Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83- 92, November 2018 e-ISSN 2548-7051

Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah


Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83-92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

DUKUNGAN KELUARGA DAN MASYARAKAT TERHADAP KONSEP


DIRI SISWA TUNAGRAHITA
Magdalena Praharani Kelen1, Jesika Pasaribu2
1
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus
2
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus
pasariboe.jesika@gmail.com

Abstrak
Keluarga dan masyarakat belum paham mengenai kecacatan yang dialami oleh siswa tunagrahita
sehingga terdapat stigma bahwa siswa tunagrahita sebagai orang cacat yang tidak bisa mandiri dan
memiliki kemampuan intelektual rendah. Stigma tersebut dapat mempengaruhi persepsi siswa tunagrahita
terhadap konsep diri mereka sehingga cenderung negatif. Penelitian kuantitatif non-eksperimental
dengan desain deskriptif korelasi bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan dukungan keluarga dan
masyarakat terhadap konsep diri siswa tunagrahita di SLBN Kupang. Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh siswa tunagrahita di SLBN Kupang. Sampel diperoleh secara accidental sampling sebanyak 84
responden. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kuesioner konsep diri, dukungan keluarga dan
dukungan masyarakat. Hasil penelitian ditemukan terdapat konsep diri positif 52,4%, dukungan keluarga
52,4% dan dukungan masyarakat (53,6 ). Hipotesis di uji menggunakan uji Chi-square; sbb: tidak ada
hubungan yang bermakna antara dukungan orang tua terhadap konsep diri (p value = 0,197) dan tidak ada
hubungan bermana antara dukungan masyarakat terhadap konsep diri (p value = 0,389). Hasil penelitian
menunjukkan perlunya dukungan keluarga dan masyarakat agar penyandang tunagrahita tetap memiliki
konsep diri yang positif.

Kata kunci: Tunagrahita, konsep diri, dukungan keluarga, dukungan masyarakat

Abstract
The relationship of Family and Sosial Support with self-concept of intellectual disability students’s.
In common, families and communities do not understand well the disability experienced by intellectual
disability students. This arises a stigma that intellectual disability students are disabled people who cannot
be independent and have low intellectual abilities. This stigma may affect the perception of intellectual
disability students on their self-concept that tend to be negative.The purpose of this study was to
determine the relationship of Family and Sosial Support with self-concept of intellectual disability
students’s in SLBN Kupang NTT 2016. This research method was non-experimental quantitative research
with descriptive correlation design. The population in this study were all intellectual disability students in
SLBN Kupang. The sample was obtained by accidental sampling of 84 respondents. Data collection is
done through filling out self-concept questionnaires, family support and community support. The results
of the study found 52.4% positive self-concept, 52.4% family support and social support (53.6). The
hypothesis was tested using the Chi-square test: there is no significant relationship between parental
support for self-concept (p value = 0.197) and no significant relationship between community support for
self-concept (p value = 0.389). The results of the study indicate the need for family and social support to
improve positive self-concept of intellectual disability students .

Keywords: Intellectual disability, self-concept, family support, social support

Pendahuluan keterbelakangan mental atau dikenal


Tunagrahita dijelaskan sebagai dengan retardasi mental. Dunia pendidikan
fungsi intelektual umum yang berada mengenalnya dengan istilah tunagrahita
sangat dibawah rata-rata sehingga dapat (Rochyadi, 2012). Berdasarkan kecacatan
menyebabkan atau disertai dengan yang dialami oleh tunagrahita maka
gangguan perilaku adaptif yang sudah American Assosiation On Mental
terlihat selama masa tumbuh kembang Deficiency (AAMD) mengklasifikasikan
seorang anak sebelum mencapai usia 18 tunagrahita dalam tiga derajat kecacatan
tahun (Sadock, 2013). Anak yang yaitu; tunagrahita ringan (debil),
dilahirkan dalam keadaan normal seperti tunagrahita sedang atau moderate (imbisil)
halnya siswa tunagrahita, mengalami dan tunagrahita berat (idiot).

83
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83 - 92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

World Health Organization (WHO) Di Indonesia, masyarakat belum paham


memperkirakan prevelensi keseluruhan mengenai kecacatan yang dialami oleh
anak tunagrahita di dunia sebesar 1-3 % siswa tunagrahita sehingga stigma
telah dirujuk ke ahli saraf dan sebanyak diberikan masyarakat yang menganggap
0,5-2,5 % dari prevelensi anak yang bahwa siswa tunagrahita sebagai orang
dirujuk tersebut berada dalam klasifikasi cacat yang tidak bisa mandiri, bodoh dan
ringan sampai berat. Di Indonesia belum memiliki kemampuan intelektual rendah.
ada gambaran pasti mengenai jumlah Persepsi masyarakat terhadap siswa
siswa tunagrahita, tetapi berdasarkan data tunagrahita ini turut mempengaruhi
dari Buletin Jendela Data dan Informasi konsep diri mereka menjadi negatif karena
Kesehatan Semester II tahun 2014, menyebabkan mereka menjadi kurang
menyebutkan ada sekitar 30.460 anak percaya diri (Jamilah, 2007).
tunagrahita di Indonesia. Kecacatan yang dialami oleh siswa
Kementerian Pendidikan Nasional itunagrahita menyebabkan mereka
Indonesia dalam data Kementerian berbeda dengan siswa itunagrahita
Kesehatan Republik Indonesia (2014) disekolah reguler. Hal ini terlihat pada
menyebutkan sebanyak 4.253 orang siswa kemampuan perkembangan bahasa yang
tunagrahita sedang bersekolah di 108 lambat, keterbatasan dalam berhitung,
Sekolah Luar Biasa (SLB C) khusus tidak mampu bertanggung jawab dengan
tunagrahita yang tersebar di seluruh diri sendiri, dan perilaku agresif yang
Indonesia. Data Direktorat Pendidikan cenderung mengganggu orang lain
Sekolah Luar Biasa (PSLB) menyebutkan terutama teman sebaya. Perilaku ini
pada tahun ajaran 2015/2016 ada sekitar menyebabkan siswa tunagrahita kurang
1.153 siswa tunagrahita sedang diterima dalam lingkungan teman sebaya.
menempuh pendidikan di SLB yang ada Siswa tunagrahita perlu berinteraksi
provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). dengan lingkungan sosial untuk
Siswa tunagrahita sering mengalami mengembangkan kepribadian mereka
diskriminasi karena masalah (Sadrossat & Moghaddmi, 2010).
keterbelakangan mental, tidak jarang Kecacatan yang dialami oleh siswa
mereka ditolak oleh orang terdekat seperti tunagrahita menyebabkan mereka
orang tua dan keluarga, lingkungan mengalami diskriminasi dalam
masyarakat dan teman-teman sebaya masyarakat, hal ini terlihat di beberapa
terutama yang tidak sekolah di SLB negara di Asia dimana penyandang
(Sadrossat & Moghaddmi, 2010). disabilitas termasuk siswa tunagrahita
Penolakan dan diskriminasi ini sangat masih mendapatkan perlakuan yang tidak
memengaruhi konsep diri mereka karena manusiawi (Gupta & Mathur, 2012).
mereka akan tumbuh dalam konsep diri Siswa tunagrahita sama seperti
yang negatif sebagai orang cacat pelajar pada umumnya-tetap
(Dulisanti, 2015). membutuhkan pendidikan untuk
Konsep diri merupakan hasil mengembangkan bakat dan kemampuan
penilaian orang lain atau individu terhadap namun dengan sistem pendidikan yang
dirinya sendiri dan berkaitan erat dengan berbeda dengan pelajar pada umumnya.
perilaku, budaya serta lingkungan (Stuart, Sistem pendidikan tunagrahita lebih
2016). Menurut Brown & Schormans, menekankan pada kemampuan motorik
(2014) siswa tunagrahita memiliki kualitas dan keterampilan praktis karena
hidup yang buruk. Siswa tunagrahita rendahnya tingkat intelegensi yang
sering mengalami isolasi sosial dalam dimiliki. Siswa tunagrahita bersekolah di
lingkungan masyarakat sehingga kurang SLB atau pendidikan inklusi (Rochyadi,
mendapat kesempatan untuk 2012).
mengembangkan kemampuan sosialisasi.

84
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83-92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

SLBN Kupang dalam tahun ajaran Kupang NTT. Populasi penelitian adalah
2016/2017 memiliki 84 orang siswa seluruh siswa di SLBN Kupang yakni 84
tunagrahita dari jenjang pendidikan orang. Sampel penelitian ditentukan
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah secara total sampling yakni sebanyak 84
Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah responden. Penelitian telah dilakukan di
Atas (SMA) (Data SLBN Kupang, 2016). SLBN Kupang Nusa Tenggara Timur
Hasil wawancara dengan guru di SLBN pada bulan Agustus 2016.
Kupang, siswa tunagrahita di SLBN Instrumen pengumpulan data terdiri
Kupang, tempat yang akan dijadikan lahan dari kuesioner konsep diri siswa
penelitian memiliki prestasi yang cukup tunagrahita, dukungan keluarga dan
membanggakan dimana setiap tahunnya dukungan masyarakat. Pengisian
mereka terjadwal mengikuti perlombaan kuesioner dilakukan sendiri oleh
olahraga tingkat daerah, nasional maupun responden namun didampingi oleh guru.
tingkat dunia khusus bagi tunagrahita. Kuesioner telah dilakukan uji validitas dan
Tidak sebatas berpartisipasi tetapi mereka realibitas di SLBN 03 Kemayoran
sering menjuarai perlombaan tersebut, Jakarta. Tata bahasa pada kuesioner
bahkan beberapa siswa mereka menjadi disusun dengan bahasa telah
atlet nasional khusus penyandang disederhanakan agar dapat dipahami para
disabilitas. responden. Etika penelitian yang
Tujuan penelitian ini secara umum diterapkan yakni azas manfaat,
adalah agar diketahuinya hubungan menghormati martabat, adil, dan
dukungan keluarga dan masyarakat dengan kerahasiaan responden.
konsep diri siswa tunagrahita di SLBN Teknik analisis data menggunakan
Kupang Nusa Tenggara Timur tahun 2016. analisis univariat dan bivariat. Analisis
Tujuan khusus dilakukan penelitian ini bivariat dilakukan untuk mengetahui
adalah untuk mengetahui gambaran hubungan antara variabel independen dan
karakteristik siswa tunagrahita, hubungan variabel dependen. Analisis bivariat
antara dukungan keluarga dan masyarakat menggunakan uji statistik Chi-Square
terhadap konsep diri siswa tunagrahita di dengan tingkat kemaknaan (α) 5% = 0,05.
SLBN Kupang Nusa Tenggara Timur Jika nilai p<0,05 maka Ha diterima artinya
tahun 2016. terdapat hubungan antara variabel
independen dan dependen. Jika nilai p >
Metode 0,05, maka Ha ditolak artinya tidak ada
Penelitian ini menggunakan metode hubungan antara variabel independen dan
kuantitatif non eksperimental, desain variabel dependen.
penelitian deskriptif korelasi terhadap
responden tentang hubungan konsep diri Hasil
siswa tunagrahita di SLBN Kupang NTT Karkteristik responden disajikan pada tabel
dengan dukungan keluarga dan 1. Hubungan dukungan keluarga dengan
masyarakat. Variabel bebas dalam konsep diri siswa tunagrahita disajikan
penelitian ini adalah dukungan keluarga pada tabel 2. Sedangkan Hubungan
dan masyarakat sedangkan variabel terikat dukungan lingkungan dengan konsep diri
adalah konsep diri siswa tunagrahita di siswa tunagrahita disajikan pada tabel 3.
SLBN Kupang NTT.
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa/i tunagrahita di SLBN

85
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83 - 92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Tabel 1.
Karakteristik responden (n=84)
Karakteristik f %
Jenis kelamin
Laki-laki 53 63,1
Perempuan 31 36,9
Usia
8 - 12 tahun 17 20,3
13-16 tahun 39 46,4
17 - 21 tahun 28 33,3
Tingkat pendidikan
SD 28 33,3
SMP 21 25
SMA 35 41,7
Konsep Diri
Konsep diri positif 44 52,4
Konsep diri negative 40 47,6
Dukungan orang tua
Mendukung 44 52,4%
Tidak mendukung 40 47,6
Dukungan Lingkungan
Mendukung 45 53,6
Tidak mendukung 39 46,4

Tabel 2.
Hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri siswa tunagrahita (n:84)
Konsep Diri p value
Total
Dukungan keluarga Positif Negatif
f % f % f %
Mendukung 26 59,1 18 40,9 44 100 0,197
Tidak mendukung 18 45 22 55 40 100
Total 44 52,4 40 47,6 84 100

Tabel 3.
Hubungan dukungan lingkungan dengan konsep diri siswa tunagrahita (n:84)
Konsep Diri p value
Total
Dukungan lingkungan Positif Negatif
f % f % f %
Mendukung 26 59,1 19 47,5 45 100 0,389
Tidak mendukung 18 40,9 21 52,5 39 100
Total 44 52,4 40 47,6 84 100

Pembahasan Sebaran usia responden terbanyak pada


Pada tabel 1 menunjukkan bahwa usia 13-16 tahun (46,4%). Data dari
responden berjenis kelamin laki-laki sekolah didapatkan sebagian besar murid
sebesar 63,1%. Hal ini menunjukan bahwa mereka merupakan pindahan dari sekolah
mayoritas siswa di SLBN Kupang NTT biasa (SD) karena siswa sering mengulang
tahun 2016 berjenis kelamin laki-laki. kelas lebih dari 3 kali. Terlambatnya

86
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83-92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

deteksi awal dan kesiapan mental orang sosial tetapi partisipasi aktif sangat
tua yang kurang membuat para siswa mempengaruhi dukungan masyarakat
harus mengulang di sekolah biasa, terhadap siswa tunagrahita. Interaksi dan
sehingga berdampak pada usia sekolah keterlibatan aktif mereka di lingkungan
mereka. Pengabaian dari orang tua dan membuat mereka semakin dikenal oleh
keluarga mempengaruhi deteksi dini lingkungan masyarakat.
terhadap kecacatan siswa tunagrahita Sekolah-sekolah di Kupang sudah
sehingga berdampak pada usia sekolah mulai menerapkan pendidikan inklusi
siswa tunagrahita (Rashid,2012). sehingga memungkinkan siswa
Jumlah murid terbanyak pada penyandang disabilitas seperti tunagrahita
tingkat pendidikan SMA (41,7%). Data ini bisa mengikuti pendidikan di sekolah
diasumsikan bahwa semakin tingginya biasa. Meskipun berteman dengan siswa
kesadaran masyarakat terutama orang tua yang tidak sekolah di SLB siswa
yang memiliki anak penyandang tunagrahita masih merasa canggung
disabilitas untuk menyekolahkan anak karena adanya label sebagai anak cacat
mereka ke jenjang pendidikan yang lebih yang diberikan kepada mereka. Masih ada
tinggi. Tersedianya sarana dan prasarana stigma terhadap siswa tunagrahita, namun
yang cukup lengkap menjadi salah satu pada dasarnya teman sebaya menerima
pertimbangan orang tua anak penyandang keberadaan mereka di lingkungan sekolah
disabilitas untuk menyekolahkan anak tetapi tidak sepenuhnya (Dulisanti, 2015).
mereka di SLBN Kupang. Di sekolah inklusi teman-teman sebaya
Sebanyak 52,4% siswa memiliki yang normal memberikan pengaruh dan
konsep diri positif dan sebanyak 47,6% dukungan yang signifikan terhadap siswa
siswa memiliki konsep diri negatif. Hasil tunagrahita (Yeniarti & Mahmuda, 2015).
penelitian menjelaskan sebagian besar Sebanyak 59,1% siswa tunagrahita
responden mengakui bahwa mereka mendapat dukungan keluarga memiliki
merasa berbeda dengan teman-teman konsep diri positif, namun 40,9%
mereka yang sekolah di sekolah biasa memiliki konsep diri negatif walau
karena kecacatan yang dialami. keluarga mendukung. Hasil uji Chi-
Sebanyak 52,4% keluarga Square didapatkan p value = 0,197 (>
memberikan dukungan kepada anak 0,05) berarti tidak ada hubungan yang
tunagrahita kepada siswa tunagrahita. bermakna antara dukungan keluarga
Keterbatasan sosial ekonomi dan budaya dengan konsep diri siswa tunagrahita di
mempengaruhi dukungan orang tua dan SLBN Kupang.
keluarga SLBN Kupang, 2016). Zuna & Penelitian Sulistyarini dan Saputra
Brown (2014) menyatakan bahwa (2015) menemukan bahwa keluarga belum
keluarga yang memiliki anak tunagrahita memberikan dukungan yang maksimal
membutuhkan dukungan berupa informasi terhadap siswa tunagrahita sehingga
dan keuangan karena merawat anak mereka tumbuh dalam konsep diri yang
dengan kecacatan intelektual seperti siswa negatif. Berbagai perilaku terhadap
tunagrahita membutuhkan biaya lebih. penderita tunagrahita beragam, seperti
Siswa tunagrahita membutuhkan biaya penolakan, malu atau rasa bersalah. Saban
tambahan untuk perawatan dan & Arikan (2011) menemukan pada risetnya
pengobatan mereka. bahwa 68,5% sibling memiliki ketakutan
Terdapat sebanyak 53,6% siswa bahwa suatu saat mereka juga akan
tunagrahita mendapatkan dukungan dari mengalami hal yang sama; 77,8 %
masyarakat. Penelitian Vaz, Cordier, melaporkan malu karena memiliki saudara
Flakmer, Ciccarelli, Parsons, etc (2015) yang mengalami tunagrahita.
menyatakan kecacatan bukan hanya satu- Penelitian Onshton (2013),
satunya yang mempengaruhi dukungan menjelaskan bahwa peranan orang tua

87
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83 - 92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

sangat penting terhadap pembentukan mengalami kecacatan intelektual seperti


konsep diri seorang penyandang tunagrahita. Keluarga yang memiliki anak
tunagrahita. Deteksi dan penanganan yang tunagrahita kemungkinan besar mengalami
tepat dari orang tua dan keluarga sangat tingkat stress yang cukup tinggi sehingga
membantu penyandang tunagrahita. berdampak pada pola asuh mereka
Namun kebanyakan orang tua terlambat terhadap anak tunagrahita. Pola asuh
menyadari masalah yang dialami oleh keluarga yang baik membantu anak
siswa/i, sehingga orang tua atau keluarga tunagrahita tumbuh dalam konsep diri yang
memberikan respon awal yang kurang baik positif dan sebaliknya pola asuh yang
atau negatif. kurang baik menyebabkan anak
Selanjutnya Onshton (2013) tunagrahita tumbuh membentuk konsep
menjelaskan, awalnya orang tua akan diri yang kurang baik karena anak tumbuh
membandingkan siswa/i tunagrahita dalam stigma sebagai anak cacat yang
dengan saudara mereka yang normal. tidak mampu mandiri (Zuna & Brown,
Orang tua akan terus memotivasi bahkan 2014).
memaksa siswa/itunagrahita untuk tetap Sejalan dengan ulasan Rochyadhi
bersekolah di sekolah biasa sehingga (2012), siswa tunagrahita kurang mampu
sekolah dapat menjadi salah satu tempat memahami kelebihan dan kekurangan
deteksi masalah kecacatan intelektual mereka sehingga turut mempengaruhi
siswa/i tunagrahita. Hal ini sejalan dengan konsep diri mereka. Siswa tunagrahita
Saddocks (2013), menjelaskan kurang mampu menilai kelebihan dan
karakteristik anak tanagrahita adalah kekurangan dalam diri mereka sehingga
kecacatan intelektual akan terlihat selama butuh dukungan dari orang tua dan
masa tumbuh kembang dan jarang terlihat keluarga, lingkungan maupun teman-
adanya kecacatan fisik. Inilah yang teman sebaya.
menyebabkan orang tua kurang menyadari Siswi tunagrahita yang memiliki
masalah kecacatan yang dialami siswa/i konsep diri rendah akan mengalami
tunagrahita. kendala pada aktivitas akademik dan juga
Selain berdampak pada area social. Akibatnya siswa akan menjadi
perkembangan keluarga, adanya seseorang lebih rentan karena tidak memiliki
dengan tunagrahita dirumah juga akan kelebihan dan kemampuan hidup dalam
memengaruhi kualitas hubungan penderita masyarakat. Kegagalan ini dapat
dengan anggota keluarga lainnya. Lafferty, menimbulkan ketidakberdayaan, frustasi
O’Sullivan, O’Mahoney, et al (2016) sehingga menjadi predisposisi munculnya
menyatakan bahwa keluarga yang ansietas pada kehidupan social dimasa
memiliki anggota keluarga yang mendatang.
mengalami tunagrahita cenderung Tri (2015) menjelaskan rasa percaya
memiliki tingkat ketahanan (relisiens) yang diri siswa tunagrahita mempengaruhi
rendah dibandingkan dengan populasi. konsep diri mereka menjadi positif. Rasa
Timbulnya konflik pada keluarga sangat percaya diri mendorong siswa tunagrahita
mungkin terjadi akibat beban yang untuk berinteraraksi dengan dunia luar.
dirasakan keluarga saat merawat penderita Keluarga dan guru-guru di lingkungan
tunagrahita dirumah. Ketahanan keluarga sekolah sedianya membantu siswa
yang rendah-bagaikan lingkaran-akan tunagrahita mendapatkan rasa percaya diri
membuat ketahanan penderita tunagrahita yang lebih
juga rendah. Kondisi ini berpotensi Pada tabel 3 ditemukan sebesar
menumbuhkan kerentanan bagi penderita 59,1% responden mendapat dukungan
tunagrahita. lingkungan dan konsep diri positif.
Kualitas hidup keluarga turut Sedangkan 40,9% responden yang tidak
mempengaruhi kualitas hidup anak yang mendapatkan dukungan dari lingkungan

88
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83-92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

namun tetap memiliki konsep diri positif. tunagrahita dengan kelompok teman
Hasil uji Chi-Square didapatkan p value = sebaya menjelaskan siswa/i tunagrahita
0,389 (> 0,05) berarti tidak ada hubungan beresiko tinggi mengalami isolasi sosial
yang bermakna antara dukungan dari teman sebaya karena masalah
lingkungan dengan konsep diri siswa kecacatan intelektual. Penyandang
tunagrahita di SLBN Kupang. tunagrahita mengalami diskriminasi dan
Penelitian ini sejalan dengan penolakan menyebabkan siswa
penelitian Paterson, McKenzie & Lindsay tunagrahita mengalami kesepian dan
(2012) bahwa tidak ditemukan adanya menjadi rendah diri. Rasa kesepian dan
hubungan yang bermakna antara stigma dan rendah diri menyebabkan siswa/i
masyarakat terhadap konsep diri negatif tunagrahita memiliki konsep diri yang
penyandang tunagrahita di Amerika. Pada negatif. Perilaku penyandang tunagrahita
beberapa penelitian terkait sebelumnya yang kurang aktif secara social
dijelaskan bahwa besarnya stigma yang mengakibatkan siswa/i tunagrahita
diberikan kepada penyandang tunagrahita memiliki teman lebih sedikit
berhubungan dengan rendahnya konsep dibandingkan dengan siswa yang tidak
diri dan cenderung mengalami konsep diri sekolah di SLB.
yang negatif. Penelitian kualitatif yang dilakukan
Masyarakat turut mempunyai andil oleh Dulisanti (2015), mengenai studi
dalam membentuk konsep diri tunagrahita. kasus pada proses pendidikan inklusif di
Pelebelan atau stigma terhadap siswa SMK Negeri 2 Malang mendapatkan
tunagrahita berasal dari masyarakat. hasil stigma yang diberikan kepada
Masih ada masyarakat yang memberikan siswa/i tunagrahita adalah stigma
stigma negatif terhadap siswa tunagrahita. menghambat, memiliki nilai jelek, serta
Hal ini sejalan dengan data yang peneliti kurang bisa bergaul.Selain itu juga
temukan di lapangan, responden mengaku diskriminasi yang dilakukan oleh teman
bahwa mereka turut berpartisipasi dalam sebaya tanpa disadari merupakan salah
kegiatan lingkungan. Menurut peneliti satu bentuk soft-bullying terhadap siswa/i
selain masalah intelektual, label sebagai tunagrahita.
penyandang disabilitas turut Elkington, Hackler, McKinnon,
mempengaruhi peranan responden dalam Borges, Wright, et all (2012) menyatakan
lingkungan yang akhirnya mempengaruhi stigma terhadap penyandang cacat
konsep diri mereka. intelektual seperti tunagrahita sangat
Penelitian Kenyon & Jackson mempengaruhi konsep diri mereka.
(2014), terhadap 10 responden Siswa tunagrahita sudah terlanjur
penyandang tunagrahita dengan mendapat stigma sebagai orang cacat
menggunakan pendekatan fenomenologis sehingga mereka mengalami harga diri
interpretative mendapatkan hasil adanya rendah. Harga diri rendah ini
pelebelan terhadap penyandang mempengaruhi konsep diri mereka
tunagrahita terlebih dahulu mempengaruhi menjadi negatif.
pembentukan konsep mereka. Sejalan dengan penelitian Chen &
Berdasarkan hasil wawancara, responden Shu (2012) yang mewawancarai siswa/i
mengakui mereka merasa ragu dan minder tunagrahita di sekolah menengah provinsi
untuk mulai berinteraksi dengan Taiwan Timur menjelaskan tiga hal yang
lingkungan sosial karena takut diberi lebel mendasar dalam stigma yaitu; menjadi
penyandang cacat. Hal ini dapat label, pasrah diri dan hidup dengan label
membentuk konsep diri tunagrahita yang diberikan. Label sebagai orang cacat
menjadi negatif. dihasilkan dari sistem kesejahteraan sosial
Pijl & Skaalvik (2010) mengulas dan sistem pendidikan yang kurang
dari penelitiannya tentang siswa/i mendukung. Ketidakberdayaan ini

89
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83 - 92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

membuat siswa tunagrahita menjadi tunagrahita sehingga membuat mereka


pasrah dimana pada tahap ini mereka saling mendukung. Inilah salah satu faktor
melihat diri mereka sebagai orang cacat yang memberi konsep diri postif untuk
intelektual dan nakal. Hal ini akan siswa tunagrahita.
menyebabkan siswa tunagrahita menerima
stigma atas diri mereka dan berfikir buruk Simpulan dan Saran
tentang diri sendiri. Tidak ada hubungan yang bermakna
Kenyon, Beail & Jackson (2014) antara dukungan keluarga terhadap konsep
menyatakan pemberian stigma terhadap diri siswa tunagrahita (p value = 0,197)
penyandang tunagrahita terlebih dahulu dan tidak ada hubungan yang bermakna
mempengaruhi pembentukan konsep antara dukungan masyarakat terhadap
mereka. Hal ini akan menyebabkan siswa konsep diri siswa tunagrahita (p value =
tunagrahita tumbuh dengan label sebagai 0,389). Hasil penelitian menunjukkan
orang cacat intelektual. Stigma buruk perlunya dukungan keluarga dan
menimbulkan kompensasi negatif pada masyarakat agar penyandang tunagrahita
penyandang tunagrahita sehingga akhirnya tetap memiliki konsep diri yang positif.
mereka mengisolasikan diri dari Penelitian ini menggunakan penyandang
lingkungan dan aktivitas bersama lainnya. tunagrahita sebagai responden sehingga
Pada penelitian ini, penerimaan dari dukungan keluarga dan masyarakat
masyarakat merupakan bentuk dukungan didapatkan dari versi responden. Penelitian
terhadap responden. Dukungan inilah ini menyarankan penelitian lanjut tentang
membuat responden merasa diterima dukungan keluarga dan masyarakat namun
sehingga konsep diri mereka menjadi dari keluarga dan masyarakat itu sendiri.
positif. Ataupun sebaliknya adanya
penolakan atau diskriminasi membuat Daftar Pustaka
responden menjadi rendah diri dan Brown, I., & Schormans, A. F. (2014).
mempengaruhi konsep diri mereka Quality of life, children with
menjadi negatif. Segoyganya, dukungan intellectual and developmental
lingkungan maupun masyarakat akan disabilities, and maltreatment.
menjadi semangat dan motivasi bagi para International Public Health Journal,
penyandang tunagrahita. 6 (2), 185-197.
Penelitian Yeniarti & Mahmuda
(2105), tentang pengaruh penerapan Buletin Jendela Data dan Informasi
bantuan tutor sebaya terhadap anak Kesehatan (Semester II, 2014).
tunagrahita di SMP Negeri 4 Gresik Buletin Jendela dan Infomasi
menjelaskan siswa/i tunagrahita cukup Kesehatan. Kementrian Kesehatan
diterima oleh teman sebaya mereka. RI, hlm. 25.
Penelitian dengan tekhnik “pre-test post- http://www.depkes.go.id/download.
test” menunjukan adanya pengaruh yang php?file=download/pusdatin/buletin/
signifikan antara dukungan teman sebaya buletin
yang normal terhadap teman mereka yang
tunagrahita. Hal ini dibuktikan dengan Chen, C., & Shu,B. (2012). The Process
hasil uji Zh 2,024 lebih besar dari nilai Perceiving Stigmatization:
kritis α = 5% dan tingkat kesalahan untuk Perspectives from Taiwanese Young
1,64. People with Intellectual Disability.
Gilmore & Roberts (2013) Journal of Applied Research In
menyatakan siswa tunagrahita lebih Intellectual Disabilities, 25 (3), 240-
banyak mendapatkan dukungan dari 251.
lingkungan sekolah mereka karena adanya
perasaan senasib sebagai penyandang Data SLB Pembina Penfui Kota Kupang
NTT, (2016). Data tidak
90
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83-92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

dipublikasikan.Data Statistik STAIN Ponorogo).


Sekolah Luar Biasa 2016. http://etheses.stainponorogo.ac.id/10
00/1/Abstrak,%20BA B%20I-II.pdf
Dulisanti, R. (2015). Penerimaan sosial
dalam proses pendidikan inklusif Jamilah. K. A., (2007). Special Education
(studi kasus pada proses pendidikan For Special Children; Panduan
inklusif di SMK Negeri 2 Malang). Khusus Anak-Anak dengan
Indonesian journal of disability Ketunaandan Learning Disabilitas.
studies (ijds), 2 (1). Hikmah All Right reserved. Jakarta.
http://ijds.ub.ac.id/index.php/ijds/art
icle/download/26/18 Kenyon, E., Beail, N., & Jackson, T.
(2014). Learning disability:
Elkington, K. S., Hackler, D., McKinnon, experience of diagnosis. British
K., Borges, C., Wright, E. R., Journal of Learning
&Wainberg, M. L. (2012). Disabilities, 42(4), 257-263.
Perceived mental illness stigma
among youth in psychiatric Kementerian Kesehatan Republik
outpatient treatment. Journal of Indonesia, (2014). Pedoman
Adolescent Research, 27(2), 290- Pelayanan Kesehatan Anak Dengan
317. Sisabilitas Bagi Keluarga.
Kementerian Kesehatan Republik
Gupta, P. C., &Mathur, A. (2012). Indonesia. Jakarta.
Predicting the class of a mentally
disabled patient to check the level of Ohnston, T. C (2013). Self-concepts and
mental retardation by using feed socioemotional functioning of
forward back propagation neural children with mild intellectual
network. International Journal of disability (MID) and parents'
Computer Applications, 41(17). attributions for their children's
academic struggles.
Kenyon, E., Beail, N., & Jackson, T.
(2014). Learning disability: Paterson, L., McKenzie, K., & Lindsay, B.
experience of diagnosis. British (2012). Stigma, social comparison
Journal of Learning and self‐esteem in adults with an
Disabilities, 42(4), 257-263. intellectual disability. Journal of
Applied Research in
Lafferty A, O’Sullivan D, O’Mahoney P, Intellectual Disabilities, 25(2), 166-
Taggart L, van Bavel B (2016) 176.
Family carers’ experiences of caring
for a person with intellectual Pijl, S. J., Skaalvik, E. M., &Skaalvik, S.
disability. Dublin: University (2010). Student with special needs
College Dublin and the compositiom of their peer
group. Irish Educational Studies, 29
Rochyadi, E., (2012). Modul Karakteristik (1), 57-70.
Dan Pendidikan Anak Tunagrahita.
https://scholar.google.co.id/scholar? Rashid,N. (2012). Exclusion amongst
hl=id&q . muslim parents of mentally
challenged children in hyderabad.
Tri, H. (2015). Membangun rasa percaya Researchers World, 3(2), 25-32.
diri anak tunagrahita di SLB Negeri
Jenangan ponorogo tahun pelajaran Romdhoni, M., (2013). Konsep Diri Siswa
2014/2015 (Doctoral dissertation, Tunagrahita Sedang Di Sekolah

91
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 2, Hal 83 - 92, November 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Luar Biasa Nurani Kota Cimahi. framework. International Public


https://scholar.google.co.id/scholar? Health Journal, 6(2), 161-184.
q.

Saban F, Arıkan D. The self-esteem and


anxiety of children with and without
mentally retarded siblings. J Res
Med Sci 2013;18:961-9.

Sadock, B., & Sadock, V. (2013).Concise


Textbook Of Clinical Psychiatri. Ed.
2.Ahli bahasa; Profitasari &
Mahatmi. EGC. Jakarta.

Sadrossadat, L., Moghaddami, A., &


Sadrossadat, S. J. (2010). A
comparison of adaptive behaviors
among mentally retarded and
normal individuals: A guide to
prevention and treatment.
International Journal of Preventive
Medicine, 1

Sulistyarini, T., & Saputra, Y. (2015).


Dukungan Sosial Keluarga Pada
Anak Retardasi Mental Sedang.
Jurnal Stikes RS Baptis Kediri,8(2)

Vaz, S., Cordier, R., Falkmer, M.,


Ciccarelli, M., Parsons, R.,
McAuliffe, T., &Falkmer, T. (2015).
Should schools expect poor physical
and mental health, social
adjustment, and participation
outcomes in students with
disability? Plos One,10(5)

Yeniarti, N. R., & Mahmudah, S. (2015).


Pengaruh penerapan bantuan tutor
sebaya terhadap keterampilan
memasak siswa tunagrahita ringan
di SMP Negeri 4 Gresik Jawa
Timur.
http://ejournal.unesa.ac.id/article/15
575/15/article.pdf

Zuna, N. I., Brown, I., & Brown, R. I.


(2014). Family quality of life in
intellectual and developmental
disabilities: A support-based

92

Anda mungkin juga menyukai