Abstrak
Keluarga dan masyarakat belum paham mengenai kecacatan yang dialami oleh siswa tunagrahita
sehingga terdapat stigma bahwa siswa tunagrahita sebagai orang cacat yang tidak bisa mandiri dan
memiliki kemampuan intelektual rendah. Stigma tersebut dapat mempengaruhi persepsi siswa tunagrahita
terhadap konsep diri mereka sehingga cenderung negatif. Penelitian kuantitatif non-eksperimental
dengan desain deskriptif korelasi bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan dukungan keluarga dan
masyarakat terhadap konsep diri siswa tunagrahita di SLBN Kupang. Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh siswa tunagrahita di SLBN Kupang. Sampel diperoleh secara accidental sampling sebanyak 84
responden. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kuesioner konsep diri, dukungan keluarga dan
dukungan masyarakat. Hasil penelitian ditemukan terdapat konsep diri positif 52,4%, dukungan keluarga
52,4% dan dukungan masyarakat (53,6 ). Hipotesis di uji menggunakan uji Chi-square; sbb: tidak ada
hubungan yang bermakna antara dukungan orang tua terhadap konsep diri (p value = 0,197) dan tidak ada
hubungan bermana antara dukungan masyarakat terhadap konsep diri (p value = 0,389). Hasil penelitian
menunjukkan perlunya dukungan keluarga dan masyarakat agar penyandang tunagrahita tetap memiliki
konsep diri yang positif.
Abstract
The relationship of Family and Sosial Support with self-concept of intellectual disability students’s.
In common, families and communities do not understand well the disability experienced by intellectual
disability students. This arises a stigma that intellectual disability students are disabled people who cannot
be independent and have low intellectual abilities. This stigma may affect the perception of intellectual
disability students on their self-concept that tend to be negative.The purpose of this study was to
determine the relationship of Family and Sosial Support with self-concept of intellectual disability
students’s in SLBN Kupang NTT 2016. This research method was non-experimental quantitative research
with descriptive correlation design. The population in this study were all intellectual disability students in
SLBN Kupang. The sample was obtained by accidental sampling of 84 respondents. Data collection is
done through filling out self-concept questionnaires, family support and community support. The results
of the study found 52.4% positive self-concept, 52.4% family support and social support (53.6). The
hypothesis was tested using the Chi-square test: there is no significant relationship between parental
support for self-concept (p value = 0.197) and no significant relationship between community support for
self-concept (p value = 0.389). The results of the study indicate the need for family and social support to
improve positive self-concept of intellectual disability students .
83
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83 - 92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
84
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83-92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
SLBN Kupang dalam tahun ajaran Kupang NTT. Populasi penelitian adalah
2016/2017 memiliki 84 orang siswa seluruh siswa di SLBN Kupang yakni 84
tunagrahita dari jenjang pendidikan orang. Sampel penelitian ditentukan
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah secara total sampling yakni sebanyak 84
Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah responden. Penelitian telah dilakukan di
Atas (SMA) (Data SLBN Kupang, 2016). SLBN Kupang Nusa Tenggara Timur
Hasil wawancara dengan guru di SLBN pada bulan Agustus 2016.
Kupang, siswa tunagrahita di SLBN Instrumen pengumpulan data terdiri
Kupang, tempat yang akan dijadikan lahan dari kuesioner konsep diri siswa
penelitian memiliki prestasi yang cukup tunagrahita, dukungan keluarga dan
membanggakan dimana setiap tahunnya dukungan masyarakat. Pengisian
mereka terjadwal mengikuti perlombaan kuesioner dilakukan sendiri oleh
olahraga tingkat daerah, nasional maupun responden namun didampingi oleh guru.
tingkat dunia khusus bagi tunagrahita. Kuesioner telah dilakukan uji validitas dan
Tidak sebatas berpartisipasi tetapi mereka realibitas di SLBN 03 Kemayoran
sering menjuarai perlombaan tersebut, Jakarta. Tata bahasa pada kuesioner
bahkan beberapa siswa mereka menjadi disusun dengan bahasa telah
atlet nasional khusus penyandang disederhanakan agar dapat dipahami para
disabilitas. responden. Etika penelitian yang
Tujuan penelitian ini secara umum diterapkan yakni azas manfaat,
adalah agar diketahuinya hubungan menghormati martabat, adil, dan
dukungan keluarga dan masyarakat dengan kerahasiaan responden.
konsep diri siswa tunagrahita di SLBN Teknik analisis data menggunakan
Kupang Nusa Tenggara Timur tahun 2016. analisis univariat dan bivariat. Analisis
Tujuan khusus dilakukan penelitian ini bivariat dilakukan untuk mengetahui
adalah untuk mengetahui gambaran hubungan antara variabel independen dan
karakteristik siswa tunagrahita, hubungan variabel dependen. Analisis bivariat
antara dukungan keluarga dan masyarakat menggunakan uji statistik Chi-Square
terhadap konsep diri siswa tunagrahita di dengan tingkat kemaknaan (α) 5% = 0,05.
SLBN Kupang Nusa Tenggara Timur Jika nilai p<0,05 maka Ha diterima artinya
tahun 2016. terdapat hubungan antara variabel
independen dan dependen. Jika nilai p >
Metode 0,05, maka Ha ditolak artinya tidak ada
Penelitian ini menggunakan metode hubungan antara variabel independen dan
kuantitatif non eksperimental, desain variabel dependen.
penelitian deskriptif korelasi terhadap
responden tentang hubungan konsep diri Hasil
siswa tunagrahita di SLBN Kupang NTT Karkteristik responden disajikan pada tabel
dengan dukungan keluarga dan 1. Hubungan dukungan keluarga dengan
masyarakat. Variabel bebas dalam konsep diri siswa tunagrahita disajikan
penelitian ini adalah dukungan keluarga pada tabel 2. Sedangkan Hubungan
dan masyarakat sedangkan variabel terikat dukungan lingkungan dengan konsep diri
adalah konsep diri siswa tunagrahita di siswa tunagrahita disajikan pada tabel 3.
SLBN Kupang NTT.
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa/i tunagrahita di SLBN
85
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83 - 92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
Tabel 1.
Karakteristik responden (n=84)
Karakteristik f %
Jenis kelamin
Laki-laki 53 63,1
Perempuan 31 36,9
Usia
8 - 12 tahun 17 20,3
13-16 tahun 39 46,4
17 - 21 tahun 28 33,3
Tingkat pendidikan
SD 28 33,3
SMP 21 25
SMA 35 41,7
Konsep Diri
Konsep diri positif 44 52,4
Konsep diri negative 40 47,6
Dukungan orang tua
Mendukung 44 52,4%
Tidak mendukung 40 47,6
Dukungan Lingkungan
Mendukung 45 53,6
Tidak mendukung 39 46,4
Tabel 2.
Hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri siswa tunagrahita (n:84)
Konsep Diri p value
Total
Dukungan keluarga Positif Negatif
f % f % f %
Mendukung 26 59,1 18 40,9 44 100 0,197
Tidak mendukung 18 45 22 55 40 100
Total 44 52,4 40 47,6 84 100
Tabel 3.
Hubungan dukungan lingkungan dengan konsep diri siswa tunagrahita (n:84)
Konsep Diri p value
Total
Dukungan lingkungan Positif Negatif
f % f % f %
Mendukung 26 59,1 19 47,5 45 100 0,389
Tidak mendukung 18 40,9 21 52,5 39 100
Total 44 52,4 40 47,6 84 100
86
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83-92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
deteksi awal dan kesiapan mental orang sosial tetapi partisipasi aktif sangat
tua yang kurang membuat para siswa mempengaruhi dukungan masyarakat
harus mengulang di sekolah biasa, terhadap siswa tunagrahita. Interaksi dan
sehingga berdampak pada usia sekolah keterlibatan aktif mereka di lingkungan
mereka. Pengabaian dari orang tua dan membuat mereka semakin dikenal oleh
keluarga mempengaruhi deteksi dini lingkungan masyarakat.
terhadap kecacatan siswa tunagrahita Sekolah-sekolah di Kupang sudah
sehingga berdampak pada usia sekolah mulai menerapkan pendidikan inklusi
siswa tunagrahita (Rashid,2012). sehingga memungkinkan siswa
Jumlah murid terbanyak pada penyandang disabilitas seperti tunagrahita
tingkat pendidikan SMA (41,7%). Data ini bisa mengikuti pendidikan di sekolah
diasumsikan bahwa semakin tingginya biasa. Meskipun berteman dengan siswa
kesadaran masyarakat terutama orang tua yang tidak sekolah di SLB siswa
yang memiliki anak penyandang tunagrahita masih merasa canggung
disabilitas untuk menyekolahkan anak karena adanya label sebagai anak cacat
mereka ke jenjang pendidikan yang lebih yang diberikan kepada mereka. Masih ada
tinggi. Tersedianya sarana dan prasarana stigma terhadap siswa tunagrahita, namun
yang cukup lengkap menjadi salah satu pada dasarnya teman sebaya menerima
pertimbangan orang tua anak penyandang keberadaan mereka di lingkungan sekolah
disabilitas untuk menyekolahkan anak tetapi tidak sepenuhnya (Dulisanti, 2015).
mereka di SLBN Kupang. Di sekolah inklusi teman-teman sebaya
Sebanyak 52,4% siswa memiliki yang normal memberikan pengaruh dan
konsep diri positif dan sebanyak 47,6% dukungan yang signifikan terhadap siswa
siswa memiliki konsep diri negatif. Hasil tunagrahita (Yeniarti & Mahmuda, 2015).
penelitian menjelaskan sebagian besar Sebanyak 59,1% siswa tunagrahita
responden mengakui bahwa mereka mendapat dukungan keluarga memiliki
merasa berbeda dengan teman-teman konsep diri positif, namun 40,9%
mereka yang sekolah di sekolah biasa memiliki konsep diri negatif walau
karena kecacatan yang dialami. keluarga mendukung. Hasil uji Chi-
Sebanyak 52,4% keluarga Square didapatkan p value = 0,197 (>
memberikan dukungan kepada anak 0,05) berarti tidak ada hubungan yang
tunagrahita kepada siswa tunagrahita. bermakna antara dukungan keluarga
Keterbatasan sosial ekonomi dan budaya dengan konsep diri siswa tunagrahita di
mempengaruhi dukungan orang tua dan SLBN Kupang.
keluarga SLBN Kupang, 2016). Zuna & Penelitian Sulistyarini dan Saputra
Brown (2014) menyatakan bahwa (2015) menemukan bahwa keluarga belum
keluarga yang memiliki anak tunagrahita memberikan dukungan yang maksimal
membutuhkan dukungan berupa informasi terhadap siswa tunagrahita sehingga
dan keuangan karena merawat anak mereka tumbuh dalam konsep diri yang
dengan kecacatan intelektual seperti siswa negatif. Berbagai perilaku terhadap
tunagrahita membutuhkan biaya lebih. penderita tunagrahita beragam, seperti
Siswa tunagrahita membutuhkan biaya penolakan, malu atau rasa bersalah. Saban
tambahan untuk perawatan dan & Arikan (2011) menemukan pada risetnya
pengobatan mereka. bahwa 68,5% sibling memiliki ketakutan
Terdapat sebanyak 53,6% siswa bahwa suatu saat mereka juga akan
tunagrahita mendapatkan dukungan dari mengalami hal yang sama; 77,8 %
masyarakat. Penelitian Vaz, Cordier, melaporkan malu karena memiliki saudara
Flakmer, Ciccarelli, Parsons, etc (2015) yang mengalami tunagrahita.
menyatakan kecacatan bukan hanya satu- Penelitian Onshton (2013),
satunya yang mempengaruhi dukungan menjelaskan bahwa peranan orang tua
87
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83 - 92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
88
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83-92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
namun tetap memiliki konsep diri positif. tunagrahita dengan kelompok teman
Hasil uji Chi-Square didapatkan p value = sebaya menjelaskan siswa/i tunagrahita
0,389 (> 0,05) berarti tidak ada hubungan beresiko tinggi mengalami isolasi sosial
yang bermakna antara dukungan dari teman sebaya karena masalah
lingkungan dengan konsep diri siswa kecacatan intelektual. Penyandang
tunagrahita di SLBN Kupang. tunagrahita mengalami diskriminasi dan
Penelitian ini sejalan dengan penolakan menyebabkan siswa
penelitian Paterson, McKenzie & Lindsay tunagrahita mengalami kesepian dan
(2012) bahwa tidak ditemukan adanya menjadi rendah diri. Rasa kesepian dan
hubungan yang bermakna antara stigma dan rendah diri menyebabkan siswa/i
masyarakat terhadap konsep diri negatif tunagrahita memiliki konsep diri yang
penyandang tunagrahita di Amerika. Pada negatif. Perilaku penyandang tunagrahita
beberapa penelitian terkait sebelumnya yang kurang aktif secara social
dijelaskan bahwa besarnya stigma yang mengakibatkan siswa/i tunagrahita
diberikan kepada penyandang tunagrahita memiliki teman lebih sedikit
berhubungan dengan rendahnya konsep dibandingkan dengan siswa yang tidak
diri dan cenderung mengalami konsep diri sekolah di SLB.
yang negatif. Penelitian kualitatif yang dilakukan
Masyarakat turut mempunyai andil oleh Dulisanti (2015), mengenai studi
dalam membentuk konsep diri tunagrahita. kasus pada proses pendidikan inklusif di
Pelebelan atau stigma terhadap siswa SMK Negeri 2 Malang mendapatkan
tunagrahita berasal dari masyarakat. hasil stigma yang diberikan kepada
Masih ada masyarakat yang memberikan siswa/i tunagrahita adalah stigma
stigma negatif terhadap siswa tunagrahita. menghambat, memiliki nilai jelek, serta
Hal ini sejalan dengan data yang peneliti kurang bisa bergaul.Selain itu juga
temukan di lapangan, responden mengaku diskriminasi yang dilakukan oleh teman
bahwa mereka turut berpartisipasi dalam sebaya tanpa disadari merupakan salah
kegiatan lingkungan. Menurut peneliti satu bentuk soft-bullying terhadap siswa/i
selain masalah intelektual, label sebagai tunagrahita.
penyandang disabilitas turut Elkington, Hackler, McKinnon,
mempengaruhi peranan responden dalam Borges, Wright, et all (2012) menyatakan
lingkungan yang akhirnya mempengaruhi stigma terhadap penyandang cacat
konsep diri mereka. intelektual seperti tunagrahita sangat
Penelitian Kenyon & Jackson mempengaruhi konsep diri mereka.
(2014), terhadap 10 responden Siswa tunagrahita sudah terlanjur
penyandang tunagrahita dengan mendapat stigma sebagai orang cacat
menggunakan pendekatan fenomenologis sehingga mereka mengalami harga diri
interpretative mendapatkan hasil adanya rendah. Harga diri rendah ini
pelebelan terhadap penyandang mempengaruhi konsep diri mereka
tunagrahita terlebih dahulu mempengaruhi menjadi negatif.
pembentukan konsep mereka. Sejalan dengan penelitian Chen &
Berdasarkan hasil wawancara, responden Shu (2012) yang mewawancarai siswa/i
mengakui mereka merasa ragu dan minder tunagrahita di sekolah menengah provinsi
untuk mulai berinteraksi dengan Taiwan Timur menjelaskan tiga hal yang
lingkungan sosial karena takut diberi lebel mendasar dalam stigma yaitu; menjadi
penyandang cacat. Hal ini dapat label, pasrah diri dan hidup dengan label
membentuk konsep diri tunagrahita yang diberikan. Label sebagai orang cacat
menjadi negatif. dihasilkan dari sistem kesejahteraan sosial
Pijl & Skaalvik (2010) mengulas dan sistem pendidikan yang kurang
dari penelitiannya tentang siswa/i mendukung. Ketidakberdayaan ini
89
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83 - 92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
91
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83 - 92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
92