PROGRAM IMUNISASI
BAGI PETUGAS PUSKESMAS
ii
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
iii
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
1 DESKRIPSI SINGKAT
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini masih mempunyai beban ganda
(double burden), yaitu beban masalah penyakit menular dan penyakit degeneratif.
Pemberantasan penyakit menular sangat sulit karena penyebarannya tidak mengenal
batas wilayah administrasi. Imunisasi merupakan salah satu tindakan pencegahan
penyebaran penyakit ke wilayah lain yang terbukti sangat cost effective.
Cakupan imunisasi harus dicapai dan dipertahankan tinggi dan merata di seluruh wilayah
untuk mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB). Jika telah terjadi KLB, maka
kegiatan Outbreak Response Immunization (ORI) harus dilaksanakan sesuai prosedur.
Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama antara petugas surveilans dan imunisasi dalam
melakukan analisa dalam mencegah terjadinya KLB maupun menentukan sasaran serta
luas wilayah ORI bila KLB sudah terjadi.
Sehubungan dengan itu, petugas surveilans perlu memahami mengenai kebijakan dan
pelasanaan program imunisasi. Untuk kepentingan tersebut, maka pada pelatihan ini
akan dibahas 3 topik yaitu imunisasi rutin, imunisasi tambahan serta pengelolaan vaksin
dan rantai dingin vaksin.
2
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
2 TUJUAN
PEMBELAJARAN
A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu memahami dan menjelaskan
program imunisasi sesuai dengan pedoman yang ada
3
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
3 MATERI POKOK dan
SUB MATERI POKOK
Materi pokok dan sub materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
A. Imunisasi Rutin
1. Jadwal Imunisasi Rutin
2. Upaya Imunisasi Kejar
B. Imunisasi Tambahan
1. Crash Program
2. PIN/Sub PIN
3. Outbreak Response Immunization (ORI)
C. Pengelolaan Vaksin dan Rantai Dingin Vaksin
1. Pengelolaan Vaksin
2. Pengelolaan Rantai Dingin Vaksin
4
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
4 METODE
5
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
5 MEDIA DAN ALAT BANTU
A. Modul
B. Bahan Tayang
C. Pointer
D. Laptop
E. Kertas dan alat tulis
6
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
6 LANGKAH-LANGKAH
KEGIATAN PEMBELAJARAN
7
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Materi Pokok 3 : Pengelolaan Vaksin dan Rantai
Dingin Vaksin
Sub Materi Pokok
a. Pengelolaan Vaksin
b. Pengelolaan Rantai Dingin Vaksin
8
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
7 URAIAN MATERI
Imunisasi rutin adalah Imunisasi Program yang dilaksanakan secara terus menerus
dan berkesinambungan sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri dari imunisasi dasar dan
imunisasi lanjutan.
1. Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar diberikan kepada bayi sebelum berusia satu tahun, dengan jadwal
sebagai berikut:
Tabel 1
Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi (0-11 Bulan)
Umur Jenis Imunisasi
9
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
2. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan ulangan imunisasi dasar untuk mempertahankan
tingkat kekebalan dan untuk memperpanjang masa perlindungan anak yang
sudah mendapatkan imunisasi dasar.
Imunisasi lanjutan diberikan kepada:
a. anak usia bawah dua tahun (Baduta);
b. anak usia sekolah dasar/sederajat; dan
c. wanita usia subur (WUS).
Imunisasi pada anak dibawah usia dua tahun terdiri dari imunisasi PCV, DPT HB-
Hib dan Campak Rubela dengan jadwal sebagai berikut.
Tabel 2.
Jadwal Pemberian Imunisasi Lanjutan pada Baduta
Umur Jenis Imunisasi
12 Bulan PCV 3
10
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Tabel 3.
Jadwal Pemberian Imunisasi Lanjutan
Pada Anak Usia Sekolah Dasar/Sederajat
Sasaran
Tidak Jenis Vaksin Bulan Interval
Sekolah
sekolah Minimal
Campak-Rubela Agustus
Kelas 1 7 tahun
DT November
1 tahun setelah
Kelas 2 8 tahun Td November
pemberian DT
Td November
Kelas 5 11 tahun
HPV 1* Agustus
6 bulan setelah
Kelas 6 12 tahun HPV 2* Agustus pemberian HPV
dosis 1
Keterangan :
*) dilaksanakan di wilayah introduksi, akan diperluas ke seluruh provinsi secara bertahap
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada WUS (termasuk wanita hamil) adalah
imunisasi Td. Sebelum imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi yang
mengandung antigen tetanus (skrining) terlebih dahulu, terutama pada saat
pelayanan antenatal atau pada layanan kesehatan reproduksi bagi calon
pengantin. Pemberian imunisasi yang mengandung antigen tetanus tidak perlu
diberikan, apabila status sudah mencapai T5, dapat dibuktikan dengan buku
Kesehatan Ibu dan Anak, kohort, rekam medis, dan atau cara-cara pembuktian
lainnya (atau melalui ingatan).
Tabel 4.
Status Imunisasi Tetanus dan Masa Perlindungannya
Status
Interval Minimal Pemberian Masa Perlindungan
Imunisasi
T1 - -
11
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Pencatatan dan pelaporan pelayanan imunisasi dilakukan secara manual maupun
elektronik. Pencatatan dan pelaporan imunisasi program secara manual dilakukan
dengan menggunakan register kohort (register kohort ibu, kohort bayi dan kohort
balita dan anak pra-sekolah) atau register imunisasi atau rekam medis, buku
kesehatan ibu dan anak, rapor kesehatanku serta format pencatatan lainnya sesuai
ketentuan yang berlaku. Pencatataan dan pelaporan imunisasi program secara
elektronik dilakukan melalui Aplikasi Sehat IndonesiaKu (ASIK).
Capaian cakupan imunisasi menjadi sangat penting yang menunjukkan kinerja dari
program imunisasi itu sendiri. Berapa banyak sasaran yang telah diimunisasi, baik
per antigen maupun setiap dosisnya, dapat menunjukkan tingkat perlindungan
kelompok yang terdapat di suatu wilayah.
Monitoring dan evaluasi terhadap cakupan imunisasi salah satunya dapat dilakukan
dengan menggunakan instrumen Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Program
Imunisasi. Alat pemantauan ini berfungsi untuk memonitor kecenderungan
pencapaian cakupan program dalam periode tertentu (kuantitas program) agar dapat
segera dilakukan koreksi dan tindak lanjut.
Untuk dapat membuat PWS yang baik maka perlu melakukan pengumpulan,
pengolahan dan analisis data cakupan disetiap jenjang dari tiap-tiap unit terkecil
pelayanan (desa/kelurahan) hingga ke tingkat pusat. Analisa dilakukan secara
berkala dengan membandingkan capaian cakupan baik setiap bulan, setiap tiga
bulan, setiap enam bulan atau tahunan. Dengan ini petugas dapat menilai
kecenderungan dari cakupan imunisasi di wilayahnya, serta dapat mengidentifikasi
masalah yang menghambat pelayanan imunisasi.
Keterangan :
a : Jumlah sasaran kelompok tertentu yang telah mendapatkan imunisasi
tertentu pada tahun perhitungan (numerator)
b : Jumlah sasaran kelompok tertentu pada tahun perhitungan (denominator)
Jumlah Dosis
Jenis
yang Harus Keterangan
Imunisasi
Diberikan
HB0 1 dosis Hanya dapat diberikan dalam 24 jam setelah bayi lahir
(atau sampai dengan 7 hari untuk daerah dengan
geografis sulit atau tidak terdapat tenaga kesehatan).
Tidak dapat dilakukan imunisasi kejar.
BCG 1 dosis paling lambat usia 11 bulan (< 1 tahun)
13
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
PCV 3 dosis Anak usia <12 bulan:
• Imunisasi PCV masih dapat diberikan 2 dosis
sampai usia 11 bulan dengan interval 4 minggu.
Imunisasi lanjutan PCV diberikan dengan
memperhatikan interval minimal 8 minggu dari
dosis kedua.
Anak usia 12-24 bulan:
• Jika anak belum pernah mendapat imunisasi PCV,
maka berikan 2 dosis imunisasi PCV dengan
interval minimal 8 minggu sebelum berusia 24
bulan.
• Jika anak belum mendapatkan imunisasi PCV3,
maka imunisasi tersebut masih dapat diberikan
sampai usia 24 bulan.
Anak usia >24 bulan:
• Jika anak belum pernah mendapat imunisasi PCV,
maka anak diberikan 1 dosis imunisasi PCV.
JE 1 dosis Diberikan pada sasaran yang tinggal di daerah endemis,
apabila anak usia >10 bulan belum mendapatkan 1 dosis
maka diberikan segera ketika bayi/baduta datang ke
tempat pelayanan
RV 3 dosis Pemberian imunisasi RV diberikan pada bayi sampai usia
(Rotavirus) 6 bulan.
14
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Gambar 1. Mekanisme DOFU
15
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Gambar 2. Mekanisme BLF
16
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Materi Pokok 2: Imunisasi Tambahan
A. Crash Program
Crash Program merupakan kegiatan pemberian imunisasi tambahan pada sasaran
tanpa memandang status imunisasi sebelumnya yang dilaksanakan pada wilayah
yang memerlukan intervensi secara cepat untuk menutup kesenjangan imunitas dalam
rangka mencegah terjadinya KLB. Crash Program dilakukan minimal pada tingkat
Puskesmas. Luas wilayah dan kelompok usia sasaran ditentukan berdasarkan kajian
epidemiologi. Crash program bisa dilakukan untuk satu atau lebih jenis imunisasi (mis.
Campak terpadu dengan Polio).
18
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
adalah 1 bulan sedangkan interval putaran
kedua dan putaran ketiga adalah 6 bulan.
• Target cakupan ORI adalah minimal 90%.
• Tindak lanjut: RCA dan jadwalkan pemberian
imunisasi bagi sasaran yang belum
mendapatkannya dan lakukan corrective actions.
19
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
• Interval waktu antara putaran pertama
dan kedua adalah 1 bulan.
• Sasaran adalah anak usia <5 tahun
atau dapat ditingkatkan menjadi 10-15
tahun bahkan seluruh populasi,
berdasarkan kajian epidemiologi.
• Jumlah sasaran berkisar 2 juta
sasaran untuk KLB Polio tipe 1 atau
tipe 3, sedangkan untuk KLB Polio tipe
2 berkisar 1-4 juta sasaran.
• Target cakupan Sub PIN adalah
minimal 95% untuk masing-masing
putaran.
• Apabila teridentifikasi adanya kabupaten/kota
atau wilayah dengan cakupan Sub PIN yang
rendah, sehingga masih banyak sasaran yang
belum mendapat imunisasi, maka Sub PIN dapat
dilanjutkan dengan kegiatan Mop-Up.
• Tindak lanjut: RCA dan jadwalkan pemberian
imunisasi bagi sasaran yang belum
mendapatkannya, lakukan corrective actions
20
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Gambar 3. Mekanisme Pelaksanaan Imunisasi Tambahan
21
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Materi Pokok 3 : Pengelolaan Vaksin dan Rantai Dingin Vaksin
A. Pengelolaan Vaksin
Dalam pengelolaan vaksin beberapa hal yang perlu diketahui dan menjadi perhatian
yaitu :
1. Jenis vaksin
Vaksin adalah suatu produk biologi yang terbuat dari kuman atau komponen kuman
(bakteri, virus) yang telah dilemahkan atau dimatikan, racun kuman (toksoid) atau
rekombinan yang dapat merangsang timbulnya respon antibodi spesifik secara aktif
terhadap penyakit tertentu.
Vaksin digolongkan menjadi 2 jenis yaitu berdasarkan kandungan yang ada
didalamnya dan sensitivitas terhadap suhu
b. Innactivated vaccine
Merupakan vaksin yang terbuat dari bakteri atau virus yang dimatikan
(inactivated). Seluruh dosis antigen diberikan melalui suntikan dan vaksin ini
tidak menyebabkan ”penyakit”, meskipun pada kasus defisiensi imun. Vaksin
jenis ini dapat diberikan meskipun ada antibodi (contoh pada bayi atau pasca
pemberian produk darah yang mengandung antibodi).
Berbeda dengan vaksin hidup, di mana reaksi kekebalannya hampir sama
dengan infeksi alami (kekebalan selular dominan), reaksi kekebalan pada
vaksin inaktif paling dominan adalah kekebalan humoral dan sedikit atau tidak
ada kekebalan seluler. Titer antibodi yang dihasilkan oleh vaksin inaktif akan
22
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
berkurang dengan berjalannya waktu. Sehingga untuk beberapa vaksin inaktif
diperlukan dosis tambahan (ulangan) untuk menaikkan titer antibodi (booster).
Contoh vaksin inaktif utuh: berasal dari sel virus utuh (Influenza, polio, rabies,
hepatitis A) dan bakteri inaktif utuh (pertussis, typhoid, cholera, pes). Vaksin
inaktif fraksional: subunit (hepatitis B, influenza, acellular pertussis, typhoid
injeksi), toxoid (difteri, tetanus, botulinum), polisakarida murni (pneumococcal,
meningococcal, haemophilus influenza tipe b), dan polisakarida konjugasi
(Haemophilus influenza tipe b dan pneumococcal).
c. Vaksin Rekombinan
Vaksin yang dibuat dengan rekayasa genetika. Vaksin rekayasa genetika yang
tersedia saat ini ada tiga macam, yaitu vaksin Hepatitis B, Vaksin typhoid hidup
(Ty21a) dan vaksin Human Papiloma Virus (HPV).
23
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Tabel 7. Vaksin-vaksin yang Digunakan Dalam Program Imunisasi
di Indonesia
No Jenis Vaksin Penjelasan
a. Hepatitis B • Deskripsi
Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus
recombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat non-infectious, berasal dari HBsAg yang
dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula
polymorpha) menggunakan teknologi DNA
rekombinan.
• Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B
• Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama
halnya seperti vaksin lain tidak boleh diberikan
kepada penderita infeksi berat yang disertai
kejang.
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau
1(buah) HB PID, pemberian suntikan secara
intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral
paha.
b. BCG • Deskripsi
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering
yang mengandung Mycrobacterium bovis hidup
yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin),
strain paris
• Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
tuberkulosis
• Kontraindikasi:
ꟷ Defisiensi sistem kekebalan
ꟷ Individu yang terinfeksi HIV asimptomatis
maupun simptomatis
ꟷ Adanya penyekit kulit berat/menahun
seperti eksim, furunkulosis, dsb
ꟷ Penderita TBC
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,05 ml
secara intrakutan di daerah lengan kanan atas
(insertion musculus deltoideus)
24
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
poliomyelitis
• Kontraindikasi:
Defisiensi sistem kekebalan (immune
deficiency)
• Cara pemberian:
Vaksin diberikan secara oral sebanyak dua
tetes.
d. DPT-HB-Hib • Deskripsi
Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspensi homogen
yang berisikan difteri murni, toxoid tetanus,
bakteri pertussis inakti, antigen permukaan
hepatitis B (HBsAg) murni yang tidak infeksius,
dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub
unit beupa kapsul polisakarida Haemophylus
Influenzae type b (Hib) tidak infeksius yang
dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus.
• Indikasi:
Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap
difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis
B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b
secara simultan.
• Kontraindikasi:
ꟷ Hipersensitif terhadap komponen vaksin
ꟷ Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi
baru lahir atau kelainan saraf serius lainnya
merupakan kontraindikasi terhadap
komponen pertusis
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml secara
intramuskular.
e. Campak-Rubela • Deskripsi
Merupakan vaksin live attenuated berbentuk
serbuk-kering dengan pelarut. Setiap dosis
vaksin campak rubella mengandung 1000
CCID50 virus campak dan 1000 CCID50 virus
rubella.
• Indikasi:
Untuk kekebalan terhadap penyakit campak
dan rubella.
• Kontraindikasi:
ꟷ Individu yang sedang dalam terapi
kortikosteroid, imunosupresan dan
radioterapi
ꟷ Wanita hamil
25
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
ꟷ Leukemia, anemia berat dan kelainan darah
lainnya
ꟷ Kelainan fungsi ginjal berat
ꟷ Decompensatio cordis
ꟷ Setelah pemberian gamma globulin atau
transfuse darah
ꟷ Riwayat alergi terhadap komponen vaksin
(neomicyn)
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikkan dengan dosis 0, 5 ml secara
subkutan.
f. DT • Deskripsi
Vaksin DT merupakan suspensi kolodial
homogen berwarna putih susu dalam vial gelas,
mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri
murni yang teradsorbsi kedalam alumunium
fosfat.
• Indikasi:
Untuk kekebalan simultan terhadap difteri dan
tetanus pada anak- anak.
• Kontraindikasi:
ꟷ Dosis kedua DT jangan diberikan apabila
anak menderita reaksi berat terhadap dosis
sebelumnya.
ꟷ Hipersensitif terhadap komponen vaksin
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikkan dengan dosis 0, 5 ml secara
intramuskular.
g. Td • Deskripsi
Vaksin Td merupakan suspensi berwarna putih
dalam vial gelas, mengandung toksoid tetanus
dan toksoid difteri, dengan komponen difteri
yang rendah, yang telah dimurnikan dan
teradsorbsi pada alumunium fosfat.
• Indikasi:
Untuk kekebalan simultan terhadap difteri dan
tetanus.
• Kontraindikasi:
ꟷ Dosis kedua Td jangan diberikan apabila
anak menderita reaksi berat terhadap dosis
sebelumnya.
ꟷ Hipersensitif terhadap komponen vaksin
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikkan dengan dosis 0, 5 ml secara
intramuskular.
h. IPV • Deskripsi
26
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Merupakan vaksin yang mengandung virus
Polio tipe 1,2 dan 3 yang telah dimatikan
(inactive).
• Indikasi:
Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan
anak immunocompromised, kontak di
lingkungan keluarga dan pada individu dimana
vaksin polio oral menjadi kontra indikasi
• Kontraindikasi:
ꟷ Kontra indikasi umumnya pada imunisasi:
vaksinasi harus ditunda pada mereka yang
sedang menderita demam, penyakit akut
atau penyakit kronis progresif.
ꟷ Hipersensitif terhadap pemberian vaksin IPV
sebelumnya
Alergi terhadap streptomycin
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikkan dengan dosis 0, 5 ml secara
intramuskular
i. HPV • Deskripsi
Merupakan vaksin rekombinan yaitu vaksin
yang dibuat dari komponen yang menyerupai
virus Human Papilloma/HPV (penyebab kanker
serviks) sehingga vaksin HPV tidak
mengandung material genetik (DNA) dari virus
HPV hidup sama sekali. Saat ini ada dua jenis
vaksin HPV yaitu bivalen (mengandung HPV
tipe 16 dan 18) dan quadrivalen (mengandung
HPV tipe 6,11, 16 dan 18)
• Indikasi:
Untuk kekebalan terhadap penyakit kanker
serviks akibat infeksi HPV.
• Kontraindikasi:
ꟷ Hipersensitif terhadap komponen vaksin.
ꟷ Seseorang dengan penyakit akut sedang
atau berat. Hal ini tidak sepenuhnya
mengecualikan pemberian imunisasi HPV
melainkan penundaan hingga kondisi telah
membaik.
ꟷ Selama kehamilan
• Cara pemberian:
• Vaksin disuntikkan dengan dosis 0, 5 ml di
lengan atas (pertengahan M. deltoideus)
secara intramuskular.
j. PCV-13 • Deskripsi
Vaksin Pneumokokus Konyugasi PCV-13 terdiri
dari 13 serotipe (1, 3, 4, 5, 6A, 6B, 7F, 9V, 14,
18C, 19A, 19F) yang dikonjugasikan dengan
protein karier Diphteria non toksik (D), Diphteria
27
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
CRM 197. Kemasan vaksin adalah dosis
tunggal 0,5 ml dalam sediaan pre-filled
syringed.
• Indikasi:
Untuk kekebalan terhadap penyakit pneumonia
akibat infeksi bakteri pneumokokus.
• Kontraindikasi:
Adanya riwayat reaksi anafilaktik berat
terhadap komponen vaksin PCV-13 atau
vaksin lain yang mengandung komponen
Diphteria (DPT-HB-Hib, DT, Td).
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikkan dengan dosis 0, 5 ml
secara intramuskular.
k. JE • Deskripsi
Vaksin JE merupakan vaksin dengan serbuk
lyophilized berwarna kuning cerah atau
berwarna merah jambu cerah dan setelah
dilarutkan dengan pelarut akan berwarna
orange merah atau merah jambu cerah, berisi
virus hidup SA 14-12-2 JE yang telah
dilemahkan.
• Indikasi:
Untuk menimbulkan kekebalan terhadap
penyakit encephalitis akibat virus Japanese
Encephalitis
• Kontraindikasi:
ꟷ Reaksi hipersensitif terhadap komponen
vaksin apapun (gelatin, gentamicin)
ꟷ Defisiensi imun congenital, anak dengan
immunocompromised atau orang yang beru
saja menerima terapi imunodepresif.
ꟷ Selama kehamilan
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikan dengan dosis 0, 5 ml di
lengan kiri atas secara subkutan.
l. RV (Rotavirus) • Deskripsi
Jenis vaksin yang digunakan dalam
pelaksanaan pemberian imunisasi rotavirus
tahun 2022 adalah ORV116E dengan serotipe
G9P [11] (live attenuated).
• Indikasi:
Untuk mencegah diare berat yang dapat
berakibat pada kematian.
• Kontraindikasi:
ꟷ Hipersensitifitas terhadap komponen vaksin.
ꟷ Severe combined immunodeficiency disease
(SCID).
ꟷ Riwayat intususepsi
28
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
• Cara pemberian:
Vaksin RV diberikan secara oral dengan dosis
0,5 ml (5 tetes).
2. Pengelolaan vaksin
Dalam pelaksanaan imunisasi, vaksin menjadi komponen yang sangat penting.
Vaksin merupakan produk biologis yang sangat mudah rusak dan rentan kehilangan
potensi bila tidak dikelola dengan benar. Untuk menjaga kualitasnya, vaksin harus
dikelola secara benar sesuai standar baik dalam penyimpanan, pendistribusian
sampai saat penggunaannya di pelayanan kesehatan.
a. Penyimpanan
Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima, didistribusikan ke
tingkat pelayanan sampai digunakan, vaksin harus selalu disimpan pada suhu
yang direkomendasikan.
Tabel 8. Suhu Penyimpanan Vaksin di Setiap Level Penyimpanan
Pelarut vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C atau pada suhu ruang terhindar
dari sinar matahari langsung. Sehari sebelum digunakan, pelarut disimpan pada
suhu 2°C s.d. 8°C.
29
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Beberapa ketentuan yang harus selalu diperhatikan dalam pemakaian vaksin
secara berurutan adalah paparan vaksin terhadap panas, masa kadaluwarsa
vaksin, waktu pendistribusian/penerimaan serta ketentuan pemakaian sisa
vaksin.
30
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Tabel 9. Masa Pemakaian Vaksin Vial Terbuka
Nasional
Provinsi
Kabupaten/Kota
Puskesmas
Pelayanan Imunisasi
(Posyandu, RS, Klinik,
Praktek Swasta)
31
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
c. Penyusunan dan Pengepakan Vaksin
Prinsip-prinsip penyusunan vaksin dalam vaccine refrigerator antara lain:
1) Semua vaksin disimpan pada suhu 2-80C
2) Letakkan cool pack di bagian bawah refrigerator sebagai penahan dingin
dan menjaga kestabilan suhu.
3) Antar dus vaksin diberi jarak minimal 1-2 cm atau satu jari tangan.
4) Vaksin HS (BCG, Campak-Rubela, OPV, RV) diletakkan dekat dengan
evaporator.
5) Vaksin FS (Hep. B, DPT-HB-Hib, DT, Td, IPV, HPV, dan PCV) diletakkan
jauh dengan evaporator.
6) Vaksin dalam lemari es harus diletakkan dalam kotak vaksin.
32
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
• Simpan kotak pendingin atau
pembawa vaksin di tempat teduh.
• Jaga agar tutupnya tetap tertutup
rapat.
• Gunakan bantalan busa untuk
menyimpan botol selama sesi
imunisasi
Vaksin terlindung dari panas lebih
lama jika dimasukkan ke dalam
bantalan busa.
Bantalan busa berfungsi sebagai
5. Letakkan vial vaksin yang sudah penutup sementara agar vaksin
dibuka di atas bantalan busa yang belum dibuka tetap terlindungi
dalam suhu dingin. Bantalan busa
juga dapat menahan, melindungi
dan menjaga vaksin yang sudah
dibuka
33
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
2) Di Posyandu dan Pos Imunisasi Lainnya
Pada prinsipnya sama seperti di komponen statis, dan intinya vaksin tetap
berada pada suhu 2°C s.d 8°C. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
• Sepulang dari lapangan, sisa vaksin yang belum dibuka diberi tanda
khusus untuk didahulukan penggunaannya pada jadwal pelayanan
berikutnya selama VVM nya masih baik (A atau B).
• Semua sisa vaksin yang sudah dibuka pada kegiatan lapangan tidak
boleh digunakan lagi.
34
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Kamar dingin (cold room) adalah sebuah tempat penyimpanan vaksin yang
mempunyai kapasitas (volume) minimal 5.000 liter (5 m3). Suhu bagian dalam
cold room berkisar antara 2oC s.d 8oC yang digunakan untuk menyimpan vaksin
freeze sensitive (vaksin sensitif beku).
2) Kamar Beku (Freeze Room)
Kamar beku (freeze room) adalah sebuah tempat penyimpanan vaksin yang
mempunyai kapasitas (volume) minimal 5.000 liter (5 m3). Suhu bagian dalam
freeze room berkisar antara -15oC s.d - 25oC yang digunakan untuk
menyimpan vaksin heat sensitive (vaksin sensitif panas).
Cold room dan freezer room digunakan untuk menyimpan vaksin dalam
jumlah besar sehingga harus tersedia di tingkat provinsi atau kabupaten/kota
yang memiliki jumlah penduduk besar atau kabupaten/kota yang lokasinya
secara geografis jauh dari ibukota provinsi.
35
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Vaccine refrigerator dan vaccine freezer harus memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI) dan atau Performance Quality and Safety (PQS) dari WHO.
Alat pembawa vaksin harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
atau Performance Quality and Safety (PQS) dari WHO.
36
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Gambar 9. Cold Box dan Vaccine Carrier
37
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
Gambar 10. Cool Pack dan Ice Pack
38
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
2) Alat Perekam/Pencatat Suhu Kontinyu
Peralatan yang ditempatkan dalam sarana penyimpanan vaksin yang dapat
menyimpan data suhu selama 30 hari dengan interval pencatatan yang
disesuaikan (misal setiap 7 menit).
40
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
8 REFERENSI
1. Kemenkes, Permenkes No. 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, 2017
2. Pengelolaan Rantai Dingin Vaksin, TOT Imunisasi, Kemenkes 2021
3. Kementerian Kesehatan, Pedoman Praktis Manajemen Program Imunisasi di
Puskesmas, Ditjen P2P, 2021
41
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
TIM PENYUSUN
Dewan Pengarah:
1. Plt Dirjen P2P: Dr.dr.Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS
2. Plt. Direktur Surkarkes: dr. Prima Yosephine, BTH.,MKM
Kontributor :
Ditjen Tenaga Kesehatan, Kemenkes
1. Dra Oos Fatimah Roosiyati, M.Kes
2. Nusli Imansyah, SKM., M.Kes
3. Roostiati SW., SKM., MKM
4. Dewi Pusparani, SKM., MKM
5. Dr. Sari Hayuningtyas, MKM.
42
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas
19. Lulu Ariyantheny Dewi, SKM., MIPH
20. dr. Tri Setyanti, M. Epid
21. dr. Mushtofa Kamal, M.Sc
22. Ni’mah Hanifah, S.Gz
23. Yeni Handayani
Sekretariat :
1. Hilwaty, SKM, M.Kes
2. Hikmah Nur Febriana, SS
43
Modul Imunisasi Pelatihan Surveilans PD3I
Bagi Petugas Puskesmas