2. Dari Tindakan operasi digestif yang berpotensi terjadi vagal reflex apa saja, dan
penatalaksanaan vagal reflex
Semua organ yang di persyarafi oleh system parasimpatis co/ Cholelithiasis, system empedu,
system hepatica, colon, usus halus, Limfa
3. jelaskan kanulasi CVC pada bedah digestiv, apa tujuannya, apa manfaat secara
langsung, komplikasinya apa, dan bisa dipasang dimana saja?
Jawab:
Kateter vena sentral atau Central Venous Catheter (CVC), adalah tabung panjang,
lunak, tipis, berongga yang ditempatkan ke dalam vena besar (pembuluh darah) yang
salah satu dipasang pada operasi besar seperti bedah digestiv yang memiliki masalah
hemodinamik
Tujuannya untuk pemantauan tekanan vena sentral (CVP), pemberian cairan untuk
mengobati hipovolemia dan syok, infus obat kaustik dan nutrisi parenteral total,
aspirasi emboli udara, dan sebagai akses vena pada pasien dengan vena perifer yang
buruk.
Manfaat secara langsung adalah saat durante operasi kita dapat memantau dan
mengendalikan hemodinamik pasien.
Komplikasi yang bisa muncul dari kanulasi CVC adalah infeksi sampai sepsis,
Penumothorax, Efusi pleura, dan kilothorax
CVC bisa dipasang di v. jugularis interna, v. Jugularis eksterna, v. Subclavia, v.
Femoralis, v. Colateral, v. Cava inferior translumbar, dan v. Hepatica
Indikasi Kateterisasi vena sentral diindikasikan untuk memantau tekanan vena sentral (central
venous pressure/ CVP), pemberian cairan untuk terapi hipovolemia dan syok, infus obat yang
bersifat kaustik dan pemberian nutrisi parenteral total, aspirasi emboli udara, pemasangan
lead pacu transkutan, dan mendapatkan akses vena pada pasien dengan pembuluh darah
perifer yang buruk. Dengan kateter khusus, kateterisasi vena sentral dapat digunakan untuk
pemantauan saturasi oksigen vena sentral (SCVO2) terus-menerus. SCVO2 yang menurun
(normal >65%) mengingatkan akan kemungkinan penghantaran oksigen yang tidak adekuat
ke jaringan (misalnya, curah jantung yang rendah, rendahnya hemoglobin, saturasi oksigen
arteri rendah, peningkatan konsumsi oksigen). SCVO2 yang meningkat (>80%) mungkin
mengindikasikan shunting arteri/vena atau gangguan penggunaan oksigen seluler (misalnya,
keracunan sianida).
Kontraindikasi
Kontraindikasi relatif meliputi tumor, clot, atau vegetasi katup trikuspid yang dapat terlepas
atau terembolisasi selama kanulasi. Kontraindikasi lainnya berhubungan dengan titik
kanulasi. Sebagai contoh, kanulasi vena subklavia dikontraindikasikan secara relatif pada
pasien yang menerima antikoagulan (karena ketidakmampuan untuk memberikan kompresi
langsung jika terjadi tusukan arteri yang tidak disengaja). Didasarkan pada tradisi tapi bukan
pada ilmiah, beberapa klinisi menghindari kanulasi vena jugularis interna di sisi
endarterektomi karotis sebelumnya karena kekhawatiran tentang kemungkinan tusukan arteri
karotis yang tidak disengaja. Kehadiran kateter sentral lainnya atau sadapan pacu jantung
dapat mengurangi jumlah titik yang tersedia untuk penempatan jalur sentral.
Kanulasi vena sentral melibatkan pemasukan kateter ke vena sehingga ujung kateter terletak
dengan sistem vena dalam toraks. Umumnya, lokasi optimal ujung kateter adalah di superior
atau di persimpangan vena kava superior dan atrium kanan. Bila ujung kateter terletak di
dalam toraks, inspirasi akan meningkatkan atau menurunkan CVP, tergantung pada apakah
ventilasi dikendalikan atau spontan. Pengukuran CVP dibuat dengan kolom air (cmH2O),
atau yang lebih disukai, dengan transduser elektronik (mmHg). Tekanan harus diukur pada
akhir ekspirasi. Berbagai titik dapat digunakan untuk kanulasi. Semua titik kanulasi memiliki
peningkatan risiko terjadinya infeksi yang berbanding lurus dengan lama kateter terpasang.
Dibandingkan dengan titik lain, vena subklavia dikaitkan dengan risiko pneumotoraks yang
lebih besar selama insersi, namun penurunan risiko komplikasi lain selama kanulais yang
berkepanjangan (misalnya, pada pasien yang sakit kritis). Vena jugularis interna kanan
memberikan kombinasi aksesibilitas dan keamanan. Kateter vena jugularis interna kiri
memiliki peningkatan risiko efusi pleura dan kilotoraks. Vena jugularis eksternal juga dapat
digunakan sebagai tempat masuk, namun karena sudut tajam di mana mereka bergabung
dengan vena besar di dada, dikaitkan dengan kemungkinan kegagalan yang sedikit meningkat
untuk mendapatkan akses ke sirkulasi pusat daripada vena jugularis internal. Vena femoralis
juga bisa dikanulasi, namun dikaitkan dengan peningkatan risiko sepsis terkait kateterisasi.
Setidaknya ada tiga teknik kanulasi: kateter di atas jarum (mirip dengan kateterisasi perifer),
kateter melalui jarum (memerlukan large-bore needle stick), dan kateter di atas guidewire
(teknik Seldinger) . Sebagian besar akses sentral dipasang dengan menggunakan teknik
Seldinger. Skenario berikut menggambarkan penempatan akses vena jugularis interna. Pasien
ditempatkan di posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko emboli udara dan untuk
mendistensi vena jugularis interna (atau subklavia). Kateterisasi vena memerlukan teknik
aseptik lengkap, termasuk hand scrub, sarung tangan steril, gaun, masker, topi, preparat
bakterisidal kulit (larutan berbasis alkohol lebih disukai), dan duk steril. Dua kaput otot
sternokleidomastoideus dan klavikula membentuk tiga sisi segitiga. Jarum berukuran 25
digunakan untuk menginfiltrasi apeks dari segitiga dengan anestesi lokal. Lokasi vena
jugularis interna dapat ditemukan dengan menggunakan ultrasound, dan kami sangat
menyarankan agar hal ini digunakan bila memungkinkan. Banyak institusi yang mewajibkan
penggunaan ultrasound kapanpun dilakukan kanulasi vena jugularis interna. Sebagai
alternatif lain, lokasi vena dapat ditentukan dengan jarum berukuran 25 - atau jarum
berukuran 23 pada pasien yang lebih berat - di sepanjang batas medial caput
sternokleidomastoideus lateral, ke arah puting susu ipsilateral, pada sudut 30o terhadap kulit.
Aspirasi darah vena mengkonfirmasi lokasi vena. Penting untuk memastikan bahwa vena
(dan bukan arteri) yang dikanulasi. Kanulasi arteri karotis dapat menyebabkan hematoma,
stroke, gangguan jalan napas, dan kemungkinan kematian. Jarum dinding tipis nomor 18 atau
kateter nomor 18 di atas jarum dimajukan di sepanjang jalur yang sama dengan jarum pencari
lokasi, dan, dengan aparatus yang terakhir, jarum dikeluarkan dari kateter setelah kateter telah
maju ke dalam vena. Ketika aliran darah bebas tercapai kami biasanya mengonfirmasi
tekanan vena sentral versus arteri (menggunakan tabung intravena ekstensi) sebelum
memasukan guidewire. Kami merekomendasikan bahwa penempatan yang tepat dari
guidewire dikonfirmasi menggunakan ultrasound. Jarum (atau kateter) dilepas, dan dilator
dipasang di atas kawat. Kateter disiapkan untuk insersi dengan membilas semua lubang
dengan larutan garam, dan seluruh lubang distal diberi “tutup (capped)” atau diklem, kecuali
satu lubang tempat kawat akan masuk. Selanjutnya, dilator dilepaskan, dan kateter akhir
dilewatkan di atas kawat. Guidewire dilepas, dengan ibu jari ditempatkan di atas hub kateter
untuk mencegah aspirasi udara sampai tabung kateter intravena terhubung dengannya.
Kateter ini kemudian diamankan, dan dressing steril diaplikasikan. Lokasi yang benar
dikonfirmasi dengan radiografi dada. Ujung kateter tidak boleh berpindah ke ruang jantung.
Peralatan pemberian cairan harus sering diganti, sesuai dengan protokol pusat medis
setempat. Seperti yang telah disebutkan, kemungkinan penempatan dilator vena atau kateter
ke dalam arteri karotis secara tidak disengaja dapat dikurangi dengan mentransmisikan
bentuk gelombang tekanan pembuluh darah dari jarum (atau kateter, jika kateter di atas jarum
telah digunakan) sebelum memasukkan kawat (paling sederhana dilakukan dengan
menggunakan tabung intravena ekstensi steril sebagai manometer). Sebagai alternatif,
seseorang dapat membandingkan warna atau PaO2 darah dengan sampel arteri. Warna darah
dan pulsatilitas bisa menyesatkan atau inkonklusif, dan lebih dari satu metode konfirmasi
harus digunakan. Dalam kasus di mana ekokardiografi transesofagus (transesophageal
echocardiography/ TEE) digunakan, guidewire dapat dilihat di vena jugularis atau atrium
kanan, yang mengonfirmasikan masuknya ke vena.
Pertimbangan Klinis
Fungsi jantung normal memerlukan pengisian ventrikel yang cukup memadai. CVP
memperkirakan tekanan atrium kanan. Volume ventrikel berhubungan dengan tekanan
melalui komplians. Ventrikel dengan komplians yang sangat baik mengakomodasi volume
dengan sedikit perubahan pada tekanan. Sistem nonkomplians memiliki perubahan tekanan
yang lebih besar dengan sedikit perubahan volume. Akibatnya, pengukuran CVP individu
hanya akan mengungkapkan informasi terbatas tentang volume dan pengisian ventrikel.
Meskipun CVP yang sangat rendah dapat mengindikasikan pasien dengan volume sedikit,
bacaan tekanan yang sedang sampai tinggi mungkin mencerminkan kelebihan volume,
komplians ventrikel yang buruk, atau keduanya. Perubahan pada CVP yang terkait dengan
pemberian volume ditambah dengan pengukuran kinerja hemodinamik lainnya (misalnya,
volume sekuncup, curah jantung, tekanan darah, denyut jantung, keluaran urin) mungkin
merupakan indikator yang lebih baik untuk responsivitas volume pasien.
5. a. Jelaskan Teknik anestesi dari perioperative sampai post operasi pada kasus
tumor pancreas
Preoperasi :
Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan laborat (darah rutin, masa perdarahan dan
masa pembekuan, pemeriksaan khusus fungsi hati, fungsi ginjal, analisis gas darah,
elektrolit, hematologi dan faal hemostasis lengkap, sesuai dengan indikasi.
Dilakukan juga pemeriksaan radiologi foto toraks antero-posterior dan leteral,
pemeriksaan enzim amilase, pemeriksaan gula darah.
Pasien diberikan premedikasi dengan obat-obatan seperti Ondansentron untuk
mencegah PONV, Sulfas atropine 0,25 mg untuk antikolinergik, Midazolam 0.04-0.1
mg/kg sebagai antianxietas
Intraoperatif :
Pasien disiapkan dengan GA ETT
Pasien dipersiapkan
Pasang alat-alat monitor
Siapkan alat-alat dan obat resusitasi
Siapkan mesin anestesi dengan system sirkuit dan gasnya
Induksi dengan penthotal / propofol
Berikan obat pelumpuh otot suksinil kolin/atrakurium untuk fasilitas intubasi
Berikan nafas buatan melalui sungkup muka dengan oksigen 100%
Lakukan laringoskopi, pasang ETT
Fiksasi dan hubungkan dengan mesin
Berikan inhalasi N2O +O2 dan narkotik(analgetik sedative) ditambah obat
sedative/hipnotik serta pelumpuh otot non depolarisasi intravena
Dosis ulangan atau pemeliharaan diberikan intravena intermitten atau tetes ulang
konyinyu
Kendalikan nafas pasien secara manual atau mekanin dengan volume dan frekuensi
yag sesuai
Pantau tanda vital
Pantau kadar gula darah secara periodic, bila perlu menggunkan infus maintenance
dengan dextrose apabila ada potensi hipoglikemia durante operasi
Monitoring tanda – tanda perdarahan bila perlu persiapan transfuse darah dan pasang
infus 2 jalur dengan iv cath ukuran besar
Post Operatif :
Pasien dirawat di ruang pulih, sesuai dengan tata laksana pasca anesthesia (ICU bila
perlu)
Pada pasien yang akan diantisipasi akan mengalami depresi nafas, langsung dikirim
ke ruang terapi intensif
Masalah pasca bedah, khususnya kasus bedah digestif adalah nyeri abdomen dan
nutrisi
Nyeri pasca laparotomy tinggi akan mengganggu mekanisme batuk dan menurunkan
kapasitas vital paru diatasi dengan cara: Pada pasien tanpa problem pernapasan
praoperatif, berikan analgesia epidural dengan morfin atau dengan analgesia balans
melalui infus tetes kontinyu Pada kasus dengan problem pernapasan praoperatif,
diberikan ventilasi mekanik disertai obat sedative dan analgetik yang adekuat
b. Jelaskan tentang enzyme amilase
Amilase adalah enzim yang memecah pati, mengubahnya menjadi gula.
Terdapat dua jenis utama, yaitu alpha dan beta. Alpha-amilase ditemukan dalam air
liur manusia, di mana ia memulai proses
kimia dalam pencernaan dengan hidrolisis pati. Alpha-amilase juga ditemukan
dalam pankreas. Beta-amilase ditemukan dalam biji beberapa tanaman,
serta bakteri, ragi, dan jamur.
Kadar enzim amilase meningkat pada kasus pankreatitis akut, abses pancreas,
kanker pancreas, kolesisititis dan menurun pada kasus pankreatitis kronis, penyakit
ginjal, dan fibrosis kistik
c. Jelaskan tentang pengelolaan nyeri pada kanker pancreas
Pedoman terapi pada kanker pancreas merekomendasikan morfin sebagai obat
pilihan dalam manajemen nyeri. Pemberian parenteral atau transdermal pada pasien
gangguan menelan atau gangguan saluran cerna dapat dipertimbangkan. Pada pasien
dengan toleransi opioid yang jelek, maka disarankan blokade celiacoplexus