Anda di halaman 1dari 12

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Rumah jurnal Fakultas Adab dan Humaniora UIN IB

Ave at:
Available online at: https://ejournal.fah.uinib.ac.id/index.php/khazanah
Khazanah: Jurnal Sejarah dan
Kebudayaan Islam
ISSN: 2339-207X (print) ISSN: 2614-3798 (online) Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam

DOI: https://doi.org/10.15548/khazanah.v0i0.73

WACANA RELIGIO-INTELEKTUAL ABAD 20:


DINAMIKA GERAKAN KAUM TUO DAN KAUM MUDO DI MINANGKABAU

Mami Nofrianti
Sejarah Peradaban Islam
Institut Agama Islam Negeri Batusangkar
email: maminofrianti992@gmail.com

Jamal Mirdad
Sejarah Peradaban Islam
Institut Agama Islam Negeri Batusangkar

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan dinamika gerakan kaum tuo dan kaum
mudo di Minangkabau pada abad 20. Tulisan ini bercorak penilitian kepustakaan (library
research), dengan mengumpulkan, membaca, dan menelaah buku-buku yang ada
kaitannya dengan pembahasan ini. Minangkabau menghadapi pembaharuan yang
memunculkan kegelisahan dan kekhawatiran di tengah-tengah masyarakat Minang.
Kondisi sikap keberagamaan dan tradisi yang sudah turun temurun yang tidak dapat
dirubah kembali mendapat tantangan dari kelompok pembaharu. Reaksi terhadap
penyebaran pembaharuan di Minangkabau datang dari kalangan adat dan dari
kalangan agama yang bersifat tradisi (kaum tuo). Pertentangan antara kaum tuo dan
kaum mudo berkembang menjadi polemik-polemik dan perdebatan-perdebatan terbuka.
Hal ini berakibat pada terjadinya polarisasi kehidupan beragama dalam masyarakat
Minangkabau, termasuk kalangan-kalangan ulama itu sendiri.

Kata Kunci: Dinamika, gerakan, kaum tuo, kaum mudo, Minangkabau

Abstract

This paper aims to describe the dynamics of the tuo movement and the mudo in
Minangkabau in the 20th century. This paper is characterized by library research, by
collecting, reading, and studying books that have something to do with this discussion.
Minangkabau face renewal which raises anxiety and concern among the Minang
community. The condition of religious attitudes and traditions that have been handed
down from generation to generation can be challenged by the reformer group. The
reaction to the spread of reforms in Minangkabau came from the adat community and
from traditional religious circles (the tuo people). The conflict between the Tuo and the

43
44 Wacana Religio-Intelektual...

Mudo people developed into polemics and open debates. This resulted in the
polarization of religious life in the Minangkabau community, including the clerics
themselves.

Keywords: Dynamics, movement, tuo, mudo people, Minangkabau

PENDAHULUAN tradisional keagamaan hasil ijtihad


Meredanya Perang Paderi yang di imam Mazhab yang diterima dari guru-
tandai dengan jatuhnya Bonjol ke guru mereka, termasuk dari Syekh
tangan Belanda tidaklah berarti bahwa Khatib sendiri.
telah selesainya berbagai konflik yang
terjadi di Minangkabau. Ketidakpuasan Pertentangan kedua kubu ini
kalangan agama terhadap golongan berkembang menjadi polemik-polemik
aristokrasi adat dengan berbagai norma dan perdebatan-perdebatan terbuka. Hal
adat yang tidak sesuai dengan ajaran ini berakibat pada terjadinya polarisasi
agama kembali mengemuka. Demikian kehidupan beragama dalam masyarakat
juga konflik pemikiran antara penganut Minangkabau, termasuk kalangan-
Syatariyah dan Naqsabandiah masih kalangan ulama itu sendiri. Oleh karena
saja menyisakan potensi-potensi
itu materi ini sangat menarik untuk
pertikaian pendapat di kalangan ulama dibahas secara lanjut yang akan akan
Minangkabau pada waktu itu. diuraikan dalam tulisan berikut ini.
Dalam kondisi ketegangan
pemikiran seperti ini, beberapa orang METODE PENELITIAN
Tulisan ini bercorak penilitian
Minangkabau melakukan perjalanan
intelektual ke Tanah Arab, ke Mekkah, kepustakaan (library research), dengan
Madinah dan lainnya, untuk lebih mengumpulkan, membaca, dan
mendalami ilmu pengetahuan dalam menelaah buku-buku yang ada
berbagai disiplin keilmuan agama Islam kaitannya dengan pembahasan ini. Data
seperti Fiqh, ilmu alat, tasauf, ilmu penelitian ini diperoleh dari data
hisab/Falaq dan lain-lain. Salah seorang sekunder yakni pengambilan data dari
di antara pelajar Minangkabau itu bahan pustaka, meliputi buku-buku
adalah Ahmad Khatib. sejarah, literatur, hasil penelitian
Pemikiran-pemikiran terdahulu, artikel dan sumber lainnya
pembaharuan ini telah pula mengilhami yang berkaitan dengan penelitian ini.
beberapa ulama Minangkabau yang Penelitian bertujuan untuk
belajar dengan Syekh Ahmad Khatib, menggambarkan dinamika gerakan
Syekh Abdul Karim Amrullah, Syekh kaum tuo dan kaum mudo di
H. Abdullah Ahmad, Syekh Muhammad Minangkabau pada abad 20.
Jamil Jambek, dan Syekh Muhammad
Thaib Umar. Keempat orang ini adalah PEMBAHASAN
murid Syekh Ahmad Khatib, dan 1. Definisi Kaum Tuo
(kecuali Syekh Muhammad Thaib Dari kalangan para penulis
Umar) juga belajar dengan Syekh Taher Barat, B.J.O. Schrieke pada tahun
Jalaluddin. Mereka inilah yang 1920 menyebut Kaum Tua dalam
kemudian dikenal dengan Kaum Muda, bukunya dengan sebutan “de
istilah yang dipertentangkan dengan
Kaum Tua sebagai kelompok status quo
yang bertahan dengan pemahaman

Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam


Mami Nofrianti dan Jamal Mirdad 45

ouderwetsche orthodoxen” (kaum masyarakat dan juga ibadah, selain


ortodok kolot).1 menganugerahkan kemudahan buat
Secara umum kaum tuo masyarakat yang mayoritasnya tidak
boleh didefinisikan sebagai ulama- mempunyai kemampuan untuk
ulama tradisional yang berpegang mengkaji secara mendalam hingga
kepada tradisi konservatif atau ke tahap dalil bagi sesuatu ibadat.
mempertahankan yang lama. Sesuai
dengan pengertian konservatif,
ulama-ulama ini sebagaimana 2. Definisi Kaum Mudo
biasanya cuma melihat sejarah atau Sebenarnya Kaum Mudo
masa lampau sebagai sumber ialah gelaran yang diberikan oleh
inspirasi atau sesuatu yang harus ulama-ulama tradisional (ulama-
dipertahankan. Di dalam banyak ulama Kaum Tuo) terhadap beberapa
perkara, mereka lebih suka ulama di Pantai Barat Tanah Melayu,
mengekalkan status quo sesuatu Pulau Sumatera dan Mesir. Gelaran
amalan yang telah lama bertapak di ini diberikan oleh karena ulama-
dalam masyarakat. Namun, menurut ulama ini dikatakan mencoba
Martin Van Bruinessen, pada masa membawa sesuatu ciri yang baru di
kolonial, kekhawatiran Belanda dalam ajaran agama.
cukup besar dengan segala bentuk Kaum Muda merupakan
kegiatan kaum tradisionalis, istilah sekelompok ulama yang
khususnya mereka yang bergabung berpikiran modern dan progresif.
dalam kelompok tarekat.2 Mereka tidak menerima pemahaman
Justeru itu, pendukung kaum keagamaan sebagaimana kaum
tuo ini dilihat seringkali bersikap tradisionalis yang pro kepada taklid.
negatif terhadap pembaharuan dan Bagi mereka pemahaman
perubahan. Golongan tradisionalis keagamaan bisa ditafsirkan dalam
ini seringkali menganggap bahwa ruang ijtihad. Dari segi pengamalan
kemunduran umat Islam adalah keagamaan, mereka menghendaki
karena mereka menjauhkan diri dari adanya purifikasi ajaran yang sesuai
ajaran-ajaran generasi yang lalu, dengan sumber al-Qur’an dan as-
serta memutuskan hubungan tradisi Sunnah3
mereka untuk mengikuti arus Kaum Mudo dicap juga
perubahan yaitu godaan syaitan dari sebagai 'wahabi' yang menginginkan
Barat. seluruh masyarakat lebih 'selamat'
Kaum Tuo atau dikenali dan hampir kepada al-Quran & as-
sebagai 'Khalafi' yang berpegang Sunnah (pada hemat dan penelitian
secara umum kepada mazhab Syafi’i mereka) yaitu dengan cara
berhasrat untuk memudahkan orang membawa mereka kepada pegangan
awam yang dirasakan Aqidah dan Ibadat yang dipaku
kebanyakannya kurang mampu dengan dalil sohih tanpa hanya
untuk mengikuti kaedah tersebut, lalu terikat dan taqlid kepada satu aliran
mereka mempopulerkan cara taqlid atau pendapat saja. Ia satu niat yang
sebagai medium penyatuan dalam amat baik dengan mengembalikan
fungsi aqal yang dikurniakan Allah
SWT serta memurnikan ibadat dari
1
Sanusi Lathief, “Gerakan Kaum Tua rekaan-rekaan yang disangkakan
di Minangkabau”, Disertasi, (Jakarta: Fakultas
Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 1988),
boleh menghilangkan sasaran pahala
h. 133
2
Martin Van Bruinessen, Tarekat
3
Naqsabadiyah di Indonesia: Survey Historis , Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam
Geografis dan Sosiologis,(Bandung: Mizan, di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES,
1992), h. 130 1985), h. 7

Volume VIII, Nomor 16, Juli-Desember 2018


46 Wacana Religio-Intelektual...

yang diletakkan oleh Rasulullah tradisi yang telah masuk dan


SAW. melekat pada berbagai perbuatan
keagamaan sehingga telah mereka
3. Hakekat Kaum Tuo dan Kaum Mudo pandang sebagai bagian dari ajaran-
Ulama-ulama Kaum Tuo di ajaran agama Islam. Sedang oleh
Minangkabau serta para pengikut kaum muda dipandang sebagai
mereka, dengan bangga menyebut perbuatan bid’ah yang sama sekali
diri mereka sebagai penganut sejati tidak terdapat dalam sunnah
dari paham Ahlusunnah Wal- Rasulullah dan tidak pula dalam
Jama’ah dalam bidang ‘aqidah dan praktek amalan ulama-ulama Salaf,
mazhab Imam Syafi’i dalam bidang yaitu para sahabat dan tabi’in.
Syari’ah. Maka sebutan Kaum Tua, Misalnya membakar kemenyan
Kaum Kuno, Kaum Taqlid, Ulama sebelum berdo’a, membayangkan
Kolot, dan sebagainya itu datang rupa guru sebelum berzikir,
dari luar kalangan mereka, dan membaca niat shalat sebelum takbir
mereka tolak. Sedangkan sebutan pertama dengan suara yang di
sebagai Malin Baru, Faqih Baru, jaharkan, bertahlil serta makan-
Kaum Wahabi dan sebagainya, minum di rumah duka, dan
untuk Kaum Muda, juga datang dari sebagainya.
luar kalangan mereka juga tidak Berdasarkan hal-hal tersebut
mereka terima. Tetapi sebutan di atas, maka kriteria atau hakekat
sebagai Kaum Pembaharu, Kaum kaum tua di Minangkabau ini
Moderrnis, Kaum Pemurni Agama mengandung empat macam prinsip
dan sebagainya tentu mereka terima utama. Sedang kriteria dari Kaum
dengan senang hati, sebab sesuai Muda mengandung tiga prinsip
dengan cita-cita gerakan mereka. utama. Pertama, pemurnian agama
Maksudnya adalah bahwa dalam dari segala hal yang tidak berasal
bidang ‘aqidah mereka memandang dari ajaran yang disampaikan oleh
diri mereka telah menganut Rasulullah. Kedua, pembaharuan
keyakinan yang benar seperti yang dalam pemikiran dan pemahaman
di anut oleh semua pengikut Ahlus ajaran agama-agama. Dan ini berarti
Sunnah Wal Jama’ah sejak dahulu keharusan Ijtihad dan menjauhi
hingga sekarang, dalam bidang kejumudan. Ketiga, modernisasi
Syari’ah mereka menganut mazhab dalam bidang pendidikan, sosial dan
Imam Syafi’i semata-mata, politik.
walaupun mereka mengakui bahwa Pertama, bahwa dalam
mazhab Imam Malik Hanafi dan bidang ‘aqidah, mereka adalah
Ahmad Hanbal juga dan sama penganut aliran Ahlusunnah Wal
benarnya dengan mazhab Imam Jama’ah yang dipimpin oleh Abul
Syafi’i. Sewaktu ditanyakan apa Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-
alasan mereka untuk hanya mengikuti Maturidi. Kedua, bahwa dalam
mazhab Imam Syafi’i semata-mata syari’ah mereka menganut mazhab
padahal mereka mengakui juga Syafi’i semata-mata. Ketiga, bahwa
kebenaran ketiga mazhab lainnya, mereka membenarkan dan merasa
mereka menjawab, “supaya amalan berkewajiban untuk
kami tidak menjadi kacau balau”. mempertahankan aliran-aliran
Di samping itu, para ulama thariqat yang mu’tabarah (sah dan
Kaum Tua di Minangkabau aliran- boleh diamalkan, menurut penilaian
aliran thariqat yang mu’tabarah mereka). Keempat, bahwa mereka
walaupun tidak semua mereka ingin tetap mempertahankan tradisi,
mengamalkannya. Lagi pula mereka adat kebiasaan yang telah melekat
ingin mempertahankan tradisi- dalam berbagai macam amalan

Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam


Mami Nofrianti dan Jamal Mirdad 47

keagamaan yang oleh Kaum Muda Muslimin mempunyai hak dan


dipandang sebagai bid’ah. Keempat wewenang untuk berijtihad dalam
macam prinsip ini terlihat dalam hukum-hukum agama, dalam bentuk
anggota organisasi-organisasi Kaum apapun, termasuk menafsirkan ayat-
Tua serta penjelasan dari pemimpin- ayat al-Qur’an yang akan dijadikan
pemimpinnya, sebagaimana yang sandaran hukum. Kedua, mengenai
akan dikemukakan kemudian.4 pengertian bid’ah dan cara penetapan
Selain dari empat prinsip hukumnya. Kaum Tua berpendapat
tersebut di atas, ada beberapa bahwa bid’ah ada dua macam, yaitu
prinsip lainnya yang juga menjadi bid’ah syar’iyyah dan bid’ah
pegangan Kaum Tua, walaupun lughawiyyah. Bid’ah syar’iyyah
dalam beberapa hal tampak kurang adalah mengadakan amalan-amalan
konsisten dalam melaksankannya. yang sama sekali tidak ada
Pertama, mengenai ijtihad, ittiba’ gantungannya pada al-Qur’an dan
dan taqlid. Ijtihad adalah Hadits, hukumnya sudah pasti
menggunakan kemampuan berfikir haram. Adapun bid’ah lughawiyyah
untuk menetapkan hukum suatu adalah mengadakan sesuatu yang
masalah yang belum ditetapkan baru, dan hukumnya munkin wajib,
dalam al-Qur’an, Sunnah atau haram, sunnat, makruh atau mubah,
Ijma’para sahabat. Ittiba’ adalah tergantung kepada manfaat dan
mengikuti pendapat ulama terdahulu mudharatnya.5
mengenai hukum sesuatu, tetapi
dengan mengetahui dalil-dalil yang 4. Gerakan Kaum Tuo dan Kaum Mudo
dijadikan dasar oleh ulama tersebut. Reaksi terhadap penyebaran
Sedangkan Taqlid adalah mengikuti pembaharuan di Minangkabau
pendapat ulama terdahulu mengenai datang dari kalangan adat dan dari
hukum sesuatu tanpa mengetahui kalangan agama yang bersifat tradisi
dalil-dalilnya. (Kaum Tuo). Reaksi pertama yang
Ulama-ulama Kaum Tua datang dari kalangan adat dipimpin
berpendapat bahwa pintu ijtihad oleh Datuk Sutan Maharaja anak
sudah tertutup, karena adanya seorang Laras (setingkat Bupati) di
mujtahid-mutlaq (yang mempunyai Sulit Air dan juga seorang pelopor di
wewenang penuh untuk berijtihad) Padang. Sebenarnya sebagai orang
sudah berakhir masanya tahun 300 pers ia termasuk seorang pembaharu
Hijriah, sedangkan mujtahid fatwa juga, tetapi dalam arti yang umum
(yang berwenang memberikan fatwa Datuk Sutan Maharaja berniat untuk
hukum dalam lingkungan mazhab memurnikan adat dengan
tertentu) sudah berakhir masanya mengenyampingkan kalangan regen
pada tahun 400 Hijriah, adapun di Padang, suatu kedudukan yang
mujtahid mazhab dan mujtahid diperkenalkan Belanda di negeri itu.
tarjih (yang hanya berwenang untuk Pertimbangan kepentingan pribadi
melakukan ijtihad dan mentarjihkan juga turut bermain, karena ia ingin
hukum-hukum yang ada dalam menggantikan regen dengan
mazhabnya sendiri) sudah berakhir bantuan Belanda. Datuk Sutan
pula masanya pada tahun 600 Maharaja menerbitkan majalah
Hijriah. Dengan demikian, Kaum Tua tengah bulanan Pelita Kecil dalam
berpendapat bahwa sesudah tahun tahun 1894, dan kemudian menjadi
600 Hijriah tersebut tidak pemimpin redaksi Utusan Melayu
seorangpun juga di antara kaum dan Suluh Melayu. Minat dan

4
Majalah Soearti, Nomor. 7, Tahun I, 5
Sanusi Lathif, “Gerakan Kaum Tua...,
1937 h. 136-137

Volume VIII, Nomor 16, Juli-Desember 2018


48 Wacana Religio-Intelektual...

kegiatan Datuk Sutan Maharaja kalangan pembaharu di


dalam membersihkan adat dari Minangkabau.7
pengaruh keluarga regen di Padang Di masa-masa lalu terjadi
menyebabkan orang menyebut ia persukuan bukan kehidupan
Datuk Bangkit, dari pepatah, individu, terutama dalam hubungan
membangkitkan batang terendam, ia harta milik, maka warisan bukanlah
melihat bahwa adat dipakai regen masalah, warisan berada dalam
tersebut bercampur dengan lingkungan suku menurut garis
kebiasaan Aceh. Datuk tersebut keibuan. Tetapi kehidupan modern
menyebut dirinya dan pengikutnya yang lebih menegakkan sistem
Kaum Mudo yang melawan regen, keluarga, dan bukan sistem suku.
golongan ini disebutnya golongan Perubahan hidup seperti ini telah
tuo. Untuk Datuk Sutan Maharaja berjalan pada satu pemikiran
menerbitkan majalah tengah bulanan pembaharuan dalam agama sudah
Pelita Kecil dalam tahun 1894 mulai diperkenalkan. Pada saat
memperoleh dukungan yang kuat, ia kepala keluarga meninggal dunia,
minta bantuan kepada Belanda. tumbuhnya perasaan yang dianggap
Setelah gagal dalam usaha ini, wajar oleh keluarga besangkutan
tampak olehnya betapa pengaruh agar warisan yang dtinggalkan
pikiran-pikiran Syeikh Ahmad dibagi di antara anggota yang
Khatib berkembang di Minangkabau tinggal, terutama anak-anak yang
serta betapa pikiran tersebut telah bersangkutan. Maka muncullah
berbentuk gerakan. Maka Ia masalah hak waris bagi kemenakan,
menghadapi ini, Ia merupakan dalam banyak hal, kemenakan
turunan dari keluarga yang sangat memperjuangkan hak lamanya.
menentang kalangan Islam sebagai Perkembangan ini muncullah jenis
lanjutan kebangkitan kembali harta yang disebut harato
kegiatan Paderi, apalagi karena pencaharian, yaitu harta yang
Syeikh Ahmad Khatib memang diperoleh seorang ayah (secara
turunan seorang hakim Paderi.6 sendiri atau bersama isterinya)
Dalam tahun 1913 dengan dengan keringatnya sendiri. Milik
dihapusnya lembaga regen di suku yang dapat dinikmati oleh para
Padang, bagi Datuk Sutan Maharaja anggota suku sebagai pemegang
tidak perlu lagi berlomba dengan amanah (bukan milik) disebut
keluarga dalam merebut harato pusako.8
kepemimpinan, sehingga Ia dapat Dalam pergantian abad yang
lebih banyak perhatiannya lalu banyak muncul pemikiran
melakukan perlawanan terhadap dibeberapa tempat di Minangkabau
gerakan pembaharuan, baik dengan untuk meletakkan harato
lisan maupun tulisan. Dalam tahun pencaharian secara hukum faraid,
1916, Ia dapat mencapai yaitu hukum waris Islam yang
kesepakatan dengan sebagian menempatkan anak pada kedudukan
kalangan bangsawan dengan penting dalam warisan, sedangkan
membentuk Sarikat Adat Alam kemenakan diabaikan. Kedudukan
Minangkabau, suatu organisasi hukum faraid ini lebih banyak
kalangan Adat, merupakan salah tergantung pada kedudukan ulama
satu benteng perlawanan terhadap di tempat bersangkutan. Ulama yang
berwibawa mudah saja
memperlakukan hukum faraid
6
Fachri Samsudin, Pembaharuan
Islam di Minangkabau Awal Abad XX, (Jakarta: 7
The Minangkabau Foundation, 2006), h. 205 Ibid.
8
Ibid., h. 206

Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam


Mami Nofrianti dan Jamal Mirdad 49

dalam kampungnya, tetapi bila kesepakatan antara ulama dan kaum


ulama yang kurang berwibawa adat mengenai harta warisan dan
diganti dengan ulama yang kurang juga mengenai kedudukan mereka
berwibawa segera timbul masing-masing dalam masyarakat.
pertentangan anak dan kemenakan Tentu persetujuan antara ulama dan
dalam harta waris. Contohnya, penghulu tidak begitu saja berjalan
faraid dijalankan di Batu Hampar lancar, apalagi dalam suasana
Payakumbuh, sewaktu seorang penjajahan, dengan pilih kasih
ulama yang berpengaruh besar penjajah dalam hal ini lebih
Syeikh Abdurrahman masih hidup. memihak kepada pihak penghulu,
Setelah ia meninggal dunia timbul senantiasa muncul hambatan. Tetapi
pertikaian antara anak kemenakan di yang pokok adalah bahwa suatu
kampung tersebut. Syeikh ukuran tentang nilai yang dianut
Abdurrahman adalah kakek dari masyarakat telah dapat dirumuskan,
Muhammad Hatta, mantan Wakil dan dalam kemungkinan
Presiden RI pertama. pertentangan telah ada pula
Perlu diingat bahwa Syeikh pedoman yang dapat diikuti. Sifat
Ahmad Khatib sangat kritis, dalam adat sendiri sangat menguntungkan
harta warisan ini. Ia malah tidak Islam, atau boleh juga dikatakan
membedakan antara kedua jenis bahwa sifat Islam sendiri telah
harta pusaka ini. Menurutnya kedua menguntungkan adat. Adat yang
harta ini harus tunduk kepada tidak mempunyai peraturan tertulis
hukum faraid. Bekas murid- yang kaku mampu menerima dan
muridnya yang memperkenalkan menyerap pikiran baru serta
pemikiran pembaharuan di perbuatan baru sehingga peraturan
Minangkabau mulai menyadari adat bisa mencair, ini tergantung
bahwa antara kedua jenis harta ini pula pada kemampuan penyerapan
harus diadakan pembedaan. Dalam oleh suku-suku bersangkutan.
hal harta suku, mereka melihat Namun dalam jangka panjang tidak
bahwa pemilik harta itu tetap ada, lagi dijumpai batas yang tegas
walaupun anggota suku sudah antara adat dan Islam, keduanya
meninggal dunia, pemiliknya ialah telah terjalin sesamanya. Di
suku itu sendiri. Oleh karena itu pandang dari satu segi, adat kian
tidak terdapat soal faraid, harta suku lama kian menyesuaikan diri dengan
tetap lanjut, disebut harato pusako, tuntutan Islam.
sebagai harta wakaf bagi suku yang Kedua, suku terutama nagari
hasilnya dinikmati anggota suku tidak pernah mampu memperlancar
bersangkutan menurut kesepakatan. aksi bersama. Sampai-sampai raja di
Hanya harato pencaharian yang Minangkabau tidak pernah melebihi
dapat tunduk kepada hukum fungsi sekedar simbol kerajaan.
faraidh. Harato pusako tadi mereka Peraturan-peraturan yang biasa
sebut harato musabalah. Oleh sebab (tradisional) lebih banyak berlaku
itu dalam soal itu Datuk Sutan untuk nagari masing-masing,
Maharaja bekerja sama dengan daripada untuk seluruh wilayah
kaum bangsawan di Padang untuk kerajaan. Wewenang seorang
melawan pihak pembaharu, ia penghulu terbatas pada sukunya
kehilangan alasan dengan saja, atau paling-paling dalam batas
perlawanannya dalam hal waris itu. satu nagari, di luarnya Ia tidak
Faktor-faktor lain turut berkuasa sama sekali. Itulah
memperlemah kedudukannya. mengapa organisasi Serikat Adat
Pertama, pada masa Paderi Minangkabau yang didirikan oleh
sebenarnya telah terdapat Datuk Sutan Maharaja atau

Volume VIII, Nomor 16, Juli-Desember 2018


50 Wacana Religio-Intelektual...

organisasi Majelis Tinggi Kerapatan Maradjo, seorang tokoh adat yang


Adat Alam Minangkabau yang juga sebagai wartawan. Kaum Mudo
didirikan kemudian tidak pernah adalah sebutan untuk tokoh-tokoh
mampu berfungsi sebagai pemegang gerakan pembaharuan yang
wewenang tertinggi dalam soal adat. dipelopori murid-murid Ahmad
Lagipula kebebasan satu- Khatib, karena gerakan ini mirip
satu nagari, serta kebebasan satu- dengan gerakan Kaum Muda di
satu suku, dalam memilih kepalanya Turki yang diimpin oleh Anwar
masing-masing mempermudah Pasya yang telah menggoncangkan
penetrasi para pembaharu Islam ke negeri itu. Selengkapnya mengenai
kalangan adat sendiri. Para asal-usul timbulnya kedua istilah
pembaharu ini dapat menjadi tersebut.9
penghulu seperti Haji Djalaluddin Syekh Khatib Ali, Syekh
Thaib dari PERMI, ia bergelar Datuk Abbas dari kalangan Kaum Tua. Pada
Penghulu Basa dan Hamka dari tahun yang sama di Surau Jembatan
Muhammadiyah bergelar Datuk Besi Padang Panjang. Di semua
Indomo. Apalagi lambat laun tempat itu kedua belah pihak tidak
penghulu menjadi pimpinan yang beranjak dari pendirian masing-
sekedar sebagai simbol saja tanpa masing.10
mempunyai wewenang memaksa. Menurut Hamka pada tahun
Perlawanan yang lebih serius 1906, terjadi lagi sebuah pertemuan
lagi terhadap kalangan pembaharu dengan tema yang sama di Padang.
datang dari kalangan Islam tradisi Dari kelompok pembela tarekat
(Kaum Tuo). Ini terjadi pada waktu hadir Syekh Khatib Ali, Khatib
Syeikh Ahmad Khatib mulai Sayyidina, Syekh Bayang, Syekh
melancarkan pemikirannya dari Seberang Padang, Imam Masjid
Mekkah. Kecamannya mengenai Ganting dan Syekh Abbas,
tarekat dijawab oleh Syiekh sedangkan dari kelompok yang
Muhammad Saad bin Tahta’ di menentang tarekat Syekh Abdul
Mungka (Syeikh Mungka) dan Karim Amrullah, Syekh Abdullah
Syeikh Haji Muhammad Ali bin Ahmad dan Syekh Daud Rasyidi.
Abdul Muthalib (Syeikh Khatib Ali) Pertemuan semula dimaksudkan
di Padang yang juga menerbitkan sebagai pertemuan ilmiah, berbicara
tulisan tentang ini. Debat umum dan membahas tarekat berdasarkan
tentang masalah tarekat ini diadakan argument-argumen intelektual,
pula oleh ulama kedua belah pihak. ternyata berubah lain. Sikap
Dalam tahun 1903, ulama di kelompok kedua yang radikal
daerah Agam mengadakan menimbulkan kemarahan kelompok
pertemuan di Masjid Sianok pertama. Akibatnya yang menonjol
Bukittinggi, tempat kedua belah bukanlah pikiran-pikran rasional.
pihak memperoleh kesempatan Pertemuan inilah kata Hamka yang
mengemukakan pendapatnya. melahirkan apa yang disebut
Dalam tahun 1905, pertemuan yang kemudian sebagai Kaum Tua dan
lebih besar diadakan di Bukit Kaum Muda di Miangkabau.11
Surungan di Padang Panjang tentang Pertentangan antara Kaum
tarekat Naqsabandiyah. Hadir pada Tuo dan Kaum Mudo berikutnya
pertemuan itu antara lain Syekh
Abdullah Ahmad, Syekh Abdul 9
Sanusi Lathief, “Gerakan Kaum
Karim Amrullah, Syekh Muhammad Tua..., h. 127-133.
10
Jamil Jambek dari Kaum Muda. Istilah Deliar Noer, Gerakan Modern..., h.
Kaum Mudo pertama kali 240.
11
Hamka, Ayahku, (Jakarta: Uminda,
dikemukakan oleh Datuk Soetan
1982), h. 281

Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam


Mami Nofrianti dan Jamal Mirdad 51

menurut M. Sanusi Latif tidak lagi organisasi lawan dari PGAI


hanya terpaut dalam masalah kepunyaan Kaum Muda.12
tarekat, tetapi merembes ke soal- Syeikh Abdullah Ahmad
soal praktek keagamaan lain yang dari kalangan Kaum Mudo
umumnya diamalkan oleh menerbitkan majalah Al-Munir dan Al-
masyarakat Minangkabau seperti Akhbar di Padang pada tahun 1911 dan
masalah-masalah tentang usalli, tahun 1913, setelah sebelumnya
ijtihad, bid’ah dan sebagainya. tahun 1909 membuka Adabiah
Debat dan polemik antara kedua School di kota yang sama. Majalah
kelompok ini berlansung dalam yang disebutkan pertama, hanya
masa yang cukup panjang, berusia 5 tahun. Ia diikuti oleh
melibatkan banyak tokoh, beberapa majalah suara
menggunakan banyak dalil dan pembaharuan lainnya yang tersebar
bahkan menghasilkan kepustakaan di beberapa daerah Minangkabau,
yang lumayan. Terlepas dari seperti Al-Ittiqan di Maninjau, Al-
berbagai aspek lain yang timbul dari Bayan di Parabek, Al-Basyir di
akibat polemik tersebut, masyarakat Sungayang Al-Imam di Padang dan
Minangkabau dapat memetik Al-Munir Al-Manar yang terbit di
hikmahnya. Hikmah tersebut antara Padang Panjang.
lain, adalah berkembangnya kajian Di samping media cetak
imiah keislaman, baik di kalangan yang disebutkan di atas, Kaum Mudo
muda maupun dikalangan tua. juga mendirikan lembaga-lembaga
Menurut M. Sanusi, istilah ini pendidikan. Di antaranya lembaga
popular tahun 1907, bukanlah oleh pendidikan yang terkemuka dan
kaum ulama itu sendiri, melainkan yang paling berpengaruh adalah
oleh wartawan Kota Padang pada Sumatera Thawalib di Padang
masa itu. Ada dua kemungkinan Panjang. Berbeda dari Kaum Tuo
yang menjadi sebab munculnya istilah yang lebih menitik beratkan
Kaum Tua dan Kaum Muda. Pertama, pelajaran fikih dengan bermacam
karena faktor usia ulama yang fatwa dari berbagai mazhab.
mempertahankan tarekat yang Sumatera Thawalib lebih
umumnya berusia tua dan yang mengutamakan ilmu-ilmu yang
menentangnya berusia lebih muda. berkaitan dengan usaha untuk dapat
Kedua, sedangkan yang ingin memahami Islam dari sumber
mempertahankan tradisi datang dari aslinya (al-Qur’an dan Hadits). Para
kelompok yang berjiwa tua. Bila Kaum siswa diarahkan untuk dapat
Tua mempertahankan tradisi maka memahami bagaimana suatu fatwa
Kaum Muda mendobrak tradisi itu. ditetapkan. Jadi tidak terpaku pada
Mengenai masalah-masalah bagaimana fatwa harus diamalkan.
seperti usalli, talqin, ru’yah, Dalam pada itu, kalangan Kaum
keramat, ijtihad dan taklid, kedua Mudo terus mengembangkan sistem
belah pihak tetap memegang pengajaran melalui tablig, baik cara
pendirian masing-masing. Dalam menetap di surau-surau, seperti
mempertahankan pendirian terhadap Syekh Muhammad Jamil Jambek di
serangan Kaum Mudo, kalangan Surau Tengah Sawah Bukittinggi,
Kaum Tuo juga mempergunakan Syekh Abdullah Ahmad di Surau
cara-cara yang dipakai Kaum Mudo, Jembatan Besi Padang Panjang dan
antara lain mereka mendirikan Syekh Abdul Karim Amrullah di
organisasi Ittihadul Ulama
Minangkabau (Persatuan Ulama 12
Deliar Noer, Gerakan Modern..., h.
Minangkabau), di Banuhampu, 241.
Bukittinggi dalam tahun 1921 sebagai

Volume VIII, Nomor 16, Juli-Desember 2018


52 Wacana Religio-Intelektual...

Surau Muaro Pauh Sungai Batang Oleh sebab itu, Kaum Tuo yang
Maninjau serta Surau Jembatan Besi merasa diserang itu menangkisnya
Padang Panjang maupun dengan dengan senjata yang sama. Maka
berkeliling dari satu surau ke surau yang lahir bukan perang fisik tetapi
lainnya.13 perang pena, perang mulut,
Dari semua sarana yang sekalipun tidak sedikit yang
dimiliki, Kaum Mudo Minangkabau emosional, namun dalam batas-batas
meniupkan semangat gerakan yang masih dapat diterima.
pembaharuannya dengan gencar. Di
lain pihak, Kaum Tuo yang memang Kecuali itu, perang Kaum
Tuo dan Kaum Mudo banyak
sejak semula tidak setuju dengan
cara yang digunakan Kaum Mudo. manfaatnya bila dibandingkan
Untuk menentang majalah Al- dengan perang yang dilancarkan
Munir, dikeluarkan majalah Suluh kaum Paderi sebelumnya. Bila
Melayu, pada pokoknya perang Paderi menghasilkan kalah
mempertahankan paham Kaum Tuo menang antara pihak yang bertarung
dan menangkis semua gerakan yang (kaum adat yang dibantu Belanda
dilakukan Kaum Mudo. Dengan dengan kaum ulama) dan banyak
terbitnya majalah Suluh Melayu, membawa “trauma religious” seperti
kata Hamka, Minangkabau telah tersebut di atas, maka perang Kaum
Tuo dan Kaum Mudo para prinsipnya
terjadi belah dua. Al-Munir yang
bintang-bintang utamanya Abdullah melahirkan era modern Islam
Ahmad, Abdul Karim Amrullah, dan Minangkabau. Ia dengan segenap
Muhammad Jamil Jambek nilai plus minusnya telah meransang
berlawanan dengan Suluh Melayu minat anak Minang untuk mengkaji
dengan tokoh-tokohnya Syekh Ali agamanya dengan lebih intens. Hal
Padang, Syekh Saad Mungka dan ini terlihat dari usaha Kaum Tuo
Syekh Bayang. Masing-masing yang menerbitkan majalah-majalah
kelompok ini mempunyai pengikut mereka berikutnya seperti: Al-
yang cukup banyak dan boleh Mizan yang terbit di Maninjau tahun
dikatakan sama kerasnya. Polemik 1921 sampai tahun 1923, Al-Rad wa
itu berjalan cukup lama, dan al-Mardud yang terbit di Bukittinggi
puncaknya berlansung antara tahun tahun 1926, Soearti yang terbit di
1914 sampai tahun 1918.14 Bukittinggi tahun 1937, dan bahkan
Agaknya, reaksi suatu sempat menyiarkan proklamsi
gerakan akan muncul dalam irama kemerdekaan Indonesia. Kecuali itu,
yang sama dengan aksi yang Kaum Tuo juga banyak menerbitkan
ditampilkan oleh gerakan itu sendiri. buku-buku keagamaan, baik yang
Artinya bila dulu kaum Paderi bersifat polemik atau bukan.
melakukan aksi radikal fisik dalam Menurut M. Sanusi Latif buku-buku
melancarkan gerakannya, maka itu lebih kurang berjumlah 90 jilid
lawannya adat memberikan banyaknya.15
perlawanan yang sama sehingga Sesungguhnya keinginan
lahirlah perang fisik. Di samping itu Kaum Mudo di atas dapat dipahami
datang Kaum Mudo melancarkan sebagai keinginan positif. Mereka
serangan tidak kalah gencarnya dari ingin agar masyarakat muslim
kaum radikal di atas. Hanya mereka Minangkabau mau memahami dan
tidak menggunakan kekuatan fisik, mengamalkan Islam secara murni
melainkan kemampuan intelektual. dan bebas dari praktek-praktek yang

13
Fachri Syamsuddin, Pembaharuan 15
Fachri Syamsuddin, Pembaharuan
Islam..., h. 210 Islam..., h. 213-214
14
Hamka, Ayahku..., h. 105-108

Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam


Mami Nofrianti dan Jamal Mirdad 53

menurut mereka menyimpang dari


ajaran Islam yang sebenarnya,
namun menurut Kaum Tuo maksud
baik itu tidak didukung oleh cara
yang baik sehingga tidak dapat
diterima oleh Kaum Tuo. Tetapi
sikap mereka tambah lunak terhadap
masing-masing. Mereka tidak lagi
bermusuhan sebagaiman semula,
tetapi telah bersahabat.16

KESIMPULAN
Pertentangan antara Kaum Tuo
dan Kaum Mudo tidak lagi hanya terpaut
dalam masalah tarekat, tetapi merembes
ke soal-soal praktek keagamaan lain
yang umumnya diamalkan oleh
masyarakat Minangkabau. Debat dan
polemik antara kedua kelompok ini
berlansung dalam masa yang cukup
panjang, melibatkan banyak tokoh,
menggunakan banyak dalil dan bahkan
menghasilkan kepustakaan yang
lumayan. Terlepas dari berbagai aspek
lain yang timbul dari akibat polemik
tersebut, masyarakat Minangkabau
dapat memetik hikmahnya. Hikmah
tersebut antara lain, adalah
berkembangnya kajian imiah keislaman,
baik di kalangan muda maupun
dikalangan tua.

16
Deliar Noer, Gerakan Modern..., h.
241.

Volume VIII, Nomor 16, Juli-Desember 2018


54 Wacana Religio-Intelektual...

Nasrullah, Respon dan Tantangan


Kaum Tua Atas Kritik Kaum
Muda Terhadap Tarekat di
Minangkabau Awal Abad 20,
‘Ainil: Jurnal Kebudayaan dan
Ilmu Keislaman, 2016.

Noer, Deliar, Gerakan Moderen Islam


di Indonesia (1900-1942), Jakarta:
LP3ES, 1979.

Shamad Irhash A., dkk., Islam dan


Praksis Kultural Masyarakat
Minangkabau. Jakarta:
PT.Tintamas Indonesia, 2007.

Syamsuddin, Fachri, Pembaharuan


Islam Di Minangkabau Awal
Abad XX, Jakarta: The
Minangkabau Foundation, 2006.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama


Timur Tengah dan Nusantara
Abad XVII dan XVIII, Bandung:
Mizan, 1994.

Bruinessen, Martin Van, Tarekat


Naqsabandiyah di Indonesia:
Survey Historis, Gegrafis, dan
Sosiologis, Bandung: Mizan, 1992

Hamka, Ayahku, Jakarta: Uminda, 1982

Lathief, Sanusi, “Gerakan Kaum Tua di


Minangkabau”, Disertasi, Jakarta:
Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah, 1988.

Mansoer, dkk., Sedjarah Minangkabau.


Jakarta: Bhratara, 1970.

Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam

Anda mungkin juga menyukai