Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ORIENTALISME DAN HERMENEUTIKA AL-QUR’AN

Tentang

ORIENTALIS YANG BERPANDANGAN OBYEKTIF DAN POSITIF


TERHADAP ISLAM
(Studi Pemikiran John Louis Esposito)

Disusun Oleh:

Arifal Dzunuren
NIM. 2220080018

Dosen Pembimbing:
Dr. Zaim Rais, M.A.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
2023 M/1445 H
2

A. Pendahuluan

Berbicara tentang orientalis –bentuk subjek dari aktifitas studi


orientalisme, bisa dipastikan kajian tersebut mencakup kepada tokoh-tokoh
intelektual yang secara kuantitas berada pada jumlah yang tidak sedikit.
Abdurrahman al-Badawi di dalam Mausu’ah al-Mustasyriqin misalnya,
menyebutkan tidak kurang dari 190 tokoh orientalis yang hidup dan berkarir
dalam rentang abad 13 hingga abad 20 M, walaupun secara statistik jumlah
tersebut lebih dominan berada dalam rentang abad 19 sampai 20 M –perlu diingat
bahwa literatur ini belum mencakup seluruh tokoh orientalis. 1 Hal ini dapat
dimaklumi mengingat tren penelitian ketimuran selalu berkembang dan marak
dilakukan oleh para peneliti Barat selama beberapa abad berikut dengan
penelitian yang telah atau belum sempat diterbitkan.

Melihat kuantitas tokoh dengan jumlah besar tersebut, dapat dipahami


terjadinya perbedaan pemikiran di kalangan para orientalis, termasuk ketika
objek penelitian orientalisme yang belakangan dominan mengerucut kepada
studi kawasan dan keagamaan Islam. Para orientalis dengan latar belakang dan
motivasi yang berbeda tersebut terpecah kepada golongan yang memandang
Islam secara negatif, dan golongan yang berlaku obyektif dan positif. Adanya
kecurigaan dan persepsi Barat terhadap Islam sebagai threat (ancaman)
disinyalir menjadi salah satu pemicu motivasi negatif yang dibawa oleh
orientalis.2

Menanggapi persoalan tersebut, ketika dunia Barat dipenuhi oleh persepsi


yang salah tentang Islam, merupakan hal yang positif dan sangat dibutuhkan bagi
lahirnya studi yang lebih mampu menawarkan sisi obyektifitas. Kajian yang lebih
1
Abdurrahman Al-Badawi, Mausu’ah al-Mustasyriqin, Versi Terjemahan Bahasa
Indonesia “Ensiklopedi Tokoh Orientalis” Oleh Amroeni Drajat, II (Yogyakarta: LKiS, 2012), h.
ix-xiv.
2
Edward Said dalam Orientalism bahkan ‘menggugat’ bahwa Barat bertanggung jawab
dalam memberikan persepsi keliru tentang dunia Islam. Yaitu terletak pada aspek identifikasi
kekurangan melalui prasangka masa lalu dan prasangka yang terdapat pada peliputan media
mengenai Islam. Lihat: Edward W. Said, Orientalisme, Terj. Achmad Fawaid (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010).
3

obyektif lahir dari pengkaji yang mengutamakan pengamatan langsung secara


komprehensif serta merujuk langsung pada doktrin Islam. Model kajian ini salah
satunya direpresentasikan oleh John Louis Esposito, seorang studier masalah
keislaman yang produktif dan bersemangat dalam upaya menjelaskan Islam
secara benar yang diiringi oleh konsen dalam pengkajian Islam. 3 Hal tersebut
akan dibahas di dalam tulisan ini meliputi riwayat hidup dan intelektual, serta
pandangan John Louis Esposito tentang Islam.

B. Biografi dan Karir Akademik John Louis Esposito

Sosok John Louis Esposito –berikutnya disingkat John L. Esposito atau


hanya Esposito- sekarang merupakan seorang Professor of Religion and
International Affairs; Guru Besar Agama dan Hubungan Internasional, serta
Professor of Islamic Studies; Guru Besar Studi Keislaman di Georgetown
University, Washington, DC. Beliau dikenal sebagai seorang pengamat Islam
terkemuka asal Amerika Serikat, serta sebagai salah seorang tokoh yang aktif
menyuarakan dialog antarumat beragama, terutama antara Islam dan Kristen.
Dalam jabatan struktural beliau merupakan Founding Director sekaligus Director
(dimulai tahun 2006) di Prince Alwaleed bin Talal Center for Muslim-Christian
Understanding di Walsh School of Foreign Service, Georgetown University.4
Melihat posisi Esposito secara struktural sangat cukup menggambarkan kiprah
beliau di bidang tersebut.

Di dunia Barat dan di kalangan Ilmuwan muslim, John L. Esposito


bukan nama yang asing. Azyumardi Azra memandang Esposito sebagai pakar
dari Barat yang obyektif dan empatik dalam melihat Islam dan muslim,
imbasnya Esposito sering menjadi sasaran kemarahan kalangan Barat yang
phobia terhadap Islam dan Muslim. Padahal, dengan pendekatan seperti itu,

3
Badarussyamsi, “Islam Di Mata Orientalisme Klasik Dan Orientalisme Kontemporer,”
TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin 15, No. 1 (Juni 6, 2016), h. 21.
4
“John L. Esposito - ACMCU,” accessed September 16, 2023,
https://acmcu.georgetown.edu/profile/john-esposito/.
4

Esposito tidak kehilangan kritisme terhadap Islam dan muslim, baik dalam
konteks negara muslim tertentu maupun dalam hubungan antara dunia Muslim
dan Barat.5

John L. Esposito dilahirkan pada 19 Mei 1940 di Brooklyn, New York,


dari pasangan John dan Mary (Marotta) Esposito, dibesarkan dalam agama
Katolik dari lingkungan keluarga Italia di Brooklyn, masa-masa sekolah Esposito
dihabiskan di Biara Katolik. Setelah menyelesaikan studi Bachelor dalam bidang
Philosophy di St. Anthony College Hudson, New Hamphire pada tahun 1963,
Esposito sempat bekerja sebagai guru sekolah menengah dan berprofesi sebagai
konsultan manajemen. Berselang tiga tahun, dan setelah pernikahannya dengan
Jeannette Paisker pada 1965,6 Esposito melanjutkan studi Master pada bidang
Theology di St. Jones University New York pada tahun 1966 M.

Ditengah studinya yang bersinggungan dengan bidang filsafat dan teologi,


Esposito tertarik untuk mengkaji hal yang berhubungan dengan dunia Arab,
seperti linguistik, budaya dan politik Arab. Berangkat dari ketertarikan ini,
Esposito memilih studi di sebuah intitusi kajian Timur Tengah; Midle East
Center for Arab Studies di Shemlan, Lebanon pada tahun 1971 sampai 1972 M.
Kemudian Esposito melanjutkan studi di Temple University, Philadelphia,
Pennsyilvania dan berhasil meraih gelar Ph.D pada tahun 1974. Dari sinilah
Esposito pertama kali bercengkrama dengan Islamic Studies. Namun demikian,
walaupun konsentrasi utama Esposito adalah kajian keislaman, studinya juga
mempelajari Comparative Religions secara minor, dengan fokus yang tidak
terlalu mendalam.7

5
Asep Saefullah, “Membangun Peradaban Dunia Yang Damai: Pentingnya Pembaharuan
Islam Dan ‘Kearifan’ Barat (Tinjauan Buku ‘Masa Depan Islam’ Karya John L. Esposito),”
Harmoni 11, No. 1 (March 31, 2012), h. 149-150.
6
“Esposito, John L(Ouis) 1940- | Encyclopedia.Com,” accessed September 16, 2023,
https://www.encyclopedia.com/arts/educational-magazines/esposito-john-louis-1940.
7
“John Esposito | Georgetown University - Academia.Edu,” accessed September 16,
2023, https://georgetown.academia.edu/JohnEsposito/CurriculumVitae, h. 1-2.
5

Karir akademik Esposito dimulai setelah menyelesaikan program Ph.D


di Temple University. Pada rentang tahun 1975-1984, Esposito memulai karir
sebagai Associate Professor di Department of Religious Studies, kemudian sah
menjabat sebagai Professor dalam jurusan yang sama pada 1984 di College of the
Holy Cross, Massachusetts. Karir Esposito di College the Holy Cross meningkat
dengan baik, setelah diangkat menjadi Professor, pada tahun 1987 sampai 1991,
beliau diangkat sebagai Direktur Pusat Studi Internasional (Center for
International Studies), setelah itu diangkat sebagai Loyola Professor of Middle
East Studies pada 1991 sampai 1995, kemudian diangkat menjadi Presiden
American Academy of Religion and Middle East Studies Association of North
America (MESA), dan beberapa jabatan profesional lainnya.

Memiliki rekam jejak yang baik sebagai akademisi di College of the Holy
Cross. Pada tahun 1993 Esposito bergabung dengan Georgetown University dan
menjabat sebagai guru besar pada bidang Agama, Hubungan Internasional, dan
Kajian Keislaman, sekaligus menjabat sebagai Dewan Pendiri (Founding
Director) pada 1993-2004, dan Direktur Prince Alwaleed bin Talal Center For
Muslim-Christian Understanding di Walsh School of Foreign Service (2006-
sekarang). Selain jabatan Guru Besar tetap di Holy Cross dan Georgetown
University, Esposito juga cukup aktif mengajar di Institusi lain, diantaranya
sebagai Visiting Professor of Asian Studies (Dosen tamu bidang Studi Asia) di
Oberlin College, Ohio, dan Adjunct Professor of Diplomacy (Dosen pembantu
bidang Diplomasi) di Tufts University, Massachusetts.8

Selain sebagai akademisi yang banyak berkiprah di dunia kampus dan


pergerakan akademik, Esposito juga merupakan sosok mengagumkan di bidang
karya tulis ilmiah. Esposito dikenal sebagai penulis yang produktif sekaligus
kritis, telah puluhan karya yang dilahirkan, baik dalam bentuk buku, artikel,
ataupun paper. Lebih dari 50 buku yang telah ditulis oleh Esposito, diantaranya:9

8
“John Esposito | Georgetown University - Academia.Edu.”, h. 1.
9
“John L. Esposito - ACMCU.”
6

1. Islam: The Straight Path (1988)


2. Islam and Politics (1991)
3. Islam, Gender, and Social Change (bersama Y. Haddad, 1998)
4. Unholy War: Terror in the Name of Islam (1999)
5. The Islamic Threat: Myth or Reality? (1999)
6. Women in Muslim Family Law (2001).
7. Modernizing Islam: Religion in the Public Sphere in the Middle East
and Europe (bersama F. Burgat, 2003)
8. Islam and Democracy and Makers of Contemporary Islam (bersama J.
Voll, 2006)
9. Who Speaks for Islam? What a Billion Muslims Really Think (bersama
Dalia Mogahed, 2007)
10. Islam and Secularism in the Middle East (bersama A. Tamimi, 2010)
11. The Future of Islam (2010)
12. What Everyone Needs to Know About Islam (2011)
13. Islamophobia and the Challenge of Pluralism in the 21st Century
(2011)
14. Political Islam: Revolution Radicalism or Reform?
15. World Religions Today and Religion and Globalization (bersama D.
Fasching & T. Lewis)
16. Geography of Religion: Where God Lives, Where Pilgrims Walk
(bersama S. Hitchcock)

Karya yang ditulis oleh Esposito, baik buku maupun artikel telah
diterjemahkan ke lebih dari 45 bahasa di dunia. Selain itu beliau juga merupakan
Editor in Chief (Pemimpin Redaksi)10 dari Oxford Islamic Studies Online dan
Editor Seri dari The Oxford Library of Islamic Studies. Sebagai pemimpin redaksi
Esposito mengepalai proyek karya The Oxford Encyclopedia of the Islamic World
(6 jilid), The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World (4 jilid), The

10
John L Esposito, “Muslim-Christian Relations in a Multi-Faith World,” n.d, h. 9-10.
7

Oxford History of Islam, The Oxford Dictionary of Islam, dan The Islamic World:
Past and Present (3 jilid).11 Melihat kiprah Esposito di bidang karya tulis ilmiah,
hal ini menjadi poin penting yang mengungkap urgensi dan posisi penelitian
Esposito sebagai referensi penting bagi para peneliti lainnya, baik dari kalangan
sarjana muslim ataupun peneliti Barat pada umumnya.

C. Argumentasi Pemikiran John Louis Esposito : Merespon Stereotipe


Barat Terhadap Muhammad dan Islam

Relasi antara Islam dan Barat dalam banyak studi digambarkan sebagai
hubungan yang rumit nan sulit, Edward Said menyatakan bahwa Islam dan Barat
hakikatnya menderita problem persepsi dalam hubungan saling memusuhi yang
berakar dalam sejarah. Persepsi Barat atas Islam, bahkan seperti juga persepsi
Islam atas Barat, terdistorsi prasangka dan stigma yang negatif.12 Dalam
pandangan lain, distorsi ini bermula dari respon Barat terhadap Islam
mendominasi peradaban dunia di abad pertengahan pada masa kejayaannya,
William Montgomery Watt menyatakan bahwa pembentukan gambaran buruk
mengenai Islam sebagian besar merupakan reaksi umat Kristen (Barat) yang
melihat peradaban umat Islam di Andalusia (Umayyah) sangat tinggi melampaui
capaian Barat pada saat itu.13

Islam telah menjadi suatu trauma bagi Eropa. Bagi kaum Kristen abad
pertengahan, Islam itu problematis, yang tidak saja menimbulkan problem
keagamaan, namun juga secara politis, kekuatan imperium Islam merupakan
tantangan serius bagi kaum Kristen. Hingga abad ke-XVII, kekhalifahan
Utsmaniyah dipandang oleh orang-orang Eropa senantiasa membahayakan
peradaban Kristen. Selain itu, dominasi ilmu dan pengetahuan selama delapan
abad jelas menunjukkan bahwa Islam juga menimbulkan problem intelektual.

11
“John L. Esposito - ACMCU.”
12
Said, Orientalisme, Terj. Achmad Fawaid, h. 39.
13
William Montgomery Watt, Islam Dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam Atas Eropa
Abad Pertengahan (Bandung: Mizan, 2002), h. 68-69.
8

Beragam literatur yang bernada negatif terhadap Islam juga memiliki kontribusi
besar terhadap rangkaian pembentukan stereotip Barat terhadap Islam.14

Persepsi Islam sebagai problem oleh Barat ini dipandang dan ditanggapi
serius oleh Esposito. Secara garis besar, apabila dilihat dari gagasan-gagasan
utama yang disampaikan oleh John L. Esposito ketika berbicara tentang Islam
melalui beberapa karya tulisnya, poin besar yang dibangun adalah argumentasi
yang tujuannya cenderung menepis sekaligus meluruskan pandangan Barat yang
secara konvensional menganggap Islam sebagai ancaman dan bahaya.

Beberapa karya terpenting yang memuat pemikiran Esposito terkait


pergumulan Islam dan Barat adalah The Islamic Threat: Myth or Reality, melalui
buku ini Esposito mengambil sikap yang berbeda dengan pakar keislaman di Barat
dalam melihat pergerakan Islam dan membantah teori para pakar Islam di Barat
yang menyatakan Islam sebagai ancaman baru yang gemar melancarkan teror,
kesan ini terus diriuhkan oleh para pakar dengan pandangan negatif dan
dilestarikan oleh media-media di Barat.15

Kesan obyektifitas kajian John L. Esposito terhadap Islam juga tampak


pada karya monumentalnya yang dari sisi historisitas merupakan karya terbitan
pertama Esposito tentang Islam, yaitu Islam: The Straight Path yang diterbitkan
pada 1988. Pemilihan kata The Straight Path (jalan yang lurus) di dalam judul
terasa tidak biasa mengingat Esposito bukanlah seorang muslim. Secara literal,
term The Straight Path merupakan padanan yang diyakini merujuk kepada istilah
al-Shirath al-Mustaqim yang tentunya bagi seorang muslim kalimat tersebut
merupakan lantunan yang menjadi rutinitas didengar; QS. Al-Fatihah: 6. Esposito
terlihat mengutip rangkaian ayat di dalam surah al-Fatihah secara sebelum lebih
lanjut mengkaji tentang Nabi Muhammad SAW dan al-Quran sebagai sosok dan

14
Moh. Salman Hamdani, “John Louis Esposito Tentang Dialog Peradaban Islam-Barat,”
Jurnal Komunika 7, No. 1 (June 2013), h. 12-13.
15
John L. Esposito, Ancaman Islam: Mitos Atau Realiti, Terj. Nor Azita Umar (Selangir:
MidModal Industries, 2004), h. 105.
9

materi fundamental di dalam Islam; ‘Muhammad and the Quran: Messenger and
Message’.
In the name of God, the Merciful and Compassionate: praise
belongs to God, the Lord of the Worlds, the Merciful, the Compassionate;
Master of the Day of Judgment, You do we worship and You do we call
on for help; guide us on the Straight Path, the path of those whom You
have blessed, not of those who earn your anger nor those who go astray.
(Quran 1:1-7)16

Arif Maftuhin –penerjemah Islam: The Straight Path ke dalam bahasa


Indonesia- menyatakan bahwa diksi yang dipilih sebagai judul menunjukkan
pilihan sudut pandang Esposito dalam menulis tentang Islam sebagai ideologi
positif.17 Ketika berbicara tentang Nabi Muhammad sebagai pembawa wahyu dan
sosok sentral dalam Islam, Esposito bersikiap ‘hormat’ dengan cara memilih
hadis, sunnah, atau tarikh –disebut secara generik dengan istilah muslim tradition
oleh Esposito— sebagai rujukan primer dibanding menggunakan hasil studi tokoh
Barat. Hal ini dapat dilihat ketika Esposito mengungkapkan rangkaian peristiwa
wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad di gua Hira,

Muslim tradition reports that Muhammad reacted to his "call" in


much the same way as the Hebrew prophets. He was both frightened and
reluctant. Frightened by the unknown—for surely he did not expect such
an experience. Reluctant, at first, because he feared he was possessed and
that others would dismiss his claims as inspired by spirits, or jinns.18

John L. Esposito tidak segan memuji Muhammad sebagai sosok yang


cerdas dan cakap, tidak hanya sebagai ‘manusia suci’ yang diutus Tuhan, tapi juga
sebagai pemimpin jenius yang mampu mengkonsolidasikan kemimpinan secara
diplomatik, tidak hanya bergantung kepada aksi militer/senjata yang sering
digambarkan. Sesuai tarikh al-mu’tabar, Esposito menyoroti sa;ah satu peristiwa
penting tentang perjanjian Hudaibiyah yang pada awalnya dinilai merugikan umat
16
Kutipan John L. Esposito di dalam ‘Islam: The Straight Path’. Lihat: John L. Esposito,
Islam - The Straight Path, Third Edition (New York: Oxford University Press, 1998), h. 1.
17
John L. Esposito, Islam: The Straight Path, Terjemahan Versi Bahasa Indonesia
“Islam Warna Warni Ragam Ekspresi Menuju Jalan Lurus (al-Shirath al-Mustaqim)”, Terj. Arif
Maftuhin (Jakarta: Paramadina, 2004), h. vii.
18
Esposito, Islam - The Straight Path, h. 7.
10

Islam, justru menjadi titik balik Muhammad beserta pengikutnya menamatkan


rangkaian perlawanan kaum Quraisy di Mekah dan secara bertahap
membentangkan pengaruh di Hijaz dan wilayah cakupannya,

The final phase in the struggle between Medina and Mecca


highlights the method and political genius of Muhammad. He employed
both military and diplomatic means, often preferring the latter. Instead of
seeking to rout his Meccan opponents, Muhammad sought to gain
submission to God and His messenger by incorporating them within the
Islamic community-state. A truce was struck in 628 at Hudaybiyah to
permit the Muslims to make their pilgrimage to Mecca the following year.
In 629, Muhammad established Muslim control over the Hijaz and led the
pilgrimage to Mecca, as had been scheduled. Then in 630, Muhammad
accused the Quraysh of breaking the treaty, and the Muslims marched on
Mecca, ten thousand strong. The Meccans capitulated. Eschewing
vengeance and the plunder of conquest, the Prophet instead accepted a
settlement, granting amnesty rather than wielding the sword toward his
former enemies. For their part, the Meccans converted to Islam, accepted
Muhammad's leadership, and were incorporated within the umma.19

Studi yang dibahas Esposito melalui buku ini bertujuan membawa


pembaca kepada sudut pandang berbeda, terutama terhadap masyarakat Barat
yang secara mayoritas masih memiliki pandangan buruk terhadap Islam, salah
satu pandangan yang disoroti adalah isu poligami yang sering dihembuskan Barat
sebagai salah satu ‘celah’ ‘korup’-nya Muhammad sebagai sosok yang diklaim
sebagai pemimpin agama,

In addressing the issue of Muhammad's polygynous marriages, it is


important to remember several points. First, Semitic culture in general and
Arab practice in particular permitted polygyny. It was common practice in
Arabian society, especially among nobles and leaders. Though less
common, polygyny was also permitted in biblical and even in postbiblical
Judaism. From Abraham, David, and Solomon down to the reformation
period, polygyny was practiced by some Jews. While Jewish law changed
after the Middle Ages due to the influence of Christian rule, for Jews
under Islamic rule, polygyny remained licit, though it was not extensively
practiced. Second, during the prime of his life, Muhammad remained
married to one woman, Khadija. Third, it was only after her death that he

19
Esposito, h. 10.
11

took a number of wives. Fourth, Muhammad's use of the special


dispensation from God to exceed the limit of four wives imposed by the
Quran, occurred only after the death of Khadija. Fifth, as We shall see
later, Muhammad's teachings and actions, as well as the Quranic message,
improved the status of all women—wives, daughters, mothers, widows,
and orphans.20

Ada lima poin argumentasi yang diungkapkan oleh Esposito yang terkesan
mengklarifikasi poligami Nabi Muhammad SAW:

1. Terkait budaya Semit pada umumnya, dan praktik Arab pada khususnya
yang mengizinkan poligami. Beristri lebih dari satu adalah hal yang
lumrah di masyarakat Arab, terutama di kalangan bangsawan dan
pemimpin. Tradisi ini juga terdapat dalam Alkitab dan bahkan pasca-
Alkitab agama Yahudi.
2. Pernikahan Muhammad tidak selalu secara poligami, bahkan di masa
primanya Muhammad hanya beristri satu, Khadijah, dan itu berlangsung
cukup lama.
3. Poligami dilakukan Muhammad hanya setelah kematian Khadijah.
4. Dispensasi khusus dari Tuhan untuk melebihi batas empat istri yang
diberlakukan oleh al-Qur’an, hanya terjadi setelah kematian Khadijah.
5. Poligami yang dilakukan Nabi memiliki tujuan jangka panjang, melalui
hal ini dan pesan al-Quran, para wanita yang dinikahi Nabi yang mayoritas
adalah janda terangkat statusnya, dan berdampak kepada semua
perempuan; istri, anak perempuan, ibu, janda, dan anak yatim piatu.

Selain itu, Esposito mengungkapkan ada motif atau tujuan yang bersifat
urgen dibalik poligami yang dilakukan Muhammad SAW, motif sosial dan politik
adalah dua alasan fundamental yang menjadi alasan utama Nabi menikahi istri-
istrinya.

Moreover, most of the eleven marriages had political and social


motives. As was customary for Arab chiefs, many were political marriages
to cement alliances. Others were marriages to the widows of his
companions who had fallen in combat and were in need of protection.
20
Esposito, h. 16-17.
12

Remarriage was difficult in a society that emphasized virgin marriages.


Aisha was the only virgin that Muhammad married and the wife with
whom he had the closest relationship.21

Esposito membawa pandangan pada sisi Islam secara eksistensial,


berdasarkan kepada keraguan dan pertanyaan tentang hakikat Islam, struktur
keimanan seorang muslim, aspek daya tarik yang menyebabkan ketersebaran
Islam ke penjuru dunia, dan aspek dasar lainnya. Menurut Esposito hal tersebut
sangat diperlukan, karena faktanya Muslim telah menjadi bagian besar dari
mosaik masyarakat Barat, bukan lagi imigran yang dianggap asing, dengan
demikian Esposito bertujuan memberikan pengetahuan yang diperlukan tentang
Islam sebagai prasyarat jalan menuju toleransi beragama.22

Namun perlu digaris bawahi, bahwa Esposito adalah seorang pengkaji


dengan motivasi ilmiah, obyektifitas kajian Esposito pada dasarnya bukan
tindakan preventif terhadap Islam, sebagai aktifis moderat kajian yang ditulis pada
dasarnya adalah sarana pencerahan kepada masyarakat Barat yang masih banyak
terkurung ke dalam stigma kuno yang menganggap Islam sebagai bahaya.

Ketika menjelaskan kekeliruan Barat dalam memandang fenomena


pergerakan di Timur, John L. Esposito mengutarakan adanya beberapa
misperceptions Barat atas Islam dewasa ini. Pertama, Islam seringkali dipandang
sebagai kejahatan yang diperlukan, secara politik dan sosial anti-Barat (Islam)
adalah reaksioner. Kedua, kebingungan para pengamat Barat dalam menilai
hubungan Islam dan masyarakat. Ketiga, perhatian Amerika atas kejadian-
kejadian dramatis di Timur Tengah telah membutakan orang-orang Amerika
terhadap keanekaragaman pendekatan dimana masyarakat memiliki kemampuan
menentukan peranan Islam dalam masyarakat.23

21
Esposito.
22
Esposito, h. 2-4.
23
John L. Esposito, Islam in Asia, Religion, Politic and Society (New York: Oxford
University Press, 1987), h. ii.
13

Kehadiran John L. Esposito bisa disebut sebagai salah satu bentuk


kegerahan para sarjana Barat atas persepsi-persepsi Barat, atau mungkin juga
karena bayaknya stereotip yang terus-menerus diklaimkan atas Islam. Semua ini
tentu akan memancing para sarjana Barat untuk meneliti dengan kredibilitas
tinggi, sebagai pembuktian atas isu yang selama ini didengar tentang Islam.
Esposito kiranya telah memberikan nuansa segar di tengah-tengah maraknya
persepsi lama Barat atas Islam.

D. Dialog Dua Peradaban: Posisi Pemikiran John Louis Esposito Sebagai


Jembatan antara Islam dan Barat

Kecenderungan Barat dalam memandang Islam sebagai gerakan


fundamentalis-militan serta anti-Barat memunculkan antisipasi-antisipasi yang
dilakukan oleh Barat untuk membendung pergerakan yang berkembang dalam
Islam. Di lain pihak gerakan-gerakan Islam memandang Barat sebagai kekuasaan
yang berlaku konstituen melahirkan perseteruan yang diprediksi tidak kunjung
habis. Hal ini disinyalir oleh Samuel Hutington sebagai benturan peradaban antara
kubu Timur yang didominasi Islam, dan Barat yang didominasi Kristen.24

Pada wilayah ini, posisi Esposito merupakan juru bicara antar Islam dan
Barat untuk bekerjasama dan tidak tenggelam dalam konflik peradaban seperti
yang diprediksikan Hutington. Poin penting perjumpaan Islam dan Barat harus
dimaknai sebagai membangun dialog peradaban, bukan konfrontasi antar kubu.
Oleh sebab itu muncul kritikan Esposito terhadap Huntington tentang benturan
peradaban dengan perspektif histori sebagai sumber konflik. –Sebagaimana telah
dimunculkan dalam penjelasan sebelumnya- Esposito menilai bahwa penyebab
utama benturan antara Barat dan Islam adalah langgengnya missinternceptions,
budaya stereotipe yang mengakar di masing-masing pihak kepada pihak lain, dan
ketakutan berlebihan Barat terhadap Islam.

24
Hamdani, “John Louis Esposito Tentang Dialog Peradaban Islam-Barat.”, h. 2-3.
14

Di dalam persepsi Barat, hampir seluruh gerakan Islam diintegralkan pada


kesimpulan yang berdasarkan pada stereotipe atau stigma Islam tradisional
daripada berlandaskan kepada penelitian komprehensif yang mengacu kepada data
empiris. Dalam pandangan Esposito terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan
stigma ini muncul, diantaranya:25

1. Minimnya kuantitas dan kualitas pakar dalam studi yang terkait dengan
Middle-East (Timur Tengah); secara umum, dan kurangnya pakar di bidang
Islamic Studies (Studi Keislaman); secara khusus.
2. Prasangka akademis sekuler yang masih mengakar di kalangan akademisi dan
pakar dari Barat, serta objek kajiannnya hanya terbatas pada dimensi Islam di
dalam komunitas/masyarakat muslim, konklusi studi yang cenderung bersifat
generalisasi terbuka lebar, sehingga memiliki potensi unbalance dalam kajian
yang dilakukan.
3. Para pakar yang mengkaji Islam cenderung dididik dalam bingkai histori
sejarah masa lalu, sehingga garapan studinya terkurung dalam kajian masa lalu
yang telah lampau, potensi menyentuh permasalahan kontemporer menjadi
minim.
4. Mayoritas para ahli memiliki keterbatasan dalam pendidikan, perhatian, dan
keseriusan terhadap studi yang ditempuh, bahkan kontak penelitian kurang
mengarah langsung kepada objek, serta dalam pengalaman studi sedikit
berinteraksi dengan para aktifis dan gerakan Islam.
Namun demikian, Esposito menganggap bahwa masa depan Islam dan
hubungan Islam-Barat tetap merupakan isu penting dalam politik dan keagamaan
pada abad kedua puluh satu. Pasca tragedi 9/11 sikap saling memahami dan
menghargai keyakinan dan nilai-nilai yang dipegang menjadi sangat kritis, tidak
hanya dalam hubungan multi-iman, tetapi juga dalam politik internasional dan
world security. Islam dan Kristen adalah agama terbesar dan tercepat
pertumbuhannya di dunia.

25
Esposito, Ancaman Islam: Mitos Atau Realiti, Terj. Nor Azita Umar, h. 238.
15

Kehadiran John L. Esposito bisa disebut sebagai salah satu bentuk


kegerahan para sarjana Barat atas persepsi-persepsi Barat, atau mungkin juga
karena terus berkembang dan maraknya stereotip yang selalu ditujukan kepada
Islam. Hal ini tentu akan menarik perhatian para sarjana Barat untuk meneliti
dengan kredibilitas tinggi, sebagai pembuktian atas isu yang selama ini didengar
tentang Islam. Esposito kiranya telah memberikan nuansa segar di tengah-tengah
maraknya persepsi lama Barat atas Islam.

E. Kesimpulan

Di dalam catatan sejarah, menurut klaim studi banyak peneliti Islam dan
Barat hakikatnya menderita problem persepsi dalam hubungan saling memusuhi
yang berakar dalam perkembangannya. Catatan stereotipe dan stigma negatif
muncul di kedua belah pihak. Persepsi Barat atas Islam, bahkan seperti juga
persepsi Islam atas Barat, terdistorsi prasangka dan stigma yang negatif. Tetapi
dalam skema lain, distorsi ini bermula dari respon Barat terhadap Islam ketika
mendominasi peradaban di abad pertengahan pada masa kejayaannya,
pembentukan gambaran buruk mengenai Islam sebagian besar merupakan reaksi
umat Kristen (Barat) yang melihat peradaban umat Islam di Andalusia (Umayyah)
sangat tinggi melampaui capaian Barat pada saat itu.
John L. Esposito mengutarakan adanya beberapa misperceptions Barat
atas Islam dewasa ini. Kecenderungan Barat dalam memandang Islam sebagai
gerakan fundamentalis-militan serta anti-Barat memunculkan antisipasi-antisipasi
yang dilakukan oleh Barat untuk membendung pergerakan yang berkembang
dalam Islam. Di lain pihak gerakan-gerakan Islam memandang Barat sebagai
kekuasaan yang berlaku konstituen melahirkan perseteruan yang diprediksi tidak
kunjung habis. Dalam pandangan Esposito terdapat beberapa faktor yang
mengakibatkan stigma ini muncul, yaitu 1) Minimnya kuantitas dan kualitas pakar
dalam studi Timur Tengah dan pakar di bidang Islamic Studies, 2) Prasangka
akademis sekuler yang masih mengakar di kalangan akademisi dan pakar dari
Barat, 3) Para pakar terkurung dalam bingkai histori sejarah masa lalu, yang
16

berimbas kepada minimnya sentuhan kepada studi kontemporer, dan 4)


keterbatasan dalam pendidikan, perhatian, dan keseriusan terhadap studi yang
ditempuh, kurangnya interaksi dengan para aktifis dan gerakan Islam.
17

DAFTAR PUSTAKA

Al-Badawi, Abdurrahman. Mausu’ah al-Mustasyriqin, Versi Terjemahan Bahasa


Indonesia “Ensiklopedi Tokoh Orientalis” Oleh Amroeni Drajat. II.
Yogyakarta: LKiS, 2012.
Badarussyamsi, Badarussyamsi. “ISLAM DI MATA ORIENTALISME KLASIK
DAN ORIENTALISME KONTEMPORER.” TAJDID: Jurnal Ilmu
Ushuluddin 15, no. 1 (June 6, 2016): 17–40.
https://doi.org/10.30631/tjd.v15i1.6.
Esposito, John L. Ancaman Islam: Mitos Atau Realiti, Terj. Nor Azita Umar.
Selangir: MidModal Industries, 2004.
———. Islam - The Straight Path. Third Edition. New York: Oxford University
Press, 1998.
———. Islam in Asia, Religion, Politic and Society. New York: Oxford
University Press, 1987.
———. Islam: The Straight Path, Terjemahan Versi Bahasa Indonesia “Islam
Warna Warni Ragam Ekspresi Menuju Jalan Lurus (al-Shirath al-
Mustaqim)”, Terj. Arif Maftuhin. Jakarta: Paramadina, 2004.
Esposito, John L. “Muslim-Christian Relations in a Multi-Faith World,” n.d.
“Esposito, John L(Ouis) 1940- | Encyclopedia.Com.” Accessed September 21,
2023. https://www.encyclopedia.com/arts/educational-magazines/esposito-
john-louis-1940.
Hamdani, Moh. Salman. “JOHN LOUIS ESPOSITO TENTANG DIALOG
PERADABAN ISLAM-BARAT.” Jurnal Komunika 7, no. 1 (June 2013).
“John Esposito | Georgetown University - Academia.Edu.” Accessed September
21, 2023.
https://georgetown.academia.edu/JohnEsposito/CurriculumVitae.
“John L. Esposito - ACMCU.” Accessed September 20, 2023.
https://acmcu.georgetown.edu/profile/john-esposito/.
18

Saefullah, Asep. “MEMBANGUN PERADABAN DUNIA YANG DAMAI:


PENTINGNYA PEMBAHARUAN ISLAM DAN ‘KEARIFAN’ BARAT
(Tinjauan Buku ‘Masa Depan Islam’ Karya John L. Esposito).” Harmoni
11, no. 1 (March 31, 2012): 147–54.
https://doi.org/10.32488/harmoni.v11i1.238.
Said, Edward W. Orientalisme, Terj. Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010.
Watt, William Montgomery. Islam Dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam Atas
Eropa Abad Pertengahan. Bandung: Mizan, 2002.

Anda mungkin juga menyukai