Anda di halaman 1dari 4

Bab 1

Pagi yang seperti biasa dengan hembusan angin pagi yang begitu
dingin di sebuah pulau terpencil. Aku yang masih kecil seperti biasanya,
mencoba untuk mengurangi perkerjaan kedua orang tuaku dengan
membantu menyirami pohon-pohon apel di kebun milik ayahku yang
terletak tak jauh dari rumah. Setelah cukup lama aku berada di kebun,
terlihat dari kejauhan ayahku sedang mengamati tiap-tiap apel di beberapa
pohon yang berbeda-beda dan setelahnya ia langsung melihat ke arahku
solah ingin mengatakan sesuatu.
“Sudah cukup untuk menyirami pohon apel itu Farhan, besok
sepertinya kita akan memanen semua apel-apel ini dan menjualnya ke
pasar, jadi tak perlu menyiraminya terlalu sering,”
Aku yang masih memegang selang air ditangan langsung berlari ke
arah kran air untuk mematikanya dan langsung berlari ke luar kebun sambil
mengatakan.
“Aku akan kembali sore nanti,”
“Farhan, jika kau pergi ke pantai jangan lupa membersihkan tenda
kita di pasar untuk berjualan esok,” balas ayahku
Berlarian di pantai sambil mengambil memungut barang-barang
yang bertebaran di pasir karena terbawa oleh ombak laut. Aku tak tahu
benda ini dari mana asalnya, aku hanya pernah melihat sebuah perahu
berisi 2 orang yang berasal dari pulau tak jauh dari sini membawa sejumlah
kotak besar dengan isi yang tak kuketahui kemudian di tukar dengan
sejumlah uang oleh kepala desa di sini
Di kejauhan aku melihat benda berkilau yang tertutup oleh pasir di
dekat pasar sembari aku melihat para penduduk memperbaiki bongkahan
kayu yang sudah tua dan rapuh seperti jembatan menuju ke arah laut. Aku
tak tahu bangunan kayu apa itu dan apa fungsinya, tak pernah aku melihat
bangunan itu di gunakan kecuali anak-anak desa yang bermain di sana.
Aku pun tak peduli dan hanya mengambil benda berkilau yang ku lihat
tadi, dan setelah aku hampiri ternyata benda tersebut hanyalah mangkuk
besi yang sudah penyok. Melihatnya seperti tak berguna ku lempar
mangkuk tersebut ke laut, namun terkejutnya aku mangkuk tersebut jatuh
dengan sempurna dan tidak tenggelam ke dasar laut. Pikiranku bertanya-
tanya bagaikan anak bocah yang ingin serba tau, mengapa Besi yang berat
bisa mengapung di atas air dan tidak tenggelam.

Mencoba berpikir tak henti-hentinya dan mencoba melempar benda-


benda besi lainya ke laut, namun tak ada yang berbuah hasil. Pertanyaan di
kepalaku terus berputar-putar bagaikan burung elang yang sedang
mengintai mangsanya dari ketinggian. Aku pun menyerahkan dengan usaha
yang tak berbuah hasil itu dan teringat pesan ayahku.
Sesampainya di pasar, aku langsung menuju tenda milik ayahku dan
langsung membersihkannya. Terdengar suara perempuan mengucapakan
“Sepertinya pelabuhan itu sudah hampir siap di pakai kembali,”
Aku yang merasa tak asing dengan suara itu mencoba melirik ke
tenda sebalah untuk melihat siapa yang berbicara tadi. Ternyata oh ternyata
itu merupakan kak Ismi yang merupakan tetanggaku, ia sering mampir ke
rumah kami untuk berbicara dengan ayahku karena pernah pergi ke daratan
besar.
“oh bangunan itu namanya pelabuhan” ucapanku dengan suara yang
cukup keras, setelah tahu ucapan tersebut berasal dari kak Ismi
“Ternyata Farhan, iya itu namanya pelabuhan. Besok kita akan
kedatangan perahu Kora” balas kak Ismi dengan raut muka yang terlihat
senang.
“Kedatangan perahu Kora?, Perahu apa itu kak dan kenapa seperti
kak Ismi terlihat senang sekali ?,” jawabku sambil tergeran-heran dengan
kalimat kak Ismi.
“Perahu Kora itu perahu yang besar yang bergerak tanpa layar dan
tenaga manusia, besok kakak akan ikut menaikinya untuk pergi ke daratan
besar. Jika kau penasaran datanglah esok pagi ke sini untuk melihatnya”
Setelah mendengar ucapan kak Ismi rasa penasaran ku terus
bertambah. namun kali ini aku meredam rasa penasaran dengan berfikir
datang saja besok seperti perkataan kak Ismi untuk melihatnya. Setelahnya
aku melanjutkan membersihkan tenda.
Sepulangnya dari pasar aku yang masih penasaran dengan besi yang
terapung di laut, mencoba menghampiri satu-satunya perpustakaan yang
ada di desa untuk mencari tahu alasannya. Dengan membuka pintu
perpustakaan terlihat seorang pria tua yang menaruh buku ke raknya.
“Permisi kakek apa kau tahu mengapa mangkuk besi yang berat bisa
mengambang di air?,” Tanyaku kepada pria tua tersebut.
“Oh rupanya ada adik kecil yang sedang penasaran di sini, aku
pernah membaca buku yang membahas hal tersebut di salah satu kota yang
terletak daratan besar. Namun aku tak membaca semua isi buku tersebut
sehingga aku lupa isinya,” jawab pria tua tersebut.
Setelah mengucapkan terimakasih, aku yang kecewa karenanya tidak
mendapatkan jawaban langsung pergi dari perpustakaan tersebut. Mencari
teman-temanku untuk mengajaknya bermain agar rasa penasaranku
terlupakan dan tak terus berputar di kepalaku.
Matarhari sudah mulai terbenam bergegasnya aku untuk pulang
kerumh. Sesampainya di rumah aku melihat ayah dan ibuku sedang
memetik apel-apel di kebun, aku berniat membatu namun perutku terasa
sangat lapar dan langsung pergi ke rumah untuk mengisinya. Tak lama
setelah selesai makan ibu dan ayahku masuk ke rumah terlihat kelelahan
setelah berada di kebun.
Hari sudah mulai gelap aku duduk keluar rumah dan terlihat ayahku
duduk di teras, aku menghampirinya dan langsung berkata apakah benar
besok akan datang Kapal Kora, terkejutnya aku melihat raut muka ayahku
yang seperti melihat hal yang buruk yang telah ia alami. Akupun langsung
mengalihkannya dengan berpura-pura pergi ke kamar mandi untuk kencing.

Bab 2
Dengan di dampingi suara Jangkrik dengan gelapnya malam aku
tertidur dengan penuh rasa penasaran di kepalaku,

Anda mungkin juga menyukai