Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rara Tamiya Aulia Ar Rayan

Kelas : PBA 2D

NIM : 1222030149

Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu : Dr. Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA TENGGARA

Asia Tenggara merupakan kawasan yang cukup luas dan cukup berpengaruh di kancah
dunia. Asia Tenggara dipilah dalam dua kelompok yakni Asia Tenggara Daratan yaitu
Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam, dan Asia Tenggara Maritim yakni Brunei
Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Timor Leste. Islam di negara-negara
Asia Tenggara, sangat diperhitungkan karena jumlah kuantitasnya, hampir seluruh negara yang
ada di Asia Tenggara, penduduknya baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam.
Misalnya, Islam menjadi agama resmi negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam,
negara Indonesia (Sekitar 90% menganut agama Islam), Burma (hanya ada sebagian kecil
wilayah Republik Filipina, Kerajaan Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura).
Warga Muslim di Asia Tenggara diperkirakaan jumlah mereka adalah 300 juta jiwa.
Atas dasar tersebut pantas jika dikatakan bahwa negara-negara di Asia Tenggara dapat
dikatakan sangat luas jika dianalogikan itu dari Islam terbentang dari kawasan Afrika Barat
Daya sampai Asia Selatan, yang jumlah Muslimnya terbesar. Negara-negara yang berada di
kawasan Asia Tenggara sebagai besar jumlah penduduknya memeluk agama lslamnya. Salah
satunya wilayah-wilayah yang masuk kawasan India jauh sampai Lautan Cina dan mencakup
lndonesia, Malaysia dan Filipina.

Teori Kedatangan Islam di Asia Tenggara

Ada sejumlah teori yang membicarakan mengenai asal-muasal Islam yang berkembang
di Nusantara. Pertama, teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Gujarat dan
Malabar4. Teori ini dikemukaan oleh Pijnapel, Snouck Hurgonje dan Moquette. Teori ini
mengatakan bahwa Islam yang berkembang di Nusantara bukan berasal dari Persia atau Arabia,
melainkan dari orang-orang Arab yang telah bermigrasi dan menetap di wilayah India dan
kemudian membawanya ke Nusantara. Teori ini mendasarkan pendapatnya melalui tori mazhab
dan teori nisan. Menurut teori ini, ditemukan adanya persamaan mazhab yang dianut oleh umat
Islam Nusantara dengan umat Islam Gujarat. Mazhab yang dianut oleh kedua komunitas
Muslim ini adalah mazhab Syafii. Pada saat bersamaan teori mazhab dikuatkan dengan teori
nisan, yakni ditemukannya model dan bentuk nisan pada makam-makam baik di Pasai,
Semenanjung Malaya dan di Gresik, yang bentuk dan modelnya sama dengan yang ada di
Gujarat. Karena bukti-bukti, mereka memastikan Islam berkembang di Nusantara pastilah
berasal dari sana.
Kedua, teori yang mengatakan bahwa Islam datang dari Bengal, (kini Banglades). Teori
ini dikemukakan oleh Kern, Winstedt, Bousqute, Vlenke, Gonda, Schrike dan Hall. Teori
Bengal didasarkan pada teori nisan. Menurut mereka, model dan bentuk nisan yang mirip
bentuk dan gayanya di Bruas, pusat kerajaan kuno Melayu di Perak, Semenanjung Malaya. Ia
berpendapat baahwa seluruh batu nisan di Bruas, Gresik, Pasai didatangkan dari Gujarat, oleh
karena itu, menurutnya pastilah, Islam juga berasal dari sana.6 Namun teori ini menjadi lemah
dengan diajukannya teori mazhab. Mengikuti teori mazhab, ternyata perbedaan mazhab yang
dianut oleh umat Islam Bengal yang bermazhab Hanafi, sementara umat Islam Nusantara
menganut mazhab Syafi’i. Dengan demikian teori Bengal ini tidak kuat.
Teori ketiga, Islam datang dari Persia, hal ini terbukti dari banyaknya ditemukan tradisi
dan budaya Persia dan Syi’ah yang masuk ke Nusantara, seperti halnya dalam model upacara
keagamaan seperti tabut di Minangkabau, metode pembelajaran pembacaan Al-Qur’an seperti
metode bagdadiyah, istilah-istilah bazaar, Mulud Fatimah, dan sebagainya. Teori keempat,
Islam datang dari Arab, teori ini dikemukakan oleh John Crawford disokong Syed Muhamad
Naquib l-Attas dengan memperhatikan bukti-bukti yakni aktivititas perdagangan meneruskan
catatan China yang menyatakan orang Arab dan Persia mempunyai pertempatan di Canton pada
300 M, pedagang Arab dapat menguasai laut dari pelabuhan Iskandariah hingga China, orang
Arab telah berdagang di rantau ini terutama setelah kemunculan Islam pada abad 7 M, serta
ditemukannya perkampungan Islam Ta Shih di Sumatera Utara pada 650 M yang menurut
catatan China serta pengislaman raja-raja Melayu oleh Syeikh dari Arab seperti dalam Hikayat
Raja-Raja Pasai keturunan Sufi yang berhasil Mengislamkan Merah Silu ( Malik al-Salih ) dan
Raja Pattani Phaya Tu Nakpa diislamkan Syeikh Said.

Kedatangan Islam di Asia Tenggara

Sebelum memulai pembahasan, agaknya perlu dibedakan antara term “kedatangan


Islam”, “penetrasi” (penyebaran) Islam”, dan “Islamisasi”. Kedatanagn Islam biasanya
dibuktikan dengan melihat peninggalan sejarah seperti prasasti, batu bertulis, batu nisan dan
lain-lain, dari bukti inilah kemudian diperkirankan awal kedatangan Islam di suatu tempat
tertentu. Islam masuk ke Asia Tenggara melalui suatu proses damai yang berlangsung selama
berabad-abad. Peneyabaran Islam di kawasan ini terjadi tanpa pergolakan politik atau melalui
ekspansi pembebasan yang melibatkan kekuatan militer, pergolakan politik atau pemaksaan
struktur kekuasaan norma-norma masyarakat dari luar negeri. Melainkan Islam masuk melalui
jalur perdagangan, perkawinan, dakwah dan pembauran masyarakat Muslim Arab, Persia, India
dengan masyarakat pribumi. Masuknya Islam ke berbagai wilayah Asia Tenggara tidak berada
dalam satu waktu yang bersamaan, melainkan berlangsung selama berabad-abad, dan tidak
merata di seluruh tempat. Kondisi wilayah-wilayah Asia Tenggara pada saat itupun berada
dalam situasi politik dan kondisi budaya yang berbeda-beda. Misalnya, pada paruh kedua abad
ke-13, para penguasa Sumatera Utara (sekarang Aceh) sudah menganut Islam. Pada saat yang
sama hegemoni politik di Jawa Timur masih di tangan raja-raja beragama Syiwa dan Budha
seperti Kerajaan Kediri dan Kerajaan Singasari. Begitupula kerajaan Islam Demak baru berdiri
bersamaan dengan melemahnya kekuasaan Majapahit, karena itu tidaklah mudah menjawab
“kapan, dimana, mengapa, dan dalam bentuk apa” Islam mulai menimbulkan dampak pada
masyarakat Asia Tenggara untuk pertama kalinya.

Watak dan Karakteristik Islam Asia Tenggara

Karakteristik khas Islam di Asia Tenggara itu, misalnya seperti yang dikemukakan
Azyumardi Azra adalah watak islam yang lebih damai, ramah, toleran. Watak Islam seperti itu
diakui banyak pengamat atau “orientalis” lainnya di masa lalu, diantaranya, Thomas W Arnold.
Dalam buku klasiknya, The Preaching of Islam, Arnold menyimpulkan bahwa penyebaran dan
perkembangan historis Islam di Asia Tenggara berlangsung secara damai. Azyumardi Azra
menambahkan bahwa penyebaran Islam di Asia Tenggara berbeda dengan ekspansi Islam di
banyak wilayah Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika yang oleh sumber-sumber sejarah
Islam di Timur Tengah disebut Fath (atau Futuh), yakni pembebasan yang dalam prakteknya
sering melibatkan kekuatan militer. Meskipun futuh di kawasan-kawasan yang disebutkan
terakhir ini tidak selamanya berupa pemaksaan penduduk setempat untuk memeluk aagama
Islam. Sebaliknya, penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak pernah disebut sebagai futuh yang
disertai kehadiran kekuatan militer. Penting dicatat, penyebebaran Islam di Asia Tenggara yang
damai seperti itu, pada gilirannya memunculkan konsekuensi yang dibahasakan Azyumardi
Azra sebagai “Islam Asia tenggara yang lebih “lunak”, lebih “jinak”, lebih toleran atau bahkan
“akomodatif” terhadap kepercayaan, praktek keagamaan, tradisi dan budaya lokal. Sikap
akomodatif, yang oleh pesantren di Jawa disebut dengan pendekatan tasamuh, tawazun, dan
tawasuth, telah memberikan “ruang dialog” bagi semua komunitas yang ada saat itu untuk
mencerca agama baru di Nusantara.
Karakter khas Islam Asia Tenggara lainnya adalah wataknya yang “moderat”. Dalam
dunia diaman pandnagan dunia telah memaknai Islam tidak cocok dengan modernisasi dan
demokrasi, bahkan dikonotasikan dengan radikalisme agama, Asia Tenggara justru
memperhatikan sosok Islam yang moderat. Hal itu tercermin dari gerakan pemikiran Muslim
di kawasan ini yang terbuka dan akomodatif terhadap modernitas. Sejak pasca Perang Dunia
II, Asia Tenggara mulai dianggap sebagai salah satu kawasan yang terpenting di dunia. Selain
karena posisi geografis dan geopolitiknya yang stretegis. Kawasan ini juga memperlihatkan
dinamika budaya yang khas, perkembangan ekonomi yang cepat dan gejolak politiknya yang
sangat dinamis. Dinamika politik, ekonomi, budaya dan keagamaan yang cukup tinggi
mendorong kawasan ini menjadi sebuah kekuatan baru. Kaum Muslimin seperti Indonesia dan
Malaysia, kini mendominasi struktur kepemimpinan nasional mereka dan menunjukan adanya
kekuatan besar Islam yang sedang bergerak di balik perkembangan-perkembangan yang kini
sedang terjadi.
Islam yang menjadi agama mayoritas di tiga wilayah utama yakni Indonesia, Malaysia,
dan Brunei Darussalam menjadi faktor penting dalam proses sosial, budaya , politik dan
pendidikan. Begitu besar pengaruhnya yang dibawa Islam terhadap pengautnya, sehingga
agama ini seringkali memasuki rung publik yang tidak terbatas, sebagai way of, pada berbagai
lini kehidupan. Aspek sosial-ekonomi, budaya politik, berbangsa dan bernegara Islam
berpengaruh, begitu pula dalam perilaku keseharian. Sesuai dengan kondisi dan watak
masyarakat Melayu yang mendiami wilayah ini, Islam tampil dalam wajah yang toleran, damai,
dan moderat. Meski demikian, juga tidak sepenuhnya sepi dari reaksi-reaksi yang berbau
kekerasan khususnya ketika berhadapan dengan negara dan penganut agama lain yang
dianggap tidak toleran.
Sementara di beberapa wilayah seperti Singapura, Filipina, Thailand Selatan,
Myanmar, dan Kamboja, dimana Muslim berada pada posisi minoritas, mereka berjuang
dengan keberagaman bentuk dan tantangan yang dihadapinya untuk mempertahankan identitas
dan keyakinannya. Keadaan tersebut menampakan variasi wajah dan dinamika Islam yang
muncul sebagai akibat dari respon atas kondisi sosial dan politik masing-masing negara di
kawasan ini.

Anda mungkin juga menyukai