Anda di halaman 1dari 2

BATALKAN DEADLINE 15 APRIL YANG MEMATIKAN KARIR DOSEN

Demi keadilan dan mutu pendidikan nggi Indonesia, kami menyerukan kepada Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan untuk:
• Batalkan tenggat waktu 15 April 2023 (terkait kebijakan input data Tridarma Penilaian Angka
Kredit di link Sijali/Sijago).
• Hapuskan ancaman sanksi terhadap dosen (terkait kebijakan tersebut).
• Audit aplikasi-aplikasi Ditjen Dik Ristek yang terlalu banyak dan membebani dosen.
• Reformasi Birokrasi Pendidikan sekarang juga.

PENJELASAN:

Beban administra f yang menimpa dosen Indonesia semakin dak masuk akal. Jika dibiarkan,
mutu dosen dan pendidikan nggi akan terus merosot.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Ditjen Dik Ristek) baru-baru ini
mengedarkan Sosialisasi Kebijakan Penyelesaian Penilaian Angka Kredit (PAK) bagi dosen-dosen
di seluruh Indonesia. Kebijakan ini akan membebani dosen dengan kewajiban menginput ulang
secara manual data tridarma yang sangat banyak ke dalam sistem baru dan dalam waktu yang
sangat sempit (deadline 15 April 2023).

Kebijakan ini dak masuk akal dan dak adil. Ada banyak persoalan dalam penerapan kebijakan
PAK ini serta peraturan-peraturan yang menjadi dasarnya.

Pertama: ke dakadilan bagi para dosen. Kebijakan mengenai PAK dimaksudkan untuk
menghitung angka kredit dosen. Angka kredit itu dibutuhkan antara lain untuk kepen ngan
kenaikan jabatan (JJA). Selama ini semua data tridarma telah secara ru n di-input oleh dosen ke
sistem aplikasi Sister (Sistem Informasi Sumberdaya Terintegrasi). Untuk keperluan JJA, Dik
kemudian menambah aplikasi baru yang disebut Sijali/Sijago dan mengharuskan dosen meng-
input kembali secara manual data Tridarma yang telah ada di Sister itu ke Sijali. Ini tentu akan
menghabiskan waktu, pikiran dan energi yang dak sedikit.

Aplikasi baru ini dak terintegrasi dengan sistem sebelumnya dan berbeda dari wilayah ke
wilayah. Misalnya, untuk Lembaga Layanan Dik wilayah 3 (Jakarta) digunakan aplikasi Sijali, dan
untuk wilayah 6 (Jawa Tengah) digunakan Sijago. Kelemahan sistem yang dak terintegrasi ini,
yang seharusnya diatasi pemerintah, justru kemudian dibebankan kepada para dosen. Bila
dosen dak menginput kembali data-data Tridarma selama bertahun-tahun itu ke Sijali/Sijago
hingga 15 April 2023, maka Dik akan menjatuhkan sanksi keras: semua kredit Tridarma yang
selama ini telah diperoleh akan dianggap nol/ dak ada. Dengan kata lain, para dosenlah yang
menanggung hukuman beban atas kelemahan sistem yang seharusnya menjadi tanggung jawab
pemerintah.
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
Kedua: dak tepat sasaran. Kebijakan tentang PAK ini mendasarkan diri pada peraturan menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara, Permen PANRB No 1 tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional.
Peraturan menteri ini hendak melaksanakan mandat peraturan lain, yaitu Permen Peraturan
Pemerintah Nomor 17 tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Di sini, yang
dianggap memiliki Jabatan Fungsional adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) (lihat bu r 10 Pasal 1
Permen PANRB no. 1 tahun 2023). Tapi, Dirjen Dik Riset malah memperluas de nisi ini untuk
semua dosen, baik yang berstatus ASN maupun yang bekerja di pergurutan nggi swasta.
Sehingga, peraturan yang ditujukan untuk ASN diberlakukan untuk semua dosen, termasuk
dosen perguruan nggi swasta.

Ke ga: cacat administra f. Seharusnya, berdasarkan konsep hirarki perundang-undangan, surat


edaran dibuat setelah terbit peraturan-peraturan yang mendasarinya. Dalam kasus ini, surat
edaran telah lebih dulu ada sebelum peraturan yang mendasarinya. Yaitu, Surat Edaran (SE)
638/E.E4/KP/2020 tertanggal 23 Juni 2020, yang terbit di tahun yang lebih awal dari Permen
PANRB no. 1 tahun 2023 dan Surat Dirjen Dik ristek No 0403/E.E4/KK.00/2022 tertanggal 25
Mei 2022. Dengan demikian, terdapat cacat administra f.

Dengan per mbangan-per mbangan di atas, kami sekali lagi, menyerukan kepada Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, untuk: 1) membatalkan tengat waktu 15 April 2023 (terkait
kebijakan input data Tridarma Penilaian Angka Kredit), 2) menghapuskan ancaman sanksi
terhadap dosen (terkait kebijakan tersebut), 3) mengaudit aplikasi-aplikasi Ditjen Dik Ristek
yang terlalu banyak dan membebani dosen, 4) melakukan Reformasi Birokrasi Pendidikan
sekarang juga.

1. Prof. Dr. Sigit Riyanto, SH, MH (UGM)


2. Dr. Rikardo Simarmata, SH, MH (UGM)
3. Dr. (Cand) Syukron Salam, SH, MH (UNNES)
4. Dr. Richo Wibowo, SH, MHum (UGM)
5.Prof.Dr. Sulistyowa Irianto (UI)
6.Dr. Herlambang P. Wiratraman, SH.MA (UGM)
7. Benny D Se anto, SH, LLM, MIL, Ph.D (Unika SOEGIJAPRANATA)
8. Dr. W. Riawan Tjandra, S.H.,M.Hum.,Adv.,CCMs.( Universitas Atma Jaya Yogyakarta)
9. Donny Danardono, SH, Mag.Hum (Unika SOEGIJAPRANATA)
10. Dr. Budhy Munawar-Rachman (STF Driyarkara)
11. Prof.Dr. Damayan Buchori, (IPB).
12. Prof. Dr. F. Budi Hardiman (UPH Tangerang).
13. Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ, (STF Driyarkara, Jakarta.)
14. Dr. Fitzerald K. Sitorus (UPH Tangerang).
15. Prof. Dr. Jus nus Sudarminta SJ (STF Driyarkara).

ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
ti
fi
ti
ti

Anda mungkin juga menyukai