ABSTRAK
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah
menggantikan peraturan sebelumnya yakni Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.
Adanya Peraturan Presiden ini ialah sebagai respon terhadap kondisi pengadaan barang/jasa
pemerintah yang memerlukan inovasi dalam pelaksanaannya, yakni dengan cara pemanfaatan
teknologi informasi. Studi ini bertujuan untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan dari
diterapkannya Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015. Analisis dampak dilakukan dengan
menyelidiki persepsi para pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan barang/jasa di
Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya terhadap prinsip-prinsip yang ada dalam pengadaan
barang/jasa secara umum. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan
metode deskriptif kualitatif melalui studi literatur, observasi langsung, serta wawancara
mendalam dengan pihak-pihak yang berperan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah di
Kabupaten Tasikmalaya baik idari sisi pengusaha sebagai klien maupun pemerintah sebagai
stakeholder yang memiliki wewenang dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 berdasarkan prinsip-
prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah memiliki dampak bagi klien maupun stakeholder
dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik yakni melalui yang
terdiri atas e-Tendering juga e-Purchasing dengan memanfaatkan sistem e- catalogue.
1
Penulis merupakan dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA)
yang memiliki konsentrasi pada diskursus-diskursus mengenai kebijakan publik, e-government, administrasi
publik, dan isu lingkungan. Penulis saat ini menjadi dosen pengampu pada mata kuliah Sistem Informasi
Manajemen Pemerintahan, Birokrasi Pemerintahan Indonesia, dan Pengantar Ilmu Pemerintahan.
ABSTRACT
JISIPOL | 11
Dewi Noor Azijah
JISIPOL | 13
Dewi Noor Azijah
JISIPOL | 15
Dewi Noor Azijah
JISIPOL | 17
Dewi Noor Azijah
metode pengadaan yang harus dilakukan pula ialah tidak membuat proses e-
secara tepat sesuai dengan kondisi yang Tendering tersebut menjadi tidak bisa
ada, ada kendala yakni berkenaan dengan dilakukan atau menjadi tidak sah. Padahal
e-Tendering sebagai salah satu cara yang dalam proses e-Tendering, sanggahan
pula dapat dilakukan sebagai bagian dari memang bukan hanya tidak diperlukan
mekanisme e-Procurement. Adapun melainkan memang tidak boleh ada karena
kendala dalam e-Tendering yakni dengan adanya sanggahan hal tersebut
berkenaan dengan aturan dalam Perpres no malah mengindikasikan bahwa peserta
4 tahun 2015 yang dalam satu pasalnya lelang/seleksi tidak dapat menerima
mengandung redaksi yang berpotensi keputusan Pokja ULP di mana kondisi
multitafsir atau biasa diibaratkan dengan tersebut kemudian akan menghambat
pasal karet akibat dapat ditafsirkan ke proses lelang yang dilaksanakan.
mana saja tidak sesuai dengan maksud
sebenarnya dari hakikat pasal tersebut. Transparan
Adapun pasal yang dimaksud adalah pasal Pada prinsip berikutnya yang
109 ayat (7) yang menyatakan bahwa: berkenaan dengan stakeholder yakni
Dalam pelaksanaan E-Tendering dilakukan transparansi, maka hal ini terkait dengan
dengan ketentuan: a. tidak diperlukan pemberian informasi yang lengkap kepada
Jaminan Penawaran; b. tidak diperlukan seluruh calon peserta yang disampaikan
sanggahan kualifikasi; c. apabila melalui media informasi yang menjangkau
penawaran yang masuk kurang dari 3 secara luas seluruh kalangan dalam hal ini
(tiga) peserta, pemilihan penyedia adalah para pelaku usaha yang akan ikut
dilanjutkan dengan dilakukan negosiasi dalam proses pengadaan barang/jasa
teknis dan harga/biaya; d. tidak diperlukan pemerintah. Secara konten kebijakan,
sanggahan banding. Perpres No. 14 Tahun 2015 ini telah
Diksi “Tidak diperlukan” pada poin mampu membuka ruang transparansi
a, b, dan d di pasal 7 tersebut memiliki kepada publik dengan cara pemberian
potensi multitafsir dalam penggunaannya. informasi yang berbasis internet melalui
Seharusnya kata tersebut diganti dengan website LPSE Kabupaten Tasikmalaya
diksi “tidak ada” yang merujuk pada yaitu lpse.kabtasikmalaya.go.id yang
makna bahwa tidak ada jaminan dapat diakses secara bebas oleh semua
penawaran, sanggahan kualifikasi, dan kalangan dengan hanya tersambung di
sanggahan banding dalam pelaksanaan e- jaringan internet saja.
Tendering. Kondisi aturan yang multitafsir Kondisi di atas juga dibenarkan oleh
di atas tentu saja akan menjadi kendala Bapak Asep Bahri selaku Sekretaris
bagi para pejabat pengadaan dalam Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional
mengambil keputusan yang berkenaan Indonesia (GAPENSI) Kabupaten
dengan e-Tendering. Karena jika Tasikmalaya. Beliau menjelaskan:
menggunakan diksi “Tidak diperlukan “Transparansi sudah terwujud.
sanggahan kualifikasi”, misalnya, maka Aturan-aturan, syarat-syarat, tata
hal tersebut dapat ditafsirkan bahwa cara hingga hasilnya juga sudah
sesungguhnya adanya sanggahan lebih terbuka yang sekarang.
kualifikasi merupakan suatu kondisi yang Pokoknya ya tinggal liat web
dikehendaki namun ketiadaan sanggahan saaja. Dan kalau ada yang kurang
jelas bisa datang ke kantor LPSE terhadap semua kegiatan serta adanya
untuk tanya-tanya atau kita selaku sistem pengawasan untuk menegakkan
penyedia ada masalah terkait log aturan, pun adanya mekanisme untuk
in juga tinggal konfirmasi ke mengevaluasi, mereview, meneliti, serta
LPSE-nya. Nanti dibantu buat mengambil tindakan terhadap
update password” protes/sanggahan yang dilakukan oleh
Dari pernyataan di atas, maka peserta.
sebenarnya ada atau tidak adanya Perpres Secara garis besar, merujuk pada
No 4 Tahun 2015 ini tidak terlalu konten aturan dalam Perpres No. 4 tahun
berpengaruh signifikan terhadap 2014 maka sama halnya dengan prinsip
keterbukaan informasi kepada publik atau Transparansi, prinsip Akuntabilitas ini pun
transparani berkenaan dengan Pengadaan dapat diselenggarakan dengan baik bahkan
Barang/Jasa Pemerintah di Kabupaten sebelum dikeluarkannya Perpres ini. Ada
Tasikmalaya. Karena sejak inovasi pun penegasannya dapat terlihat pada
mekanisme e-Procurement mulai peraturan turunan dari Perpres ini yakni
diterapkan, keterbukaan informasi tersebut pada Perka LKPP No 14 Tahun 2015
memang merupakan goals utama dari tentang E- Purchasing pada Bab 2 yang
adanya transisi dari mekanisme memuat tentang aturan mengenai
konvensional menuju e-Procurement. Monitoring dan Evaluasi. Selain itu, secara
Hal ini sesuai dengan apa yang sistem pun hal ini telah terakomodir oleh
diungkapkan Aghesin (2001) bahwa feature monitoring online yang berpusat di
eksistensi e-Procurement diyakini mampu LKPP yang dapat diakses oleh publik
meningkatkan kolaborasi antara pembeli yakni melalui website monev.lkpp.go.id.
dan pemasok serta mampu mengurangi Maka dari itu, Perpres ini semakin
kebutuhan personel, mampu meningkatkan membantu para stakeholder dalam
koordinasi, mampu mengurangi biaya melakukan upaya akuntabilitas sesuai
transaksi yang tinggi, menjadikan siklus dengan tujuan dikeluarkannya Perpres ini
jual-beli barang menjadi lebih singkat, yakni untuk tetap menjaga sisi
serta memudahkan inventarisasi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan
transparansi yang lebih besar. Pengadaan barang/jasa Pemerintah
JISIPOL | 19
Dewi Noor Azijah
20 | Volume
JURNAL ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
3 No. 2 Juni 2019
ISSN: 2087 - 4742
JISIPOL | 21
Dewi Noor Azijah