Anda di halaman 1dari 19

ISLAM DI ASIA TENGGARA

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam

Program Studi Pendidikan Bahasa Arab

Oleh :

Firda Aiza Nafisa

Nur Hidayatun Naimah

Dosen Pengampu :

Dr. H. Amir Maliki Abitolkha, M. Ag

PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA ARAB

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT. Atas rahmat dan


hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Islam di
Asia Tenggara". Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah
Metodologi Studi Islam. Disamping itu, makalah ini bertujuan menambah
wawasan tentang bagaimana Islam di Asia Tenggara untuk menmbah wawasan
penulis maupun pembaca dan menambah kecintaan terhadap nikmat yang
diberikan kepada kita berupa Islam.

Penyelesaian makalah ini penulis tidak luput dari pertolongan Allah SWT
dan dari berbagai pihak, oleh karenanya penulis menghaturkan rasa syukur kepada
Allah, rasa terima kasih dan rasa hormat kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini, terutama kepada Ustadz Dr. H. Amir
Maliki Abitolkha, M. sebagai dosen pengampu mata kuliah Metodologi Studi Islam.

Penulis menyadari bila makalah ini masih jauh dari sempurna. Tentu
masih banyak kekurangan bahkan kesalahan dari makalah ini, baik dari segi
materi, penulisan m penyajiannya. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 12 November 2021

Penyusun

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Asia Tenggara merupakan wilayah yang cukup luas dan
berpengaruh di kawasan dunia. Asia Tenggara terdiri dari Asia Tenggara
Daratan yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam, dan Asia
Tenggara Maritim yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia,
Singapura, dan Timor Leste.
Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah yang memiliki sikap
sosial dan kepercayaan yang beragam namun di setiap negara bisa
dipastikan ada yang memeluk agama Islam baik itu masyarakat mayoritas
atau minoritas. Warga Muslim di Asia Tenggara diperkirakaan jumlah
mereka mencapai 300 juta jiwa yang mana diantaranya mayoritas Islam
ada di negara Indonesia, Malaysia, Brunei Darussaalam, dan Filipina.
Atas dasar tersebut pantas jika dikatakan bahwa negara-negara di Asia
Tenggara dapat dikatakan sangat luas jika dianalogikan itu dari Islam
terbentang dari kawasan Afrika Barat Daya sampai Asia Selatan, yang
jumlah Muslimnya terbesar.
Walaupun wilayahnya jauh dari negara asal agama Islam, namun
penduduknya mayoritas bergama Islam. Saat ini, jumlah muslim di
Indonesia berjumlah sekitar 203 juta jiwa atau 88,2% dari seluruh jumlah
penduduk yang berjumlah 230 juta jiwa. Lalu, di Malaysia, penduduk
yang beragama Islam berjumlah 16.581.000 jiwa, atau 60,4 % dari total
penduduk. Kemudian, di Brunei Darussalam, orang yang beragama Islam
berjumlah 269.000 jiwa, atau 67,2% dari total penduduk. Di Singapura ada
16.581.000 orang Muslim, atau 15% dari total penduduk. Selain itu, juga
terdapat minoritas Muslim di beberapa negara Asia tenggara lainnya,
seperti 4,654.000 orang (5,1%) di Filipina; 3,930.0008 orang (5,7%) dari
seluruh jumlah penduduk Thailand; 1.889.000 orang (3,8%) di Myanmar;
dan 2000 orang (-1%) di Laos.

3
Dari sekian banyak data jumlah orang islam di Asia Tenggara
diatas telah menunjukkan bahwa Islam berkembang pesat di Asia
Tenggara. Islam di Asia Tenggara juga patut diperhitungkan sebagai salah
satu kekuatan peradaban yang penting, selain kawasan Timur Tengah,
Indo- Pakistan, dan beberapa kawasan lainnya. Melihat bagaiaman
perkembangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara maka mengkaji
sejarah, dinamika perkembangannya hingga corak tasawuf di versi Islam
di Asia Tenggara menjadi sangat penting. Maka, makalah ini akan
mengupas bagaimana Islam di Asia Tenggara serta apa yang berkaitan
dengan topik ini.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Sejarah Islam di Asia Tenggara?
2. Bagaimana Dinamika Perkembangan Islam di Asia Tenggara?
3. Bagaimana Peran Tasawuf pada Islam di Asia Tenggara?
C. Tujuan penelitian
1. Mengetahui Sejarah Islam di Asia Tenggara.
2. Mengetahui Dinamika Perkembangan Islam di Asia Tenggara.
3. Mengetahui Peran Tasawuf pada Islam di Asia Tenggara.
D. Metode penelitian
Dalam penulisan makalah yang berjudul “Islam di Asia Tenggara”,
penulis menggunakan metode telaah pustaka (library research), yaitu
dengan menggali sumber-sumber referensi yang berkaitan dengan materi
berupa buku-buku, Jurnal, google scholar dan internet. Penulisan Makalah
ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menganalisa data-
data dari beberapa sumber yang telah dikumpulkan.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Islam di Asia Tenggara
Islam masuk di Asia Tenggara melalui proses yang damai dan
berlangsung selama berabad- abad melalui berbagai jalur diantaranya jalur
perdagangan, perkawinan, dakwah dan berbaurnya masyarakat pribumi
dengan masyarakat muslim Arab, Persia dan India. Islam menyebar tanpa
terjadi pergolakan politik atau tidak melalui ekspansi pembebasan yang
melibatkan kekuatan militer dan pemaksaan struktur kekuasaan.1
Ayzumardi Azra menambahkan bahwa masuknya Islam di Asia Tenggara
memang berbeda dengan ekspansi Islam di banyak wilayah Timur Tengan,
Asia Selatan, dan Afrika yakni melalui futuh (pembebasan) yang
melibatkan militer meskipun futuh tidak selalu identik dengan paksaan.
Kedatangan Islam di Asia Tenggara berlangsung selama berabad-
abad dan sejak abad VII yang didasarkan pada bukti arkeologis berupa
batu nisan yang bertuliskan Arab Kufi dengan menyebut nama Ahmad bin
Abu Ibrahim bin Abu Aradah alias Abu Kamil wafat pada hari Kamis 29
safar 431H.2 Nisan ini ditemukan di jalur pelayaran dan perdagangan di
Pharang, Campa Selatan, yang sekarang ini termasuk wilayah Vietnam.
Kedua,ditemukan batu nisan yang keadaannya sudah rusak namun
bertuliskan mirip dengan tulisan Jawi (Arab- Melayu) yang isinya tentang
pembayaran pajak, utang- piutang dan tempat tinggal. Maka, dengan bukti
tersebut Islam telah datang di wilayah campa dan membentuk komunitas
Muslim pedagang.3
Kemudian, pada abad XIII sampai abad XVI, mulai tampak
kerajaan bercorak Islam yang terwujud setelah melalui dua fase yaitu fase
Islam meghadapi masyarakat yang bercorak Hindu-Budha, anggota
masyarakatnya masih memiliki struktur pemerintahan semacam desa atau

1
helmiati Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara (Pekanbaru: Nuansa Jaya Mandiri, 2014), 8.
2
Andi Herawati, ‘Eksistensi Islam Di Asia Tenggara’, Ash-Shahabah; Jurnal Pendidikan Dan Studi
Islam, IV.63 (2009), 119–29, 119.
3
Herawati, 119.

5
kesatuan desa dengan kepercayaan Animisme dan Dinamisme sehingga
pada masa itu, untuk menyebarkan Islam membutuhkan akulturasi budaya.
Kedua, muncul kerajaan Islam di Pelak pada tahun 25 H/847 M atau abad
IX yang diperintah oleh 8 Sultan. Pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Amin Syah (125-1263 M.) terjadi pernikahan antara Putri
Pelak dan Merah Seu yang terkenal dengan nama Sultan Malikus
AsSholeh, beliaulah yang mendirikan kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan
tersebut tumbuh dan berkembang dan diterima oleh para ahli sejarah
sebagai kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara.4
Pendapat masuknya Islam di Asia Tenggara pada abad ke- 7 juga
diyakini oleh mayoritas peneliti salah satunya Arnold. Menurut Arnold,
hal ini berdasarkan pada sumber- sumber Cina yang menyebutkan bahwa
menjelang akhir perempatan ketiga pada abad ke-7, ada seorang pedagang
Arab yang menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim pesisir di
pantai Sumatera. Sebagian orang-orang Arab ini dilaporkan menikah
dengan wanita pribumi sehingga membentuk sebuah komunitas Muslim
yang terdiri dari orang-orang Arab pendatang dan penduduk lokal. Ia juga
berpendapat bahwa anggota-anggota komunitas Muslim ini juga
melakukan kegiatan penyebaran agama Islam.5 Ada tiga faktor utama yang
menyebabkan Islam begitu tersebar dengan cepat, yaitu:
1. Ajaran Islam menekankan prinsip ketauhidan dalam sistem
ketuhanannya yang membebaskan diri pemeluknya dari kekuatan
apapun selain Tuhan.
2. Fleksibilitas ajaran Islam dengan nilai-nilai universalnya sehingga
senantiasa relevan dengan konteks ruang dan waktu yang berbeda-
beda.
3. Karakteristik ajaran Islam yang menjadi salah satu faktor perlawanan
terhadap kekuatan kolonialisme.6
4
Herawati, 120.
5
Helmiati.
6
Faizal Amin and Rifki Abror Ananda, ‘Kedatangan Dan Penyebaran Islam Di Asia Tenggara :
Telaah Teoritik Tentang Proses Islamisasi Nusantara’, Analisis; Jurnal Studi Keislaman, 18.2

6
B. Dinamika Perkembangan Islam di Asia Tenggara
Perkembangan Islam di Asia Tenggara tidak hanya mewakili corak
keagamaan Islam yang terdapat dari semenanjung Arab yang lekat dengan
kemurnian ajaran Islam itu sendiri melainkan berakulturasi dengan corak
budaya yang ada di Asia Tenggara. Perkembangan islam disini diketahui
dengan adanya aspek- aspek fiqih, teologi dan tasawuf. Perkembangan ini
mengalami fase yang cukup panjang. Fase yang cukup panjang inilah yang
menjadi pemacu bagi terpeliharanya sejarah Islam yang menjadi bagian
terpenting bagaimana sebuah budaya lokal tradisional mampu berbaur
dengan Islam sehingga menjadi perpaduan yang serasi yang mampu
mendominasi kawasan Asia Tenggara sebagai sebuah kawasan Asia
Tenggara yang heterogen dalam kehidupan beragama, sosial, budaya,
bahasa, etnis, dan lainnya 7.
Secara kultural, penduduk yang tersebar di kawasan Asia Tenggara
ini sangat heterogen dari aspek bahasa, budaya, etnis, agama dan lainnya.
Beberapa wilayah menjadi kantong basis agama Islam karena hampir
seluruh penduduknya beragama Islam, bahkan telah berhasil membentuk
sebuah kerajaan dan pemerintahan yang bernafaskan Islam. Sementara di
wilayah yang lainnya, umat Islam ada yang menjadi golongan minoritas
karena mereka hidup dengan masyarakat yang berbeda agama yang
jumlahnya lebih besar dan berada di bawah pemerintahan non-muslim.8
Seiring dengan semakin banyaknya komunitas Islam di Asia
Tenggara, patut optimis bahwa komunitas Muslim di wilayah ini
berpeluang tampil dan berkontribusi sebagai salah satu kebudayaan yang
pentik dan diperhitungkan. Peluang ini harus diiringi dengan langkah-
langkah konkret meliputi peningkatan kerjasama pemberdayaan ekonomi
umat, penguatan kerjasama pendidikan, penguatan kerjasama lembaga-
lembaga sosial keagamaan, kerjasama penelitian dan pengembangan, serta
(2018), 67–100.
7
Fabian Fadhly, ‘Pemahaman Keagamaan Islam Di Asia Tengggara Abad XIII-XX’, Millah; Jurnal
Studi Agama, 18.1 (2018), 51–78 <https://doi.org/10.20885/ millah.vol18. iss1. art4>.
8
M Dahlan M, “Dinamika Perkembangan Islamdi Asia Tenggara Perspektif Histori”, Jurnal
Adabiah, Vol XIII, No 1 (2013), 2-3.

7
penerbitan karya-karya akademis, pengarusutamaan corak keislaman yang
inklusif, toleran, ramah, dan damai, serta berbagai bentuk kerjasama
program lainnya.9 Berikut ini adalah dinamika Islam di berbagai negara di
Asia Tenggara, diantaranya:
1. Dinamika Islam di Vietnam
Islam merupakan agama minoritas di Vietnam. Islam banyak
dianut oleh masyarakat keturunan Champa. Sejarah mencatat bahwa
sebelum memeluk Islam, masyarakat Kerajaan Champa (yang
menguasai wilayah selatan dan tengah Vietnam) memeluk agama
Hindu. Namun, secara bertahap mereka berpindah menganut agama
Islam. Penyebaran agama Islam di Vietnam terjadi melalui interaksi
dengan jemaah dan pedagang yang datang dari India, Persia Arab.
Kemudian, berkembang pesat dan menyebar di Kerajaan Champa
hingga sekarang. Mayoritas masyarakat Champa memang telah
menganut agama Islam, namun sebagian kecilnya masih ada yang
menganut kepercayaan leluhur yaitu Cham Bani.10
2. Dinamika Islam di Kamboja
Di Kamboja, Orang Islam biasa dikenal oleh pemerintah secara
resmi sebagai orang Khmer Islam. Sedangkan orang awam
menyebutnya dengan Orang Cam Melayu. Disebut Cam karena
merupakan keturunan pelarian Cam dari Kerajaan Campa yang satu
ketika dahulu merupakan sebuah kerajaan Melayu tertua yang
sekarang terletak dibagian tengah Vietnam. Adapun Melayu adalah
keturunan muballigh Islam dan pedagang nusantara termasuk
semenanjung Tanah Melayu.11 Awalnya, mereka memluk agama
Hindu dan Budha. Namun, pada abad ke-9, Islam mulai dapat diterima

9
Bahrul Hayat, ‘Kontribusi Islam Terhadap Masa Depan Peradaban Di Asia Tenggara’, Miqot;
JUrnal Ilmu Keislaman, XXXVI.1 (2012), 192–204.
10
Marissa Grace Haque- Fawzi, Muslimin Vietnam Dan Industri Halalnya, ed. by Laila Febrina
(Bekasi: Gramata Publishing, 2019), 52.
11
Mohamad Zain Musa, ‘Perkembangan Islam Di Asia Tenggara : Kajian Kemboja’, Salam; Jurnal
Studi Islam, 15 (2012), 215–27, 216.

8
di Kamboja melalui saudara melayu mereka yang telah memeluk
Islam telebib dahulu.12
3. Dinamika Filipina
Diketahui, bahwa Islam mulai masuk di Filipina pertama kali di
wilayah selatan, tepatnya di Kepulauan Sulu pada awal abad ke-19M
13
melalui perdagangan menurut Caesar Adib Majul. Muslim di
Filipina merupakan agama kedua terbesar setelah katolik. Muslim di
Filipina merupakan kelompok Maguindanao, Maranao, Tranun,
Tausug, Samal, Yakanm Jama Mapun, dan lain sebagainya. Pada
masa lampau, Muslim di Filipina membentuk kesatuan politik yang
bebas secara tunggal. Kedudukan Muslim di Filipina adalah sebagai
minoritas yang juga dikenal dengan sebutan “Muslim Moro”.14
4. Dinamika Islam di Malaysia
Mayoritas penduduk Malaysia adalah beragama Islam. Hal
tersebut berdasarkan survey yang dilakukan oleh Pew Research
Center’s Forum on Religion and Public Life yang menyebutkan
bahwa penduduk muslim di Malaysia berjumlah 16.581.000 jiwa, atau
60.4 % dari keseluruhan jumlah penduduk Malaysia. Adapun citra dan
nuansa Islam di Malaysia sangat kuat dan tampak. Malaysia
memberikan banyak tekanan pada symbol-simbol, lembaga, dan
pegalaman Islami.
Dalam perkembangan terakhir, pemerintah mendukung penuh
terhadap Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari pembangunan secara
besar-besaran pusat Islam di Putrajaya, serta intensifikasi program dan
kegiatan keislaman melalui lembaga tersebut. Abdullah Ahmad
Badawi yang menjabat sebagai Perdana Menteri sejak tahun 2004
silam juga sangat antusias dalam menyuarakan pean-pesan dan nilai
Islam. Hal ini dapat ditunjukkan dari konsep pembangunan

12
Musa, 216.
13
Asep Achmad Hidayat, Studi Kawasan Muslim Minoritas Asia Tenggara, ed. by Agus Haidar,
Cetakan 1 (Bandung: Pustaka rahmat, 2014), 98.
14
Hidayat, 100.

9
masyarakat agamis yang digagasnya, dan dikenal dengan istilah
“Islam Hadhary”.
Selain itu, UMNO (United Malay Nasional Organizations)
yang dominan memegang kekuasaan Negara banyak menerapkan
aturan beragama dalam rangka mendukung pelaksanaan ajaran Islam
yang bersumber dari Al-Quran dalam kehidupan kaum muslim.
Adapun pengadilan agama di Malaysia tidak hanya menangani
masalah kekeluargaan seperti perkawinan, perceraian, warisan, dan
wakaf. Namun juga menangani perkara hukum yang lebih luas seperti
perkara zina, khalwat, minum minuman keras, tidak membayar zakat,
tidak shalat jum’at, tidak berpuasa pada bulan ramadlan, menyebarkan
ajaran agama yang sesat, serta melakukan penghinaan terhadap
pemerintah atau terhadap islam.
5. Dinamika Islam di Singapura
Islam di Singapura merupakan sebuah agama minoritas dengan
persentase kurang dari 15%. Menurut data terbaru, penduduk muslim
di Singapura hanya sekitar 14.9% dari 5.6 juta penduduknya. Karena
kuatnya perbedaan politik, pada tahun 1965 Singapura memisahkan
diri dari Malaysia dan menjadi Negara republic yang merdeka.
Setahun setelah Singapura resmi berdiri sendiri, warga muslim disana
berhasil mendekati pemerintah agar mengesahkan suatu undang-
undang yang mengatur hukum personal dan keluarga Islam. Tepat
pada agustus 1966, parlemen Singapura mengeluarkan Pengaturan
Pelaksanaan Hukum Islam (Administration of Muslim Law Act) atau
disingkat dengan AMLA.
AMLA merupakan perundangan hukum islam. Namun
demikian, administrasi ini bukanlah hukum Islam itu sendiri. Akta ini
memberikan ruang yang fleksibel bagi Dewan Agama Islam,
pengadilan agama, dan pencatat perkawinan Islam dalam menerapkan
hukum syariat. Untuk mengatur administrasi hukum Islam, dibentuk
Majlis Agama Islam Singapura (MUIS) pada tahun 1968 yang

10
berfungsi sebagai badan hukum untuk menjadi penasihat presiden
Singapura dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam. Ketika
MUIS berdiri, lembaga ini mengambil alih tanggungjawab dalam
membangun dan mengelola kegiatan masjid. Saat ini, terdapat sekitar
70 masjid di Singapura. Pada Agustus 1981 dibentuk sebuah Majlis
Pendidikan Anak-anak Islam (MENDAKI) yang melakukan
pembaharuan sistem pendidikan islam dengan memadukan antara
pendidikan sains dan Islam.
6. Dinamika Islam di Brunei Darussalam
Brunei Darussalam merupakan Negara kecil yang makmur di
bagian utara pulau Borneo atau Kalimantan dan berbatasan dengan
Negara Malaysia. Ada satu sumber yang menyebutkan bahwa 67.2%
penduduk Brunei Darussalam beragama Islam, 13% beragama budha,
10% Kristen, dan 10% lainnya menganut agama lain. Islam menjadi
agama resmi di Negara Brunei Darussalam. Karena itu, muslim disana
mendapat perlindungan dari Negara. Pemerintah juga sangat
mendukung perkembangan dan kemajuan Islam, dimana sultan Brunei
menjadi kepala agama pada tingkat Negara.
Posisi sentral Islam di Brunei diperkuat dengan berdirinya
Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB) atau Dana Amanah Islam
Brunei. Yaitu suatu lembaga finansial pertama di Brunei yang
dijalankan berdasarkan syari’at Islam. Adapun tujuan TAIB adalah
mengelola dana, kemudian mendukung investasi dan perdagangan
yang meliputi investasi di bidang busa atau pasar uang. Dalam rangka
menciptakan SDM yang mumpuni, di Brunei terdapat sejumlah
lembaga pendidikan seperti Universitas Brunei Darussalam (UBD).

C. Peran Tasawuf dalam Perkembangan Islam di Asia Tenggara


Tasawuf dari segi kebahasaan (linguistik) memiliki beberapa
makna. Harun Nasution menyebutkan lima kata untuk menggambarkan
pengertian tersebut yaitu al- suffah (ahl suffah) yaitu orang yang ikut

11
pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah, saf yaitu barisan yang
dijumpai dalam melaksanakan shalat berjama'ah, sufi yaitu bersih dan
suci, sophos (bahasa Yunani: hikmah), dan suf yaitu kain wol kasar.15
Pengertian tersebut jika ditelaah lebih jauh akan berorientasi kepada sifat-
sifat dan keadaan yang terpuji, kesederhanaan, dan kedekatan kepada
Tuhan. Kata ahl-suffah misalnya menggambarkan keadaan orang yang
mencurahkan jiwa raganya, harta benda dan lainnya hanya untuk Allah.
Mereka rela meninggalkan kampung halamannya, rumah, kekayaan, harta
benda dan sebagainya yang ada di Mekkah untuk hijrah bersama Nabi ke
Madinah. Hal tersebut dilakukannya karena keinginan untuk mendekatkan
diri kepada Allah.16

Selanjutnya kata saf juga menggambarkan keadaan orang yang


selalu berada di barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan
melakukan amal kebajikan lainnya. Kata sufi yang berarti bersih, suci, dan
murni menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari
perbuatan dosa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, kata suf yang
berarti kain wol kasar yang terbuat dari bulu domba, hal ini
menggambarkan orang yang hidupnya serba sederhana, tidak
mengutamakan kepentingan dunia, tidak mau diperbudak oleh harta yang
dapat menjerumuskan dirinya dan membawa ia lupa akan tujuan hidupnya
yakni beribadah kepada Allah. Pada awal perkembangan asketisme (hidup
zuhud), pakaian bulu domba adalah simbol para hamba yang tulus. Kata
sophos yang berarti hikmah menggambarkan keadaan orang yang jiwanya
senantiasa cenderung kepada kebenaran. Dengan demikian tasawuf
menggambarkan keadaan untuk senantiasa berorientasi kepada kesucian
jiwa, berpola hidup sederhana, mendahulukan kebenaran, dan rela
berkorban untuk tujuan mulia.

Ajaran-ajaran tasawuf merupakan pengalaman (tajribah) spiritual


yang bersifat pribadi yang dilandasi oleh keinginan sesorang sufi untuk
15
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), 56-57.
16
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), 239.

12
lebih mendekatkan diri kepada Allah, oleh karena bersifat pribadi, maka
pengalaman seorang sufi yang satu dengan yang lainnya memiliki
kesamaan-kesamaan di samping perbedaan yang tidak bisa diabaikan.
Kesamaan-kesamaan tersebut kemudian dirumuskan dalam bentuk
maqamat dan ahwal (station). Dalam sejarah Islam tasawuf mengacu pada
prilaku Rasulullah Muhammad Saw. dan sahabat-sahabatnya. Apabila
merujuk dalam al-Qur'an terdapat beberapa ayat yang dijadikan dasar
untuk menjalani hidup sebagai sufi, antara lain bahwa Allah itu dekat
dengan manusia (Q.S. Al-Baqarah/2: 86) dan Allah lebih dekat kepada
manusia dibandingkan urat nadi manusia itu sendiri (Q.S. Qaf/50: 16).17

Dalam masa pertumbuhannya muncul bermacam-macam konsep


ajaran tasawuf yang disampaikan oleh para sufi, yaitu al-khauf dan al-raja'
yang diperkenalkan oleh Al-Hasan al-Basri (642-728 M.), mahabbah oleh
Rabi'ah al-Adawiyah (714-801 M.), hulul oleh Al-Hallaj, al-ittihad oleh
Yazid al-Bustami (814-875 M.) dan ma'rifah oleh Abu Hamid al-Gazali
(w. 1111 M.). pada abad ke 5 H/13 M kegiatan para sufi kemudian mulai
melembaga hingga memunculkan tarekat. Hal ini ditandai dengan nama
pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada abad itu yang selalu
dikaitkan dengan silsilahnya. Setiap tarekat mempunyai syekh, kaifiyat
zikir dan upacara-upacara ritual masing-masing. Biasanya syekh atau
mursyid mengajar murid-muridnya di asrama ltempat latihan rohani yang
dinamakan suluk atau ribath.18

Pada masa awal, Islam yang dikenalkan kepada masyarakat Asia


Tenggara lebih kental dengan nuansa tasawuf. Karena itu, penyebaran
Islam di Singapura juga tidak terlepas dari corak tasawuf ini. Buktinya
pengajaran tasawuf ternyata sangat diminati oleh ulama-ulama setempat
dan raja-raja Melayu. Kumpulan tarekat sufi terbesar di Singapura yamg
masih ada sampai sekarang ialah Tariqah ‘Alawiyyah yang terdapat di

17
Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubaroh, Metodologi Studi Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), 162.
18
Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), 6.

13
Masjid Ba’alawi. Tarekat ini dipimpin oleh Sayid Hasan bin Muhammad
bin Salim al-Attas. Pemberian nama tarekat ini dirujukan kepada Alawi
ibn Muhammad sebagai pendirinya pada abad ke 13 M, yang dikuatkan
oleh informasi dari Muhammmad ibn Abi Bajar al-Silli ibn Alawi
(1093/1682). Syed Muhammad Naquib al Attas menemukan 9 tariqah
yang masih terdapat di rantau ini, yaitu Qadiriyyah, Naqsyabandiyyah,
Rifa’iyyah, Syadzliyyah, Chistiyyah, Syattariyyah, Ahmadiyyah
Idrisiyyah, Tijaniyyah dan ‘Alawiyyah. Di antara 9 tariqah tersebut, boleh
dikatakan hanya tiga yang benar-benar luas tersebar di kalangan
masyarakat Melayu dan mempunyai pengikut yang teramai, yaitu
Qadiriyyah, Naqsyabandiyyah dan Ahmadiyyah idrisiyyah.

Islam berhasil diterima secara damai oleh masyarakat Indonesia


lewat ajaran-ajaran para sufi. Jika dibandingkan dengan cabang-cabang
disiplin Islam yang lain, tasawuf pada umumnya diakui sebagai disiplin
yang paling besar perannya dalam penyebaran Islam di Indonesia.
Azyumardi Azra menyebutkan bahwa penyebar Islam adalah para sufi
pengembara sekaligus berprofesi sebagai pedagang yang berperan utama
dalam syiar Islam. Keberhasilan para sufi dalam syiar Islam lebih
disebabkan dalam menyajikan Islam menggunakan kemasan yang atraktif,
yaitu menekankan kesesuaian Islam dengan tradisi lama atau kontinuitas,
ketimbang perubahan drastis dalam kepercayaan dan praktik keagamaan
lokal (Hindu dan Buddha).

Di samping itu para sufi suka menawarkan pertolongan, misalnya


menyembuhkan berbagai penyakit yang diderita rakyat dan mengimbangi
ilmu magis yang berkembang dalam masyarakat. Para Sufi menyebarkan
Islam melalui dua cara: 1) Dengan membentuk kader mubalig agar mampu
mengajajarkan serta menyebarkan agama Islam di daerah asalnya. 2)
Melalui karya tulis yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat. Misalnya

14
Hamzah Fanshuri menulis antara lain Asrar al-Arifin fi Bayan ila al-Suluk
wal Tauhid, juga Syair Perahu yang merupakan syair Sufi.19

Jasa para sufi dalam mengislamkan wilayah Melayu cukup besar,


hal ini ditandai berkembangnya tarekat-tarekat di Indonesia pada abad ke-
6 dan ke-7. Mukti Ali menegaskan bahwa keberhasilan pengembangan
Islam di Indonesia adalah melalui tarekat dan tasawuf. Kartodirdjo
menjelaskan bahwa faktor yang turut mendorong proses Islamisasi di
Indonesia ialah aliran sufisme atau mistik yang melembaga dalam tarekat-
tarekat. Beberapa wali mencampurkan ajaran Islam dengan mistik,
sehingga timbul suatu sinkretisme. Mereka bersedia memakai unsur-unsur
kultur pra-Islam dalam menyebarkan agama Islam.

Di Singapura TQN mulai sejak tahun 1975 M. Di Singapura, TQN


dari Pesantren Suryalaya telah juga mengemukakan antara usaha
kemasyarakatan yang dilaksanakan ialah khidmat pemulihan penagihan
dadah di kalangan pemuda Melayu, yang dikenal dengan kaedah Inabah di
Masjid Khadijah. Inabah ialah satu kaedah yang melatih penagih-penagih
menjalani amalan dzikrullah selain mengutamakan perlaksanaan fardhu
‘ain. Tariqah Ahmadiyyah Idrisiyyah dikatakan pertama diperkenalkan,
mengikut keterangan salah seorang syeikhnya, di Tanah Melayu pada
tahun 1895 M di Negeri Sembilan. Tarekat ini diasaskan oleh Syed Ahmad
ibn Idris (w. 1837M) yang berasal dari Maghribi (Maroko).

Thailand sebagai wilayah yang memperoleh cahaya Islam


dipengaruhi pula oleh ajaran tasawuf, layaknya negeri Melayu lainnya.
Ajaran tasawuf di Thailand terutama di wilayah Patani Raya disebarkan
dan dikembangkan oleh Daud Fattani yang bernama lengkap Syekh Daud
bin Abdullah al-Fattani, lahir di Desa Kresik Fattani, dari seorang ayah
bernama Abdullah bin Wan Idris dan ibu Wan Fatimah. Tanggal
kelahirannya yang pasti tidak diketahui, diperkirakan 1709 M (1122 H).

19
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Bandung: PT Raja Grafindo
Persada,2005), 12.

15
Daud Fattani hidup sezaman dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari,
seorang ulama fiqh dan tasawuf yang berasal dari Banjarmasin,
diriwayatkan mereka merupakan dua sahabat karib yang sama-sama
belajar di Mekkah selama 30 tahun dan di Madinah selama lima tahun.
Konteks Islam telah dikenalkan sebagai agama pada penduduk Burma
setempat, umumnya berpendapat dimulai abad ke-13 M. Monique
Skidmore dan Trevor Wilson misalnya, menyimpulkan bahwa Islam telah
mencapai pantai Arakan (Rakhine) semenjak 712 H melalui pedagangan
jalur laut, yang dikenalkan dalam bentuk tasawuf atau keunggulan moral
para sufi Arab dari Persia. Penduduk lokal menjadi Muslim lebih karena
pilihan, bukan melalui invasi ke wilayah yang telah memiliki kepercayaan
lokal, fenomena yang sama juga terjadi di semua negara Asia Tenggara,
seperti Malaysia dan Indonesia.

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Islam masuk di wilayah Asia Tenggara dengan cara damai tanpa
terjadi pergolakan politik atau tidak melalui ekspansi pembebasan yang
melibatkan kekuatan militer dan pemaksaan struktur kekuasaan.
Perkembangan Islam di Asia Tenggara terjadi secara berangsur-angsur
tercatat mulai dari abad ke VII yang ditandai dengan adanya bukti
arkeologis berupa batu nisan yang bertuliskan Arab Kufi dengan menyebut
nama Ahmad bin Abu Ibrahim bin Abu Aradah alias Abu Kamil serta
adanya batu nisan yang keadaannya sudah rusak namun bertuliskan mirip
dengan tulisan Jawi (Arab-Melayu) yang isinya tentang pembayaran pajak,
utang- piutang dan tempat tinggal.
Pada perkembangannya, Islam berakulturasi dengan corak budaya
yang ada di Asia Tenggara. Hal tersebut diketahui dengan adanya aspek-
aspek fiqih, teologi dan tasawuf. Perkembangan ini mengalami fase yang
cukup panjang sebagai pemacu atas terpeliharanya sejarah Islam yang
menjadi bagian terpenting bagaimana sebuah budaya lokal tradisional
mampu berbaur dengan Islam sehingga menjadi perpaduan yang serasi
yang mampu mendominasi kawasan Asia Tenggara sebagai sebuah
kawasan Asia Tenggara yang heterogen dalam kehidupan beragama,
sosial, budaya, bahasa, etnis, dan lainnya. Beberapa Negara di Asia
Tenggara termasuk Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam.
Namun di beberapa Negara seperti Filipina, kamboja, dan Vietnam umat
muslim sebagai kaum minoritas.

Pada masa awal, Islam yang dikenalkan kepada masyarakat Asia


Tenggara lebih kental dengan nuansa tasawuf. Jasa para sufi dalam
mengislamkan wilayah Melayu cukup besar, hal ini ditandai

17
berkembangnya tarekat-tarekat di Indonesia pada abad ke-6 dan ke-7.
Mukti Ali menegaskan bahwa keberhasilan pengembangan Islam di
Indonesia adalah melalui tarekat dan tasawuf. Kartodirdjo menjelaskan
bahwa faktor yang turut mendorong proses Islamisasi di Indonesia ialah
aliran sufisme atau mistik yang melembaga dalam tarekat-tarekat.
Beberapa wali mencampurkan ajaran Islam dengan mistik, sehingga
timbul suatu sinkretisme. Mereka bersedia memakai unsur-unsur kultur
pra-Islam dalam menyebarkan agama Islam.

B. Saran

Dengan selesainya proses penulisan makalah dengan judul “Islam


di Asia Tenggara” ini penulis berharap semoga segala yang telah
diuraikan dapat memberi manfaat baik bagi penulis serta pembaca pada
umumnya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam makalah ini, oleh karena itu adanya saran dan kritik yang
membangun sangat dibutuhkan untuk perbaikan dan pengembangan
makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Faizal, and Rifki Abror Ananda, ‘Kedatangan Dan Penyebaran Islam Di
Asia Tenggara : Telaah Teoritik Tentang Proses Islamisasi Nusantara’,
Analisis; Jurnal Studi Keislaman, 18.2 (2018), 67–100
Fadhly, Fabian, ‘Pemahaman Keagamaan Islam Di Asia Tengggara Abad XIII-
XX’, Millah; Jurnal Studi Agama, 18.1 (2018), 51–78
<https://doi.org/10.20885/ millah.vol18. iss1. art4>
Fawzi, Marissa Grace Haque-, Muslimin Vietnam Dan Industri Halalnya, ed. by
Laila Febrina (Bekasi: Gramata Publishing, 2019)
Hakim, Atang Abd dan Jaih Mubaroh. Metodologi Studi Islam (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006).

Hayat, Bahrul, ‘Kontribusi Islam Terhadap Masa Depan Peradaban Di Asia


Tenggara’, Miqot; JUrnal Ilmu Keislaman, XXXVI.1 (2012), 192–204
Helmiati, helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara (Pekanbaru: Nuansa Jaya
Mandiri, 2014)
Herawati, Andi, ‘Eksistensi Islam Di Asia Tenggara’, Ash-Shahabah; Jurnal
Pendidikan Dan Studi Islam, IV.63 (2009), 119–29
Hidayat, Asep Achmad, Studi Kawasan Muslim Minoritas Asia Tenggara, ed. by
Agus Haidar, Cetakan 1 (Bandung: Pustaka rahmat, 2014)
M, M Dahlan. “Dinamika Perkembangan Islamdi Asia Tenggara Perspektif
Histori”. Jurnal Adabiah. Vol XIII. No 1 (2013).
Mulyani, Sri. Mengenal dan Memahami Muktabarah di Indonesia (Jakarta:
Kencana, 2004).
Musa, Mohamad Zain, ‘Perkembangan Islam Di Asia Tenggara : Kajian
Kemboja’, Salam; Jurnal Studi Islam, 15 (2012), 215–27
Nasution, Harun. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
1983).
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1999).
Rahmawati. “Islam di Asia Tenggara”. Jurnal Rihlah. Vol. 2. No. 1 (2005).
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Bandung: PT Raja
Grafindo Persada, 2005).

19

Anda mungkin juga menyukai