalam kasus tersebut.
Setelah riwayat medis yang memadai telah diambil dan radiografi telah dianalisis, ahli bedah
melanjutkan ke perencanaan pra operasi. Ini bukan hanya persiapan rencana bedah yang
terperinci dan instrumentasi yang diperlukan tetapi juga rencana untuk mengelola rasa sakit dan
kecemasan pasien dan pemulihan pasca operasi (instruksi dan modifikasi aktivitas normal untuk
pasien). Instruksi dan penjelasan pra operasi yang menyeluruh untuk pasien sangat penting dalam
mencegah atau membatasi dampak dari sebagian besar komplikasi yang terjadi pada periode
pasca operasi. Jika instruksi tidak dijelaskan dengan hati-hati dan pentingnya kepatuhan dibuat
jelas, pasien cenderung tidak mematuhinya.1
KAJIAN EPISTEMIOLOGI
Epistemologi berasal dari kata Yunani “episteme” yang berarti pengetahuan, pengetahuan yang
benar, pengetahuan ilmiah, dan “logos” yang berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai
cabang filsafat yang mempelajari asal usul atau sumber, struktur, metode, validitas pengetahuan.
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang membahas tentang hakikat dan ruang
lingkup pengetahuan, pengandaian, serta dasar dan pertanggungjawaban pernyataan tentang pengetahuan
yang dimiliki. Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal usul, sifat, metode, dan batas
pengetahuan manusia. Pertanyaan utama dalam ontologi adalah “apakah hal seperti itu ada?”, sedangkan
pertanyaan utama dalam epistemologi adalah “apa yang dapat saya ketahui?”. 4
Tindakan odontektomi merupakan suatu tindakan yang sehari-hari dilakukan oleh dokter
gigi yang tidak jarang ditemukan komplikasi dari tindakan odontektomi. Oleh karena itu perlu
waspada dan mampu mengatasi kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Tidak semua pasien
yang dilakukan odontektomi datang dalam keadaan sehat dan memiliki tekanan darah yang
normal. Ada yang datang dalam keadaan tekanan darah normal dan ada juga yang datang dalam
keadaan hipertensi. Kondisi tekanan darah pasien yang berbeda memerlukan pengelolaan yang
tidak sama, sehingga odontektomi hanya dapat dilakukan jika keadaan lokal maupun keadaan
umum penderita yaitu status fisik dalam keadaan yang sehat.
Pengetahuan yang mendalam tentang teknik-teknik odontektomi mutlak diketahui dalam
melakukan tindakan pencabutan khususnya dengan jalan pembedahan, agar dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya efek samping/ komplikasi yang tidak diinginkan. Selain itu, perawatan
pasca pembedahan juga merupakan suatu hal yang penting agar prosedur odontektomi yang
dilakukan berhasil dengan baik dan sempurna. 6
Respon tekanan darah selama perawatan gigi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ketika
pasien dalam kondisi sadar selama perawatan gigi, terdapat peningkatan tekanan darah yang
dikaitkan dengan rasa cemas atau stres fisiologis, termasuk stimulus rasa nyeri.7
Seluruh rencana perawatan pada tindakan odontektomi harus didasari dengan ketelitian
dalam memeriksa keadaan umum pasien sebelum melakukan tahap perawatan. Dalam melakukan
tindakan odontektomi akan dijumpai beberapa masalah kesehatan yang sama dan terdapat pada
masing - masing pasien odontektomi. Hal demikian yang akan menjadi faktor resiko terjadinya
komplikasi odontektomi. Odontektomi dapat dilakukan dalam keadaan lokal maupun keadaan
umum pasien dalam keadaan yang sehat. Jika keadaan umum pasien kurang baik, kemungkinan
dapat terjadi suatu komplikasi yang serius setelah pencabutan. Odontektomi hanya dilakukan jika
segala alternatif perawatan tidak memungkinkan untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena
Odontektomi bersifat irreversible dan terkadang menimbulkan komplikasi. Walaupun gigi telah
memenuhi persyaratan untuk dilakukan pencabutan, namun ada beberapa keadaan yang tidak
boleh dilakukan Odontektomi. Odontektomi dikatakan ideal jika tidak menimbulkan rasa sakit,
dengan trauma minimal pada jaringan sekitar, sehingga luka bekas pencabutan akan sembuh
secara normal dan tidak menimbulkan permasalahan pasca pencabutan.7
Manajemen Komplikasi Odontektomi
Perdarahan . Perdarahan pasca-odontektomi telah dikaitkan dengan berbagai faktor yang dapat
secara luas diklasifikasikan sebagai lokal dan sistemik. Perdarahan pasca odontektomi dapat
disebabkan secara lokal, dari jaringan atau perdarahan tulang. Pendarahan jaringan dapat
disebabkan oleh odontektomi traumatis, yang menyebabkan laserasi pembuluh darah (arteri,
vena atau kapiler). Pendarahan tulang atau tulang dapat berasal dari saluran nutrisi atau dari
pembuluh darah pusat. Peradangan di tempat odontektomi, adanya infeksi, odontektomi
traumatis, dan kegagalan pasien untuk mengikuti instruksi pasca-odontektomi juga telah
dikaitkan dengan pendarahan setelah pencabutan. Faktor sistemik termasuk masalah trombosit,
gangguan koagulasi atau fibrinolisis berlebihan, dan masalah bawaan atau didapat (diinduksi
obat).8
Intervensi untuk mengobati perdarahan dapat secara luas dikategorikan ke dalam
intervensi lokal dan sistemik. Intervensi lokal dapat dibagi lagi menjadi intervensi bedah,
intervensi non- bedah dan kombinasi keduanya. Intervensi lokal
• Intervensi bedah terutama melibatkan penjahitan tempat odontektomi atau perdarahan
• Tindakan hemostatik non-bedah, atau styptics, mencakup serangkaian farmakoterapi,
sealant, perekat, agen yang dapat diserap, biologik, dan produk kombinasi. Agen hemostatik
yang umum digunakan dalam bedah mulut di tempat odontektomi meliput aplikasi tekanan lokal
dengan kain kasa, oxidised cellulose, gel foam,thrombin, collagen fleeces, cyanoacrylate glue,
acrylic or surgical splints, larutan antifibrinolitik lokal, seperti obat kumur asam traneksamat,
fibrin glue, spons gelatin yang dapat diserap, spons kolagen, kain kasa yang direndam dengan
asam traneksamat, gel bio-perekat klorheksidin, kalsium alginat, hemokoagulase, Penyumbat
Darah Ankaferd, ekstrak teh hijau, dressing berbahan dasar kitosan.9
Kontrol pendarahan pascaoperasi, setelah odontektomi, adalah penempatan kain kasa
yang dilipat langsung di atas soket. Kain kasa yang menutupi permukaan oklusal gigi yang
berdekatan dengan lokasi odontektomi tidak memberikan tekanan pada soket perdarahan dan
oleh karena itu tidak efektif. Kain kasa dapat dibasahi sehingga darah yang mengalir tidak
menggumpal di kain kasa dan kemudian mengeluarkan gumpalan saat kain kasa dilepas. Pasien
harus diinstruksikan untuk menggigit dengan kuat kain kasa ini setidaknya selama 30 menit dan
tidak mengunyah kain kasa. Pasien harus menahan kain kasa di tempatnya tanpa membuka
mulut. Pasien harus diberi tahu bahwa adalah normal jika tempat odontektomi baru
mengeluarkan sedikit cairan hingga 24 jam setelah prosedur odontektomi. Pasien harus
diperingatkan bahwa
sejumlah kecil darah bercampur dengan sejumlah besar air liur mungkin tampak seperti sejumlah
besar darah. Jika perdarahan lebih dari sedikit, pasien harus diberitahu bagaimana mengoleskan
kembali sepotong kain kasa yang dilipat langsung di atas area odontektomi. 1
Pada kasus perdarahan setelah dilakukan pencabutan kasa di tempat selama 1 jam untuk
mendapatkan kontrol perdarahan.. Asam tranexamat berfungsi sebagai vasokonstriktor lokal.
Pasien harus diperingatkan untuk menghindari hal-hal yang dapat memperburuk perdarahan.
Berbicara harus dijaga seminimal mungkin selama satu jam. Asap tembakau dan nikotin
mengganggu penyembuhan luka, sehingga pasien harus didorong untuk berhenti atau membatasi
merokok. Pasien juga harus diberitahu untuk tidak mengisap cairan kental melalui sedotan saat
minum karena ini menciptakan tekanan intraoral negatif. Pasien tidak boleh meludah selama 12
jam pertama setelah operasi.1
Proses meludah melibatkan tekanan negatif dan agitasi mekanis dari tempat
odontektomi, yang dapat memicu perdarahan baru. Pasien yang sangat tidak menyukai darah di
dalam mulut harus didorong untuk menggigit kuat-kuat sepotong kain kasa untuk mengontrol
perdarahan dan menelan air liur mereka daripada meludahkannya., Pasien harus diperingatkan
bahwa mungkin ada beberapa aliran dan noda air liur mereka saat mereka tidur dan bahwa
mereka mungkin akan memiliki beberapa noda darah di sarung bantal mereka di pagi hari. Pasien
juga harus diinstruksikan bahwa jika mereka khawatir tentang pendarahan mereka, mereka harus
menelepon untuk mendapatkan saran tambahan. Keluarnya cairan dalam waktu lama, perdarahan
merah cerah, atau gumpalan besar di mulut pasien merupakan indikasi untuk kunjungan kembali.
Dokter gigi kemudian harus memeriksa area tersebut dengan cermat dan menerapkan tindakan
yang tepat untuk mengontrol perdarahan dan mempertimbangkan untuk meminta bantuan
spesialis bedah dalam penanganan pasien.9

Rasa sakit dan Ketidaknyamanan setelah Odontektomi. Semua pasien mengharapkan


sejumlah ketidaknyamanan setelah prosedur pembedahan, jadi dokter gigi sebaiknya
mendiskusikan masalah ini dengan hati-hati dengan setiap pasien sebelum prosedur dimulai.
Dokter gigi harus membantu pasien memiliki harapan yang realistis tentang jenis rasa sakit yang
mungkin terjadi dan mengoreksi kesalahpahaman tentang seberapa besar rasa sakit yang
mungkin terjadi. Penting bagi Dokter gigi untuk meyakinkan pasien bahwa ketidaknyamanan
pascaoperasi mereka dapat dan akan dikelola secara efektif. Rasa sakit yang mungkin dialami
pasien setelah
prosedur pembedahan seperti odontektomi sangat bervariasi dan sebagian besar tergantung pada
harapan pasien sebelum operasi. Semua pasien harus diberikan instruksi tentang analgesik
sebelum mereka dipulangkan. pasien harus diberitahu untuk diberikan ibuprofen atau
asetaminofen pasca operasi untuk mencegah ketidaknyamanan awal sebelum efek anestesi lokal
hilang. Pasien yang diharapkan memiliki tingkat nyeri yang lebih tinggi harus diberikan resep
analgesik untuk membantu mengontrol rasa sakit.10
Dokter gigi juga harus berhati-hati dalam menasihati pasien bahwa tujuan pengobatan
analgesik adalah manajemen nyeri dan bukan menghilangkan semua ketidaknyamanan. Hal ini
berguna bagi Dokter gigi untuk memahami tiga karakteristik rasa sakit yang terjadi setelah
Odontektomi rutin: (1) Rasa sakit biasanya tidak parah dan dapat ditangani pada sebagian besar
pasien dengan analgesik yang dijual bebas, (2) pengalaman nyeri puncak terjadi sekitar 12 jam
setelah odontektomi dan berkurang dengan cepat setelah itu, dan (3) nyeri yang signifikan dari
odontektomi jarang bertahan lebih lama. dari 2 hari setelah operasi. Dengan mempertimbangkan
ketiga faktor ini, pasien dapat diberi nasihat yang tepat mengenai penggunaan analgesik yang
efektif. Dosis pertama obat analgesik harus diminum sebelum efek anestesi lokal mereda. Jika ini
dilakukan, pasien cenderung tidak mengalami rasa sakit yang intens dan tajam setelah efek
anestesi lokal mereda. Nyeri pascaoperasi jauh lebih sulit ditangani jika pemberian obat
analgesik ditunda sampai nyeri parah. Mungkin diperlukan waktu 60 hingga 90 menit agar
analgesik menjadi sepenuhnya efektif. Jika pasien menunggu untuk mengambil dosis pertama
analgesik sampai efek anestesi lokal mereda, pasien mungkin menjadi tidak sabar, menunggu
efeknya, dan mungkin minum obat tambahan sehingga meningkatkan kemungkinan mual dan
muntah.11

Edema. Beberapa prosedur bedah mulut menghasilkan sejumlah edema atau pembengkakan
setelah operasi. Pencabutan rutin satu gigi mungkin tidak akan mengakibatkan pembengkakan
yang dapat dilihat pasien, sedangkan pencabutan beberapa gigi impaksi dengan refleksi jaringan
lunak dan pengangkatan tulang dapat menyebabkan pembengkakan dalam jumlah.
Pembengkakan biasanya mencapai maksimum 36 hingga 48 jam setelah prosedur pembedahan.
Pembengkakan mulai mereda pada hari ketiga atau keempat dan biasanya sembuh pada akhir
minggu pertama. Peningkatan pembengkakan setelah hari ketiga mungkin merupakan indikasi
infeksi daripada edema pascaoperasi. Setelah operasi selesai dan pasien siap untuk dipulangkan,
beberapa dokter gigi menggunakan kantong es untuk membantu meminimalkan pembengkakan
dan membuat
pasien merasa lebih nyaman; namun, tidak ada bukti bahwa pendinginan benar benar
mengendalikan jenis edema ini. Es tidak boleh ditempatkan langsung pada kulit; sebaiknya
lapisan kain kering harus ditempatkan di antara wadah es dan jaringan untuk mencegah
kerusakan jaringan superfisial. Kantong es beku harus disimpan di area sekitar selama 20 menit
dan kemudian disimpan selama 20 menit selama 12 hingga 24 jam. 1
Pada hari kedua pasca operasi, baik es maupun panas tidak boleh dioleskan ke wajah.
Pada hari ketiga dan selanjutnya pasca operasi, aplikasi panas dapat membantu mengatasi
pembengkakan lebih cepat. Sumber panas seperti botol air panas dan bantalan pemanas
direkomendasikan. Pasien harus diperingatkan untuk menghindari panas tingkat tinggi dalam
waktu lama untuk mencegah cedera kulit. Penting untuk memberi tahu pasien bahwa sejumlah
pembengkakan diharapkan terjadi. Mereka juga harus diperingatkan bahwa pembengkakan
mungkin cenderung membesar dan berkurang, terjadi lebih banyak di pagi hari dan lebih sedikit
di malam hari karena variasi postur. Tidur dalam posisi lebih tegak dengan menggunakan bantal
tambahan akan membantu mengurangi edema wajah. Pasien harus diberi tahu bahwa
pembengkakan dalam jumlah sedang adalah reaksi jaringan yang normal dan sehat terhadap
trauma pembedahan. Pasien tidak perlu khawatir atau takut dengan pembengkakan karena akan
sembuh dalam beberapa hari.12

Trismus. Odontektomi, pemberian blok mandibula, atau keduanya dapat menyebabkan trismus
(keterbatasan dalam membuka mulut). Trismus hasil dari trauma dan peradangan yang dihasilkan
melibatkan otot-otot pengunyahan. Trismus juga dapat terjadi akibat beberapa suntikan anestesi
lokal, terutama jika suntikan telah menembus otot. Otot yang paling mungkin terlibat adalah otot
pterigoid medial, yang dapat ditembus oleh jarum anestesi lokal selama blok saraf alveolar
inferior. Odontektomi bedah molar ketiga rahang bawah yang impaksi biasanya menghasilkan
beberapa derajat trismus karena respons inflamasi terhadap prosedur bedah cukup luas untuk
melibatkan beberapa otot pengunyahan. Trismus biasanya tidak parah dan tidak menghambat
aktivitas normal pasien. Namun, untuk mencegah, pasien harus diperingatkan bahwa hal ini
mungkin terjadi dan kemungkinan akan sembuh dalam waktu seminggu.1

Ecchymosis. Pada beberapa pasien, darah merembes ke submukosa dan subkutan; ini muncul
sebagai memar di jaringan mulut, wajah, atau keduanya. Darah di jaringan submukosa atau
subkutan dikenal sebagai ekimosis . Ekimosis biasanya terlihat pada pasien yang lebih tua karena
penurunan tonus jaringan, peningkatan kerapuhan kapiler, dan perlekatan antar sel yang lebih
lemah. Ecchymosis tidak berbahaya dan tidak meningkatkan rasa sakit atau infeksi. Namun,
pasien harus diperingatkan bahwa ekimosis dapat terjadi karena jika mereka bangun pada hari
kedua pasca operasi dan melihat memar di pipi, daerah submandibular, atau leher anterior,
mereka mungkin menjadi khawatir. Kecemasan ini mudah dicegah dengan instruksi
pascaoperasi. Biasanya timbulnya ekimosis adalah 2 sampai 4 hari setelah operasi dan biasanya
sembuh sepenuhnya dalam 7 sampai 10 hari.1

Fraktur.
1. Fraktur mahkota gigi.
Fraktur mahkota gigi selama pencabutan mungkin sulit dihindarkan pada gigi dengan
karies besar sekali atau restorasi besar. Namun hal ini sering juga disebabkan oleh tidak tepatnya
aplikasi tang pada gigi, bila tang diaplikasikan pada mahkota gigi bukan pada akar atau masa
akar gigi, atau dengan sumbu panjang tang tidak sejajar dengan sumbu panjang gigi. Juga bisa
disebabkan oleh pemilihan tang dengan ujung yang terlalu lebar dan hanya memberi kontak satu
titik sehingga gigi dapat pecah bila ditekan. Dapat pula disebabkan karena tangkai tang tidak
dipegang dengan kuat sehingga ujung tang mungkin terlepas/bergeser dan mematahkan mahkota
gigi. Selain itu juga fraktur mahkota gigi bisa disebabkan oleh pemberian tekanan yang
berlebihan dalam upaya mengatasi perlawanan dari gigi. Untuk itulah operator harus bekerja
sesuai dengan metode yang benar dalam melakukan Odontektomi. Tindakan penanggulangannya
dapat dilakukan dengan memberitahukan kepada pasien bahwa ada gigi yang tertinggal
kemudian dicari penyebabnya secara klinis dengan melalui bantuan radiografi. Pemeriksaan
dengan radiografi dilakukan untuk memperoleh petunjuk yang berguna untuk mengidentifikasi
ukuran dan posisi fraktur gigi yang tertinggal. Selanjutnya operator mempersiapkan alat yang
diperlukan untuk menyelesaikan pencabutan dan menginformasikan perkiraan waktu yang
diperlukan untuk tindakan tersebut. Sedangkan metode yang digunakan bisa dengan cara
membelah bifurkasi (metode tertutup) atau dengan dengan pembedahan melalui pembukaan flap
(metode terbuka).
2. Fraktur akar gigi.
Fraktur yang menyebabkan fraktur mahkota mungkin juga menyebabkan fraktur akar.
Meskipun idealnya semua fragmen akar harus dikeluarkan, tetapi alangkah bijaksana untuk
meninggalkannya pada keadaan-keadaan/kasus-kasus tertentu. Akar gigi dapat dianggap sebagai
fragmen akar gigi bila kurang dari 5 mm dalam dimensi terbesarnya. Pada pasien yang sehat sisa
akar dari gigi sehat jarang menimbulkan masalah dan dalam kebanyakan kasus fragmen akar
tersebut boleh ditinggalkan kecuali bila posisinya memungkinkan untuk terlihat secara jelas.
Pencabutan dari 1/3 apikal akar palatal molar atas bila harus mengikut sertakan pembuangan
sejumlah besar tulang alveolar dan mungkin dipersulit dengan terdorongnya fragmen kedalam
sinus maxlillaris atau menyebabkan terbentuknya fistula oro antral pada kebanyakan kasus lebih
baik dipertimbangkan untuk ditinggalkan dan tidak diganggu. Dan jika diindikasikan untuk
dikeluarkan sebaiknya didahului dengan pemeriksaan radiografi dan dilakukan oleh operator
yang berpengalaman dengan menggunakan teknik pembuatan flap. 2
3. Fraktur tulang alveolar.
Fraktur tulang alveolar dapat disebabkan oleh terjepitnya tulang alveolar secara tidak sengaja diantara
ujung tang pencabut gigi atau konfigurasi dari akar gigi itu sendiri, bisa pula bentuk dari tulang alveolar
yang tipis atau adanya perubahan patologis dari tulang itu sendiri. Penanggulangannya dengan cara
membuang fragmen alveolar yang telah kehilangan sebagian besar perlekatan periosteal dengan
menjepitnya dengan arteri klem dan 5 melepaskannya dari jaringan lunak. Selanjutnya bagian yang tajam
bisa dihaluskan dengan bone file dan dapat dipertimbangkan apakah diperlukan penjahitan untuk
mencegah perdarahan.1

4. Fraktur gigi yang berdekatan atau gigi antagonis.


Fraktur seperti ini dapat dihindarkan dengan cara pemeriksaan pra operasi secara cermat apakah gigi yang
berdekatan dengan gigi yang akan dicabut mengalami karies, restorasi besar, atau terletak pada arah
pencabutan. Bila gigi yang akan dicabut merupakan gigi penyokong jembatan maka jembatan harus
dipotong dulu dengan carborundum disk atau carborundum disk intan sebelum pencabutan. Bila gigi
sebelahnya terkena karies besar dan tambalannya goyang atau overhang maka harus diambil dulu dan
ditambal denga tambalan sementara sebelum pencabutan dilakukan. Tidak boleh diaplikasikan tekanan
pada gigi yang berdekatan selama pencabutan dan gigi lain tidak boleh digunakan sebagai fulkrum untuk
elevator kecuali bila gigi tersebut juga akan dicabut pada kunjungan yang sama. Gigi antagonis bisa
fraktur jika gigi yang akan dicabut tiba-tiba diberikan tekanan yang tidak terkendali dan tang membentur
gigi tersebut. Teknik pencabutan yang terkontrol secara cermat dapat mencegah kejadian tersebut.
Penggunaan mouth gags dan penyangga gigi yang tidak bijaksana dapat menyebabkan kerusakan pada
gigi lain selain gigi yang akan dicabut, terutama pada anastesi umum. Adanya gigi dengan restorasi besar
atau gigi goyang, mahkota tiruan atau jembatan harus dicatat dan diperhatikan oleh anastesi. Gigi-gigi
tersebut harus dihindarkan bila mungkin dan mouth gags/pengganjal gigi dipasang ditempat yang aman
dari hal-hal diatas.1

5. Fraktur mandibula.

Fraktur mandibula dapat terjadi bila digunakan tekanan yang berlebihan dalam mencabut gigi.
Bila tidak dapat dicabut dengan tekanan sedang maka harus dicari penyebabnya dan diatasi. Selain itu
juga bisa disebabkan oleh adanya hal-hal patologis yang melemahkan misalnya, adanya osteoporosis
senile,atrofi, osteomyelitis, post terapi radiasi atau osteo distrofi seperti osteitis deforman, fibrous
displasia, atau fragile oseum. Fraktur mandibula pada saat Odontektomi bisa pula disebabkan oleh gigi
yang tidak erupsi, kista atau tumor. Pada keadaan tersebut Odontektomi hanya boleh dilakukan setelah
pemeriksaan radiografis yang cermat serta dibuat splint sebelum operasi. Pasien harus diberitahu sebelum
operasi tentang kemungkinan fraktur mandibula dan bila komplikasi ini terjadi penanganannya harus
sesegera mungkin. Untuk alasan-alasan tersebut sebagian besar dapat ditangani dengan baik oleh ahli
bedah mulut. Bila fraktur terjadi pada praktek dokter gigi maka dilakukan fiksasi ekstra oral dan pasien
dirujuk secepatnya ke Rumah Sakit terdekat yang ada fasilitas perawatan bedah mulut. 10

Dislokasi.

6. Dislokasi dari gigi yang berdekatan.


Dislokasi dari gigi yang berdekatan selama pencabutan ini dapat dihindari dengan menggunakan
elevator yang tepat dan sebagian besar tekanan dititik beratkan pada septum interdental. Selama 7
penggunaan elevator jari harus diletakkan pada gigi yang berdekatan dengan gigi yang akan dicabut untuk
mendeteksi adanya kegoyangan pada gigi yang berdekatan dengan gigi yang akan dicabut.

a. Dislokasi dari sendi temporo mandibula.


Dapat terjadi pada pasien dengan riwayat dislokasi rekuren tidak boleh dikesampingkan. Komplikasi
ini pada pencabutan dapat dicegah bila pembukaan rahang bawah tidak sampai maksimal dan bila rahang
bawah dipegang (fiksasi) dengan baik oleh operator selama pencabutan. Dislokasi dapat pula disebabkan
oleh penggunaan mouth gags yang ceroboh. Jika terjadi dislokasi maka mouth gags harus dikurangi
regangannya. Cara penanggulangan dislokasi temporo mandibular joint operator berdiri didepan pasien
dan menempatkan ibu jarinya kedalam mulut pada Krista oblique eksterna, dilateral gigi molar bawah
yang ada, dan jari-jari lainnya berada ditepi bawah mandibula secara ekstra oral, tekan kebawah dari
kedua ibu jari, kemudian dorong ke posterior, kemudian lepaskan sehingga rahang oklusi selanjutnya
dilakukan fiksasi dengan elastic verban (fiksasi ekstra oral). Kemudian pasien diingatkan agar tidak
membuka mulut terlalu lebar atau menguap terlalu sering selama beberapa hari pasca operasi. Perawatan
dislokasi temporo mandibular joint tidak boleh terlambat karena dapat menyebabkan spasme otot
akibatnya mempersulit pengembalian sendi temporo mandibular joint pada tempatnya kecuali dibawah
anastesi umum.14

Kerusakan pada gusi. Dapat dihindari dengan pemilihan tang secara cermat serta teknik Odontektomi
yang baik. Bila gusi menempel pada gigi yang akan dicabut dari soketnya, gusi harus dipisahkan secara
hati-hati dari gigi dengan menggunakan r aspatorium (dengan gunting/scalpel) sebelum gigi dikeluarkan.
Kerusakan pada bibir. Bibir bawah dapat terjepit diantara pegangan tang dengan gigi anterior, bila tidak
diperhatikan dengan baik. Tangan operator yang terampil dapat membuat bibir bebas dari kemungkinan
tersebut. 1

Kerusakan saraf. Kerusakan saraf alveolaris inferior. Kerusakan dapat dicegah atau dikurangi hanya
dengan diagnosis pra operasi dan pembedahan secara cermat. Kerusakan saraf mentalis. Kerusakan saraf
mentalis dapat terjadi selama Odontektomi premolar bawah atau oleh infeksi akut jaringan disekitarnya.
Kerusakan saraf lingualis. Saraf lingualis dapat rusak oleh pencabutan dengan trauma yang besar pada
gigi molar bawah dimana jaringan lunak lingual terkena bor sebelum pembuangan tulang. Kerusakan
pada lidah dan dasar mulut. Lidah dan dasar mulut tidak akan mengalami kerusakan jika aplikasi tang dan
penggunaan elevator dilakukan secara hati-hati dan terkontrol. Komplikasi ini lebih banyak terjadi pada
Odontektomi dengan anastesi umum. Jika operator menggunakan elevator tanpa kontrol yang tepat maka
dapat meleset mengenai lidah atau dasar mulut, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
Perdarahan dapat diatasi dengan menarik lidah dan penjahitan.1

Fistula oro antral . Terjadinya fistula oro antral. Bila terjadi komplikasi tersebut maka harus
segera dilakukan penutupan dengan flap muko periosteal (merujuk ke ahli bedah mulut/THT). 14

Dry Socket. Keadaan klinis merupakan osteitis yang terlokalisir yang melibatkan semua atau
sebagian tulang padat pembatas soket gigi atau lamina dura. Penyebabnya tidak jelas tetapi
terdapat banyak faktor predisposisi seperti faktor infeksi sebelum, selama atau setelah
Odontektomi merupakan faktor pemicu namun banyak 12 juga gigi dengan abses dan infeksi
dicabut tanpa menyebabkan dry socket. Meskipun benar bahwa setelah penggunaan tekanan
yang berlebihan
selama Odontektomi dapat menimbulkan rasa sakit yang berlebihan tetapi ini tidak selalu terjadi,
dan komplikasi ini dapat juga terjadi pada Odontektomi yang sangat mudah. Banyak ahli
menduga bahwa pemakaian vaso konstriktor dalam larutan anastesi lokal dapat memicu
terjadinya dry socket dengan mempengaruhi aliran darah dalam tulang, dan keadaan ini lebih
sering terjadi pada Odontektomi dibawah anastesi lokal dibandingkan dengan anastesi umum.
Komplikasi dry socket lebih sering terjadi pada Odontektomi bawah dari pada gigi atas. Cara
penanggulangannya bila terjadi dry socket adalah ditujukan untuk menghilangkan sakit dan
mempercepat penyembuhan. Soket harus diirigasi dengan larutan normal saline hangat dan
semua bekuan darah degenerasi 21 dikuret. Tulang yang tajam dihaluskan dengan bone
file/knabel tang kemudian diberi resep antibiotika dan analgetika yang adekuat.15

Sinkop. Sinkop (takut berlebihan/over ansieti). Serangan sinkop ini mempunyai gejala-gejala
pusing, lemah, mual diiringi kulit menjadi pucat, dingi dan berkeringat kemudian dilanjutkan
dengan kehilangan kesadaran. Pertolongan pertama harus dilakukan dengan secepatnya dan
sedetikpun pasien tidak boleh lepas dari pengawasan/kehilangan komunikasi verbal. Kepala
pasien direndahkan dengan merubah posisi sandaran kursi. Pakaian pasien dilonggarkan, kepala
dimiringkan perhatikan jalan nafas. Jika pasien sudah sadar baru diberikan cairan yang
mengandung glukosa. Biasanya kesembuhan pasien spontan dan terkadang Odontektomi dapat
dilanjutkan. Jika kesadaran tidak kembali maka pertolongan pertama harus segera diberikan
karena penyebab pingsan mungkin bukan berasal dari sinkop. Dan harus segera diberikan
oksigen serta pertolongan medis lain harus segera dipanggil. Bila pernafasan terhenti dengan
tanda-tanda otot skelet menjadi lemah dan pupil dilatasi (melebar) maka pasien harus segera
dibaringkan dilantai dan jalan nafas harus dilapangkan dengan mengeluarkan semua peralatan
atau benda asing dan kemudian dilakukan resusitasi.14

KAJIAN AKSIOLOGI
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “axios” yang berarti nilai dan “logos” yang
berarti teori. Jadi, aksiologi adalah teori nilai. Aksiologi didefinisikan sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Aksiologi adalah kajian dengan
pendekatan “makna” atau “definisi” atau “nilai”. Pendekatan aksiologis mencoba memberikan
nilai plus atau minus, bermanfaat atau tidak bermanfaat, menguntungkan atau merugikan setiap
topik yang diangkat. Studi aksiologi sangat penting bagi orang, organisasi, institusi dan individu
yang terlibat.16
Dalam tinjauan aksiologi, penanganan kasus odontektomi secara komprehensif akan
menghasilkan komplikasi yang seminimal mungkin bagi pasien tanpa perlu intervensi
penanganan segera selanjutnya. Tugas dokter gigi untuk melakukan setiap tindakan secara tepat,
benar, teliti dan berhati-hati dengan memperhatikan prosedur standar dalam melakukan tindakan
tindakan odontektomi. Sehingga dengan demikian dapat menghindari timbulnya komplikasi serta
mencegah keadaan darurat medik. Meskipun tidak mungkin mencegah segalanya secara
sempurna tetapi insiden dan efeknya dapat dikurangi semaksimal mungkin. 17
Persiapan praoperatif yang baik harus direncanakan sejak dimulai dari anamnesa yang
cermat, diagnosis yang tepat, benar dengan mengacu kepada prinsip-prinsip pembedahan.
Disamping itu sebagai alat (sarana penunjang standart medis) untuk tindakan operasi harus
dipersiapkan sebelum tindakan operasi akan mencegah kemungkinan timbulnya kesulitan selama
tindakan sekaligus mendukung keberhasilan operasi. Komplikasi pasca operasi hanya dapat
didiagnosis segera setelah tindakan dan harus dapat diatasi secepatnya secara efektif setelah
penyebabnya diketahui pasti. Oleh karena itulah maka seorang dokter gigi harus memiliki
kemampuan yang terlatih dalam mengatasi timbulnya komplikasi pasca operasi. Serta mampu
melakukan tindakan yang efektif, tepat, dan cepat guna mengantisipasi timbulnya keadaan yang
mengarah kepada keadaan gawat darurat medis. 18

KESIMPULAN
Kajian filosofis manajemen penanganan pasien dengan komplikasi odontektomi dalam
praktik kedokteran gigi adalah kajian yang dalam dan menyeluruh, meliputi aspek ontologi,
epistemiologi, dan aksiologi. Seperti dalam kasus darurat medis, cara terbaik untuk mengelola
komplikasi bedah adalah dengan mencegahnya terjadi. Pencegahan komplikasi bedah idealnya
dicapai dengan penilaian pra operasi menyeluruh dan rencana perawatan komprehensif diikuti
dengan pelaksanaan prosedur bedah yang cermat. Hanya ketika ini dilakukan secara rutin, dokter
gigi berharap untuk sedikit komplikasi. Namun, dengan perencanaan dan penggunaan teknik
bedah yang sangat baik, komplikasi kadang-kadang masih terjadi. Dalam situasi di mana dokter
gigi telah merencanakan dengan hati-hati. Untuk meminimalkan komplikasi, ahli bedah harus
selalu mengikuti prinsip dasar bedah. Harus ada visualisasi yang jelas dan akses ke lapangan
operasi,
yang membutuhkan cahaya yang cukup, retraksi dan refleksi jaringan lunak yang memadai
(termasuk bibir, pipi, lidah, dan flap jaringan lunak), dan suction yang memadai. Gigi yang akan
dicabut harus memiliki jalur yang tidak terhalang untuk dicabut. Dokter gigi harus mengikuti
prinsip-prinsip asepsis, penanganan atraumatik jaringan, hemostasis, dan debridement luka
secara menyeluruh setelah prosedur pembedahan. Pelanggaran prinsip-prinsip ini dapat
menyebabkan peningkatan insiden dan keparahan komplikasi bedah. Secara keseluruhan,
pencegahan komplikasi harus menjadi tujuan utama. Ketika komplikasi memang terjadi,
manajemen yang terampil adalah persyaratan paling penting dari ahli bedah yang kompeten.
REFERENCES
1. Goswami, Ahana. 2020. A General Overview of Post Extraction Complications-
Prevention, Management and Importance of Post Extraction Advices. Fortune J Health
Sci 2020; 3 (3): 135-147
2. Kumbargere Nagraj, Sumanth , Eachempati Prashanti. 2019. Interventions for treating
post-extraction bleeding. The Cochrane Collaboration. Published by John Wiley & Sons,
Ltd. Department of Oral Medicine and Oral Radiology, Faculty of Dentistry, Melaka-
Manipal Medical College, Manipal Academy of Higher Education (MAHE), Manipal,
Melaka, Malaysia

3. Hupp, James. 2019. Contemporary Oral And Maxillofacial Surgery. by Mosby, Inc., an
affiliate of Elsevier.
4. Darman M. Filsafat Ilmu. Ontologi, Epitimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu
Pengetahuan. 2019; 57-76
5. Wahana P. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta. Pustaka Diamond. 2016;1-12.
6. Suriasumantri, Jujun S. Filsafat ilmu – sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan; 1999
7. Hasnaoui, N., Gérard, E., Simon, E., & Guillet, J. 2017. Massive Bleeding After a Tooth
Extraction: Diagnosis of Unknown Arteriovenous Malformation of the Mandible, a Case
Report. International Journal of Surgery Case Reports, 38, 128-130.
doi:10.1016/j.ijscr.2017.07.033. (diakses pada 18 November 2018)
8. Rahman, Kartika Mega., Amir, Darwin., Noer, Mustafa. 2017. Efek Odontektomi
Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertansi. Jurnal Kesehatan Andalas
Vol 6 No 1. (diakses pada 18 November 2018). Tersedia di:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/645
9. Neal JM, Moore UJ, Meechan JG. Haemostatis part 1: The management of postextraction
haemorrhage. Oral Surgery; 2014: 41 : 290-4.
10. UJ Moore, Principle of Oral and Maxillofacial Surgery, 5 ed Blackwell Science, United
Kingdom, 2001.
11. Lam Philip W., Tadros Manal andW. Ignatius, Mandibular osteomyelitis due to
Raoultella species, JMM Case Reports 2018;5
12. Eida Vitria, Evy.2011. Evaluasi dan penatalaksanaan pasien medically-compromised di
tempat praktek gigi. Dentofasial Jurnal, Vol.10, No.1, Februari 2011:47-54
13. Riski Saputra, Dwi. 2020. Minor Oral Surgery and Dental Extraction Procedures
Management of Patients with Antithrombotic Drugs Administration. dentika Dental
Journal, Vol 23, No. 1, 2020: 1-5
14. Peterson, L.J.,: Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 2008, 3nd.ed., Mosby-St
Louis-Baltimore-Boston-Chicago-Philadelphia-Sydney-Toronto, hal186-224 dan 269-
295.
15. Mamoun, John. 2018. Dry Socket Etiology, Diagnosis, and Clinical Treatment
Techniques. J Korean Assoc Oral Maxillofac Surg 2018;44:52-58
16. Agung IGAA, Maba IW, Legawa IM. “Filsafat Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Gigi”.
Denpasar : Universitas Mahasaraswati Denpasar. 2018.
17. Igelbrink, Sebastian, Stefan Burghardt. 2018. Secondary Bleedings in Oral Surgery
Emergency Service: A Cross-Sectional Study. International Journal of Dentistry Volume
18. Hasan, Sajid , Mahmuda Akhter. 2019. Evaluation of post-extraction bleeding in patients
taking low dose aspirin. Update Dental College Journal (UpDCJ) Oral Maksilofasial
Surgery : ISSN 2226-8715 eISSN 2307-3160.

Anda mungkin juga menyukai