PARADIGMA
Historiografi
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2022/2023
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inilah yang juga sering disebut sebagai tahap untuk mencari suatu kebenaran.
Suatu kerangka kefilsafatan yang komperhensif, koheren, sistemaatis dalam „melihat‟
segala sesuatu yang membawa arah pandang pada suatu kebijaksanaan. 2 Seorang
intelektual dituntut dalam menghasilkan suatu prodak-prodak pengetahuan yang dapat
ditimbang dalam mimbar akademik. Sehingga kebutuhan akan filsafat yang menjadi
„Ibu” ilmu, menjadi keharusan mengenal filsafat. Seseorang yang berilmu pengetahuan
jika tidak mengenal “Ibu”nya Ilmu, akan “Durhaka” dengan ilmu.
Zaman berganti ilmu juga berganti, begitu seterusnya seperti waktu yang terus
bergulir dan tak mungkin kembali. Situasi ini menuntut anak zaman (Ibn Zamanih)
dalam berkontektualisasi suatu era dengan “sanad-isasi” ilmu yang dipelajari supaya
mampu memahami dan bahkan membuat suatu prodak ilmu dengan kreatifitas berfikir.
1
Pithagoras sebagai tokoh yang pertama memperkenalkan filsafat dengan istilah Philosopia ‘the love of
wisdom’. Susanto, Filsafat Ilmu: suatu kajian dalam dimensi Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis,
(Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2019).
2
Louis Katsoff, Pengantar Filsafat.
BAB II Pembahasan
Sejarah Yunani Menurut Bertrand Russel (B. Russel, Sejarah Filsafat), diantara
semua sejarah, tak ada yang begitu mencengangkan atau begitu sulit diterangkan selain
lahirnya peradaban di Yunani secara mendadak. Memang banyak unsur peradaban yang
telah ada ribuan tahun di Mesir dan Mesopotamia. Namun unsur-unsur tertentu belum
utuh sampai kemudian bangsa Yunanilah yang menyempurnakannya. Mungkin yunani
yang bisa membentuk pandangan filsafat sebagai produk ilmu hingga dapat berfungsi
bagi kalayak manusia.5 Era Emas Yunani ini berlangsung sejak 6 SM sampai 6 M.
3
Abdul Karim, Sejarah Perkembangan Ilmu, Jurnal, Fikrah, Vol 4, 2014.
4
Ibnu Khaldun, Muqaddimah.
5
Menurut Katsoff, berfikir filsafat ialah suatu pandangan Dunia. Ibid.
Walhasil Yunani Melahirkan tokoh-tokoh ilmuan yang menjadi awal mula lahirnya ilmu
dan filsuf.
Era Pra-Yunani ini ada beberapa tokoh yang filsuf yang memandang asal usul
jagad raya dari alam. Thales(624-545 SM) yang menganggap bahwasannya asal usul
jagad raya berawal dari air, Anaximenes(588-524 SM) berpendapat asal usul jagad raya
dari udara. Cara pandang kosmologis mencirikan periode era klasik Yunani. Kemudian
muncul sosok “matematis” atau bapak bilangan dari yunani yaitu Phytagoras (580−500
SM), yang menemukan teori angka rumus-rumus bangun. Pendapat lain mengemukakan
tentang kebenaran berasal dari manusia yaitu Protagoras yang sudah bergeser dari cara
kosmosentris menuju Antrosentris. Ini yang menjadi cikal bakal ilmu humanism.6
Puncak Yunani kuno ada pada setelah itu yaitu era Socrates dan santri-santrinya.
Socrates merupakan guru yang tidak mau menerima upah, hingga banyak orang-orang
sofis mengkritiknya. Socrates beranggapan bahwasanya dikehidupan yang utama itu
bukan kekayaan atau suatu kehormatan melainkan kesehatan jiwa. Jiwa yang mula-mula
harus disehatkan untuk mencapai hal-hal lain diluar kehidupan. Pendapat ini membawa
cara pandang Socrates mengenai tujuan hidup semata-mata untuk mencari kebahagiaan
(eudaimonia) dalam makna Yunani ialah Kesempurnaan.7
Dua Santri Socrates yang memiliki peran besar dalam dunia filsafat bernam
Plato dan Aristoteles. Dua tokoh ini yang memiliki cara pandang sendiri-sendiri. Plato
memiliki karya fenomenalnya Republik (politea), dan sumbangsih terhadap filsafat
dengan gagasannya Ide, semua yang ada di dunia ini hasil refleksi atau pancaran dari
dunia Ide. Aristoteles sebagai santrinya Plato juga memiliki kontibusi. Berbeda dengan
pemikiran gurunya, Aristoteles meletakkan realitas sebagai penemuan ide, dan subatansi
suatu benda ialah realitas itu sendiri.8
2. Era Islam
Peradaban islam memiliki kontribusi yang sangat besar, ilmu pengetahuan juga
digarapnya menjadi teori-teori yang sampai sekarang masih digunakan. Mengenai
6
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu, (Bogor, IPB Press,2016)
7
Muliadi, Filsafat Umum, (Bandung, FAUS UIN Sunan Gunung Djati, 2020).
8
Ibid.
kedokteran ala Ibnu Sina, Al-Khawrizmi ilmu matematis Al-Jabar, bapak sosiologi
dunia Ibnu Khaldun dan masih banyak lagi. Era emas islam berada pada waktu eropa
mengalami era kegelapan (the Dark Age). Abdul karim memaparkan disaat orang-orang
eropa membincang mengenai agama, bangsa timur sudah sibuk menafsirkan besar-
besaran karya-karya filsuf Yunani dan ilmu temuan lapangan.
Symbol islam sebagai pondasi keilmuan ditunjukkan pada era Alexandria Mesir.
Menurut W. Montgomery Watt Alexandria Mesir yang dipengaruhi oleh ilmu filsafat
dan sains menjadi ruang pendidikan bagi islam yang akhirnya berpindah di Bagdhad.9
Ditunjukkan lagi dengan tokoh-tokoh berpengaruh lainnya, seperti Al-Ghozali, Ibn-
Rusd dan lain sebagainya. Jika kita memaknai dari sejarah yang dalam mungkin bisa
lihat apa yang terkandung dalam Sholawat Ibrahim.
3. Abad Pertengahan
Mas ini ditandai dengan tampilnya para teolog Gereja, yang menitik beratkan
kebenaran untuk tujuan Gereja.10Abad ini dianggap oleh bangs eropa sebagi abad
kegelapan. Ortodoksi Gereja yang memberi batasan terhadap orang-orang eropa
mengalami tidak berkembangnya ilmu pengetahuan. Era ini berfokus kepada Teosentris
yang berkiblat pada otoritas gereja, Tuhanlah yang mengatur segala perubahan alam
jagad raya ini.11
4. Era Modern
9
Abdul Karim sejarah perkembangan Ilmu. Jurnal.
10
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu.
11
Herlina, Lubis. Historiografi Barat. (Bandung, Satia Historika; 2008)
12
Abdul Chalik, Filsafat Ilmu Pendekatan Kajian Keislaman. (Yogjakarta, ARTI BUMI INTARAN, 2015).
13
Teori ini memiliki konsespsi berasal dari inderawi sebagai sumber mengetahui panas, cahaya, rasa,
suara. Dan konsepsi dari bawaan lahir, suatu gagasan atau konsepsi yang sudah dimiliki sejak lahir
modern dengan munculnya ilmu-ilmu sosial, humaniora, dan sampai pada perkembagan
teknologi industri
5. Nusantara/Jawa
Secara epistemoloki menurut Abdullah ada kesadaran panca inderawi atau Aku,
kesadaran Hening; manunggal cipto roso karso, kesadaran pribadi, dan kesadaran
pribadi. Sekilas mengenai kebudayaan Jawa atau Nusantara menjadi hal yang tidak bisa
terlewatkan, dengan segala karakteristik serta epistemology Jawa yang tinggi dan
dalam.16
seperti ide tentang Tuhan, jiwa, gerak dan keluasan. Muhammad Baqir Sadr, FALSAFATUNA, (Jakarta,
CV. MORIGRUB, 2022).
14
Ibid.
15
Abdullah Ciptoprawiro, Filsafat Jawa, (Jakarta Balai Pustaka, 1986)
16
ibid
B. Peta Paradigma
1. Positivisme
Aguste Comte tokoh awal sebagai pelopor aliran ini dengan pandangan semua
sesuai dengan hukum alam. Kemudian Emile Durkheim dengan fakta sosialnya
mengatakan suatu realitas sosial memiliki keterkaitan antara bahasa, sistem hukum,
sistem politik, pendidikan dan lain-lain.19 Menurut aliran ini ilmu pengetahuan harus
bisa diukur, diamati, diterapkan.
2. Post Positivisme
Kritik dari paradigm sebelumnya bahwa realitas tidak hanya berada diluar
subjek, tetapi subjek harus menjadi pelaku itu sendiri bukan di belakang layar. Dan
suatu ilmu pengetahuan harus melalui tahap verifikasi-verifikasi, begitu seterusnya
hingga dengan berbagai metode.
3. Konstruktiv
Paradigma ini menganut paham relaivitas, realitas sosial tidak bisa diukur
dengan cara pandang positivistik. Jika tujuan penemuan ilmu dalam positivisme adalah
untuk membuat generalisasi terhadap fenomena alam lainnya, maka konstruktivisme
lebih cenderung menciptakan ilmu yang diekspresikan dalam bentuk pola teori, jaringan
atau hubungan timbal balik sebagai hipotesis kerja, bersifat sementara, lokal dan
spesifik.
17
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu Kajian atas Dasar Ilmu, Paradigma dan teori ilmu pengetahuan,
(Yogjakarta, LESFI, 2019)
18
Khasanah
19
ibid
4. Kritik Teori (critical Theory)
5. Epistemology Islam
Abid Aljabiri dalam memetakan epistem islam ada tiga yaitu pertama Bayani,
otoritas teks nash dan hadist. kedua Burhani, relaitas/kontekstual dan ketiga Irfani,
metode kasf yang dimiliki oleh para salik atau orang-orang sufi.20
20
Abid Rahmanu, Kritik Nalar Qiyas Al-Jabiri, dari nalar qiyas bayani ken alar qiyas burhani, (Ponorgo,
STAIN PoPress, 2014)
Penutup
Kesimpulan
Perkembangan ilmu tidak lepas dari keadaan dimana suatu ilmu itu lahir.
Dengan segala komposisi manusia bsesrta kebudayaan yang ada, menciptakan suatu
tatanan sesuai pola dan corak karakteristik kehidupan.