Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori Komunikasi Terapeutik

2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong


proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian
lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses
yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian
antara perawat dengan klien. Menurut Priyanto (2009)
komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau ketrampilan
perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres,
mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana
berhubungan dengan orang lain.

Komunikasi terapeutik yaitu proses yang melibatkan usaha-usaha


untuk membina hubungan terapeutik antara perawat-klien dan
saling membagi pikiran, perasaan dan perilaku untuk membentuk
keintiman yang terapeutik dan berorientasi pada masa sekarang
(Manurung, 2011).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan


secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian

11
12

antara perawat dengan klien. Persoalan mendasar dan komunikasi


ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien,
sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi
diantara perawat dan klien, perawat membantu dan klien
menerima bantuan (Tribowo, 2013).

2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik


Menurut Mundakir (2006) tujuan komunikasi terapeutik
dilaksanakan yaitu:
2.1.2.1 Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi
beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil
tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien
percaya pada hal-hal yang diperlukan.
2.1.2.2 Mengurangi keraguan, membantu dalam hal
mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
2.1.2.3 Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan
dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat
kesehatan.
2.1.2.4 Mempererat hubungan atau interaksi antara klien
dengan terapis (tenaga kesehatan) secara profesional
dan proporsional dalam rangka membantu
penyelesaian masalah klien.

Menurut Ode (2012) komunikasi terapeutik bertujuan untuk


mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau
adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:

2.1.2.1 Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan


penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik
diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien
yang menderita penyakit kronis ataupun terminal
13

umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia


tidak mampu menerima keberadaan dirinya,
mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga
diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa
putus asa dan depresi.
2.1.2.2 Kemampuan membina hubungan interpersonal yang
tidak superficial dan saling bergantung dengan orang
lain.
2.1.2.3 Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk
memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang
realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau
tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.
2.1.2.4 Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan
integritas diri. Klien yang mengalami gangguan
identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa
percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat
membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan
identitas diri yang jelas.
Menurut Manurung (2011) tujuan hubungan terapeutik diarahkan
pada pertumbuhan klien meliputi:
2.1.2.1 Realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormati
terhadap diri sendiri.
2.1.2.2 Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang
tinggi.
2.1.2.3 Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal
yang intim, saling tergantung dan mencintai.
2.1.2.4 Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk
memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal
yang realistis.
14

2.1.3 Prinsip Komunikasi Perawat


Menurut Mundakir (2006) untuk mengetahui apakah komunikasi
dapat dilakukan tersebut bersifat terapeutik atau tidak, maka
dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-
prinsip berikut ini:
2.1.3.1 Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti
memahami dirinya sendiri serta nilai yang anut.
2.1.3.2 Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling
menerima, saling percaya dan saling menghargai.
2.1.3.3 Perawat harus memahami, menghayati nilai yang di
anut oleh klien.
2.1.3.4 Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien
baik fisik maupun mental.
2.1.3.5 Perawat harus menciptakan suasana yang
memungkinkan klien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahankan masalah-masalah yang dihadapi.
2.1.3.6 Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri
secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi
perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun
frustasi.
2.1.3.7 Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan
dapat mempertahankan konsistensinya.
2.1.3.8 Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang
terapeutik dan sebaliknya simpati yang bukan
tindakan terapeutik.
2.1.3.9 Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar
dari hubungan terapeutik.
2.1.3.10 Mampu berperan sebagai role model agar dapat
menunjukan dan meyakinkan orang lain tentang
15

kesehatan, oleh karena itu perawat perlu


mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental,
sosial, spiritual dan gaya hidup.
2.1.3.11 Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang
dianggap mengganggu.
2.1.3.12 Perawat harus menciptakan suasana yang
memungkinkan klien bebas berkembang tanpa rasa
takut.
2.1.3.13 Altruisme, mendapatkan kepuasaan dengan menolong
orang lain secara manusiawi.
2.1.3.14 Berpegangan pada etika dengan cara berusaha sedapat
mungkin keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan
manusia.
2.1.3.15 Bertanggung jawab dalam dua dimensi yang tanggung
jawab terhadap dirinya atas tindakan yang dilakukan
dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa
yang dikomunikasikan.

2.1.4 Syarat Komunikasi Perawat


Menurut Suryani (2005) syarat komunikasi terapeutik efektif
adalah:
2.1.4.1 Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga
harga diri pemberi maupun penerima pesan.
2.1.4.2 Komunikasi yang menciptakan saling pengertian
harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memberikan
sarana, informasi maupun masukan.
Persyaratan-persyaratan untuk komunikasi terapeutik dibutuhkan
untuk membentuk hubungan perawat-klien sehingga klien
memungkinkan untuk mengimplementasikan proses
keperawatan.
16

2.1.5 Sikap Perawat dalam Berkomunikasi


Menurut Mundakir (2006) perawat hadir secara utuh (fisik dan
psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan klien. Perawat
tidak cukup hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi
komunikasi tetapi yang sangat penting adalah sikap atau
penampilan dalam berkomunikasi.
2.1.5.1 Kehadiran diri secara fisik
Terdapat 5 sikap atau cara menghadirkan diri secara
fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik,
yaitu:
a. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah “Saya siap
membantu mengatasi masalah anda”
b.Memperhatikan kontak mata. Kontak mata untuk
pada level yang sama berarti menghargai klien dan
keinginan untuk dapat berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah klien. Posisi ini menunjukan
kepedulian dan keinginan perawat untuk
mengatakan atau mendengar sesuatu yang dialami
klien.
d.Memperhatikan sikap terbuka. Tidak melipat kaki
atau tangan menunjukan keterbukaan untuk
berkomunikasi dan siap membantu.
e. Tetap rileks. Tetap dapat mengendalikan
keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam memberikan respons terhadap klien,
meskipun dalam situasi yang kurang
menyenangkan.
2.1.5.2 Kehadiran diri secara Psikologis
Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi dalam 2
dimensi yaitu dimensi respon dan dimensi tindakan.
17

a. Dimensi Respon
Dimensi respon merupakan sikap perawat secara
psikologis dalam berkomunikasi kepada klien.
Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang
ikhlas, menghargai, empati dan konkrit. Dimensi
respon sangat penting pada awal berhubungan
dengan klien untuk membina hubungan saling
percaya dan komunikasi yang terbuka. Respon ini
harus terus dipertahankan sampai pada akhir
hubungan. Dimensi respon terdiri dari, yaitu:
1) Keikhlasan. Sikap ikhlas perawat dapat
dinyatakan melalui keterbukaan, kejujuran,
ketulusan dan berperan aktif dalam hubungan
dengan klien.
2) Menghargai. Perawat menerima klien apa
adanya. Sikap perawat harus tidak
menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek
dan tidak menghina.
3) Empati. Empati merupakan kemampuan
masuk dalam kehidupan klien agar dapat
merasakan pikiran dan perasaan.
4) Konkrit. Perawat menggunakan istilah yang
khusus dan jelas, bukan yang abstrak.
b.Dimensi Tindakan
Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan
dimensi respon. Tindakan yang dilakukan harus
dalam konteks kehangatan dan pengertian. Perawat
senior sering segera masuk tindakan tanpa membina
hubungan yang adekuat sesuai dengan dimensi
respon. Dimensi respon membawa klien pada
tingkat penilikan diri yang tinggi dan kemudian
18

dilanjutkan dengan dimensi tindakan. Dimensi


tindakan terdiri dari, yaitu:
1) Konfrontasi. Konfrontasi merupakan ekspresi
perasaan perawat tentang perilaku klien yang
tidak sesuai. Konfrontasi berguna untuk
meningkatkan kesadaran klien terhadap
kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan dan
perilaku.
2) Kesegaran. Kesegaran berfokus pada interaksi
dan hubungan perawat klien saat ini.
3) Keterbukaan. Perawat harus terbuka dalam
memberikan informasi tentang dirinya, ideal
diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya.
4) Emotional Chatarsis. Emotional Chatarsis
terjadi jika klien diminta bicara tentang hal
yang sangat mengganggu dirinya.
5) Bermain peran. Bermain peran adalah
melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini
berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam
berhubungan dan kemampuan melihat situasi
dari pandangan orang lain.

2.1.6 Teknik Komunikasi Terapeutik


Setiap orang berbeda-beda begitupun klien, tidak ada yang sama.
Oleh karena itu, diperlukan teknik yang berbeda-beda dalam
berkomunikasi dengan klien. Teknik komunikasi berikut ini, yang
dikutip dari artikel Purha, I.M. (2008) dikutip oleh Priyanto (2009),
terdiri dari beberapa komponen berikut ini:
2.1.6.1 Mendengarkan
Mendengarkan klien menyampaikan pesan verbal dan
non-verbal mengandung arti bahwa perawat perhatian
19

terhadap kebutuhan dan masalah klien. Perawat yang


mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan
salah satu upaya agar dapat mengerti seluruh pesan
verbal dan non-verbal yang sedang disampaikan klien.
Beberapa keterampilan yang dapat diterapkan agar
perawat dapat mendengarkan klien dengan penuh
perhatian adalah sebagai berikut:
a. Pandanglah klien ketika sedang berbicara atau
menyampaikan pesan.
b.Pertahankan kontak mata yang memancarkan
keinginan untuk mendengarkan.
c. Pertahankan sikap tubuh yang menunjukan bahwa
kita perhatian dan jangan menyilangkan kaki atau
tangan.
d.Hindari melakukan gerakan-gerakan yang tidak
perlu.
e. Berikan anggukan kepala jika klien membicarakan
hal penting atau memerlukan umpan balik.
f. Posisikan tubuh dengan mencondongkan badan ke
arah lawan bicara.
2.1.6.2 Menunjukan Penerimaan
Perlu diketahui bahwa menerima tidak berarti
menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukan keraguan
atau ketidaksetujuan. Sebagai seorang perawat kita
tidak harus menerima semua perilaku klien. Perawat
sebaiknya menghindari ekspresi wajah dan gerakan
tubuh yang menunjukan ketidaksetujuan terhadap
sesuatu, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala yang menandakan tidak
20

percaya. Berikut ini sikap perawat yang menunjukan


rasa percaya.
a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
b.Memberikan umpan balik verbal pada klien dengan
cara yang baik.
c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal sesuai
dengan komunikasi verbal.
d.Menghindari perdebatan, mengekspresikan
keraguan, atau mencoba untuk mengubah fikiran
klien. Perawat dapat mengganggukan kepalanya
atau berkata “Ya” atau “Saya mengikuti apa yang
anda ucapkan”.
2.1.6.3 Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan
Menanyakan pertanyaan yang berkaitan bertujuan
untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai
klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan
topik yang dibicarakan dan menggunakan kata-kata
dalam konteks sosial budaya klien. Pertanyaan
hendaknya di sampaikan secara berurutan selama
pengkajian.
2.1.6.4 Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan
Kata-Kata Sendiri
Dengan mengulang kembali ucapan klien berarti
perawat memberikan umpan balik sehingga klien
mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan
mengharapkan komunikasi berlanjut.
2.1.6.5 Klarifikasi
Jika terjadi kesalahpahaman sebaiknya perawat
menghentikan pembicaraan sejenak untuk
mengklarifikasi dan menyampaikan pemahaman,
21

karena keakuratan informasi sangat penting dalam


memberikan pelayanan asuhan keperawatan.
2.1.6.6 Memfokuskan
Teknik ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan
pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti.
2.1.6.7 Menyampaikan hasil observasi
Perawat perlu memberikan respon kepada klien
dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga
dapat diketahui apakah pesan diterima dengan baik
dan benar. Perawat menguraikan kesan yang
ditimbulkan melalui syarat non-verbal klien.
2.1.6.8 Menawarkan informasi
Pemberian tambahan informasi dapat dijadikan
sebagai pendidikan kesehatan bagi klien dan juga
menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Jika
ada informasi yang ditutupi oleh dokter, seorang
perawat hendaknya mengklarifikasi alasannya.
2.1.6.9 Diam
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan
klien untuk mengorganisasikan pikiran masing-
masing. Diam memungkinkan klien untuk
berkomunikasi terhadap dirinya dalam memproses
informasi yang ada.
2.1.6.10 Meringkas
Meringkas adalah mengulang ide utama yang telah
dikomunikasikan secara singkat. Teknik ini
bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas
sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya.
2.1.6.11 Memberi penghargaan
Memberi penghargaan kepada klien dapat dilakukan
dengan cara seperti menyambutnya dengan salam dan
22

menyebutkan namanya. Dengan melakukan hal


tersebut perawat dapat menunjukan kesadarannya
tentang perubahan yang terjadi selain itu juga dapat
menunjukan bahwa perawat menghargai klien sebagai
manusia seutuhnya yang mempunyai hal dan
tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
2.1.6.12 Menawarkan Diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi
secara verbal dengan orang lain. Seringkali perawat
hanya menawarkan kehadirannya dan ketertarikannya
tanpa mempertimbangkan kondisi klien.
Sesungguhnya teknik komunikasi ini harus dilakukan
dengan tulus ikhlas.
2.1.6.13 Memberikan Kesempatan Kepada Klien Memulai
Pembicaraan
Perawat sebaiknya memberikan kesempatan pada
klien untuk berinisiatif dalam memilih tema
pembicaraan. Klien yang merasa ragu tentang
perannya dalam berinteraksi dapat diberikan stimulus
untuk mengambil inisiatif, sehingga klien tersebut
merasa bahwa ia diharapkan dapat membuka
pembicaraan.
2.1.6.14 Mempersilahkan untuk Meneruskan Pembicaraan
Teknik ini mengindikasikan bahwa klien sedang
mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan
selanjutnya respek dengan apa yang dibicarakan.
2.1.6.15 Menganjurkan Klien untuk Menjelaskan Persepsinya
Jika perawat ingin mengerti klien lebih jauh, maka
perawat tersebut harus melihat klien dengan
sesungguhnya dari segala perspektif. Klien harus
merasa bebas untuk menguraikan atau menjelaskan
23

persepsinya tentang sesuatu kepada perawat. Perawat


harus mewaspadai adanya aktivitas atau klien
menceritakan pengalamannya.
2.1.6.16 Refleksi
Adalah suatu teknik yang menganjurkan klien untuk
mengemukakan dan menerima ide serta sarannya
sebagai bagian dari dirinya sendiri.

2.1.7 Tahapan Komunikasi Terapeutik


Menurut Suryani (2005) dalam hubungan terapeutik
(berinteraksi) mempunyai 4 tahap yang pada setiap tahap
mempunyai tugas yang diprediksi oleh perawat.
2.1.7.1 Tahap persiapan atau pra-interaksi
Pra interaksi merupakan masa persiapan sebelum
berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Tahap
ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk
memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan
meyakinkan dirinya bahwa dia betul-betul siap untuk
berinteraksi dengan klien. Adapun hal yang perlu
dilakukan pada fase ini adalah :
a. Mengumpulkan data tentang klien.
b.Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan
diri.
c. Menganalisa kekuatan professional diri dan
keterbatasan.
d.Membuat rencana pertemuan dengan klien
(kegiatan, waktu, tempat).
2.1.7.2 Fase orientasi/perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat
pertama kali bertemu atau kontak dengan klien. Pada
saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan
24

dirinya terlebih dahulu kepada klien. Orientasi


dilaksanakan pada awal setiap pertemuan dan
seterusnya. Tujuan fase orientasi adalah memvalidasi
kekurangan dan rencana yang telah dibuat dengan
keadaan klien saat ini dan mengevaluasi hasil
tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal
yang telah dilakukan bersama klien. Hal-hal yang
perlu dilakukan adalah:
a. Memberikan salam dan tersenyum kepada klien.
b.Melakukan validasi (kognotif, psikomotor, efektif).
c. Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan.
d.Menjelaskan tujuan.
e. Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan kegiatan.
f. Menjelaskan kerahasiaan.
2.1.7.3 Fase kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan klien
yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Tujuan tindakan
keperawatan adalah:
a. Meningkatkan pengertian dan pengetahuan klien
akan dirinya, perilakunya, perasaannya, pikirannya.
Tujuan ini sering disebut tujuan kognitif.
b.Mengembangkan, mempertahankan dan
meningkatkan kemampuan klien secara mandiri
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tujuan ini
sering disebut tujuan efektif atau psikomotor.
c. Melakukan terapi/teknikal keperawatan.
d.Melaksanakan pendidikan kesehatan.
e. Melakukan kolaborasi.
25

f. Melakukan observasi dan monitoring.


2.1.7.4 Fase terminasi
Fase terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan
perawat dan klien. Terminasi dibagi dua, yaitu
terminasi sementara dan terminasi akhir:
a. Terminasi Sementara
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap
pertemuan perawat dan klien. Pada terminasi
sementara, perawat akan bertemu lagi dengan klien
pada waktu yang telah ditentukan, misalnya satu
atau dua hari pada hari berikutnya.
b.Terminasi Akhir
Terminasi akhir terjadi jika klien akan pulang dari
rumah sakit atau perawat selesai praktik di rumah
sakit. Adapun komponen dari fase terminasi adalah:
1) Menyimpulkan hasil kegiatan; evaluasi proses
dan hasil.
2) Memberikan reinforcement positif.
3) Merencanakan tindak lanjut dengan klien.
4) Melakukan kontrak untuk pertemuan
selanjutnya (waktu, tempat, topik).
5) Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.

2.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik


Menurut Manurung (2011) hambatan terapeutik dalam hubungan
perawat klien meliputi:
2.1.8.1 Resisten
Merupakan upaya klien untuk tetap tidak menyadari
aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten
utama sering merupakan akibat dari ketidaksediaan
26

klien untuk merubah ketika kebutuhan untuk berubah


telah dirasakan.
2.1.8.2 Transferens
Respons tidak sadar dimana klien mengalami
perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada
dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya
yang lalu. Sifat yang paling menonjol dari transferens
adalah ketidaktepatan respons klien dalam intensitas
dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran
(diaplacement) yang maladaptive.
2.1.8.3 Kontertransferens
Hambatan terapeutik yang dibuat oleh perawat
dimana respons emosional perawat terhadap klien
tidak tepat. Respons perawat tidak dapat dibenarkan
oleh kenyataan tetapi lebih mencerminkan konflik
terdahulu yang dialami terkait dengan isu-isu seperti
otoritas, keasertifan dan kemandirian.

2.2 Konsep Kepuasan Klien

2.2.1 Pengertian Kepuasan Klien


Kepuasan adalah model kesenjangan antara harapan (standar
kinerja yang seharusnya) dengan kriteria aktual yang diterima
pelanggang (Nursalam 2015).

Menurut Nursalam (2011) mendefinisikan kepuasaan adalah


perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara
kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan
harapannya. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi
atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan
harapan-harapannya (Kotler, 2004) dikutip oleh Nursalam
27

(2011). Kepuasan klien berhubungan dengan mutu pelayanan


rumah sakit, dengan mengetahui tingkat kepuasan klien,
manajemen rumah sakit dapat melakukan peningkatan mutu
pelayanan.

2.2.2 Kepuasan Pelanggan (Klien)


Klien adalah makhluk Bio-Psiko-Sosio-Ekonomi-Budaya, artinya
dia memerlukan pemenuhan kebutuhan, keinginan dan harapan
dari aspek biologis (kesehatan), aspek psikologis (kepuasan),
aspek sosioekonomi (papan, sandang, pangan dan afilisasi
sosial), dan aspek budaya. Kepuasan pelanggan terjadi apabila
apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, harapan pelanggan
dapat dipenuhi, maka pelanggan akan puas. Kepuasan pelanggan
adalah perasaan senang atau puas bahwa produk atau jasa yang
diterima telah sesuai atau melebihi harapan pelanggan. Kepuasan
klien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan yang kita
berikan dan kepuasan klien adalah suatu modal untuk
mendapatkan klien lebih banyak lagi dan untuk mendapatkan
klien yang loyal (setia). Klien yang loyal akan menggunakan lagi
kembali pelayanan kesehatan yang sama bila mereka
membutuhkan lagi. Bahkan telah diketahui bahwa klien loyal
akan mengajak orang lain untuk menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan yang sama (Nursalam, 2015).

2.2.3 Faktor yang Menyebabkan Rasa Tidak Puas


Menurut Yazid (2004) yang dikutip oleh Nursalam (2011) ada
enam faktor yang menyebabkan timbulnya rasa tidak puas
pelanggan terhadap suatu produk, yaitu:
2.2.3.1 Tidak sesuai harapan kenyataan; layanan selama
proses menikmati jasa tidak memuaskan;
2.2.3.2 Perilaku personal kurang memuaskan;
28

2.2.3.3 Suasana dan kondisi fisik lingkungan yang tidak


menunjang.
2.2.3.4 Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak
waktu terbuang dan harga tidak sesuai;
2.2.3.5 Promosi atau iklan tidak sesuai dengan kenyataan.

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan


Ada beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan klien menurut
Nursalam (2015), yaitu sebagai berikut:
2.2.4.1 Kualitas produk atau jasa
Klien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan
berkualitas.
2.2.4.2 Harga
Harga yang termasuk di dalamnya adalah harga
produk atau jasa. Harga merupakan aspek penting,
namun yang terpenting dalam penentuan kualitas
guna mencapai kepuasan klien.
2.2.4.3 Emosional
Klien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang
kain karena kagum terhadap konsumen bila dalam hal
ini klien memilih institusi pelayanan kesehatan yang
sudah mempunyai pandangan cenderung memiliki
tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
2.2.4.4 Kinerja
Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan,
kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat
dalam memberikan jasa pengobatan terutama
keperawatan pada waktu penyembuhan yang relative
cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan klien
dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan
29

memperhatikan kebersihan, keramahan, dan


kelengkapan peralatan rumah sakit.
2.2.4.5 Estetika
Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat
di tangkap oleh panca indra.
2.2.4.6 Karakteristik Produk
Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik
antara gedung dan dekorasi.
2.2.4.7 Pelayanan
Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan
dalam pelayanan. Institusi pelayanan kesehatan
dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan
lebih memperlihatkan kebutuhan klien. Kepuasan
muncul dari kesan pertama masuk klien terhadap
pelayanan keperawatan yang diberikan.
2.2.4.8 Lokasi
Lokasi merupakan salah satu aspek yang menentukan
pertimbangan dalam memilih institusi pelayanan
kesehatan. Umumnya semakin dekat lokasi dengan
pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau,
mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik
akan semakin menjadi pilihan bagi klien.
2.2.4.9 Fasilitas
Kelengkapan fasilitas turut menentukan penilaian
kepuasan klien, misalnya fasilitas kesehatan baik
sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu
yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.
2.2.4.10 Komunikasi
Komunikasi yaitu tata cara informasi yang diberikan
pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari klien.
30

2.2.4.11 Suasana
Suasana yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan
sangat memengaruhi kepuasan klien dalam
penyembuhannya.
2.2.4.12 Desain visual
Desain visual meliputi dekorasi ruangan, bangunan,
dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan
dekorasi ikut menentukan suatu kenyamanan.

2.2.5 Cara Mengukur Kepuasan Pelanggan


Menurut Kotler (2000) dikutip oleh Nursalam (2011) adalah
beberapa cara mengukur kepuasan pelanggan:
2.2.5.1 Sistem keluhan dan sarana.
2.2.5.2 Survei kepuasan pelanggan.
2.2.5.3 Pembeli bayangan.
2.2.5.4 Analisa kehilangan pelanggan.

2.2.6 Indeks Kepuasan


Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada kepuasan konsumen.
Secara garis besar dikategorikan dalam 5 kategori yaitu Product
Quality, Service Quality, Emotional Factor, Price dan Cost Of
Aguiring (Supriyano dan Ratna (2007) dalam Nursalam (2015).

2.2.6.1 Product Quality


Bagaimana konsumen akan merasa puas atau produk
barang yang digunakan. Beberapa dimensi yang
membentuk kualitas produk barang performance,
reliability, conformance, durability, feature dan lain-
lain.
2.2.6.2 Service Quality
Bagaimana konsumen akan puas dengan jasa yang
telah dikonsumsinya. Dimensi ini meliputi 5 dimensi
31

yaitu tangible, reliability, assurance, emphaty,


responsiveness. Skala nilai dinyatakan dengan skala
1-5. Skala 1 adalah tidak puas dan skala 5 adalah
puas.
2.2.6.3 Emotional Factor
Keyakinan dan rasa bangga terhadap produk, jasa
yang digunakan dibandingkan pesaing. Emotional
faktor diukur dari perceived best score, artinya
persepsi kualitas terbaik dibandingkan pesaingnya.
2.2.6.4 Price
Harga dari produk, jasa yang diukur dari value (nilai)
manfaat dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan
konsumen.
2.2.6.5 Cost Of Aguiring
Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk
atau jasa.

2.2.7 Kepuasan Klien dan Mutu Pelayanan


Dengan pendekatan penerapan jaminan mutu layanan kesehatan,
kepuasan klien menjadi bagian integral dan menyeluruh dan
kegiatan jaminan mutu pelayanan kesehatan. Artinya pengukuran
kepuasan klien harus menjadi kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari pengukuran mutu pelayanan kesehatan.
Konsekuensi dan pola pikir yang demikian adalah dimensi
kepuasan klien yang menjadi salah satu dimensi layanan yang
penting. Manurut Kotler (2004) dikutip oleh Nursalam (2011)
mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan
oleh pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa pelayanan,
antara lain:
2.2.7.1 Tangible (kenyataan) meliputi penampilan etik dari
fasilitas, pelayanan, karyawan dan alat komunikasi.
32

2.2.7.2 Realibility (keandalan) yakni kemampuan untuk


melaksanakan jasa yang telah di janjikan secara
konsisten dan dapat diandalkan.
2.2.7.3 Responsiveness (cepat tanggap) yaitu kemampuan
untuk membantu pelanggan (konsumen) dan
menyediakan pelayanan yang cepat dan tepat.
2.2.7.4 Assurance (jaminan) mencakup pengetahuan dan
keramahtamahan para karyawan dan kemampuan
mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan, kesopanan, sifat dapat dipercaya yang
dimiliki para staf bebas dari bahaya, resiko atas
keragu-raguan.
2.2.7.5 Emphaty (empati) meliputi pemahaman pemberi
perhatian secara individu kepada pelanggan,
kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik
dan memenuhi kebutuhan pelanggan.

Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Mahendro


(2017) menganalisis dimensi kualitas jasa berdasarkan lima
aspek komponen mutu pelayanan yang dikenal dengan nama
ServQual, meliputi:

2.2.7.1 Tangible (nyata)


Tangible atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu
perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya pada
pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana
dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan
lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari
pelayanan yang diberikan oleh pemberian jasa. Ini
meliputi fasilitas fisik (gedung, ruangan, dan lainnya),
33

teknologi (peralatan dan perlengkapan yang


dipergunakan).
2.2.7.2 Reliability (keandalan)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan
keperawatan dengan tepat waktu dan akurat sesuai
dengan yang ditawarkan. Dari kelima dimensi kualitas
jasa, reliability dinilai paling penting oleh para
pelanggan berbagai industri jasa.
2.2.7.3 Responsiveness (cepat tanggap)
Responsiveness atau ketanggapan yaitu suatu
kemauan perusahaan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan
tepat kepada pelanggan, dan dengan penyampaian
informasi yang jelas. Dimensi ini dimasukkan ke
dalam kemampuan petugas kesehatan menolong klien
dan kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bisa
memenuhi harapan klien. Dimensi ini merupakan
penilaian mutu pelayanan yang paling dinamis.
Harapan klien terhadap kecepatan pelayanan
cenderung meningkat dari waktu ke waktu sejalan
dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan
yang dimiliki oleh klien. Pelayanan keperawatan yang
responsif terhadap kebutuhan pelanggannya
kebanyakan ditentukan oleh sikap para front-line staff.
Mereka secara langsung berhubungan dengan para
pengguna jasa dan keluarganya, baik melalui tatap
muka, komunikasi non-verbal, langsung atau melalui
telepon.
2.2.7.4 Assurance (kepastian)
Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan,
kesopanan dan sifat petugas yang dapat dipercaya
34

oleh klien. Pemenuhan terhadap kriteria pelayanan ini


akan mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas
dari resiko. Terdiri dari komponen: komunikasi
(communication), kredibilitas (Credibility), keamanan
(Security), kompetensi (Competence), dan sopan
santun (Courtesy).
2.2.7.5 Empathy (empati)
Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan
perhatian khusus staf kepada setiap pengguna jasa,
memahami kebutuhan mereka dan memberikan
kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para
pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya.
Peranan SDM kesehatan sangat menentukan mutu
keperawatan karena mereka dapat langsung
memenuhi kepuasan para pengguna jasa.
35

2.3 Kerangka Teori

Adapun kerangka teori dalam penelitian berdasarkan faktor-faktor yang


mempengaruhi kepuasan klien yang dapat dilihat sebagai berikut:

Kualitas produk
atau jasa

Harga

Emosional

Kinerja

Estetika

Karakteristik
produk Kepuasan Pasien

Pelayanan
Tahap pra interaksi
Lokasi 1. Tangiables (nyata)
2. Reliability
Tahap orientasi Fasilitas (keandalan)
3. Resvonsiveness
(cepat tanggap)
Komunikasi
Tahap kerja 4. Assurance
Terapeutik (kepastian)
5. Emphaty (empati)
Tahap terminasi Suasana

Desain visual
(Suryani, 2005)
(Nursalam, 2015) (Nursalam, 2011)
= tidak diteliti

= diteliti
Skema 2.1
Kerangka Teori Penelitian
36

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.2
berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Komunikasi Kepuasan Pasien


Terapeutik

Skema 2.2
Kerangka Konsep

2.5 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang


dirumuskan. Hipotesis dalam keperawatan terdiri atas hipotesis nol
(hipotesis statistik/nihil) dan hipotesis alternatif (hipotesis kerja). Hipotesis
alternatif menyatakan adanya hubungan antar variabel sedangkan hipotesis
nol menyatakan tidak ada hubungan antar variabel (Hidayat, 2008).
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Ada hubungan
komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan klien di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai