Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH SOSIOLOGI KLASIK DAN MODEREN

Sejak Auguste Comte, teori-teori sosiologi terus berkembang dan mengalami berbagai
perubahan penting sejalan dengan usaha terus menerus dari para ahli teori sosiologi untuk
mengkontruksikan berbagai model kenyataan sosial dengan perspektif ilmiah. Bila pada
awal perkembangannya sosiologi didominasi oleh para aliran-aliran teori alternatif.
Pergeseran ini mencerminkan pertumbuhan sosiologi serta perlembagaannya sebagai suatu
disiplin akademis yang diakui. Tetapi bagaimana kita memahami hakikat teorisosiologi itu
sendiri? Bagaimana cara mengembangkan dan cara menilainya? Buku ini menjelaskan
masalah tersebut dengan membahas teori-teori sosiologi mulai dari yang klasik hingga
aliran-aliran teori modern. Lima tokoh teori klasik yang dibahas disini ialah Auguste Comte,
Karl Marx, Emile Durkheim, Max Weber, dan Georg Simmel, disusul dengan pembahasan
terhadap lima aliran teori sosiologi modern yaitu internasionalisme simbol, teori pertukaran,
fungsionalisme, teori konflik, dan teori sistem terbuka. Dengan demikian buku ini
memberikan suatu pemahaman dasar mengenai para peletak dasar teori-teori klasik yang
penting dan aliran-aliran teori sosiologi modern masa kini. Buku ini telah digunakan sebagai
bacaaan wajib pada jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu-ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia. Tentu saja buku ini juga dapat menjadi pegangan yang bermanfaat bagi
mahasiswa dan dosen dari jurusan-jurusan lain yang berminat memperdalam pengetahuan
sosiologinya.

PERBEDAAN KE DUA TEORI YAITU :


konsep pemikiran sosiologi klasik adalh kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya
teori2 sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial sedangkan konsep
pemikiran sosiologi modern adalah lebih memusatkan analisanya pada aliran sosiologi
pergeseran dari para ahli teori sosiologi secara individual kedalam aliran sosiologi.
semoga dapat membantu dan maaf kalo ada salah.

TOKOH – TOKOH PENTING SOSIOLOGI KLASIK DAN MODEREN


1. Selo Soemardjan Lahir di Yogyakarta pada 23 Mei 1915, Selo Soemardjan dikenal
sebagai bapak sosiologi Indonesia. Latar belakang keilmuan yang dimiliki sebelum
studi sosiologi adalah pendidikan menegah atas untuk birokrat pada masa kolonial
yang dikenal dengan nama Mosvia. Selo Soemardjan kemudian melanjutkan studi
sosiologi di Universitas Cornell di Amerika Serikat dengan beasiswa dari pemerintah
Amerika. Kariernya sebagai sosiolog dibangun selama menjadi pengajar di
Universitas Indonesia. Pada 1994 menerima gelar ilmuwan utama sosiologi dari
pemerintah Indonesia. Pengaruh sosiologi Amerika yang Parsonian pada saat itu,
dibawa oleh Selo Soemardjan ke Indonesia melalui publikasi hasil risetnya berjudul
”Perubahan Sosial di Yogyakarta”. Perspektif fungsionalisme struktural dalam
melihat perubahan sosial mendominasi sosiologi pada awal masuknya disiplin
tersebut ke Indonesia. Selo Soemardjan banyak melakukan studi tentang perubahan
sosial, integrasi sosial, dan sistem pemerintahan di Indonesia. Adopsi teori
fungsionalisme Parsonian dalam analisisnya membantu pemerintah dalam agenda
pembangunan.
2. Pudjiwati Sayogjo Lahir di Kebumen pada 21 Mei 1926, Sayogjo dikenal sebagai ahli
sosiologi pedesaan di Indonesia. Latar belakang pendidikan Sayogjo adalah sarjana
pertanian. Sayogjo berkarier sebagai pakar sosiologi pedesaan dan ekonomi
pedesaan di Institut Pertanian Bogor yang dahulu merupakan fakultas pertanian
Universitas Indonesia di Bogor. Penelitian intensif yang dilakukan di pedesaan di
Cibodas menarik perhatiannya untuk mempelajari struktur sosial pedesaan dan
kaitannya dengan perubahan sosial. Sayogjo mengembangkan sosiologi terapan
berorientasi emansipatoris tentang masyarakat pedesaan. Kontribusi utama Sayogjo
pada perkembangan sosiologi Indonesia adalah pengenalan subdisiplin sosiologi
pedesaan di berbagai institusi perguruan tinggi. Sayogjo banyak mengkritik
perubahan sosial yang disebabkan oleh modernisasi di banyak pedesaan Jawa.
Menurutnya, proses modernisasi yang terjadi tidak sejalan dengan agenda
pembangunan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan sosial dan
ekonomi masyarakat desa. Modernisasi yang terjadi di pedesaan di Jawa tidak
disertai pembangunan kualitas masyarakat desa itu sendiri.
3. Mely Giok Tan Lahir di Jakarta pada 11 Juni 1930, Mely merupakan salah satu
sosiolog Indonesia generasi awal. Mely juga dikenal sebagai sinolog, ahli masalah
Cina. Studi tingkat sarjana diselesaikan di Fakultas Sastra Universitas Indonesia,
kemudian mendapat gelar master di Universitas Cornell, Amerika Serikat. Gelar
doktoral diperolehnya di Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat pada 1968.
Mely berkontribusi pada pengembangan ilmu sosial di Indonesia sebagai sekretaris
umum Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial pada 1975-1979.
Sebagai ahli masalah Cina, studi yang dialkukannya banyak mengkaji tentang
komunitas Cina di berbagai negara termasuk di Indonesia. Selain persoalan Cina,
Mely juga banyak melakukan kritik pada media yang mendiskreditkan peran
perempuan dalam masyarakat dan melihat perempuan sebagai objek seksual
semata. Minat utama pada kajian kelompok minoritas membawa nama Mely sebagai
salah satu tokoh sosiologi Indonesia yang memiliki komitmen pada cita-cita
emansipatoris.
4. Mochtar Naim Lahir di Jambi pada 25 Desember 1932, dikenal sebagai sosiolog dan
antropolog Indonesia. Selain itu, Mochtar juga merupakan ahli kebudayaan
Minangkabau. Pendidikan tingkat sarjananya dilakukan di Yogyakarta di tiga
universitas sekaligus, yakni Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Indonesia
dan PTAIN. Gelar master diperoleh di Universitas McGill, Kanada dan gelar doktoral
diperoleh di Universitas Singapura. Karir akademiknya dimulai di Universitas Andalas,
berlanjut sebagai staf pengajar di Universitas Hasnuddin, Makassar. Studi tentang
pola migrasi masyarakat Minangkabau melambungkan namanya sebagai sosiolog
dan ahli kebudayaan Minang yang mumpuni. Mochtar meneliti kebiasaan merantau
orang Minang dan menelurkan teori kebudayaan yang diistilahkan dengan ”Minang-
kiau”, kebiasaan merantau orang Minang ke seluruh dunia untuk berdagang. Pola
merantau orang minang dilihatnya mirip dengan pola merantau orang Cina. Mochtar
mengkategorisasikan budaya Minangkabau sebagai budaya yang bercirikan
sentrifugal. Mochtar merupakan salah satu tokoh sosiologi Indonesia yang juga ahli
budaya.
5. Soerjono Soekanto Lahir di Jakarta pada 30 Janiari 1942, Soerjono Soekanto dikenal
sebagai ahli sosiologi hukum. Latar belakang pendidikannya adalah sarjana hukum.
Soekanto melanjutkan studi tingkat master bidang sosiologi di Universitas California,
Berkeley, Amerika. Pendidikan doktoralnya diselesaikan di Fakultas Hukum,
Universitas Indonesia. Kariernya sebagai akademisi berkembang di Univesitas
Indonesia dengan gelar guru besar sosiologi hukum yang diperoleh pada 1983.
Kontribusi Soerjono Soekanto pada perkembangan sosiologi di Indonesia adalah
pengenalan sosiologi hukum sebagai subdisiplin sosiologi. Buku yang ditulisnya
berjudul ”Sosiologi Suatu Pengantar” juga menjadi rujukan utama kuliah pengantar
sosiologi di banyak unversitas di Indonesia. Soerjono Soekanto banyak menulis
masalah-masalah hukum dengan pendekatan sosiologis. Sebagai tokoh sosiologi
Indonesia, Soerjono Soekanto dikenal sebagai sosiolog hukum.
6. Arief Budiman Lahir di Jakarta pada 3 Januari 1941, Arief Budiman merupakan
seorang aktivis demonstran angkatan 66 yang juga kakak kandung Soe Hok Gie. Arief
pernah studi di College d’Europe, Belgia dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Gelar doktor di bidang sosiologi diraihnya di Universitas Harvard Amerika Serikat.
Kariernya luas, tidak hanya di ranah akademik tetapi juga aktif di ranah politik,
jurnalistik dan seni. Arief mendapat gelar guru besar bidang sosiologi dari Universitas
Melbourne, Australia, tempatnya mengajar. Arief Budiman mendeskripsikan dirinya
sebagai orang kiri yang menolak paradigma modernisasi dan pembangunanisme.
Kontribusinya pada sosiologi adalah gagasan- gagasannya tentang teori
ketergantungan. Studinya tentang pengalaman negara Amerika Latin, Chile yang
beralih dari demokrasi ke sosialisme berisi analisis khas intelektual kiri. Arief
Budiman banyak mengkritik setiap rezim penguasa. Praktik politik dari orde lama
sampai rezim pasca reformasi banyak menjadi sasaran kritiknya yang pedas.

Anda mungkin juga menyukai