Anda di halaman 1dari 5

REVIEW BUKU:

ISLAM SEBAGAI ILMU

(EPISTEMOLOGI, METODOLOGI, DAN ETIKA)

Zaimatuz Zakiyah
Magister Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Pendahuluan

Pada paruh kedua abad ke-20, hubungan antara Islam dan ilmu modern telah
memasuki babak barunya. Diskursus antara keduanya tidak lagi hanya berkaitan antara Islam
dan ilmu, melainkan menyangkut keseluruhan pengetahuan modern lengkap dengan
metodologis dan dasar-dasar pengambilan keputusan yang membentuknya. Hal ini
berimplikasi kepada perubahan secara mendasar kepada pandangan-dunia Islam. Berbagai
gagasan dari para intelektual muslim pun mulai diusung, seperti pemikiran Naquib al-Attas
dan Isma’il Raji al-Faruqi yang dinamakan dengan “Islamisasi Pengetahuan”. Gagasan ini
merupakan upaya untuk mengembalikan ilmu pengetahuan pada asalnya, yaitu agama,
keimanan, dan tauhid.

Sikap pro dan kontra pun mengenai perlunya Islamisasi ilmu pengetahuan ini pun
mulai bermunculan termasuk dari Kuntowijoyo, seorang guru besar Ilmu Sejarah di salah
satu universitas ternama di Indonesia, yaitu Universitas Gajah Mada (UGM). Menurutnya,
gagasan Islamisasi pengetahuan cenderung bersifat reaktif dan bergerak dari konteks ke teks.
Sedangkan Kuntowijoyo tidak ingin terjebak dalam “euphoria respons” dan bergerak dari
teks menuju konteks. Oleh karena itu, ia mendorong akan perlunya ilmu sosial profetik yang
mengandung nilai dari cita-cita yang diinginkan oleh masyarakat karena di dalamnya terdapat
petunjuk ke arah mana perubahan itu dilakukan, untuk apa, dan oleh siapa.

Ada tiga karakteristik yang terdapat dalam ilmu sosial profetik, yaitu
humanisasi/emansipasi, liberasi, dan transendensi yang diarahkan agar masyarakat dapat
bergerak menuju cita-cita sosio-etiknya di masa depan. Ketiga ciri tersebut merupakan
turunan dari misi historis Islam yang terkandung dalam QS. Ali Imran ayat 110, yaitu:

1
َ‫وف َوتَ ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوتُؤْ ِمنُون‬ِ ‫اس تَأْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬ ْ ‫ُك ْنت ُ ْم َخي َْر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت ِللن‬
َ‫ب لَ َكانَ َخي ًْرا لَ ُه ْم ۗ ِم ْن ُه ُم ْال ُمؤْ ِمنُونَ َوأَ ْكثَ ُرهُ ُم ْالفَا ِسقُون‬
ِ ‫اَّلل ۗ َولَ ْو آ َمنَ أَ ْه ُل ْال ِكتَا‬ ِ َّ ‫ِب‬

“Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk


menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran (kejahatan) dan beriman
kepada Allah SWT”. (QS. Ali Imran: 110)

Oleh karena itu, penulis mencoba untuk mengulas buku karya Kuntowijoyo yang
berjudul “Islam Sebagai Ilmu”. Ulasan ini diharapkan mampu memberikan gambaran kepada
pembaca mengenai ikhtiar keilmuan yang dilakukan oleh Kuntowijoyo. Gagasannya
merupakan langkah pertama dan strategis ke arah pembangunan sekaligus gerakan sosio-
budaya sistem Islam yang Kaffah, modern, dan berkeadaban, sehingga rahmatan lil ‘alamin
dalam Islam tidak hanya dapat dirasakan oleh pemeluknya, akan tetapi non-Muslim pun turut
merasakannya. Kuntowijoyo menegaskan bahwa Islam tidak akan sanggup untuk
memecahkan permasalahan kebangsaan dan kemanusiaan, jika hanya dipahami sebagai
transendensi saja.

Pembahasan

Biografi Singkat Kuntowijoyo

Kuntowijoyo, seorang Dosen Jurusan Sejarah Fakultas Sastra (sekarang Fakultas


Ilmu Budaya) Universitas Gajah Mada (UGM) sejak tahun 1970 hingga akhir hidupnya
(2005), lahir di Bantul, 18 September 1943. Pada tahun 1969, ia menamatkan studi S1 di
jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Kebudayaan di UGM. Lalu, ia melanjutkan
pendidikannya di The University of Connectitut USA hingga tahun 1974. Gelar Ph.D Ilmu
Sejarah ia raih dari studinya hingga tahun 1990 di Columbia University dengan disertasi yang
berjudul “Social Change in An Agrarian Socienty: Madura 1850-1940”. Ia dikukuhkan
menjadi guru besar Ilmu Sejarah pada tahun 2001 dengan pidatonya yang berjudul
“Periodisasi Sejarah Kesadaran Keagamaan Umat Islam Indonesia: Mitos, Ideologi, Ilmu”.

Semasa hidupnya, Ia senantiasa mengemukakan ide-ide intelektualnya selaku


sejarawan. Disamping itu, ia juga memberikan perhatian yang amat besar terhadap kajian
keilmuan keislaman. Salah satu diantaranya adalah gagasan akan perlunya pengembangan
ilmu sosial profetik yang ia usulkan. Sejalan dengan itu, ia juga meneguhkan gagasannya ini

2
di bidang sastra melalui “maklumat sastra profetik”. Dari penjelasan ini, kita dapat
mengetahui bahwa Kuntowijoyo juga merupakan seorang penulis karya ilmiah akdemik,
pengarang novel dan sajak yang produktif. Selain itu, ia merupakan seorang pengamat
kebudayaan yang sangat cermat.

Kuntowijoyo telah menerbitkan beberapa karya baik di non fiksi maupun fiksi.
Setidaknya ada 14 buku no fiksi yang telah ia terbitkan, lima diantaranya, yaitu: (1)
Maklumat Sastra Profetik (2) Peran Borjuasi dalam Tranfrormasi Eropa (3) Raja, Priyayi, dan
Kawula (4) Metodologi Sejarah (5) Selamat Tinggal Mitos Selamat Datang Realitas. Adapun
karyanya yang berjudul “Suluk Awang-Uwung”, “Isyarat”, dan “Makrifat Daun, Daun
Makrifat” merupakan puisi-puisi ciptaannya. Ia juga menulis beberapa novel, diantaranya
adalah sebagai berikut: (1) Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari (2) Khotbah di Atas Bukit
(3) Dilarang Mencintai Bunga-Bunga.

Berkat produktivitasnya dalam menulis, ia telah mendapatkan banyak penghargaan


sebagai berikut (penulis hanya menuliskan 5 diantara 9 penghargaan): (1) Penghargaan
Sastra Indonesia (2) Penghargaan Penulisan Sastra (3) Penghargaan Kebudayaan ICMI (4)
ASEAN Award on Culture (5) Satya Lencana Kebudayaan RI. Sementara hadiah yang
pernah ia terima, yaitu: (1) Badan Pembina Teater Nasional Indonesia (2) Majalah Sasatra (3)
Dewan kesenian Jakarta untuk naskah drama “Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatmah, Barda,
dan Carta (4) Panitia Hari Buku Internasional (5) Dewan kesenian Jakarta untuk drama
“Topeng Kayu”, dan (6) Harian Kompas.

Identitas Buku

Gagasan Intelektual Kuntowijoyo dalam kajian keilmuan keislaman, khususnya yang


membahas tentang ilmu sosial profetik termaktub pula dalam karya non fiksinya yang
berjudul “Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika”. Setelah mengalami
proses penyeliaan naskah oleh Muhammad Yahya dan diatur covernya dan tata letaknya oleh
Hanif Rabbani dan Aye. Z Wafa, edisi pertama dari buku ini pin diterbitkan oleh Teraju,
sedangkan edisi kedua diterbitkan oleh Tiara Wacana yang merupakan anggota Ikatan
Penerbit Indonesia (IKAPI) pada Januari 2007 di Yogyakarta. Buku yang memiliki panjang
21 cm dan lebar 14,5 cm ini terdiri dari xii + 136 halaman dengan International Standard
Book Number (ISBN) 979-9340-60-8.

Sinopsis Buku

3
Dalam buku yang terdiri dari lima bab ini, Kuntowijoyo menuangkan hasil
pemikirannya tentang hubungan agama (Islam) dan ilmu. Ia berpendapat bahwa arah
intelektual Islam harusnya bergerak dari teks menuju konteks. Ikhtiar keilmuannya ini
berlandaskan kepada tiga hal, yaitu: (1) “Pengilmuan Islam”, yaitu proses keilmuan yang
bergerak dari teks al-Qur’an menuju konteks sosial dan ekologis manusia. (2) “Paradigma
Islam” sebagai hasil keilmuan, yaitu sebuah paradigma baru tentang ilmu-ilmu integralistik
yang merupakan hasil penyatuan agama dan ilmu, dan (3) “Islam sebagai Ilmu” merupakan
proses sekaligus hasil. Dengan tiga landasan ini, Kuntowijoyo mengajukan perlunya ilmu-
ilmu sosial profetik sebagai etika dalam pengembangan ilmu.
Bab I: “Pengilmuan Islam Menuju Paradigma Islam” memuat tiga hal, antara lain: (1)
Perlunya pengilmuan Islam (2) Alasan-alasan yang menyebabkan kita harus melihat realitas
melalui Islam, dan (3) Ilmu tidak hanya terdiri dari dua macam, yaitu qauliyah/ Theological
(ilmu-ilmu al-Qur’an yang berkenaan dengan hukum Tuhan) dan kauniyah/nomothtic (ilmu-
ilmu alam yang berkenaan dengan hukum alam) . Akan tetapi, ada faktor manusia yang
melengkapinya, yaitu ilmu nafsiyah/humaniora (ilmu-ilmu kemanusiaan yang berkenaan
dengan makan, nilai, dan kesadaran). Dengan ini, “pengilmuan Islam” diharapkan mampu
menjadi paradigman baru dalam jajaran ilmu.
Bab II berbicara mengenai “Epistemologi Paradigma Islam” yang bertujuan untuk
menemukan metode yang sesuai untuk menerapkan al-Qur’an dan Sunnah yang merujuk
pada gejala-gejala sosial Arab sejak lima belas abad yang lalu kepada konteks sosial masa
kini. Adapun Bab III memuat tentang “Metodologi Pengilmuan Islam” yang mencakup dua
metodologi, yaitu integralisasi dan Objektifikasi. Integralisasi adalah pengintegrasian
kekayaan keilmuan manusia dengan wahyu berupa petunjuk Allah dalam al-Quran serta
pelaksanaannya dalam Sunnah Nabi Muhammad SAW. Sementara objektifikasi berarti
menjadikan pengilmuan Islam sebagai rahmat untuk semua orang (rahmatan lil ‘alamin).
Pembahasan mengenai “Etika Paradigma Islam” ditemukan dlam Bab IV yang
membicarakan tentang empat hal, yakni (1) tujuan akhir Paradigma Islam, (2) keterlibatan
Paradigma Islam dalam sejarah, (3) “metodological objectivism”, dan (4) sikap Paradigma
Islam terhadap ilmu-ilmu sekular. Sementara Bab terakhir dari buku ini (Bab V) membahas
tentnag cara menyosialisasikan Paradigma Islam yang ditempuh melalui pendirian lembaga,
konferensi, dan penerbitan karya ilmiah serta mengkritisi sosial-budaya atas peradaban
modern. Dengan misi utamanya, yaitu melawan sekularisme sehingga Islam mampu
memimpin peradaban, dan menyelamatkan manusia dari belenggu dunia modern.

4
Kelebihan dan Kekurangan Buku

Setiap pembahasan dalam buku ini singkat dan padat, sehingga pembaca tidak
mengalami kebingungan karena terlalu banyak informasi yang diperoleh. Selain itu, buku ini
ditulis berdasarkan sistematika artikel, sehingga kajiannya sangat runtut dan sistematis.
Penulis pun tak lupa membubuhkan abstrak ke dalam setiap bab, sehingga pembaca
mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai bab yang akan dibacanya. Penulis juga
menggambarkan materi pokok dari buku ini dalam bentuk bagan dan tabel, sehingga mudah
dipahami pembaca. Istilah-istilah ilmiah yang terdapat di buku ini langsung diartikan penulis
ke bahasa yang mudah dipahami, bahkan penulis menuliskan maknanya dalam bahasa lain,
sehingga memperkaya wawasan dan perbendaharaan kosa kata pembaca. Namun,
kekurangannya adalah penulis tidak memaknai semua istilah tersebut secara bahasa, sehingga
pembaca pun diharuskan untuk mencari maknanya jika ingin tahu lebih dalam.

Simpulan

Berdasarkan ulasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa buku ini sangat sesuai
untuk digunakan sebagai sumber utama dalam melihat hubungan antara Islam dan ilmu
pengetahuan, baik yang menyangkut aspek dasar pengetahuan (epistemologi), cara
menginterpretasikan normativitas agama ke dalam ilmu teoritis (metodologi), maupun
hubungan antara Islam sebagai ilmu dan realitas sosial (etika). Gagasan Kuntowijoyo ini
telah menginspirasi cendekiawan muslim lainnya, salah satunya adalah Amin Abdullah,
seorang Guru Besar Filsafat Islam dan Studi Islam di UIN Sunan Kalijaga. Oleh karena itu,
pembaca yang ingin mempelajari pendekatan antroposentris maupun Interasi-Interkoneksi
yang digagas oleh Amin Abdullah disarankan untuk membaca buku ini dan menjadikannya
sebagai referensi.

Anda mungkin juga menyukai