Anda di halaman 1dari 3

3.

Benda, Tujuan dan Nilai


Tanpa melihat secara seksama pada persoalan tentang hakikat nilai, Scheler
membandingkanya dengan warna untuk menunjukkan bahwa di dalam kedua kasus,
terdapat persoalan tentang kualitas yang keberadaannya tidak tergantung pada
pengembannya masing-masing. Saya dapat berkata tentang "merah" sebagai kualitas
murni dalam spektrum, tanpa meng- alami perlunya untuk mengonsepsikannya
sebagai yang meliputi permukaan yang berbadan, melainkan agaknya sebagai quale
yang luas.

Dengan cara yang sama, nilai yang terkandung di dalam pengemban, dan
beserta dengan itu ditambah kan pada pembentukan atas suatu "kebaikan" yang tidak
tergantung pada pengembannya. Menurut Scheler, kita tidak memahami, misalnya
nilai kenikmatan atau estetik melalui induksi yang umum. Dalam kasus tertentu, satu
objek atau perbuatan tunggal cukup memadai bagi kita untuk menangkap nilai yang
terkandung di dalamnya. Sebaliknya, kehadiran nilai yang menyertai objek yang
bernilai memiliki hakikat "hak". Dengan cara ini, kita tidak memeras keindahan dari
benda yang indah; karena keindahan mendahului bendanya

Sekalipun demikian, kita akan memiliki kesempatan untuk melihat dengan


cermat realisme aksiolologis Scheler dan penolakannya atas nominatisme yang
terkandung di dalam berbagai penegasan ini. Sekarang marilah kita melihat hubungan
yang ada antara nilai dengan tujuan.

Sebagaimana yang telah ditunjukkan, "tujuan". bagi Scheler, merupakan isi


pemikiran, perbuatan, dan sebagainya yang harus direalisasikan, tanpa
memperhatikan siapa atau apa yang harus mencapainya, Yang penting adalah bahwa
isi ini termasuk dalam kawasan ini yang melambungkan, dan bahwasanya itu
dilambangkan sebagai sesuatu yang harus dicapai. Sebaliknya, nilai sama sekali tanpa
perbandingan. Selanjutnya, Scheler membedakan antara tujuan dan sasaran. Sasaran
harus ditemukan di dalam proses penghasratan dan tidak dikondisikan oleh tindakan
yang melambangkan; naman hal itu imanen di dalam kecenderungan itu sendiri.

Tidak ada suatu yang pernah menjadi tujuan tanpa sebelumnya menjadi sasaran.
Tujuan didasarkan pada Sasaran. Sasaran dapat diberikan tanpa tujuan, namun tujuan
tidak pernah dapat dinyatakan tanpa sasaran yang mendahuluinya. Kita tidak dapat
menciptakan tujuan dari ketiadaan, kita juga tidak dapat mengemukakannya tanpa
kecenderungan ke arah sesutu yang mendahulunya

Kemudian, nilai tidak tergantung pada tujuan nilai juga tidak dapat berlaku
tanpa tujuan; agaknya, nilai melekat dalam sasaran dari kecenderungan sebagai dasar.
Karena alasan itulah, nilai merupakan dasar bagi sasaran, seperti yang akan kita lihat,
tergantung pada sasaran.

Karena hanya tujuan yang memiliki isi yang melambangkan, sebuah etika
material nilai harus berupa apriori yang berkaitan dengan semua isi pengalaman yang
melambangkan.

Semua pengalaman yang berkaitan dengan "baik" dan "buruk mengasumsikan


dasar ataupun pengetahuan yang sebelumnya seperti apa yang terkandung "baik" dan
"buruk". Kant menolak semua usaha untuk menurunkan konsep kebaikan dan hukum
moral dengan cara induktif, dari pengalaman semata-mata -baik itu historis maupun
psikologis. Pada hakikat nya, kriteria yang manakah yang akan kita gunakan ntuk
memilih tindakan tertentu, dan bukan tindakan yang lain, kriteria yang manakah, yang
akan kita gunakan untuk mengetahui apa yang kita sebut sebagai baik yang memiliki
kesesuaian satu sama lain? Tidak ada keraguan sedikit pun bahwa kita harus memiliki
konsep baik dan buruk yang mendahuluinya agar dapat memisahkan tindakan yang
baik dengan tindakan yang buruk, dan untuk menempuh jalan ini. secara induktif,
menuju konsep umum tentang "kebaikan”.

Menurut Scheler, empirisme itu tidak keliru, Segaimana yang dipercayai Kant,
karena kewajiban tidak dapat diturunkan dari pengalaman, namun agaknya karena
hakikat nilai tidak dapat diturunkan dari realitas, maka keadilan itu bersifat
independen Menurut Kant, kewajiban, kesadaran tentang hukum moral, mendahului
nilai; sebaliknya, Scheler berpendapat bahwa nilai itu mendahului kewajiban dan
berlaku sebagai dasar bagi hukum moral.

Sepintas lalu telah ditunjukkan bahwa meskipun Scheler menempatkan nilai di


depan kewajiban dan hukum moral, dia tidak mengakui bahwa nilai itu memiliki
dasar empiris. Jika nilai itu memiliki dasar empiris, nilai harus tergantung pada benda
dan tujuan, dengan demikian kritik yang dikemukakan Kant kepada etika empiris juga
akan berlaku di sini. Etika Scheler adalah sebuah etika material nilai, tidak empiris
melainkan apriori. Seluruh etikanya, dengan demikian, didasarkan pada sebuah
aksiologi; validitas etikanya tergantung pada ketepatan aksiologinya

Anda mungkin juga menyukai