DISUSUN OLEH :
2022 - 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita ucapkan kepada Allah SWT yang hingga saat ini masih
memberikan kita nikmat iman dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “ Post Truth, Hoax, dan Pengaruhnya Bagi Generasi Milenial”. Makalah ini ditulis
untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Selain itu, bertujuan untuk
menjelaskan hoax di era post truth dan pengaruhnya bagi generasi milenial.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Dr. Akhiyat, S. Ag., M. Pd
selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia. Berkat tugas ini, dapat menambah wawasan
kami berkaitan dengan topik yang diberikan. Kami juga menyampikan terima kasih kepada
pihak – pihak yang bersangkutan dan ikut andil dalam proses penyusunan makalah ini.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini
masih banyak dilakukan pembenahan. Oleh karena itu, kami memohon maaf atas kesalahan
dan ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Kami juga berharap
adanya kritik dan saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. ii
Tujuan iv
BAB II PEMBAHASAN 1
B. Pengertian Hoax
A. Kesimpulan 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Fenomena hoax di era Post Truth masih menyebar dan menjadi konsumsi
netizen setiap hari. Di satu sisi, banyak orang yang ragu terhadap informasi yang
disebar di media sosial. Namun, di sisi lain, hoax menunjukkan masyarakat agar
mudah percaya pada beragam informasi di media sosial. Masyarakat dikondisikan
untuk mengabaikan fakta yang terjadi. Hal yang dipercaya seperti berita, opini, atau
kasus yang disebar sering meskipun fakta mengungkapkan yang sebaliknya.
Oleh karena itu, solusi apa agar permasalahan ini bisa diatasi? Peran
pemerintah pun perlu agar membantu untuk memberikan solusi atau tindakan. Dengan
adanya tindakan pemerintah fenomena ini dapat teratasi sedikit demi sedikit.
1
KBBI, berarti kuat, kokoh, utuh, atau murni
2
KBBI, berarti perihal dapat dipercaya
1.3 Tujuan
1. Agar lebih memahami tentang post truth
2. Lebih berhati hati dalam bersosial media
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah post-truth dicermati dari sisi etimologi, berasal dari kosa kata berbahasa
Inggris. Dalam Oxford Dictionary disebutkan post artinya after (setelah) sebagaimana
dijelaskan dalam kosa kata post-mortem yang diartikan dengan review of anevent
after it hashappened (simpulan atas sebuah peristiwa setelah peristiwa itu terjadi) (
Manser, 1996, hal. 322) dan truth artinya quality orstate of being true (kualitas atau
dalam keadaan benar atau kebenaran)3.
Truth merupakan kata benda dari kata sifat, true. Jadi, post-truth artinya
setelah atau pasca - kebenaran.4 Kemudian disebut era post-truth atau era (pasca-
kebenaran) karena dalam rentang masa ini penggunaan akal yang melandasi
kebenaran dan pengamatan fakta sebagai pengukuran obyektifitas seakan-akan tak
penting dalam mempengaruhi opini, pemikiran, maupun perilaku publik. Dalam
rentang masa ini, orang mempengaruhi publik dengan cara menomor satukan
sensasionalitas dan membombong emosionalitas (Haryatmoko, 2018). Publik lebih
tertarik dengan kehebohan sebuah berita, begitu juga mereka lebih terpengaruh
dengan berita dan hal-hal yang menyentuh perasaan, seperti membuat rasa gembira,
melahirkan sikap sedih, kecewa, marah, dan seterusnya. Publik akan lebih sensitif jika
disentuh sedikit emosinya.
3
(Manser,1996).
4
Zenius. Net
5
Seorang penulis skenario, dramawan, dan novelis Serbia-Amerika
belakangan ini,tepatnya tahun 2016. Pada tahu ntersebut, post-truth menjadi istilah
yang booming yakni tercatat penggunaan istilah tersebut oleh publik dunia mengalami
kenaikan hampir 2000 persen dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya sehingga
istilah post-truth ini dinobatkan sebagai word of theyear (Kholiludin, 2018).
Popularitas istilah era post-truth kemudian berpengaruh pada nalar publik dunia,
termasuk Indonesia, karena didukung banyak hal.
B. Pengertian Hoax
Kata hoax dikenal dan dipakai di Inggris pada abad ke – 18 bersamaan dengan
terbitnya buku A Glossary: Or, Collection of Words, Phrases, Names dan Allusions
to Customs yang ditulis oleh Robert Nares tahun 1822. Ia menulis mengenai asal-
muasal kata hoaks. Menurutnya hoaks berasal dari kata “hocus” dalam “hocus
pocus”. Menurutnya, hocus pocus adalah mantra yang diucapkan oleh para penyihir.
Kata hocus pocus diambil dari salah satu nama penyihir di Italia yang terkenal yaitu
Ochus Bochus. Kemudian dipakai oleh para pesulap untuk pertunjukan di dalam trik
mereka. Dalam bukunya, Robert mengatakan bahwa mantra tersebut beraal dari kata
hoaks. Menurut Robert, hoaks adalah kabar bohong yang dibuat untuk melucu. Selain
itu, hoaks sengaja dibuat dengan tujuan membuat membuat bingung penerima
informasi dengan maksud menghibur berupa candaan.
Sebenarnya hoaks buan hal baru di Indonesia, sudah ada sejak zaman dahulu,
bahkan sebelum ada internet.
6
Hoax (kominfo.id)
7
Gramedia. com
Sering kali dibuat sengaja. Konten jenis ini dibuat menjelek – jelekkan
seseorang atau sesuatu. Dibuat dengan memanfaatkan informasi asli.
8
Jurnal IAIN Kudus
Inggris diartikan dengan trick play on something for a joke9 (trik bermain dengan
menggunakan sesuatu untuk sebuah lelucon atau kebohongan) (Manser, 1996),
sedangkan memaknai hoax secara umum adalah berita atau informasi palsu. Hoax
biasanya digunakan pihak-pihak tertentu untuk rnenyulut kebencian, ketegangan,
bahkan konflik. Hoax disampaikan melalui narasi yang hiperbolis, dibesar-besarkan
dan dilebih-lebihkan, tetapi miskin data. Narasi semacam ini disusun untuk
mempermainkan emosi sosial publik sehingga mereka dengan cepat tergerak untuk
menanggapi dengan cara menyukai, mengikuti, membenci, menolak, membagikan,
dan lain-lain.
Tujuan beberapa contoh pernyataan yang telah diputus sebagai hoax selama
tahun 2017, di antaranya ungkapan tak bertanggung jawab dari Muhammad Tamim
Pardede tentang penilaiannya terhadap presiden RI, Joko Widodo, dan Kapolri Tito
Karnavian. Dia menyatakan dalam sebuah unggahan videonya di youtube bahwa
Jokowi berpihak pada blok komunis dan Tito Karnavian adalah antek Jokowi yang
juga berpaham komunis; juga ungkapan miskin data dari Jonru Ginting saat
diumumkan Quraish Shihab akan menjadi khatib led al-Fitri di Masjid Agung Istiqlal
tahun kemarin, dia mengunggah pernyataannya dalam media sosial soal
ketidaklayakan Shihab menjadi khatib karena pendapatnya tentang wanita Muslim tak
perlu berjilbab. Kemudian dia mengajak agar umat Islam tidak salat led di Istiqlal jika
khatibnya Quraish Shihab.12
9
terjemah
10
Umpan klik
11
Suatu kecenderungan bagi orang – orang yang mencari bukti untuk mendukung pendapat
atau sebaliknya
12
News. Com (2017)
Media sosial daring dengan jenis yang macam-macam adalah media paling
efektif penyebar hoax. Melalui media tersebut, berbagai informasi termasuk hoax bisa
diakses dengan cepat oleh dan dari siapapun, dimanapun, dan kapanpun, nyaris tanpa
ada hambatan. tentang hoax seakan-akan telah menjadi wabah yang menyebar dan ada
di mana-mana. Hal ini diperparah lagi dengan budaya publik bernalar post-truth yang
cenderung menghendaki segala kemudahan dalam berinteraksi lewat media sosial
daring, mereka seringkali menerima informasi apa adanya, no-filter dan no-koreksi.
Informasi yang didapatkan melalui media sosial dijadikan sebagai dasar kebenaran,
sekaligus dijadikan dasar untuk mengambil sikap dan menentukan perilaku sendiri
maupun orang lain. Saat ini hoax bermetamorfosis menjadi fakta yang dijadikan dasar
untuk menghadapi realitas di sekitarnya. Temuan Adlina (2018) menunjukkan bahwa
melalui berita hoax yang beredar di instragam melalui akun-akun tertentu mampu
mempengaruhi pola keberagamaan seseorang, misalnya pada postingan ''jika anda
dihina seseorang, silahkan anda maafkan dia, namun jika Allah SWT dan Rasulullah
saw dihina orang, anda tidak berhak memaafkannya". Postingan tersebut menggiring
seseorang untuk menghalalkan segala cara termasuk tindakan-tindakan anarkis dan
radikal yang diklaim sebagai tindakan membela keyakinan mereka.
13
Youngontop.com
Posmodernisme atau posmodern14 sebagai fase filsafat pasca modern yang
memiliki karakterisktik khusus, yaitu pertama, menganggap segala realitas adalah
konstruksi ideologis (kepentingan tertentu), semiotik (berkaitan dengan lambang atau
simbol), dan artifisial (kepura-puraan). Kedua, skeptis terhadap segala bentuk
keyakinan tentang obyektivitas. Ketiga, cara pandang yang melihat realitas dari sudut
oposisi binair - pun - (either - or) dianggap tak lagi memuaskan maka posmoderen
cenderung berkeyakinan bahwa realitas seharusnya ditangkap dan dikelola dengan
banyak cara dan sistem (pluralisme). Keempat, melihat potensi dan kemampuan
manusia secara holistis, tidak hanya terbatas pada kemampuan rasionalitas yang
berfondasikan akal dan kemampuan empirisitas yang berdasarkan indera saja, namun
manusia juga berbekal kemampuan spiritualitas dan emosionalitas. Kelima,
menghargai liyan (otherness) secara lebih luas yang tidak dibahas atau bahkan
dipinggirkan oleh wacana modern, seperti: perempuan, tradisi lokal, paranormal,
agama, dan lain-lain. Keenam, paham tentang sistem dengan konotasi otonom
cenderung dianggap kurang relevan diganti dengan jaringan, relasionalitas, dan
bergerak dinamis15.
14
Mediapeneliti.com
15
(Sugiharto, 2002, hal. 52).
tanpa sekat ruang dan waktu dan tanpa diliputi kekhawatiran atas akibat yang
mungkin ditimbulkannya. Hasilnya, dunia maya menjadi semakin semarak dan dunia
nyata semakin sepi dan seakan-akan kehilangan fungsi utamanya.
16
(Deal & Beal, 2004, hal. 64)
17
(Abuddin, 1998, hal. 10-14; Wahyudin, Pradisti, Sumarsono, & Zulaikha, 2013),
tipe religiusitas pragmatis yang mengandalkan gerakan fisik dan praktis didasarkan
pada rasionalitas instrumental; Kedua, tipe religiusitas gnostik yang mengedepankan
aspek mental dan reflektif didasarkan pada rasionalitas teoritis; Ketiga, tipe
religiusitas eksperiensal yang mencari bukti dan manifestasi berupa atau berkaitan
dengan penyaksian18.
Etika komunikasi Islam dalam membendung informasi hoax di ranah publik maya
juga sudah diatur sedemikian rupa diantaranya adanya prinsip ikhlas, prinsip pahala
dan dosa, prinsip kejujuran, prinsip kebersihan, prinsip berkata positif, prinsip hati,
lisan dan perbuatan, prinsip dua telinga dan satu mulut, prinsip pengawasan, prinsip
selektifitas dan validitas, prinisp saling mempengaruhi yang baik, prinsip
kesemibangan berita dan prinsip privasi.21
20
Ib.times
21
(Istriyani & Widiana, 2016).
Hubungan yang merepresentasikan pertemuan dan kerjasama riil dibutuhkan,
sebagai ruang antara arena membuktikan dan memecahkan permasalahan yang tidak
bisa terwadahi dalam ruang publik maya. Beberapa fenomena di media sosial saat ini
menggambarkan tentang ketidaksepakatan masyarakat berkaitan dengan postingan,
maka biasanya langsung klik unfriend22. Unfriend identik dengan memusuhi dan di
media sosial tidak ada wadah untuk konfirmasi. Di dunia nyata itulah mesti
melakukannya. Di dunia maya hanya ada dua pilihan secara kaku yang berbeda
dengan di dunia nyata dan pada saat tertentu, ketika sepakat dapat berteman baik
tetapi kadang- pada suasana lain ketika tidak sepakat, bisa tidak berteman sekaligus.
Apalagi berkaitan dengan permasalahan pembelajaran agama, tanpa ada pertemuan
tatap muka secara langsung rnaka seringkali persoalan tersebut tak terpecahkan,
bahkan bisa rnernunculkan pernaharnan yang sebaliknya.
24
KBBI adalah: terjadi dari atau ditandai oleh dua benda atau dua bagian; serba dua
Sarasehan dibuka oleh Kepala BNPT Komjen Polisi Suhardi Alius dengan
pembicara kunci Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI
Wiranto yang menyampaikan dukungan serta aksi nyata pemerintah menangkal
penyebaran hoax. Dalam pengamatan Eko Sulistyo, narasi berita atau simbolisasi
yang mengandung unsur hoax terdiri dari dua level.
"Level pertama propaganda yang bertujuan mempengaruhi pikiran dengan
ideologi radikalisme. Pada level kedua yakni agitasi dengan narasi. Agitasi ini yang
mengarah pada penggerakan aksi secara langsung," jelas Eko25.
Ia juga memaparkan soal meluasnya hoax di Indonesia didasari beberapa penyebab,
yakni gerakan berideologi radikal dan ekstrim anti pancasila, kemajuan teknologi
informasi, perubahan dan perbaikan sistem oleh pemerintah Jokowi-JK, serta
kompetisi politik yang berlarut-larut.
Dalam hemat Eko berharap, nantinya Indonesia bisa memiliki mesin
hoaxbuster dengan database lengkap yang secara otomatis meredam informasi dan
penyebaran hoax. Diakuinya saat ini, kapasitas pemerintah untuk mengawasi isu yang
berisi hoax masih sangat terbatas.
Begitu pun adanya kelemahan pada undang-undang terorisme, karena
memiliki unsur penegakan hukum yang membuat kepolisian Densus 88 melakukan
penangkapan pelaku terorisme apabila memiliki bukti. Dirjen Informasi dan
Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Rosarita Niken
Widiastuti menjelaskan, pencegahan hoax dapat dilakukan melalui literasi media,
penegakan hukum, dan fact checking.
"Bila ada informasi salah, buat lagi informasi yang berisi kebenaran dan
faktual," ungkap Rosarita. Selain menyarankan agar masyarakat melaporkan berita
hoax ke pihak kepolisian dengan jerat Undang-undang No.11/2008 Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE), yang bunyinya ; siapa pun masyarakat yang membuat
konten negatif, ujaran kebencian, hoax dan menyebarkannya bisa dikenakan hukuman
tahanan dan denda.
"Terakhir, cek kebenaran berita lewat website Jaringan Pemberitaan
Pemerintah (JPP) Kominfo di situs www.jpp.go.id," kata mantan Direktur Utama
Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia itu.
Menurut kominfo, ada 3 langkah jangka pendek untuk memerangi hoax :
1. Penegakkan hukum
"Kita punya hukum, tegakkan. Jangan tebang pilih," kata Nukman. Indonesia
memiliki sejumlah instrumen hukum untuk mengatasi berita bohong, seperti
Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) dan KUHP. Menurut
dia, menegakkan hukum terkait penyebaran hoax adalah dengan menangkap
pembuatnya, bukan hanya orang yang menyebarkan kabar tersebut
25
Kompas.com
Penyebaran hoax banyak terjadi di media sosial, untuk itu ia berharap
penyelenggara platform tersebut dilibatkan untuk melawan hoax, misalnya
pemerintah memberlakukan denda bagi penyelenggara media sosial yang tidak
melakukan langkah yang cukup untuk meredam informasi tidak benar.
3. Edukasi masyarakat
Selain itu, perlu ada edukasi bagi masyarakat untuk melapor bila menemukan
hoax dan pelakunya. Pengguna internet dapat melapor keaduan konten
@mail.kominfo.go.id dengan menyertakan tautan dan foto gambar tersebut.
Selain melalui jalur pemerintah, sekarang ini muncul gerakan masyarakat yang
peduli terhadap peredaran berita palsu, antara lain adalah Masyarakat Indonesia
Anti Hoax.
Ketiga langkah yang disebutkan di atas, menurut Nukman, adalah langkah jangka
pendek untuk melawan hoax. Untuk jangka panjang, ia menyarankan literasi
masyarakat mengenai informasi, media dan media sosial. Ia menilai masyarakat
Indonesia tergolong rendah literasi ketiga hal itu.
H. Dampak dan Bahaya dari Berita Bohong (Hoax) bagi Generasi Milenial di
Indonesia
Beberapa remaja kini merasa enggan untuk memastikan lagi tentang keaslian
berita yang diterimanya dari sumber lain26. Hal ini dirasa kurang penting bagi
beberapa mahasiswa karena hanya menghabiskan waktu dan tenaga saja. Tanggapan
berbeda dari mahasiswa lainnya, apabila objek yang diberitakan menarik baginya,
maka berita yang didapatnya akan lebih diamati dan mencari kebenarannya atau
informasi-informasi yang falid terlebih dahulu sebelum membagikan berita tersebut
ke orang lain. Dalam menganalisis sebuah berita, sebagian besar mahasiswa
sebenarnya telah mengetahui apa itu arti dari “hoax”, ciri-cirinya, dll. Beberapa
mahasiswa juga menyertakan pengetahuan mereka dalam menganalisis
keterpercayaan berita, ada juga yang meskipun tahu bahwa berita tersebut belum tentu
benar namun tetap menyebarkannya. Rata-rata mahasiswa memperoleh pengetahuan
mengenai hoax biasanya diperoleh dari internet dan media sosial.
Hal tersebut memiliki persamaan dengan pendapat Habermas. Proses
komunikasi dan perdebatan dalam ruang publik menurut Habermas idealnya harus
dilakukan dalam kondisi komunikasi ideal, dimana didalamnya tidak ada satupun
pihak yang boleh dibiarkan melakukan cara-cara manipulasi, pemaksaan dan
dominasi. Namuun dalam kenyataannya, dalam proses komunikasi yang berkembang
di masyarakat biasanya sering terjadi yaitu distorsi, seperti tekanan, ancaman, atau
paksaan yang menyebabkan komunikasi menjadi tidak lancar dan seimbang.
Dalam beberapa kasus, ketika pengusa ingin mempertahankan status quo, atau
ketika kekuatan kapitalisme ingin menguasai selera pasar, maka yang terjadi biasanya
yaitu proses komunikasi akan terdistorsi27 secara sistematis. Anak-anak muda yang
merupakan bagian dari digital natives, sebetulnya juga memiliki hak untuk mengakses
ruang publik dan memanfaatkannya untuk menyalurkan aspirasi sosial politik mereka
26
Kominfo.id
27
KBBI, memutar balikkan fakta
tanpa khawatir akan dihambat oleh regulasi kelas yang berkuasa melalui kelas yang
berkuasa melalui wewenang mereka membatasi kebebasan media atau melakukan
penyumbatan media komunikasi yang ada. Namun ketika anak-anak muda ini hidup
dalam habitat yang lebih banyak dikendalikan kekuatan industri komersial yang
kapitalistik, serta cita rasa atau selera anak muda lebih banyak hasil bentukan
hegemoni pasar daripada selera yang otonom, maka membayangkan kalangan digital
natives ikut ambil bagian memanfaatkan ruang publik untuk mempercepat proses
demokratisasi di Indonesia tampaknya masih jatuh dari panggang api (Sugiartati,
2014).
Munculnya berita bohong atau berita hoax dapat memberikan pengaruh atau
cara pandang bagi mahasiswa mengenai objek yang diberitakan. Apabila berita yang
didapatinya tergolong positif, maka mahasiswa yang awalnya tidak suka menjadi
menyukai objek. Sebaliknya, jika berita yang didapatinya bersifat negatif maka
mereka yang awalnya menyukai objek tersebut bisa menjadi tidak suka. Hal ini terjadi
pada berita yang terus menerus dibahas diberbagai media massa.
Hal ini dikarenakan mereka takut jika nantinya akan terjadi perdebatan yang
panjang. Ketika selang beberapa hari berita telah disebarkan dan mereka
mengetahuinya, maka terjadi dua hal yaitu, mahasiswa akan mengkonfirmasi ke
penerima pesan bahwa berita yang dikrimnya tersebut adalah berita bohong atau hoax,
ada juga yang tidak melakukan konfirmasi dengan alasan bahwa saat itu semua orang
pasti memiliki media sosial dan seiring berjalannya waktu, mereka tentu akan tahu
sendiri mengenai kebenaran berita tersebut.
28
Kominfo.id
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keseluruhan pernbahasan dapat dicatat beberapa hal penting bahwa era post-
truth adalah sebuah era politik yang mengabaikan obyektifitas dan rasionalitas,
namun lebih memercayakannya pada sikap sensasional dan emosional.
Hoax atau informasi palsu yang ditebarkan melalu media sosial daring adalah
anak kandungnya, karena hoax adalah sarana yang digunakan publik bernalar post-
truth untuk menebar ketidakbenaran. Praktik beragama, ingin menjadi lebih agamis,
belajar agama melulu melalui media sosial daring dalam iklim dunia yang semarak
hoax di era post-truth sekarang ini menyisakan persoalan.
Satu sisi di media sosial, siapapun bisa menjadi narasumber persoalan
keagamaan tanpa mengenal seleksi kompetensi, publik sebagai penerima informasi
keagamaan pun tidak pernah melakukan fact checking untuk menyaring mana
pemberitaan dan informasi keagamaan yang berbasis hoax dan bukan. Akhirnya hoax
akan mempengaruhi dan mengonstruksi cara beragama.
Beragama berbasis hoax sangat membahayakan karena tujuan hoax menebar
ketidakbenaran adalah untuk mengkotak-kotak publik, mengintensifkan ketegangan,
membuahkan perilaku kekerasan. Untuk meminimalisasi bahaya tersebut, diperlukan
upaya-upaya menumbuhkembangkan budaya konfirmasi di ruang publik nyata; fact
checking dengan melihat informasi berdasarkan logika, etika, dan guna;
membudayakan pola pikir kritis, dan bersikap terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang : Dina Utama, 1994), hal 310
Astuti, Y. D. (2009). Hubungan Antara Religiusitas dengan Gaya Penjelasan pada
Mahasiswa Muslim. Psikologika.
Aviyah, E. & M. F. (2014). Religiusitas, Kontrol Diri dan Kenakalan Remaja. Jurnal
PSikologi IndoneSia, 3(2).
Badara, A. (2012). Wacana, Teori, Metode dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Gewati, M. (2016, August 29). Minat Baca Indonesia Ada di Urutan ke-60 Dunia.
Kompas.com. Retrieved
Hendra, Rio, Bima Guntara, Dadang Dadang, Ferry Agus Sianipar dan Syaifullah
Syaifullah. 2020. Sosialisasi Dampak dan Bahaya dari Berita Bohong (Hoax) Bagi Generasi
Milenial di Indonesia: JAMAIKA: Jurnal Abdi Masyarakat.
Pakpahan, R. (2017). Analisis Fenomena Hoax diberbagai Media Sosial dan Cara
Menanggulangi Hoax. Jurnal Ilmu Sosial dan Teknologi, 479—484
Pratama, A. B. (2016, December). Ada 800 Ribu Situs Penyebar Hoax di Indonesia. CNN
Indonesia. Retrieved from http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-
182956/ada-800-ribu-situs-penyebar-hoax-di-indonesia/
Siagian, A., Kurniawan, W., & Hidayati, T. (2020). Sanksi Pidana Kenakalan Anak Sebagai
Pelaku Bulliying Menurut Uu No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidanan Anak.
Jurnal Ilmiah Humanika, 3(3), 1-11.
Silalahi. (2018). Karakteristik Strategi Crowdsourcing untuk Membatasi Penyebaran Hoaks
di Indonesia. Metacommunication: Journal of Communication Studies, 2(2).