Anda di halaman 1dari 7

ASAL USUL SUKU TOBIL

Oleh : Yuventius Butun,S.Pd


Kepala SD Inpres Posiwatu Kecamatan Wulandoni.
Dikisahkan bahwa pada jaman dahulu, di Tapobali hiduplah seorang bapak yang terkenal
sakti mandra guna. Kesaktiannya sudah terkenal dimana-mana. Lelafiti nama orang sakti itu.
Ia ( Lelafiti ) hidup bersama isterinya beserta seorang pembantunya. Nama pembantunya
adalah Kamakora.
Konon Lelafiti mempunyai kebiasaan makan yang unik. Keunikan itu adalah
makanannya berupa dedak yang dicampur air laut. Waktu makan ia harus berebutan dengan dua
ekor babi jantan berwarna loreng. Bertolak dari kebiasaan makan itulah ditemukan seorang anak
yang menjadi asal muasal Suku Tobil di Folefutun/Wolowotun sekarang.
Begini kisahnya !
Pada suatu hari, ketika mentari baru menampakkan wajahnya diufuk timur, Lelafiti
berseru,”Kamakora , kesini sebantar!”
Kamakora segera mendekat dan bertanya,” Ada apa tuanku ?” Hamba siap melaksanakan
perintah.
“Bawalah keranjang dari rautan pelepah lontar ini (Kisa nama keranjang itu dalam
bahasa setempat) dan ambillah air laut di Fatu Gelarak, dan bawahlah kemari!” perintah Lelafiti.
“Baik tuanku,” jawap Kamakora.
Tanpa komentar dan banyak Tanya, Kamakora segera mengambil Kisa tersebut dan
dengan tergesah-gesah melangkah menuju tempat yang disebutkan oleh Lelafiti junjungannya.
Setibanya di Fatu Gelarak tempat yang dituju. Ia segera membenamkan keranjang dari anyaman
pelepah lontar tersebut kemudian mengangkatnya. Namun usahanya sia-sia belaka. Setiap kali ia
membenamkan keranjang tersebut dan mengangkatnya, tak setetespun air laut yang tetap
tergenang dalam keranjang tersebut. Semuanya habis tertumpah dalam perjalanan menuju
kediaman Lelafiti.
“Dasar manusia aneh ! Gerutuh Kamakora. Bagaimana mungkin air laut dapat tersimpan
dalam keranjang ini ? Gila, benar-benar gila. Sudah berulang kali saya pergi pulang namun
hanya membuang-buang waktu dan tenaga saja. Percuma ! Lebih baik saya pulang walau nanti
dimarahi sekalipun.
Dalam perjalanannya pergi pulang mengambil air laut tersebut Kamakora melihat
seorang anak kecil keluar masuk dalam sebuah lubang pohon asam. Setiap kali melihat
Kamakora lewat, anak itu berlari masuk ke lubang pohon asam dan tidak keluar-keluar. Setelah
yakin bahwa tak ada lagi orang yang lewat barulah anak itu keluar dari lubang asam itu dan
mulai bermain sendirian dibawah pohon asam tersebut.
“Ah, mungkin peristiwa ini bisa menyelamatkan aku dari kemarahan Lelafiti
junjunganku,” Membatin Kamakora. Maka dengan langkah seribu, Kamakora menuju kediaman
Lelafiti dan menyampaikan hasil penglihatannya.
Setibanya dihadapan Lelafiti, Kamakora segera berlutut dan berkata,”Ampun tuanku,
beribu-ribu ampun ! Sudah berulang kali hamba menggayung air laut di tempat yang tuanku
inginkan, ternyata tidak setetespun yang dapat bertahan sampai ke kediaman tuanku ini.
Semuanya habis tertumpah dalam perjalanan. Saya sudah berusaha sekuat tenaga bahkan
mambawa air laut dalam keranjang ini sambil berlaripun sia-sia tuanku.
“Ampun tuanku ! Hamba tidak mampu memenuhi permintaan tuanku yang satu ini.
Hamba siap menerima apapun hukuman dari tuanku. Tapi……
“Apa ? Tapi apa ? Hardik Lelafiti. Sudah jelas tidak mampu masi mau menyampaikan
tapi tapi lagi. Lebih baik kau tutup mulut dan segera angkat kaki dari hadapanku”.
“Ampun tuanku ! Hamba mohon tuanku sudi mendengarkanku hanya sekali ini saja.”
Pinta Kamakora bergemetar.
“Cepat katakan sebelum tubuhmu melayang karena ayunan kakiku ini.” Perintah Lelafiti.
“Ampun tuanku ! Dalam perjalanan pergi pulang mengambil air laut untuk tuanku,
hamba melihat …Kamakora berhenti sejenak melihat kepada Lelafiti, jangan-jangan ia marah
lagi. Dan benar Lelafiti masi marah.
“Apa ? Melihat apa ? Engkau jangan coba mengelabui kesalahanmu dengan mengarang
cerita yang bukan-bukan untukku !” Seru Lelafiti.
“Ampun tuanku ! Ini benar-benar terjadi. Hamba tidak mengarang cerita. Benar tuanku.”
Kamakora berkata demikian sambil menundukkan kepala karena tak tahan menatap matanya
Lelafiti yang sudah berwarna merah dan melotot karena menahan marah.
“Teruskan ! Kalau itu benar terjadi. Tapi awas kalau bohong.” Bentak Lelafiti.
Dengan terbata-bata Kamakora mulai meneruskan ceritanya.
Dalam perjalanan pergi pulang mengambil air laut untuk tuanku, saya melihhat seorang
anak kecil bermain sendirian dibawah sebuah pohon asam tepat dipinggir jalan menuju ke
pondok tuanku ini.
Hah, benarkah itu ? Coba teruskan ! Pinta Lelafiti.
Begini tuanku. Anak itu bermain seorang diri tidak ada siapa-siapa lagi. Ketika melihatku
melewati tempat itu ia berlari masuk ke lubang asam tersebut dan tidak pernah keluar-keluar.
Saya sudah berusaha menantinya tetapi percuma juga. Ia baru keluar ketika saya meninggalkan
tempat itu. Hal itu terjadi setiap kali saya pergi pulang mangambil air laut yang mana tak
setetespun dapat saya persembahkan dihadapan tuanku sekarang ini.
Baiklah ! Setelah saya mendengar semua cerita dan laporanmu, saya juga salah. Saya
tidak ceritakan kepadamu bagaimana cara mengambil air laut pakai kisa itu. Lelafiti berkata
demikian sambil tersenyum memandang Kamakora yang masi ketakutan.
Melihat Lelafiti mulai tersenyum Kamakorapun memberanikan diri berkata,”Bagaimana
caranya tuanku ? Hamba siap mengambilnya sekarang.”
“Begini caranya,” lanjut Lelafiti. Pergilah ke tempat yang kutunjukkan tadi ! Pakailah
kisa itu untuk mengambil air laut. Tidak boleh pakai alat yang lain. Pada waktu engkau
membenamkan kisa itu, engkau harus memejamkan sebelah matamu. Angkatlah dan berjalan
dengan sebelah mata terpejam itu kembali ke pondok ini. Dalam perjalanan pulang engkau harus
berjalan disebelah kanan jalan. Nah, kalau engkau patuhi syarat ini, maka air laut itu tidak akan
tertumpah biar hanya setitik saja. Pergilah sekarang dan amati apakah anak itu masi bermain
dibawah pohon asam itu lalu datang dan laporkan kepada saya.
“Baik tuanku,”sahut Kamakora. Berbekalkan petunjuk dan pesanan dari Lelefiti,
Kamakora kembali ke Fatu Glarak dengan maksud seperti sedia kala. Dalam perjalanan menuju
ke Fatu Glarak, ketika ia sudah dekat dengan pohon asam dimana anak kecil itu bermain, ia
memperlambat langkahnya sambil mengamati keadaan sekitarnya. Dari balik semak belukar ia
mengintai ke lubang pohon asam tersebut. Tiba-tiba anak yang tadi ia ceritakan kepada Lelafiti,
keluar dari dalam lubang pohon asam tersebut. Anak itu berlompat-lompatan kian kemari dengan
girangnya, dibawah pohon asam tersebut. Kamakora keluar dari tempat intaiannya. Begitu
melihat kehadiran orang lain disitu, anak kecil itu berlari masuk ke lubang asam itu sambil
berteriak,”Mama…!”
Menyaksikan bahwa hasil penglihatannya masi ada, maka ia segera ke tempat tujuannya
dan melaksanakan tugas yang diembankan kepadanya. Setelah Kamakora berdiam diri sejenak ia
mulai memejamkan matanya, dan dengan keyakinan penuh memebenamkan kisa yang
dibawanya kedalam air laut. Maka segera penulah kisa tersebut lalu diangkatnya kemudian
mengikuti petunjuk yang diterimanya dan membawanya kehadapan Lelafiti junjungannya.
Begitu ia tiba dihadapan Lelafiti, betapa ia tercengang karena air laut yang ia bawa masi
tersimpan utuh dalam kisa yang dibawahnya. Iapun menyerahkan kisa itu beserta isinya sambil
berseru,”Tuan, mungkinkah tuanku ini makluk gaip ? Ataukah jelmaan dari para dewa ?
Mendengar ocehan Kamakora, Lelafiti berkata,”Ah, aku hanya makluk biasa seperti
engkau. Tetapi kalau kita hidup mau bersatu dengan alam, merawat, dan memelihara baik
tumbuhan maupun hewan yang ada didalam hutan, apapun yang kita inginkan tentu tidak ada
yang menghalanginya. Selain itu jangan sekali-kali menjadi sombong karena segala kemampuan
dan kehebatan yang kau miliki. Lalu bagaimana dengan anak yang kau lihat itu ? Lanjut Lelafiti.
“Ya, hamba menunggu kesempatan yang diberikan tuanku untuk menceritakan hal
itu,”sahut Kamakora.
“Begini tuanku,” lanjut Kamakora. Anak itu masi ada disana. Saya sempat bersembunyi
dibalik semak untuk mengamatinya. Setelah lama menunggu ia keluar dari lubang asam tersebut.
Sedang asyiknya ia bermain saya mendekatinya, tetapi ia berlari masuk ke lubang asam tersebut,
tuanku. Jadi bagaimana pendapatmu tuanku ?
Lelafiti langsung menjawap,”Mari kita ke tempat itu !”
Kamakora dan Lelafiti bergegas menuju tempat tersebut dan diaturlah strategi yang tepat
agar dapat mendekati anak tersebut. Lelafiti memerintahkan Kamakora untuk segera berdiri
menutupi lubang pohon asam tersebut, ketika anak itu sudah keluar dari dalamnya. Sedangkan ia
sendiri yang akan mendekati anak tersebut dan menangkapnya. Demikian strategi yang dibuat
oleh Lelafiti.
Keduanya mencari tempat persembunyian masing-masing dan bersiaga untuk
melaksankan tugasnya. Tak lama mereka menunggu, keluarlah anak tersebut. Dengan lincahnya
Kamakora melompat dari tempat persembunyiannya dan segera berdiri mengahalangi lubang
asam tempat keluar masuknya anak tersebut. Berbekalkan kesaktian dan kehebatannya, Lelafiti
menangkap anak itu. Ia meronta-ronta minta dilepaskan. Namun, siapa mau melepaskan buruan
yang sudah tertangkap ? Begitulah yang dilakukan Lelafiti.
Anak itu segera dibawa pulang ke kediamannya dan dipelihara oleh Lelafiti. Disana
Lelafiti mencari tahu asal muasal anak tersebut. “Nak, sudah bertahun-tahun kita hidup bersama,
namun kami belum tahu siapa engkau sebenarnya coba ceritakan kepada kami,”ujar Lelafiti
disuatu kesempatan makan bersama.
Dengan nada sedih dan diiringi deraian air mata, anak itu mulai bercerita. Saya adalah
anak tunggal. Tidak punya saudara atau saudari. Ibu saya bernama Kuge, yaitu umang-umang
besar dalam siput kluger. Ayah saya adalah Tobil, yakni pohon asam tempat dimana aku keluar
masuk ketika kamu menangkap aku. Demikian anak itu mengakhiri ceritanya sambil menyeka
air matanya.
Melihat itu, Lelafiti berkata,”Anakku, jangan bersedih ! Mulai sekarang akulah ayahmu,
dan inilah ibumu !” Lelafiti berkata demikian sambil menunjuk perempuan yang duduk di
sampingnya yakni iserinya sendiri.
Selanjutnya Lelafiti berkata,”Karena engkau seorang diri tanpa orang tua kandung, maka
engkau kuberi nama ANAKENUKAK, yang artinya anak tak berayah ibu. Sesuai pengakuanmu
bahwa ayahmu adalah asam (Tobil) maka sukumu kunamakan SUKU TOBIL.
Setelah dewasa Anakenukak dicarikan isteri oleh Lelafiti dan diberi tempat tinggal di
senbuah wilayah yang bernama EKE PUK BAOR EPING. Tempat ini adalah tempat dimana
Lelafiti menempah anak panah, parang, dan tombak senjata andalannya untuk berperang. Tempat
ini sekarang dijadikan Moting yakni tempat semua keluarga Suku Tobil membagi kasih
persaudaraan melalui minum tuak bersama.

Posiwatu,
Penulis

=YUVENTIUS BUTUN,S.Pd=
LEMBAR PENGESAHAN

CERITA RAKYAT
Dengan Judul

ASAL USUL SUKU TOBIL


Diangkat dari cerita rakyat daerah Wolowutun
sebagai bahan bacaan di Sekolah Dasar Inpres Posiwatu.

OLEH

YUVENTIUS BUTUN,S.Pd

Guru kelas pada Sekolah Dasar Inpres Posiwatu


Desa Posiwatu
Kecamatan Wulandonni
Kabupaten Lembata

Kepala UPTD Dinas PPO Posiwatu,


Kecamatan Wulandoni Kepala SD Inpres Posiwatu

=WAHIDIN LEWO KAHAR= =YUVENTIUS BUTUN,S.Pd=


NIP. 19590621 198303 1 013 NIP. 19690408 199303 1 008

Pengawas TK/SD
Kecamatan Wulandoni

=ALEXANDER DUA,S.Pd-SD
NIP. 19660507 199312 1 001

Lelafiti Pendekar Aneh


Oleh : Yuventius Butun,S.Pd
Kepala SD Inpres Posiwatu Keca,atan Wulandoni
(Bagian I Keunikan Sang Pendekar)
Lelafiti adalah seorang pendekar berbadan kecil dan kurus
bertelanjang badan. Pakainnya hanyalah selembar kain tenunan daerah yang
melilit pinggang, dan sehelai selendang hasil rajutan tangan sang isteri
meliliti kepala. Ia tinggal bersama isterinya di Ketebuk Puk, ( lokasi
sebelah timur Tapobali sekarang ). Senjata andalannya adalah Peda, Gala,
Fuhu Emet (parang, tombak dan busur anak panah ), sedangkan dopinya
adalah Bakul ( kulit pangkal pelepa pinang yang melilit batang).
Konon Lelafiti mempunyai kekuatan tenaga dalam yang tak dapat
ditandingi. Selain itu ia mempunyai keunikan dalam hal makan yang tak
dapat diterima dengan akal sehat. Keunikan itu adalah makanannya berupa
dedak yang dicampur air laut. Yang bertugas mengambil air laut adalah
pembaantunya Kamakora. Alat untuk mengambil air laut adalah Kisa,
( keranjang dari anyaman pelepah daun lontar ). Bisa dibayangkan bagaimna
susah payahnya Kamakora mengusahakan agar air laut tetap tersimpan
dalam keranjang tersebut selama dalam perjalanan kembali ke rumah tinggal
Lelafiti. Baru diangkat dari dalam laut saja airnya sudah habis. Apa lagi
dibawa kembali ke rumah. Tentulah sangat mustahil. Tetapi itulah salah satu
hal yang aneh dalam hidup si Lelafiti.
Supaya air laut tetap tersimpan dalam keranjang tersebut, maka orang
yang mengambilnya harus memejamkan sebelah matanya mulai dari
menimbahnya sampai kembali ke tempat asalnya. Ia juga harus berjalan
disebelah kanan jalan. Dalam perjalanan tidak boleh melihat kembali ke
belakang dan bertegur sapa dengan siapapun. Rahasia inilah yang baru
dijelaskan oleh Lelawiti kepada Kamakora setelah dua kali ia pulang dengan
tangan hampah.
Setelah mendapat petunjuk lebih lanjut tentang bagaimana cara
menimbah air laut dengan Kisa tersebut, pergilah Kamakora untuk yang
ketiga akalinya ke tempat yang bernama Fatu Gelarak. Berbekalkan
petunjuk diatas Kamakora segera membawa air laut kehadapan Lelawiti
junjungannya. Air laut itu kemudian dicampur dengan dedak kemudian
Lelawiti mulai menyantapnya. Sementara asyik menyantap hidangan
tersebut, tiba-tiba muncullah dua ekor babi berwarrna loreng berebutan
makan dengannya. Kedua babi itu menyerang Lelafiti dari segala arah.
Namun berbekalkan kesaktian yang dimiliki, Lelafiti dengan mudah
mematahkan serangan kedua babi siluman tersebut.
Tempat yang dipakai sebagai piring untuk mencampur dedak dengan air laut
bernama Tebingal : Kulit siput palungann.

Keberhasilan Lelafiti mengalahkan babi jejadian waktu berebutan


makan membuatnya yakin akan kesaktian yang dimiliki. Namun ia ingin
mengujinya kembali. Maka disuruhnya Kamakora mengambil sejenis siput
lain yang bernama Fiti Keu di pantai Tenauring. Begitu menerimanya
Lelafiti langsung mengunyahnya sampai lumat dan menelannya.
Menyaksikan hal itu, Kamakora hanya tercengang keheranan.
Setelah lama terpaku menyaksikan apa yang dilakukan Lelafiti,
Kamakora berkomenter,” Bapa memang hebat! Tapi apakah bapa juga
tangkas ?”
Menanggapi komentar Kamakora, Lelafiti barkata,” Mari ! kita ke
tempat yang agak terbuka dan aku akan membuktikannya!”
Pergilah Lelafiti dan Kamakora ke tempat yang bernama Feru Or. Di
tempat itu Lelafiti menyuruh Kamakora melambungkan buah lontar muda
setinggi-tingginya, kemudian Lelafiti membidikkan anak panahnya kearah
jatuhnya buah lontar tersebut. Kamakora tercengang karena anak panah yang
dilepaskan Lelafiti tepat mengenai sasaran yang diarahkan.
Ketika Kamakora masih bengong menyaksikan hal itu, tiba – tiba
dihadapannya tergeletak seekor burung pergam dengan anak panah tertancap
tepat didada. Kamakorapun berseru,” Hebat, hebat, Bapak hebat !” Lelafiti
hanya tersenyum mendengar komentar orang suruhannya itu. !”
Belum puas dengan apa yang dilakukannya, Lelafiti berkata,”
Gulingkanlah satu biji balam di lapangan itu !” Kamakora segera
melakukan apa yang diperintahkan junjungannya itu. Begitu biji balam itu
menggelinding sekitar 20 meter dari hadapan mereka, Lelafiti membidikkan
anak panahnya. Kali inipun Kamakora dibuat tercengang menyaksikannya.
Kulit balam yang keras itu sepertinya begitu lunak dimata anak panahnya
Lelafiti.

LEMBAR PENGESAHAN

CERITA RAKYAT
Dengan Judul

Lelafiti Pendekar Aneh


(Bagian I Keunikan Sang Pendekar)

Diangkat dari cerita rakyat daerah Wolowutun


sebagai bahan bacaan di Sekolah Dasar Inpres Posiwatu.

OLEH

YUVENTIUS BUTUN,S.Pd

Guru kelas pada Sekolah Dasar Inpres Posiwatu


Desa Posiwatu
Kecamatan Wulandonni
Kabupaten Lembata

Kepala UPTD Dinas PPO Posiwatu,


Kecamatan Wulandoni Kepala SD Inpres Posiwatu

=WAHIDIN LEWO KAHAR= =YUVENTIUS BUTUN,S.Pd=


NIP. 19590621 198303 1 013 NIP. 19690408 199303 1 008

Pengawas TK/SD
Kecamatan Wulandoni

=ALEXANDER DUA,S.Pd-SD
NIP. 19660507 199312 1 001

Anda mungkin juga menyukai