Anda di halaman 1dari 7

FIRST AUTHOR LAST NAME et al., Indonesian Journal of Applied Mathematics, vol. x (xx), 20xx, pp.

x- x

Original Article

e-ISSN: 2774-2016 - https://journal.itera.ac.id/index.php/indojam/


p-ISSN: 2774-2067

Received 00th January 20xx


Accepted 00th Febuary 20xx
Solusi Perturbasi Multiple Scale untuk Persamaan
Published 00th March 20xx
Duffing Osilator
Open Access
Meysi Supmawatia, Nugraha Catur Septian Patraa, Reza Prayogia, Bayu
Prasetyoa, Gusrian Putra*a
a Program Studi Matematika, Jurusan Sains, Institut Teknologi Sumatera

* Koresponden E-mail: gusrian.putra@ma.itera.ac.id


Abstract: The duffing equation is a second-order nonlinear differential equation that describes an oscillator with a
cubic nonlinearity. The multiple scales method is one of the perturbation techniques used to determine an
approximation to the analytical solution of the perturbation problem.

Keywords: The duffing equation,The multiple scales method, Analytic, Numeric

Abstrak: Persamaan duffing merupakan persamaan diferensial tak linier orde dua yang menggambarkan osilator
dengan ketaklinieran berpangkat tiga. Metode multiple scales merupakan salah satu teknik perturbasi yang
digunakan untuk menentukan aproksimasi solusi analitik dari masalah perturbasi.

Kata Kunci: Persamaan duffing, Metode multiple scales, Analitik, Numerik

Pendahuluan 𝑑2 𝑥 ∗
+ 𝑓(𝑥 ∗ ) = 0 (1)
𝑑𝑡 ∗2
Persamaan diferensial dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok yaitu persamaan diferensial linear dan Fungsi 𝑓 adalah fungsi nonlinear dari 𝑥 ∗ ,
persamaan diferensial tak linear. Persamaan diferensial 𝑑2 𝑥 ∗
dimana 2 adalah percepatan dan 𝑓 (𝑥 ∗ ) adalah
tak linear khususnya yang mengandung suku-suku 𝑑𝑡 ∗
gaya pemulih (restoring force) [2].
gangguan (perturbasi) dapat diselesaikan dengan
menggunakan metode-metode perturbasi. Salah satu Terdapat beberapa metode untuk menyelesaikan
contoh dari persamaan diferensial tak linear adalah persamaan duffing, salah satunya yaitu metode
persamaan duffing. perturbasi (gangguan). Dalam buku [2] teknik
perturbasi memiliki beberapa metode, yaitu
Persamaan duffing merupakan persamaan
straightforward expansions, strained coordinates,
diferensial tak linier orde dua yang
asymptotic expansions, averaging, dan multiple scales.
menggambarkan osilator dengan ketaklinieran
Dalam paper [3] dibahas metode straightforward
berpangkat tiga. Persamaan duffing digunakan oleh
untuk membandingkan sifat konvergensi
banyak peneliti sebagai suatu pendekatan model
pseudential, untuk metode strained coordinates,
dalam banyak sistem fisik [1]. Persamaan duffing
paper [4] menggunakan metode tersebut untuk
terdapat osilasi bebas dari banyak sistem yang
membahas inward spherical solidification. Pada paper
memiliki derajat kebebasan diatur oleh persamaan
[5] metode asymptotic expansions digunakan untuk
dalam bentuk berikut
membandingkan solusi menggunakan asymptotic

Indonesian Journal of Applied Mathematics , vol. xx, no. xx (20xx) | 1

Copyright © 2022 – Indonesian Journal of Applied Mathematics.


Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International Licence. Any further distribution of
this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI. Published under licence by Indonesian Journal of Applied
Mathematics.
Author Name (up to 3 name)

Original Article

expansions dan numerik pada permasalahan Misalkan


perturbasi singular. Metode averaging dibahas 𝑢(𝑡; ɛ) = 𝑢̂(𝑡, ɛ𝑡, ɛ2 𝑡, … ; ɛ), (3)
dalam paper [6] untuk menyelesaikan persamaan
atau
duffing osilator pada aplikasi weak signal detection.
Metode multiple scale dibahas dalam paper [7] 𝑢(𝑡; ɛ) = 𝑢̂(𝑇0 , 𝑇1 , 𝑇2 , … ; ɛ), (4)
untuk menyelesaikan persamaan diferensial tak
dengan 𝑇𝑖 = 𝜀 𝑖 𝑡, 𝑖 = 1,2, … . Menggunakan aturan
linier system double shockbreaker.
rantai, turunan pertama dan kedua terhadap waktu 𝑡
Persamaan duffing ini menjadi sangat menarik adalah
untuk dikupas karena menyajikan solusi yang 𝑑 𝜕 ∂ ∂ (5)
= + ɛ + ɛ2 +⋯
bersifat periodik, yaitu solusi yang menampilkan 𝑑𝑡 𝜕𝑇0 ∂𝑇1 ∂𝑇2
suatu fenomena yang terjadi secara berulang. 𝑑2 𝜕2 ∂2 ∂2 𝜕2 (6)
= + 2ɛ + ɛ 2(2 + )+⋯
Pembahasan pada paper ini mengeksplorasi 𝑑𝑡 2 𝜕𝑇02 ∂𝑇0 ∂𝑇1 ∂𝑇0 ∂𝑇2 𝜕𝑇12
pembahasan dengan membandingkan solusi dari
Menggunakan persamaan (5) dan (6), persamaan (7)
persamaan duffing secara analitik menggunakan
menjadi
metode multiple scale dan secara numerik.
𝜕2𝑢 ∂2 𝑢 2
2 ∂2 𝜕2 (7)
Metode 2 + 2ɛ ∂𝑇 ∂𝑇 + ɛ ( ∂𝑇 ∂𝑇 + )+⋯ = 0
𝜕𝑇0 0 1 0 2 𝜕𝑇12
Dalam makalah ini terlebih dahulu disajikan Didapat solusinya sebagai berikut:
persamaan duffing oscillator pada pegas. Duffing
𝑢 = 𝑢0 (𝑇0 , 𝑇1 , 𝑇2 , … ) + ɛ𝑢1 (𝑇0 , 𝑇1 , 𝑇2 , … ) + ⋯ (8)
oscillator adalah persamaan tak linear yang
menggambarkan osilator dengan ketaklinearan Untuk memudahkan penulisan, maka dimisalkan 𝜕𝑛 =
𝜕 2 𝜕
pangkat tiga. Persamaan Duffing digunakan oleh dan 𝜕𝑛𝑚 = 𝜕𝑇 ( 𝜕𝑛2 untuk 𝑛 = 𝑚). Substitusikan
𝜕𝑇𝑛 𝑛 𝜕𝑇𝑚
banyak peneliti sebagai suatu pendekatan model persamaan (8) ke (9), didapat
banyak sistem fisik, persamaan ini memperlihatkan
𝜕02 𝑢0 + ɛ𝜕02 𝑢1 + 2ɛ𝜕01
2
𝑢0 + 𝑢0 + ɛ𝑢1 + ⋯ = 0 (9)
satu jangkauan sangat luas dari perilaku dalam sistem
dinamika tak linear. Salah satu aplikasi pada Ketika 𝑂(1) dan 𝑂(𝜀 ) maka pada persamaan (9)
persamaan duffing oscillator tersebut adalah weak signal berlaku
detection (Z. A. Tamimi & S. B. Waluya, 2014). 𝜕02 𝑢0 + 𝑢0 = 0 (10)
Metode multiple scales merupakan salah satu teknik 𝜕02 𝑢1 + 𝑢1 = −2𝜕01
2
𝑢0 − 𝑢03 (11)
perturbasi yang digunakan untuk menentukan
Sehingga solusi umum dari persamaan (10) dapat
aproksimasi solusi analitik dari masalah perturbasi
ditulis
(Hinch, 1991). Pada subbab ini bentuk umum
persamaan yang akan digunakan sebagai berikut. 𝑢0 = 𝑎( 𝑇1 , 𝑇2 , … ) cos(𝑇0 + 𝛽(𝑇1 , 𝑇2 , … )) (12)
𝑢̈ + 𝑢 + ɛ𝑢3 = 0 (2) dengan 𝑎 dan 𝛽 bukan konstanta tetapi fungsi dari
Persamaan diatas merupakan persamaan duffing. skala waktu karena turunan 𝑢0 terhadap 𝑇0 pada
Dengan kondisi awal persamaan (12). Selanjutnya, substitusikan persamaan
(12) ke (13 ), didapat
𝑢(0) = 𝑥0

𝑢̇ (0) = 𝑥̇ 0

2 | Indonesian Journal of Applied Mathematics , vol. xx, no. xx (20xx) e-ISSN: 2774-2016 | p-ISSN: 2774-2067
Title of Manuscript
FIRST AUTHOR LAST NAME et al., Indonesian Journal of Applied Mathematics, vol. x (xx), 20xx, pp. x- x

Original Article

𝜕𝑎 pegas pada waktu 𝑡 , 𝑦̇ menyatakan kecepatan


𝜕02 𝑢1 + 𝑢1 = 2 sin(𝑇0 + 𝛽)
𝜕𝑇1
(velocity), 𝑦 merupakan pertambahan panjang
𝜕𝛽 3 3
+ (2𝑎 – 𝑎 ) cos(𝑇0 (13) pegas, 𝛽 menyatakan koefisien peredam, 𝜅
𝜕𝑇1 4
1 menyatakan koefisien gaya pemulih, dan 𝜀
+ 𝛽) – 𝑎3 cos(3𝑇0 + 3𝛽)
4
menyatakan parameter dari perturbasi (dengan
Ruas kanan persamaan (13) menghasilkan suku 0 < 𝜀 ≪ 1), 𝐹 merupakan amplitudo gaya periodik,
sekuler di 𝑢1 . Untuk perluasan seragam, suku sekuler dan 𝜔 menyatakan frekuensi dari gaya periodik
harus dihilangkan. Hal ini bisa dicapai dengan (𝜔 = 1 𝑟𝑎𝑑/𝑠).
menetapkan masing-masing koefisien dari sin (T0 + β)
Untuk menyelesaikan persamaan (19) digunakan
dan cos (T0 + β) sama dengan nol. Sehingga
Metode Multiple Scales dengan 2 skala waktu (𝑇0 =
𝜕𝑎 (14)
=0 𝑡 dan 𝑇1 = 𝜀𝑡). Dengan mengasumsikan persamaan
𝜕𝑇1
(4) sebagai solusi dari persamaan (19). Turunan
𝜕𝛽 3 3 (15)
2𝑎 – 𝑎 = 0 pertama dan kedua terhadap waktu didapat
𝜕𝑇1 4
persamaan (5) dan (6), kemudian disubstitusikan
Maka, didapat solusi partikular dari persamaan (13) ke persamaan (16), sehingga diperoleh persamaan
menjadi (7). Pada persamaan (7) saat 𝑂(1)berlaku
1 2 (16)
𝑢1 = 𝑎 𝑇1 cos(3𝑇0 + 3β) ∂2 𝑌0 ∂𝑌0 (20)
32 +𝛽 − 𝜅𝑌0 − 𝐹 cos(𝜔𝑇0 ) = 0
∂𝑇02 ∂𝑇0
Solusi dari persamaan (14) adalah 𝑎 = 𝑎(𝑇2 , 𝑇3 , … ) .
Jika 𝑎 ≠ 0, persamaan (15) dapat ditulis ulang sebagai Eksistensi suku 𝐹 cos (𝜔𝑇0 ) membuat persamaan
𝜕𝛽 3 (17) diferensial (20) bersifat nonhomogen. Hal ini
= 𝑎2
𝜕𝑇1 8 menjadikan solusi persamaannya terdiri dari dua
Substitusikan 𝑢0 dan 𝑢1 dari persamaan (11), lalu jenis solusi, yakni solusi homogen dan solusi
subtitusikan persamaan (12) ke (), sehingga didapat partikular, dinotasikan 𝑌0 = 𝑌0ℎ + 𝑌0𝑝 . Terlebih
dahulu akan dicari solusi homogen 𝑌0ℎ dengan
1 (18)
𝑢 = 𝑎 𝑐𝑜𝑠(𝑇0 + 𝛽) + ɛ𝑎3 𝑐𝑜𝑠(3𝑇0 + 3𝛽) + ⋯ menyelesaikan persamaan diferensial versi
32
homogen (20), yakni

∂2 𝑌0ℎ ∂𝑌0ℎ (21)


Solusi Persamaan Duffing dengan Metode 2 + 𝛽 ∂𝑇 − 𝜅𝑌0ℎ = 0
∂𝑇0 0
Multiple Scale
Persamaan duffing yang digunakan adalah hasil Dengan menggunakan metode karakteristik dan
modifikasi dari persamaan (Jianbin He & Jaianping memandang kasus 4𝜅 < −𝛽 2 diperoleh solusi
Cai, 2019) dengan model sistem peredam pegas. homogen untuk 𝑌0ℎ sebagai berikut
Menjadi persamaan duffing sebagai berikut
𝛽𝑇0
(22)
𝑌0ℎ = 𝑒 − 2 [𝐴0 cos(𝜆𝑇0 + 𝐵0 )]
𝑦̈ + 𝛽𝑦̇ − 𝜅𝑦 + ε𝑦 3 − 𝐹 cos(𝜔 𝑡) = 0 (19)
√−𝛽2 −4𝜅
dengan 𝜆 = dan 𝐴0 = 𝐴0 (𝑇1 , 𝑇2 , … ) dan
2
dengan nilai awal 𝑦(0) = 𝐴 dan 𝑦 ′ (0) = 0. Dari
𝐵0 = 𝐵0 (𝑇1 , 𝑇2 , … ) sebagai dua variabel yang belum
persamaan (19), 𝑦̈ merepresentasikan percepatan

Copyright © 2022 – Indonesian Journal of Applied Mathematics 3


Published by: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia
Author Name (up to 3 name)

Original Article

diketahui nilainya yang juga dikenal dengan istilah Berdasarkan persamaan (26) dan (27), berlaku dua
konstanta integrasi persamaan (21). Nilai 𝐴0 dan persamaan berikut
𝐵0 akan ditentukan kemudian.
𝐴0 (0,0, … ) cos(𝐵0 (0,0, … )) = 𝐴 − 𝑎0 ,
Selanjutnya, solusi partikular 𝑌0𝑝 dapat ditentukan (28)
2𝑏0 𝜔 + (𝑎0 − 𝐴)𝛽
dengan menyelesaikan persamaan diferensial 𝐴0 (0,0, … ) sin(𝐵0 (0,0, … )) = .
𝜂
berikut
Dengan menggunakan identitas trigonometri, dari
∂2 𝑌0𝑝 ∂𝑌0𝑝 persamaan (28) dengan mudah diperoleh
+𝛽 − 𝜅𝑌0𝑝 = 𝐹 cos(𝜔𝑇0 ) (23)
∂𝑇02 ∂𝑇0
(2𝑏0 𝜔 + (𝑎0 − 𝐴)𝛽)2 + 𝜆2 (𝑎0 − 𝐴)2
Fungsi penduga untuk solusi partikular 𝑌0𝑝 adalah 𝐴0 (0,0, … ) = √ ,
𝜆2
(29)
𝑌0𝑝 = 𝑎0 cos(𝜔𝑇0 ) + 𝑏0 sin(𝜔𝑇0 ). (24) 𝜆(𝐴 − 𝑎0 )
𝐵0 (0,0, … ) = cot −1 ( ).
2𝑏0 𝜔 + (𝑎0 − 𝐴)𝛽
Dengan mensubstitusikan persamaan (24) ke
persamaan (23) dan menyelesaikan persamaan Persamaan (29) selanjutnya menjadi nilai awal
yang diperoleh terhadap 𝑎0 dan 𝑏0 maka yang dapat digunakan untuk menghitung
didapatkan 𝐴0 (𝑇1 , 𝑇2 , … ) dan 𝐵0 (𝑇1 , 𝑇2 , … ).

𝐹 𝛽𝜔𝐹 (𝜔2 + 𝜅)2 + (𝛽𝜔)2 Sebelum menggunakan persamaan (29), pandang


𝑎0 = − , 𝑏0 = 2 ,𝜒 = . (25)
𝜒 (𝜔 + 𝜅)𝜒 (𝜔 2 + 𝜅) terlebih dahulu persamaan (7) saat 𝑂(𝜀):

Lebih lanjut, solusi 𝑌0 sekarang dapat dituliskan ∂2 𝑌1 ∂𝑌1 ∂2 𝑌0 ∂𝑌0 3


2 + 𝛽 ∂𝑇 − 𝜅𝑌1 = −2 ∂𝑇 ∂𝑇 − 𝛽 ∂𝑇 + 𝑌0 . (30)
sebagai berikut ∂𝑇0 0 0 1 1

𝛽𝑇0 Perhatikan ruas kiri persamaan (30) yang identik


𝑌0 = 𝑌0ℎ + 𝑌0𝑝 = 𝑒 − 2 [𝐴0 cos(𝜆𝑇0 + 𝐵0 )] (26)
+ 𝑎0 cos(𝜔𝑇0 ) + 𝑏0 sin(𝜔𝑇0 ). dengan ruas kiri persamaan saat 𝑂 (1) . Hal ini
membuat solusi homogen untuk 𝑌1 memiliki
Solusi 𝑌0 pada persamaan (26) belum lengkap formulasi yang sama dengan solusi homogen
karena nilai 𝐴0 dan 𝐵0 tidak diketahui. Pandang untuk 𝑌0 . Pada ruas kanan persamaan (30) hanya
kembali nilai awal yang diberikan: 𝑦(0) = 1 dan varibel 𝑌0 yang terlibat sehingga dengan
𝑦̇ (0) = 0. Ini berarti mensubstitusikan persamaan (26) diperoleh dua
𝑦(𝑡) ≡ 𝑌(𝑇0 , 𝑇1 , … ) = 𝑌0 (𝑇0 , 𝑇1 , … ) + 𝜀𝑌1 (𝑇0 , 𝑇1 , … ) + 𝑂(𝜀 2 ), suku pertama di ruas kanan persamaan yang
memuat turunan terhadap 𝑇1 .
𝑦̇ (𝑡) ≡ 𝑌̇(𝑇0 , 𝑇1 , … ) = 𝑌0̇ (𝑇0 , 𝑇1 , … ) + 𝜀𝑌̇ 1 (𝑇0 , 𝑇1 , … ) + 𝑂(𝜀 2 ),
Pada ruas kanan persamaan (26) ini juga muncul
dengan demikian
suku sekuler, yakni suku yang membuat solusi
𝑌0 (0,0, … ) = 𝐴 dan 𝑌̇0 (0,0, … ) = 0. (27) yang diperoleh tidak seragam. Untuk
menanggulangi masalah ini, maka suku-suku ini
Persamaan (27) akan digunakan untuk menentukan harus dieliminasi. Suku-suku yang dimaksud
nilai awal yang akan digunakan untuk adalah yang memuat fungsi cos(𝜆𝑇0 + 𝐵0 ) dan
menyelesaikan persamaan diferensial yang sin(𝜆𝑇0 + 𝐵0 ) . Akibatnya, agar suku-suku yang
melibatkan 𝐴0 (𝑇1 , 𝑇2 , … ) dan 𝐵0 𝑇1 , 𝑇2 , … ).
( memuat fungsi tersebut dapat dieliminasi maka

4 | Indonesian Journal of Applied Mathematics , vol. xx, no. xx (20xx) e-ISSN: 2774-2016 | p-ISSN: 2774-2067
Title of Manuscript
FIRST AUTHOR LAST NAME et al., Indonesian Journal of Applied Mathematics, vol. x (xx), 20xx, pp. x- x

Original Article

haruslah koefisiennya bernilai 0. Berdasarkan Perhatikan bahwa sistem (34) memiliki satu titik
implikasi ini maka berlaku kritis saja ketika 𝐹 = 0, yakni (𝑦, 𝑥 ) = (0,0) . Ketika
𝐹 ≠ 0 tentu saja sistem (34) tidak memiliki titik
𝑑𝐵0 3 𝐴20 −𝑇 𝛽
− 𝜆 + (𝑏02 + 𝑎02 + 𝑒 0 ) = 0, kritis. Dinamika dari sistem yang dihasilkan ketika
𝑑𝑇1 2 2
(31) 𝐹 → 0 memiliki dinamika yang tidak jauh berbeda
𝑑𝐴0 −𝑇0 𝛽 ketika 𝐹 = 0. Untuk melihat dinamika dari sistem
𝑒 2 𝜆 = 0.
𝑑𝑇1
(34) secara numerik, metode Runge-Kutta atau
Sekarang kita sudah memiliki masalah nilai awal, toolbox ode45 pada Matlab/GNU Octave dapat
yakni sistem persamaan diferensial biasa (31) digunakan.
dengan nilai awal pada persamaan (29). Dengan
menyelesaikan masalah nilai awal tersebut,
diperoleh

𝐴0 (𝑇1 , 𝑇2 , … ) = 𝐴0 (0,0, … ),

𝐵0 (𝑇1 , 𝑇2 , … ) (32)
𝑇1 (3𝜂2 + (6𝑏02 + 6𝑎02 )𝑒 𝑇0 𝛽 )
= 𝐵0 (0,0, … ) + .
4𝜆𝑒 𝑇0 𝛽

Jadi, solusi persamaan (19) dengan metode


Gambar 1 Potret fase sistem (34) ketika 𝐹 = 𝜔 = 1.01, 𝛽 = 1, 𝜅 = −0.26, dan
Multiple Scale hingga orde pertama diberikan oleh 𝜀 = 0.001.

𝛽𝑡
𝑌0 = 𝐴0 𝑒 − 2 cos(𝜆𝑡 + 𝐵0 ) Berdasarkan Gambar 1, perilaku sistem (34) di
(33)
+ 𝑎0 cos(𝜔𝑡) + 𝑏0 sin(𝜔𝑡). sekitar titik (𝑦, 𝑥 ) = (0,0) cenderung membentuk
siklus limit. Pada gambar diambil tiga titik uji,
dengan 𝐴0 ≡ 𝐴0 (𝑇1 , 𝑇2 , … ) dan 𝐵0 ≡ 𝐵0 (𝑇1 , 𝑇2 , … )
yakni (0,0) , (1,0) , (−1,0) yang mana ketiga titik
diberikan oleh persamaan (32) sedangkan
tersebut kurva solusinya membentuk siklus limit
konstanta 𝑎0 dan 𝑏0 diberikan oleh persamaan (25).
di sekitar titik (0,0) . Secara numerik, berdasarkan
Perbandingan Solusi Perturbasi dengan Hasil gambar kita masih belum bisa menjelaskan
Numerik eksistensi siklus limit ini. Kesimpulan yang
diperoleh tentu saja berdasarkan hasil visual yang
Persamaan (19) merupakan persamaan diferensial ditampilkan pada Gambar 1.
biasa orde 2 nonhomogen yang dapat dituliskan
kembali menjadi sistem dua persamaan diferensial Selanjutnya akan diperiksa kesesuaian hasil
biasa orde 1 nonhomogen. Dalam hal ini, misalkan numerik dengan solusi perturbasi yang diperoleh,
𝑥 = 𝑦̇ sehingga 𝑥̇ = 𝑦̈ . Jadi, persamaan (19) dapat yakni pada persamaan (33). Dengan menggunakan
dituliskan kembali menjadi nilai parameter yang sama seperti pada Gambar 1,
kurva solusi perturbasi dan hasil numerik diplot
𝑥̇ = −𝛽𝑥 + 𝜅𝑦 − ε𝑦 3 + 𝐹 cos(𝜔 𝑡)
dalam satu bidang seperti pada Gambar 2.
(34)
𝑦̇ = 𝑥

Copyright © 2022 – Indonesian Journal of Applied Mathematics 5


Published by: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia
Author Name (up to 3 name)

Original Article

Berdasarkan Gambar 3, dapat disimpulkan bahwa


hasil perturbasi dengan hasil numerik memiliki
kesesuaian yang cukup bagus untuk 𝑡 → ∞ .
Walaupun untuk nilai 𝑡 yang cukup kecil masih
terdapat eror yang cukup besar antara kedua hasil
tersebut. Hal yang cukup menarik adalah Δ𝑡
cenderung bersifat sinusoidal untuk 𝑡 → ∞, dengan
kata lain Δ𝑡 tidak akan konvergen ke 0 sehingga
Gambar 2 Plot solusi Persamaan Dufing Osilator (19) menggunakan Metode akan selalu ada eror pada kedua hasil yang
Multiple Scale (garis-merah) dan dari hasil numerik (garis putus-putus - biru) diperoleh. Untuk hasil simulasi berikutnya, variasi
ketika 𝐹 = 𝜔 = 1.01, 𝛽 = 1, 𝜅 = −0.26, dan 𝜀 = 0.001.
nilai 𝜀 ketika 0 < 𝜀 ≪ 1 menunjukkan eror Δ𝑦 <
Pada Gambar 2, solusi perturbasi pada persamaan 𝜀, artinya semakin kecil nilai 𝜀 yang digunakan
(33) diplot bersamaan dengan solusi hasil semakin bersesuaian hasil perturbasi dengan hasil
perhitungan numerik untuk 𝐹 = 𝜔 = 1.01 , 𝛽 = 1 , numerik.
𝜅 = −0.26 , dan 𝜀 = 0.001 . Secara visual, dapat
disimpulkan terdapat kesesuaian yang sangat bagus
antara hasil perturbasi dengan hasil numerik. Hasil
perturbasi dapat memprediksi dengan baik
karakteristik sinusoidal ketika 𝑡 mulai bernilai cukup
besar pada hasil numerik. Lebih lanjut, untuk melihat
lebih dekat kesesuaian kedua hasil yang diperoleh
maka dapat dianalisis juga plot eror kedua solusi
terhadap waktu 𝑡.
Gambar 4 Kurva solusi hasil perturbasi (garis-merah) dan hasil numerik (garis
putus-putus – biru) untuk masalah nilai awal (19) dan (37) dengan 𝑦(0) = 1
dan 𝑦̇ = 0 ketika 𝐹 = 𝜔 = 1.01, 𝛽 = 1, 𝜅 = −0.26, dan 𝜀 = 0.001. Untuk nilai 𝑡
yang cukup besar, kedua hasil membentuk siklus limit.

Hasil perturbasi yang diperoleh juga


mengindikasikan eksistensi siklus limit pada
persamaan Dufing Osilator di sekitar titik (0,0) .
Secara numerik, hasil ini tidak akan muncul tanpa
dilakukan simulasi. Namun, berdasarkan hasil
yang diperoleh pada persamaan (33) maka
Gambar 3 Plot eror antara hasil perturbasi dan hasil numerik di bidang 𝑡 − Δ𝑦
ketika 𝐹 = 𝜔 = 1.01 , 𝛽 = 1 , 𝜅 = −0.26 , dan 𝜀 = 0.001. Semakin kecil nilai 𝑡
𝛽𝑡
semakin kecil juga nilai eror Δ𝑦. |𝑌0 | ≤ |𝐴0 𝑒 − 2 cos(𝜆𝑡 + 𝐵0 )| + |𝑎0 cos(𝜔𝑡)| + |𝑏0 sin(𝜔𝑡)|.

Terlebih dahulu didefinisikan eror sebagai nilai


Jelas bahwa untuk kasus 𝑡 → ∞ berlaku
mutlak beda solusi perturbasi 𝑌0 dengan solusi
numerik 𝑦𝑛𝑢𝑚 . |𝑌0 | ≤ 𝑎02 + 𝑏02 .

Δ𝑦 = |𝑦𝑚𝑠 − 𝑦𝑛𝑢𝑚 |. Hal ini mengkonfirmasi ada siklus limit di sekitar titik
(0,0) dengan radius siklusnya bergantung pada nilai

6 | Indonesian Journal of Applied Mathematics , vol. xx, no. xx (20xx) e-ISSN: 2774-2016 | p-ISSN: 2774-2067
Title of Manuscript
FIRST AUTHOR LAST NAME et al., Indonesian Journal of Applied Mathematics, vol. x (xx), 20xx, pp. x- x

Original Article

koefisien solusi partikular dari hasil perturbasi yang scales. Reviews of Geophysics, 58(1),
e2019RG000667.
diperoleh.
[8] Na'imah, F., Yulida, Y., & Karim, M. A. (2021).
PEMBENTUKAN PERSAMAAN VAN DER
Kesimpulan POL DAN SOLUSI MENGGUNAKAN
METODE MULTIPLE SCALE. EPSILON:
Bagian kesimpulan harus dituliskan dalam JURNAL MATEMATIKA MURNI DAN
TERAPAN, 14(2), 104-114.
bagian ini di akhir artikel, sebelum bagian Ucapan
Terima Kasih. [9] Salih. A. (2014). The Method of Multiple
Scales.
[10] Tamimi, Z. A., & Waluya, S. B. (2014).
Konflik Kepentingan Penyelesaian Persamaan Duffing Osilator
Pada Aplikasi Weak Signal Detection
Sesuai dengan kebijakan kami tentang Menggunakan Metode Averaging. Indonesian
Konflik Kepentingan, pastikan bahwa konflik Journal of Mathematics and Natural
pernyataan kepentingan disertakan dalam naskah Sciences, 37(2), 192-199.
Anda di sini. Harap dicatat bahwa pernyataan ini [11] Widyaningrum, I., Waluya, B., & Wuryanto,
diperlukan untuk semua naskah yang diajukan. W. (2012). METODE MULTIPLE TIME SCALE
Jika tidak ada konflik kepentingan, harap UNTUK PENYELESAIAN PERSAMAAN
menyatakan bahwa "Tidak ada konflik DIFERENSIAL TAK LINIER SISTEM
kepentingan yang dinyatakan". DOUBLE SHOCKBREAKER. Unnes Journal of
Mathematics, 1(2).

Ucapan Terima Kasih


Ucapan Terima Kasih ditulis pada akhir
artikel setelah kesimpulan dan sebelum Referensi.

Referensi
[1] A. H. Nayfeh. Perturbation Methods. Wiley,
1973.
[2] Engquist, B. (2002). The heterogeneous multi-
scale method. arXiv preprint physics/0205048.
[3] He, J., & Cai, J. (2019). Dynamic Analysis of
Modified Duffing System via Intermittent
External Force and Its Application. Applied
Sciences, 9(21), 4683.
[4] Howes, F. A. (1982). Introduction to
Perturbation Techniques (Ali Hasan Nayfeh).
In SIAM Review (Vol. 24, Issue 3)
[5] Holmes, M. H. (2012). Introduction to
perturbation methods (Vol. 20). Springer Science
& Business Media.
[6] Jakobsen, P. (2013). Introduction to the
method of multiple scales. arXiv preprint
arXiv:1312.3651.
[7] Li, L., Tan, J., Schwarz, B., Staněk, F., Poiata,
N., Shi, P., ... & Gajewski, D. (2020). Recent
advances and challenges of waveform‐based
seismic location methods at multiple

Copyright © 2022 – Indonesian Journal of Applied Mathematics 7


Published by: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai