Anda di halaman 1dari 29

PROGRAM KESEHATAN YANG BERKAITAN DENGAN

PENINGKATAN KESEHATAN IBU

Oleh :

1. Lia Yunita Sari (030218A009) 8. Dimansari Bunga (030218A040)


2. Bella Safira (030218A033) 9. Dian Ayu S (030218A039)
3. Ninick Corea F (030218A012) 10. Ainun Fuaidah (030218A001)
4. Hana Nurul M (030218A004) 11. Dina Mariani (030218A041)
5. Hani Nurul H (030218A005) 12. Efiara Junior (030218A045)
6. Lailatul Faiza (030218A007) 13. Febriana Buring (030218A049)
7. Anisa Dwi Lestari (030218A027)

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan ibu merupakan salah satu perhatian dari World Health

Organization (WHO) karena angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu

indikator utama derajat kesehatan suatu negara. Kematian ibu terjadi

disebabkan oleh hubungan yang tidak langsung atau langsung terhadap

persalinan. WHO memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap harinya

akibat komplikasi kehamilan dan proses persalinan. Sekitar 99 % dari seluruh

kematian ibu terjadi di negara berkembang. Sekitar 80% kematian ibu

merupakan akibat meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan

setelah persalinan (WHO,2014).

Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia menyebutkan

bahwa Penurunan AKI di Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan

2007, yaitu dari 390 menjadi 228. AKI pada tahun 2015 sebesar 305/100000

kelahiran hidup. Angka kematian ibu ini turun dibandingkan pada tahun 2012

yang mencapai 359/100000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia,

2016).

Data Jumlah Angka kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa Tengah

pada tahun 2015 sebanyak 619 kasus, mengalami penurunan cukup signifikan

dibandingkan jumlah kasus kematian ibu tahun 2014 yang mencapai 711

kasus. Dengan demikian Angka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah juga
mengalami penurunan dari 126,55 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun

2014 menjadi 111,16 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. (Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015)

Angka kematian ibu (AKI) di kabupaten semarang tahun 2016

mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2015. Bila di tahun 2015 AKI

sebesar 120,34 per 100.000 KH (17 kasus), maka di tahun 2016 menjadi

103,39 per 100.000 KH (15 kasus). Meskipun mengalami penurunan namun

belum dapat mencapai target sebesar 102 per 100.000 KH. Adapun penyebab

kematian ibu tersebut yaitu pre-eklamsi / eklamsi 5 kasus, perdarahan 3 kasus,

CRF/ gagal ginjal 1 kasus, hipertensi 1 kasus, cardiomiopathy post partum 1

kasus, TB paru & diare kronis 1 kasus, meningitis 1 kasus, asma 1 kasus,

comunity Hidrocepal 1 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2016).

Data jumlah Angka Kematian Ibu adalah jumlah wanita yang

meninggal mulai dari saat hamil hingga 6 minggu setelah persalinan per

100.000 ribu persalinan. Angka kematian ibu menunjukkan kemampuan dan

kualitas pelayanan kesehatan, kapasitas pelayanan kesehatan, kualitas

pendidikan dan pengetahuan masyarakat, kualitas kesehatan lingkungan, sosial

budaya serta hambatan dalam memperoleh akses dalam pelayanan kesehatan.

Angka kematian ibu melahirkan (maternal) masih tinggi di indonesia.

Kematian ibu maternal adalah kematian yang disebabkan ibu hamil, ibu

bersalin dan ibu nifas. Dilihat dalam skala kabupaten, jumlah kematian ibu

maternal pada tahun 2013 sebanyak 13 orang dengan jumlah bayi kelahiran

hidup sebanyak 10.533 orang sehingga didapat angka kematian ibu tahun
2013 sebesar 123,4 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2014,

kematian ibu melahirkan sebanyak 10 orang; kematian ibu hamil 5 orang;

kematian ibu nifas 10 orang (total kematian ibu 25 orang) dengan jumlah bayi

lahir hidup sebanyak 10.813 orang sehingga didapat angka kematian ibu tahun

2014 sebesar 231/100.000 kelahiran hidup(Dinas Kesehatan

Banjarmasin,2014).

Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin

agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas,

seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan terlatih di fasilitas pelayan kesehatan, perawatan persiapan

persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi

komplikasi kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan

pelayanan keluarga berencana (Profil kesehatan Indonesia, 2016).


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

1. Pengertian

Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan

yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu

menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.

Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA merupakan upaya

memfasilitasi masyarakat untuk membangun sistem kesiagaan masyarakat

dalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinis terkait

kehamilan dan persalinan

Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk

dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat transportasi/

komunikasi (telepon genggam, telpon rumah), pendanaan, pendonor darah,

pencatatan-pemantaun dan informasi KB.

Dalam pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada

masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah keterampilan para dukun

bayi serta pembinaan kesehatan di taman kanak-kanak.

2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya

kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang


optimal bagi ibu dan keluarganya untuk atau mempercepat pencapaian

target Pembangunan Kesehatan Indonesia yaitu Indonesia Sehat 2010,

serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses

tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan

kualitas manusia seutuhnya.

b. Tujuan Khusus

1) Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku)

dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan

menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan

keluarga, Desa Wisma, penyelenggaraan Posyandu dan sebagainya.

2) Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah

secara mandiri di dalam lingkungan keluarga, Desa Wisma, Posyandu

dan Karang Balita, serta di sekolah TK.

3) Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu

hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan ibu menyusui.

4) Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu bersalin,

ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita.

5) Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan

seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita,

anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dalam

keluarganya.

3. Kegiatan
a. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan menyusui serta bayi, anak balita

dan anak prasekolah.

b. Deteksi dini faktor resiko ibu hamil.

c. Pemantauan tumbuh kembang balita.

d. Imunisasi Tetanus Toxoid 2 kali pada ibu hamil serta BCG, DPT 3 kali,

Polio 3 kali

dan campak 1 kali pada bayi.

e. Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan

program KIA.

f. Pengobatan bagi ibu, bayi, anak balita dan anak pra sekolah untuk

macam-macam penyakit ringan.

g. Kunjungan rumah untuk mencari ibu dan anak yang memerlukan

pemeliharaan serta bayi-bayi yang lahir ditolong oleh dukun selama

periode neonatal (0-30 hari)

h. Pengawasan dan bimbingan kepada taman kanak-kanak dan para dukun

bayi sertakader-kader kesehatan.

4. Sistem kesiagaan di bidang KIA di tingkat masyarakat terdiri atas :

a. Sistem pencatatan-pemantauan

b. Sistem transportasi-komunikasi

c. Sistem pendanaan

d. Sistem pendonor darah

e. Sistem Informasi KB.


Proses Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA ini tidak hanya proses

memfasilitasi masyarakat dalam pembentukan sistem kesiagaan itu saja,

tetapi juga merupakan proses fasilitasi yang terkait dengan upaya perubahan

perilaku, yaitu:

a) Upaya mobilisasi sosial untuk menyiagakan masyarakat saat

situasi gawat darurat, khususnya untuk membantu ibu hamil saat bersalin.

b) Upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menurunkan

angka kematian maternal.

c) Upaya untuk menggunakan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat

dalam menolong perempuan saat hamil dan persalinan.

d) Upaya untuk menciptakan perubahan perilaku sehingga persalinan

dibantu oleh tenaga kesehatan profesional.

e) Merupakan proses pemberdayaan masyarakat sehingga mereka mampu

mengatasi masalah mereka sendiri.

f) Upaya untuk melibatkan laki-laki dalam mengatasi masalah kesehatan

maternal.

g) Upaya untuk melibatkan semua pemanggku kepentingan (stakeholders)

dalam mengatasi masalah kesehatan.

Karena itu Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA ini berpijak pada konsep-

konsep berikutini

a) Revitalisasi praktek-praktek kebersamaan sosial dan nilai-nilai tolong

menolong, untuk perempuan saat hamil dan bersalin.


b) Merubah pandangan: persalinan adalah urusan semua pihak, tidak hanya

urusan perempuan.

c) Merubah pandangan: masalah kesehatan tidak hanya tanggung jawab

pemerintah tetapi merupakan masalah dan tanggunjawab masyarakat.

d) Melibatan semua pemangku kepentingan (stakeholders) di masyarakat.

e) Menggunakan pendekatan partisipatif.

f) Melakukan aksi dan advokasi.

Didalam konteks pembentukan sistem kesiagaan, pertama-tama

masyarakat perlu untuk memahami dan menganalisa kondisi kesehatan

mereka saat ini, seperti kondisi kesehatan ibu; kesehatan bayi baru lahir,

kesehatan bayi, pelayanan kesehatan, dan berbagai hubungan dan kekuasaan

yang memperngaruhi kondisi tersebut agar mereka mampu untuk

melakukan aksi guna memperbaiki kondisi tersebut berdasarkan analisa

mereka tentang potensi yang mereka miliki. Untuk memfasilitasi mereka

agar berpikir, menganalisa dan melakukan aksi, proses fasilitasi dan warga

yang berperan melakukan fasilitasi sangat diperlukan. Selain itu, warga

yang berperan memfasilitasi masyarakatnya membutuhkan pemahaman

tidak hanya tentang konsep Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA tetapi

juga membutuhkan pengetahuan dan keterampilan penggunaan metode dan

alat-alat partisipatif. Jadi, pendekatan yang diaplikasikan dalam

Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA ini akan menentukan proses dan

kegiatan berikutnya dalam keseluruhan proses Pemberdayaan Masyarakat

bidang KIA ini.


Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan

mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap

kesehatan masyarakat sepertikurang gizi, penyakit menular dan penyakit

yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa, kejadian bencana,

kecelakaan dan lain-lain dengan memanfaatkan potensi setempat, secara

gotong royong.

Selain sebagai upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan

dasar kepada masyarakat, pengembangan Desa Siaga juga mencakup upaya

peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi

masalah-masalah kesehatan, memandirikan masyarakat dalam

mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat. Inti dari kegiatan Desa

Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup

sehat.

Memperhatikan tujuan dan ruang lingkup pengembangan Desa Siaga

tersebut, maka Pemberdayaan Masyarakat bidang Kesehatan Ibu dan Anak

(KIA) merupakan salah satu komponen yang penting dalam pencapaian

tujuan Desa Siaga dalam hal penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi.

B. Manajemen Kegiatan KIA

Pemantauan kegiatan KIA dilaksanakan melalui Pemantauan Wilayah

Setempat – KIA(PWS-KIA) dengan batasan :

Pemantauan Wilayah Setempat KIA adalah alat untuk pengelolaan

kegiatan KIA serta alat untuk motivasi dan komunikasi kepada sektor lain yang
terkait dan dipergunakan untuk pemantauan program KIA secara teknis

maupun non teknis.

Melalui PWS-KIA dikembangkan indikator-indikator pemantauan teknis

dan non teknis, yaitu :

1. Indikator Pemantauan Teknis :

Indikator ini digunakan oleh para pengelola program dalam

lingkungan kesehatan yangterdiri dari :

a. Indikator Akses

b. Indikator Cakupan Ibu Hamil

c. Indikator Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan

d. Indikator Penjaringan Dini Faktor Resiko oleh Masyarakat

e. Indikator Penjaringan Faktor resiko oleh Tenaga Kesehatan

f. Indikator Neonatal.

2. Indikator Pemantauan Non teknis :

Indikator ini dimaksudkan untuk motivasi dan komunikasi kemajuan

maupun masalah operasional kegiatan KIA kepada para penguasa di

wilayah, sehingga dimengerti dan mendapatkan bantuan sesuai keperluan.

Indikator-indikator ini dipergunakan dalam berbagai tingkat administrasi,

yaitu :

a. Indikator pemerataan pelayanan KIA


Untuk ini dipilih indikator AKSES (jangkauan) dalam pemantauan

secara teknis memodifikasinya menjadi indikator pemerataan pelayanan

yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.

b. Indikator efektivitas pelayanan KIA :

Untuk ini dipilih cakupan (coverage) dalam pemantauan secara

teknis dengan memodifikasinya menjadi indikator efektivitas program

yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.

Kedua indikator tersebut harus secara rutin dijabarkan per bulan,

per desa serta dipergunakan dalam pertemuan-pertemuan lintas sektoral

untuk menunjukkan desa-desa mana yang masih ketinggalan.

Pemantauan secara lintas sektoral ini harus diikuti dengan suatu

tindak lanjut yang jelas dari para penguasa wilayah perihal : peningkatan

penggerakan masyarakat serta penggalian sumber daya setempat yang

diperlukan.

C. Progam Kesehatan Ibu di Indonesia

1. Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng

Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan setinggi-tingginya

sesuai Rencana Strategis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018,

maka Pembangunan Kesehatan dilakukan dengan cara:

a. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkeadilan,

b. Mewujudkan SDM yang berdaya saing,


c. Mewujudkan peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan

dalam pembangunan kesehatan.

d. Melaksanakan pelayanan administrasi internal dan pelayanan publik

yang bermutu.

Dalam hal penyelenggaran pelayanan informasi kesehatan kepada

publik atau masyarakat, teknologi informasi mempunyai peran strategis

yang cukup besar, mengingat Jawa Tengah yang secara administrasi

wilayah tahun 2015 terdiri dari 29 (dua puluh sembilan) kabupaten, 6

(enam) kota, 573 (lima ratus tujuh puluh tiga) kecamatan, 769 (tujuh

ratus enam puluh Sembilan) kelurahan dan 7.809 (tujuh ribu delapan

ratus Sembilan) desa, dengan jumlah penduduk 36.746.094

jiwa. Memiliki 276 Rumah Sakit Umum Daerah dan swasta, 875

puskesmas, dan fasyankes lainnya.

Diharapkan dengan penggunaan teknologi informasi akan dicapai

pelayanan informasi yang cepat, tepat, akurat, mudah, murah, efektif

dan efisien, untuk terwujudnya pelayanan prima bagi masyarakat

sampai ke pelosok desa, bagi pengambil kebijakan dan stakeholders

terkait maupun institusi pendidikan.

Visi Gubernur Jawa Tengah 2013-2018 adalah “Menuju Jawa

Tengah Sejahtera dan Berdikari”, dengan slogan mboten korupsi,

mboten ngapusi. Dengan Misi ke-6: Meningkatkan Kualitas Pelayanan

Publik untuk Memenuhi Kebutuhan Dasar Masyarakat. Mempunyai


tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dengan Sasaran

menurunkan Angka Kematian dan Angka Kesakitan.

Strategi dilaksanakan melalui promosi kesehatan, pemberdayaan

masyarakat, pelayanan kesehatan dasar, peningkatan cakupan

pemeliharaan Jaminan Kesehatan. Melalui kebijakan meningkatkan

pemenuhan Sarana Prasana Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan

Serta Pemerataan Tenaga Kesehatan.

Makna sejahtera dalam bidang kesehatan sebagaimana tertuang

dalam Program Unggulan “Rakyat Sehat” adalah meningkatkan

pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berpihak kepada publik,

antara lain (1) melengkapi sarana dan prasarana, fasilitas pelayanan

kesehatan yang memadai khususnya penambahan kamar klas tiga dan

puskesmas rawat inap (2) melakukan pemetaan kesehatan warga

sekaligus mengembangkan sistem informasi pelayanan kesehatan

online.

Di dalam pengelolaan informasi kesehatan, salah satunya adalah

terkait indikator dan isu strategis, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) dan

Angka Kematian Bayi (AKB). AKI di Jawa Tengah mengalami tren

naik turun dalam 3 (tiga) tahun terakhir, walaupun di tahun 2015 sedikit

mengalami penurunan, dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Kasus kematian ibu dan bayi tahun 2012-2015

JENIS 2012 2013 2014 2015


AKI 116,34 118,62 126,55 111,16
(Angka (675 (668 (711 (619
Kematian kasus) kasus) kasus) kasus)
Ibu) per
100.000
Kelahiran
Hidup.
AKB 10,75 10,41 10,08 10,0
(Angka (6.325 (5.865 (5.666 (5.571
Kematian kasus) kasus) kasus) kasus)
Bayi) per
1.000
Kelahiran
Hidup.

Sumberdaya tim internal pelaporan Ibu Hamil yaitu Seksi

Kesehatan Keluarga dan Gizi (Kesga dan Gizi), Seksi Manajemen

Informasi dan Pengembangan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah.Sedangkan sumberdaya tim eksternal dapat digambarkan

dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 2. Sumberdaya Tim Eksternal.

No. SDM JUMLAH


1. Kasie Kesehatan Ibu dan 35 Kab/Kota
Anak
2. Kasie Data dan Informasi 35 Kab/Kota
3. Bidan Koordinator 875 Puskesmas
4. Bidan Desa: - 4.044 orang
- PNS - 4.958 orang
- Non PNS
5. PKK Provinsi/Kab/Kota 35 Kab/Kota
6. Kader Kesehatan
7. Kelompok Dasawisma Kelompok 10-
20 RT
8. Lintas Sektor terkait:
BKKBN, Bapermas,
Kemenag, Diknas, Institusi
Diknakes, Organisasi
Profesi, dst
Permasalahan utama pada mekanisme pelaporan Ibu Hamil (kohort ibu

dan kantong persalinan) saat ini sebagian besar masih dilakukan secara

manual (pelaporan rutin bulanan) dan berjenjang dari fasilitas kesehatan

di desa (bidan desa, bidan koordinator, poliklinik kesehatan desa),

puskesmas sampai dengan dinas kesehatan kabupaten/kota. Sedangkan

Dinas Kesehatan Provinsi melakukan perhbitungan Ibu Hamil

berdasarkan sasaran tahunan. Keterlambatan mengenali informasi

tanda bahaya atau factor resiko ibu hamil dan merujuk atau

mendapatkan pertolongan di fasilitas pelayanan kesehatan berdampak

pada keselamatan ibu dan bayinya.

Penyebab tidak langsung kematian ibu disebabkan berbagai faktor,

antara lain kurangnya informasi tentang sosial ekonomi/kemiskinan,

pendidikan, kedudukan peranan wanita, sosial budaya dan transportasi,

yang berdampak pada “3 Terlambat dan 4 Terlalu”.

Tiga terlambat, antara lain: 1) Terlambat mengenali tanda bahaya/

resiko dan mengambil keputusan. 2) Terlambat untuk mencapai fasiltas

pelayanan kesehatan. 3) Terlambat untuk mendapatkan pertolongan di

pelayanan kesehatan. Dan 4) Terlalu yaitu Terlalu muda mempunyai

anak (usia <20 tahun), Terlalu banyak melahirkan (>3 anak), Terlalu

rapat jarak kelahiran (<2 tahun) dan Terlalu tua (usia >35 tahun.

Oleh sebab itu dibutuhkan informasi yang mudah, murah, cepat dan

akurat, untuk pengambilan tindakan secara cepat dan langkah tindak


lanjut secara tepat, untuk pengambil kebijakan maupun upaya preventif

serta edukasi kepada masyarakat.

Melalui Program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5NG)

Selamatkan Ibu dan Anak.Yaitu Program 5NG yang memiliki 4 fase

yaitu Fase Pra Hamil, Fase Kehamilan, Fase Persalinan dan Fase Nifas.

a. Sistem Fase Pertama (Fase Sebelum Hamil);

Fase ini terdapat 2 terminologi yaitu Stop dan Tunda. Stop

hamil jika ibu dengan usia >35 tahun dan sudah memiliki anak;

faktor kesehatan tidak memungkikan/ berbahaya bagi kesehatan.

Tunda jika usia <20 tahun dan kondisi kesehatan belum optimal.

Sistem ini sangat berkaitan dengan BKKBN, Bapermas

(Pemberdayaan Masyarakat), BP3AKB (Badan Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana),

Kementrian Agama, Dinas Pendidikan, Lintas Sektor: PKK,

Dasawisma dan Masyarakat. Melakukan pendataan WUS (Wanita

Usia Subur) yang akan menjadi database WUS yang terintegrasi

dengan data NIK (Nomor Induk Kependudukan).

b. Sistem Fase Kedua (Fase Hamil);

Fase Ini dapat dideteksi, di data, dilaporkan secara sistem

melalui teknologi informasi.Ibu yang hamil dicatat oleh bidan

desa, dengan bidan koordinator (Bikor) atau Gasurkes (petugas

surveilans kesehatan) sebagai koordinator wilayah, dikawal atau

diperiksa oleh tenaga kesehatan (minimal 1 kali oleh dokter) dan


dapat diketahui atau dikenali faktor-faktor resikonya. Ibu hamil

dengan faktor risiko tinggi (risti) diberikan tanda. Ke depan tanda

bisa berupa gelangisasi seperti gelang haji yang dapat memuat

informasi tentang data kesehatan ibu hamil beserta faktor

risikonya.

Ibu hamil dapat ”diinceng”, diketahui NIK berapa,

berdomisili dimana, desa/ kelurahan, kecamatan, kabupaten/ kota,

dengan 15 faktor risiko kehamilannya (faktor risiko berdasarkan

Permenkes tentang Kesehatan Ibu dan Anak, antara lain

primigravida, anemia, gangguan persalinan, riwayat kehamilan,

riwayat penyakit keluarga, jarak persalinan, kelainan janin, dst).

Kedepan NIK ibu hamil ter-integrasi, bridging dengan data NIK

se Jawa Tengah dan dengan BPJS, sehingga dapat diketahui ibu

hamil tersebut memiliki jaminan asuransi kesehatan atau jaminan

persalinan atau jaminan kesehatan lainnya. Sehingga secara cepat,

secara Online dengan teknologi, ibu hamil dapat “diinceng”,

diketahui, dikenali dan dideteksi dini untuk merencanakan

persalinannya secara tepat dan lebih baik. Menyiapkan dan

menentukan tempat yang akan digunakan dalam melakukan

proses persalinan, menyiapkan keluarganya, menyiapkan

transportasi, menyiapkan pembiayaannya, dst.

c. Sistem Fase Ketiga (Fase Persalinan);


Ibu hamil yang akan melahirkan dikawal didampingi. Ibu

dengan persalinan normal bersalin difasilitas kesehatan dasar

standar, sedangkan ibu hamil dengan resiko tinggi dirujuk ke

Rumah Sakit dan dipantau “diinceng” oleh PKK/ Dasa Wisma

dan Masyarakat.

d. Sistem Fase Keempat (Fase Nifas);

Ibu nifas diberikan asuhan keperawatan pasca persalinan baik oleh

dokter/bidan/perawat dan dipantau oleh PKK/Dasa Wisma dan

Masyarakat. Sistem fase keempat ini mencatat dan memonitor ibu nifas

dan bayi sampe 1000 Hari Pertama Kelahiran,

Apabila terdapat kasus kematian ibu atau bayi dicatat secara sistem

melalui SIKIB (Sistem informasi pemetaan kasus kematian ibu dan bayi),

dst.

Pada ke-empat fase ini didukung pula dengan keterpaduan peran

Institusi Pendidikan Kesehatan (Poltekkes, Akbid, Akper, STIKES, dst)

melalui Program OSOC (One Student One Client) yang nantinya dapat

ditingkatkan menjadi One Tim One Community (OTOC). Pada program

OSOC ini, satu mahasiswa diberikan akses ke database 5NG dan

penugasan untuk ikut mengawal, memonitoring ibu hamil, namun tidak

dalam kapasitas memberikan pelayanan medis kesehatan, sehingga

berperan seperti manajer kasus kesehatan ibu hamil.

Keempat fase ini didukung monitoringnya dengan teknologi

informasi, sehingga memudahkan bagi semua pihak yang terlibat secara


aktif ikut monitoring, ikut “nginceng”, dapat mengakses, melakukan

advis/saran, observasi, menganalisa, rujukan dan tindakan lebih lanjut.

Pelaksanaan Program “5NG” Jateng Gayeng Nginceng Wong

Meteng akan dikawal, dibawah koordinator Ketua Tim Penggerak PKK

Provinsi Jawa Tengah.

Program 5NG ini merupakan upaya terobosan mendukung Program

Pembangunan Rakyat Sehat, khususnya misi untuk memfokuskan pada:

1. Rakyat Sehat, dengan memberikan pelayanan kesehatan

dasar dan rujukan bagi seluruh masyarakat (Sistem informasi

Yankesdas dan Yankes Rujukan);

2. Menguatkan Sistem Pelayanan Publik, dengan

meningkatkan koordinasi, pembinaan, pengawasan untuk perbaikan

kinerja dan sistem pelayanan publik dan keterbukaan informasi publik;

3. Pembangunan Infrastruktur, dengan menyediakan prasarana

dan sarana kesehatan, dan teknologi informasi dalam mendukung

peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Output atau hasil-hasil keluaran sistem 5NG, dapat dimanfaatkan

bagi lintas program maupun lintas seksi sebagai berikut:

a. Pelayanan Kesehatan: kualitas pelayanan kesehatan meningkat,

dengan perbaikan pada pemenuhan fasilitas pelayanan kesehatan,

fasyankes yang ter-standard atau ter-akreditasi, Rumah Sakit

PONEK
b. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit: dengan diketahuinya

factor-faktor penyakit, histori penyakit, penyakit keturunan pada ibu

hamil dst, dapat dilakukan langkah antisipatip dan langkah program

lebih lanjut..

c. Farmasi dan Perbekalan Kesehatan: perencanaan obat dan perbekes

menjadi lebih baik dan peningkatan pelayanan kefarmasian

(khususnya dalam penanganan ibu hamil sampai nifas).

d. Promosi dan Pemberdayaan: peningkatan promosi kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat. Dengan diketahui faktor resiko ibu

hamil, dan persebaran perdesaan-perkotaan, dapat dilakukan

perencanaan promosi kesehatan secara lebih baik dan focus untuk

intervensi pada permasalahan.

e. Sumber Daya Kesehatan: pemerataan tenaga kesehatan, distribusi

tenaga kesehatan secara merata dan berkeadilan di Jawa Tengah

f. BKKBN: Optimalisasi pelayanan KB. Ibu bersalin dan pasca nifas

dapat dijaring secara sistem untuk melakukan pelayanan KB

g. Disduknakestrans: menerbitkan Akte Kelahiran secara cepat

berdasarkan status kelahiran Bayi (dasar HPL dan status kelahiran

bayi).

Outcome yang Diharapkan:

a. Ibu hamil, masyarakat semakin peduli atas kesehatan dan

keselamatan ibu dan anak. Dengan mengerti, menyadari faktor

resiko tinggi dan faktor tak langsung lainnya, dapat menjaga


kesehatan dan keselamatannya, sehingga menjadi masyarakat yang

sehat, ber-pengetahuan, mandiri dan berdikari.

b. Meningkatnya derajat kesehatan masayarakat, dengan dapat

ditekannya angka kematian ibu dan bayi.

c. Meningkatnya peserta KB aktif, menurunnya dropout peserta KB

dan un-met need KB.

d. Pelayanan kesehatan publik menjadi lebih baik dan meningkat.

1. Rangkul Bidan, Adaro laksanakan Progam DARLAN

Kesehatan ibu dan bayi merupakan indikator yang memegang

peranan penting dalam menentukan tingkat umur harapan hidup (UHH)

suatu daerah. UHH merupakan bagian dari indeks pembangunan

manusia (IPM), dimana setiap daerah selalu berpacu meningkatkan

IPM nya, karena akan sangat berpengaruh kepada status pembangunan

manusia di daerah itu. Suatu daerah dikatakan maju jika IPM nya

tinggi. Saat ini IPM Indonesia sudah berstatus “tinggi” sejak tahun

2016, dan di tahun 2017 telah mencapai 70.81.

Sedangkan untuk dimensi UHH yang merupakan bagian dari IPM

yang merepresentasikan umur panjang dan hidup sehat di Indonesia

telah mencapai 71.06 pada tahun 2017, artinya manusia yang hidup di

Indonesia rata-rata mampu hidup mencapai usia 71 tahun. Sedangkan

untuk UHH Kalimantan Selatan, telah mencapai 68,02 tahun.


Tentunya prestasi tersebut tidak muncul begitu saja. Perlu usaha

yang sangat keras baik dari masyarakat dan pemerintah daerah dengan

merangkul sektor terkait.Bidan, sebagai tenaga kesehatan yang bertugas

di desa sangat berperan penting pada upaya kesehatan masyarakat,

khususnya kesehatan ibu, bayi, balita dan anak (KIBBLA).Kelas

edukasi dilaksanakan 3 kali, dimana setiap kelas dihadiri maksimal 10

Ibu Hamil atauIbu Balita.

Bidan juga disebut sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan,

mengingat pengabdian bidan terletak di desa, tidak mengenal jam kerja,

harus selalu ada di desa dan dituntut agar memberikan pertolongan

kepada ibu dan bayi dengan sehat dan selamat. Keterlibatan Bidan

sangat penting, mengingat Bidan Desa sangat paham dengan karakter

masyarakatnya, mampu menggerakkan masyarakat dan sebagai tenaga

kesehatan Desa yang menjadi contoh di masyarakat. Maka dari itu

Bidan adalah salah satu fasilitator dan tokoh kunci dalam kegiatan

Kelas Ibu DARLAN.

Kelas edukasi dilaksanakan 3 kali, dimana setiap kelas dihadiri

maksimal 10 Ibu Hamil. Kelas Ibu DARLAN singkatan dari Kelas Ibu

Sadar Kehamilan, yaitu kegiatan edukasi yang dilaksanakan untuk

sasaran Ibu Hamil usia 1-9 bulan.

Adapun materi yang diajarkan di kelas ibu DARLAN yaitu

mengenai menjaga kandungan, gizi selama hamil, pemeriksaan


kandungan, proses persalinan dan nifas, serta ditambah dengan

keterampilan senam hamil.

Kelas tidak hanya berupa pemberian materi, tetapi juga dilengkapi

dengan praktek atau simulasi, seperti praktek senam ibu hamil. Para Ibu

biasanya sangat antusias dengan semua kegiatan tersebut.

Pemberian edukasi di kelasnya kemudian dievaluasi dengan adanya

pemberian kuesioner free dan post test.Sehingga bisa diketahui

bagaimana perubahan pengetahuan sang ibu sebelum dan sesudah

mengikuti kelas edukasi tersebut.Diharapkan ada peningkatan

pengetahuan dan perubahan perilaku kesehatan ibu ke arah yang lebih

baik.

Mengingat selama ini di masyarakat masih memperayai mitos-

mitos yang berkembang, seperti selama hamil dilarang makan ikan,

minum minyak goreng agar melahirkan lancar, minum air kelapa agar

bayinya putih dan lainnya. Dimana mitos tersebut harus diluruskan

kebenarannya dari sudut pandang kesehatan.Program tersebut telah

dilaksanakan sejak tahun 2010 di Balangan dan Tabalong. Hingga

tahun 2018, jumlah penerima manfaat Kelas Ibu DARLAN mencapai

2126 Ibu, pelaksanaan kelas tersebut dilakukan dengan merangkul

berbagai unsur masyarakat. Selain bidan, juga merangkul dokter, ahli

gizi, penyuluh kesehatan dan perawat.Alasan pelaksanaan di Desa agar

memudahkan akses para Ibu mengikuti kelas edukasi tersebut sehingga

tingkat partisipasinya tinggi.Diharapkan dengan adanya kelas Ibu


DARLAN mampu memberikan kontribusi nyata kepada peningkatan

kesehatan ibu.
BAB III

PEMBAHASAN

1. Peran bidan dalam program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng

a. Peran BKKBN, BP3AKB memberikan fasilitasi teknis program

Keluarga Berencana, mendorong peran aktif masyarakat sebagai

akseptor Keluarga Berencana. Sedangkan Kementrian Agama, Dinas

Pendidikan dan PKK, masyarakat mendorong perubahan Undang-

Undang tentang Pernikahan didorong atau diusulkan untuk batasan

usia minimal 20tahun serta mendorong wajib belajar minimal

12tahun.

b. Bagi PKK, dasawisma dan masyarakat dapat berperan aktif

memantau, mengingatkan, mengarahkan bahkan menfasilitasi untuk

melakukan pemeriksaan secara rutin.

c. Pada sisi fasilitas pelayanan kesehatan dapat merencanakan dan

menyiapkan fasilitas persalinan dengan baik, meliputi ketersediaan

tenaga kesehatannya (dokter umum, dokter spesialis anaesthesi,

perawat, bidan), obat-obat dan persediaan perbekalan kesehatan,

penyiapan ruang bersalin dan ruang operasi jika diperlukan, dan

seterusnya

d. Mendampingi persalinan dengan komplikasi dan harus dirujuk sesui

dengan SAP
e. Memberi asuhan pasca persalinan, mencatat dan memonitor ibu

sampai 40 hari masa nifas

2. Rangkul Bidan, Adaro laksanakan Progam DARLAN

a. Fasilitator dalam kelas ibu hamil Darlan dan kelas ibu Darta.
b. Bidan sebagai tokoh utama untuk pendidikan, menggembangkan
progam darlan dan darta
c. Menberikan atau mengajarka kandungan ibu hamil, pemerisaan
kehamilan selama kehamilan, Proses persalin ibu, Proses ibu nifas,
Keterapilan senan hamil.
BAB V

Kesimpulan

1. Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng

Melalui Program 5NG cukup 1 menit 1 ibu hamil terdeteksi, hanya

variable utama (NIK, nama ibu hamil, domisi, 15 faktor risiko, HPHT,

HPL) yang dicatat dan dilaporkan secara online, mempunyai peran dan

arti sangat vital untuk pengambilan keputusan secara cepat dan tepat.

Bagi dinas kesehatan kabupaten/ kota (tenaga kesehatan, bidan

desa, bidan koordinator, perawat, dokter, farmasi) dapat melakukan

langkah-langkah antisipatif secara baik dan terencana sehingga Ibu dan

Bayi Selamat. Bagi PKK, dasawisma, masyarakat bisa “nginceng wong

meteng” dengan cara memantau, mengawal, mengingatkan, merujuk

ibu hamil pada wilayahnya. Bagi pengelola program untuk proses

perencanaan program kesehatan ibu dan bayi mendasarkan pada

prioritas masalah sehingga menjadi lebih tepat, efektif dan efisien. Serta

bagi lintas sektor (BKKBN, Bapermas, BP3AKB, Kemenag, Diknas,

Disduknakertrans dan Organiasi Prosfesi) dapat turut berperan dalam

pemberdayaan, edukasi kepada masyarakat dan pelayanan publik

lainnya secara cepat.

2. DARLAN

Kelas ibu DARLAN singkatan dari kelas ibu sadar kehamilan, yaitu

kegiatan edukasi yang dilaksanakan untuk sasaran ibu hamil usia 1-9
bulan. Melalui program DARLAN ibu dapat mengetahui pentingnya

pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan, persalinan dan masa nifas.

Hal ini dapat menurunkan AKI dikarenakan ibu dapat menerapkan

materi yang sudah didapatkan dari kelas ibu hamil melalui progam

DARLAN. Sebagai contoh ketika timbul tanda bahaya pada ibu hamil

di kehamilan, ibu dapat mengambil penatalaksanaan dengan tepat dan

tetap.

Anda mungkin juga menyukai