Anda di halaman 1dari 9

Setitik Pemikiran dari Prancis: Analisa Akar-akar Pemikiran Fernand Braudel

Oleh: Hendra Permana

Pendahuluan
Penulisan sejarah semakin hari memang semakin berkembang. Peninjauan kembali
terhadap karya-karya lama historiografi perlu dilakukan untuk melihat perkembangan itu.
Alasan terhadap perlunya melihat perkembangan kajian historiografi ini adalah untuk
memberikan ruang pada masa kini agar memunculkan pemikiran baru. Namun, munculnya
pemikiran baru tersebut tidak semata-mata mengaburkan pandangan lama, tetapi dapat
memberikan keberagaman terhadap kajian kesejarahan.
Beranjak dari hal itulah penulis menghadirkan tulisan ini untuk dijadikan telaah
lebih lanjut terhadap perkembangan historiografi. Mengambil periode historiografi modern,
penulis akan membincangkan kembali salah satu tokoh yang bisa dikatakan berperan penting
pada periode historiografi modern: Fernand Braudel. Fernand Braudel adalah orang yang
akan dibincangkan dalam tulisan ini. Siapakah Fernand Braudel?
Tulisan ini akan membahas pemikiran-pemikiran Braudel dalam ranah historiografi.
Sebelum membahas ke hal yang lebih penting seperti pemikiran/pandangan, ada baiknya kita
mengenal dahulu sosok Braudel. Pertanyaan-pertanyaan seperti dari mana dia berasal,
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh siapa, dan bagaimana karyanya terhadap relevansi
kekinian historiografi perlu dijabarkan dengan jelas agar mendapat pemahaman mendalam.
Oleh karena itu, penulis juga akan sedikit berargumentasi terhadap pandangan historiografi
Braudel. Selebihnya akan dilihat dalam tulisan di bawah ini.

Biografi Singkat
Fernand Braudel dilahirkan di desa Luméville-en-Ornois pada 24 Agustus 1902,
sebuah desa kecil di Prancis. Pada umur 7 tahun Braudel muda pindah ke Paris, dia
kemudian sekolah di Lycée Voltaire dan Universitas Sorbone. Dari Universitas Sorbone ini
dia lulus sebagai agrégé dalam disiplin sejarah pada tahun 1923. Setelah lulus, Braudel
mengajar di Universitas Algiers hingga tahun 1932. Semasa mengajar di Universitas Algiers,
Braudel menerbitkan sebuah paper tentang orang-orang Spanyol di Afrika Utara pada abad
XVII, dan mengerjakan sebuah tesisnya yang bermula ketika mempelajari kebijakan luar
negeri Philip II.1
Pada 1932 hingga 1935, Braudel kemudian mengajar di Lycée Condorcet dan Lycée
Henri IV di Paris dan Universitas Sao Paolo, Brazil. Selama perjalanan pulang dari Brazil,
Braudel bertemu dengan Lucian Febvre yang kemudian akan menjadi patron penulisan
sejarahnya. Braudel kemudian menerima pengangkatannya mengajar di Ecole Pratique des
Hautes Wtudes pada 1938. Namun ketika kondisi politik Eropa pada saat itu tidak
1
Marine Hughes-Warrington, 50 Tokoh Penting dalam Sejarah. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), hal. 32.

1
memungkinkan hingga meletusnya Perang Dunia II, dia dikenai wajib militer dan kemudian
dipenjara.2 Di sebuah kamp di Mainz (1940-1942) dan Lübeck (1942-1945), Braudel
mentransformasikan tentang kebijakan-kebijakan Philip II –yang sebelumnya tertunda –atas
studi mendalam tentang kawasan laut Mediterania. Dalam kondisi sulit di kamp Lübeck,
Braudel masih mampu untuk mencari sumber-sumber data dari perpustakaan kota setempat.
Setelah perang usai, pada 1947 bersama Lucien Febvre dan Charles Morazé
mendirikan Seksi Sixiéme untuk ilmu sosial di Ecole Pratique des Hautes Etudes. Dua tahun
setelahnya, Braudel menggantikan Lucian Febvre sebagai guru besar di Collége de France.
Hingga wafatnya, Braudel menyunting jurnal Annales versi pasca perang.
Dilihat dari pengalamannya, jalur Braudel di bidang akademik memang tidak bisa
dipungkiri. Sejak dari dulu Braudel sudah ditempa untuk menjadi akademisi dengan menjadi
pengajar di berbagai universitas dan meneliti suatu kajian di bagian Afrika Utara.

Braudel dan Mazhab Annales


Braudel tidak bisa dipisahkan dari perkembangan historiografi di Eropa, terutama di
Prancis. Pada dekade 1920-an, di Prancis mulai berkembang “sejarah jenis baru” yang
menjadi alternatif terhadap sejarah “tradisional”3. Gerakan “sejarah baru” ini dipelopori oleh
guru besar Universitas Strasbourg, March Bloch dan Lucian Febvre. 4 Dalam jurnal yang
mereka terbitkan, Annales d’historie économique et social, mereka mengkritik dominasi
politik dalam dimensi sejarah. Secara lebih detail, mereka ingin mengganti sejarah politik
dengan sejarah yang lebih “manusiawi”, yakni sejarah yang tidak hanya membincangkan
orang-orang besar saja, akan tetapi juga berbicara tentang semua aspek kegiatan yang dialami
oleh masyarakat –seperti aspek sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, geografi, dan lain
sebagainya. Lebih lanjut para sejarawan saat itu hingga sejarawan masa sekarang
memberikan julukan kepada “sejarah baru” ini sebagai “Mazhab Annales”.
Pemikiran Bloch dan Febvre jelas mempengaruhi Braudel sebagai penerus Mazhab
Annales. Sebagai seorang yang membuat gaya jenis baru, pemikiran tentang aspek sejarah
sosial masuk ke dalam pemikiran Braudel. Menurutnya, sejarah yang ditulis secara
tradisional seperti menyinari masa lalu sebagaimana kunang-kunang menerangi malam. 5
Analogi ini dapat dipahami bahwa sejarah yang ditulis sebelumnya hanya memberi nyala
sekilas, cenderung fokus secara khusus pada peristiwa, tindakan individual, dan
perkembangan jangka pendek. Sejarah ini menurut Braudel akan merosot pada sejarah

2
Ibid, hal. 33.
3
Maksud dari sejarah tradisional ini ialah sejarah yang hanya mementingkan peristiwa besar
dan terfokus pada orang-orang besar dalam lingkup kajian politik.
4
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hal. 22.
5
Jacques Le Goff, “Is Politics Still the Backbone of History?”, dalam Felix Gilbert &
Stephen R. Graubard (ed.), Historical Studies Today. (New York: W. W. Norton & Company, 1972),
hal. 340.

2
tentang peristiwa, terutama hanya fokus pada peristiwa politik, tanpa melihat aspek yang
lain.6
Semenjak dipegang oleh Bloch dan Febvre, mazhab Annales7 lebih dominan pada
sejarah struktural kualitatif. Kekhususan ini terlihat dari kepentingannya untuk memberi
alternatif terhadap sejarah tradisional. Lebih lanjut dalam terbitan pertama jurnal ini, Bloch
dan Febvre menegaskan tiga tujuan pokok pengembangan sejarah: memberi forum diskusi
yang menyatukan sejarawan dan ilmuwan sosial; mempersoalkan pembabakan sejarah
kepada masa kuno, tengah, modern dan pembagian masyarakat kepada primitif dan
peradaban; dan menciptakan komunitas ilmu-ilmu kemanusiaan. Dari tujuan ini dapat terlihat
bahwa dalam cakupan umum, periode Annales “ala” Bloch dan Febvre lebih mementingkan
sejarah sosial dan mentalitas.8 Sejarah sosial ini lebih dikembangkan lagi oleh Braudel ketika
konsep sejarah multidimensional diperkenalkan lebih jauh. Ilmu sejarah perlu ilmu-ilmu
bantu sosial lain untuk membantu memahami peristiwa yang terjadi di masa lalu. Hal ini
memunculkan sejarah yang berdasarkan kuantitatif, di mana aspek sosial-ekonomi serta
demografis memiliki peranan penting dan mulai dimanfaatkan dalam memahami suatu
peristiwa. Bahkan braudel melangkah lebih jauh lagi, seperti dalam studinya tentang
Mediterania, konsep multidimensi ini merambah pada ilmu-ilmu sains, seperti aspek iklim,
lingkungan, dan geografis yang membentuk suatu peradaban manusia dan tentu
mempengaruhi peristiwa yang terjadi. Rasa-rasanya Braudel memang tidak bisa dipisahkan
dari pengaruh Bloch dan Febvre serta mazhab Annales –yang dikembangkannya– dalam
penulisan sejarah berdasarkan gayanya.

Pandangan dan Tinjauan terhadap Karya Braudel


Hasil dari kajian Braudel cukup banyak jumlahnya, namun yang dirasa paling
menonjol dan terkenal di antaranya ialah La Méditerranée et le monde méditerranéen á
l’époque de Philippe II (1949) ( versi revisi dalam bahasa Inggris The Mediterranean and
the Medoterranean World in the Age of Philip II, 2 vol, 1972); Capitalism and Material Life,
1400-1800 (1974); Civilisation and Capitalism 15th-18th Century, 3 vol (1981-1992); On
History(1980); dan The Identity of France, 2 vol (1990). Karena cukup sulit untuk
menjabarkan secara ringkas dari semua karya-karya Braudel ini, maka hanya akan diambil
satu contoh saja yang akan dijadikan tinjauan, yakni tentang kawasan laut Mediterania dalam
bukunya The Mediterranean and the Medoterranean World in the Age of Philip II. Karya ini
merupakan suatu terobosan baru dalam menuliskan sejarah, berbeda dari yang lain dan saya

6
Marine Hughes-Warrington, Op.cit., hal. 35.
7
Le Roy Laudurie pernah membagi sejarah mazhab ini ke dalam dua periode, yakni periode
sebelum 1945, dan kedua setelah 1945. Pada periode sebelum 1945 unsur penanaman sejarah
struktural kualitatif lebih dominan, sedangkan setelah 1945 unsur sejarah kuantitatif lebih menonjol.
Baca lebih lanjut dalam Georg G. Iggers, Historiography in the Twentieth Century: From Scientific
Objectivity to the Postmodern Challenge. (Connecticut: Wesleyan University Press, 1997), hal. 51-64.
8
Taufik Abdullah, “Lombard, Mazhab Annales, dan Sejarah Mentalitas Nusa Jawa”, dalam
Henri Chambert-Loir & Hasan Muarif Ambary (ed.), Panggung Sejarah: Persembahan kepada Prof.
Dr. Denys Lombard. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), hal. 59.

3
anggap sebagai suatu kajian “revolusioner” yang mustahil dilakukan oleh sejarawan-
sejarawan lain.
Dalam karya Mediterania, Braudel memperkenalkan suatu kajian baru dalam
menuliskan sejarah, yakni Total History. Ini yang dianggap oleh saya sebagai sesuatu yang
revolusioner, karena Total History memasukan semua aspek pendekatan dalam kajian
sejarah, seperti geografi, ekonomi, lingkungan, sosial, iklim, dan sebagainya. Ada satu
pendekatan penting yang menjadi telaah mendalam bagi kita dalam karya Mediterania ini,
yakni di mana Braudel mengkonsepkan kembali tiga kelompok besar waktu sejarah: waktu
geografis (la longue durée), waktu sosial, dan waktu individual. Waktu geografis –disebut
juga geo-history – memiliki periode hubungan antara manusia dan lingkungannya, suatu sifat
yang alurnya tidak bisa dipahami.9 Lebih lanjut Braudel menerangkan sejarah antara
hubungan manusia dengan lingkungan, seperti manusia dalam relasinya dengan lingkungan,
sejarah dari repetisi yang terus-menerus, siklus-siklus yang terus berulang. 10 Waktu geografis
ini setidaknya mengambil rentang waktu paling sedikitnya 1 abad, karena perubahannya
lambat dan sering tidak nampak alurnya. Ciri khas Braudel terlihat di sini, seperti dalam
Karya Mediterania dan yang lainnya, dalam karyanya selalu menggunakan rentang waktu
yang panjang, karena memang dimulai dari pendekatan geo-history. Dalam metode geo-
history ini, Braudel dipengaruhi oleh Vidal de la Blance dan Albert Demangeon sebagai
pelopor kajian geografis pada saat itu. Namun terlepas dari itu semua, tujuan Braudel
memperkenalkan geo-history ini adalah untuk menunjukan pada kita bahwa landscape
memiliki peran penting dalam sejarah.
Waktu sosial dalam pandangan Braudel dinyatakan sebagai hubungan struktur yang
berkelanjutan dalam peradaban, negara, dan masyarakat. Rentang waktu ini berkisar antara
80-120 tahun. Lebih lanjut Braudel melihat kecenderungan-kecenderungan umum dalam
struktur masyarakat, seperti sistem ekonomi, perkembangan teknologi dan sains, lembaga
politik, peperangan, dan lainnya.11 Dari sini Braudel disebut sebagai seorang strukturalis yang
terpengaruh.
Sedangkan waktu individu berkisar antara 60-80 tahun, sama seperti jangka waktu
umur manusia di dunia. Waktu individu ini lebih menonjolkan aktor dalam peristiwa, namun
Braudel tidak memfokuskannya terhadap waktu ini. Pada periode ini, seperti dalam buku
Mediterania, Braudel menyajikan pada kita potret hidup tokoh-tokoh seperti Philip II, Don
Garcia de Tolede, dan Dohn John Austria, dan catatan-catatan perang serta perjanjian selama
abad XVI. Braudel juga tidak mungkin untuk meninggalkan sejarah politik, karena
menurtnya kajian politik dalam studinya akan melirik pendekatan geografis dan sosial
sehingga pada akhirnya akan menjadi seimbang. Studi terhadap Individu lebih lanjut
menurut Braudel hanyalah sebuah cara untuk menyibak struktur.
Penjabaran lebih lanjut tentang struktural dalam karya Mediterania ini, terlihat
ketika Braudel meyatakan bahwa kesenjangan sosial antara “si kaya” dan “si miskin”
9
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hal. 229.
10
Marine Hughes-Warrington, 50 Tokoh Penting dalam Sejarah. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), hal. 36.
11
Ibid, hal. 37.

4
semakin lebar pada kedua abad ke-16, baik di sisi barat Laut Tengah (orang-orang Kristen),
maupun di sisi timurnya (orang-orang Muslim).12 Masyarakat cenderung mempolar ke dalam
dua kutub. Kutub yang satu ialah para bangsawan kaya raya yang kembali membentuk
dinasti-dinasti kuat, sedangkan kutub yang lain adalah rakyat miskin dan orang tak berpunya
yang jumlahnya amat banyak dan terus bertambah. Braudel melihat dua sisi ini bersamaan,
tanpa menempatkan posisi mana yang ditonjolkan. Pandangan struktural Braudel ini
dipengaruhi oleh Karl Marx, namun bedanya terlihat dari pusaran masalahnya. Jika Marx
pada periode tersebut melihat kebangkitan kaum borjuis adalah sentral, Braudel justru lebih
memberi perhatian pada “pemunggungan” kaum borjuis, atau kebangkrutan mereka. 13
Hal terakhir yang menjadi tinjauan ialah metode kuantitatif Braudel dalam
menjabarkan aspek ekonomi di kawasan laut Mediterania di akhir abad ke-16. Dia
menunjukkan jumlah penduduk dan bandingannya terhadap produk bruto. Contohnya
penduduk keseluruhan berjumlah kurang lebih 60 juta, penduduk kota: 6 juta, atau hanya 10
persen. Produk Bruto: 1,2 miliar duka per tahun, atau 20 dukat per kepala. Total konsumsi
sereal: 600 juta duka, separuh produk bruto. Penduduk miskin (pendapatan kurang dari 20
dukat setahun) berjumlah 20-25 persen dari jumlah penduduk. Penerimaan pajak pemerintah:
48 juta duka, dengan kata lain kurang dari 5 persen pendapatan rata-rata per kapita.14
Dari sini terlihat bahwa gambaran umum ini dijadikan model oleh Braudel dalam
mengolah data kuantitatif. Walaupun Braudel tidak mempunyai data statistik untuk semua
kawasan, sehingga ia melakukan ekstrapolasi dari data parsial yang tidak dapat dijadikan
sampel.

Kritik dari karya ini, menurut saya dilihat dari periode waktunya yang begitu
panjang –walaupun Braudel berspekulasi membaginya ke dalam tiga periode waktu –,
sehingga tidak memiliki fokus tertentu. Karena begitu banyaknya pendekatan yang digunakan
dalam meninjau kawasan Laut Mediterania ini, Tidak ada titik “meletus” dari kajian ini,
seperti yang diutarakan oleh Foucault. Hal ini menjadi perdebatan kembali, dan terulang
kembali seperti pada masa Bloch dan Febvre yang menanyakan hakikat sejarah dan makna
teks simbol. Kecenderungan baru yang digelontorkan Foucault, Roland Barthes, dan Derrida
seakan-akan kembali ke asal, yakni sejarah sosial dan mentalitas.
Sorotan tajam bagi saya dilihat dari pendekatan kuantitatif yang digunakan Braudel.
Ketika dia tidak memiliki data statistik, bagaimana dia bisa menarasikan itu? Rasa-rasanya
jawaban ini hanya Braudel yang tahu, karena saya sendiri membaca karyanya tidak begitu
mendalami secara detail. Namun selain itu pendekatan total history Braudel akan menjadi
tantangan baru ketika saat ini mulai berkembang sejarah “ber-genre” Post modernis, Post

12
Peter Burke, Op.cit., hal. 229.
13
Ibid, hal. 230.
14
Baca lebih lanjut dalam buku Braudel, The Mediterranean and the Medoterranean World
in the Age of Philip II, Vol II, Bab I.

5
kolonialis, Subaltern, dan lain sebagainya.15 Namun hal ini malah menjadi warna baru
terhadap kajian historiografi yang memang makin hari makin berkembang.

Pengaruh Pemikiran Braudel terhadap Sejarawan.


Pengaruh pemikiran Braudel sangat terasa diikuti oleh sejarawan terutama yang
berkecimpung di bidang sejarah kawasan. Seperti Anthony Reid dalam bukunya Asia
Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-168016 terlihat seperti meniru total history yang
dikembangkan Braudel. Lebih lanjut menurut Reid, sebagaimana kawasan Mediterania, Asia
Tenggara merupakan kawasan geografis yang sangat terpisah dari kawasan sekitarnya, yaitu
India, Asia Timur, dan Pasifik. Periode waktu yang digunakan Reid juga menggunakan
pendekatan waktu geografis seperti Braudel, di mana peradaban di kawasan Asia Tenggara
meliputi semua aspek dalam kurun waktu 200 tahun, seperti melihat aspek geografis,
demografi, pakaian, pesta rakyat, kerajaan, perumahan, material culture, makanan, seks, dan
lainnya.
Tampaknya M. C. Riclekfs juga sedikit meniru apa yang digunakan oleh Braudel
dalam bukunya A New History of Southeast Asia17. Sama seperti Reid yang mengkaji
kawasan Asia Tenggara, Ricklefs malah memanjangkan periode waktu itu dari masa
prasejarah hingga kontemporer. Namun aspek yang ditonjolkan oleh Ricklefs adalah politik –
dengan menggunakan periodisasi politik. Denys Lombard yang sama-sama satu angkatan
dengan Braudel dalam mengembangkan Annal School terlihat mencoba mengembangkan
gaya penulisan Braudel dalam buku kajiannya tentang Indonesia, Nusa Jawa Silang Budaya.
Namun Lombard lebih ekstrim lagi dengan mencoba melihat persilangan budaya Indonesia
dengan berjalan mundur, dari periode muda ke periode yang lebih tua.
Pengaruh yang penting terasa kita sejarawan asal Indonesia mengadopsi pendekatan
Braudel. Memang tidak dapat dipungkiri jika Indonesia sebagai sebuah negara kawasan
kepulauan dalam menelusuri sejarahnya perlu menggunakan pendekatan semua aspek seperti
Total History. Seperti A. B. Lapian dalam bukunya Orang Laut Bajak Laut dan Raja Laut18
melihat kawasan laut Sulawesi sebagai suatu kawasan yang tidak bisa dipisahkan dari Asia
Tenggara –terutama Pergulatan politik yang terjadi di kawasan itu. Lebih lanjut pendekatan
Braudel ini masuk ke Lapian dalam menjelaskan kawasan laut Sulawesi yang berhubungan
dengan geografis.

15
Baca lebih lanjut dalam tulisan Wahyu Wirawan, “Hisoriografi Aliran Subaltern”, dalam
Sri Margana & Widya Fitrianingsih (ed.), Sejarah Indonesia; Perspektif Lokal dan Global.
Persembahan 70 tahun Prof. Dr. Djoko Suryo. (Yogyakarta: Ombak, 2010), hal. 518-526.
16
Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680, 2 Jilid. (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2011).
17
M. C. Ricklefs, A New History of Southeast Asia. (London: Palgrave Macmillan, 2010).
18
Adrian B. Lapian, Orang Laut Bajak Laut Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX.
(Depok: Komunitas Bambu, 2009).

6
Kesimpulan
Fernand Braudel memang merupakan sejarawan yang memberi “gebrakan” dalam
mengembangkan historiografi altertanif. Semenjak ia mengekor pada March Bloch dan
Lucian Febvre, Braudel menjadi penganut pengembangan sejarah sosial, mentalitas, dan
struktural. Dengan melanjutkan penerbitan jurnal Annales setelah 1945, Braudel lebih
mengembangkan lagi sejarah yang berdasarkan semua aspek perbincangan, total history.
Konsep multidimensi dan sejarah total menjadi gaya baru yang dikembangkan Braudel pada
tahun 1970-an, hingga pada akhirnya sejarawan terutama orang Indonesia sendiri
menggunakan pendekatan Braudel ini.
Refleksi atas tinjauan Fernand Braudel ini bagi saya terlihat bahwa sejarah semakin
hari semakin berkembang. Ketika tesis yang dikembangkan mulai tidak relevan lagi bagi
tinjauan penulisan sejarah, maka akan ada suatu anti-tesis terhadap tesis itu, yang selanjutnya
menjadi sintesis, seperti apa yang pernah Hegel kembangkan. Pemikiran Braudel hanyalah
satu dari sekian tesis yang menjadi perdebatan sebelumnya, namun pendekatan Braudel
tentunya masih sangat relevan hingga saat ini bagi saya.
Hal terakhir yang ingin saya simpulkan ialah perkembangan historiografi juga
dipengaruhi oleh situasi politik, ideologi, dan ke stagnan penulisan itu. Seperti Braudel dan
Febvre yang melihat kondisi penulisan sejarah yang hanya berkutat pada aspek politik. Maka
dikembangkanlah sejarah sosial oleh mereka bersama Bloch untuk menjadi alternatif lain
dalam ranah historiografi.

7
Daftar Pustaka

Buku

Burke, Peter. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.

Cambert-Loir, Henry & Hasan Muarif Ambary (ed.). Panggung Sejarah: Persembahan
Kepada Prof. Dr. Denys Lombard. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999.

Gilbert, Felix & Graubard, Stephen R (ed.). Historical Studies Today. New York: W. W.
Norton & Company, 1972

Hughes-Warrington, Marnie. 50 Penting dalam Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Nina H. Lubis. Historiografi Barat: Dari Herodotus hingga Jmes Harvey Robinson.
Bandung: Alqaprint, 2000.

Reid, Anthony. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga: Jilid I Tanah di Bawah Angin. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2011.

Sri Margana & Widya Fitrianingsih (ed.). Sejarah Indonesia: Perspektif Lokal dan Global.
Persembahan 70 Tahun Prof. Dr. Djoko Suryo. Yogyakarta: Ombak, 2010.

E-Book

Braudel, Fernand. The Mediterranean and the Mediterranean World in the Age of Philip II,
Volume II, 1972. PDF, didapat dari Adi Pandoyo.

Jurnal.

McNeill, William H. “Fernand Braudel, Historian”, dalam Jurnal The Journal of Modern
History, Vol. 73, No. 1. Chicago: University of Chicago Press, 2001. Didapat dari
http://www.jstor.org/stable/10.1086/319882 , diakses pada 21 Mei 2014, Jam 23:59.

8
Wallerstein, Immanuel. “Fernand Braudel 1902-85”, dalam Jurnal Research Foundation of
SUNY, Vol. 9, No. 3. Winter: Research Foundation of SUNY, 1986. Didapat dari
http://www.jstor.org/stable/40241029 , diakses pada 21 Mei 2014, Jam 23:57.

Anda mungkin juga menyukai