Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

SEJARAH PRA-ISLAM ASIA TENGGARA

Dosen Pembimbing :

Dibuat oleh :

1. Hariz Ramadhan

2. Rahmat Syah

3. Timbul Hagabean

4. Viyetalia Sari Inovna

Prodi Ekonomi Syariah Kelas D Semester 6

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tanggal 8 Agustus 1967 lima menteri luar negeri dari sebagian besar negara-

negara di Asia Tenggara menandatangani sebuah deklarasi yang dikenal dengan

Deklarasi Bangkok atau Deklarasi ASEAN. Momentum ini menjadi awal mula berdirinya

Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) atau Perkumpulan Bangsa-Bangsa Asia

Tenggara. Kelima menteri luar negeri yang kemudian dikenal sebagai Bapak Pendiri

ASEAN tersebut adalah Adam Malik dari Indonesia, Narciso R. Ramos dari Filipina, Tun

Abdul Razak dari Malaysia, S. Rajaratnam dari Singapura, dan Thanat Khoman dari

Thailand. Diperlukan beberapa dekade untuk merangkul semua negara di Asia Tenggara

untuk bersatu di bawah payung ASEAN. Brunei Darussalam bergabung pada tanggal 7

Januari 1984, Viet Nam pada tanggal 28 Juli 1995, Laos dan Myanmar pada tanggal 23

Juli 1997 dan Kamboja pada tanggal 30 April 1999. Hal ini disebabkan oleh proses

panjang dekolonisasi dan konflik bersenjata antara di beberapa negara di kawasan Asia

Tenggara yang belum selesai hingga akhir Perang Dingin.

Peradaban di Asia Tenggara sangat terpengaruh kuat oleh kebudayaan dari India dan

Eropa. Kebudayaan India membawa corak dalam peradaban Hindu Buddha dan berakar

kuat setelah masa pra aksara. Sementara pengaruh Eropa mempengaruhi peradaban di

Asia Tenggara semenjak bangsa Barat melakukan eksplorasi melalui pelayaran.

Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan dari artikel ini adalah mengetahui

pengaruh Hindu Buddha di Asia Tenggara dan Pengaruh Kristiani di Asia Tenggara.
1.2 Rumusan Masalah

a. Geografis Asia Tenggara

b. Periode Perkembangan Animisme dan Dinamisme

c. Periode Perkembangan Hindu dan Buddha

1.3 Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui Geografis Asia Tenggara

b. Untuk mengetahui Periode Perkembangan Animisme dan Dinamisme

c. Untuk mengetahui Periode Perkembangan Hindu dan Buddha


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Geografis Asia Tenggara

Secara umum, kawasan atau wilayah dunia kerap diartikan sebagai sekumpulan

negara yang berdekatan secara geografis dan memiliki interaksi yang intensif satu dengan

yang lain, serta memiliki persepsi yang mirip mengenai berbagai fenomena dunia. Russet

mendefinisikan kawasan atau wilayah berdasarkan kedekatan geografis dan homogenitas

budaya serta sosial serta sikap dan institusi politik yang mirip. Wilayah juga bisa dilihat

sebagai strategi utama yang dibentuk oleh koalisasi bangsabangsa yang hidup

berdampingan.1 Deutsch melihat faktor saling ketergantungan berbagai dimensi dari

negara-negara yang berdekatan sebagai penentu terbentuknya wilayah.2 Faktor-faktor

saling ketergantungan ini dapat berupa transaksi ekonomi, komunikasi, dan nilai-nilai

politis. Dengan kata lain, wilayah bukanlah sebuah entitas organik melainkan sebuah

bentukan sosial dan politik.

Oleh sebab itu, perlu ada kesadaran kewilayahan yang dibentuk terus-menerus.

Kesadaran ini merupakan persepsi dan rasa memiliki yang dibentuk bersama. Biasanya,

kesadaran tersebut terbentuk atau dimungkinkan oleh faktor-faktor internal yang sama

seperti budaya, sejarah, dan tradisi agama. Faktor-faktor eksternal juga dapat mendorong

terciptanya kesadaran wilayah. Ancaman politik, sebagai contoh, dapat menyatukan

persepsi dan membangkitkan kesadaran wilayah. Tantangan budaya dari luar juga dapat

mendorong rasa kebersamaan.

Secara geografis, kawasan yang disebut sebagai Asia Tenggara merupakan

wilayah yang berada di antara wilayah Asia Selatan dan Asia Timur. Wilayah Asia
Tenggara dapat dibagi menjadi dua subwilayah yang memiliki beberapa ciri khas geografis

yang mirip. Yang pertama, Asia Tenggara Daratan (Mainland Southeast Asia) yang

meliputi negara Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja dan Vietnam. Wilayah ini menempati

daratan benua Asia. Yang kedua, Asia Tenggara Kepulauan (Islands or Maritime

Southeast Asia) yang meliputi Indonesia, Filipina, Malaysia, Brunei dan Singapura.

Akan tetapi, kawasan atau wilayah Asia Tenggara hampir tidak memiliki kesamaan

budaya, agama maupun sejarah yang menyatukan sehingga layak disebut sebagai satu

wilayah. Secara budaya, kawasan ini sangat beragam. Ada ribuan budaya lokal yang

tumbuh subur dan berevolusi di kawasan ini. Pengaruh budaya Sanskerta atau India, Cina,

dan Eropa juga kental di Asia Tenggara dan kerap kali telah mengalami pembauran

sedemikian rupa dengan elemen budaya yang lain sehingga menciptakan kekhasan

tersendiri. Rabindranath Tagore, penulis India yang terkenal, pernah melakukan perjalanan

lintas Asia Tenggara untuk membuktikan sendiri pengaruh India atau budaya Sanskerta

yang konon kuat sekali di kawasan ini. Setelah kunjungan tersebut, Tagore berkata, “I see

India everywhere but find it nowhere” (Tagore, 2010. Lihat juga ISEAS, 2009). Akulturasi di

kawasan ini telah terjadi selama ratusan tahun. Kawasan ini juga memiliki agama yang

beragam. Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia

sementara Filipina merupakan masyarakat Katolik terbesar di Asia. Thailand menjadi salah

satu pusat perkembangan Therevada Budha sementara Vietnam menganut kepercayaan

Budha dengan tradisi Mahayana.

Kawasan ini mungkin memiliki kesamaan pengalaman sejarah penjajahan. Semua

bangsa di Asia Tenggara kecuali Thailand pernah dijajah oleh kekuatankekuatan besar

Eropa. Perancis menguasai daerah yang dulu disebut sebagai Indocina. Bagian Asia
Tenggara tersebut sekarang menjadi tiga negara yang merdeka dan berdaulat, Vietnam,

Kamboja dan Laos. Inggris menguasai wilayah yang sekarang menjadi Malaysia dan

Singapura sementara Myanmar dulunya menjadi bagian kekuasaan imperial Inggris di

India dan sekitarnya. Belanda menjajah Indonesia sementara Spanyol dan kemudian

Amerika Serikat pernah menduduki Filipina.

Keberagaman itu sendiri mungkin menjadi elemen yang menyatukan

bangsabangsa di wilayah Asia Tenggara. Selain itu, solidaritas sebagai negara-negara

kecil dan menengah yang pernah terjajah juga menjadi perekat yang lain. Pada dasarnya

identitas Kawasan Asia Tenggara merupakan suatu konstruksi sosial dan politik yang

pembentukan identitasnya berkembang lebih lambat daripada pembentukan organisasi

regional ASEAN.

Ada beberapa alasan yang mungkin bisa dikemukakan. Pertama, usaha

pengembangan identitas kawasan atau regional melalui pembentukan ASEAN pada tahun

1967 terjadi bersamaan dengan proses pembentukan identitas nasional semua negara di

kawasan ini yang saat itu sedang melewati tahap dekolonisasi dan gerakan nasionalisme

anti-penjajahan. Hal ini menyebabkan pengembangan dan penyebaran identitas nasional

seolah-olah menjadi prioritas utama dibandingkan pengembangan identitas kawasan.

Kedua, negara-negara di Asia Tenggara cenderung memiliki hubungan

ketergantungan dengan negara-negara di luar kawasan sedangkan hal serupa tidak terjadi

dengan negara-negara sekawasan. Filipina, misalnya, memiliki hubungan khusus dengan

Amerika Serikat dan negara adidaya ini tetap menjadi orientasi utama masyarakat Filipina.

Orientasi ini mungkin juga bagian dari usaha perimbangan kekuasaan negara-negara kecil

dan menengah dengan kekuatan besar. Negaranegara di Asia Tenggara pada dasarnya
merupakan negara dengan kekuatan menengah bahkan kecil. Di sisi yang lain, karena

letaknya yang strategis dalam jalur perdagangan dan pelayaran dunia serta geopolitik

dunia, wilayah Asia Tenggara selalu menarik perhatian negara adidaya atau great powers.

Dinamika ini sempat menciptakan relasi ketergantungan (dependence) antara negara-

negara di Asia Tenggara dengan great powers dunia tersebut.

Ketiga, dunia pendidikan sebagai komponen utama pembentukan dan penyebaran

ilmu pengetahuan di Asia Tenggara sangat lambat dalam menanggapi dan membangun

Kajian Wilayah Asia Tenggara dari perspektif kawasan ini. Akibatnya identitas kawasan

Asia Tenggara yang terbentuk lewat ranah pendidikan lebih banyak diasah oleh

cendekiawancendekiawan Kajian Asia Tenggara yang berasal dari luar kawasan ini.3

Selama beberapa dekade, pemahaman mengenai Asia Tenggara sebagai sebuah

kawasan terbentuk dari studi yang dilakukan oleh berbagai pusat Kajian Asia Tenggara di

Amerika Serikat yang memang menyediakan dana cukup besar.4 Usaha ini tidak saja

memperkaya pengetahuan mengenai Asia Tenggara tetapi juga membentuk ide dan

identitas kawasan Asia Tenggara itu sendiri.

2.2 Periode Perkembangan Animisme dan Dinamisme

2.2.1 Kepercayaan Animisme

Pengertian dari Animisme cukup banyak. Kata animisme berasal dari bahasa Latin

“anima” yang berarti “roh”.9 Animisme adalah suatu kepercayaan terhadap makhluk halus

dan roh, serta keyakinan seperti ini sudah banyak dianut oleh bangsa-bangsa yang belum

bersentuhan ataupun belum pernah menerima ajaran yang berdasarkan daripada agama

samawi (wahyu).10 Adapun karakteristik masyarakat yang menganut paham ini, antara

lain adalah mereka selalu memohon perlindungan dan permintaan sesuatu kepada rohroh,
misalnya untuk penyembuhan penyakit, sukses dalam bercocok tanam, terhindar dari

gangguan hama tanaman, hidup rukun, berhasil dalam berburu, selamat dalam perjalanan

jauh dan berperang, terhindar dari gangguan bencana alam seperti banjir, gunung

meletus, gempa bumi, kebakaran, dan gangguan cuaca; mudah dalam melahirkan, masuk

surga setelah melahirkan, selamat saat membangun dan masuk rumah baru, serta

mencapai kedudukan.11Inti dari pemahaman animisme ialah mempercayai bahwa setiap

benda di bumi seperti laut, gunung, hutan, gua, dan kuburan mempunyai jiwa yang harus

dihormati dan dijunjung agar jiwa tersebut tidak mengganggu manusia, bahkan dapat

membantu mereka dalam kehidupan untuk menjalankan aktifitas kesehariannya.12

Ciri utama kepercayaan animisme adalah percaya kepada kewujudan roh. Di

antaranya adalah penganut kepercayaan ini meyakini bahwa roh seseorang yang telah

mati akan bergentayangan ibarat tanpa tuan, menganggu mereka, bahkan kembali datang

mengunjungi mereka juga. Sebab itu, mereka mengadakan acara ritual kepada arwah

tersebut pada hari ketiga, ketujuh, dan keseratus. Selain itu, mereka percaya bahwa

tumbuhtumbuhan dan binatang memiliki kekuatan gaib. Dalam hal ini, penganut animisme

melakukan pemujaan terhadap kekuatan roh tersebut yang dipimpin oleh pawang.

Tujuannya adalah untuk memeroleh kebaikan dan terhindar dari bencana alam. Setelah

ajaran Islam masuk ke daerah Aceh, segala kepercayaan tersebut perlahan-lahan

menghilang, tetapi mulai disesuaikan dengan ajaran Islam.

Kepercayaan animisme, konsep ketuhanan sudah mulai mengambil bentuk dalam

roh-roh yang terdiri atas sususan materi yang halus. Tujuan mempercayairoh-roh ini

adalah untuk menjalin hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati, selalu

berusaha untuk menyenangkan mereka, dan menghindari tindakan yang mungkin


menyinggung mereka. Kemurkaan roh menyebabkan kerusakan dan kehancuran yang

diyakini dapat dikendalikan oleh roh,jadi tindakan yang membuat mereka marah harus

dihindari. Setiap pelintiran yang baik memiliki ruh asli, dan bahkan ketika pelintiran telah

melewati masa puncaknya, ruh tersebut dapat dikenali sebagai zat aktif. Oleh karena itu,

pikiran selalu dilihat sebagai menjalani hidup, memiliki emosi bahagia dan tidak bahagia,

serta memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi.

Pikiran menjadi sangat tidak puas ketika kebutuhannya tidak terpenuhi. Menurut

pengetahuan yang diterimasecaraumum, orang perlu mencurahkan sumber daya yang

diperlukan untuk alkohol agar tidak mengalami efek sampingnya. Strategi terbaik untuk

memenuhi kebutuhan hati adalah dengan menggunakan frase dan frase yang sesuai

dengan aturan main. Faktor internal munculnya kepercayaan animisme adalah adanya

naluri keagamaan yang dimiliki setiap orang,khususnya sebagai seorang yang persamaan

religius .Orang tahu bahwa sebesar apa pun mereka, ada satu zat yang mengatur semua

peristiwa yang mereka alami di alam semesta. Meskipun faktor eksternal yang cukup

berpengaruhdan sebatas prediksi, tetaptidakmasukdalampewahyuanberita agama dari

berbagai agama. Menurut E.B. Taylor, animisme adalah kepercayaan akan keberadaan

roh dan jiwa yang hidupdi seluruh alam semesta.

Teori ini dimaksudkan sebagai upayauntuk menemukan asal usul dan

perkembangan agama dalam kebudayaan manusia. Kesadaran manusia akan keberadaan

jiwa spiritualdianggap sebagai asal usulagama. E. B. Taylor adalah tokoh yang sangat

berpengaruh dalam teori perkembangan agama suku kuno. Pada tahun 1873 ia menulis

buku berjudul BudayaPrimitif. Dalam buku ini ia memperkenalkan teori animisme. Ada dua

kepercayaan utama yang terdapat dalam teori animisme ini, yaitu:


a. Keyakinan akankeberadaan jiwa didalam setiap makhluk yang dapat terus

adabahkansetelahkematian makhluk atau kehancuran tubuhnya.

b. Keyakinanakan adanya banyak tingkatan roh yang berbeda dari rendah ke tinggi,

dengan dewa diatas

Animisme juga didefinisikan oleh Hamka dalam bukunya Evolusi Kebatinan di

Indonesia, meliputi leluhur yang telah meninggal yang hanya hilang jasadnya, ruh atau

rohnya yang masih ada di sekitar kita, dan tempat mereka yang paling tinggi dan paling

mulia adalah surga. Konsep animisme yang disebutkan oleh Hamka menjelaskan bahwa

hantu memiliki penampakan, seperti kaki dan tangan yang panjang, panjang umur dan

membutuhkan makanan, hantu juga terkadang terlihat, terbuat dari materi halus atau gaib.

Kepercayaan terhadap animisme terus berlanjut dan melalui proses evolusi yang panjang.

Sampai saat ini, kepercayaan tersebut tetap ada pada beberapa suku bangsa di

Indonesia, meskipun dalam bentuk yang berbeda. Upacara-upacara ini biasanya dilakukan

oleh seseorang yang memiliki kemampuan untuk menghubungkan dunia nyata dengan

makhluk halus dan yang menganut kepercayaan animisme. Contoh animisme pada masa

sekarang adalah: Misalnya menyembuhkan penyakit, berhasil bercocok tanam,

menghindari hama tanaman, hidup rukun, berhasil berburu, selamat menempuh perjalanan

jauh dan perang, serta terhindar dari bencana alam seperti banjir, gunung meletus, gempa

bumi, kebakaran, gangguan cuaca,dll.

Di Indonesia, tepatnya di Nusa Tenggara Timur khususnya di Desa Pili Kec. Kie

(Ki’e) Kab. Timor Tengah Selatan (TTS) masih mempercayai kepercayaan animisme.

Menurut Mudjahid Abdul Manaf bahwa masyarakat Desa Pili meyakini bahwa manusia

yang masih hidup, begitu juga hewan, tumbuhtumbuhan dan benda-benda lainnya telah
didiami atau dikuasai oleh kekuatan roh-roh dari orang yang telah mati, atau roh-roh jahat

dari Jin. Oleh karena itu, masyarakat mempercayai roh-roh tersebut memiliki kekuatan

yang sangat dahsyat dan berkehendak, di mana ketika arwah itu marah maka bisa

mengancam manusia dan jika gembira (karena dipuja) memberi keberkahan serta

keuntungan bagi manusia. Seperti Uis Pah (penguasa alam), dan Pah Nitu Pah Tuaf,

merupakan kaki tangan dari Uis Neno, yakni penguasa langit, atau Allah berkuasa.

Sejatinya masyarakat yakin kepada Allah, hanya kebiasaan mereka menjatuhkan dirinya

dengan menyembah sesuatu roh-roh leluhur.5 Untuk itu, tugas Uis Neno di sini yakni

mengatur dan mengurus kehidupan manusia. Oleh karenanya dalam melakukan upacara-

upacara keagamaan, untuk segala kegiatan usaha, pertama yang dilakukan adalah

menghubungi Uis Pah, dan Pah Nitu, Poe Pah, dan Pah Tuaf. Karena menurut

kepercayaan masyarakat Desa Pili bahwa dewa bumi dan roh nenek moyang inilah yang

lebih dekat dengan manusia. Terutama Pah Nitu yang berperan sebagai pelindung

kehidupan sebagai hakim terhadap pelanggaran tata kehidupan manusia (Manaf, 1994:

11-13).

Adapun ragam kepercayaan dan berbagai sikap terhadap orang yang telah meninggal,

penulis jelaskan kultus/praktik pemujaan antara lain:

1. Proses Penguburan Mayat.

Dalam proses penguburan mayat, jika salah satu orang tua atau saudara yang meninggal,

sebelum proses menguburkan itu dilakukan maka terlebih dahulu harus menunggu

keluarga besar (marga) untuk berkumpul semua, baru bisa dikuburkan. Si mayat dapat

dimakamkan ada yang sampai menunggu berhari-hari atau bermingguminggu,

dikarenakan menunggu keluarga besar untuk bersepakat satu sama lain.


2. Tingkat pemujaan.

Tidak semua roh-roh itu memiliki level yang sama, karena di antara mereka diyakini ada

yang paling berkuasa. Pemahaman ini terjadi karena dalam suatu kelompok atau anggota

suku ketika melaksanakan ritual pemujaan terhadap leluhur yang tingkatannya lebih

rendah, maka ritual pemujaannya hanya bersifat sementara waktu. Kecuali leluhur yang

dianggap paling berkuasa, maka ritual pemujaannya akan berlangsung lama.

3. Kultus persembahan merupakan tumpuan harapan.

Masyarakat Desa Pili meyakini bahwa roh para leluhur dapat didatangkan untuk

membantu kesulitan masyarakat melalui perantara dukun, terutama untuk menjamin

kelestarian nasab/keturunan; sebab, sebagian masyarakat meyakini roh-roh itu

mengharapkan keturunannya selalu memujanya. Selain itu, roh dapat memberi

keuntungan yakni dapat membantu menghilangkan penyakit atau wabah, atau dapat

memberikan hasil panen yang berlimpah.

4. Roh leluhur didewakan.

Dalam kultus pemujaan, masyarakat Desa Pili meyakini bahwasanya roh para leluhur

dapat disembah karena kedudukannya sebagai dewa.

5. Kultus persembahan berbentuk komunal.

Seseorang yang telah meninggal dapat disembah oleh anggota keluarga, kelompok suku,

maupun adat, karena para roh ini menjadi milik masyarakat umum, bukan milik salah satu

keluarga atau perseorangan sebagaimana mereka masih hidup.

6. Orang mati diyakini dapat membahayakan bagi orang yang masih hidup.

Apabila salah satu keluarga yang sakit dalam kondisi tidak diperhatikan, tidak merawat,

atau tidak dilayani dengan baik, maka ketika ia meninggal, rohnya dianggap membawa sial
bagi keluarga yang masih hidup. Karena yang demikian itu dapat menyebabkan penyakit

menular, terlebih lagi bila mana mereka meninggal tak wajar, sehingga berdampak

kematian berkelanjutan pada orang lain.7

7. Tokoh Agama atau Kepala Suku yang meninggal dituhankan.

Jika ada seorang pemuka agama atau kepala suku yang mati, kebiasaan masyarakat

Desa Pili meyakini bahwa rohnya dapat berkuasa dan menentukan nasib kehidupan

seseorang yang masih hidup. Roh-roh mereka diyakini mampu memberikan pertolongan

tetapi juga mampu menyakiti orang hidup. Oleh karena itu, agar masyarakat tidak

mendapat musibah maka dilakukan sebuah ritual adat.

8. Orang yang lebih tua meninggal.

Kebiasaan masyarakat Desa Pili lainnya adalah mempercayai bahwa jika ada orang tuah

renta (sepuh) meninggal, kuburannya tidak boleh dilupakan begitu saja. Karena mereka

inilah yang nantinya menjadi wadah yang kedudukannya akan menjadi sesembahan

dikemudian hari.

9. Orang yang telah mati diyakini rohnya.

Masyarakat Desa Pili percaya bahwa orang yang sudah mati dapat kembali ke dunia, atau

dalam tradisi Hindu ada proses punarbhawa atau reinkarnasi, di mana jasad mereka

kembali hidup dan rohnya dapat dilahirkan kembali dalam jasad-jasad yang dikehendaki

dan dipilih olehnya.8

2.2.2 Kepercayaan Dinamisme

Istilah dinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos. Dalam bahasa

Inggris disebut dynamic, artinya adalah kekuatan, daya, kekuatan atau khasiat. Dalam hal

ini, dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia karena


diyakini memiliki kekuatan yang gaib. Dengan kata lain, dinamisme adalah keyakinan

terhadap kekuatan yang berada dalam zat suatu benda dan diyakini mampu memberikan

suatu manfaat dan marabahaya. Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air,

pohon, binatang, bahkan manusia. Unsur dinamisme lahir dari rasa ketergantungan

manusia terhadap daya dan kekuatan lain yang berada di luar dirinya. Setiap manusia

akan selalu merasa butuh dan berharap kepada zat lain yang dianggapnya mampu

memberikan berbagai pertolongan dengan kekuatan yang dimilikinya. Manusia tersebut

mencari zat lain yang akan ia sembah, karena ia merasa tenang dan nyaman jika ia selalu

berada dekat zat tersebut.13

Sebagai kepercayaan pada benda-bendamagis yang dinamis, benda-benda yang

memancarkan kekuatan magisterbagi menjadi tiga bagian:

1. Benda-Benda Keramat Bagi masyarakat primitif, benda keramat mengacu pada benda

dengan kekuatan luar biasa dan jarang dibandingkan dengan aspek magis seperti logam,

emas, perak, dan besi.Dan ada kriteria yang berbeda untuk menyatakan kesuciannya,

masing-masing bagian memilikisihir (makna) tersendiri.DiGoa,misalnya, ada kebiasaan

menimbang sebongkah emas setiap tahun. Saat bobot bertambah, ada harapan baik untuk

kerajaan. Sebaliknya, jika menurun, berarti bencana.

2. Orang-orang keramat Dalam masyarakat primitif diyakini bahwa beberapa orang suci,

bertuah, suci,dll. Mereka dihargai lebih dari yang lain, baik karena garisketurunannya

maupun karenapengetahuannya.Menurut mereka, orang-orang ini memiliki kekuatan

supranatural. Misalnya dalam Wayang,Kressna dan Rama dianggap sebagai titisan Wisnu.

Agar dianggap kuat, mereka memiliki hak untuk memerintah kerajaan dan menduduki

posisi tinggi dalam masyarakat.Apalagi saat ini di masyarakat pedesaan ada kiai yang
selalu dihormati seolah-olah tidak pernah melakukan kesalahan.Ini adalah sisa-sisa dari

dinamika.

3. Binatang-binatang Keramat Dalam kepercayaan masyarakat primitif, diasumsikan

bahwa hewan tertentu itu suci.Dilarang berburu binatang ini kecuali pada waktu-waktu

suci. Bahkan ada hewan yang bisa mempermalukan manusia. Selain itu, penyalahgunaan,

perburuan sembarangan dan konsumsi hewan-hewan ini untuk diambil dagingnya

dilarang.

Contoh Dinamisme di Asia Tenggara bisa dilihat lagi dari Nusa Tenggara Timur di

Desa Pili Kec. Kie (Ki’e) Kab. Timor Tengah Selatan (TTS). Desa Pili meyakini bahwa di

dunia ini ada benda-benda yang dianggap sangat luar biasa atau menyimpan kekuatan,

seperti pedang, tombak, keris, batu, pohon yang besar. Sampai saat ini masyarakat Desa

Pili masih mempercayai hal-hal demikian itu.20

Adapun secara khusus, bentuk/ragam dinamisme dalam masyarakat muslim atau

secara mayoritas masyarakat Desa Pili mempercayai benda-benda yang diyakini

mempunyai daya kekuatan, sebagai berikut:

1. Uang

Jika ada salah satu keluarga yang meninggal dunia, saat proses berdoa seluruh keluarga

harus memegang uang. Uang di sini dipercayai dapat dipakai untuk ‘menebus dosa’. Jika

selesai doa, uang itu dimasukkan ke kotak amal dengan tujuan agar orang yang meninggal

ini dosa-dosanya diampuni. Uang dari masyarakat tidak boleh dimakan oleh pemimpin

doa, karena akan celaka bagi orang yang menerima uang itu. Mereka menganggap uang

itu cukup didoakan, dan mereka tidak perlu shalat lagi. Hal demikian, dipahami oleh Tohir
Natonis bahwa Islam hanya sebatas kulit, akan tetapi kepercayaan (i’tiqad)nya masih

animisme dan dinamisme.21

2. Makam Keramat Sesepuh (tertua)

Kuburan/makam sesepuh desa atau tokoh adat yang telah meninggal dan kuburannya itu

dianggap usia tua, oleh masyarakat meyakini kekeramatan makam itu. Jika dalam

masyarakat desa (kedua belah pihak) terjadi masalah atau terjadi konflik (tidak diketahui

mana yang bersalah) dirasa sulit diselesaikan, maka masyarakat desa mengadakan ritual

doa ke kuburan keramat yang dipimpin sesepuh desa tersebut untuk meminta petunjuk

dan kekuatan. Tujuan tersebut untuk dilakukan ‘sumpah’ atas nama sesepuh desa

tersebut. Dengan begitu salah pihak yang berkonflik itu akan ketahuan siapa yang

bersalah. Tujuan dari sumpah ini adalah untuk ‘balas dendam’, khusus bagi orang yang

berkonflik.22

3. Pedang

Secara umum, pedang berfungsi untuk memotong kayu atau menebang pohon.

Masyarakat Desa Pili percaya bahwa pedang yang dipakai untuk memotong pohon itu

menyimpan kekuatan atau kesaktian yang sangat luar biasa di dalam pedang tersebut.

Pedang yang telah dipakai untuk memotong itu dianggap berbeda dengan pedang yang

biasa, sehingga kekuatan pedang itu bertambah, maka harus dirawat atau disimpan di

tempat yang aman dan dipuja-puja.23 Namun secara khusus, pedang diyakini memiliki

energi positif atau negatif jika dimasukkan daya kekuatan. Adapun fungsi pedang yang

dimasukkan daya kekuatan itu dapat membasmi kejahatan.24

4. Tombak
Tombak berfungsi untuk berburu binatang yang ada di hutan. Tombak ini sebelum dipakai

untuk berburu terlebih dahulu diisi kekuatan magic di luar akal manusia supaya tombak

tersebut mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa, sehingga kekuatan tombak ini tetap

stabil maka harus dirawat dan di simpan di tempat yang baik dan dipuja-puja supaya

tombak tersebut menambah kekuatan.

5. Keris

Dalam kepercayaan masyarakat Desa Pili, keris berfungsi untuk menjaga diri. Kebiasaan

masyarakat Desa Pili setiap ada aktivitas atau dalam perjalanan ke tempat yang jauh

mereka pasti membawa barangbarang tertentu seperti keris. Tetapi sebelum dibawa, keris

tersebut diisi terlebih dahulu dengan mantra-mantra tertentu supaya keris tersebut

mempunyai daya kekuatan yang sangat luar biasa, dan keris tersebut dianggap memberi

keselamatan dan membawa mereka sampai tujuan.25

6. Batu

Menurut kepercayaan masyarakat Desa Pili, batu berfungsi untuk melempar binatang

buruan atau melempar musuh. Batu tersebut sebelum digunakan untuk melempar diisi

terlebih dahulu dengan mantra supaya batu ini dianggap mempunyai daya kekuatan yang

berbeda dengan batu yang lain. Supaya batu ini kekuatannya bertambah dan tidak hilang

harus dirawat dan di simpan di tempat yang aman supaya batu tersebut menambah

kekuatan.

7. Pohon

Dalam kebiasaan masyarakat Desa Pili, ketika mereka melihat pohon yang besar dan

subur mereka beranggapan bahwa pohon tersebut dihuni oleh makhluk halus seperti jin

atau hantu, sehingga pohon tersebut dikeramatkan dan ditakuti oleh masyarakat.
8. Padi

Jika dalam masyarakat desa melakukan tanam padi, maka salah seorang pemilik terlebih

dahulu melakukan ritual doa kepada alam (roh) supaya hasil panen melimpah ruah dan

berkah. Ritual doa ini bisa dilakukan secara perseorangan (individu) atau kolektif.26

Dalam kepercayaan masyarakat Pili, sejumlah benda-benda di atas memiliki daya

kekuatan diyakini membawa keberkatan dan perlindungan seperti makam keramat, keris

dan lain sebagainya. Mereka meyakini kekuatan gaib yang menghuni di segala tempat

dapat membantu mereka dalam segala hal. Hal ini pula yang membuat masyarakat masih

sulit untuk meninggalkan tradisi ini meskipun sudah menerima pokok-pokok ajaran Islam.

2.3 Periode Perkembangan Hindu dan Buddha

Asia Tenggara dan India berinteraksi dengan India berupa hubungan pelayaran

dan perdagangan sejak permulaan awal abad masehi. Hubungan antara Asia Tenggara

dan India berakibat pada pengenalan agama dan kebudayaan dari India yaitu Hindu dan

Buddha. Berita tentang adanya kerajaan-kerajaan kuno yang berdiri di Asia Tenggara

banyak berasal dari jurnal perjalanan orang-orang Tionghoa (Groeneveldt, 2018). Sumber-

sumber Cina tersebut berhasil merekam beberapa kerajaan yang berdiri di kawasan Asia

Tenggara.

Bukti-bukti lain berasal dari penelitian Coedes (2010). Penyeledikan bukti-bukti

dari Coedes menyimpulkan bahwa India Selatan memainkan peranan paling besar dalam

mengeksplor kebudayaan India. Penyebaran agama hindu kemudian telah melahirkan

kerajaan-kerajaan Hindu di Asia Tenggara. Penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara

diperkirakan lebih awal dibandingkan dengan masuknya agama Hindu. Penyebaran

agama Buddha mengenal adanya misi penyebaran agama yang disebut Dharmadhuta.
Diperkirakan agama Budha berkembang di Asia Tenggara sejak abad ke-2M. Penemuan

beberapa patung Buddha dari perunggu di kawasan Asia Tenggara membuktikan agama

Buddha berkembang sejak awal. Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti siapa

pembawanya dari India Selatan ke Asia Tenggara.

Teori masuknya Hindu Buddha ke Asia Tenggara dikemukakan oleh beberapa

ahli. Van Leur berpendapat bahwa penyebaran kebudayaan Hindu dilakukan oleh

Brahmana karena Penyebaran kebudayaan Hindu lebih banyak sebagai suatu peristiwa

istana. Penyebaran dilakukan oleh para Brahmana-Brahmana atau pendetapendeta India

yang dipanggil oleh RajaRaja Asia Tenggara. Majumdar, Bosch dan Moens

mengemukakan bahwa Kebudayaan Hindu dia Asia Tenggara dibawa oleh para Ksatria.

Pada masa itu di India terjadi pergolakan politik antara golongan Brahmana dan golongan

Ksatria. Golongan Ksatria terdesak dan melarikan diri ke Asia Tenggara. Golongan Ksatria

kemungkinan mencari tempat baru untuk menetap dan membangun kekuasaan ditempat

baru dan peradaban ditempat baru. Krom dan Coedes menyimpulkan bahwa kebudayaan

Hindu dibawa oleh para Waisya yaitu para pedagang dari India. Teori tersebut

mengatakan bahwa penyebaran agama Hindu di Asia Tenggara dilakukan oleh golongan

Waisya yang terdiri dari para pedagang. Mereka datang dan menetap di Asia Tenggara

kemudian menikahi wanitawanita setempat. Hal tersebut menjadikan tersebarnya

kebudayaan Hindu di Asia Tenggara (Hall, 1988).

Teori yang paling kuat adalah teori Brahmana. Beberapa alasan yang menguatkan

teori Brahmana adalah golongan Brahmana yang berhak dan mampu menyiarkan agama

Hindu. Selanjutnya Prasasti yang diketemukan pertama di Asia Tenggara berbahasa

Sanksekerta, sedangkan di India sendiri bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan
upacara keagamaan. Kaum Brahmana merupakan golongan yang mengerti dan

menguasai pengguanan bahasa sanksekerta tersebut. Kaum Brahmana mempunyai

kedudukan penting dalam kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara

Agama Hindu dan Buddha di Asia Tenggara mempunyai pengaruh yang kuat di

masyarakatnya. Masyarakat Asia Tenggara mulai menganut agama Hindu, walaupun ciri

kebudayaan aslinya tetap ada, misalnya pemujaan terhadap roh nenek moyang.

Masyrakat Asia Tenggara mulai mengenal sistem pemerintahan kerajaan dan

meninggalkan sistem pemerintahan kepala suku. Sistem kerajaan memerankan seorang

raja memerintah secara turun temurun. Terjadi banyak perubahan dalam tata kehidupan

sosial masyarakat. Misalnya dalam masyarakat Hindu diperkenalkan sistem kasta. Sistem

ekonomi tidak begitu besar pengaruhnya dan tidak banyak menyebabkan perubahan

karena masyarakat Asia Tenggara telah mengenal aktifitas perekonomian melalui

pelayaran dan perdagangan jauh sebelum masuknya pengaruh Hindu. Pada bidang

budaya, terlihat sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Asia Tenggara.

Pengaruh terlihat jelas pada hasil-hasil kebudayaan seperti bagungan Candi dan seni

sastra berupa cerita Ramayana dan Mahabarata. Pengeruh lainnya pada sistem tulisan,

kebudayaan Hindu berperan memeperkenalkan sistem tulisan di masayarakat Asia

Tenggara (Hall, 1988; Soekmono, 1981).

Kerajaan yang terlacak untuk pertama kalinya adalah Kerajaan Funan. Funan

berasal dari perkataan dari Cina modern yang berasal dari ucapan kata b’iunam. B’iunam

mempunyai arti dalam terjemahan dari bahasa Khmer kuno bnam yang artinya gunung.

Nama dari kerajaan itu sendiri belum diketahui pasti, tetapi raja-rajanya menggunakan

gelar Krung Bnam, yang artinya raja gunung. Funan letaknya di Kamboja sekarang. Pusat
kerajaannya bernama Wijadhapura, kuarang lebih di sebelah selatan tenggara Phom Penh

sekarang. Kota pelabuhannya terletak di desa Oc Eo sekarang. Kota pelabuhan tersebut

dahulu memegang peranan penting dalam perdagangan internasional (Hall, 1988). Funan

merupakan imperium maritim pertama di Asia Tenggara.

Setelah Funan kerajaan lainnya terdeteksi melalui peninggalanpeninggalan

prasasti. Kerajaan Lin-Yi (192-550) berdiri di Provinsi Quan Nam, Vietnam. Di

Semenanjung Melayu terdeteksi pula beberapa kerajaankerajaan seperti Tun-sun, Chu’u-

tu-k’un (Tu-k’un), Chiu-Chih (Chu-li), Lang-yasin, Tan-ma-ling, T’iu-ku-li. Di Myanmar

berdiri kerajaan Pyu, Dwarawati, Pagan, Ava dan Pegu. Di Kamboja berdiri kerajaan-

kerajaan bangsa Khmer seperti Chen-La dan Khmer Angkor. Di Vietnam kerajaan

Champa, Dai-Co-Viet (Hall, 1988; Ricklefs, et al, 2013; Coedes, 1969).

Periode kuno sejarah Thailand tidak dapat dilepaskan dari fakta bahwa daerah

utara maupun tengah tidak hanya dihuni bangsa Thai. Mereka menjadi minoritas ditengah

bangsa Mon di Kamboja dan Mon-Khmer yang mengisi wilayah Thailand terlebih dahulu.

Bangsa Thai menjadi penguasa baru ketika wilayah-wilayah bangsa Mon ditaklukan.

Melalui penaklukan oleh bangsa Thai, bangsa Mon berasimilasi dengan bangsa Thai dan

bangsa Khmer perlahan terasimilasi sebagian, sehingga menjadi minoritas (Hall, 1988;

Ricklefs, et al, 2013; Coedes, 1969).

Kerajaan Sukotahi merupakan kerajaan yang terindikasi pertama berdiri di

Thailand. Sukothai merupakan kerajaan terbesar dan terpenting di masa itu. Sukothai

berdiri dari 1238-1350. Pada masa Rama Kamheng (tahun 1287) mengadakan

persetujuan tidak saling mengganggu dengan Chieng Mai dan P’ayao. Beliau mengadakan

ekspansi yang ditujukan ke kerajaan Mon Dwarawati dan wilayah Kamboja disebelah barat
hulu sungai Mekong. Agama resminya adalah Budha Singhala Ortodoks. Kerajaan

Sukothai mulai mundur pada masa Luthai (1347). Sukhotai ditundukan oleh Ramadhipati

yang kemudian mendirikan kerjaan baru yaitu Ayuthia dengan ibu kotanya di Dwarawati Sri

Ayuthia (Hall, 1988; Ricklefs, et al, 2013; Sudharmono, 2012; Coedes, 1969).

Kerajaan Ayuthia mempunyai masa dari tahun 1350-1767. Raja Ramadhipati

(1350-1369) sampai raja Boromaraja (1529-1534) memfokuskan Kerajaan Ayuthia untuk

dicurahkan untuk mengawasi kerajaan Sukothai dan Chiengmai. Kerajaan Ayuthia

meluaskan wilayahnya ke Kamboja. Sementara Sukothai baru dapat ditaklukan

sepenuhnya pada tahun 1420 (Hall, 1988; Ricklefs, et al, 2013; Sudharmono, 2012;

Coedes, 1969).

Dinasti Ayuthai boleh dikatakan meletakkan dasar-dasar kerajaan Muang Thai

sekarang. Ramadhipati I membentuk dasar hukum Siam yaitu mengasimilasikan adat

istiadat Nanchao dengan Hukum Manu. Pada masa raja Boromo Trailokanat (1448-1488)

tersusunlah beberapa ketentuan dengan monarki Siam dengan sistem sentralisasi dalam

pemerintahan dan komando tentara. Sistem kepemilikan tanah menentukan kedudukan

seseorang dalam masyarakat. Dinasti Ayuthia berkuasa sampai 1767. Penggantinya

adalah dinasti Bangkok yang berkuasa hingga kini (Hall, 1988; Ricklefs, et al, 2013;

Sudharmono, 2012; Coedes, 1969).

Peradaban lainnya yang menguasai hegemoni di Asia Tenggara berada di Pulau

Sumatera dan Pulau Jawa. Pada abad ke-7 berdiri Kedatuan Sriwijaya di Sumatera dan

pada abad ke-14 berdri Kerajaan Majapahit. Kedua kerejaan tersebut merupakan yang

terbesar selama peradaban Hindu-Buddha di Indonesia.


Kedatuan Sriwijaya merupakan kerajaan termegah yang ada di Indonesia pada

abad ke-7. Pada prasasti Kedukan Bukit pada tahun 605 tahun Saka (683 M)

menceritakan perjalanan suci yang dilakukan oleh Daputra Hyang dengan perahu. Ia

berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara sebanyak 20.000 orang, dan

berhasil menaklukan beberapa daerah. Perjalanan ini membawa kemenangan bagi

Sriwijaya dan membawa kemakmuran. Prasasti kedua yang menjadi bukti mengenai

adanya prasasti Talang Tuo yang berangka tahun 684 M. Prasasti tersebut menjelaskan

Taman Sriketra atas perintah dari Daputra Hyang untuk kemakmuran semua makhluk.

Semua harapan dan doa yang ada di prasasti tersebut menunjukan adanya corak agama

Sriwijaya yaitu Buddha. Prasati lainnya berisi kutukan kepada siapa saj ayang akan

berbuat tidak baik kepada Sriwijaya. Prasasti tersebut adalah Telaga Batu, Kotakapur,

Karang Berahi. Letak Kerajaan Sriwijaya yang berada di Sumatera belum dapat dipastikan

secara pasti letaknya dimana. Ada petunjuk letak dari Kerajaan Sriwijaya dari I-tsing

bahwa Sriwijaya terletak di daerah khatulistiwa. Kekuasaan Sriwijaya diperkirakan

terbentang di seluruh Sumatera sampai Semenanjung Malaya dan bahkan kemungkinan

sampai daerah Pulau Jawa bagian barat. Sriwijaya mempunyai daerah yang luas dan

strategis diperairan Samudra Hindia dan Selat Malaka (Hall, 1988; Ricklefs, et al, 2013;

Soekmono, 1981; Wolters, 2011). Mereka mempunyai armada laut yang sangat kuat

sebagai kekuatan militer yang kuat.

Sriwijaya juga menjadi tempat bagi pendidikan Buddha. Pendeta I-tsing dalam

catatannya menunjukan bahwa sebelum ke India beliau singgah di Sriwijaya selama enam

bulan selama dua bulan kemudian pergi ke India dan tinggal 10 tahun. Pada tahun 685 M

ia kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama empat tahun untuk menerjemahkan berbagai
kitab suci Budhha dari bahasa Sanskerta kedalam bahasa Tionghoa. Cerita perjalanan I-

tsing menunjukan bahwa Sriwijaya merupakan pusat kegiatan ilmiah agama Budhha. Di

Sriwijaya terdapat guru yang terkenal yaitu Cakyakirti. Pada tahun 1011-1023 M tinggal

seorang bikhsu dari Tibet bernama Atisa untuk berguru kepada Dharmakirti. Dharmakirtri

adalah seorang pendeta tertinggi di Suwarnadwipa yang merupakan ahli tertinggi. Raja

yang berkuasa ketika itu adalah Dharmapala yang menghadiahi kitab Buddha kepada

Atisa (Soekmono, 1981; Wolters, 2011).

Pada masa Sanggramawijayatunggawarman hubungan antara Sriwijaya dan

Colamandala menjadi buruk tanpa ada sebab yang pasti. Rajendra Coladewa yang

menjadi raja Colamandala melakukan serangan besar-beasaran ke Sriwijaya pada tahun

1023. Pada tahun 1030 mereka kembali menyerang Sriwijaya. Pada serangan yang

kedua, raja Sriwijaya ditawan oleh Colamandala. Pada tahun 1068 Colamandalam

dibawah Wirajajendra menaklukan Sriwijaya kembali dengan memfokuskan serangan di

Malaka (Soekmono, 1981; Wolters, 2011).

Kerajaan di Pulau Jawa yang terbesar adalah Majapahit. Raden Wijaya adalah

pendiri kerajaan Majapahit. Raden Wijaya yang telah berhasil mengusir pasukan Tiongkok

setelah mengalahkan Kadiri mendirikan kerajaan bernama Majapahit. Raden Wijaya

terkenal menjadi raja yang tegas dan bijaksana. Keadaan negara aman dan tenteram.

Raden Wijaya wafat pada tahun 1309, dengan meninggalkan 3 orang anak. Dua anak dari

Gayatri yang berjenis kelamin wanita dan satu orang dari Tribhuwana

(Prameswari/permaysuri) yang berjenis kelamin laki-laki melanjutkan tahtanya yaitu

Jayanegara (Soekmono, 1981; Muljana, 1983).


Pada pemerintahan Jayanegara Majapahit banyak diterpa kesulitan dalam negeri

karena banyak pemberontakan terjadi. Jayanegara wafat pada tahun 1328 M. Beliau tidak

mempunyai keturunan sehingga penerusnya bukan dari keturunannya. Akibat tidak adanya

keturunan langsung dari Jayangera untuk meneruskan tahtanya maka yang melanjutkan

adalah anak wanita dari Gayatri. Maka yang menggantikan adalah Bhre Kahuripan (nama

gelar). Bhre Kahuripan naik tahta dan mendapatkan gelar Tribhuanatunggadewi

Jayawisnuwardhani (Soekmono, 1981; Muljana, 1983).

Tribhuanatunggadewi sebagai raja dibantu oleh Gajah Mada untuk memimpin

Majapahit. Gajah Mada menunjukan pengabdiannya dengan mengucap sumpah Palapa

untuk mempersatukan Nusantara dibawah pimpinan Majapahit. Pada tahun 1350

Tribhuanatunggadewi turun takhta dan digantikan oleh anaknya tersebut yaitu Hayam

Wuruk yang lahir pada 1334. Hayam Wuruk bersama Gajah Mada membangun Majapahit

untuk menjadi kerajaan yang dapat mempersatukan wilayah Nusantara dan

memakmurkan rakyatnya. Kekuasaan Majapahit cepat menyebar dan berhasil menguasai

daerah taklukan seluas negara Indonesia sekarang ditambah wilayah disemenanjung

Malaya. Selain menaklukan beliau juga mempererat persahabatan dengan raja-raja

tetangga Majapahit (Soekmono, 1981; Muljana, 1983).

Pada pemerintahan Hayam Wuruk kemakmuran dan keamanan terwujud dengan

baik. Pada aspek keamanan Majapahit dapat menjaga stabilitas keamanan negara dengan

baik. Armada maritim Majapahit berhasil mengamankan daerah kekuasaannya dari

kekacauan yang dibuat oleh Tiongkok (Soekmono, 1981; Muljana, 1983).

Gajah Mada wafat pada 1364 yang meninmbulkan kesulitan siapa yang dapat

menggantikannya. Faktor dari regenarasi kepemimpinan menjadi masalah di Majapahit.


Pada tahun 1389 Hayam Wuruk wafat dan digantikan oleh menantunya Wikramawardhana

yang menikahi anak perempuannya yaitu Kusumawardhani. Namun pernikahan antara

Hayam Wuruk dengan salah satu selirnya mendapatkan anak laki-laki yang bernama Bhre

Wirabhumi. Bhre Wirabhumi diamanahkan untuk memimpin wilayah Majapahit di daerah

Timur Pulau Jawa (Soekmono, 1981; Muljana, 1983).

Pada masa Wikramawardhana terjadi persitiwa besar yaitu paregreg. Majapahit

dikisahkan terpecah menjadi dua antara kekuasaan Wikramawardhana dan Bhre

Wirabhumi. Peristiwa paregreg ini berakhir dengan kalahnya Bhre Wirabumi. Namun

akibat dari peristiwa paregreg ini sangat berdampak bagi keutuhan Majapahit. Tiongkok

yang sudah sejak lama menggangu kekuasaan Majapahit berusaha kembali memikat

daerah-daerah di luar Jawa. Kalimantan Barat, Malayu dan Palembang lepas dari

kekuasaan Majapahit. Menyusul Malaka dan daerah lainnya yang kemudian melepaskan

diri. Wikramawardhana wafat pada 1429 dan kemegahan Majapahit seakan menuju

kearah keruntuhan (Soekmono, 1981; Muljana, 1983).

Pengganti Wikramawardhana adalah Dewi Suhita anak wanitanya. Beliau

berkuasa dari 1429-1447. Suhita diangkat menjadi raja Majapahit supaya dapat

mempersatukan kembali Majapahit yang sebelumnya terbelah menjadi dua. Ibu Suhita

sendiri adalah anak dari Bhre Wirabhumi. Pada masa Suhita bangunan kebudayaan

didirikan dengan mendirikan bangunan-bangunan pemujaan di lerenglereng gunung

Penanggungan, dan Lawu (Candi Sukuh dan Candi Ceta). Suhita digantikan anak tirinya

yaitu Kertawijaya yang memerintah 1447-1451. Sejarah dari Majapahit menjadi kabur

karena tidak dapat diketahui dengan pasti. Catatan raja-raja Majapahit setelahnya adalah

Rajasawardhana, Bhre Wengker, Bhre Pandan Salas, Kertabhumi,


Singhawikramawardhana, dan terakhir Ranawijaya yang bergelar Bhatara Prabhu

Girindrawardhana. Setelah itu kedudukan Majapahit di dalam sejarah semakin kabur

terlebih Ranawijaya menamakan dirinya melalui prasasti pada tahun 1486 dengan nama

Raja Wilwatikta Daha Janggala Kadiri (Soekmono, 1981; Muljana, 1983).


BAB III

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai