Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manajemen adalah aktivitas yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,


pelaksanaan, dan kepemimpinan serta pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya
yang dimiliki suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proyek
merupakan suatu kegiatan sementara yang dilakukan atau yang berlangsung dalam
waktu terbatas dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk
menghasilkan produk (deliverable) yang kriterianya telah digariskan dengan jelas.
Semakin maju peradaban manusia, semakin canggih dan kompleks proyek yang
dikerjakan dengan melibatkan pengguna sumberdaya dalam bentuk tenaga manusia,
material, dan dana yang jumlahnya bertambah besar. Diiringi pula dengan semakin
ketat kompetisi penyelenggaraan proyek untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
sehingga dibutuhkan cara pengelolaan, metoda, serta teknik yang paling baik sehingga
penggunaan sumber daya benar-benar efektif dan efisien sehingga dibutuhkan
manajemen proyek. Dengan kata lain manajemen proyek tumbuh karena dorongan
mencari pendekatan pengelolaan yang sesuai dengan tuntutan dan sifat kegiatan
proyek, suatu kegiatan yang dinamis dan berbeda dengan kegiatan operasional rutin.
Manajemen proyek berbeda dengan manajemen klasik yang berhasil mengelola
kegiatan operasional. Hal ini karena beberapa perilaku proyek yang penuh dinamika
dan adanya perubahan cepat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja struktur manajemen proyek ?
2. Bagaimana cara memilih struktur manajemen proyek yang tepat ?
3. Bagaimana budaya organisasi manajemen proyek ?
4. Bagaimana cara menentukan proyek ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui struktur manajemen proyek
2. Untuk mengetahui cara memilih struktur manajemen proyek yang tepat
3. Untuk mengetahui budaya organisasi manajemen proyek
4. Untuk mengetahui cara menentukan proyek
BAB II
PEMBAHASAN
A. Struktur Manajemen Proyek
Sistem manajemen proyek memberikan sebuah kerangka kerja untuk
meluncurkan dan mengimplementasikan berbagai aktivitas proyek dalam sebuah
perusahaan induk. Sistem yang baik dengan tepat menyeimbangan kebutuhan
organisasi induk dan kebutuhan proyek, yakni dengan menentukan antarmuka antara
proyek dan organisasi induk dalam hal wewenang, alokasi sumber daya, dan integrasi
hasil akhir proyek ke dalam operasi mainstream.
Banyak organisasi bisnis yang menghadapi masalah bagaimana menciptakan
sebuah sistem untuk mengorganisasikan proyek sementara mengelola operasi
berkelanjutan. Salah satu masalah utamanya adalah proyek yang tidak selaras dengan
prinsip-prinsip desain fundamental yang terkait dengan organisasi traditional.
Pertama, proyek adalah unik, usaha sekali waktu (on time effort) dengan awal
dan akhir yang sudah ditentukan dicapai terutama dengan membagi tugas-tugas rumit
kedalam aktivitas-aktivitas berulang yang sederhana, sebagaimana disimbolkan
berdasarkan metode produksi lini asembli. Banyak proyek bersifat tidak rutin dank
arena itu tidak teratur dalam lingkungan kerja seperti itu.
Alasan kedua mengapa bisnis sulit untuk secara efektif mengorganisasi proyek
adalah kebanyakan proyek bersifat multidisiplin karena memerlukan koordinasi dari
banyak tenaga ahli untuk bisa diselesaikan.
Sebagai contoh, proyek pengembangan produk baru kemungkinan besar akan
melibatkan banyak usaha gabungan dari orang-orang desain, pemasaran, manufaktur,
dan keuangan. Namun, kebanyakan organisasi dibagi menjadi beberapa departemen
berdasarkan keahlian fungsional dengan para spesialis dari desain, pemasaran,
manufaktur, dan keuangan dalam unit yang berbeda-beda.
1. Mengorganisasi proyek dalam organisasi fungsional
Sebuah pendekatan untuk mengelolah proyek adalah mengelolanya
dalam hierarki fungsional yang sudah ada di dalam organisasi. sekali
manajemen memutuskan untuk mengimplementasikan sebuah proyek, maka
berbagai segmen proyek yang berbeda beda didelegasikan kepada unit- unit
fungsional yang sesuai, dengan masing-masing unit bertanggung jawab
menyelesaikan segmen proyeknya.
Tentulah disana akan ada kerugian dan keuntungan jika menggunakan
organisasi fungsional yang sudah ada untuk mengatur dan menyelesaikan
proyek. Keuntungan utamanya sebagai berikut :
1. Tidak ada perubahan. Proyek diselesaikan dalam struktur fungsional
dasar dari organisasi induk. Tidak ada perubahan radikal dalam desain
dan operasi organisasi induk.
2. fleksibilitas. ada fleksibilitas maksimum di dalam penggunaan staf.
Spesialis yang tepat di dalam unit- unit fungsional yang berbeda dapat
ditugaskan sementara untuk mengerjakan proyek dan kemudian
kembali ke pekerjaan normal mereka. dengan basis personel teknis
yang tersedia di masing- masing departemen fungsional, relatif mudah
untuk memindahkan orang- orang diantara proyek yang berbeda- beda.
3. keahlian mendalam. jika lingkup proyek sempit dan unit fungsional
yang sesuai diberi tanggung jawab utama, maka unit dengan keahlian
khusus dapat dipusatkan kepada aspek- aspek yang paling krusial.
4. transisi pasca proyek cukup mudah. jalur karier normal di dalam suatu
divisi fungsional dipertahankan. sementara spesialis dapat membuat
kontribusi penting bagi proyek, bidan fungsional mereka adalah ruang
profesional mereka dan fokus terhadap kemajuan dan pertumbuhan
profesional mereka.
Selain keuntungan, ada beberapa kerugiannya :.
1. Tidak ada fokus. masing-masing unit fungsional punya
pekerjaan rutin untuk mereka lakukan kadang- kadang
tanggung jawab proyek dikesampingkan untuk memenuhi
kewajiban utama.
2. Integrasi lemah. mungkin integrasi antar unit fungsional lemah.
spesialis fungsional cenderung hanya memperhatikan segmen
proyek mereka sendiri, bukan apa yang terbaik bagi proyek
secara keseluruhan.
3. Lambat. biasa perlu waktu lebih lama untuk menyelesaikan
proyek melalui susunan fungsional. Sebagian bisa dihubungkan
dengan lambatnya waktu respon informasi dan keputusan harus
disampaikan melalui saluran manajemen normal.
4. Kurangnya rasa memiliki. Motivasi orang- orang yang
ditugaskan pada proyek dapat lemah. Proyek mungkin dilihat
sebagai beban tambahan yang secara tidak langsung
dihubungkan dengan kemajuan atau pengembangan profesional
mereka.
2. Mengatur Proyek Dengan Tim Khusus
Tim ini beroperasi sebagai unit terpisah dari organisasi induk.
Pada umumnya ditunjuk seorang manajer proyek penuh waktu untuk
bekerja sama dengan satu kelompok spesialis utama yang bekerja
penuh waktu untuk proyek. Manajer merekrut personel yang
diperlukan dari dalam maupun dari luar perusahaan induk.
Pendekatan tim proyek khusus mempunyai kelemahan dan kekuatan.
beberapa kekuatannya adalah sebagai berikut:
1. Sederhana. selain menempatkan sumber daya dalam bentuk
para spesialis yang ditugaskan pada proyek organisasi
fungsional tetap utuh dengan tim proyek beroperasi dengan
bebas.
2. Cepat. Proyek cenderung dikerjakan lebih cepat ketika para
peserta memberi perhatian penuh kepada proyek dan tidak
dikacaukan dengan tugas- tugas dan kewajiban lain.
3. Kompak atau Kohesif. Tingkat motivasi dan kohesivitas yang
lebih tinggi sering muncul dalam tim proyek.
4. Integrasi lintas fungsional. Spesialis dari berbagai area berbeda
bekerja sama- sama dan dengan bimbingan yang tepat, menjadi
terikat untuk mengoptimalkan proyek di luar keahlian mereka.
Dalam banyak kasus, pendekatan tim proyek adalah pendekatan
yang optimal untuk menyelesaikan sebuah proyek dilihat dari
sudut pandang apa yang terbaik untuk menyelesaikan proyek
tersebut. kelemahannya menjadi lebih jelas ketika kebutuhan-
kebutuhan organisasi induk diperhati kan:
1. Mahal. Anda tidak hanya menciptakan posisi
manajemen baru ( manajemen proyek ), tetapi juga
menugaskan sumber daya dalam basis penuh waktu
( full Time ).
2. Perselisihan Internal. Kadang- kadang tim proyek
khusus hanya peduli dengan diri mereka, dan sebuah
penyakit yang dikenal sebagai projectitis pun
berkembang.
3. Keahlian Teknologi Yang Terbatas. Tim khusus
menghambat keahlian teknologi maksimum yang sedan
dipusatkan untuk mengulangi masalah keahlian teknis
terbatas pada talenta dan pengalaman dari spesialis yang
ditugaskan pada proyek.
4. Transisi Pasca proyek Yang Sulit. Menugaskan personil
penuh waktu pada sebuah proyek menciptakan dilema,
yakni apa yang dilakukan setelah proyek selesai. Jika
ada proyek lain transisi untuk kembali ke departemen
fungsional sebelumnya mungkin sulit karena sudah
lama mereka tidak hadir \, di tambah perlunya mereka
menyesuaikan diri dengan perkembangan terbaru di
area fungsional mereka.
3. Mengatur Proyek Dalam Susunan Matrik.
Manajemen matrik adalah bentuk organisasi dimana struktur
manajemen proyek horizontal “di tumpukkan” ( overlaid ) pada
hirarki fungsional yang normal. Biasanya dalam sistem matriks ada
dua rantai perintah : Rantai pertama di sepanjang jalur fungsional
dan rantai kedua pada jalur proyek. Struktur matrik dirancang untuk
secara optimal menggunakan sumber daya dengan individu bekerja
pada berbagai proyek dan mampu melakukan tugas- tugas fungsional
sehari- hari.
4. Bentuk- bentuk Matriks

a. Weak matriks : format ini sangat mirip dengan pendekatan


fungsional, kecuali bahwa manajer proyek yang ditunjuk secara
resmi untuk bertanggung jawab mengoordinasi aktivitas-aktivitas
proyek.
b. Balanced matrix : inilah matrik klasik dimana manajer proyek
bertanggung jawab untuk menentukan apa saja yang perlu
diselesaikan, sedangkan manajer fungsional mengurusi bagaimana
hal tersebut akan diselesaikan.

c. Strong matrix : matrix ini berusaha menciptakan “perasaan” tim


proyek dalam suatu lingkungan matriks.

Keuntungan dan kerugian dari organisasi matriks secara umum


dijelaskan dibawah ini, dengan singkat menyoroti pokok-pokok
mengenai format yang berbeda :

· a. Efisien. Sumber daya dapat dipakai bersama pada berbagai proyek


dan juga dalam divisi fungsional. Individu dapat membagi energy
mereka untuk berbagai proyek, sesuai yang dibutuhkan. Hal ini
mengurangi duplikasi seperti yang diperlukan dalam struktur proyek.

· b. Focus proyek kuat. Focus proyek lebih kuat dengan secara resmi
menugaskan manajer proyek yang bertanggung jawab untuk
mengoordinasi dan mengintegrasikan kontribusi dari berbagai unit
yang berbeda. Hal ini membantu memperkuat pendekatan holistic
untuk memecahkan masalah yang sering hilang dalam fungsi
organisasi.

· c. Transisi pasca proyek lebih mudah. Karena organisasi proyek


diserahkan pada divisi fungsional, spesialis memelihara hubungan
dengan kelompok fungsional mereka sehingga mereka punya sebuah
homeport untuk kembali ketika proyek telah selesai.

· d. Fleksibel. Susunan matriks memungkinkan sumber daya dan


keahlian dimanfaatkan secara fleksibel. Dalam beberapa kasus
berbagai unit fungsional mungkin menyediakan individu yang diatur
oleh manajer proyek. Dalam kasus lain, kontribusi dimonitor oleh
manajer fungsional.
Hal-hal yang sulit terjadi :

a. Konflik disfungsional. Pendekatan matriks memicu ketegangan


antara para manajer fungsional dan manajer proyek yang membawa
keahlian kritis dan perspektif pada proyek yang akan digarap.
Ketegangan seperti itu dipandang sebagai mekanisme yang diperlukan
untuk mendapatkan keseimbangan antara masalah teknis kompleks
dan kebutuhan proyek unik. Sekalipun tujuannya baik, efeknya
kadang-kadang dapat sama dengan membuka kotak masalah. Konflik
dapat menjalar ketingkat yang lebih pribadi, sebagai akibat dari
berbagai agenda dan akuntabilitas yang bertentangan. Diskusi dapat
berubah menjadi argumentasi yang sengit yang menyebabkan
kebencian diantara para manajer yang terlibat.

b. Perkelahian tersembunyi. Situasi apa pun dimana peralatan, sumber


daya, dan orang-orang disebarkan diberbagai proyek dan aktivitas
fungsional, akan mendorong kepada konflik dan persaingan untuk
mendapatkan sumber daya langka.

c. Penuh tekanan. Manajemen matriks melanggar prinsip manajemen


kesatuan pemerintah. Peserta proyek sedikitnya punya dua bos kepala
fungsional dan satu atau lebih manajer proyek. Bekerja dalam
lingkungan matriks dapat sangat menekan. Bayangkan akan seperti
apa jika anda bekerja dalam sebuah lingkungan dimana anda diminta
mengerjakan tiga hal yang berlawanan dari tiga manajer berbeda.

d. Lambat. Secara teori, kehadiran seorang manajer proyek untuk


mengkoordinasi proyek akan mempercepat penyelesaian proyek.
Dalam praktik, pengambilan keputusan dapat terhambat karena harus
ada persetujuan dari beberapa kelompok fungsional. Ini terutama
terjadi pada matriks seimbang.
B. Memilih Struktur Manajemen Proyek yang Tepat
1. Pertimbangan organisasi
Organisasi harus menilai praktik yang saat ini dilakukan dan perubahan-
perubahan apa yang diperlukan untuk mengatur proyek secara lebih efektif.
Matriks proyek yang kuat tidak tercipta dalam satu malam. tekanan yang kian
besar dalam proyek menunjukan adanya implikasi politis yang perlu dibahas,
yang menuntut waktu dan kepemimpinan yang kuat.
2. Pertimbangan Proyek
Pertanyaannya adalah berapa banyak otonomi yang diperlukan oleh proyek
agar proyek berhasil diselesaikan. Hobbs dan Menart mengidentifikasi tujuh
faktor yang mempengaruhi pilihan struktur manajemen proyek.
● Ukuran Proyek
● Arti penting strategis
● hal- hal baru dan kebutuhan buat inovasi
● Perlunya integrasi (jumlah departemen yang terlibat)
● Kompleksitas lingkungan (jumlah antarmuka atau alat penghubung eksternal)
● Batas waktu dan anggaran
● Stabilitas persyaratan sumber daya
Jadi, semakin tinggi tujuh faktor tersebut, maka semakin besar otonomi dan
otoritas yang diperlukan oleh manajer proyek dan tim proyek agar berhasil
C. Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah sistem kepercayaan dan sikap bersama yang
berkembang dalam suatu organisasi dan membimbing perilaku para anggotanya.
Selain itu, budaya organisasi juga dapat didefinisikan sebagai filosofi, ideologi, nilai-
nilai, asumsi, kepercayaan, harapan, sikap dan norma-norma yang menyatukan suatu
organisasi serta disebarluaskan oleh para karyawannya. Budaya organisasi
menekankan pada pembagian norma dan nilai yang memandu perilaku anggota
organisasi itu sendiri. Memang benar bahwa norma dan nilai-nilai adalah pedoman
yang jelas tentang bagaimana karyawan harus berperilaku di dalam organisasi, serta
kode etik yang diharapkan untuk mereka terapkan di luar organisasi. Dalam budaya
organisasi di Indonesia sendiri, norma-norma dan nilai-nilai sangat dijunjung tinggi
oleh banyak organisasi yang telah berdiri dari sekian tahun lamanya. Meskipun
mungkin budaya organisasi di era revolusi industri 4.0 sudah memberikan warna-
warna baru pada budaya organisasi, namun nilai-nilai seperti sopan santun dan
kejujuran dalam bekerja masih tetap dipertahankan pada banyak organisasi di
Indonesia.
Riset menyatakan bahwa ada 10 karakteristik utama budaya organisasi:
- Identitas anggota: tingkatan di mana seorang karyawan atau manajer merasa
dirinya merupakan bagian dari seluruh perusahaan, tidak terbatas hanya pada
departemen yang ia duduki.
- Menekankan pada tim: tingkat di mana aktivitas kerja di organisasi dikerjakan
secara kelompok daripada perorangan.
- Focus manajemen: tingkat di mana keputusan manajemen mempertimbangkan
efek hasil akhir terhadap orang-orang di dalam organisasi.
- Integrasi unit: tingkat di mana setiap departemen atau bidang dalam sebuah
organisasi didorong untuk dapat saling bekerjasama.
- Kontrol: tingkat di mana aturan, kebijakan, dan arahan pengawasan digunakan
untuk mengatur dan mengendalikan perilaku karyawan.
- Toleransi terhadap risiko: tingkat di mana karyawan didukung untuk agresif,
inovatif, dan mencari risiko.
- Kriteria penghargaan: tingkat di mana pemberian penghargaan seperti
kenaikan gaji dan promosi dialokasikan menurut kinerja karyawan. Bukan
berdasarkan senioritas, pilih kasih, atau faktor nonkinerja lainnya.
- Toleransi terhadap konflik: tingkat di mana karyawan didukung untuk terbuka
terhadap kritik dan konflik.
- Cara versus orientasi hasil akhir: tingkat di mana manajemen focus pada hasil
ketimbang pada proses dan teknik yang digunakan untuk mencapai hasil.
- Focus pada sistem terbuka: tingkat di mana organisasi memonitor dan bereaksi
terhadap perubahan di dalam lingkungan eksternal.
Fungsi Budaya Organisasi:
a. Memberikan identitas bagi anggotanya.
Semakin jelas persepsi dan nilai-nilai bersama yang dianut oleh organisasi, semakin
mudah anggota untuk mematuhi nilai tersebut dan merasa menjadi bagian penting dari
organisasi. Identitas menghasilkan komitmen dan loyalitas anggota kepada organisasi.
b. Membantu mengesahkan sistem manajemen organisasi
Membantu memperjelas hubungan otoritas dan memberikan alasan mengapa orang-
orang berada di suatu otoritas tersebut di mana mereka harus menghargainya dengan
mematuhi budaya organisasi yang ada. Budaya organiasi membantu untuk menghapus
ketidaksesuaian antara perilaku nyata dan perilaku ideal.
c. Menjelaskan dan memperkuat standar perilaku
Budaya membantu menentukan perilaku yang diperbolehkan dan perilaku yang tidak
sesuai.
Mengidentifikasi Karakteristik Budaya
a. Mempelajari karakteristik fisik suatu organisasi: meliputi arsitektur kantor
(citra apa yang ingin ditunjukkan dari arsitektur tersebut), apakah kantor bagi semua
karyawan adalah sama atau berbeda untuk para eksekutif, apakah ada kebiasaan
khusus mengenai pakaian, symbol apa yang digunakan untuk menunjukkan
wewenang dan status. Karakteristik fisik dapat menunjukkan siapa yang memiliki
kekuasaan di organisasi dan seberapa formal organisasi dalam menjalankan
kegiatannya.
b. Membaca berbagai tulisan tentang organisasi tersebut: dengan memeriksa
laporan tahunan, pernyataan misi, keterangan press, dan laporan berkala internal.
c. Mengamati bagaimana orang-orang berinteraksi: meliputi misalnya dalam
berinteraksi terhadap satu sama lain itu lambat / hati-hati dan sangat formal atau
spontan dan lebih santai. Dalam rapat, siapa saja biasanya yang berbicara, apakah
hanya pemimpin atau terbuka terhadap pendapat semua karyawan.
d. Menginterpretasikan cerita dan riwayat yang beredar di organisasi: dengan
cara pembicaraan langsung dengan anggota dari organisasi lain atau sekedar dari
percakapan sehari-sehari dengan rekan kerja, seseorang dapat memahami budaya
organisasi yang tersebar di organisasi.
Implikasi Budaya Organisasi dalam Pengorganisasian Proyek
Clifford F. Gray dan Erik W. Larson percaya bahwa ada hubungan kuat antara
struktur manajemen proyek, budaya organisasi, dan kesuksesan manajemen proyek.
Untuk menyelidiki hubungan tersebut lebih lanjut, gambar di bawah berusaha
mengidentifikasi karakteristik budaya yang menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk menyelesaikan proyek yang kompleks dan melibatkan orang-orang dari
berbagai disiplin yang berbeda.

Apabila proyek dikerjakan dalam kondisi budaya organisasi yang kondusif,

hal ini membantu tercapainya kesuksesan proyek. Gambar 3.9 menjelaskan bahwa
jika proyek yang beroperasi mengikuti norma kerja tim dan kerjasama antar disiplin
yang berbeda, berkomitmen untuk menyelesaikan dengan sebaik-baiknya, dan mampu
menangani konflik dengan cepat dan efektif, maka proyek yang dikerjakan pun bisa
berjalan dengan efektif. Sebaliknya jika kondisi budaya organisasi tidak kondusif,
maka hal ini menghalangi proses penyelesaian proyek yang efektif.

D. Menentukan Proyek
Salah satu cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan stakeholder
proyek utama adalah menggunakan perencanaan proyek terintegrasi dan sistem
pengendalian yang memerlukan informasi selektif. Manajer proyek yang mengelola
sebuah proyek kecil dapat merencanakan dan menjadwalkan tugas-tugas proyek tanpa
sistem informasi dan perencanaan formal. Akan tetapi, ketika manajer proyek harus
mengelola beberapa proyek kecil atau sebuah proyek besar yang kompleks, akan ada
titik di mana ia tidak bisa lagi mengatasi hal-hal detail.
Bab ini menguraikan metode terstruktur untuk secara selektif mengumpulkan
informasi untuk digunakan di seluruh tahap siklus hidup proyek, untuk memenuhi
kebutuhan semua stakeholfer (misal,pelanggan, manajer proyek) dan untuk mengukur
kinerja versus perencanaan strategis organisasi. Metode yang diusulkan adalah garis
besar (outline) proyek yang selektif yang disebut work breakdown structure (WBS)
atau struktur pembagian kerja. Tahap awal pengembangan garis besar berfungsi untuk
memastikan bahwa semua tugas telah diidentifikasi dan para peserta proyek
memahami apa yang perlu dilakukan.
Lima langkah umum yang diuraikan di sini menyediakan suatu pendekatan
terstruktur untuk mengumpulkan informasi proyek yang penting bagi perencanaan,
penjadwalan, dan pengendalian proyek. Langkah-langkah tersebut dan pengembangan
jaringan proyek dijelaskan di bab-bab berikutnya, dan diperlukan beberapa literasi
untuk mengembangkan jadwal dan anggaran yang dapat digunakan untuk mengelola
proyek.
Langkah 1 : Menentukan Cakupan Proyek
Menentukan cakupan proyek adalah langkah untuk mengembangkan sebuah
rencana proyek. Cakupan proyek adalah definisi dari hasil akhir atau misi proyek
sebuah produk atau jasa untuk klien/pelanggan. Tujuan utama adalah menentukan
dengan sejelas mungkin deliverabel bagi pemakai akhir dan untuk memfokuskan
rencana proyek. Definisi cakupan sangat penting, namun sering diabaikan oleh para
pemimpin proyek dari korporasi besar yang dikelola dengan baik.
Riset dengan jelas menujukkan bahwa misi atau cakupan proyek yang tidak
ditentukan dengan baik paling sering dikutip sebagai penghalang sukses proyek.
Sebagai contoh, sebuah studi oleh Smith dan Tucker terhadap proyek pabrik
penyulingan petroleum besar menentukan bahwa lemahnya definisi cakupan pada
berbagai segmen utama dari proyek memiliki dampak negatif paling besar terhadap
biaya dan jadwal proyek.
Cakupan harus dikembangkan di bawah arahan manajer proyek dan pelanggan.
Manajer proyek bertanggung jawab untuk melihat apakah ada persetujuan dengan
pemilik dalam hal sasaran proyek, deliverabel di setiap tahap proyek, persyaratan
teknis, dan sebagainya. Sebagai contoh, deliverabel pada tahap awal bisa jadi adalah
spesifikasi; untuk tahap kedua, deliverabelnya adalah tiga prototipe untuk produksi;
tahap ketiga, kuantitas yang cukup untuk diperkenalkan pada pasar dan akhirnya,
promosi pemasaran dan pelatihan.
Definisi cakupan proyek ada;ah dokumen yang akan diterbitkan dan
digunakan oleh pemilik proyek dan peserta proyek untuk merencanakan dan
mengukur sukses proyek. Cakupan (scope) menguraikan apa yang diharapkan untuk
dikirimkan ke pelanggan ketika proyek selesai. Cakupan proyek perlu
menggambarkan hasil yang hendak dicapai dalam istilah yang spesifik, dapat dilihat
(tangible), dan terukur.
Menggunakan Daftar Cakupan Proyek
Untuk memastikan bahwa definisi cakupan telah lengkap, dapat menggunakan daftar
berikut :
1. Sasaran proyek. Langkah pertama definisi cakupan proyek adalah
menggambarkan sasaran keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Sebagai contoh, sebagai hasil dari riset pasar yang ekstensif, sebuah
perusahaan perangkat lunak komputer memutuskan untuk mengembangkan
sebuah program yang secara otomatis menerjemahkan kalimat verbal dalam
bahasa Inggris ke bahasa Rusia.
2. Deliverabel. Langkah berikutnya adalah menentukan deliverabel utama.
Output yang diharapkan dari umur hidup proyek. Sebagai contoh, deliverabel
di tahap desain awal sebuah proyek bisa jadi adalah daftar spesifikasi. Pada
tahap kedua, deliverabel mungkin adalah pengodean perangkat lunak dan
manual teknis. Tahap berikutnya adalah prototipe tes. Tahap terakhir adalah
tes akhir dan perangkat lunak yang disetujui diterima.
3. Milestone.

Milestone adalah suatu peristiwa penting di dalam sebuah proyek yang terjadi
pada satu titik waktu. Jadwal milestone menunjukkan hanya segmen kerja
yang utama; ia menunjukkan secara kasar perkiraan waktu, biaya, dan sumber
daya untuk proyek.

4. Persyaratan Teknis

Lebih sering daripada tidak, sebuah jasa atau produk akan mempunyai
persyaratan teknis untuk memastikan kinerja yang sesuai. Sebagai contoh
persyaratan teknis untuk komputer personal mungkin adalah kemampuan
untuk menerima arus bolak balik 120 Volt atau searah 240 Volt tanpa adapter
atau tombol saklar.

5. Batasan dan Pengecualian

Batasan cakupan harus ditentukan, jika tidak, harapan atas proyek bisa salah
dan perluasan sumber daya serta waktu dapat menimbulkan masalah. Contoh
batasan adalah transportasi udara lokal ke dan dari pangkalan akan dikerjakan
pihak luar, perbaikan dan pemeliharaan sistem akan dilaksanakan hanya
sampai satu bulan setelah pemeriksaan akhir.

6. Tinjuan Ulang dengan Pelanggan

Daftar cakupan proyek berakhir dengan sebuah tinjauan ulang dengan


pelanggan Anda yang eksternal maupun internal. Perhatian utama disini
adalah persetujuan dan kesepakatan deliverabel.

Langkah 2 : Menetapkan Prioritas Proyek

Pada umunya Kualitas dan sukses sebuah proyek ditentukan jika proyek
memenuhi dan atau melebihi harapan pelanggan dan atau menajemen puncak dalam
hal biaya (anggaran), waktu (jadwal), dan kinerja (cakupan) proyek. Sebagai contoh,
kadang-kadang perlu kompromi antara cakupan proyek dan kinerja proyek untuk
membuat proyek dikerjakan dengan cepat atau dengan biaya yang lenih randah.

Salah satu pengerjaan utama manajemen proyek adalah mengelola timbal balik
antara waktu, biaya, dan kinerja. Untuk melakukannya, manajemen proyek biasanya
menentukan dan memahami sifat alami prioritas proyek. Mereka perlu berdiskusi
dengan pelanggan proyek dan tingkat manajemen diatas mereka untuk menetapkan
nilai penting ddari masing- masing kriteria. Teknis yang bermanfaat untuk tujuan ini
adalah melengkapi matriks prioritas untuk proyek yang mengidentifikasi kriteria
mana yang dibatasi, yang perlu ditingkatkan, dan yang dapat diterima;

1. Batasan kriteria

Menetapkan parameter awal, proyek harus memenuhi tanggal penyelesaian,


cakupan, dan spesifikasi proyek atau anggaran.

2. Peningkatan kriteria

Dengan cakupan proyek, kriteria utama yang harus dioptimalkan adalah memanfaatkan
peluang entah untuk mengurangi biaya atau untuk mempersingkat jadwal..

3. Kriteria yang diterima

Kriteria manakah yang dapat ditoleransi, dalam arti tidak memenuhi parameter awal.
Langkah 3 : Membuat WBS

A. Pengelompokan WBS

Sekali cakupan dan deliverabel telah dikenali, pekerjaan proyek dapat


dibagi menjadi elemen-elemen pekerjaan yang lebih kecil. Hasil proses hierarkis
ini disebut Work Breakdown Structure (WBS). WBS adalah peta proyek,
penggunaannya WBS membantu meyakinkan manajer bahwa semua produk dan
elemen semua pekerjaanttelah diidentifikasikan.

Bagaimana WBS Membantu Manajer Proyek ?

a) membantu membuat rencana, jadwal, dan anggaran.

b) memberi suatu kerangka untuk menelusuri biaya dan kinerja.

c) menentukan saluran-saluran komunikasi dan membantu

d) pemahaman dan koordinasi banyak bagian dari proyek.

Bagaimana Pengembangan WBS ? Jadi, ntuk mengkaji ulang WBS

1. Menentukan pekerjaan (apa)

2. Mengidentifikasi waktu untuk menyelesaikan sebuah paket kerja (berapa


lama)

3. Mengidentifikasi anggaran time phased untuk menyelesaikan sebuah paket


kerja (biaya)

4. Mengidentifikasi sumber daya yg diperlukan untuk menyelesaikan sebuah


paket kerja (berapa banyak)

5. Mengidentifikasi satu orang yg bertanggungjawab untuk unit-unit kerja (siapa)

6. Mengidentifikasi titik-titik monitoring untuk mengukur kemajuan


Langkah 4 : Mengintegrasikan WBS dan Organisasi

Termasuk bagian integral dari WBS adalah menentukan unit-unit


organisasi yg bertanggungjawab melakukan pekerjaan. Dalam praktik, hasil
akhir dari proses tersebut adalah organization breakdown structure (OBS).
OBS melukiskan bagaimana perusahaan organisasi untuk menentukan
tanggung jawab kerja..

Tujuan OBS

Menyediakan suatu kerangka untuk meringkas kinerja unit organisasi,


mengidentifikasi unit organisasi yang bertanggung jawab untuk paket kerja
dan mengikat unit organisasi kepada akun pengendalian biaya. Seperti WBS,
OBS menugaskan unit organisasi terendah untuk bertanggung jawab atas
paket kerja pada sebuah akun biaya. Kelebihan utama menggunakan WBS dan
OBS adalah mereka dapat diintegrasikan

Langkah 5 : Pengodean WBS untuk Sistem Informasi

Kode digunakan untuk menggambarkan tingkat dan elemen-elemen


pada WBS, unsur-unsur organisasi, paket kerja, dan informasi anggaran dan
biaya. Kode memungkinkan laporan dikonsolidasi di tingkat manapun di
dalam struktur. Skema yang paling umum digunakan adalah identasi numerik.

Rollup Proyek

Interaksi WBS dan OBS menghasilkan sebuah titik kontrol, oleh


manajer proyek disebut akun biaya. Paker kerja dan akun biaya bertindak
sebagai sebuah database dari semua perencanaan, penjadwalan, dan proses
pengendalian lainnya dikoordinasi. Akun biaya memasukkan satu atau lebih
paket kerja, masing-masing memiliki waktu, anggaran, sumberdaya, tanggung
jawab, dan titik kontrol yang dapat digunakan untuk melacak kemajuan
proyek.

Struktur Uraian Proyek

WBS cocok untuk merancang dan membangun proyek yang memiliki


hasil akhir yang kelihatan (tangible) seperti fasilitas pembangunan lepas pantai
atau prototipe mobil baru. Proyek dapat dipecah kedalam deliverabel utama,
subdeliverabel, subdeliverabel lanjutan, dan akhirnya paket kerja.Menerapkan
WBS pada Proyek yang kurang tangible dan berorientasi pada proses, adalah
proses yang lebih sulit. Ini karena hasil akhirnya adalah sebuah produk atau
serangkaian tahap atau langkah-langkah. Disini perbedaan terbesarnya adalah
bahwa proyek meluas dari waktu ke waktu dengan masing-masing tahap
mempengaruhi tahap berikutnya. Proyek TI umumnya gagal dalam Kategori
ini. Sebagai contoh, menciptakan situs web extranet atau sistem database
perangkat lunak internal. Proyek proses dikendalikan oleh persyaratan kinerja,
bukan oleh rencana / cetak biru. Beberapa praktisi memilih menggunakan apa
yang disebut procces breakdown structure (PBS) ketimbang menggunakan
WBS.

Daftar periksa (checklist) yang berisi tahap persyaratan keluar [dari


sebuah tahapan] disusun untuk mengelola kemajuan proyek. Daftar trsebut
menyediakan alat-alat untuk mendukung tahap walk-throughs dan tinjauan
ulang. Daftar periksa bervariasi tergantung pada proyek dan aktivitas-aktivitas
yang terlihat, tetapi secara umum meliputi detail dibawah ini :

● Deliverabel yang diperlukan untuk keluar dari (menyelesaikan) sebuah


tahap dan memulai yang baru.
● Titik pemerikasaan kualitas untuk memastikan deliverabel akurat dan
lengkap.
● Penyetujuan dari semua stakeholder yang bertanggung jawab untuk
menunjukan bahwa tahap telah dengang sukses diselesaikan dan
bahwa proyek perlu bergerak ke tahap berikutnya.
Selama persyaratan keluar disusun dengan ketat dan deliverabel untuk
masing-masing tahap didefinisikan dengan baik, PBS mampu menyediakan
alternatif yang memadai untuk wbs untuk proyek-proyek yang melibatkan
kerja pembangun yang ekstensif.

Matriks Tanggung Jawab

Matriks penugasan tanggung jawab (responsibility assignment matrix, RAM),


atau lebih dikenal dengan istilah RACI, adalah matriks yang menggambarkan
peran berbagai pihak dalam penyelesaian suatu pekerjaan dalam suatu proyek
atau proses bisnis. Matriks ini terutama bermanfaat dalam menjelaskan peran
dan tanggung jawab antarbagian di dalam suatu proyek atau proses. RACI
merupakan akronim dari empat peran yang paling sering dicantumkan dalam
matriks ini, yaitu responsible, accountable, consulted, dan informed.

Berikut keterangan tentang tiap peran ini:

1. Pelaksana (responsible): Orang yang melakukan pekerjaan.

2. Penanggung jawab (accountable atau approver): Orang yang bertanggung


jawab terhadap penyelesaian pekerjaan atau menyetujui hasil suatu pekerjaan.

3. Penasihat atau pengarah (consulted): Orang yang dimintai pendapat tentang


suatu pekerjaan.

4. Terinformasi (informed): Orang yang selalu mendapatkan informasi tentang


kemajuan pekerjaan.

Pelaksana dan penanggung jawab acap kali diemban oleh satu orang,
meskipun penanggung jawab dapat mendelegasikan pekerjaannya kepada
seorang pelaksana lain. Sebagai ilustrasi, SM adalah penanggung jawab dalam
proyek DANO-ICC. Ia bertindak sebagai pelaksana dalam beberapa pekerjaan
proyek dan mendelegasikan beberapa pekerjaan lain kepada RT. Ia pun
mendiskusikan berbagai masalah di dalam proyek kepada IL sebagai penasihat.
Terakhir, ia selalu mengomunikasikan kemajuan proyek kepada DC dan NL
sebagai terinformasi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Struktur organisasi adalah sebuah sarana yang berguna untuk membantu dalam proses
pencapaian suatu tujuan dalam proyek. Susunan ini bekerja dengan cara mengatur dan
mengorganisasi semua sumber daya yang ada, material atau bahan-bahan, tenaga kerja dan
peralatan serta modal. Dan pastinya menerapkan sebuah sistem manajemen yang efektif dan
efisien serta disesuaikan dengan kebutuhan pada proyek tersebut.

Selain pada faktor individu dan kelompok, hubungan struktural yang mana orang-
orang bekerja harus menghadapi tingkah laku dan perilaku pekerja.Dan budaya organisasi
menggambarkan sebagai sebuah variabel perantara. Para pekerja membantu keseluruhan
persepsi organisasi yang subjektif yang didasarkan pada faktor-faktor seperti misalnya tingkat
toleransi risiko, penekanan pada tim, dan mendukung para individu. Keseluruhan persepsi ini
menjadi karena budaya organisasi atau kepribadian serta mempengaruhi kinerja dan kepuasan
kerja, dengan budaya yang lebih kuat akan memiliki dampak yang lebih besar
DAFTAR PUSTAKA

Clifford F. Gray and Erik W. Larson. 2006. Project Management. Jilid 1. Edisi 3. The
McGraw-Hill Comapnies. Inc.

http://buahpensil.blogspot.com/2018/03/makalah-manejemen-proyek.html

Anda mungkin juga menyukai