Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

DASAR TEORI

Beberapa Sifat Cairan

2-Butanol

2-Butanol memiliki formula C4H10O. Sec-Butanol atau 2-Butanol, merupakan sebuah


cairan yang memiliki sifat mudah terbakar, tidak berwarna, dan mudah terlarut dengan
pelarut organik polar seperti eter dan alkohol lainnya. Sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh
2-Butanol adalah sebagai berikut:

 Massa molar : 74,12 g/mol


 Massa jenis : 808 kg/m³

2-Propanol

Isopropil alkohol merupakan sebutan yang sering digunakan untuk senyawa 2-Propanol
dengan formula C3H8O. Senyawa ini merupakan senyawa tak berwarna, mudah terbakar
dengan bau menyengat. Sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh 2-Butanol adalah sebagai
berikut:

 Massa molar : 60.10 g/mol


 Massa jenis : 785 kg/m³

Penguapan
Penguapan adalah proses konversi suatu zat dari fase cair atau padat menjadi fase gas
(uap). Jika kondisi memungkinkan pembentukan gelembung uap dalam cairan dapat
terjadi, proses penguapan ini disebut pendidihan (boiling). Konversi langsung dari padat
ke uap disebut sublimasi. Panas harus disuplai ke padatan atau cairan untuk
menghasilkan penguapan. Jika lingkungan tidak menyediakan panas yang cukup, panas
dapat berasal dari sistem itu sendiri sebagai pengurangan suhu. Atom-atom atau

Universitas Indonesia
molekul-molekul cairan atau padat disatukan oleh kekuatan kohesif, dan kekuatan-
kekuatan ini harus diatasi dalam memisahkan atom atau molekul untuk membentuk uap;
jumlah panas penguapan yang dibutuhkan adalah ukuran langsung dari kekuatan kohesif
ini.

Ellipsoid

Menggunakan sistem koordinat Cartesian di mana titik asal adalah pusat ellipsoid dan
sumbu koordinat adalah sumbu ellipsoid, maka persamaan implisit ellipsoid memiliki
bentuk standar:

x2 y 2 z 2
+ + =1
a b c

di mana a, b, c adalah bilangan riil positif. Apabila a=b> c , ellipsoid membentuk oblate
spheroid; sedangkan a=b< c , membentuk prolate spheroid. Bentuk sphere atau bola
adalah ellipsoid dengan nilai a=b=c . Sebagai ilustrasi, lihat gambar di bawah.

Untuk memperoleh volume dari suatu ellipsoid, digunakan persamaan

4
V = πabc
3

Universitas Indonesia
Sedangkan untuk memperoleh luas permukaan ellipsoid umum, dapat digunakan
formula pendekatan


p p p p p p
a b +a c +b c
p
S≈4 π
3

dimana dengan nilai p ≈ 1.6075 hanya menghasilkan kesalahan relative sebesar 1.061%.
Bentuk persamaan umum eksak melibatkan incomplete elliptic integral dimana hal ini
sulit untuk diterapkan.

Jenis-Jenis Panas

Panas Laten

Suatu panas laten spesifik L menyatakan jumlah energi dalam bentuk panas Q L yang
diperlukan untuk sepenuhnya mempengaruhi perubahan fase dari satuan zat dengan
massa m, biasanya 1kg. Atau dinyatakan dalam bentuk persamaan

QL
L=
m

Nilai dari L bervariasi untuk setiap zat. Sehingga, biasanya dapat dilihat pada tabulasi-
tabulasi yang tersedia di berbagai sumber. Dari definisi ini, panas yang dibutuhkan oleh
suatu zat dapat diperoleh melalui perkalian

Q L=mL

Panas Sensibel

Panas sensibel adalah panas yang dipertukarkan oleh suatu sistem termodinamika di
mana pertukaran panas mengubah suhu sistem, dan beberapa variabel makroskopik
sistem, tetapi tidak mengubah variabel makroskopis tertentu lainnya, seperti volume
atau tekanan.

Panas sensibel dari proses termodinamika dapat dihitung sebagai produk dari massa
tubuh m dengan kapasitas panas spesifiknya c dan perubahan suhu ∆ T .

Universitas Indonesia
Q S =mc ∆ T

Perpindahan Panas Konveksi

Suatu pendekatan untuk menentukan laju perpindahan panas antara suatu permukaan
dan fluida berdekatan yang sedang bergerak adalah hukum pendinginan Newton.
Menggunakan pengamatan eksperimental oleh Isaac Newton, dipostulatkan bahwa
permukaan fluks dalam konveksi berbanding lurus dengan perbedaan suhu antara
permukaan dan cairan mengalir. Atau dalam bentuk formula

q } rsub {s} ∝( {T} rsub {s} - {T} rsub {∞} ¿

Dimana q } rsub {s ¿ adalah fluks panas, T s adalah suhu permukaan, sedangkan T ∞


adalah suhu fluida yang bergerak dan jauh dari permukaan. Dengan memperkenalkan
konstanta proporsional h , yang biasa disebut dengan koefisien perpindahan panas,

q } rsub {s} =h( {T} rsub {s} - {T} rsub {∞} ¿

Persamaan ini adalah persamaan pendinginan Newton. Khususnya untuk suatu sistem
terbentuk oleh droplet dan aliran panas, maka untuk mengetahui nilai dari koefisien
perpindahan panas, persamaan di atas menjadi

h=q } rsub {s}} over {( {T} rsub {s} - {T} rsub {∞} ) ¿ ¿

dimana diketahui

q } rsub {s} = {{Q} rsub {S} + {Q} rsub {L}} over {A ¿

Maka diperoleh

QS +Q L
h=
A (T s−T ∞ )

Koefisien Perpindahan Massa


Koefisien perpindahan massa (mass transfer coefficient) dapat didefinisikan sebagai
koefisien perpindahan panas, dimana koefisien ini menentukan besar gerakan molekul-
molekul pada suatu zat yang berpindah disebabkan karena adanya gaya pendorong.

Universitas Indonesia
Pada perpindahan massa, gaya pendorongnya merupakan perbedaan konsentrasi.
Sedangkan pada perpindahan panas, gaya pendorongnya merupakan perbedaan
temperatur. Persamaan untuk perhitungan perpindahan massa adalah sebagai berikut:

hm =
( 1−1X )
Mr A C ln ⁡
ms

Dengan ṁ adalah laju alir massa, Mr adalah massa molar zat, A adalah luas permukaan
terjadinya perpindahan massa, C konsentrasi toal, dan X ms adalah fraksi mol zat di
permukaan.

Molaritas

Molaritas merupakan suatu ukuran konsentrasi larutan yang menyatakan jumlah mol
suatu zat dalam satu liter larutan. Molaritas dapat dikonversikan menjadi molalitas
dengan merubah volume larutan menjadi massa larutan. Perubahan volume menjadi
massa tersebut memerlukan data massa jenis larutan (ρ) yang dirumuskan sebagai
berikut:

m
ρ=
V

Dengan m adalah massa zat dan V adalah volume zat tersebut.

Konsenstrasi
Terdapat dua jenis konsentrasi yaitu konsentrasi massa dan konsentrasi molar pada
perpindahan massa suatu zat. Untuk konsentrasi massa, digunakan persamaan sebagai
berikut:
C A=ɷ A C T
Dengan CA adalah konsentrasi massa zat, ɷA adalah fraksi massa zat, dan CT adalah
konsentrasi total. Sedangkan untuk konsentrasi molar sebagai berikut:
C A= X A C
Dengan XA dan C masing-masing adalah fraksi mol zat dan konsentrasi total.

Universitas Indonesia
Jika tekanan P berkisar mendekati tekanan atmosfer, maka n mol gas dengan volume V
dan suhu T akan mengikuti hukum gas ideal dimana:
P V =n R T
n P
C= =
V RT
n A RT
PA=
P
PA
C A=
RT
nA P
C A=
n RT
P
C A=Y A
RT
Dengan R adalah konstanta gas ideal, P A adalah tekanan zat dalam gas, n A adalah
jumlah mol zat dalam gas, C A adalah konsentrasi mol zat dalam gas, serta Y A adalah
fraksi mol zat dalam gas.

Sedangkan tekanan yang digunakan adalah tekanan uap jenuh, karena pada peristiwa
penguapan suatu zat, perpindahan massa terjadi pada saat zat tersebut mengalami
perubahan fase dari cair menjadi gas. Tekanan uap jenuh tersebut diperoleh dengan
menggunakan Antoine Equation
B
A−
C+T
P=10
Dengan T A B C sebagai suhu
zat. 2-Butanol 4.32943 1158.672 -104.683
Nilai dari A, 2-Propanol 4.861 1357.427 -75.814 B, dan C
berbeda- beda untuk
setiap cairan. Untuk 2-Butanol dan 2-Propanol adalah sebagai berikut

Universitas Indonesia
Difusi Dalam Gas
Persamaan empiris difusi gas pada tekanan yang rendah P adalah

D AB =
[ 3.03−(0.98 /M ) ] ( 10
1 /2
AB
−3
) T 3 /2
1 /2 2
PM AB σ AB ΩD

dimana
T = Temperatur [K]
MA, MB = Berat molekul dari unsur A and B, [g/mol]
MAB = 2[(1/MA) + (1/MB)]-1
T
T* =k
ε

0.5
ε /k AB = ( ε /k A × ε /k B ) [K]

ε /k = 1.15 T b [K]

Tb = Titik didih normal cairan [K]

σ = 1.18Vb1/3

Apabila untuk sistem yang salah satu komponennya adalah udara, maka σair = 3,62Å dan
ε air/k = 97K. Untuk Ω D diperoleh menggunakan persamaan

1.06036 0.193 0.1.03587


Ω D= + ¿
+ ¿
T ¿1.56
exp ( 0.47635T ) exp ( 1.52996T )

+1.76474
¿
exp ( 3.89411T )

Sedangkan nilai dari Vb diperoleh menggunakan persamaan

V b =7 ( N C + N H + N O + N N + N DB +2 N TB ) +31.5 N Br

+24.5 N Cl +10.5 N F +38.5 N I +21 N S −7¿

Dimana N menyatakan jumlah atom pada molekul tersebut, missal N C dengan subskrip
C menyatakan jumlah atom C pada molekul tersebut. Sedangkan DB dan TB
menyatakan double bond dan triple bond. 7¿ dimasukkan dalam perhitungan apabila
molekul memeliki lsatu atau lebih ring.

Universitas Indonesia
Bilangan Nondimensional

Bilangan Reynolds

Bilangan Reynolds (Re) diperkenalkan pertama kali oleh Osborne Reynolds (1842-
1912) pada tahun 1883. Bilangan Reynolds merupakan perbandingan atau rasio antara
gaya inersia dan gaya viskos yang digunakan untuk menentukan jenis aliran laminar
atau turbulen. Bentuk persamaan tersebut adalah:

ρVL
Re =
μ

Dengan ρ adalah massa jenis fluida, V adalah laju alir fluida, L adalah panjang
karakteristik, dan μ adalah viskositas dinamik.

Untuk nilai Re yang kecil, maka gaya viskos lebih dominan sehingga akan menciptakan
jenis aliran laminar yang stabil, beraturan, dan profil kecepatan konstan. Sementara
untuk nilai Re yang besar, di mana gaya inersia lebih besar, timbul aliran turbulen yang
fluktuatif, acak, dan tidak beraturan. Sedangkan aliran transisi merupakan suatu kondisi
aliran peralihan yang membentuk laminar dan turbulen sehingga sulit untuk
mendapatkan sifat-sifat aliran fluida.

Bilangan Schmidt

Bilangan Schmidt (Sc) adalah suatu bilangan tak berdimensi yang merupakan
perbandingan antara viskositas kinematic ν dengan difusivitas massa D. Bilangan
Schmidt berguna untuk menentukan karakteristik aliran fluida bila ada momentum
secara simultan dan difusi massa selama proses konveksi. Jika besar Sc yang diperoleh
bernilai sama dengan satu, maka profil konsentrasi fluida dan profil kecepatan aliran
fluida akan sama. Bilangan Schmidt dapat diperoleh dari persamaan berikut:

v
Sc=
D

Bilangan Nusselt

Bilangan Nusselt (Nu) merupakan bilangan yang menggambarkan karakteristik proses


perpindahan panas, dan besarnya adalah perbandingan antara besar perpindahan panas

Universitas Indonesia
akibat konveksi dengan perpindahan panas akibat konduksi. Besarnya bilangan Nusselt
diperoleh melalui persamaan berikut:

hL
Nu=
k

Dengan h adalah koefisien perpindahan panas, k adalah konduktivitas panas udara dan
L adalah karakteristik panjang.

Bilangan Prandtl
Bilangan Prandtl (Pr) didefinisikan oleh Ludwig Prandtl sebagai bilangan tak
berdimensi yang membandingkan antara viskositas kinematic v dengan difusivitas
termal α suatu zat. Dalam kasus perpindahan kalor, bilangan prandtl menentukan
ketebalan relatif dari lapisan batas hidro dinamik dan termal. Besarnya bilangan Prandtl
dapat diperoleh melalui persamaan berikut (Holman, 2010, p. 235-236):
v
Pr=
α

Bilangan Sherwood
Bilangan Sherwood (Sh) merupakan bilangan tak berdimensi yang menggambarkan
gradien konsentrasi yang terjadi pada permukaan. Besarnya bilangan Sherwood dapat
diperoleh melalui persamaan berikut:

hm L
Sh=
D

Dengan hm adalah koefisien perpindahan massa, L adalah karakteristik panjang dan D


adalah difusivitas massa.

Bilangan Lewis
Bilangan Lewis (Le) berguna untuk menentukan karakteristik aliran fluida dimana
terjadi perpindahan kalor dan perpindahan massa secara simultan yang disebabkan oleh
konveksi. Besarnya bilangan Lewis dapat diperoleh melalui persamaan berikut:

Universitas Indonesia
α
¿=
D AB

Sc
¿=
Pr

Persamaan Ranz-Marshall

Model analogi perpindahan panas dan massa yang biasa digunakan untuk memperoleh
nilai koefisien perpindahan panas dan massa dalam sebuah sistem yang terdiri dari
permukaan sferik dan aliran gas adalah model analogi Ranz W. E. dan Marshall W. R
Untuk perpindahan panas berlaku :

1/ 2 1/ 3
Nu=2+0,6 ℜ Pr

Dimana Nu adalah bilangan Nusselt, dan Pr adalah bilangan Prandtl. Sedangakan untuk
perpindahan massa berlaku :
Sh=2+0,6 ℜ1/ 2 Sc1 /3

Kedua persamaan ini, hanya berlaku pada bilangan Reynolds dibawah 200.

Mofidikasi Model Film Stagnan

Model analitis ini diturunkan untuk perpindahan panas dan massa yang tinggi disekitar
plat datar (koordinat Cartesius). Walaupun demikian model ini digunakan pula untuk
menghitung perpindahan disekitar bola sferik.

y0 y 
T  T0 T  T
x A  x A0 x A  x A

T  T

x A  x A

Universitas Indonesia
Gambar 1 memperlihatkan lapisan cairan dingin yang menguap disekitar udara panas.
Film stagnan adalah film khayal yang diasumsikan bahwa di luar film tersebut tidak
terdapat beda potensial perpindahan. Untuk zat A (uap air) di dalam zat B (udara), laju
perpindahan massa total NA0 [kmole/(m2s)] didefinisikan sebagai

exp ( )
N A0 δ c
C . D AB
=1+
X A0− X Aδ
1−X A 0

dengan c tebal film konsentrasi, C konsentrasi total A dan B [kmole/m3], DAB


difusivitas massa A dalam B [m2/s] dan X fraksi mol. Dengan koefisien perpindahan
massa kc [kmole/(m2s)] maka:

N A 0=k ( c X A 0−X A ∞ ) / ( 1− X A0 )

Di luar film stagnan diasumsikan X = X, sehingga pers.(3) dan pers.(4) menjadi:

exp
( N A0 δ c
C . D AB )
N
=1+ A 0
kc

Universitas Indonesia
Karena ketika NA0 menuju nol, koefisien laju perpindahan massa kc menuju kcL (kc
rendah) maka didapat:

C D AB
δ c=
k cL

Pers. (3) menjadi:

N A 0=k cL ln ( 1− X A ∞
1−X A 0 )

Di dalam film, laju perpindahan panas total adalah,[W/m2]:

N A 0 C pA ( T δ −T 0 )
q 0=
exp (−N A 0 C pA δ T /k )−1

dengan T temperatur [K], k konduktivitas campuran [W/(mK)],


C pA Jika koefisien
perpindahan panas h [W/(m2K)] maka laju perpindahan panas:

q 0=h ( T 0−T ∞ )

Di luar film stagnan diasumsikan tidak terjadi gradien potensial (T = T), sehingga
pers.(8) dan pers.(9) menjadi:

exp ( −N A0 C pA δ T
k )
=1−
N A 0 C pA
h

Universitas Indonesia
Karena ketika NA0 menuju nol, koefisien laju perpindahan panas h menuju hL (h rendah)
maka didapat:

k
δT=
hL

Sehingga pers. (8) menjadi:

N A 0 C pA ( T 0−T ∞ )
q 0=
1−exp
[ −N A 0 C pA
hL ]
Pendekatan Baru

Dari pers. (5), ketika NA0 menuju nol, koefisien laju perpindahan massa kc
menuju kcL (kc pada NA0 rendah) maka didapat:

lim N A 0
N A0 → 0
k cL = lim k =

( N A 0 δc
)
N A0 → 0
exp −1
C . D AB

Demikian juga dengan pers (10) yang akan menghasilkan hL (h pada NA0 rendah) sebagai
berikut:

lim N A 0 C pA
N A0 → 0
h L = lim h=
N A 0→ 0
−exp ( −N A0
k
C pA δ T
)+1

Tanpa menganggap tebal film stagnan konsentrasi c konstan, salah satu kemungkinan
penyelesaian paling sederhana pers.(20) adalah:

Universitas Indonesia
d
( )
N A0 δ c
=
1
C . D AB k cL
d NA0

Hasil integral tak tentu persamaan terakhir ini adalah:

N A 0 δc N A 0
= +C 1
C . D AB k cL

Jika nilai C1 adalah nol maka pers.(22) menghasilkan model film stagnan yang standar
yaitu identik dengan pers. (6). Pada penelitian ini nilai C1 akan dicari dengan
menggunakan data dari Walton (2004). Dengan demikian laju perpindahan massa pers.
(3) menjadi:

[
N A 0=k cL ln
( 1−X A , ∞
1−X A 0 )
−C1
]
Dari persamaan ini akan diperoleh nilai C1 sebagai

C 1=ln
( 1−X A 0 )
1− X A , ∞ N A 0

k cL

Tanpa menganggap tebal film stagnan termal T konstan, salah satu kemungkinan
penyelesaian paling sederhana pers.(21) adalah:

k
d ( N A0 δ T )= d N A0
hL

Hasil integral tak tentu persamaan terakhir ini adalah:

k
N A 0δ T = N +C
hL A0 2

Universitas Indonesia
Jika nilai C2 adalah nol maka pers.(24) menghasilkan model film stagnan yang standar
yaitu identik dengan pers. (11). Dengan demikian laju perpindahan panas pers. (8)
menjadi:

N A 0 C pA ( T ∞−T 0 )
q 0=

[ exp ( −N A 0 C pA C pA
hL

k 2
C −1 ) ]
Untuk menghitung nilai dari C 2 menggunakan persamaan hasil dari manipulasi
persamaan diatas, yaitu

C 2=
−k N A 0
C pA hL [
+ ln (
N A 0 C pA ( T ∞−T 0 )
q0
+1 )]

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai