74-Article Text-197-1-10-20190125
74-Article Text-197-1-10-20190125
1
ISSN 1693-928X
Abstract : In the econometric analysis of time series, data with high volatility will be
very risky to be used as a basis for doing forecasting. Included in this analysis is the
volatility of food inflation in Indonesia. Time series data have a tendency to bully the
error variance (error term) are constant over time. Appropriate econometric model to
estimate such behavior is called the Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH)
model (Engle, 1982) and the Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity
(GARCH) model developed by Borreslev 1986. This paper attempts to use models of
ARCH / GARCH to explain the behavior of food inflation in Indonesia period 2005.1-
2010.6, explained by incorporating elements of ARCH / GARCH this will produce a
better estimation.
Key words: time series data, volatility of food inflation, arch and garch.
bahan pangan yang akhirnya mendorong laju komoditas bahan makanan kembali naik hampir
inflasi. mencapai 5 persen. Hal tersebut menunjukkan
Di Indonesia, perubahan harga pada komo- volatilitas inflasi harga bahan pangan sedemikian
ditas bahan makanan merupakan penyumbang tinggi, sehingga merupakan unsur resiko dan
terbesar laju inflasi di Indonesia. Pada bulan Juni ketidakpastian dalam perekonomian Indonesai.
2010, inflasi komoditas bahan makanan tertinggi Oleh karena itu, dibutuhkan suatu model yang bisa
dibanding komoditas yang lain, yakni sebesar 3,20 meramalkan laju inflasi agar bisa dijadikan dasar
persen, sedangkan inflasi y-o-y pada bulan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan
Juni sebesar 5,05 persen. Andil inflasi bahan dalam mengen-dalikan laju inflasi.
makanan pada Juni 2010 juga yang tertinggi Dalam analisis ekonometrika time series,
dibanding komoditas lain, sebesar 0,73 persen data yang mempunyai volatilitas yang tinggi akan
dimana inflasi bulan Juni sebesar 0,97 persen. sangat riskan untuk digunakan sebagai dasar
(BPS, 2010). dalam melakukan forecasting. Termasuk dalam
Berdasarkan data Statistik Ekonomi dan hal ini adalah volatilitas harga komoditas bahan
Keuangan Indonesia, indeks harga bahan makanan di Indonesia. Dengan kondisi tersebut,
makanan cenderung memiliki volatilitas yang tinggi. maka perilaku data time series tersebut sangat
Hal tersebut tercermin dari peningkatan dan penu- berbeda dengan asumsi yang selama ini menjadi
runan yang tajam pada komoditas bahan makanan. kajian aliran utama ekonometrika, yakni data
Untuk melihat perubahan dan volatilitas harga time series kecenderungannya mempunyai
komoditas bahan pangan di Indonesia, disajikan varian kesalahan pengganggu (error term) yang
Gambar 1. konstan dari waktu ke waktu. Berdasarkan
Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa inflasi pernyataan tersebut, dalam bahasa ekonometrika
komoditas pangan di Indonesia mempunyai berarti bahwa varian residual dari data time
volatilitas yang cenderung tinggi. Pada suatu series ini tidak konstan dan berubah-ubah dari
ketika bisa terjadi kenaikan yang tajam, kemudian satu periode ke periode yang lain atau mengan-
juga terjadi penurunan secara tajam pula. Pada dung unsur heteroskedastisitas. Varian dari residual
September 2005 misalnya, kenaikan inflasi bukan lagi hanya fungsi dari variable independen
mencapai 8 persen yang disebabkan karena tetapi selalu berubah-ubah, tergantung seberapa
pemerintah menaikan harga BBM. Kemudian besar residual di masa lalu (Widarjono, 2007).
pada akhir 2005, terjadi deflasi hingga minus 2 Model ekonometrika yang tepat untuk
persen dan pada awal tahun 2006, harga mengestimasi perilaku seperti itu disebut dengan
Gambar 1
Perkembangan Inflasi Komoditas Bahan Pangan di Indonesia
makanan dalam bentuk data bulanan. Periode moving average orde pertama, dan didiferensi
observasi dari Tahun 2005.1 – Tahun 2010.6. Data sekali untuk memperoleh data yang stasioner,
bersumber dari website Badan Pusat Statistik maka penulisannya adalah ARIMA(1,1,1).
(www.bps.go.id). Data inflasi yang diambil Gujarati (2003) menjabarkan metodologi
merupakan data inflasi yang sudah dalam bentuk Box-Jenkins ke dalam empat langkah, yaitu
persentase, yang sudah dihitung oleh BPS dengan identifikasi, estimasi, pemeriksaan diagnostik, dan
mengembangkan metode Laspeyres. peramalan. Misalnya kita akan membuat model
Model ARIMA. Sebelum menjelaskan untuk meramal nilai Y. Bentuk umum model
model ARCH dan GARCH terlebih dulu dibahas autoregresif orde p atau AR(p) adalah:
variabel yang mempengaruhi inflasi. Model (1)
yang digunakan adalah teknik Box-Jenkins Yt : variabel yang diamati
(Widarjono, 2002). Model Box-Jenkins biasa α0: konstanta autoregresif
disebut dengan dengan model Autoregressive α1 … αp: parameter Yt-1 … Yt-p
Integrated Moving Average (ARIMA). Box dan Bentuk umum model moving average orde
Jenkins mem-populerkan metode yang terdiri ke q atau MA(q) adalah:
dari tiga tahap dalam memilih model yang cocok (2)
untuk melakukan estimasi dan peramalan data Yt : variabel yang diamati
runtut waktu univariat, yaitu identifikasi model, 0: konstanta moving average
estimasi parameter, dan peramalan (Enders, 1995). 1 … q: parameter t … t-q
Model ARIMA merupakan gabungan antara Bentuk umum model ARIMA dengan
model autoregressive (AR) dan moving average autoregresif orde ke p dan moving average orde
(MA). Kedua model tersebut mensyaratkan data ke q adalah:
yang dianalisis bergerak di sepanjang rata-ratanya
yang konstan (stasioner). Jika data tidak stasioner, (3)
maka dilakukan proses stasioner data menggunakan Langkah pertama dalam proses ARIMA
proses diferensi. adalah identifikasi. Langkah ini dilakukan untuk
ARIMA adalah gabungan model AR dan MA mengetahui apakah data yang diamati bersifat
melalui proses diferensi. Model ARIMA memiliki stasioner. Jika tidak stasioner, lakukan proses
kelambanan waktu. Kelambanan waktu 1 periode diferensi sampai dengan data bersifat stasioner.
pada proses autoregresif disebut autoregresif orde Setelah itu membuat correlogram sebaran data
pertama atau disingkat AR(1). Simbol untuk untuk menentukan orde autoregresif dan orde
menyatakan banyaknya kelambanan waktu pada moving average. Orde yang dipilih adalah ke-
proses autoregresif adalah p. Kelambanan waktu lambanan waktu yang koefisien autoregresif dan
1 periode pada proses moving average disebut koefisien autoregresif parsial yang signifikan.
moving average orde pertama atau disingkat Penentuan orde (kelambanan waktu) untuk AR
MA(1). Simbol untuk banyaknya kelambanan dan MA dilakukan dengan cara coba-coba (trial
waktu pada proses moving average adalah q. and error).
Nilai p dan nilai q dapat lebih dari 1. Proses diferensi Alat identifikasi yang digunakan adalah
pada model ARIMA bertujuan untuk memperoleh autocorrelation function (ACF) dan partial
data yang stasioner. Proses diferensi dapat autocorrelation function (PACF) pada tabel
dilakukan sekali atau dapat dilakukan lebih dari correlogram. Konsep partial autocorrelation
sekali sampai data bersifat stasioner. Biasanya dianalogikan pada konsep koefisien regresi parsial
proses diferensi ini tidak lebih dari 2 kali. Simbol dalam k-variabel regresi berganda, koefisien
proses diferensi data adalah d. regresi βk mengukur tingkat perubahan nilai rata-
Penulisan model ARIMA untuk AR(p), rata regressand atas perubahan unit dalam k
MA(q), dan diferensi sebanyak d kali adalah regressor Xk.. Partial autocorrelation ρkk mengukur
ARIMA (p,d,q). Misalnya dalam suatu proses korelasi antara observasi (time series) pada periode
ARIMA menggunakan autoregresif orde pertama, waktu k setelah mengontrol korelasi pada
Vol. 13 No.1, 2011 Aset 69
intermediate lag. Selain dengan melihat tabel heteroscedasticity, conditional pada εt-1. Dengan
correlogram, kita juga bisa mengaplikasikan uji dan β1 dengan lebih efisien. Persamaan (4) disebut
stasioneritas formal, yaitu dengan menggunakan persamaan untuk output standar dari conditional
Dickey-Fuller unit root test (Gujarati, 2003). mean sedangkan pada persamaan (5) disebut
Langkah kedua adalah melakukan estimasi conditional variance.
parameter autoregresif dan parameter moving Jika variance dari εt tergantung hanya dari
average berdasarkan orde (p dan q) yang di- volatilitas error term pada satu periode yang lalu
peroleh pada tahap identifikasi. Langkah ketiga sebagaimanadalam persamaan (5), model ini
adalah melakukan uji diagnostik. Setelah men- disebut ARCH (1). Secara umum model ARCH(p)
dapatkan estimator model ARIMA, kita kemudian dapat dinyatakan sebagai berikut:
memilih model yang mampu menjelaskan data = + α1 ε2 t-1 + α2 ε2 t-2 + α3 ε2 t-3 + αp ε2 t.....(6)
dengan baik. Langkah ketiga ini bersifat iteratif Untuk mengestimasi persamaan (4) dan
dan memerlukan suatu keahlian khusus untuk (5) dilakukan dengan metode Maximum Likeli-
memilih model ARIMA yang tepat, sehingga hood (ML) (Widarjono, 2002). Model ARCH
modeling ARIMA lebih pada seni dari pada dari Robert Engle ini kemudian disempurnakan
ilmiah (Gujarati, 2003). Model yang baik adalah oleh Tim Bollerslev. Bollerslev menyatakan bahwa
model yang memiliki residual terdistribusi secara varian error term tidak hanya tergantung dari
random (white moise). Pengujian ini dilakukan error term periode lalu, tetapi juga oleh varian
dengan membandingkan antara besarnya error term periode lalu. Jika kita memasukkan
koefisien autoregresif (ACF) dan koefisien juga varian error term periode lalu dalam per-
autoregresif parsial (PACF) residual yang samaan (5) maka model ini dikenal dengan
diperoleh dari correlogram residual. Jika koefisien generalized autoregressive conditional hetero-
ACF dan koefisien PACF tidak signifikan (nilai scedasticity (GARCH). Model GARCH bisa
koefisiennya lebih kecil daripada nilai kritisnya), diestimasi dengan mempergunakan metode
maka model yang diperoleh bersifat white noise Maximum Likelihood. Model GARCH yang
(residual terdistribusi secara random). Langkah paling sederhana disebut GARCH (1,1) dapat
keempat adalah melakukan peramalan nilai ditulis sebagai berikut:
variabel yang diamati. Satu alasan untuk popularitas =+α1ε2t-1+λ1σ2t-1 ……………………...….(7)
model ARIMA adalah keberhasilan dalam Secara umum model GARCH yakni
forecasting. Dalam beberapa kasus ramalan yang GARCH (p,q) dapat dinyatakan sebagai berikut:
didapatkan dari metode ini lebih baik daripada
model prediksi ekonometrika tradisional khusus- =+α1ε2t-1+…..+αpε2t-p+λσ2t-p+….+λqσ2t-q ....(8)
nya dalam jangka pendek. Jika pada persamaan (4) dimasukkan
Model ARCH/GARCH. Untuk menjelaskan unsur varian error term maka modelnya
bagaimana model ARCH dibentuk, misalnya kita disebut ARCH in mean (ARCH-M) atau GARCH
mempunyai model persamaan regresi sebagai in mean (GARCH-M), sehingga persamaan
berikut: untuk conditional mean pada persamaan (4)
menjadi:
0
β1 + εt……………….............….(4)
Persamaan yang berhubungan dengan varians dari Yt 0
β1 +σ2t-1+εt . . . . . . . . . . . . . . . . .(9)
error term (ε) terhadap volatilitas yang kita teliti Pengujian Pengaruh ARCH/GARCH.
pada tahun t dinyatakan sebagai berikut: Penelitian ini akan menggunakan metodologi
lagrange-multiplier atau uji Lagrange Multiplier
= +α1ε2 t-1 ...............................................(5)
(LM) untuk melihat apakah terdapat efek ARCH/
Persamaan (5) menyatakan bahwa varians dari error GARCH didalam estimasi uji ARIMA proses
term yakni mempunyai dua komponen yakni Persamaan 3. Oleh karena itu, pada Persamaan 6
konstan dan error term periode lalu (lag) yang dan 8 diberikan bentuk hipotesis dari uji LM untuk
diasumsikan merupakan kuadrat dari error term penentuan pengaruh ARCH/GARCH. Perlu
periode lalu. Model dari tersebut adalah diketahui bahwa uji LM sulit diterapkan pada
70 SANTOSO Aset
model GARCH, hal ini disebabkan oleh uji LM nonformal dapat dilakukan dengan mengguna-
sulit untuk membedakan moving average atau kan grafik perkembangan data dari waktu ke
autoregressive serial correlation pada derajat waktu selama periode analisis. Berdasarkan grafik
order yang sama. Untuk menentukan keputusan tersebut dapat diketahui apakah data yang
apakah Ho ditolak, maka nilai dari hasil perkalian diamati bergerak konstan di sepanjang rata-
jumlah observasi (n) dengan nilai R-square (R2) atau ratanya. Grafik 2 menunjukkan perkembangan
yang disebut dengan Obs-R2 dibandingkan inflasi bahan makanan di Indonesia selama periode
dengan nilai Chi-square (2) pada order q (Silalahi, Januari 2005 sampai dengan Juni 2010. Grafik
2009). perkembangan laju inflasi bahan makanan selama
u2t =γ0 + γ1 εt-12+ γ2 εt-22+……+ γq εt-q2+υt.......(10) periode tersebut nampak bergerak konstan di
Dimana hipotesisnya adalah: sekitar rata-ratanya, artinya tidak naik terus
H0 : Tidak terdapat ARCH/GARCH sampai menerus atau turun secara terus menerus. Dengan
order q pada residual. demikian dapat disimpulkan bahwa data inflasi
H1 : Terdapat ARCH/GARCH sampai order q bahan makanan di Indonesia pada periode tersebut
pada residual. bersifat stasioner.
di mana, Ho menandakan OLS konsisten dan Grafik 2 juga menggambarkan adanya
efisien atau tidak terdapat ARCH, sedangkan Ha volatilitas tinggi pada inflasi bahan makanan
menandakan OLS konsisten tetapi tidak efisien selama periode penelitian. Lonjakan inflasi tertinggi
atau terdapat ARCH (Silalahi, 2009) terjadi pada awal kuartal IV tahun 2005, yang
Untuk membandingkan apakah model standar disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah
atau model yang memasukkan ARCH yang dipilih, menaikkan harga BBM. Kebijakan tersebut
digunakan beberapa criteria yakni uji t, koefisien memicu lonjakan laju inflasi hingga mencapai
determinasi (R2), maupun kriteria yang dikemuka- 7,24% (m-o-m) atau yang disebut dengan
kan oleh Akaike(AIC) dan Schwarz yang administrated inflation. Hingga akhir periode
kesemuanya telah ditampilkan dalam output penelitian, inflasi bahan makanan mempunyai
estimasi dari program Eviews. volatilitas yang cukup tinggi.
Berdasarkan dari kriteria R2 , AIC dan SIC Uji Stasioneritas Data. Setelah mengetahui
model yang terbaik adalah model yang mempunyai volatilitas inflasi bahan makanan, langkah selan-
R2 yang tinggi, AIC dan SIC paling minimum. jutnya adalah dengan mendeteksi stasioneritas
(Gujarati, 2003). Namun tingginya nilai R2 tidak data. Untuk menghindari terjadinya spurious
menjamin bahwa model yang dipilih adalah model regression, data yang dianalisis harus stasioner
terbaik. Kelemahan penggunaan R 2 karena (Sumaryanto, 2009). Data yang stasioner adalah
koefisiennya tidak pernah turun (nondecressing data yang tidak mengandung akar unit (unit
value) dengan semakin banyaknya jumlah root). Oleh karena itu, langkah awal yang perlu
variabel independen (Widarjono, 2002). Sehingga dilakukan sebelum melakukan pengembangan
jika kita menambahkan variabel independen dalam model (estimasi ARMA) adalah uji akar unit.
model mungkin dapat meningkatkan nilai R2 , Terdapat beberapa metode uji akar unit, antara lain
namun kemungkinan juga meningkatkan variance dengan melihat tabel correlogram, uji akar unit
of forecast error. Sehingga Henry Theil mengem- Augmented Dikey Fuller (ADF) dan uji akar unit
bangkan metode adjusted R2 yang dinotasikan Philip-Peron.
2
dengan formula sebagai berikut (Gujarati, Metode yang digunakan dalam penelitian ini
2003). adalah dengan melihat tabel correlogram dan uji
akar unit ADF. Pada metode correlogram, untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN melihat stasioner atau tidaknya data, dapat dilihat
melalui nilai Partial Autocorrelation (PAC) dan
Identifikasi Grafik. Analisis terhadap nilai autocorrelation (AC) pada time lag 2 atau
stasioneritas data dapat dilakukan dengan cara timelag 3 menuju nol. Series juga dikatakan
non formal dan dengan cara formal. Analisis stasioner bila nilai probabilitas BJ < probabilitas
Vol. 13 No.1, 2011 Aset 71
critical value atau nilai Q_statisitik BJ < nilai chi Estimasi Model ARMA. Hasil uji akar
squares (df = lag maksimal α=5%) (Harahap, unit menunjukkan bahwa data inflasi kelompok
2009). Untuk uji akar unit dengan metode ADF bahan makanan di Indonesia selama periode
data dikatakan stasioner jika nilai statisik ADF > penelitian bersifat stasioner pada tingkat level,
nilai kritis MacKinnon pada α=% , α=5% dan sehingga dapat dilakukan analisis meng-
α=10%. gunakan model Box-Jenkins. Proses selanjutnya
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa data inflasi dari model Box-Jenkins adalah melakukan
bahan makanan periode 2005.1 – 2010.6 sudah identifikasi untuk menentukan model ARIMA
stasioner pada tingkat level, di mana nilai PAC yang mungkin cocok (paling baik untuk meramal).
dan AC pada time lag 3 sudah menuju 0 atau Dalam proses ini akan ditentukan nilai p pada
melewati garis putus-putus. Hal itu juga dibuktikan AR(p) dan nilai q pada MA(q). Untuk tujuan ini,
dengan nilai statisitik BJ pada time lag 30 (30.115) data inflasi kelompok bahan makanan dibuat
juga < nilai chi squares df=30 (43.772). Sehingga correlogram. Fungsi autokorelasi dan fungsi
data dapat dimodelkan dengan metode ARMA, autokorelasi parsial digunakan untuk menentukan
AR(p) d(0) dan MA(q). Model ARMA yang p pada AR(p) dan q pada MA(q). Berdasarkan
akan diestimasi adalah pada panjang time lag hasil pemrosesan data dengan correlogram, ordo
12. Pembuktian selanjutnya adalah dengan AR(p) maksimal didapatkan ketika nilai PAC
metode uji akar unit ADF. Hasil uji akar unit melewati garis putus-putus pada lag lag 10, dan
dengan metode ADF dapat dilihat pada Tabel 2. lag 1 pada tabel correlogram, ordo MA(q)
Berdasarkan uji akar unit ADF pada Tabel 2 maksimal didapatkan ketika nilai AC melewati
diketahui bahwa pada tingkat level data telah garis putus-putus pada lag 12, dan lag 1 pada
stasioner, dibuktikan dengan nilai statisitik ADF (- tabel correlogram.
6.929068) > nilai kritis MacKinnon pada pada α=% Setelah ditetapkan orde AR dan MA yang
, α=5% dan α=10%. Sehingga uji akar unit ADF mungkin cocok untuk memperoleh model
mendukung kesimpulan bahwa data dapat peramalan, selanjutnya adalah menentukan
dimodelkan dengan ARMA. estimasi nilai parameter dalam model ARMA.
Gambar 2
Perkembangan Inflasi Bahan Makanan Indonesia periode 2005:1-2010.6
Tabel 1
Correlogram Inflasi Bahan Makanan Periode 2005.1-2010.6
Tabel 2
Uji Akar Unit Augmented Dickey Fuller (ADF)
Vol. 13 No.1, 2011 Aset 73
Pemilihan model yang cocok untuk meramal ARCH/GARH. Sehingga kita harus mendeteksi
didasarkan pada hasil uji t, R2, uji F, Akaike apakah model tersebut mengandung masalah
Information Criteria (AIC), Schwarz Infor- heteroskedastisitas atau tidak. Jika model
mation Criteria (SIC). Model ramalan yang baik mengandung masalah heteroskedastisitas, maka
berdasarkan uji t adalah jika parameter estimasi model ARMA harus diestimasi dengan pendekatan
signifikan, nilai R2 yang tinggi, uji F signifikan, serta ARCH/GARCH. Langkah yang bisa dilakukan
AIC dan SIC yang rendah. Hasil estimasi yang adalah dengan mendeteksi volatilitas dari error
ditampilkan pada Tabel merupakan hasil estimasi term, jika error term mempunyai volatilitas yang
terbaik, yang sudah memenuhi kriteria seleksi tinggi maka terindikasi bahwa model mengandung
model dari beberapa model ARMA dengan masalah heteroskedastisitas.
menggunakan ordo yang berbeda. Berdasarkan Grafik 3, diketahui bahwa
Berdasarkan model ARMA (10,0,12) pada volatilitas error term mempunyai volatilitas yang
Tabel 4 menunjukkan bahwa parameter estimasi cukup tinggi pada saat terjadi kenaikan harga
AR(1), MA(1) dan MA(12) signifikan secara BBM pada akhir tahun 2005 dan lonjakan harga
statistik pada α=5%, sedangkan parameter AR bahan pangan global pada awal 2007. Sedangkan
(10) tidak signifikan secara statistik. Nilai R2 juga pada periode lain menunjukkan volatilitas yang
cukup tinggi yakni sebesar 0,54. Artinya laju inflasi rendah. Grafik 3 tersebut semakin mendukung
dipengaruhi oleh autoregressive inf-1 (inflasi bahwa model mengandung masalah hetero-
periode sebelumnya) serta moving avarege error skedastisitas.
term dari inflasi pada ε-1 dan ε-1 sebesar 54%. Nilai Deteksi Keberadaan ARCH. Guna
koefisien 2 juga cukup tinggi meskipun lebih membutktikan bahwa model ARMA yang dipakai
kecil dibanding nilai R2 yakni sebesar 0,50 namun mengandung masalah heteroskedastisitas adalah
juga lebih tinggi dibanding hasil estimasi model dengan melakukan pengujian heteroskedastisitas.
ARMA yang lain. Nilai AIC dan SIC juga cukup Dalam tulisan ini, uji yang dipakai adalah
rendah dibandingkan hasil estimasi model ARMA ARCH-Lagrange Multiplier (ARCH-LM test).
yang lain (lihat Lampiran), yakni berturut turut Jika nilai Obs*R-squared > nilai χ2 tabel maka
sebesar 3,136 dan 3,31. Uji F juga menunjukkan kita dapat menolak H0 dan menerima H1, artinya
hasil yang signifikan pada α=1%. model mengandung masalah heteroskedastisitas
Hasil estimasi pada Tabel 4 merupakan atau terdapat ARCH. Jika nilai Obs*R-squared <
estimasi model ARMA tanpa memasukkan unsure nilai χ2 tabel maka kita dapat menolak H1 dan
Tabel 3
Hasil Estimasi Model Inflasi Bahan Makanan, ARMA
(Dependent Variable: D(INF)
Gambar 3
Residual Inflasi Bahan Makanan Model ARMA
Tabel 4
Uji ARCH LM sampai lag 12
Tabel 5
Hasil Estimasi Model Inflasi Bahan Makanan GARCH
(Dependent Variable: D(INF)
Tabel 6
Uji ARCH LM sampai lag 12