Anda di halaman 1dari 14

Kesenjangan Kaya-Miskin Semakin Melebar

Evaluasi Kebijakan dan Pekerjaan Rumah


Capres 2024

Handi Risza
MINGGU 23 JULI 2023
Outline Pembahasan
❖ Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
❖ Pengentasan Kemiskinan
❖ Pengurangan Angka Pengangguran
❖ Ketimpangan (Gini ratio)
❖ Struktur Pelaku Ekonomi
❖ Ketimpangan Penguasaan Aset dan Tabungan
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pasca Covid 19
(2020 – 2023)

❖ Angka Kemiskinan
❖ Angka Pengangguran
❖ Gini Ratio
❖ Dunia Usaha
❖ Kepemilikan Lahan
❖ Jebakan Pertumbuhan
❖ Penutup
Harga Komoditas Unggulan Indonesia

❖ Saat ini Perekonomian Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap komoditas
non-migas, terutama: Kelapa Sawit, mineral dan batubara (minerba)
❖ Indonesia sedang menikmati windfall dari harga komoditas unggulan yang masih tinggi dalam
dua tahun terakhir.
Perkembangan Ekspor Komoditas Unggulan Indonesia

❖ Indonesia masih menikmati tingginya nilai ekspor komoditas unggulan energi dan pangan, walaupun tidak
setinggi sebelumnya.
❖ Kecenderungan menurunnya harga komoditas akan menjadi berakhirnya era harga komoditas tinggi hingga
akhir tahun 2023.
Dekomposisi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sesuai Fungsi Produksi

❖ TFP Indonesia pada 2022 mencapai -19 persen. TFP Cina 15 persen, Mongolia 23 persen, Hong Kong 47
persen, Malaysia 12 persen, dan Singapura 20 persen (Asia Productivity Organization APO 2022).
❖ kontribusi modal non-IT hingga 71 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Modal IT hanya 4 persen,
tenaga kerja berkualitas 29 persen dan kontribusi jam kerja 16 persen.
Growth Diagnostics: The Most Binding Constrain
❖ Pendekatan Growth Diagnostics ini pertama kali
diperkenalkan oleh tiga pakar ekonomi yaitu Ricardo
Hausmann, Dani Rodrik, dan AndrÈs Velasco melalui artikel
mereka berjudul “Growth Diagnostics”.
❖ Hasil diagnosis Kementerian PPN/Bappenas dengan
mengunakan kerangka Growth Diagnostics menemukan
dua the most binding constrain yang menghambat
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
▪ Regulasi yang tumpang-tindih dan relatif tertutup
▪ Rendahnya kualitas institusi, terutama pada praktik koordinasi
kebijakan
▪ Rendahnya ketersediaan tenaga kerja terampil, infrastruktur
yang belum sepenuhnya mampu membangun konektivitas.
▪ Rendahnya penerimaan perpajakan dan belanja negara.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
(September 2019-Maret 2023)

❖ Jumlah penduduk miskin pada maret 2014 mencapai 28,28 juta orang (11,25 persen). Jumlah Penduduk
Miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang (9,36%). Dalam 9 tahun pengurangan penduduk
miskin sebesar 2,38 juta orang atau 264 ribu setiap tahunnya atau hanya 0,21% setipa tahunnya.
Perkembangan Kondisi Kemiskinan dan Kemiskinan Ekstrem
(2014-2024)

❖ Total masyarakat yang masuk kategori kemiskinan ekstrem mencapai 2,04% atau sekitar 5,59 juta per
Maret 2022.
❖ Perhitungan angka kemiskinan ekstrem masih menggunakan angka Purchasing Power Parity (PPP) 2011
sebesar USD 1,9. Sedangkan negara berpenghasilan menengah ke bawah sudah menggunakan basis
ukuran US$ 3,2 PPP 2017 per hari.
Jumlah dan Tingkat Pengangguran
(Februari 2020 – Februari 2023)

❖ Proporsi penduduk yang bekerja pada kegiatan informal lebih besar dari sektor formal
❖ Perbandingannya sektor formal sebesar 39,88% sedangkan sektor informal sebesar 60,12%.
❖ Jumlah TPT tamatan SMK sebesar 9,60%. Produktivitas Tenaga Kerja didominasi oleh lulusan tingkat (SD)
ke bawah, sebanyak 39,76%.
Perkembangan Gini Ratio
(2019-2023)

❖ Tingkat ketimpangan yang ditunjukkan oleh Gini Rasio (GR) dalam 10 tahun tidak banyak mengalami
perubahan. GR pada September 2014 tercatat sebesar 0,414, sedangkan tahun 2023 GR sebesar 0,409.
❖ GR terus mengalami peningkatan Pasca Covid-19
Struktur Pelaku Ekonomi Indonesia
Ketimpangan Aset Ekonomi Indonesia

❖ 1 persen orang kaya di Indonesia menguasai 46,6% persen aset nasional (Credit Suisse, 2019)
❖ Harta total empat orang terkaya di Indonesia, yang tercatat sebesar 25 miliar dolar AS, setara
dengan gabungan kekayaan 100 juta orang termiskin (Oxfam, 2017)
Ketimpangan Kepemilikan Tabungan/Deposito di Indonesia

❖ Berdasarkan Laporan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) pada Mei 2020, dari total
313.131.511 rekening (giro, tabungan, deposit on call, deposito, dan sertifikat deposito)
terdapat total DPK Rp6.255 triliun.
❖ Sebanyak Rp2.940 triliun (47 persen dari total DPK) dengan tiering nominal simpanan
lebih besar dari Rp5 miliar hanya dimiliki 103.301 rekening (0,03 persen pemilik).
❖ Sebanyak Rp559 triliun (8,9 persen dari total DPK) dengan tiering nominal simpanan dari
Rp2-Rp5 miliar dimiliki dimiliki oleh 179.166 rekening (0,06 persen pemilik)
❖ Sebanyak Rp432 triliun (0,10 persen dari total DPK) dengan tiering nominal simpanan
dari Rp1 miliar-2 miliar dimiliki oleh 302.849 rekening (0,22 persen pemilik);
❖ Sebanyak Rp 495 triliun (7,9 persen dari total DPK) dengan tiering nominal simpanan
antara dari Rp500 juta-Rp1 miliar dimiliki oleh 685.764 rekening (0,22 persen pemilik).

Anda mungkin juga menyukai