Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENYAKIT INFEKSIUS II

FELINE PANLEUKEMIA, FELINE INFECTIOUS PERITONITIS,


DAN PLEURITIS

Disusun Oleh :

Nama : Jurman Tulus


NIM : 2002101010063
Mata Kuliah : Penyakit Infeksius II
Kelas : 01

Dosen Pengampu : Prof. Dr. drh. Darmawi, M.Si

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kucing merupakan salah satu jenis hewan yang sering dijadikan sebagai hewan peliharaan
atau kesayangan karena memiliki karakter yang unik dan berbeda dibandingkan dengan hewan
kesayangan lainnya. Kucing adalah sejenis karnivora kecil dari famili felidae yang telah dijinakkan
selama ribuan tahun.
Kucing dapat mengalami berbagai macam gangguan penyakit, baik itu penyakit infeksius
maupun non infeksius yang memerlukan penanganan, salah satunya yaitu penyakit yang sering
menyerang kucing muda yang disebabkan oleh virus yakni penyakit panleukopenia. Penyakit
Feline panleukopenia merupakan penyakit fatal pada kucing muda, yang hampir sama seperti
distemper pada anjing. Penyakit menular nonzoonosis Feline panleukopenia merupakan penyakit
kucing yang banyak ditemukan dalam praktek sehari - hari, dan dapat menimbulkan banyak
kematian terutama pada hewan-hewan muda.
Feline panleukopenia merupakan penyakit menular/infeksius yang menyerang bangsa
kucing terutama pada kucing yang belum divaksinasi pada umur muda. Penyebab utama
penyakitini adalah Feline panleukopenia virus yang termasuk ke dalam genus Protoparvovirus
dan dalam keluarga Parvoviridae. Virus panleukopenia merupakan virus DNA beruntai tunggal
yang tidak beramplop dan dapat mengakibatkan demam gastroenteritis hemoragika, leukopenia,
muntah, depresi, dehidrasi, dan diare dengan tingkat mortalitasyang tinggi. Masa inkubasi FPV
berkisar 5 - 9 hari dan apabila ditemukan agen infeksi lainnya maka akan berkomplikasi
mengakibatkan sepsis, dehidrasi, koagulopati intravasal diseminata hingga kematian.
Penularan atau transmisi virus panleukopenia pada kucing dapat terjadi melalui fekaloral
secara langsung maupun tidak langsung karena terkontaminasi dari penderita melewati pakan,
muntah, kotoran, air kemih, air liur, maupun benda lainnya. Virus panleukopenia masuk ke dalam
tubuh dan bereplikasi pada sel yang aktif membelah seperti sum - sum tulang belakang, jaringan
limfoid, epitel usus halus, serebellum, dan retina pada kucing neonatal hingga dapat menyebabkan
panleukopenia, ataksia, inkoordinasi gerak, maupun gangguan penglihatan pada hewan muda.
Feline panleukopenia virus dapat menyebabkan infeksi sistemik yang berawal melalui rute fekal-
oral, masuk dan berproliferasi pada jaringan orofaring dan kemudian didistribusikan melalui
viremia secara bebas menuju sel-sel dan hampir ke semua jaringan. Replikasi parvovirus yang
DNA - nya beruntai tunggal ini membutuhkan sel-sel dalam pembelahan fase - S dan oleh sebab
itu invasi virus ini terbatas hanya pada jaringan yang aktif melakukan pembelahan/mitosis.
Kekebalan tubuh pada kucing di usia muda bergantung pada maternal antibodi yang
didapatkan melalui air susu jolong (kolostrum) dari induk yang mengandung antibodi. Titer
maternal antibodi yang diperoleh dari induk dapat memproteksi tubuh kucing selama 6 - 8 minggu.
Oleh karena itu, pemberian vaksin pada usia muda (di atas delapan minggu) pada kucing sangat
disarankan untuk membentuk antibodi terhadap FPV dan penyakit lainnya sebagai tindakan awal
pencegahan. Apabila kucing telah terinfeksi FPV, maka penanganan yang dilakukan harus cepat
dan tepat terutama pada kucing usia muda dan belum diberikan vaksinasi terhadap virus FPV.
Kucing muda di bawah 12 minggu memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas berkisar 25 - 90%
dan dapat mencapai 100% pada infeksi perakut. Hal tersebut menjadi perhatian penting dalam
menangani kucing muda yang terinfeksi FPV dengan tingkat recovery yang rendah (Marlissa et
al., 2022).
Pleuritis / radang pleura adalah suatu peradangan pada pleura (selaput yang menyelubungi
permukaan paru - paru). Radang pleura dapat berlangsung secara subakut, akut atau kronis, dengan
ditandai perubahan proses pernafasan yang intensitasnya tergantung pada beratnya proses radang.

B. Tujuan Masalah
Adapun beberapa tujuan yang harapannya akan tercapai, yaitu sebagai berikut :
1. Memaparkan apa itu Feline Panleukemia, Feline Infectious peritonitis dan pleuritis
2. Menjelaskan etiologi dari Feline Panleukemia, Feline Infectious peritonitis dan
pleuritis serta menguraikan struktur molekular nya .
3. Menjelaskan gejala-gejala klinis dari Feline Panleukemia, Feline Infectious
peritonitis dan pleuritis.
4. Menjelaskan bagaimana mendiagnosis Feline Panleukemia, Feline Infectious
peritonitis dan pleuritis .
5. Menguraikan gambaran dari histopatologi dari Feline Panleukemia, Feline
Infectious peritonitis dan pleuritis .
6. Memaparkan pengobatan dan pencegahan Feline Panleukemia, Feline Infectious
peritonitis dan pleuritis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etiologi dan Molekuler


Feline panleukopenia disebabkan oleh virus DNA single - stranded, feline parvovirus
(FPV). Penyakit ini adalah penyakit yang sangat menular dan paling mematikan dari penyakit
lainnya. Feline panleukopenia adalah penyakit klinis yang disebabkan oleh infeksi carnivore
protoparvovirus 1. Deteksi urutan DNA mirip parvovirus endogen yang terdapat dalam genom
dari sejumlah spesies karnivora memberikan bukti bahwa parvovirus kemungkinan telah hidup di
dalam tubuh karnivora selama jutaan tahun. Feline panleukopenia adalah penyakit virus yang
paling lama telah diketahui pada kucing. Carnivore protoparvovirus 1 merupakan anggota famili
Parvoviridae (subfamili Parvovirinae, genus Protoparvovirus). Protoparvovirus adalah virus
ikosahedral berukuran kecil yang tidak terbungkus amplop dan memiliki genom DNA untai
tunggal.
Berikut adalah Struktur molecular famili parvoviridae

Gambar 1 : Struktur molekuler FPV (Mahendra et al., 2020).

Klasifikasi virus Menurut (Mahendra et al., 2022) :


Grub : Grub II (Virus DNA untai tunggal)
Famili : Parvoviridae
Sub family : Parvovirinae
Genus : Protoparvovirus
Spesies : Virus Feline Panleukopenia
Karakteristik molecular adalah Parpoviridae yakni kelompok kecil dari seluruh virus (18
- 21 nm), tak berselubung dengan suatu genom linear untai tunggal. Virionnya ikosahedral, terdiri
dari 32 kapsomer. Komposisi DNA (20%) dan protein (80%), terdiri dari dua selubung protein,
inang parvovirus adalah pinaeidae (keluarga udang) dan pembawa lain adalah udang laut. Deteksi
urutan DNA mirip parvovirus endogen yang terdapat dalam genom dari sejumlah spesies
karnivora memberikan bukti bahwa parvovirus kemungkinan telah hidup di dalam tubuh karnivora
selama jutaan tahun. Feline panleukopenia adalah penyakit virus yang paling lama telah diketahui
pada kucing carnivore protoparvovirus 1 merupakan anggota famili Parvoviridae (subfamili
Parvovirinae, genus Protoparvovirus). Protoparvovirus adalah virus ikosahedral berukuran kecil
yang tidak terbungkus amplop dan memiliki genom DNA untai tunggal.
Feline infectious peritonitis (FIP) disebabkan oleh Feline Corona Virus (FCoV) yang
merupakan virus RNA Single - Stranded, positivesense, yang berukuran besar, memiliki amplop
yang termasuk dalam genus Alphacoronavirus, subfamili Orthocoronavirinae dari famili
Coronaviridae, dan bersifat intraseluler.

Gambar 2 : Struktur Feline coronnavirus (FcoV) (Thayer et al., 2022).

Klasifikasi virus menurut (Thayer et al., 2022) :


Kingdom : orthornavirae
Phylum : pisuviricota
Class : pisiniviricetes
Family : coronaviridae
Genus : alphacoronavirus
Species : alphacoronavirus 1
Karakteristik molekular adalah Feline Coronavirus (FCoV) atau dikenal sebagai
Alphacoronavirus 1 termasuk dalam genus Alphacoronavirus dari family Coronaviridae. Struktur
Coronavirus diselimuti amplop dan berinti asam nukleat (+) ssRNA. Terdapat dua kelompok
serotipe FCoV yaitu FCoV I dan FCoV II. Perbedaan serotipe berdasarkan susunan asam amino
protein spike virus dan netralisasi antibodi, FCoV tipe I tersusun dari protein berasal dari turunan
FCoV sedangkan tipe II mengandung genetik gabungan setidaknya dua virus berbeda. FCoV tipe
I lebih sering ditemui daripada tipe II. Kedua serotipe tersebut mempunyai dua biotipe yang tidak
dapat dibedakan secara anatomi dan serologik yaitu FECV dan FIPV. Strain FECV bereplikasi di
epitel intestinal, sedangkan FIPV menyerang makrofag.
Berdasarkan serotipenya, Feline Coronavirus (FCoV) terbagi menjadi dua tipe, yaitu
FCoV tipe satu (FCoV-1) dan FCoV tipe 2 (FCoV-2). Kedua tipe ini dibedakan berdasarkan
biologisnya, tetapi keduanya memiliki kesamaan yaitu reseptor yang disebut aminopeptidase-N.
Serotipe FCoV tidak terlalu penting dari segi klinis, tetapi penting dari segi evolusi. Berdasarkan
biotipenya, FcoV juga dibedakan menjadi dua, yaitu virus dengan virulensi rendah yaitu Feline
Enteric Coronavirus (FECV) dan virus sangat ganas yaitu Feline Infectious Peritonitis Virus
(FIPV) yang penting bagi segi klinis.
Pleuritis dapat disebabkan oleh beberapa macam misalnya Infeksi bakteri, jamur, virus
ataupun parasit lalu penyakit-Penyakit Vaskular Kolagen seperti lupus, rheumatoid arthritis
ataupun tumor-tumor dari Pleura seperti mesothelioma atau sarcoma dan masih banyak lagi
penyebab lainnya.
Menurut (Nururrozi et al., 2022) Pada hewan seperti anjing dan kucing, bakteri (seperti
Nocardia, Actinomyces, dan Bacteroides) dapat menyebabkan pleuritis pirogranulomatosa, dan
banyak spesies bakteri dapat hadir sebagai infeksi tunggal atau campuran pada pyothorax pada
anjing dan kucing Pleuritis pirogranulomatosa ditandai dengan adanya darah dan nanah pada
rongga thoraks. Eksudat ini biasanya mengandung bintik kekuningan yang disebut butiran
belerang. Meskipun ini tidak seperti biasanya di nocardial empyema pada kucing banyak jenis
bakteri seperti, Escherichia coli, Arcanobacterium pyogenes, Pasteurella multocida, dan
Fusobacterium necrophorum, dapat ditemukan dalam pyotorax pada anjing dan kucing. Bakteri
ini terjadi sendiri atau pada infeksi campuran.

B. Gejala Klinis
Menurut (Mahendara et al., 2020) Gejala klinis merupakan gejala yang ditampakkan
hewan dengan menunjukkan ketidaknormalan hewan dengan menunjukkan ketidaknormalan
fungsi-fungsi organ tubuh hewan itu sendiri. Gejala awal yang khas dari feline panleukopenia yaitu
demam, depresi dan anoreksia. Kucing awalnya mungkin muntah dengan frekuensi yang lebih
rendah, kemudian berkembang menjadi diare hingga perdarahan. Kucing yang mati karena
penyakit ini dapat disebabkan oleh komplikasi dari infeksi bakteri sekunder, sepsis, dan dehidrasi.
Lalu gejala muntah yang terjadi, tidak berhubungan dengan makanan yang dikonsumsi
kucing, namun karena adanya infeksi parvovirus yang menyerang kripta sel usus halus sehingga
menyebabkan adanya peradangan pada usus. Parvovirus akan merusak kripta liberkhun yang
didalamnya terdapat intestinal stem cell. Sel ini berguna untuk menghasilkan sel usus baru guna
keperluan regenerasi sel usus secara terus menerus karena sel usus sendiri memiliki waktu hidup
10 hari Tanda dari infeksi virus ini adalah diare yang disebabkan oleh pemendekan vili usus karena
rusaknya sel epitel. Menurut (Putri et al., 2020) gejala klinis dari penyakit ini bervariasi, mulai
dari infeksi subklinis hingga perakut yang ditandai dengan kematian secara tiba-tiba.
Gambar 3 : Pada panleukopenia parah lengkungan usus melebar, lembek serta berubah warna menjadi
merah hingga ungu (Putri dan Wahyuwardani, 2022).

Tanda-tanda awal dari FIP menurut (Diana et al., 2022). sangat bervariasi dan tidak begitu
menciri. Sering kali kucing hanya mengalami tanda klinis, berupa demam yang naik-turun,
kehilangan nafsu makan dan kehilangan energi. Seiring berjalannya waktu, tanda klinis yang
dialami kucing akan terus berkembang sesuai tipe FIP yang diderita. Infeksi karena virus FCoV
ini diklasifikasikan dalam 2 bentuk utama yaitu bentuk efusif (basah) dan non - efusif (kering).
Kedua bentuk tersebut memiliki gejala umum seperti demam, anoreksia, penurunan bobot badan
yang signifikan, serta letargi (kondisi kelelahan yang melibatkan penurunan energi).
Bentuk efusi (basah) memiliki tanda klinis dengan adanya akumulasi cairan di dalam
rongga abdomen, rongga dada, maupun keduanya. Kucing dengan rongga dada yang terakumulasi
cairan dapat menyebabkan kesulitan bernafas, sedangkan kucing dengan akumulasi cairan dalam
rongga abdomen menunjukkan adanya pembesaran abdomen secara progresif. Penyakit FIP
dengan bentuk efusif berjalan lebih cepat dan perut kucing akan membesar akibat timbunan cairan.

Gambar 4 : akumulasi cairan pada rongga abdomen (Jayanti et al., 2021).

Bentuk non-efusi (kering) perubahan yang biasanya terjadi yaitu “pyogranulomatous”.


Peradangan “pyogranulomatous” mempengaruhi sekitar 30% pada kasus mata dan otak, tetapi juga
hampir mempengaruhi semua jaringan didalam tubuh, termasuk hati, ginjal, paru-paru dan kulit.
Tanda klinis dapat diamati, seperti penyakit neurologis (ataksia, kepala miring dan nistagmus),
gangguan pada mata (iritis, edema kornea dan kehilangan penglihatan) dan tanda-tanda penyakit
lain yang diakibatkan oleh lesi pada hati atau organ dalam lainnya.
Gambar 5 : Perubahan warna iris kekaburan di ruang anterior serta terdapat lesi (endapan keratik) di
kornea (Thayer et al., 2022).

Gejala dari pleuritis pada awalnya radang kemudian diikuti dengan pernafasn yang cepat
dan dangkal. Dalam keadaan akut, karena rasa sakit waktu bernafas dengan menggunakan otot-
otot dada, pernafasan lebih bersifat abdominal. Dalam pemeriksaan auskultasi terdengar suara
friksi karena bergeseknya kedua pleura. Adanya cairan radang dalam auskultasi akan terdengar
suara perpindahan cairan sesuai dengan irama pernafasan. Dalam pemeriksaan perkusi terdengar
suara pekak, terutama pada bagian bawah daerah perkusi paru-paru. Bila cairan yang terbentuk
cukup banyak, dalam perkusi dapat dikenali adanya daerah pekak horizontal, yang kadangkadang
tingginya mencapai hampir setengah daerah perkusi. Oleh banyaknya cairan yang terbentuk gejala
dispnoea juga menjadi lebih jelas.

Gambar 6 : Gambaran paru - paru pleuritis

C. Diagnosa
Diagnosis cepat dengan mengunakan rapid terhadap infeksi FPV sangat penting untuk
mengisolasi kucing yang terinfeksi dan mencegah infeksi sekunder pada hewan yang rentan.
Karena diagnosis klinis tidak pasti, beberapa teknik laboratorium telah dikembangkan untuk
mendeteksi FPV pada kucing yang terinfeksi seperti PCR (Polymerase Chain Reaction),
hemaglutinasi, ELISA, tes antibodi imunoflurecence, isolasi virus dan antibodi monoklonal.
Meskipun tes tersebut lebih sensitif dan spesifik, namun tes tersebut dapat dilakukan hanya di
laboratorium khusus.
Diagnosa FIP dilakukan melalui anamnesa, berdasarkan gejala-gejala klinis yang muncul
, pemeriksaan laboratoris seperti ultrasonografi, radiografi dan analisis darah (kimia darah dan
whole blood). Uji serologis dapat dilakukan dengan menggunakan test ELISA (Enzym Linked
Immunosorbent Asssay) dan PCR (Polymerase Chain Reaction) Diagnosa FIP ini juga dapat
dilakukan dengan uji Rivalta. Pada uji Rivalta ini jika tetesan mempertahankan bentuknya, tetap
menempel dipermukaan, atau perlahan-lahan mengapung ke dasar tabung (seperti jelly) tes ini
didefinisikan sebagai positif.

Gambar 7 : Pada abdomen kucing menunjukkan bahwa adanya akumulasi cairan pada pencitraan posisi
ventrodorsal(A) dan lateral (B) (Jayanti et al., 2021).

Adapun diagnoasa banding untuk kasus kucing ini antara lain toxoplasmosis, infeksi
mikobakteri, lymphocytic cholangitis, right heart failure, dan gagal ginjal kronis.
Penentuan diagnosis radang didasarkan pada ditemukannya suara friksi dalam pemeriksaan
auskultasi, serta adanya cairan radang di daslam rongga pleura. Di dalam praktek radang pleura
hampir selalu ditemukan bersamaan dengan radang paru-paru hingga terjadi pleuropnemia.
Memisahkan kedua gangguan tersebut dipandang tidak ada gunanya. Dari emfisema pulmonum,
radang pleura dapat dibedakan karena pada yang terakhir tidak ditemukan suara timpanis dalam
pemeriksaan perkusi. Dari hidrotorak, khilothoraks, dan hemothoraks, radang pleura memiliki
perbedaan karena padanya biasa disertai kenaikan suhu seluruh tubuh maupun adanya rasa sakit
waktu bernapas, terutama pada proses yang berlangsung akut.

D. Patogenesa
Dikutip dari (Marlissa et al., 2022) Virus panleukopenia masuk ke dalam tubuh dan
bereplikasi pada sel yang aktif membelah seperti sumsum tulang belakang, jaringan limfoid, epitel
usus halus, cerebellum, dan retina pada kucing neonatal hingga dapat menyebabkan
panleukopenia, ataksia, inkoordinasi gerak, maupun gangguan penglihatan pada hewan muda.
Selain itu menurut (Putri dan Wahyuwardani, 2022) Target organ FPV adalah jaringan
limfoid sehingga menyebabkan imunosupresi melalui deplesi sel-sel limfoid. Limfopenia tidak
hanya terjadi secara langsung akibat adanya limfositosis, tapi juga secara tidak langsung mengikuti
migrasi limfosit ke jaringan. Replikasi virus terjadi pada sel progenitor awal sum - sum tulang
yang dapat berdampak pada jumlah sel myeloid. Virus juga merusak sel yang mampu melakukan
replikasi cepat pada kripta Lieberkuhn mukosa intestinal. Destruksi pada sel kripta menyebabkan
rusaknya villi usus sehingga menyebabkan diare yang diakibatkan oleh malabsorbsi dan
meningkatnya permeabilitas dinding usus.
Feline coronavirus (FcoV) dibedakan menjadi dua, yaitu virus dengan virulensi rendah
yaitu Feline Enteric Coronavirus (FECV) dan virus sangat ganas yaitu Feline Infectious Peritonitis
Virus (FIPV). Feline Enteric Coronavirus (FECV) menginfeksi melalui rute fecaoral (feses yang
tidak sengaja terkonsumsi). Setelah kucing tidak sengaja mengkonsumsi pakan yang tercemar
feses mengandung Feline Enteric Coronavirus (FECV), maka virus tersebut akan masuk kedalam
tubuh tepatnya di usus. Virus ini akan masuk kedalam sel usus melalui vili usus dan bermultiplikasi
di usus yang menyebabkan kerusakan pada usus (enteritik), akibatnya kucing mengalami diare.
Setelah peradangan mulai terjadi, maka akan memicu sistem pertahanan tubuh pertama
yaitu monosit untuk menuju ketempat yang mengalami peradangan dalam bentuk makrofag. Saat
makrofag sampai ke daerah radang maka terjadi proses fagositosis, tetapi karena FcoV merupakan
virus RNA maka virus ini rentan untuk bermutasi. FECV yang tadinya bermultiplikasi di usus akan
bermutasi menjadi FIPV yang bermultiplikasi di dalam monosit dan makrofag.
Sebelum terbentuknya cairan eksudasi radang, kedua lapisan pleura, yaitu pleura parietalis
dan visceralis, saling bergesekan oleh karena keduanya mengalami penebalan. Gesekan antara
keduanya akan menimbulkan suara friksi dalam pemeriksaan auskultasi. Pada proses yang
berlangsung akut, rasa sakit terjadi sebagai akibat meningkatnya kepekaan syaraf sensoris pada
pleura yang mengalami radang. Hal tersebut menyebabkan kurang leluasanya pengembangan
dinding dada, hingga pernafasan lebih banyak dilakukan oleh otot-otot perut (pernafasan
abdominal). Untuk mengurangi rasa sakit, pernafasan dilakukan dengan cepat dan intensitas yang
dangkal. Oleh adanya cairan yang kemudian terbentuk, sebagai produk radang, volume rongga
pleura berkurang dan tekanan negatif di dalamnya akan berkurang. Hal terakhir mengakibatkan
kemampuan berkembang dari alveoli paru-paru juga menurun.

E. Histopatologi
Perubahan histopatologi yang ditunjukkan oleh hewan yang terinfeksi FPV menurut (Putri
dan Wahyuwardani, 2022) yaitu atropi pada villi intestinal dan dilasi kripta, degenerasi dan
nekrosis sel epitel, serta badan inklusi intranuklear amfofilik pada usus halus. Selain itu, juga
terdapat lesi degeneratif dan nekrosis pada kripta serta ditemukan benda inklusi intranuklear
amfofilik pada sel epitel usus besar, disertai menurunnya sel nukleasi pada sumsum tulang dan
deplesi limfosit pada timus dan nodus limfatikus.
Gambar 8A : Pada usus kucing yang terinfeksi FPV menunjukkan kripta melebar,nekrotik serta infiltrasi
sel inflamasi ringan pada lapisan mukosa usus, juga terdapat area hemoragik yang parah pada lapisan mukosa usus.

Gambar 8B : Pada limpa terjadi hyperplasia pulpa putih karena proliferasi limfosit dan makrofag di daerah
selubung periarterial dan hyperplasia ekstensif otot polos trabekula (dengan kongesti pembuluh darah) (Bayati dan
akaby, 2017).

Gambar 9A : Pada jantung ditandai dengan infiltrasi sel inflamasi campuran ringan terutama hils neutron dan
limfosit serta sel plasma pada serabut otot jantung.

Gambar 9B : Pada lidah kucing yang terinfeksi FPV menunjukkan infiltrasi sel radang campuran yang parah
terutama Limfosit, plasmasit, makrofag dan neutrofil pada lamina propria di mukosa lidah.

Gambar 10A : Pada pleura terdapat eksudasii sel inflamsi yang parah seperti limfosit dan sel plasmadan neutrophil
dengan eksudat fibrin di jaringan pleura.

Gambar 10B : Pada ginjal terdapat nekrosis TKP, dilatasi ruang bowman dan kongesti pembuluh darah.

Pada pemeriksaan mikroskopis, ditemukan adanya radang kronis granulomatosa pada berbagai
organ seperti hati, jantung, ginjal, otak serta organ lainnya.
Gambar 11(A) : Populasi sel campuran tersebar dengan beberapa eritrosit dalam latar belakang protein
eosinofilik granular yang biasa diamati pada efusi FIP.

Gambar 11(B) : Cairan toraks campuran pada peredaran darah, limfosit berukuran sedang dan vakuolisasi
makrofag menunjukkan erythrophagy.

Gambar 11(C) : Pada hati ditemukan adanya multifokal nekrosis, nekrosis koagulatif diinfiltrasi oleh sel-sel
limfosit dan makrofag.

Gambar 12 (A) : Sel mesothelial yang sangat reaktif yang terperangkap di dalam fibrin

Gambar 12 (B) : Pleuritis supuratif akut dengan eksudat dan nekrosis sel inflamasi yang luas

Gambar 12 (C) : Lapisan fibrin terlihat bercampur dengan neutrofil.

Gambar 12 (D) : Jaringan granulasi meluas ke lemak di bawahnya (Thayer et al., 2022).

F. Pencegahan dan Pengobatan


Pengobatan/ terapi pada kasus feline panleukopenia ada berbagai cara menurut (Putri dan
Wahyuwardani, 2022) diantara nya :
1. Terapi antivirus : Terapi antivirus tersebut dapat menurunkan kematian lima kali lipat pada
infeksi canine parvovirus dan menghambat replikasi FPV pada sel kultur.
2. Terapi antibiotik : Pencegahan sepsis penting dilakukan dengan pemberian antibiotik
spektrum luas seperti amoxicillin/asam klavulanat atau piperacillin dikombinasikan
dengan aminoglikosida, fluoroquinolon, cephalosporin atau piperacin/tazobactam untuk
melawan bakteri Gram negatif dan bakteri anaerob yang dapat menyebabkan koinfeksi
dengan feline panleukopenia. Antibiotik sebaiknya diberikan secara parenteral.
3. Terapi Cairan atau Fluid therapy : Rute pemberian fluid therapy didasarkan pada
keparahan, sifat, dan tingkat kelainan klinis serta pilihan jenis cairan. Fluid therapy melalui
intravena merupakan pilihan utama pada kucing yang mengalami dehidrasi karena
memungkinkan untuk menggantikan kehilangan cairan secara cepat dan akurat.
4. Terapi simptomatis : Antiemetik dapat diberikan untuk mengontrol muntah yang terjadi
terus menerus. Terapi yang dapat diberikan yaitu maropitan atau metoklopramid.
Pencegahan penyakit berdasarkan sumber (Putri dan Wahyuwardani, 2022). dapat
dilakukan melalui vaksinasi dan karantina hewan baru. Vaksinasi perlu dilakukan pada semua
hewan sehat untuk mencapai herd immunity sehingga populasi dapat terlindungi dari ancaman
penyakit.
- Sanitasi dan pengendalian lingkungan sangat penting untuk keberhasilan Permukaan
yang terkontaminasi, mangkuk makanan, baki kotoran, dan bendabenda lain harus
didesinfeksi dengan bahan pembersih yang paling bagus.
- Untuk mencegah infeksi nosokomial, kucing yang terinfeksi harus diisolasi secara ketat
selama 4 - 6 minggu baik di rumah maupun di rumah sakit.
- Pencegahan dan pengendalian melalui vaksinasi terbukti efektif karena kasus FPV
tidak tampak pada kucing domestik yang telah divaksinasi.
Pengobatan biasanya diberikan hanyalah pemberian terapi supportif untuk mengurangi
tanda klinis yang muncul. Pengobaan seperti pemberian diuretik yang diharapkan dapat
mengurangi akumulasi cairan walaupun tidak dapat menyembuhkan seutuhnya penyebab hydrops
ascites. Pemberian antibiotik juga diberikan untuk menjcegah terjadinya infeksi sekunder dan
dipilih berdasarkan lokasi obat tersebut bekerja. Prednisolon juga merupakan golongan dari agen
imunosupresif yang dapat digunakan untuk mengontrol dan mengurangi tanda-tanda klinis FIP.
Pada kasus ini juga dapat diberikan antiviral seperti interferon α yang dapat menghambat replikasi
FCoV. Lalu penangan pada kasus FIP biasanya dilakukan abdominosentesis. Abdominosentesis
merupakan teknik yang dilakukan untuk pengambilan cairan dari rongga abdomen. Teknik ini
bertujuan untuk menganalisa karakteristik akumulasi cairannya.

Gambar 13 : Teknik abdominosetesis. Cara melakukan aspirasi cairan pada rongga abdomen (kiri) dan terlihat
adanya cairan kuning pucat dengan konsistensi cair mengental (kanan) (Jayanti et al., 2021).
Pencegahan yang dapat dilakukan agar hewan kesayangan tidak terinfeksi Feline infectious
peritonitis yakni diantaranya :
- Menjaga kesehatan hewan peliharaan dengan pemberian nutrisi yang cukup dan baik
sehingga hewan kesayangan kita bisa menghasilkan antibody yang baik.
- Menjaga kesehatatan kendang.
- Melakukan manajemen sanitasi yang baik.
- Melakukan vaksinisasi karena vaksinisasi merupakan tindakan pencegahan yang baik
untuk menghindari infeksi ini.
Pengobatan / terapi biasanya diberikan antibiotika berspektrum luas atau sediaan
sulfonamid sangat dianjurkan untuk membunuh kuman-kuman penyebab radang infeksi. Obat-
obat tersebut dapat diberikan secara parenteral atau per Os, atau gabungan keduanya. Apabila
jumlah cairan di dalam rongga pleura dipandang terlalu mengganggu pernafasan, cairan radang
tersebut perlu dikeluarkan dengan jalan torakosentesis, dan kemudian ke dalam rongga pleura
dimasukkan larutan antibiotika atau sulfonamid. Karena cairan tersebut biasanya bersifat purulen,
mukopurulen, atau serosanguineus, apalagi di dalam cairan juga terdapat fibrin dan reruntuhan
jaringan, aspirasi cairan radang yang dimaksud tidak selalu mudah dilakukan.
Pencegahan untuk pleuritis dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya
meningkatan daya tahan tubuh hewan, misalnya dengan diberikan vitamin, menghindari adanya
trauma akibat benda disekitar kandang atau lingkungan sekitar sanitasi kandang yang baik dan
benar agar pertumbuhan bakteri dan jamur penyebab pleuritis dapat terkontrol.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Feline panleukopenia adalah penyakit klinis yang disebabkan oleh infeksi carnivore
protoparvovirus 1. Gejala awal yang khas dari feline panleukopenia yaitu demam, depresi dan
anoreksia. Kucing awalnya mungkin muntah dengan frekuensi yang lebih rendah, kemudian
berkembang menjadi diare hingga perdarahan. Kucing yang mati karena penyakit ini dapat
disebabkan oleh komplikasi dari infeksi bakteri sekunder, sepsis, dan dehidrasi. Penyebaran FPV
dapat terjadi melalui jalur fekal-oral dan dapat ditularkan melalui kontak dengan cairan tubuh
hewan terinfeksi, feses, atau benda yang tercemar oleh virus.
Feline infectious peritonitis (FIP) disebabkan oleh Feline Corona Virus (FCoV) yang
merupakan virus RNA Single - Stranded, positivesense, yang berukuran besar, memiliki amplop
yang termasuk dalam genus Alphacoronavirus. FIP memiliki 2 bentuk utama yaitu Bentuk efusi
(basah) yang memiliki tanda klinis dengan adanya akumulasi cairan di dalam rongga abdomen,
rongga dada, maupun keduanya dan Bentuk non-efusi (kering) yang memiliki tanda klinis dapat
diamati, seperti penyakit neurologis (ataksia, kepala miring dan nistagmus), gangguan pada mata
(iritis, edema kornea dan kehilangan penglihatan) dan tanda-tanda penyakit lain yang diakibatkan
oleh lesi pada hati atau organ dalam lainnya.
Pleuritis / radang pleura adalah suatu peradangan pada pleura (selaput yang menyelubungi
permukaan paru-paru). Gejala dari pleuritis pada awalnya radang kemudian diikuti dengan
pernafasn yang cepat dan dangkal. Dalam keadaan akut, karena rasa sakit waktu bernafas dengan
menggunakan otot-otot dada, pernafasan lebih bersifat abdominal.

B. Saran
Saya berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca agar tertarik untuk
terus dapat meningkatkan keingintahuannya terhadap informasi baru yang bermanfaat. Demi
kesempurnaan makalah ini, saya berharap kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun
agar makalah ini bisa lebih baik untuk ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bayati, H. A. A. dan Akaby, S. R. A. (2017). Study of histopathological changes associated with
feline panleukopenia virus infection in naturally infected cats. Journal of Education
College Wasit University, 1 (26) : 511 - 520.
Diana, R. U., Hermawati, F. dan Pramesti, M. H. (2022). Peneguhan diagnosa fip pada kucing
dengan pcr. ARSHI Veterinary Letters, 6 (2) : 29 - 30.
Jayanti, P. D., Gunawan, I. W. N. F., Meidy, N. L. A. K. dan Sulabda, P. (2021). Laporan kasus
feline infectious peritonitis virus pada kucing lokal jantan yang mengalami asites. Buletin
Veteriner Udayana Volume, 13 (2) : 196 - 205.
Mahendra, Y. N., Yuliani, M.G.A., Widodo, A., Diyantoro. dan Sofyan, M.S. (2020). Studi kasus
feline panleukopenia di rumah sakit hewan pendidikan fakultas kedokteran hewan
universitas airlangga. Journal of Applied Veterinary Science and Technology, 1(1) : 6-10.
Marlissa, F. C. M., Suartha, I. N. dan Widyastuti, S. K. (2022). Laporan kasus penanganan
panleukopenia pada kucing kampung usia muda yang belum pernah divaksinasi. Indonesia
Medicus Veterinus, 11 (4) : 579 - 593 .
Nururrozi, A., Andimi, A., Yanuartono, S. I. dan Indarjulianto, S. (2022). Studi retrospektif profil
hemogram kasus peritonitis menular tipe efusif pada kucing. Jurnal Veteriner : 23 (1) : 31
– 45.
Putri, R. dan Wahyuwardani, S. (2022). Koinfeksi pada kejadian panleukopenia kucing suatu
kajian pustaka. Jurnal veteriner, 23(1) : 121 - 129.
Putri, R., Sumiarto, B. dan Mulyani, G. T. (2020). Faktor risiko feline panleukopenia pada kucing
di daerah istimewa yogyakarta. Jurnal Sain Veteriner, 38 (3) : 206 - 213.
Thayer, V., Gogolski, S., Felten, S., Hartmann, K., Kennedy, M. dan Olah, G. A. (2022). Everycat
feline infectious peritonitis diagnosis guidelines. Journal of Feline Medicine and Surgery,
24 (9) : 905 - 933.

Anda mungkin juga menyukai