INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
panggilan akrab Soedjatmoko-masi relevan hingga kini. Pemikiran Koko lahir dari
rahim dan khazanah Indonesia. Pemikiran dan perenungannya lahir dari keadaan
negerinya dan kemudian pada keadaan dunia. Berbagai bidang tak lewat dari
sentuhan dan pemikirannya, agama, sejarah, ekonomi, budaya dan ilmu pengetahuan
lainnya.
tembok besar yang angkuh dan terpisah dari masyarakat, pengajaran harus menjadi
bagian dari partisipasi dalam kehidupan dan perkembangan masyarakat. Pesan ini
Oleh karena itu, belajar dari Soedjatmoko adalah belajar tentang Indonesia
pada masa lalu, masa sekarang, dan masa mendatang. Pemikiran Soedjatmoko tidak
lepas dari latar belakang sosialnya. Selain menjadi anggota Partai Sosialis Indonesia,
ia sempat terlibat dalam kegiatan internasional seperti menjadi delegasi PBB, serta
mendapatkan gelar doctor honoris causa bidang hukum dari Cedar Cest College
Pennisylvania, dan pada tahun 1970 doktor untuk bidang humaniora dari Universitas
1
Rektor universitas PBB (1980-1987) ini terkenal dengan perhatiannya pada
tantangan besar masa kini, yaitu bagaimana meningkatkan martabat hidup 40%
rakyat Asia Tenggara dan Selatan yang merupakan lapisan paling miskin.
Pemikiran Koko di bidang ekonomi dan pembangunan pada waktu itu patut
hakikatnya ciri pokok usaha pembangunan bukan proyek-proyek bantuan luar negeri,
dan bukan investasi modal asing. Hakikat pembangunan ialah gerak majunya suatu
sistem sosial menghadapi tantangan-tantangan baru. Dan hal itu hanya mungkin jika
Lebih lanjur Koko berpesan bahwa yang kita perlukan adalah suatu pola
memperkuat kesanggupan berdiri di atas kaki sendiri. Berdiri di atas kaki sendiri
tidak mungkin dilakukan jika kita masih menggantungkan diri pada negara lain
Jika demikian halnya, maka ekonomi nasional kita sudah bergeser dari nilai-
pesan-pesan Soedjatmoko membuat kita berpikir ulang, bahwa kita perlu menata dan
2
1.2 Rumusan Masalah
yang dikaji dalam penulisan karya ilmiah kali ini adalah bagaimana peran
Tujuan yang hendak dicapai dalam karya ilmiah ini adalah, sebagai berikut :
3
BAB II
PEMBAHASAN
melanjutkan studi kedokterannya dalam spesialisasi bedah. Karena itulah Koko dapat
dengan fasih berbicara bahasa Belanda. Saat ia menginjak kelas 3 sekolah dasar,
Kemudian pada usia 14 tahun, Saleh, ayah Koko berkata ia akan menjamin
Karenanya Koko tidak menjalani sekolah lanjutan yang umum, melainkan sebuah
biasa-yang menawarkan program enam tahun dalam bidang seni dan sains, termasuk
4
Di sekolah ini, seorang guru bahasa dan sastra, Marie Fracken, yang
mengajar Sejarah Seni Eropa, mengenalkannya pada kebudayaan Eropa di luar aspek
kolonialisme yang melekat padanya. “Dia [Marie Fracken] membuat saya menyadari
bahwa ada Eropa lain; bahwa ada wujud lainnya dalam peradaban manusia
untuk itu. Bahkan ketika ia ditahan pada masa pendudukan Jepang, saya tetap
Koko lulus dari sekolah lanjutan ini tahun 1940, kemudian melanjutkan ke
sekolah kedokteran di Jakarta. Namun, pada 1943 saat Indonesia dikuasai Jepang,
Koko dikeluarkan dari sekolah dokter karena memberontak atas perintah seikerei
atau membungkuk hormat pada Kaisar Jepang. Koko juga ketahuan berhubungan
dekat dengan tokoh nonkooperasi, seperti Amir Syarifudin dan Sutan Sjahrir. Juga
ada peristiwa yang paling menentukan; Koko dan kedua temannya Subadio dan
Indonesia yang berkooperasi dengan Jepang. Koko dan kedua temannya menemui
Ayahnya saat itu bekerja sebagai dokter Sultan Solo. Saat itu di Solo, rumah-rumah
berakhir di pasar loak dan saya jadi bisa membaca. Dari sini saya berkenalan dengan
filsuf dan teolog Eropa seperti Kierkegaard, Karl Jaspers, serta filsuf dan
5
Selain Fracken, gurunya di masa sekolah, tentu sang ayahlah yang
filsafat, dan sains. Itu semua didapatnya meski sang ayah sebetulnya lebih akrab
dengan sufisme; corak religiusitas yang kerap dianut keluarga bangsawan Jawa yang
Sjahrir mengambil jalan diplomasi karena yakin bahwa Indonesia perlu pengakuan
berarti Indonesia sudah terbebas dari segala ancaman. Belanda kembali dengan
Sudarpo dan Sanjoto diminta perdana menteri Sjahrir menerbitkan Het Inzicht
(Insight) pada tahun 1946. Setahun kemudian, Koko dan temannya, menggunakan
Ia menganggap nama yang mengandung kata ‘ningrat’ itu terdengar feodal dan tidak
sesuai dengan semangat zaman saat Indonesia ingin merdeka dari segala bentuk
6
Littauer School of Public Administration, namun itu hanya berlangsung setahun.
Perpanjangan waktu dua bulan yang diberikan Harvard untuk menyusul ujian tengah
tiga bulan. Ia kemudian harus menyiapkan bagian politik di kedutaan, selain menjadi
perwakilan tetap Indonesia di PBB yang berkantor di New York. Saat itu dia
menyerah atas studinya karena tidak mungkin bolak-balik antara Washington, New
revolusinya telah menyusut, dan semakin banyak pegawai pada masa kolonial
merasakan situasi politik di sana. Perjalanan itu membawanya pada kesadaran bahwa
tidak ada satupun narasi atau ideologi dari Eropa menyediakan jawaban komplit
dirinya, bahwa ia bukanlah seorang sosialis kanan maupun kiri apalagi seorang
yang juga diterbitkan oleh grup yang sama dengan Siasat. Tahun 1954 ia mendirikan
7
resmi dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada 1955 dan tahun berikutnya
Pada 1956, Koko untuk pertama kalinya bertemu dengan Ratmini Subranti
Gandasubrata, seorang pelukis dan pengajar desain. Dua tahun kemudian saat Koko
berusia 36 tahun, mereka bertemu lagi dan memutuskan untuk menikah. Koko dan
Ratmini mempunyai 3 putri, yakni Kamala Chandrakirana, Isna Marifa, dan Galuh
Wandita.
dan Siasat, juga membubarkan Partai Sosialis Indonesia pada 1960. Semua ini
berhubungan dengan terlibatnya beberapa tokoh teras PSI dan beberapa orang
mengalihkan pertalian antara Soekarno dan PKI. Namun upayanya gagal, sehingga
pada 1961-1962 Koko menerima undangan Universitas Cornell untuk menjadi dosen
Pada 1962 saat Koko berada di Cornell, beberapa tokoh PSI dipenjara
termasuk Sutan Sjahrir yang sakit-sakitan dan izin Soekarno untuk mengobati Sjahrir
8
diri ke luar negeri. Koko kemudian pulang dan menemui perdana menteri saat itu,
kematian Sjahrir memberi dampak yang dalam bagi Soedjatmoko. Sjahrir, baginya
adalah guru, teman dan kawan seperjuangan. Dari situ, ia tidak lagi berkecimpung
Koko tahun 1966 menjadi wakil ketua delegasi Indonesia dan pada 1967 menjadi
Amerika Serikat. Ia juga berperan sebagai penasehat pribadi Adam Malik, Menteri
Luar Negeri Indonesia dari 1967-1977. Sekembalinya dari Amerika Serikat tahun
Wanhamkamnas dari 1973-1974. Pada 15 Januari 1974, saat Perdana Menteri Jepang
Beberapa tokoh PSI dituding berada di belakang peristiwa ini, termasuk Koko yang
Sejak saat itu, Koko kemudian terus aktif dalam berbagai lembaga think tank
dunia yang sudah dimulainya sejak awal Orde Baru. Ia memusatkan perhatiannya
kepada masalah-masalah negara dunia ketiga sehingga pada 1978 itu ia sebenarnya
menjadi calon Direktur Jenderal Unesco akan tetapi gagal. Setelah itu ia pulang
9
2.2 Sosok yang Pemikir
tinggi formal. Ia gagal menjadi dokter karena saat pendudukan Jepang ia bersikap
yang baru di Washington serta menjadi delegasi Indonesia untuk PBB di New York,
bahwa dirinya tidak ingin menjadi dokter. Ia akhirnya membaca banyak buku filsafat
yang didapatnya dari pasar loak di Solo, buku-buku yang dijarah massa dari orang-
Sejak itu Koko lebih terlibat pada ilmu yang memberinya wawasan tentang
Kemudian, setelah masa Orde Baru, Koko mengalihkan perhatiannya pada masalah
Koko tidak menciptakan sebuah sistem pemikiran, tidak juga ia menulis buku yang
utuh dalam sebuah disiplin ilmu tertentu. Ia bukan sejarawan, bukan sosiolog, bukan
filsuf maupun teolog, ia adalah semuanya. Banyak yang merujuknya sebagai pemikir
10
Tetapi keseriusannya ini sulit mendapat tandingan. Ia tak hanya menjadikan
tak sesuai semangat zaman saat itu. Mungkin ini salah satu sebab mengapa
seorang teladan laku atau dalam praksis hidup sejajar dengan cara pandang
Nietzsche terhadap Sokrates yang tak menulis sistem pemikiran, Goenawan melihat
pada Seminar Sejarah Nasional di Universitas Gadjah Mada. Saat itu, sedang gencar-
gencarnya Soekarno dan Muhammad Yamin yanng ingin membuat sejarah yang
lahir dari bingkai nasionalisme, sebuah versi yang sama sekali lain dari sejarah versi
kolonial. Soedjatmoko di sini mengambil sikap lain. Bagi Koko, sejarah haruslah
netral, tidak didasarkan pada xenophobia dan sikap defensif-agresif yang dihasilkan
“Ilmu sejarah sebagai salah satu disilplin ilmu pengetahuan bukannya seperti
seorang abdi dan tidak dapat menjadi abdi dari suatu ideologi, selama ia setia pada
sifatnya sebagai ilmu pengetahuan dan meskipun tak mau ideologi politik si ahli
penyelidikannya itu.”
Menurut Kahin, Koko kuatir bahwa sejarah Indonesia yang ditulis dengan
semangat nasionalisme yang berlebihan menampik sejarah yang sudah ditulis secara
11
Eropa sentris. Ia beranggapan bahwa itu akan membuat sejarah sulit dijatuhkan
tulisan termasuk tulisannya dalam karya klasik tentang sejarah Indonesia, yakni buku
Seperti dijelaskan pada bagian riwayat hidup, Koko merupakan salah seorang
tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI). Menurut pengakuannya, ada tiga orang yang
Hubungannya dengan Amir terjalin lebih dekat saat ia dan temannya Sudarpo
seorang sosialis yang condong pada komunisme. Di kemudian hari, Amir terlibat
12
Dengan Soekarno, Koko banyak berdiskusi tentang revolusi, mistisisme
Jawa, Marxisme, dan politik nasional serta internasional. Walaupun Koko sangat
Sutan Sjahrir, kemudian adalah mentor terpenting bagi Koko. Tak hanya
karena Sjahrir memimpin PSI, tapi juga menjadi kakak iparnya (Sjahrir menikahi
Siti Wahjunahatau Poppy, kakak sulung Koko). Bagi Sjahrir, seharusnya tak ada
pertentangan antara kaum revolusionis dan demokrat, seperti antara sosialis dengan
humanis. Itulah mengapa Soedjatmoko sebagai sosialis mengalir dari hulu Marxisme
masalah politik bukan sekedar kepentingan benar atau salah secara moral, melainkan
juga strategi. Pada kasus Soekarno misalnya, Koko mengancam Soekarno karena
Soekarno yakin Jepang akan memenangi Perang Pasifik, bagian dari Perang Dunia
kolaborasi Soekarno. Akan tetapi, setelah peristiwa itu tahun berlalu, Koko
merenung; kalau saja Soekarno tidak berkolaborasi dengan Jepang. Soekarno tidak
akan punya kesempatan leluasa berdialog dengan rakyat, membakar mereka dengan
rakyat untuk merdeka sebagai faktor karena Soekarno berkolaborasi dengan Jepang.
13
Dengan Sjahrir, Koko memahami bahwa jalan diplomasi setelah
kemerdekaan dideklarasikan adalah suatu keharusan, karena negara yang baru berdiri
selalu perlu dukungan internasional, terutama dari negara-negara Sekutu yang baru
saja menang perang. Dengan Sjahrir juga, Koko mengenang suatu peristiwa yang
membuatnya kecewa. Pada suatu hari di bulan November 1945, koresponden perang
Chi Minh, pemimpin Vietnam. Ho menyarankan agar Indonesia dan Vietnam sama-
menyimpan surat itu dan tidak berencana menanggapinya. Koko bertanya mengapa,
“Selama kita bisa mencegah Inggris membawa pasukan lebih banyak, kita
mengadakan perang. Mereka itu negara kecil, dan kalaupun mereka bisa
kita tetap akan menang. Tapi Vietnamnya Ho Chi Minh dihadapkan dengan
merupakan kekuatan militer besar. Juga gerakan nasional kita dipimpin oleh
lebih banyak musuh ketimbang kita. Ini berarti kita akan merdeka lebih cepat
dari Vietnam. Dan ketika kita sudah menjadi negara yang merdeka, kita dapat
menolong mereka dengan lebih efektif dibanding segala yang dapat kita
lakukan sekarang.”
14
Koko kecewa bukan main mendengar jawaban itu. Namun terbukti analisis
dan keputusan Sjahrir benar. Jangankan merdeka penuh, Vietnam bahkan masih
berperang sampai 20 tahun kemudian. Hanya saja ucapan Sjahrir bahwa Indonesia
dapat membantu Vietnam tidak terlaksana karena setelah Indonesia merdeka (secara
de facto), Sjahrir tidak lagi menjadi perdana menteri. Dari peristiwa-peristiwa itu.
Peristiwa ini adalah kudeta 30 September-1 Oktober. Ia menulis surat pada Kahin
tentang refleksinya atas peristiwa itu dan berkesimpulan bahwa tak ada gunanya ia
melawan arus utama atas apa yang telah terjadi. Kemudian, beberapa bulan setelah
serta kematiannya dengan jelas membawaku pada aspek tragis dari hidup,
terutama orang dalam politik. Ia adalah seorang manusia hebat, dan dimensi
kebesarannya sebagai laki-laki dan manusia. Bukan hanya sebuah ironi hidup
yang ia coba tegakkan, bahkan dengan harga bahwa kekuasaan yang ada
tetap berkuasa.”
15
Dari peristiwa G30S dan kematian Sjahrir, Koko mengalami titik balik. Ia
tidak lagi kritis dalam politik praktis, dan menjauhkan hidupnya sehingga lebih
terlibat pada masalah internasional. Pada masa Orde Baru, ia memilih aktivitas di
luar, baik sebagai delegasi PBB, duta besar, dan segenap kegiatan think tank
internasional lain. Koko berubah dari seorang politikus yang kritis menjadi seorang
pemikir sosial yang berjarak; yang lebih berpikir bagaimana mengentaskan masalah-
masalah negara dunia ketiga dan pada bagian Indonesia, memikirkan bagaimana
penting. Dengan kata lain, retorika politik dan persatuan saja tidak cukup; negara ini
perlu pembangunan. Jadi, dalam hal kenegaraan, Koko sudah meletakkan dasar yang
kelak dilakukan Orde Baru, yakni penekanan akan pembangunan. Tentu saja Koko
punya dasar kuat. Pada masa Soekarno, harga-harga bahan pokok menjulang tinggi.
Rakyat kelaparan tapi pemerintah tetap memberi angan-angan bahwa Indonesia ini
Soedjatmoko pada masa Orde Baru adalah dalam surat-surantnya yang dibukukan
Soeharto, dapat dilihat bahwa Koko juga mempelajari konstelasi politik Amerika
radikal. Juga soal perdebatan tentang Vietnam dan China di Amerika Serikat. Hal
16
memperoleh pembiayaan pembangunan melalui utang luar negeri yang saat itu
menganalisis dan melaporkan pada Soeharto soal tentangan kaum muda radikal di
Disana, desakan kaum muda New Left yang juga mempengaruhi kaum tengah dan
kanan berkumandang di mana-mana. Koko yang humanis pastilah tidak setuju atas
penahanan orang-orang politik atau eks-PKI dengan alasan yang lebih mendasar,
IGGI.
kreatif dari kebudayaan. “Pembangunan ekonomi ialah suatu proses perubahan yang
Sikap Koko ini paralel dengan perkembangan wacana di dunia saat semakin
manusia adalah teknologi madya; teknologi yang masih menggunnakan akal dan
17
tenaga manusia. Pada era 70-an itupun Soedjatmoko semakin menekankan
menyadari tidak adanya suatu narasi atau ideologi apapun yang dapat menjawab
semua persoalan bangsa Indonesia. Lalu ia sampai pada kesimpulan bahwa setiap
pandangan bahwa budaya Indonesia dapat berdiri sendiri, terisolasi dari budaya lain,
tidak mampu membuat bangsa ini berkembang. Ini dapat dilihat dari pendapat
bangsa pada zaman tertentu terjadi akibat pertemuan budaya-budaya yang tadinya
asing.
Seni dan agama juga berperan penting dalam kebudayaan manusia. Kritik
Koko lantas menanggapinya dengan menekankan pentingnya peran agama dan seni
18
2.7 Tentang Intelektual dan Pendidikan
negaranya pada arah pembangunan yang benar, bukan pada analisis politik, mana
partai yang akan menang atau hal-hal serupa itu. Baginya, peran cendekiawan juga
perkembangan dunia.
tinggi berorientasi pada masalah (problem oriented), yakni bagaimana cara atau
solusi menghadapi masalah yang sedang terjadi atau akan terjadi, yang cakupannya
hanya berjangka pendek. Jadi, fokus akademikus di perguruan tinggi berada pada
riset borongan atau problem oriented itu, bukan penelitian yang benar-benar
diprakarsai universitas. Seharusnya ini tidak terjadi. Ini pula yang dipikirkannya saat
berbagai negara ini diarahkan Koko menjadi lembaga riset. Namun bukan riset yang
universitas tidak akan bertambah baik. Soal fungsi, universitas menurut Soedjatmoko
harus mampu “lebih efektif daripada yang dibuktikannya selama ini, mengaitkan
studi ilmu manusia dan budaya kepada masalah-masalah moral baik yang ‘kecil’
atau mikro maupun yang besar atau makro, yaitu perihal tujuan-tujuan sosial dan
19
nasional, termasuk keadilan sosial, didalam konteks nasional, regional, dan global;
masyarakat yang lebih insani di dalam lingkungan yang juga di Dunia Ketiga
20
BAB III
PENUTUP
dikemukakan pada dasawarsa 1950-an itu tetap relevan dalam konteks kekinian. Hal
itu disebabkan karena usaha penulisan sejarah baik penulisan dengan mengambil
tema-tema baru atau penulisan ulang peristiwa sejarah terus dilakukan. Kajian
membuka sisi lain dari sejarah Orde Baru. Selain itu, terjadi peningkatan perhatian
terhadap istilah “daerah” ataupun “lokal” yang sering disertai dengan munculnya
pinggiran juga masih relevan. Kondisi itu menghasilkan wacana mengenai identitas
21
perbedaan dan saling memahami serta mencapai kehidupan bersama yang lebih baik.
22
DAFTAR PUSTAKA
23