Anda di halaman 1dari 13

Implementasi Qardhu Al-Hasan dalam Menangkal Jebakan Rentenir Digital

Oleh: Muhammad Yusuf Sirait

Pendahuluan

Penggunaan teknologi berbasis internet saat ini, tidak bisa dipungkiri telah
menguasai hampir setiap segi dalam kehidupan masyarakat. dalam proses pemenuhan
kebutuhan manusia, jaringan internet memberikan berbagai kemudahan dengan
kehadiran produk berbasis online. Di antaranya yakni kehadiran pinjaman berbasis
online yang saat ini tengah menjamur di masyarakat.

Pinjaman online merupakan produk menjanjikan bagi masyarakat yang


memerlukan bantuan keuangan dengan cepat dan mudah. Namun dibalik kemudahan
transaksi pinjaman online, mengandung berbagai risiko di dalamnya. Pinjaman online
dapat dengan cepat bertransformasi menjadi sarana rentenir digital, para peminjam
dikenai bunga yang mencekik serta ditagih dengan cara yang tidak menyenangkan
seperti memberikan teror dan ancaman terhadap privasi dan data pribadi si peminjam.

Banyak kasus yang telah terjadi terkait hadirnya rentenir digital. dilansir dari
Tempo.co terdapat 800 pengaduan yang dilayangkan kepada Lembaga Bantuan
Hukum Jakarta serta terdapat juga 72 pengaduan dari nasabah layanan pinjaman
digital kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.1 Pengaduan yang paling
sering terjadi adalah tentang bunga yang besar serta teror yang bersumber dari debt
collector. Salah satu contoh kasus yang baru saja dan masih hangat di telinga kita
adalah kasus yang melibatkan seorang guru Taman Kanak-kanak (TK) di kota
Malang yang terjerat pinjaman online hingga 40 Juta di 24 aplikasi dan sempat
berkeinginan bunuh diri dikarenakan diteror oleh debt collector.2 Kasus-kasus seperti
ini, seharusnya menjadi peringatan bagi masyarakat bahwa sangat berbahaya
melakukan pinjaman kepada rentenir. Melakukan pinjaman terhadap rentenir akan

1
majalah.tempo.co/waspadai-rentenir-digital diakses pada tanggal 9 Juni 2021
2
regional.kompas.com/2021/05/18/guru-tk-di-malang… diakses pada tanggal 9 Juni 2021

1
menghasilkan siklus hutang yang tiada habisnya, sehingga orang yang berhutang
semakin lama akan semakin terpuruk perekonomiannya.

Dalam meminimalisir kasus-kasus yang disebabkan oleh kehadiran rentenir


digital ini, Islam sebenarnya sudah menghadirkan solusi melalui sistem ekonomi yang
berlandaskan Islam atau yang sering kita kenal dengan sistem ekonomi syariah.
Sistem ekonomi syariah sangat cocok diterapkan di negara Indonesia karena
mengingat Indonesia merupakan negara dengan kependudukan umat Islam terbesar di
dunia, yang akan membuat sektor ekonomi syariah menjadi sektor yang menjanjikan
untuk memperbaiki dan memberikan pertumbuhan ekonomi yang akan meningkatkan
taraf kesejahteraan masyarakat.

Penerapan ekonomi syariah mendorong hadirnya berbagai lembaga keuangan


syariah, baik dalam bentuk bank maupun non-bank. Dalam pelaksanaannya lembaga
keuangan syariah memiliki berbagai produk yang dapat menjadi tangkal dalam
mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan masyarakat terhadap pinjaman
yang bersifat rente. Salah satu diantara produk tersebut adalah Qardhu Al-Hasan,
yang merupakan salah satu bentuk pinjaman dengan prinsip syariah di Indonesia .
Namun dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengoptimalan agar kehadiran
Qardhu Al-Hasan dapat benar-benar maksimal dalam mereduksi kehadiran rentenir
digital yang beredar di masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, maka tulisan ini hadir dan akan memaparkan
tentang bagaimana cara implementasi Qardhu Al-Hasan secara optimal melalui
sudut pandang ekonomi syariah dalam perspektif al-Quran dan hadits agar
masyarakat tidak masuk ke dalam jeratan rentenir digital. Hal ini merupakan salah
satu upaya dalam peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat melalui produk yang
dihasilkan ekonomi syariah.

Pembahasan

Tinjauan Definitif Tentang Qardhu Al-Hasan dan Rentenir Digital

2
Qardhu Al-Hasan

Secara etimologi, Qardhu Al-Hasan dapat di bagi menjadi dua kata yakni
Qardh yang berarti potongan dan kata Hasan yang artinya kebaikan pada orang lain.
Jika ditinjau berdasarkan definisi secara terminologi Al-Bahuti mendefinisikan
Qardh adalah pemberian sejumlah uang kepada orang yang akan menggunakannya,
namun ada kewajiban untuk mengembalikannya.3 Definisi Qardh secara terminologi
ini sejatinya tidak jauh berbeda dengan definisi Qardhu Al-Hasan, yang memiliki
kesamaan sebagai produk pinjaman.

Secara spesifik, definisi Qardhu Al-Hasan adalah pinjaman tanpa dikenakan


biaya (hanya wajib membayar sebesar pokok utangnya). Biaya administrasi dalam
jumlah terbatas diperkenankan untuk dibebankan kepada peminjam. Pinjaman ini
bertujuan untuk diberikan pada orang yang membutuhkan atau tidak memiliki
kemampuan finansial, untuk tujuan sosial atau untuk kemanusiaan. Cara pelunasan
dan waktu pelunasan ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman.
yang menjadi titik perbedaan Qardhu Al-Hasan dengan Qardh pada umumnya yakni
adalah sumber dana pinjaman. Sumber dana Qardhu Al-Hasan dapat berasal dari
dana Zakat, Infak, Shadaqah (ZIS) atau memang telah disediakan oleh sebuah
lembaga sedangkan dana Qardh pada umumnya hanya bersumber dari dana modal
kelembagaan atau dari laba yang telah di sisihkan.4

Rentenir Digital

Rentenir berasal dari kata rente yang merupakan istilah dari bahasa Belanda
yang berarti bunga uang. Rentenir adalah orang yang bekerja atau mencari nafkah
dengan membungakan uang.5 Sedangkan pengertian digital merupakan sesuatu sistem
yang berhubungan dengan teknologi. Maka dapat disimpulkan pengertian Rentenir
Digital adalah orang yang bekerja ataupun mencari nafkah dengan membungakan
uang dan memanfaatkan kemajuan teknologi dalam menjalankannya. Kegiatan seperti
3
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 167-168
4
Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), h.263
5
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2003), h.76

3
ini sejatinya hanya menguntungkan bagi salah satu pihak dan dapat memberatkan
pihak yang lain, terlebih lagi jika dilaksanakan secara online yang mengakibatkan
sulit untuk mendeteksi pelaku kegiatan tersebut

Rentenir Digital Perspektif Ekonomi Syariah

Praktik rentenir sejatinya merupakan praktik yang sangat sering terjadi di


masyarakat. Pada masa jahiliah praktik seperti ini merupakan praktik umum yang
dijalankan oleh orang-orang pada masa itu. Mereka menyamakan kebolehan
melakukan riba dengan pelaksanaan jual beli. Padahal ajaran Islam menegaskan
tentang keharaman riba. Firman Allah SWT.6

Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Dalam tafsir jalalain dikatakan bahwa turunnya ayat ini adalah bentuk
penolakan Allah SWT terhadap orang yang mengatakan bahwa jual beli sama seperti
riba dalam soal diperbolehkan.7 Lafadz riba dalam ayat tersebut adalah riba qard atau
riba jahiliah. Riba qardh adalah riba yang terjadi pada transaksi utang-piutang yang
tidak memenuhi kriteria utung muncul bersama resiko (al-qhunmu bil ghurum) dan
hasil usaha muncul bersama biaya (al-kharraj bidh dhaman). Transaksi semisal ini
mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, hanya karena berjalannya
waktu.8

Riba qardh bisa disebut juga dengan riba jahiliah yaitu utang yang di bayar
melebihi dari pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan
dana pinjaman pada waktu yang ditentukan. Riba jahiliah dilarang karena melanggar

6
Penulisan ayat Al-Quran dan terjemahan yang digunakan pada makalah ini yakni terbitan Kementrian
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Surabaya: Halim, 2014)
7
Jalaluddin Al-Mahali, Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul,
(Bandung: Sinar Baru Algesindo 2013) Jilid 1, h.159
8
Adiwarman Karim, Bank Islam; Analisis Fikih dan Keuangan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2014), edisi ke-3, h.37

4
kaidah kullu qardhim jarra manfa’atin fahua riba’ (setiap pinjaman yang
memberikan manfaat (kepada kreditor) adalah riba).9

Perilaku riba seperti ini masih diminati oleh sebagian masyarakat.


Penggunaan teknologi dalam melancarkan aksinya, membuat stigma masyarakat yang
memiliki kesulitan finansial ingin mendapatkan uang dengan cepat dan mudah tanpa
memikirkan resiko dalam pinjaman yang berasal dari rentenir tersebut. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya masyarakat dan mengalami kesulitan akhirnya semakin
kesulitan akibat bunga pinjaman yang membengkak.

Implementasi Konsep Qardhu Al-Hasan dalam Lembaga Keuangan Syariah


(LKS)

Dalam praktik Lembaga Keuangan Syariah, Qardhu Al-Hasan lebih sering


dikenal dengan pinjaman terbatas dalam jumlah uang tertentu dan dalam masa
tertentu serta dikembalikan pada saat jatuh tempo dengan tanpa Imbalan. Kemudian
Qardhu Al-Hasan dapat dipahami sebagai salah satu produk lembaga keuangan
syariah sebagai pinjaman kebajikan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Qs. Al-
Baqarah (2) : 245

Artinya: “Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka allah
melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan
(rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Makna meminjami Allah adalah anjuran bersedekah. Sedekah atau infak


tersebut akan dicatat Allah sebagai pinjaman, yang akan diganti oleh Allah dengan

9
Adiwarman Karim, Oni Sahroni, Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2015), h.7

5
berlipatganda.10 Berkaitan pula dengan sabda Rasulullah SAW, yang diriwayatkan
oleh Ibnu Mas’ud yang berbunyi:11 “Bukan seorang Muslim(mereka) yang memberi
pinjaman kepada orang muslim yang lain dua kali, kecuali yang satunya adalah
(senilai) sedekah”(HR.Ibnu Majah no.2421, kitab al-Ahkam; Ibnu Hibban dan
Baihaqi)

Prinsip pinjaman Qardhu Al-Hasan menggunakan prinsip memberikan


bantuan atau pertolongan dan merupakan pelaksanaan dari firman Allah.

Artinya: “…dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan


takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

Prioritas pembiayaan berdasarkan prinsip Qardhu Al-Hasan ini, adalah


pengusaha kecil potensial akan tetapi tidak mempunyai kemampuan modal apapun
selain berusaha, serta individu lainnya yang berada dalam keadaan terdesak dan
membutuhkan, serta dalam pelaksanaannya LKS hanya membebankan biaya
administrasi.

Praktik Qardhu Al-Hasan pada lembaga keuangan syariah berbentuk bank


maupun non-bank seperti Baitul Mal Wat-Tamwil adalah sebagai berikut:12

1. Nasabah mengajukan pinjaman dana Qardh atau Qardhu Al-Hasan pada


pihak LKS;
2. Nasabah dan pihak LKS menyepakati mengenai biaya administrasi dan waktu
pengembalian pinjaman saat akad berlangsung;
3. Khusus dana pinjaman Qardh pihak LKS dapat meminta jaminan apabila
diperlukan, Sedangkan untuk Qardhu Al-Hasan tidak menggunakan jaminan;

10
Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier (Surabaya: Bina Ilmu, 1988),
h.444
11
Nurul Huda, dkk, Baitul Mal Wa Tamwil Sebuah Tinjauan Teoretis, (Jakarta: Amzah, 2016), h.129
12
Imam Mustofa, Fiqih…, h. 176

6
4. Apabila digunakan dalam tujuan usaha, jika mendapat keuntungan maka
seluruhnya menjadi hak nasabah, dan apabila terjadi kerugian, maka juga
menjadi tanggung jawab nasabah;
5. Nasabah harus mengembalikan pinjaman sejumlah nominal yang dipinjam ,
tanpa harus memberikan margin atau bunga,
6. Pasal 615 KHES menyebutkan bahwa Nasabah dapat memberikan tambahan
dengan sukarela selama tidak diperjanjikan dalam transaksi.
7. Pasal 616 KHES menyebutkan bahwa jika Nasabah tidak dapat
mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah
disepakati dan pemberi pinjaman LKS telah memastikan
ketidakmampuannya, maka dapat memperpanjang jangka waktu
pengembalian dan menghapus/write off sebagian atau seluruh kewajibannya.

Pelaksanaan Qardhu Al-Hasan juga mengandung risiko, karena pembiayaan


ini sejatinya tidak ditutup dengan jaminan. 13 Namun, risiko ini tidak akan
meimbulkan kerugian bagi pihak LKS, karena dana yang disalurkan merupakan dana
Zakat, Infak, dan Shadaqah (ZIS). Kerugian yang akan dirasakan hanya sebatas
kerugian moril yang menyebabkan terhentinya putaran dana sosial tersebut sehingga
menutup kemungkinan bagi orang lain untuk mendapatkannya.

Dibalik risiko kerugian moril yang dialami konsep Qardhu Al-Hasan


sejatinya memiliki berbagai keunggulan diantaranya: Pertama, bersifat mendidik,
jika digunakan dalam kepentingan usaha dan diharapkan apabila usahanya berhasil,
nantinya akan mengeluarkan zakat, infaq, shadaqah dari hasil ushanya tersebut.
Kedua, dana ZIS sebagai dana sosial yang akan selalu dimanfaatkan untuk peminjam
berikutnya. Ketiga, meningkatkan citra baik dan loyalitas ekonomi syariah serta
kesadaran untuk membayar zakat melalui lembaga yang dipercaya, sehingga dana
tidak menjadi bantuan yang bersifat sementara dan habis untuk keperluan konsumtif
belaka. Keempat, menjauhkan masyarakat dari jeratan rentenir. Dan yang terakhir,

13
Muhammad Syafi’I antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001) ,
h.133

7
percepatan pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasis ekonomi syariah Islam
akan menjadi kenyataan.

Dalam upaya menjauhkan masyarakat dari jeratan rentenir dan melakukan


percepatan pembangunan ekonomi tentunya perlu dilakukan upgrade terhadap
Qardhu Al-Hasan. Hal tersebut dilakukan agar pinjaman dana Qardhu Al-Hasan
yang berasal dari lembaga keuangan syariah lebih tepat guna dan tepat sasaran.
Sehingga diharapkan nantinya masyarakat beralih kepada sistem syariah dan
menghindari sistem rentenir.

Upgrading Qardhu Al-Hasan untuk Mereduksi Rentenir Digital

Qardhu Al-Hasan merupakan jenis pinjaman kebajikan tanpa mengambil


keuntungan ribawi, dalam artian peminjam harus mengembalikan pinjaman dengan
nilai yang sama.14 Sejatinya prinsip ini merupakan prinsip yang bertentangan dengan
konsep rentenir yang mana dalam kegiatannya rentenir menggunakan sistem bunga
atau riba.

Saat ini praktik rentenir bertransformasi menjadi wujud digital dengan


memanfaatkan kamajuan zaman, sedangkan perkembangan dan pemanfaatan Qardhu
Al-Hasan pada perbankan syariah maupun lembaga keuangan syariah lain yang
menyediakan produk ini tergolong lambat, dikarenakan mayoritas umat Islam di
Indonesia tidak memahami atau bahkan tidak mengetahui tentang adanya pembiayaan
Qardhu Al-Hasan itu sendiri. Tidak dipungkiri, bahwa implementasi produk ekonomi
syariah juga harus menggunakan teknologi yang berkembang. Dengan menjadikan
setiap produk ekonomi menggunakan akses digital dalam pelaksanaannya. Maka
daripada itu perlu dilakukan upaya upgrading untuk memperkenalkan Qardhu Al-
Hasan kepada umat Islam khususnya di Indonesia dan memanfaatkan kemutakhiran
teknologi untuk peningkatan produk ekonomi syariah.

14
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2004), V/3786

8
Berikut ini ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh lembaga keuangan
syariah maupun pemerintah untuk memperkenalkan serta meng-upgrade Qardhu Al-
Hasan agar menjadi benteng umat dalam menghadapi jeratan rentenir digital.

Sosialisasi

Kegiatan sosialisasi merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan


berbagai produk dan program dari lembaga keuangan syariah, tidak terkecuali untuk
produk Qardhu Al-Hasan tentunya. Terdapat dua metode sosisalisasi yang dinilai
memiliki potensi besar dalam memperkenalkan Qardhu Al-Hasan kepada umat Islam
di Indonesia, di ataranya:

Pertama, sosialisasi secara langsung. Proses sosialisasi yang dilaksanakan


dengan bertatap muka kepada masyarakat, baik yang dilakukan dengan penyuluha
oleh lembaga keuangan syariah atau lembaga pengelola dana Qardh ataupun dapat
disampaikan melalui ustadz-ustadz ketika berpidato di khalayak umum. Dengan
demikian, umat Islam di Indonesia dapat memahami secara langsung bagaimana
konsep pelaksanaan Qardhu Al-Hasan ini.

Kedua, sosialisasi secara tidak langsung. Tidak hanya menggunakan tatap


muka ataupun face to face secara langsung, sosialisasi pada kemajuan zaman saat ini
bisa dilaksanakan tanpa bertatap muka dengan menggunakan berbagai sarana dan
media yang ada. Upaya ini bisa dilaksanakan berupa tulisan atau gambar yang dimuat
berbagai pengetahuan perihal Qardhu Al-Hasan. Penggunaan media dapat dilakukan
dengan menggunakan media cetak maupun media online/digital. Menurut penulis,
cara ini sangat cocok diterapkan dan efektif dalam memperkenalkan Qardhu Al-
Hasan, melihat banyaknya masyarakat Indonesia saat ini yang menggunakan
berbagai media internet. Dengan begitu setidaknya umat Islam dapat melihat dan
membaca baik melalui media apapun terkait Qardhu Al-Hasan yang ada pada
lembaga keuangan syariah di Indonesia.

Regulasi/Aturan Yang Jelas

9
Regulasi merupakan aturan yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan konsep
Qardhu Al-Hasan. Tentunya saat ini penerapan produk ekonomi syariah juga bisa
menggunakan konsep produk digital dan tetap menggunakan aturan yang berasal dar
pemerintah atau lembaga terkait. Aturan yang dibuat adalah dalam konteks
memberikan kemudahan bagi nasabah dalam penyederhanaan mekanisme dan
persyaratan pengajuan permohonan atau pengembalian dana bantuan melalui
ketentuan-ketentuan yang dapat menciptakan saling percaya.

Menurut penulis aturan yang dapat dilaksanakan mengenai hal tersebut, yakni
dalam hal pengajuan permohonan masyarakat atau nasabah dapat menggunakan
layanan digital yang dibuat oleh lembaga keuangan syariah. Namun, saat proses
pencairan dana pinjaman nasabah diharuskan hadir untuk memperjelas pelaksanaan
akad. Dengan demikian proses pengajuan permohonan dapat dilaksanakan secara
sederhana namun tetap mengedepankan prinsip saling percaya.

Tidak sampai disitu saja, pelaksanaan regulasi produk digital ini seharusnya
tidak dibuat hanya untuk produk Qardhu Al-Hasan saja. Namun, diharapkan
pemerintah dapat membuat aturan yang dapat memperketat dan menyempitkan ruang
gerak rentenir digital yang cenderung berbahaya bagi masyarakat. Penggunaan
konsep digital bagi setiap pinjaman harus mendapatkan izin yang jelas dari
pemerintah, Sehingga tidak menyengsarakan masyarakat.

Membangun Integritas Pengelolaan Sumber Dana Qardhu Al-Hasan

Permasalahan yang sering terjadi dan membuat masyarakat enggan


menggunakan produk syariah adalah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pengelolaan berbagai dana seperti zakat, infak, shadaqah yang cukup rendah. Banyak
dari masyarakat yang berfikir bahwa produk syariah dan konvensional dalam
lembaga keuangan itu sama saja. Oleh sebab itu, menjadi hal penting membangun
kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana syariah, terutama pengelolaan
terhadap sesuatu yang akan dijadikan sumber dana dari produk syariah, seperti

10
sumber dana Qardhu Al-Hasan. Setidaknya terdapat tiga hal yang dapat digunakan
untuk membangun kepercayaan masyarakat, diantaranya.

Pertama, melakukan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dengan


baik. Menempatkan jabatan sesuai keahlian seseorang dalam menghimpun,
mengelola, dan menyalurkan sumber dana Qardh adalah sesuatu yang harus
dilakukan agar pengelola di isi oleh orang-orang yang kompeten dalam tugasnya.
Karena sejatinya setiap orang memiliki keahlian dan pembawaan masing-masing
sebagaimana firman Allah yang artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang
berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.” Maka Allah lebih
mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.”

Kedua, adanya pengelolaan sistem sumber dana dengan jelas, akuntable dan
transparan. Dalam melaksanakan kegiatan mengolah sumber dana ini harus dilakukan
secara terperinci dan mengedepankan transparansi. Terkait hal ini lembaga keuangan
syariah dapat menggunakan teknologi digital dalam menunjukkan bukti transparansi
kepada masyarakat serta juga dapat memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai
penentuan sasaran sumber dana tersebut.

Ketiga, perlunya izin yang jelas dari lembaga terkait. Agar pengelolaan
sumber dana memiliki dasar dan aturan hukum serta dapat diawasi proses
pelaksanaannya.

Kesimpulan

Praktik rentenir yang merupakan produk lama, sekarang bertransformasi


dengan kemasan baru. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, praktik ini sukses
menjerat banyak masyarakat yang membutuhkan pinjaman baik untuk kepentingan
konsumtif maupun kepentingan produktif. Praktik ini sejatinya meresahkan dan
menyengsarakan masyarakat. dilihat dari risiko yang ditanggung oleh peminjam,
maka sudah saatnya masyarakat memandang ke arah produk yang di tawarkan oleh
ekonomi syariah yakni Qardhu Al-hasan.

11
Produk ini akan memberikan pinjaman dan peminjam hanya berkewajiban
untuk membayar biaya pokoknya saja. hal ini akan membuka potensi peningkatan
kesejahteraan serta menghindarkan masyarakat dari rentenir. Agar upaya
implementasi produk berhasil, maka diperlukan pemanfaatan kemajuan teknologi
dengan memperhatikan hal-hal berikut: (1) sosialisasi; (2) regulasi atau aturan yang
jelas; dan (4) membangun integritas dalam pengelolaan sumber dana Qardhu Al-
hasan.

12
Daftar Pustaka

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Surabaya: Halim, 2014).

Adiwarman Karim, Bank Islam; Analisis Fikih dan Keuangan, (Jakarta:


RajaGrafindo Persada, 2014), edisi ke-3.

Adiwarman Karim, Oni Sahroni, Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi


Syariah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015)

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016).

Jalaluddin Al-Mahali, Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut


Asbabun Nuzul, (Bandung: Sinar Baru Algesindo 2013) Jilid 1.

M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2003).

Muhammad Syafi’I antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001).

Nurul Huda, dkk, Baitul Mal Wa Tamwil Sebuah Tinjauan Teoretis, (Jakarta: Amzah,
2016).

Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier (Surabaya:
Bina Ilmu, 1988).

Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat,


2013).

Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2004).

Internet:

majalah.tempo.co/waspadai-rentenir-digital diakses pada tanggal 9 Juni 2021

regional.kompas.com/2021/05/18/guru-tk-di-malang… diakses pada tanggal 9 Juni


2021.

13

Anda mungkin juga menyukai