Anda di halaman 1dari 7

Nama : Fitri Oktafiani

NPM : 223507516080
Mata Kuliah : Hubungan Internasional Kawasan Asia Tenggara
Dosen : Atina Izza, S. Hub. Int, M. Sc.

Tugas Rangkuman Buku


The Making Of Southest Asia
(Amitav Acharya)

Buku ini memiliki fokus yang utama pada konsep "Identitas Regional" dalam kerangka
Hubungan Internasional di wilayah Asia Tenggara. Penelitian ini lebih lanjut mendalami dua
perspektif utama yang menjadi pusat perhatian dalam buku ini. Pertama, buku ini mengeksplorasi
pandangan yang mencerminkan kesadaran para pemimpin di wilayah Asia Tenggara yang tengah
berupaya untuk mengontrol, mengatur, serta mengarahkan perkembangan wilayah mereka sendiri
dalam aspek politik, ekonomi, dan sosial. Hal ini melibatkan strategi-strategi yang dikembangkan
oleh para pemimpin regional untuk mencapai tujuan-tujuan ini. Kedua, buku ini juga meneliti
konsep kerja sama regional dalam berbagai dimensinya dan menggarisbawahi peran wilayah pusat
dalam membentuk identitas regional yang lebih modern dan terintegrasi. Selain itu, buku ini
berusaha untuk menggali apakah ada ciri khas serta karakteristik regional yang dapat memvalidasi
atau menghapuskan klaim-klaim yang mungkin menyatakan bahwa Asia Tenggara hanyalah
sekadar sebuah wilayah tanpa identitas regional yang kuat. Melalui eksplorasi ini, buku ini
bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang perkembangan hubungan
internasional di Asia Tenggara serta peran identitas regional dalam dinamika tersebut.
Pada pengembangan studi Asia Tenggara setelah Perang Dunia II tidak memandang perlu
mengadopsi perspektif regional. Mereka cenderung fokus pada studi negara-negara individu dalam
wilayah ini, tanpa mempertimbangkan pertanyaan tentang apa yang membentuk wilayah tersebut
dan identitasnya. Namun, beberapa penelitian terbaru tentang Asia Tenggara semakin mengakui
pentingnya mempelajari wilayah ini dari sudut pandang regional. Buku ini juga menyoroti peran
"regionalisme" dalam hubungan internasional Asia Tenggara pasca-Perang Dunia II. Regionalisme
menjadi salah satu ciri utama dalam hubungan internasional Asia Tenggara dalam periode ini, dan
buku ini bertujuan untuk menyelidiki dampak regionalisme pada gagasan identitas regional.
Pentingnya merenungkan kembali Asia Tenggara dalam konteks wilayah dan regionalisme
menjadi semakin penting dengan adanya perubahan dalam keterkaitan intraregional Asia
Tenggara. Ada organisasi regional yang mengklaim mewakili seluruh wilayah Asia Tenggara, dan
politik pembagian wilayah yang berdasarkan nasionalisme dan orientasi ideologis telah berakhir.
Selain itu, terjadi pergeseran dari konstruksi eksternal, imperial, dan orientalis Asia Tenggara
menjadi konstruksi internal, asli, dan regional. Buku ini mencatat bahwa identitas regional menjadi
faktor yang memengaruhi intraregional internasional Asia Tenggara dan hubungannya dengan
dunia luar. Pertanyaan seperti "Dimana Asia Tenggara?" dan "Apa yang menjadi cara Asia
Tenggara dalam melakukan sesuatu?" memainkan peran penting dalam membentuk hubungan
internasional Asia Tenggara, terutama dalam konteks peristiwa-peristiwa penting seperti akhir
Perang Vietnam, invasi Vietnam ke Kamboja, dan pendirian ASEAN. Sebagai hasilnya, buku ini
menekankan bahwa tidak ada studi serius tentang hubungan internasional Asia Tenggara yang
dapat mengabaikan pertanyaan tentang identitas regional.
Persatuan Dalam Keberagaman
Salah satu rintangan utama adalah keragaman yang luar biasa di wilayah ini, baik dalam
hal geografi, etnososial, politik, dan lainnya. Beberapa pandangan menganggap bahwa keragaman
ini justru menjadi ciri khas Asia Tenggara yang menarik. Namun, banyak sarjana yang telah
mencoba memahami wilayah ini secara sistematis telah menghadapi kesulitan dalam melakukan
generalisasi. Beberapa peneliti, seperti Clark Neher, menganggap bahwa keragaman Asia Tenggara
adalah alasan utama mengapa sedikit sekali sarjana yang mencoba mempelajari wilayah ini secara
mendalam. Namun, mereka yang memahami wilayah ini juga melihat keragaman sebagai tema
yang unik. Beberapa berpendapat bahwa keragaman ini justru memberi dasar bagi klaim Asia
Tenggara sebagai wilayah yang unik. Beberapa elemen yang membentuk keragaman Asia
Tenggara mencakup perbedaan antara segmen daratan utama dan maritim atau kepulauan. Daratan
utama Asia Tenggara memiliki pegunungan yang mengelilingi lembah besar seperti Lembah
Mekong, Dataran Tengah Thailand, dan Cekungan Irrawaddy. Di sini, keragaman geopolitik telah
memungkinkan pembentukan negara-negara besar.
Di sisi lain, Asia Tenggara maritim memiliki karakteristik yang lebih beragam, dengan
lembah sungai yang lebih kecil dan lahan rendah yang terbatas, yang membuat pembentukan
negara lebih fragmentaris dan kompleks. Keragaman di Asia Tenggara juga mencakup aspek
agama, etnis, praktik pertanian, dan pola komunikasi yang berbeda antar negara-negara dan
komunitas di wilayah ini. Meskipun demikian, ada elemen yang dapat diidentifikasi sebagai ciri
khas wilayah ini, seperti bahasa Melayu yang digunakan di Malaysia, Indonesia, Brunei, Filipina
Selatan, dan sebagian wilayah selatan Thailand, Kamboja, dan Vietnam. Namun, seiring dengan
penelitian lebih lanjut, elemen seperti bahasa juga telah menunjukkan keterkaitan yang lebih dalam
antar negara-negara di wilayah ini. Selain itu, keragaman geografis, budaya, dan sosial juga pernah
menjadi dasar bagi sejumlah konsep dan teori dalam studi Asia Tenggara yang memungkinkan
pemahaman lebih mendalam tentang wilayah ini. Meskipun "persatuan dalam keragaman" telah
menjadi pendekatan umum dalam memahami Asia Tenggara, buku ini mencoba melihat lebih jauh
dengan mengidentifikasi faktor-faktor dinamis, interaktif, dan ideasi yang membentuk wilayah ini.
Pendekatan ini bertujuan untuk memahami proses pembentukan wilayah Asia Tenggara yang
dinamis.
Interaksi dan Identitas
Membahas evolusi konsep wilayah Asia Tenggara telah mencoba memahami wilayah ini
melalui berbagai pendekatan. Fisher menekankan lokasi geografis dan kerentanannya secara
geostrategis. O.W. Wolters dan Anthony Reid juga menyoroti pentingnya interaksi intraregional,
terutama dalam hal budaya dan ekonomi. Beberapa pengarang juga mencatat bahwa pandangan
regional Asia Tenggara semakin diakui oleh masyarakat di wilayah ini sendiri. Bahwa konsep
wilayah bukan hanya masalah geografis atau etnososial, tetapi juga merupakan komunitas yang
"dibayangkan" secara sosial. Bagian penting dari konsep ini adalah bagaimana masyarakat Asia
Tenggara melihat dan berinteraksi satu sama lain di tingkat regional. Selain itu, penulis mencatat
bahwa penting untuk melihat bagaimana perkembangan dalam ilmu sosial dan humaniora lebih
luas telah mempengaruhi cara kita mendefinisikan "wilayah".
Penulis mengemukakan pandangan bahwa Asia Tenggara sebagai entitas wilayah adalah
buah dari proses konstruksi sosial yang kompleks dan tidak bisa sekadar ditafsirkan melalui
kriteria kedekatan geografis atau kesamaan atribut budaya semata. Lebih jauh, penulis menyoroti
bahwa konsep wilayah Asia Tenggara telah melalui serangkaian evolusi sepanjang rentang
sejarahnya yang panjang, dan transformasi ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang melibatkan
dinamika politik dalam negeri, perkembangan penelitian akademik, serta dampak perkembangan
di luar wilayah tersebut yang turut memengaruhi persepsi tentang Asia Tenggara. Pokok tulisan ini
membahas esensinya dalam menggambarkan pentingnya memahami perkembangan yang telah
dialami konsep wilayah Asia Tenggara sepanjang sejarahnya. Terutama, tulisan ini menjelaskan
bagaimana perkembangan ini terjadi dalam konteks hubungan internasional di wilayah tersebut.
Untuk menyajikannya dengan lebih detail, buku ini dipecah menjadi sembilan bab yang secara
komprehensif mengeksplorasi sejarah dan perkembangan konsep Asia Tenggara sebagai sebuah
wilayah yang memperlihatkan keragaman, kompleksitas, dan interaksi yang beragam.
Struktur Buku
Bab pertama dalam buku ini mengambil peran penting dalam mengulas evolusi
pemahaman tentang Asia Tenggara sepanjang waktu. Kemudian, bab kedua, yang merupakan
tambahan dalam edisi terbaru, menghadirkan kerangka konseptual yang lebih mendalam untuk
memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang wilayah ini. Dalam bab-bab berikutnya,
penelitian berlanjut dengan merinci perjalanan sejarah hubungan antarnegara di Asia Tenggara
sebelum masa kolonialisme, memperhatikan bagaimana perdagangan dan kolonialisme telah
berdampak pada konsep wilayah Asia Tenggara. Selain itu, buku ini juga mendalam dalam
membahas perkembangan nasionalisme dan regionalisme di wilayah tersebut, serta bagaimana
Perang Dingin berpengaruh pada proses pembentukan identitas wilayah Asia Tenggara.
Sebagai bagian penting dari narasinya, buku ini mengulas perkembangan dan evolusi
ASEAN, organisasi regional yang menjadi salah satu elemen kunci dalam memahami dinamika
wilayah ini. Tidak hanya itu, buku ini juga mengupas polarisasi yang terjadi dalam wilayah Asia
Tenggara selama invasi Vietnam di Kamboja, serta tantangan-tantangan yang muncul seiring
berakhirnya Perang Dingin dan terjadinya krisis finansial Asia pada tahun 1997. Semua bab ini
secara kolektif menyajikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana Asia Tenggara
membentuk identitas wilayahnya dan bagaimana identitas ini terus berubah seiring berjalannya
waktu.
Buku ini bertujuan untuk menggali lebih dalam pemahaman tentang bagaimana identitas
regional yang dinamis di Asia Tenggara terbentuk dan berkembang. Penulis menekankan bahwa
identitas regional tersebut bukanlah hasil dari faktor-faktor yang bersifat statis, seperti hanya
geografi atau atribut budaya bersama, melainkan merupakan produk dari konstruksi sosial yang
telah terus berkembang sepanjang sejarah wilayah ini. Penting untuk memahami bahwa identitas
regional Asia Tenggara telah mengalami perkembangan yang signifikan seiring berjalannya waktu.
Proses ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk dinamika politik domestik, perkembangan
penelitian akademik, dan perubahan-perubahan yang terjadi di tingkat ekstraregional. Dalam
rangka untuk menyajikan pemahaman yang komprehensif tentang konsep wilayah Asia Tenggara,
buku ini terbagi menjadi sembilan bab yang secara rinci membahas sejarah dan perkembangan
konsep Asia Tenggara sebagai sebuah wilayah.
Dalam pembahasannya buku ini mengulas perubahan dalam pemahaman tentang Asia
Tenggara sepanjang waktu, sementara bab kedua memperkenalkan kerangka konseptual yang lebih
mendalam untuk membantu pembaca memahami wilayah ini dengan lebih baik. Dengan
pendekatan ini, buku ini berusaha untuk menggali lebih dalam dan menyajikan analisis yang lebih
mendalam tentang bagaimana identitas regional Asia Tenggara telah terbentuk dan terus berubah,
serta bagaimana hal tersebut telah memengaruhi hubungan internasional di wilayah tersebut.
Bab-bab berikutnya membahas berbagai aspek sejarah, termasuk hubungan antar negara di
masa pra-kolonial, dampak perdagangan dan kolonialisme, perkembangan nasionalisme,
regionalisme, dan peran ASEAN dalam membentuk identitas regional. Buku ini juga membahas
tantangan-tantangan terbaru yang dihadapi Asia Tenggara setelah krisis ekonomi Asia pada tahun
1997, termasuk dampak globalisasi ekonomi, serangan teroris, wabah SARS, dan tsunami
Samudra Hindia. Sebagai kesimpulan, buku ini mencoba untuk memahami identitas regional Asia
Tenggara dari sudut pandang yang lebih mendalam dan menyeluruh. Penulis menekankan bahwa
studi tentang hubungan internasional Asia Tenggara harus mempertimbangkan faktor-faktor
dinamis, interaktif, dan ideasional yang membentuk wilayah ini. Buku ini menghadirkan
pandangan yang unik tentang evolusi Asia Tenggara sebagai wilayah dan identitas regionalnya.
Bab terakhir membahas tantangan-tantangan terbaru terhadap konsep wilayah Asia
Tenggara setelah krisis ekonomi Asia pada tahun 1997, termasuk globalisasi ekonomi dan
peristiwa-peristiwa transnasional seperti serangan teroris di Bali, SARS, dan tsunami Samudra
Hindia. Bab 9 adalah kesimpulan dari penelitian ini, membahas kenaikan dan penurunan konsep
wilayah Asia Tenggara serta ketidakpastian yang dihadapi oleh imajinasi regional Asia Tenggara
saat ini mengambil ide-ide wilayah, regionalisme, interaksi regional dan identitas regional dengan
serius dan tepat. Pada saat yang sama, Asia Tenggara sebagai wilayah yang ada dan wilayah yang
sedang dibangun, adalah produk dari upaya berabad-abad, sadar dan belum selesai untuk
menciptakan identitas regional yang dalam kata-kata Acharya harus dipahami dari “perspektif
regional holistik”.
Bab berfokus pada analisis empiris yang dimulai dengan periode pra-kolonial di mana
munculnya konsep-konsep seperti mandala, galak politik, solar politik, dan negara teater menjadi
pembeda dalam sistem negara dan norma-norma interaksi antara Eropa dan Asia Tenggara.
Selanjutnya, bab ini melanjutkan narasinya hingga mencakup periode kolonialisme, pasca-perang
nasionalisme, proses dekolonisasi, masa Perang Dingin, dan rivalitas antar kekuatan besar. Selama
perjalanan ini, berbagai perkembangan penting dibahas, termasuk kegagalan beberapa lembaga
regional dan ekstra-regional yang telah ada, serta kelahiran dan perkembangan ASEAN sebagai
sebuah entitas regional yang signifikan. Bab ini juga menjelaskan dampak perang Vietnam dan
konflik Indo-China pada dinamika wilayah ini. Selain itu, bab ini juga mengulas perubahan dalam
sistem produksi regional dan ekonomi politik Asia Tenggara, termasuk peristiwa penting seperti
munculnya gagasan "One Southeast Asia as a matter of faith" (215). Terakhir, bab ini
menggambarkan beragam upaya yang dilakukan secara simultan untuk melampaui kerjasama
biasa-biasa saja dan menciptakan sebuah komunitas yang lebih kokoh.
Bagian-bagian yang membahas ASEAN dalam buku ini difokuskan pada mengeksplorasi
akar dan perkembangan awal organisasi ini, menggambarkan sejauh mana keberhasilan dan
kegagalan telah dicapai, serta menyoroti isu-isu berulang yang muncul sebagai akibat dari
perbedaan dan ketegangan internal di antara anggotanya. Selain itu, buku ini juga merinci
tantangan-tantangan baru yang muncul seiring dengan munculnya kekuatan ekonomi dan politik
seperti China dan India, serta kemunculan formasi-formasi regional lainnya yang menjadi pesaing
dalam wilayah ini. Selain itu, buku ini juga membahas tantangan transnasional yang baru muncul,
termasuk dampak pandemi, perubahan iklim, serta isu-isu terkait dengan demokratisasi.
Terdapat juga pengakuan terhadap kebutuhan untuk mengadopsi norma-norma "post-
sovereignty" yang berarti, yang menuntut pemikiran kreatif dalam menghadapi masalah-masalah
ini. Hal yang membedakan uraian ini adalah fokus tunggal dalam mengeksplorasi hal-hal tersebut,
penggambaran pola-pola unik yang tampak dalam dinamika ASEAN, serta penanganan yang
cermat atas nuansa ide-ide yang dihadapi, kondisi material yang mempengaruhi, peran individu
kunci dan aspirasi mereka, arus institusi yang berperan, serta norma-norma yang terlibat dalam
hubungan tersebut. Semua elemen ini secara bersama-sama berperan dalam menentukan
bagaimana interaksi antara kekuatan internal dan eksternal membentuk dinamika yang unik dalam
konteks ASEAN.
Penulis dengan jelas menyatakan bahwa meskipun buku ini tidak digolongkan sebagai
kajian sejarah politik Asia Tenggara, fokus utamanya adalah pada dinamika hubungan
internasional di wilayah tersebut. Buku ini berusaha untuk menyelami bagaimana interaksi yang
terjadi di dalam wilayah itu sendiri telah memberikan dampak besar terhadap cara pandang
terhadap aktor-aktor luar dan peristiwa-peristiwa global yang memengaruhi seluruh wilayah Asia
Tenggara. Lebih dari itu, penulis menyoroti bahwa wilayah ini sebenarnya merupakan hasil dari
upaya dan penciptaan bersama masyarakat di dalamnya, dan bukan semata-mata dipengaruhi oleh
faktor eksternal semata.

Anda mungkin juga menyukai