Anda di halaman 1dari 3

Muhammad Arif

1407620079

Purchasing Power Parity (Paritas daya beli/Keseimbangan kemampuan berbelanja)


adalah sebuah teori penentuan nilai tukar. Secara umum menegaskan bahwa perubahan nilai
tukar antara dua mata uang selama periode waktu tertentu yang ditentukan oleh perubahan
tingkat harga relatif kedua negara. Karena teori ini memilih perubahan tingkat harga sebagai
penentu utama pergerakan nilai tukar, teori ini juga disebut teori inflasi nilai tukar.

PPP memberikan ukuran perbedaan tingkat harga di seluruh negara. PPP juga dapat
dianggap sebagai nilai tukar mata uang alternatif, tetapi berdasarkan harga aktual. Teori PPP
dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu: PPP absolut yang mana kurs mata uang
merupakan cerminan dari rasio tingkat harga dalam negeri terhadap harga luar negeri. Dan
PPP relatif, yaitu persentase perubahan kurs yang merupakan selisih persentase perubahan
tingkat harga dalam negeri dengan perubahan tingkat harga luar negeri. Teori PPP ditemukan
pada abad ke 16 di Salamanca School, Spanyol (Mkenda, 2001). Selama abad ke 19, ekonom
klasik, termasuk Ricardo, Mill, Gossen dan Marshall, mendukung dan mengembangkan
kualifikasi PPP. Teori ini menjadi modern setelah dikembangkan oleh Cassel, seorang
ekonom dari Swedia. Cassel mengembangkan ide ini setelah terjadinya keruntuhan sistem
financial dunia selama perang dunia 1. Sebelum perang dunia 1, negara menggunakan standar
emas, sehingga mata uang dikonversi ke emas pada keseimbangan yang tetap. Setelah perang
dunia, terjadi kesulitan menggunakan standar emas, karena spekulan takut negara akan
melakukan devaluasi untuk memperoleh pendapatan seignorage, maka sistem financial
menjadi berubah. Gustav Cassel memperkenalkan penggunaan PPP sebagai dasar penetapan
nilai tukar pada tahun 1918. PPP menghubungkan kurs valuta asing dengan harga komoditas
dalam mata uang domestik di pasar internasional. Hubungan antara kurs dengan harga
komoditas adalah negatif, sehingga kurs akan cenderung mengalami penurunan dalam
proporsi yang sama dengan laju kenaikan harga komoditas. PPP lebih menekankan hubungan
jangka panjang antara kurs dengan harga komoditas secara relatif. Pendekatan PPP dapat pula
dikatakan sebagai pendekatan kurs spot yang memperhatikan kondisi ekuilibrium.

Teori beli Purchasing Power Parity (PPP) sangat penting karena banyak digunakan
untuk banyak tujuan, termasuk formula yang menentukan kepemilikan saham dan
pembangunan garis kemiskinan internasional yang mendukung indikator inti untuk
pembangunan internasional termasuk tujuan pembangunan milenium dan indeks
pembangunan manusia. Nilai tukar riil yang mengacu pada PPP telah menjadi elemen penting
dalam analisis daya saing. Secara khusus, negara-negara dengan nilai tukar riil undervalued
relatif terhadap tingkat berbasis PPP yang disesuaikan dengan pendapatan yang diharapkan
lebih kompetitif dalam ekspor manufaktur dan ini diterjemahkan menjadi dorongan langsung
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan antara nilai tukar dan harga dikarenakan inflasi
yang tinggi-yang dirangkum dalam teori paritas daya beli dianggap sebagai salah satu yang
tertua, dan mungkin paling kontroversial, dalam teori penentuan nilai tukar. Frenkel (1981)
mengaitkan sebagian besar kontroversi dengan fakta bahwa teori ini tidak merinci mekanisme
yang tepat bagaimana nilai tukar bisa dikaitkan dengan harga, atau mengenai kondisi tepat
yang harus dipenuhi agar teori tersebut benar. Singkatnya, ia mengklaim bahwa teori paritas
daya beli hanya menunjukkan hubungan antara dua variabel tanpa menjelaskan bagaimana
hubungan tersebut dapat terjadi. Hukum satu harga atau Law of One Price (LOOP) yang
ditawarkan oleh paritas daya beli absolut tidak mengakui adanya eksistensi atas
ketidaksempurnaan pasar. Peneliti memiliki hipotesis bahwa law of one price itu tidak
mungkin terjadi, atau mustahil terjadi di era pasar kompetitif yang terus mengadakan variasi
barang dan di negara yang memiliki fluktuasi ekonomi. Seperti yang dinyatakan oleh Madura
J. International financial management bahwa teori ini tidak sejatinya eksis dalam dunia nyata,
dikarenakan ada komoditas yang tidak mempunyai pilihan subtitusi untuk produk yang
diperdagangkan. Hal tersebut diperkuat dengan adanya kritik terhadap konsep paritas daya
beli absolut yang diungkapkan oleh Bartolini (1995). Kritik ini menyatakan bahwa perbedaan
tingkat perubahan teknis di sektor yang diperdagangkan dengan yang tidak diperdagangkan
telah lama diakui sebagai penyebab pergerakan berkelanjutan dalam nilai tukar riil
ekuilibrium sebagai alasan atas kegagalan paritas daya beli secara terus-menerus. Hal ini
terjadi karena meskipun persaingan pasar dapat membuat harga barang yang dapat
diperdagangkan selaras secara internasional, harga barang yang tidak dapat diperdagangkan
tidak perlu bergerak bersama di berbagai negara. Namun meskipun begitu, ada berbagai
penelitian yang dilakukan untuk membuktikan eksistensi konsep paritas daya beli dalam
penentuan kurs mata uang sebagai berikut: penelitian yang dilakukan oleh Atmadjaja
menyatakan bahwa konsep paritas daya beli ini memiliki banyak kegagalan dalam
penerapannya untuk menentukan kurs mata uang. Banyak faktor seperti adanya sumbatan
perdagangan internasional, komoditi domestik yang tidak diperdagangkan secara global,
pasar persaingan tidak sempurna, dan ketidakseimbangan neraca transaksi berjalan serta tidak
ada harga yang cenderung melekat pada jangka pendek. Hal ini menyimpulkan bahwa konsep
paritas daya beli harus dilakukan penyempurnaan dengan memasukan unsur suku bunga dan
jumlah uang yang beredar.

Referensi:

Dewi Cahyani Pangestuti, R. e. (2021). Pembuktian Konsep Law Of One Price (LOOP) Dalam Absolute
Purchasing Power Parity Menggunakan The Big Mac Index Antar Negara The Six Cheapest
(Indonesia – Malaysia) Per Juli 2021. Jurnal Nusantara Aplikasi Manajemen Bisnis, 6(2), 182-
198.

Dornbusch, R. (1985, March). PURCHASING POWER PARITY. Retrieved from Working Paper No. 1591.

Rahutami, A. I. (2011). Purchasing Power Parity : Teori dan Perkembangan Model Empiris. Retrieved
from
http://repository.unika.ac.id/14255/1/Workingpaper_Purchasing_Power_Parity_Teori_dan
%20Perkembangan_Model_Empiris_2011.pdf

Vogel, F. A. (n.d.). What IS a Purchasing Power Parity?

Anda mungkin juga menyukai