Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Sosiologi di Indonesia

Makalah Sosiologi

Nama Anggota :

• Ariza Maulana
• Ahmad Ali Pasha
• Achmad Nazril Fahrezi
• Daffa Zain
• Muhammad Surya Alzufri
• Muhammad Muflih Quthby
Pendahuluan
Assalamualaikum Wr Wb. Kami dari kelompok 3 akan mengerahkan makalah dengan topik
utama yaitu, Sejarah Sosiologi di Indonesia. Kami berharap dengan makalah ini kita dapat belajar
bersama-sama untuk mengetahui dan memahami bagaimana sosiologi dapat ditemukan dan
berkembang di Indonesia. Selain itu, kita juga akan belajar tentang para tokoh-tokoh yang terlibat
dalam perkembangan sosiologi di Indonesia. Insya Allah dengan mempelajari sejarah-sejarah tersebut,
kita mendapat ilmu yang akan membantu kita di kehidupan mendatang. Sekian itu saja yang akan
kami sampaikan, selebihnya terima kasih karena ingin membaca makalah kami.
A. Sejarah Sosiologi di Indonesia

Sosiologi di Indonesia sebenarnya telah berkembang sejak zaman dahulu. Para pujangga dan
tokoh bangsa Indonesia telah banyak memasukkan unsur-unsur sosiologi dalam ajaran-ajaran mereka.
Sri Paduka Mangkunegoro IV, misalnya, telah memasukkan unsur tata hubungan manusia pada
berbagai golongan yang berbeda (intergroup relation) dalam ajaran Wulang Reh. Selanjutnya, Ki
Hadjar Dewantara yang dikenal sebagai peletak dasar pendidikan nasional Indonesia banyak
mempraktikkan konsep-konsep penting sosiologi seperti kepemimpinan dan kekeluargaan dalam
proses pendidikan di Taman Siswa yang didirikannya. Hal yang sama dapat juga kita selidiki dari
berbagai karya tentang Indonesia yang ditulis oleh beberapa orang Belanda seperti Snouck Hurgronje
dan Van Volenhaven sekitar abad 19. Mereka menggunakan unsur-unsur sosiologi sebagai kerangka
berpikir untuk memahami masyarakat Indonesia. Snouck Hurgronje, misalnya, menggunakan
pendekatan sosiologis untuk memahami masyarakat Aceh yang hasilnya dipergunakan oleh
pemerintah Belanda untuk menguasai daerah tersebut.

Dari uraian di atas terlihat bahwa sosiologi di Indonesia pada awalnya, yakni sebelum Perang
Dunia II hanya dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata
lain, sosiologi belum dianggap cukup penting untuk dipelajari dan digunakan sebagai ilmu
pengetahuan, yang terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Secara formal, Sekolah Tinggi
Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta pada waktu itu menjadi satu-satunya lembaga perguruan tinggi
yang mengajarkan mata kuliah sosiologi di Indonesia walaupun hanya sebagai pelengkap mata kuliah
ilmu hukum. Namun, seiring perjalanan waktu, mata kuliah tersebut kemudian ditiadakan dengan
alasan bahwa pengetahuan tentang bentuk dan susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi
di dalamnya tidak diperlukan dalam pelajaran hukum. Dalam pandangan mereka, yang perlu diketahui
hanyalah perumusan peraturannya dan sistem-sistem untuk menafsirkannya. Sementara, penyebab
terjadinya sebuah peraturan dan tujuan sebuah peraturan dianggap tidaklah penting.

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, sosiologi di Indonesia mengalami


perkembangan yang cukup signifikan. Soenario Kolopaking yang pertama kali memberikan kuliah
sosiologi dalam bahasa Indonesia pada tahun 1948 di Akademi Ilmu Politik Yogyakarta (sekarang
menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM). Akibatnya, sosiologi mulai mendapat tempat dalam
insan akademisi di Indonesia apalagi setelah semakin terbukanya kesempatan bagi masyarakat
Indonesia untuk menuntut ilmu di luar negeri sejak tahun 1950. Banyak para pelajar Indonesia yang
khusus memperdalam sosiologi di luar negeri, kemudian mengajarkan ilmu itu di Indonesia. Buku
sosiologi dalam bahasa Indonesia pertama kali diterbitkan oleh Djody Gondokusumo dengan judul
Sosiologi Indonesia yang memuat beberapa pengertian mendasar dari sosiologi. Kehadiran buku ini
mendapat sambutan baik dari golongan terpelajar di Indonesia mengingat situasi revolusi yang terjadi
saat itu. Selepas itu, muncul buku sosiologi yang diterbitkan oleh Bardosono yang merupakan sebuah
diktat kuliah sosiologi yang ditulis oleh seorang mahasiswa. Selanjutnya bermunculan buku-buku
sosiologi baik yang tulis oleh orang Indonesia maupun yang merupakan terjemahan dari bahasa asing.
Tidak kurang pentingnya, tulisan-tulisan tentang masalah sosiologi yang tersebar di berbagai majalah,
koran, dan jurnal. Selain itu, muncul pula fakultas ilmu sosial dan politik serta jurusan sosiologi
berbagai universitas di Indonesia yang diharapkan dapat memperluas perkembangan sosiologi di
Indonesia.
B. Perkembangan Sosiologi di Indonesia
Ada kemiripan antara perkembangan awal dari sosiologi di Indonesia dengan di Amerika.
Kemiripan itu terletak pada karakter sosiologi, meskipun di Indonesia lebih spesifik. Di Amerika, para
pemikir sosiologi bermula dari keilmuan yang beragam, demikian juga sebenarnya yang terjadi di
Indonesia. Hanya bedanya para pemikir itu lebih didominasi oleh ahli hukum. Mengapa demikian?
Karena pada masa Indonesia sebelum merdeka (akhir abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20)
ketika Indonesia masih dijajah Belanda, kawasan-kawasan Indonesia ditampakkan dalam kawasan-
kawasan ethnologis ketimbang seperti yang berkembang sekarang sebagai 'kawasan nasional'. Atas
keadaan seperti itu, perhatian Belanda diarahkan untuk menguasai pengetahuan yang berhubungan
dengan ethnografi. Dari kajian itu yang paling menonjol adalah sudut pandang hukum adat yang
dianggap sangat berguna bagi penjajah dalam rangka merumuskan pengaturan hak dan kewajiban
pemerintah yang dapat diterima oleh pribumi.
Prinsip mereka tentu menguntungkan pihak penjajah tetapi tidak bertentangan atau
berbenturan dengan hukum adat masyarakat setempat. Sebagaimana kita ketahui dalam sejarahnya,
Belanda demikian lama bertahan di nusantara karena mereka menguasai benar tipologi masyarakat
yang dijajahnya. Demikianlah kita kenal misalnya Krom, Veth dan Snouck Hurgronje merupakan
para pejabat merangkap pemikir yang boleh dikatakan ahli kemasyarakatan, dan sekaligus sebagai
cikal bakal yang memulai kajian-kajian berbau sosiologi di Indonesia. Mereka menguasai struktur
masyarakat dan banyak menguasai hukum adat di berbagai belahan wilayah Indonesia masa itu (akhir
abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20). Sejak tahun 1920 mulai timbul minat sarjana-sarjana
Belanda untuk memahami masyarakat lebih luas. gejala-gejala yang disoroti tidak hanya terbatas pada
lingkungan suku atau kelompok etnik, tetapi lebih makro lagi.
yang dikawinkan dengan ethnografis, sehingga tulisan-tulisannya bercorak sosiologi. Salah
satu hasil karyanya adalah tentang akulturasi. Schrieke juga mengulas pergeseran kekuasaan politik
dan ekonomi di nusantara antara abad ke- 16 sampai abad ke-17. Tulisan Schrieke banyak berbahasa
Belanda, baru pada tahun 1955 beredar kumpulan tulisannya yang berbahasa Inggris. Selain Schrieke,
tokoh Belanda lainnya adalah J.C. Van Leur (tinggal di Indonesia tahun 1934-1942). Salah satu
tulisannya yang dikenal adalah Indonesian Trade and Society. Seorang lagi yang lebih luas dikenal
dan juga menulis tentang Indonesia kontemporer adalah Prof. W.F. Wertheim yang meninggal di
tahun 2001 dalam usia yang sangat tua, mencapai 102 tahun. Beliau pernah mengajar di Rechts
Hogeschool di Jakarta (1937) dan di Institut Pertanian Bogor yang waktu itu masih menjadi Fakultas
pertanian UI di Bogor, tahun 1957 Demikianlah kita mengenal awal sosiologi yang dikenalkan oleh
para sosiolog yang umumnya memiliki latar belakang ilmu hukum. Tidak heran jika kita mengenal
senior-senior sosiolog kita di zaman awal kemerdekaan sampai dengan di tahun 60-70-an berlatar
belakang ilmu hukum.
Yang terkenal antara lain adalah Prof. Hardjono dan Prof. Soedjito Sosromihardjo di UGM,
Prof. Soelaeman Soemardi dan Prof. Soekanto di UI, Prof. Satjipto Rahardjo di UNDIP dan bahkan
yang lebih muda, Prof. Soetandyo Wignyo Soebroto di UNAIR. Pengaruh Sosiologi Eropa jelas
terhadap sosiologi Indonesia, terutama pengaruh Comte dan Durkheim, Weber, Karl Marx dan
Simmel. Pengaruh Sosiolog Amerika belum nampak pada masa awal. Baru pada pertengahan tahun
1950-an Indonesia mulai mengirim mahasiswa mereka belajar ke Amerika jauh lebih banyak daripada
ke Eropa. Tercatat antara lain, Selo Soemardjan, Mely G. Tan, Harsya Bachtiar, dan Umar Kayam.
Sejak itu pengaruh sosiologi Amerika lebih bergema dan bukubuku karangan sosiolog Amerika
memasuki perpustakaan di Indonesia. Mahasiswa mulai mengenal Malinowski, Parsons, Merton,
Coser, Jonathan Turner dan banyak yang lain lagi. Perkembangan sosiologi di Indonesia memasuki
masamasa yang lebih bergairah.

Anda mungkin juga menyukai