Anda di halaman 1dari 19

TAFSIR AHKAM

Pidana Pembunuhan dalam Islam

Dosen Pengampu :
Muhammad Abdul Wahab, Lc., M.H.

Oleh:
Tubagus Pari Kesit
Muhammad Hanif S
Rifyat Chaesa Kaffahrozi
Daftar Isi

DAFTAR ISI................................................................3
A. SURAH AN-NISA AYAT 92-94.................................5
B. MAKNA KOSAKATA..............................................7
1. FATAHRIRU....................................................................7
2. DIYAT...........................................................................7
3. MUSALLAMAH...............................................................7
4. YUSHADDIQU.................................................................8
5. MITSAAQ......................................................................8
6. DHARABTUM.................................................................8
7. FATABAYYANU...............................................................9
8. ASSALAAM....................................................................9
9. ‘ARADHA......................................................................9
10.MAGHANIMU KATSIIROH.................................................9
C. SEBAB-SEBAB DITURUNKAN AYAT........................9
1. SEBAB PERTAMA.............................................................9
2. SEBAB KEDUA..............................................................11
D. HUKUM SYAR’I MENGENAI PEMBUNUHAN........12
1. HUKUM YANG PERTAMA................................................12
a) Menurut Imam Malik.............................................12
b) Menurut Jumhur Ulama.........................................13
c) Menurut Imam al-Qurtubi......................................14
d) Hujjah Jumhur.........................................................15
2. HUKUM YANG KEDUA....................................................16

3
a) Definisi pembunuhan yang disengaja....................16
b) Ganjaran Pembunuhan secara sengaja.................17
3. HUKUM YANG KETIGA....................................................18
a) Pendapat Jumhur...................................................19
4. HUKUM YANG KEEMPAT................................................20

4
‫‪a) SURAH AN-NISA AYAT 92-94‬‬

‫َو َما اَك َن ِل ُمْؤ ِم ٍن َأ ْن ي َ ْق ُت َل ُمْؤ ِمنًا اَّل خ ََطًأ ۚ َو َم ْن قَتَ َل‬
‫ِإ‬
‫ُمْؤ ِمنًا خ ََطًأ فَتَ ْح ِر ُير َرقَ َب ٍة ُمْؤ ِمنَ ٍة َو ِدي َ ٌة ُم َسل َّ َم ٌة ِإ ىَل ٰ‬
‫َأ ْههِل ِ اَّل َأ ْن ي َ َّص َّدقُوا ۚ فَ ْن اَك َن ِم ْن قَ ْو ٍم عَدُ ٍّو لَمُك ْ َوه َُو‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫ُمْؤ ِم ٌن فَتَ ْح ِر ُير َرقَ َب ٍة ُمْؤ ِمنَ ٍة ۖ َو ْن اَك َن ِم ْن قَ ْو ٍم بَيْنَمُك ْ‬
‫ِإ‬
‫َوبَيْهَن ُ ْم ِميث ٌَاق فَ ِدي َ ٌة ُم َسل َّ َم ٌة ىَل ٰ َأ ْههِل ِ َوحَت ْ ِر ُير َرقَ َب ٍة‬
‫ِإ‬
‫ُمْؤ ِمنَ ٍة فَ َم ْن ل َ ْم جَي ِْد فَ ِص َيا ُم َشه َْر ْي ِن ُمتَ َتا ِب َعنْي ِ ت َْوب َ ًة ِم َن‬
‫اهَّلل ِ ۗ َواَك َن اهَّلل ُ عَ ِلميًا َح ِكميًا ﴿ ‪َ ﴾٩٢‬و َم ْن ي َ ْق ُت ْل‬
‫ُمْؤ ِمنًا ُمتَ َع ِّمدً ا فَ َج َزاُؤ ُه هَج َ مَّن ُ َخادِل ً ا ِفهيَا َوغَ ِض َب اهَّلل ُ‬
‫‪5‬‬
‫َع ِظميًا ﴿ ‪ ﴾٩٣‬اَي َأهُّي َا‬ ‫عَلَ ْي ِه َول َ َعنَ ُه َوَأعَ َّد هَل ُ عَ َذااًب‬
‫ِيل اهَّلل ِ فَتَ َبيَّنُوا َواَل‬
‫َسب ِ‬ ‫اذَّل ِ َين آ َمنُوا َذا رَض َ بْمُت ْ يِف‬
‫ِإ‬
‫الساَل َم ل َ ْس َت ُمْؤ ِمنًا تَ ْبتَغ َ‬
‫ُون‬ ‫تَ ُقولُوا ِل َم ْن َألْ َق ٰى ِإ ل َ ْيمُك ُ َّ‬
‫َع َر َض الْ َح َيا ِة ادلُّ نْ َيا فَ ِع ْندَ اهَّلل ِ َم َغامِن ُ َك ِث َري ٌة ۚ َك َ ٰذكِل َ‬
‫ُك ْنمُت ْ ِم ْن قَ ْب ُل فَ َم َّن اهَّلل ُ عَلَ ْيمُك ْ فَتَ َبيَّنُوا َّن اهَّلل َ اَك َن ِب َما‬
‫ِإ‬
‫ون َخب ًِريا ﴿ ‪٩٤‬‬ ‫﴾تَ ْع َملُ َ‬

‫‪6‬‬
b) MAKNA KOSAKATA
1. Fatahriru
Fatahriru berasal dari kata at-tahrir, menurut
perkataan Ragib yaitu menjadikan manusia
merdeka dan mengeluarkan hamba dari
perbudakan menuju kebebasan disebut tahriran.
Dan kata alhur berarti alkhalis seperti firman
Allah:

‫مح ََّرر ًا‬


ُ ‫ك م َا ف ِ ْي ب َ ْطن ِ ْي‬
َ َ ‫نَذَرْتُ ل‬

Artinya mukhlishan lil’ibad ikhlash dalam


beribadah kepadaNya.
b) Diyat
Ad-diyah adalah ganti rugi yang diberikan dari
darah orang yang terbunuh kepada walinya.
Dikatakan dalam kitab Allisan bahwa diyat itu
haknya orang yang terbunuh. Disebutkan didalam
kitab al-Lisan bahwa diyat merupakan hak bagi
yang dibunuh.
c) Musallamah
Musallamah adalah yang dibayarkan atau
7
diserahkan kepada keluarga korban.
d) Yushaddiqu
Yushadiqu berasal dari kata yatashadaqu
artinya bersedekah kepada mereka dengan diyat
yang dibayarkan. Dan dinamakan sedekah karena
itu perbuatan ma’ruf. Nabi SAW bersabda: )‫كل‬
‫ )معروف صدقة‬setiap yang ma’ruf adalah sedekah.
e) Mitsaaq
Mitsaq artinya perjanjian dan perlindungan
keamanan.
f) Dharabtum
Dhrabtum memiliki dua arti, salah satunya
adalah memukul dengan tangan, tongkat atau
pedang. Arti lainnya adalah safar atau bepergian,
dinamakan demikian karena musafir memukul
tunggangannya dengan tongkat untuk
mengendalikannya. Atau menghentakkan kedua
kaki dalam perjalanan. Jadi makna ayat tersebut
adalah jika kamu bepergian untuk berjihad di
jalan Allah melawan musuh-musuh kalian.
g) Fatabayyanu

8
Fatabayyanu adalah bertabayun mencari
penjelasan suatu urusan dan menjauhi buru-buru.
h) Assalaam
Assalam bermakna melemparkan senjata dan
berserah diri. Sedangkan makna ayat adalah
janganlah kamu mengatakan kepada orang yang
tunduk dan berserah diri kamu bukan orang
beriman, maka kamu membunuhnya agar
mendapat harta dunia.
i) ‘Aradha
Aradha bermakna harta kehidupan dunia
karena sementara dan tidak kekal.
j) Maghanimu Katsiiroh
Maghanimu katsirah adalah rampasan perang
yang diambil dari musuh.
c) SEBAB-SEBAB DITURUNKAN AYAT
1. Sebab pertama
Diriwatkan bahwa Ayyasy ibn abi Rabi’ah –
dia merupakan saudara seibu dari Abu Jahal –
ketika itu telah masuk islam kemudian hijrah ke
Madinah disebabkan rasa takut akan kaumnya
9
yakni kaum Quraisy. Mengetahui hal tersebut,
sang ibu bersumpah untuk tidak makan, minum,
dan tinggal didalam rumah sampai anaknya
kembali kepadanya. Kemudian Abu Jahal dan al-
Harits ibn Yazid mendatanginya, seraya berkata,
“Bukankah Muhammad memerintahkanmu untuk
menyambung silaturahim? Kembalilah dan
berbuat baiklah kepada ibumu dan kamu tidak
akan dipaksa kembali kedalam agama sebelum
kamu”. Akhirnya ia kembali ke Mekah, ketika
mereka mendekati Mekah, Abu Jahal dan al-
Harits mengikat tangan dan kakinya dan
mencambuk Ayyasy masing-masing sebanyak
seratus kali. Kemudian Ayyasy berkata kepada
al-Harits, “Dia (Abu Jahal) adalah saudaraku,
sementara kamu siapa? Sungguh Allah selalu
bersamaku, seandainya aku menemukanmu
dengan tangan kosong sekalipun, sungguh aku
pasti akan membunuhmu”. Ketika ‘Ayyasy
menemui ibunya, tetap saja sang Ibu bersikukuh
untuk tidak melepaskan siksaan yang terjadi pada
‘Ayyasy kecuali memaksa ‘Ayyasy untuk
kembali kepada agamanya yang dulu. Ketika
fathu makkah terjadi, ‘Ayyasy tidak mengetahui
10
bahwasannya al-Harits ibn Yazid telah memeluk
islam dan membunuhnya. Diberitahukanlah
‘Ayyasy perihal keislaman al-Harits, dengan
perasaan menyesal ia mendatangi Rasulullah
seraya berkata, “Aku telah membunuh al-Harits
sementara aku tidak tahu bahwa ia telah masuk
islam.” Maka turunlah ayat ke-92 ini,
‫َو َما اَك َن ِل ُمْؤ ِم ٍن َأن ي َ ْق ُت َل ُمْؤ ِمنًا اَّل خ ََطـًٔا‬
‫ِإ‬
b) Sebab kedua
Hadits ini diriwayatkan oleh imam Ahmad dan
Tirmidzi dari ibn Abbas radhiyallahu’anhuma
sesungguhnya ia berkata, “Seorang lelaki dari
Bani Sulaim yang sedang menggiring ternaknya
berpapasan dengan beberapa sahabat Nabi saw.
Lalu dia mengucapkan salam kepada mereka.
Para sahabat berkata, “Dia mengucapkan salam
kepada kita hanya untuk melindungi dirinya dari
kita.” Lalu mereka pun menyergap lelaki itu dan
membunuhnya.
Kemudian mereka membawa kawanan
kambingnya menemui Nabi saw. Lalu turunlah
11
firman Allah,
ِ ‫ِيل ٱهَّلل‬
ِ ‫يَٰ َٓأهُّي َ••••••ا ٱذَّل ِ َين َءا َمنُ•••••• ٓو ۟ا َذا رَض َ بْمُت ْ ىِف َس••••••ب‬
‫ِإ‬
•...‫فَتَ َبيَّنُو ۟ا‬
d) HUKUM SYAR’I MENGENAI
PEMBUNUHAN
1. Hukum yang pertama
Apa saja jenis pembunuhan itu, dan
pembunuhan mana yang diwajibkan kafarat?
Jenis pembunuhan yang wajib kafarat ialah
pembunuhan karena kesalahan, sedangkan
pembunuhan yang wajib qishash ialah
pembunuhan yang disengaja.
Pendapat Ulama mengenai jenis Pembunuhan
a) Menurut Imam Malik
Imam Malik berpendapat bahwa pembunuhan
terbatas hanya ada dua jenis dan tidak ada yang
selainnya, yaitu karena kesalahan
(ketidaksengajaan) dan karena disengaja
12
sebagaimana dalam al-Quran hanya sebatas dua
jenis pembunuhan.
b) Menurut Jumhur Ulama
Adapun menurut jumhur, jenis pembunuhan
terbagi menjadi tiga, yaitu : secara sengaja, semi
sengaja, dan tidak sengaja. Berikut penjelasannya,
Secara sengaja
Adapun pembunuhan secara sengaja ialah
bermaksud mencelakai seseorang yang berujung
kepada kematian, seperti menggunakann pedang,
pisau, atau senjata lainnya. Maka inilah yang
disebut pembunuhan secara sengaja sehingga
tindak pidana yang diberikan adalah berupa
qishash.
Secara tidak sengaja
Adapun pembunuhan secara tidak sengaja
yaitu, ketika seseorang hendak membidik buruan
lalu secara tidak sengaja terkena seseorang yang
tidak bersalah, atau mengira seorang teman
adalah musuh ketika peperangan.
Demikian contoh yang pertama ialah kesalahan

13
dalam perbuatan dan contoh kedua adalah
kesalahan dalam berprasangka.
Semi sengaja
Sementara pembunuhan semi sengaja ialah
seseorang memukul dengan tidak bermaksud
untuk membunuh dengan pukulan sewajarnya lalu
korban yang dipukul meninggal. Maka ini adalah
kesalahan pada perbuatan walaupun sengaja pada
maksud.
c) Menurut Imam al-Qurtubi
Imam Qurtubi berkata, diantara yang
menetapkan pembunuhan dengan semi sengaja
ialah, Imam asy-Sya’bi, Imam ats-Tsauri, dan
ahlul irak, dan Imam asy-Syafi’I, dan
diriwayatkan kepada kami tentang hal tersebut
dari Umar dan Ali radhiyallahu’anhuma dan ini
adalah shahih. Sesungguhnya darah itu lebih
berhak penjagaannya, maka tidak boleh
diperbolehkan atas penjagaan tersebut kecuali
dengan perkara yang menjelaskan tidak adanya
suatu kejanggalan akan terusikna penjagaan darah
seorang muslim tersebut. Adapun pada semi
sengaja terdapat kejanggalan. Karena demikian,
14
jika terdapat kesamaran antara sengaja dan
kesalahan yang tidak disengaja, maka di hukumi
semi sengaja atau syibhul amdi, yaitu ketika
pukulan itu dimaksudkan dan pembunuhan tidak
dimaksudkan, maka jatuhlah hukum qishash, dan
membayar fidyah.
d) Hujjah Jumhur
Jumhur dalam mempermasalahkan
pembunuhan semi sengaja ialah bahwasannya kita
tidak bisa menilai niat seseorang maka dihukumi
secara dzahir, maka apabila terjadi sebuah
penganiayaan dengan benda yang relatif dapat
membunuh seseorang dengannya maka dihukumi
perbuatan itu adalah pembunuhan secara sengaja.
Karena bagi yang melukai orang menggunakan
benda yang relative membunuh maka niat bagi
pelaku juga relative sengaja, begitu pula
sebaliknya, bagi seseorang yang melukai
oranglain menggunakan benda yang dominan
tidak dapat membunuh maka bagi pelaku relatif
tidak bermaksud membunuh maka dihukumi semi
sengaja.
Apa yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, abu
15
Dawud, dan an-Nasa’i bahwa Nabi khutbah pada
hari Fathu Makkah beliau bersabda, “Sungguh
bahwa pembunuhan karena kesalahan dalam
kesengajaan dengan cemeti dan tongkat dan batu
maka didalamnya terdapat diyat”.
b) Hukum yang kedua
Apa definisi pembunuhan disengaja, dan apa
ganjarannya?
a) Definisi pembunuhan yang disengaja
I. al-Amd ialah pembunuhan dengan
senjata (yang dominan mematikan) atau
yang semisalnya. Contohnya adalah
penyembelihan atau menganiaya dengan
api. Adapun penyembelihan dengan
tidak mengguunakan senjata mematikan
semisal batu kecil, atau batu besar
(cenderung tidak mematikan) atau
tongkat, maka demikian adalah semi
sengaja menurut pendapat Imam abu
Hanifah.
II. al-Amd ialah setiap pembunuhan dengan
maksud untuk membunuh
III. al-Amd ialah sebuah serangan dengan
16
senjata yang disengaja di ikuti oleh
pembunuhan yang disengaja.
b) Ganjaran Pembunuhan secara sengaja
Pembunuhan sengaja wajib di qishash dan
berdosa. Adapun kafaratnya maka madzhab asy-
Syafi’i dan imam Malik mewajibkannya, dan abu
Hanifah berkata, tidak ada kafarat baginya dan
dengan demikian pula imam ats-Tsauri
berpendapat.
Hujjah imam as-Syafi’i
Apabila kafarat pembunuhan semi sengaja saja
dilakukan maka bagi pembunuhan yang disengaja
lebih diutamakan.
Hujjah imam abu Hanifah
Tidak diwajibkan kafarat kecuali apa yang
Allah wajibkan, dan sebagaimana tidak
disebutkan dalil kewajiban kafarat atas
pembunuhan secara sengaja, maka tidaklah
adanya kafarat bagi pembunuhan yang disengaja.
Perkataan ibnu Mundzir
Adapun perkataan abu Hanifah kami katakan
17
bahwasannya karena kafarat itu sebuah ibadah
maka tidaklah bagi seseorang untuk mewajibkan
kewajiban yang dilazimkan kepada hamba Allah
kecuali dengan dalil dari al-Quran, atau Sunnah,
atau Ijma’. Dan tidaklah bagi yang mewajibkan
kafarat atas pembunuhan sengaja baginya alasan
untuk mewajibkannya sebagaimana telah
disebutkan.
c) Hukum yang ketiga
Apa itu syarat pembebasan budak dan atas
siapa diwajibkan dengannya?
Menurut ibnu Abbas dan Hasan bahwa
pembebasan budak perempuan tidak berlaku
kecuali jika budak itu menunaikan puasa dan
shalat.
Adapun imam Maliki dan asy-Syafi’i dan abu
Hanifah berpendapat bahwa pembebasan budak
anak kecil berlaku apabila salah satu dari kedua
orangtuanya muslim.
a) Pendapat Jumhur
Maka termasuk atasnya dalil, “dan barangsiapa
yang membunuh seorang mukmin”. (QS an-
18
Nisa:92) Maka anak kecil termasuk beriman.
Ibnu Katsir berkata dan jumhur berpendapat
bahwa selama ia seorang muslim maka
pembebasannya berlaku baik anak kecil maupun
orang dewasa.
Para Fuqaha sepakat bahwa pembebasan budak
atas pelaku pembunuhan dan diyat dilakukan oleh
keluarga pihak yang membunuh.

d) Hukum yang keempat


Atas siapa diwajibkannya diyat dalam
pembunuhan tidak sengaja?
Para Fuqaha berpendapat bahwa diwajibkannya
diyat atas keluarga pembunuh.
Al Mughni mengatakan: “Kami tidak melihat
para ulama menyelisihi bahwa diyat dijatuhkan
atas keluarga pembunuh.”
Ibnu Katsir berkata bahwa diyat diwajibkan
pada keluarga pembunuh tidak atas dasar harta
pembunuh.
Sementara imam asy-Syafi’i berkata: “Saya
19
tidak mengetahui ada yang menyelisihi hadits
Rasulullah bahwa beliau menetapkan diyat atas
keluarga pembunuh.” Demikian imam asy-Syafi’i
menetapkan tidak ada selain apa yang ada pada
hadits.
Sebagaimana yang tertera pada shahihain dari
abu Hurairah beliau berkata: “Dua orang wanita
saling membunuh dari bani Hudzail, salah
satunya melemparkan batu kepada yang lainnya,
maka ia membunuhnya dan apa yang ada di
rahimnya. Kemudian, mereka membawa
perselisihan ini kepada nabi Muhammad,
kemudian beliau memutuskan bahwa diyat
janinnya ialah hamba sahaya laki-laki atau
perempuan, dan menetapkan bahwa diyat seorang
pembunuh wanita tersebut dibebankan kepada
keluarganya.”

20

Anda mungkin juga menyukai