Anda di halaman 1dari 21

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 00-00


Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article

WANPRESTASI PADA AKAD GADAI MOTOR KREDIT


DITINJAU MENURUT HUKUM EKONOMI SYARI’AH
(Studi Kasus di Desa Karangsari Kecamatan Adipala
Kabupaten Cilacap)
Amirotunnisa
Sekolah Tinggi Agama Islam An-Nawawi Purworejo
Email : nisaamirotun27@gmail.com

DOI:
Diterima: April 2020 Diterima: Juni 2020 Diterbitkan: September 2020

Abstrak:
Transaksi gadai dengan jaminan motor dengan jaminan motor sekarang sudah marak sekali
dilakukan oleh masyarakat, dimana hari ini mendapatkan motor bisa didapatkan dengan
sangat mudah, dengan modal Rp 700.000 seseorang sudah bisa mendapatkan motor, dan motor
tersebut dijadikan sebuah jaminan dalam transaksi gadai. Selama perjanjian tersebut tidak
disertai surat perjanjian yang resmi akan sangant memungkinkan terjadinya wanprestasi dalam
akad gadai. Penulisan skripsi ini membahas tentang wanprestasi pada akad gadai motor kredit,
ditinjau menurut hukum ekonomi syariah. Adapun tujuan penulis adalah mengetahui hukum
dari transaksi tersebut ditinjau dri hukum ekonomi syariahnya. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif amalitik, dimana data yang diperoleh
bersumber dari hasil wawancara, analisis dokumen, dan catatan lapangan yang disusun
penulis yang dituangkan tidak dalam bentuk angka-angka. Dari hasil penelitian tersebut dapat
diketahui bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh rahin, yaitu terjadinya wanprestasi
dan rahin tidak mengembalikan pinjaman sama sekali. Adapun faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh rahin yaitu faktor ekonomi dan
unsur kesengajaan. Adapun hasil dari penulisan skripsi ini bahwa transaksi tersebut termasuk
wanprestasi dan menurut hukum ekonomi syariah hal tersebut tidak boleh dilakukan dan akad
tersebut tidak sah karena akad tersebut banyak menimbulakan kerugian salah satu pihak. wan
wanprestasi tersebut diselesaikan melalui jalan yang sesuai dengan hukum ekonomi syariah,
yaitu melalui jalan musyawaroh atau sulhu.

Kata Kunci : Motor, Gadai, kredit, wanprestasi

Abstrak :
Pawn transactions with motorbike guarantees with motorbike guarantees are now very
widespread by the community, where today getting a motorbike can be obtained very easily,
with a capital of IDR 700,000 someone can get a motorbike, and the motorbike is used as a
guarantee in a pawn transaction. As long as the agreement is not accompanied by an official
letter of agreement, it will be very possible for a default in the pawn contract to occur. The
writing of this thesis discusses the default in the mortgage motorcycle loan agreement,
reviewed according to sharia economic law. The author's goal is to know the law of the
transaction in terms of sharia economic law. To answer this question, the writer uses a type of
analytical descriptive research, where the data obtained comes from interviews, document
analysis, and field notes compiled by the author which are not in the form of numbers. From the
results of this study, it can be seen that the forms of default committed by rahin, namely the
An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Vol. 04 No. 01 (2020) : 1-12


occurrence of default and rahin not repaying the loan at all. The factors that led to the
occurrence of default by rahin were economic factors and deliberate elements. As for the results
of writing this thesis that the transaction is a default and according to sharia economic law this
should not be done and the contract is invalid because the contract causes a lot of loss to one
party. The default is resolved through a way that is in accordance with sharia economic law,
namely through the deliberation or sulhu way.

Keywords: Motorcycle, Pawn, credit, default

PENDAHULUAN
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial, di mana saling

membutuhkan satu sama lain, termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan

hidup. Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya manusia tidak

lepas dari yang namanya masalah baik dalam masalah ekonomi maupun

aspek-aspek lain. Oleh karena itu agama Islam sangat menganjurkan untuk

saling tolong menolong, Sebagaimana firman Allah swt :

‫الت ْق ٰو ۖى َواَل َت َع َاونُ ْوا َعلَى ااْلِ مْثِ َوالْعُ ْد َو ِان ۖ َو َّات ُق وا ال ٰلّ هَ ۗ اِ َّن ال ٰلّ هَ َش ِديْ ُد‬
َّ ‫ َوَت َع َاونُ ْوا َعلَى الْرِب ِّ َو‬...
* ِ ‫الْعِ َق‬
.‫اب‬
Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.†

Salah satu bentuk tolong menolong dalam hal pemenuhan

kebutuhan yaitu terwujud dalam transaksi ekonomi (Muamalah) salah

satunya yaitu utang-piutang baik menggunakan jaminan maupun tidak.

Dijelaskan dalam fiqih Islam bahwa setiap kegiatan muamalah harus

sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Salah satu bentuk utang-piutang

dengan jaminan dalam muamalah adalah Gadai (Rahn). Rahn menurut

bahasa berarti ats- tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan. Secara
*
Q.S. Al-Mā’idah (5) : 2

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya , (Jakarta : khadim al- Haramain asy
Syarifain, 1990), hlm.156

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 2

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


istilah, rahn yaitu menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan

syariat sebagai tanggungan utang, dengan adanya benda yang menjadi

tanggungan itu maka sebagian atau bahkan seluruh hutang dapat di lunasi.

Adapun syarat gadai yaitu sama dengan syarat akad lainya. Syarat tersebut

adalah para pihak harus berakal, sudah baligh, tidak dalam paksaan atau

terpaksa. Gadai (rahn) memiliki empat rukun, yaitu rāhin, murtahin, Marhūn,

dan Marhūn bih. ‡

Mayoritas masyarakat di Desa Karangsari Adipala Kabupaten

Cilacap yaitu masyarakat menengah ke bawah dan mayoritas adalah seorang

petani.§Dalam hal ini masyarakat seringkali mengalami krisis ekonomi

sehingga banyak masyarakat yang meminjam uang kepada seseorang

dengan menggunakan jaminan yaitu salah satunya menggunakan motor.

Kenyataan di era sekarang untuk mendapatkan sebuah motor

sangatlah mudah, pembelian motor bisa menggunakan cara cash maupun

kredit, kebanyakan masyarakat desa karangsari mayoritas memilih membeli

secara kredit. Karena dengan modal uang Rp 700.000 seorang bisa membawa

pulang sebuah motor.

Melihat permasalahan ekonomi di masyarakat sangat

memungkinkan terjadi akhirnya untuk memenuhi kebutuhan dan menutup

kekurangan sebuah kebutuhan yang sangat mendesak akhirnya meminjam

uang. Dan untuk meyakinkan pemberi pinjaman (murtahin), rāhin

memberikan jaminan sebuah motornya yang masih kredit tersebut, artinya


Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2018)
hlm.195-196

Wawancara dengan ibu Siti Umasitoh sebagai masyarakat di Desa Karangsari Adipala Kabupaten
§

Cilacap 22 Desember 2020 pukul 10.00 WIB


An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 3

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


rāhin memberikan sebuah jaminan sebuah barang akan tetapi rāhin masih

mempunyai kewajiban membayar angsuran. Dan di dalam transaksi ini

tidak membuat surat perjanjian karena pada awalnya kedua belah pihak

saling percaya. Akibatnya jika terjadi perselisihan antar keduanya tidak ada

bukti tertulis yang mengikat. Sehingga jika terjadi perselisihan antara kedua

belah pihak tidak dapat diselesaikan dengan hukum yang berlaku di

Indonesia. Dengan demikian sengketa tersebut tidak ditemukan jalan

keluarnya kecuali secara kekeluargaan. Pada posisi inilah sering terjadi

pihak murtahin yang dirugikan. Transaksi ini juga dilakukan tanpa

sepengetahuan dealer yang masih mempunyai hak terhadap motor tersebut

karena motor tersebut masih kredit. **Di tengah mudahnya bagi masyarakat

mendapatkan dana, masih ditemukan juga penyelewengan yang merugikan

salah satu pihak diantara kasus yang terjadi yaitu keterlambatan rāhin dan

bahkan tidak melunasi pinjamannya sama sekali. Dengan terjadinya

kecurangan salah satu pihak, maka terjadinya praktek wanprestasi.

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa belanda

“wanprestasi”, artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan

dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun

perikatan timbul karena undang-undang. ††


secara istilah definisi dari

wanprestasi adalah seorang yang mangkir dari perjanjian atau bisa juga

seorang yang telah melakukan akad tetapi tidak menepati apa yang

sebelumnya menjadi kesepakatan bersama dalam perjanjian.‡‡


**
Wawancara dengan ibu Siti Umasitoh, 22 Desember 2020 pukul 10.00 WIB
††
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 20
‡‡
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah (Studi Tentang Teori Akad Dalam Fiqih
Muamalah), (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 329-330

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 4

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


Faktor-faktor Tidak terpenuhinya kewajiban itu ada dua

kemungkinan alasannya, yaitu sebagai berikut :

1. Karena debitur, baik kesengajaan maupun karena kelalaian.

2. Karena keadaan memaksa (force Majeure), jadi di luar kemampuan

debitur, debitur tidak bersalah.§§

Praktik wanprestasi ini pertama terjadi kepada bapak Murohidin

salah satu warga di Desa Karangsari Adipala Kabupaten Cilacap Sebagai

Murtahin. Pada tanggal 13 Februari 2014 salah seorang saudaranya

meminjam uang kepadanya sebesar Rp 10.000.000 dan berjanji akan segera

melunasi utangnya setelah mempunyai uang dan agar si Murtahin percaya,

Rāhin memberikan jaminan sebuah motornya yang masih kredit selama 3

tahun dan baru beberapa kali angsuran. Karena Murtahin percaya kepada

rāhin yang senyatanya dia masih saudaranya dan transaksi tersebut tidak

menggunakan surat perjanjian karena awalnya Murtahin percaya bahwa

rāhin akan membayarnya. Kemudian 2,5 tahun kemudian motor yang

dijadikan jaminan utang ditarik oleh Dealer karena angsuran kreditnya tidak

dibayar. Dan ketika pihak Murtahin mempertanyakan kepada Rāhin atas

hutangnya dan terkait jaminan yang diberikan menggunakan motor kredit

dan motor telah ditarik oleh pihak Dealer. Rāhin pun belum bisa membayar

hutangnya dan jaminan yang diberikan pun tidak bisa untuk melunasi

utangnya. Dan karena barang yang dibuat untuk sebuah jaminan pun sudah

tidak ditangan murtahin, rāhin menganggap akad gadai sudah hilang dan

menurut Rāhin, sudah tidak ada tanggungan untuk melunasi utangnya.

§§
Ibid.
An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 5

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


***
Dalam hal ini membuat Murtahin merasa dirugikan karena uangnya tidak

kembali dan hal itu juga tidak bisa diselesaikan dengan hukum karena tidak

ada surat perjanjian yang sah dan hal ini mengakibatkan perselisihan. †††

Kedua, Praktik wanprestasi juga terjadi kepada bapak Agil

Ardiansyah salah satu warga Desa Karangsari mengalami hal serupa yaitu

terjadi kepada Bapak agil ardiansyah meminjamkan kepada seseorang

sebesar Rp. 20.000.000 dan diberikan jaminan sebuah mobil Daihatsu akan

tetapi masih dalam keadaan Kredit selama 4 tahun dan 2 tahun lebih 6 bulan

mobil tersebut ditarik oleh Dealer, dan si penghutang tidak mau membayar

hutangnya dengan alasan yang sama yaitu bahwa barang yang dijadikan

jaminan sudah tidak ada ditangan bapak Agil, dan akad gadai menurut

rāhin sudah dianggap Gugur. ‡‡‡

Ketiga terjadi kepada Bapak Muhtarom Safari, kejadian tersebut

terjadi sebelum masalah yang dialami oleh bapak Mubarohidin, bapak

Muhtarom Safari meminjamkan uang sebesar Rp 7.000.000 kepada seorang

temannya, dan memberikan sebuah jaminan sebuah motor vario, dan motor

tersebut dalam keadaan kredit selama 3 tahun. Dan 1 tahun kemudian

setelah motor tersebut digadaikan motor tersebut ditarik oleh Dealer karena

mengalami kredit macet. Awalnya si penghutang tidak mau membayar

hutangnya akan tetapi bapak Muhtarom safari menuntut dan meminta agar

pihak pengutang memenuhi prestasinya serta ganti rugi.

Wawancara dengan Bapak Mubarohidin sebagai Murtahin di Desa Karangsari Adipala


***

Kabupaten Cilacap 22 Desember 2020 pukul 12.00 WIB


†††
Ibid.
‡‡‡
Wawancara dengan Bapak Agil Ardiyansyah sebagai Murtahin di Desa Karangsari Adipala
Kabupaten Cilacap 29 Desember 2020 pukul 09.00 WIB

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 6

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


Melihat latar belakang yang telah dipaparkan di atas penulis merasa

perlu untuk mengkaji lebih dalam mengenai upaya tersebut untuk

mengetahui proses penyelesaian permasalahan. Sudah sesuaikah dengan

hukum syara’ yang telah ditentukan oleh agama islam. Untuk mengetahui

gambaran lebih jauh tentang proses penyelesaian wanprestasi pada praktik

gadai dengan jaminan motor kredit, dan jawaban yang tegas mengenai

praktik gadai (rahn) maka perlu dilakukan penulisan. pembahasan lebih

lanjut dan lebih spesifik dalam penulisan dengan judul “PENYELESAIAN

WANPRESTASI PADA AKAD GADAI MOTOR KREDIT DITINJAU

MENURUT HUKUM EKONOMI SYARIAH (Studi Kasus di Desa

Karangsari Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap)”

METODE PENELITIAN (Ditulis dengan huruf kapital tebal, Buku Antiqua 12)
Metode penulisan merupakan suatu aturan atau tata cara observasi

penulisan dalam rangka mencari atau permasalahan yang telah dirumuskan.

Sedangkan metode penulisan adalah cara yang digunakan oleh penulis

dalam mengumpulkan data penulisannya.

1. Jenis Penulisan

Penulisan ini merupakan jenis penulisan lapangan (field

research) yaitu penulisan yang terjun langsung ke lokasi objek

penulisan seperti lingkungan masyarakat tertentu yang bertujuan

memperoleh fakta-fakta dan data-data yang valid. §§§ Untuk

memperoleh bahan-bahan tersebut penulis melakukan pengamatan

secara langsung pada objek penulisan, yaitu penulisan mengenai

§§§
Suharsimi Arikunto, prosedur Penulisan suatu Pendekatan Praktek, (Bandung : Rineka Cipta,
1998), hlm.151

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 7

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


wanprestasi pada akad gadai (rahn ) di Desa Karangsari, Kecamatan

Adipala, Kabupaten Cilacap.

2. Sifat Penulisan

Sifat penulisan yang penulis gunakan yaitu bersifat Deskriptif

analitik, yaitu merupakan penyelidikan yang menggambarkan suatu

fenomena yang terjadi dalam masyarakat. **** suatu metode dalam

prosedur penulisan yang menghasilkan data-data deskriptif yang

berwujud uraian dengan kata-kata atau kalimat baik tertulis maupun

lisan dari orang-orang yang berperilaku yang diamati. Dengan

penulisan yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk melukiskan

objek atau peristiwanya, kemudiaan menelaah dan menjelaskan serta

menganalisis data secara mendalam tentang praktik gadai (rahn),

dengan cara menguji dari berbagai peraturan yang berlaku maupun

dari pendapat para ahli hukum yang relevansi dengan penulisan ini,

sehingga dapat diperoleh gambaran dengan sebenarnya atau data-

data faktual yang berhubungan dengan tinjauan Hukum Ekonomi

Syariah terhadap praktik gadai (rahn).

Penulis akan menggambarkan tentang praktik wanprestasi

pada akad gadai (rahn) di Desa Karangsari Kecamatan Adipala

Kabupaten Cilacap.

3. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung

Winarno Sukarman, Pengantar Penulisan Dasar Metode Dan Teknik, (Bandung : PT Tarsito, 2004 ),
****

hlm.140
An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 8

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


dari hasil penulisan di lapangan dalam hal objek yang akan

dianalisis atau digambarkan sendiri oleh orang yang hadir pada

waktu kejadian. Dengan melalui wawancara.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang menjadi pelengkap

dalam melakukan analisis atau data yang tidak langsung dengan

sumbernya yang asli. Pada data ini penulis berusaha mencari

sumber lain atau karya-karya yang ada kaitanya dengan masalah

yang diteliti dimana data tersebut diperoleh dari ruang pustaka

seperti al-qur’an, hadis, buku-buku atau sumber-sumber lain yang

relevan dengan kajian penulisan.

4. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah yaitu segala informasi, fakta,

dan realitas yang terkait atau relevan dengan penulisan yang

berkaitan atau relevansinya sangat jelas bahkan secara

langsung†††† yang diperoleh dari murtahin, rāhin, dan para pihak

yang terlibat langsung dalam transaksi gadai (rahn) di Desa

Karangsari, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah informasi, fakta dan

realitas yang terkait dengan penulisan namun tidak secara

langsung‡‡‡‡. Yaitu dapat berupa buku-buku, artikel, internet, serta

††††
Ibrahim, Metode Penulisan Kualitatif, cet.ke-2, ( Bandung : Alfabeta, 2018), hlm. 68.
‡‡‡‡
Ibid. hlm.69.
An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 9

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


keterangan dokumen di Desa yang terkait. Data tersebut berupa

dokumen tentang profil letak geografis Desa Karangsari,

Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Metode wawancara adalah suatu cara pengumpulan data

dengan cara komunikasi langsung antara penulis dengan objek

penulis.§§§§ Disini penulis melakukan wawancara kepada rāhin

dan murtahin dan semua pihak-pihak yang berhubungan dengan

pelaksanaan praktik gadai (rahn) dengan menggunakan motor

kredit di Desa Karangsari, Kecamatan Adipala, Kabupaten

Cilacap. Dan metode wawancara yang dilakukan penulis bersifat

mendalam dan terbuka.

b. Observasi

Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

secara langsung terhadap objek penulisan, untuk mengetahui

kebenaran, situasi, kondisi, ruang, serta maknanya dalam upaya

pengumpulan data suatu penulisan.***** Penulis mengamati

langsung mengenai

praktik Gadai (rahn) di Desa Karangsari Kecamatan Adipala

Kabupaten Cilacap agar diperoleh data yang akurat dan valid.

6. Analisa Data

M.Burhan Bungin, Penulisan Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
§§§§

Sosialnya (Jakarta : Kencana,2017), hlm.108


*****
Ibrahim, Metode Penulisan Kualitatif., hlm. 81

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 10

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara

sistematis catatan hasil observasi wawancara dan lainya untuk

meningkatkan pemahaman penulisan tentang kasus yang diteliti dan

menyajikan sebagai tujuan bagi orang lain. Penulisan ini bersifat

kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis ini

dilakukan untuk menggambarkan keadaan atau fenomena tentang

praktik gadai (rahn) dengan jaminan motor kredit di Desa Karangsari

Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap. Dalam mendeskripsikan

tersebut digunakan alur berpikir komparatif yaitu diawali dengan

uraian tentang praktik Gadai dengan jaminan motor kredit , yang

kemudian dibandingkan dengan prinsip-prinsip yang ada di dalam

hukum islam.

TEMUAN DAN DISKUSI


1 Analisa Hukum terhadap Praktik Wanprestasi Gadai dengan Jaminan

Motor Kredit

Manusia diciptakan oleh Allah swt, Sebagai makhluk sosial yang

mana manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa

berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu diwajibkan bagi mereka

untuk tolong menolong antar sesama manusia agar tercipta keselarasan

hidup. Dan dalam agama islam pun sudah sangat jelas bahwasannya

kita harus menciptakan hubungan yang baik dengan sesama manusia

yaitu Hablum minannas. Dan untuk mempertahankan kelangsungan

hidup di masyarakat, manusia tidak akan tidak akan terlepas dari yang

namanya masalah dari berbagai aspek baik itu aspek sosial, budaya,

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 11

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


agama, ekonomi dan lain-lain. Karena masalah dan manusia itu satu

kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam menjalankan kelangsungan

hidup. Dan yang paling banyak dialami oleh manusia hari ini adalah

masalah ekonomi, dan apalagi akhir akhir ini di indonesia sedang

mengalami regresi dalam aspek ekonomi, dan itu secara tidak langsung

akan mempengaruhi keberlangsungan manusia. Dalam masalah

ekonomi seringkali manusia melakukan sebuah transaksi salah satunya

yaitu utang-piutang untuk memenuhi kebutuhan dan kekurangan dalam

kelangsungan hidupnya, baik menggunakan sebuah jaminan atau tidak

menggunakan jaminan. Analisa Hukum Ekonomi Syariah terhadap

Wanprestasi Gadai Dengan Jaminan Motor Kredit

Dalam perjanjian yang dilakukan oleh bapak Mubarohidin dan

Bapak Suparjo sangatlah mengandung resiko, karena hal tersebut tidak

adanya pencatatan dan saksi. Hanya berlandaskan kepercayaan atas

nama saudara dan barang yang menjadi jaminan. Akan tetapi pada

kenyataannya harapan tersebut tidak selamanya dapat terwujud,

mengingat barang yang dijadikan jaminan adalah barang yang sangat

mengandung resiko, motor kredit tersebut mengandung kegagalan atau

kemacetan. Dan melihat kebutuhan manusia semakin banyak dan pelik

semakin banyak juga manusia banyak mengeluarkan uang, apalagi

perjanjian tersebut dilandasi dalam rangka dalam memenuhi kebutuhan,

dan sangat sedikit kemungkinan prestasi bisa terpenuhi.

Dan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis

kepada Bapak Mubarohidin selaku pemberi utang. Bapak Suparjo

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 12

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


berutang sebesar Rp.10.000.000 dan memberikan jaminan Motornya yang

Masih Kredit sebagai jaminan dan berjanji akan melunasinya secepatnya.

Dan menebus kembali motornya karena memang masih dalam

angsuran. Akan tetapi dalam jangka 5 tahun Bapak Suparjo tidak

membayarnya dan sampai Motornya diambil oleh Dealer. dan ketika

Bapak Mubarohidin menghubungi bapak Suparjo, Bapak Suparjo

menghilang, dan setelah kembali menganggap bahwasanya tidak pernah

melakukan transaksi tersebut dan hal itu pun dilakukan dengan

kesadaran bukan atas kelalaian ataupun sebab lainnya yang

memungkinkan bapak Suparjo tidak bisa membayar.

Dalam hal ini Bapak Suparjo telah lalai melaksanakan

kewajibannya atau tidak melakukan seluruh prestasi yang telah

disepakati, hal ini disebut dengan wanprestasi. Karena dalam bab 2 telah

dijelaskan menurut seorang Tokoh Bernama Mariam Darus bahwa

wujud dari wanprestasi ada 3 yaitu :

1. Debitur tidak memenuhi perikatan.

2. Debitur terlambat memenuhi perikatan.

3. Debitur keliru atau Tidak pantas memenuhi perikatan.

hal tersebut dilakukan oleh Bapak Suparjo yaitu tidak

memenuhi perikatan sama sekali.

Dalam bab 2 juga dijelaskan bahwasanya kreditur dapat

menuntut debitur yang telah melakukan wanprestasi dengan hal-hal

tersebut :

1. Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi dari debitur

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 13

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


2. Kreditur dapat menuntut prestasi ganti rugi kepada debitur.

3. Kreditur dapat menuntut dan meminta ganti rugi, hanya karna

mungkin kerugian karena keterlambatan.

4. Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian

5. Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada

debitur. Ganti rugi itu berupa pembayaran denda.

Atas kejadian ini Bapak Mubarohidin mencoba ingin

menyelesaikan dan menuntut Bapak Suparjo kepada pihak

pemerintahan, dan meminta bantuan kepada Advokat dengan

harapan masalah tersebut bisa terselesaikan dan debitur dapat

bertanggungjawab dan membayar lunas atau mengganti rugi. Akan

tetapi karena tidak adanya bukti secara konkret sehingga banyak

mengalami kesulitan hingga pada akhirnya proses penyelesaian

tersebut dihentikan karena banyak mengeluarkan uang untuk

membayar Advokat akan tetapi dengan segala kekurangan data

malah semakin membuat rumit masalah tersebut. Bapak Mubarohidin

memilih melalui jalur perdamaian yaitu dengan mengikhlaskan uang

tersebut.

Dan sesungguhnya Allah swt. telah memberikan bentuk

larangan dalam melakukan utang piutang yang tidak sesuai dengan

perjanjian. Hal ini merupakan bagian yang diperintahkan oleh Allah

swt. yaitu menepati janji dan ikatan serta memelihara sumpah yang

telah dibuat. Kesengajaan atau kelalaian pihak tersebut dalam

perjanjian utang piutang dengan disertai jaminan, debitur lalai untuk

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 14

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


memenuhi prestasinya. Hal ini disebabkan karena keadaan yang

memaksa sehingga belum bisa melunasi prestasinya.

Demikian dalam pembahasan di atas, bapak Mubarohidin

sebagai orang yang memberikan Utang (murtahin) terhadap adanya

wanprestasi melakukan langkah awal yaitu, datang silaturahmi secara

baik-baik kepada rumah Bapak Suparjo untuk melihat faktor

penyebabnya dan kemudian mencoba mengajak musyawarah secara

kekeluargaan dan toleransi tanpa batas tertentu. Akan tetapi oleh

pihak bapak Suparjo langsung menolak dan tetap kekeh bahwasanya

tidak melakukan transaksi tersebut, dan pada akhirnya bapak

Mubarohidin memilih jalur Hukum yaitu melalui seorang Advokat

akan tetapi jalur inipun tidak berhasil. Dan pada akhirnya bapak

Mubarohidin memilih jalur perdamaian, mengikhlaskan hutang

tersebut. Di mana seharusnya Bapak Suparjo membayar sepenuhnya

utang tersebut

2. Mekanisme Penyelesaian Wanprestasi Gadai dengan Jaminan Motor

Kredit.

Kredit atau pinjaman yang diberikan pihak pegadaian kepada

nasabah menggunakan akad gadai. Dalam akad gadai telah diatur

beberapa hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sesuai dengan

perjanjian tersebut nasaba atau yang bisa disebut dengan debitur

mempunyai kewajiban untuk mengembalikan pinjaman sampai

waktu yang ditentukan. Dalam hal ini sering kali terjadinya masalah

yaitu nasabah tidak membayar sama sekali utangnya ataupun

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 15

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


terlambat dalam membayar hutang seperti masalah yang dialami

Bapak Mubaroidin.

Banyak mekanisme yang ditempuh dalam al penyelesaian

wanprestasi. Beberapa cara dapat ditempuh oleh pihak penerima

gadai dalam menangani dan menyelesaikan wanprestasi yang terjadi

pada akad gadai motor kredit, sebagai berikut :

1. Memperpanjang Masa Jatuh Tempo

Musyawara merupakan proses yang paling utama ditempuh oleh

kedua belah pihak dalam al penyelesaian wanprestasi nasabah.

Dan hal ini pun sudah dilakukan oleh bapak mubaroidin yaitu

melakukan musyawarah secara langsung bersama ibu warti guna

menyelesaikan kewajiban atau memberikan win-win solution atau

solusi-solusi yang dapat dilakukan demi tercapainya kesepakatan

yang tidak merugikan salah satu pihak.dari proses tersebut maka

pihak penerima gadai memberikan perpanjangan masa jatuh

tempo bagi nasabah yang wanprestasi yaitu Bapak Suparjo.

2. Musyawarah secara kekeluargaan

Musyawara merupakan etika dalam menyelesaikan suatu

permasalahan untuk mewujudkan kemaslahatan dan

menegakkan keadilan ditengah masyarakat, dalam hal ini pun

sudah dilakukan oleh kedua belah pihak, akan tetapi belum

menemukan hasil. Bapak suparjo tetap keke bahwasanya

hutangnya sudah lunas, dalam hal ini sedikit menimbulkan

pertikaian antara bapak Mubaroidin dan Bapak Suparjo.

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 16

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


3. Melalui jalur hukum

Dalam hal ini apabila jalur musyawara tidak diindahkan, bapak

Mubaroidin mengambil jalur hukum, akan tetapi hal ini belum

bisa menguatkan karena pada saat awal perjanjian tidak ada

bukti tertulis perjanjian antara kedua bela pihak. Dan mengacu

pada uku taflis Hukum- hukum At- Taflis sebagai berikut :

a. Orang-orang yang mengalami bangkrut At- Taflis dikenakan

al- hajru, jika para kreditur menghendakinya.

b. Seluruh aset orang yang mengalami At- Taflis (bangkrut)

dijual, kecuali pakaian dan sesuatu yang harus dimilikinya,

seperti makanan, kemudian hasil penjualannya dibagi secara

rata di antara para kreditur.

c. Jika salah satu kreditur menemukan barangnya dalam

keadaan utuh tanpa perubahan sedikitpun pada orang yang

mengalami bangkrut (At- Taflis) ia lebih berak

mengambilnya daripada kreditur lainnya.

d. Jika terbukti mengalami kesulitan keuangan, dalam arti

tidak mempunyai kekayaan yang bisa dijual untuk melunasi

utangnya, ia tidak boleh ditagih karena allah swt. Berfirman

dalam QS. Al-Baqarah (2): 280

e. Jika harta orang yang mengalami kebangkrutan telah dibagi-

bagi, kemudian datanglah seorang kreditur yang tidak

pernah mengetahui pemberlakuan al-ajru terhadapnya, dan

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 17

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


juga tidak mengetahui penjualan asetnya, maka ia menemui

para kreditur dan meminta ak yang sama dengan mereka.

Siapa saja yang mengatur pemberlakuan al-ajru pada salah

seorang debitur (orang yang bangkrut), kemudian ia melakukan

transaksi bisnis dengannya, ia tidak mempunyai hak yang sama

seperti para kreditur lainnya, dan utangnya tetap menjadi

tanggungan debitur tersebut (orang yang bangkrut) hingga ia

membayarnya.

Dalam hal ini atas dasar hukum taflis masala ini akhirnya

diselesaikan dengan jalur perdamaian dan bapak mubaroidin

mengikhlaskan hutangnya atas dasar asas kekeluargaan dan

kemaslahatan hidup, karena disini bapak suparjo mengalami

pailit dan suda tidak ada barang yang bisa untuk menjadi jaminan

ganti rugi. Dan sudah dijelaskan diatas bahwa Jika terbukti

mengalami kesulitan keuangan, dalam arti tidak mempunyai

kekayaan yang bisa dijual untuk melunasi utangnya, ia tidak

boleh ditagih karena allah swt. Berfirman dalam QS. Al-Baqarah

(2): 280

Tindakan wanprestasi dalam hal ini lebih mengarah

kepada kebohongan dan pengkhianatan yang dilakukan oleh

penggadai atas perjanjian yang telah disepakati dan

diatasnamakan kekeluargaan. Tindakan wanprestasi yang

dilakukan telah menzalimi pihak penggadai, sama sekali tidak

dipenuhi. Dan al itu sangat dilarang dalam agama islam.

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 18

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


Islam menginginkan segala segala sesuatu dapat berjalan

dengan baik dan tidak menyebabkan kerugian pada pihak terkait.

Mekanisme musyawara yang ditempuh pihak penerima gadai

sesuai dengan anjuran agama islam untuk melakukan sesuatu hal

dengan didahului dengan bermusyawarah, ditambah dengan

solusi lainnya yang ditawarkan oleh penerima gadai untuk dapat

memperpanjang masa jatuh tempo. Dan meskipun proses tersebut

belum berhasil, lalu penerima gadai melalui jalur hukum,dan hal

itu pun belum mampu membuat penggadai melunasi utangnya,

hingga akhirnya tindakan yang diambil jalur perdamaian dan

mengikhlaskan. Dengan asas kekeluargaan dan kemaslahatan

perdamaian keluarga. Oleh karena itu menurut penulis dengan

penjabaran di atas mengenai mekanisme penyelesaian

wanprestasi pada gadai motor kredit yang dilakukan Bapak

Mubarohidin sudah memenuhi persyaratan dan dapat dikatakan

sesuai dengan hukum islam.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penulisan tentang PENYELESAIAN WANPRESTASI

PADA AKAD GADAI MOTOR KREDIT DITINJAU MENURUT HUKUM

EKONOMI SYARI’AH (studi kasus di desa karangsari kecamatan adipala kabupaten

cilacap) kesimpulannya adalah bahwasanya bentuk akad gadai dengan jaminan

Motor Kredit adalah sebuah perjanjian tidak tertulis, di mana dalam pelaksanaannya

yaitu hanya dengan landasan kepercayaan tidak ada legalitas secara formal atau

tertulis. Hingga pada akhirnya terjadinya wanprestasi. Dan dalam akad ini juga

mengalami kecacatan bahwasanya pelaksanaan akad gadai yaitu guna memenuhi


An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 19

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


kebutuhan hidup dengan menyerahkan barang yang dijadikan sebagai jaminan

tersebut bukan milik sempurna dari bapak Suparjo karena masih dalam keadaan

kredit. Dalam Praktiknya motor tersebut dimanfaatkan oleh penerima gadai, tetapi

pemanfaatannya tidak secara maksimal.

Secara Hukum Ekonomi Syariah hal itu tidak sah, karena syarat barang

yang bisa dijadikan sebuah jaminan masih bertentangan dengan Hukum Ekonomi

Syariah. Dilihat dari syarat Marhūn tidak terpenuhi yaitu Marhūn harus milik sah si

penggadai. Ini disebabkan motor yang dijadikan sebagai jaminan masih dalam

keadaan kredit dan praktik ini banyak mudaratnya daripada manfaatnya.

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 20

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article


REFERENSI
Kutipan dan referensi dirujuk ke American Psychological Association
(APA) gaya edisi keenam, dengan menggunakan referensi manajer
(Mendeley/Zotero).

1. Jurnal
Baharun, H. (2016). Manajemen Kinerja Dalam Meningkatkan Competitive
Advantage Pada Lembaga Pendidikan Islam. At-Tajdid: Jurnal Ilmu Tarbiyah,
5(2), 243–262.
Levina, E. Y., Kutuev, R. A., Balakhnina, L. V., Tumarov, K. B.,
Chudnovskiy, A. D., & Shagiev, В. V. (2016). Struktur Sistem Manajerial
Pengembangan Perguruan Tinggi. Jurnal Internasional Pendidikan
Lingkungan & Sains, 11(15), 8143–8153.

2. Proccedding
Laal, M. (2011). Manajemen Pengetahuan di Perguruan Tinggi. Ilmu
Komputer Procedia, 3, 544–549.
Budiyanto, M. A. K., Waluyo, L., & Mokhtar, A. (2016). Implementasi
Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran di Pendidikan Dasar di Malang.
Prosiding Konferensi Pendidikan Biologi, 13(1), 48.

3. Buku
Hatum, A. (2010). Manajemen Bakat Generasi Berikutnya: Manajemen Bakat
untuk Bertahan dari Gejolak. London: Palgrave Macmillan.
Gottschalk, P. (2005). Teknologi Manajemen Pengetahuan Strategis. Hershey
PA: Penerbitan Kelompok Ide.

An-Nawa: Jurnal Studi Islam

Jilid 00 [0]0 (2020) : 0-00 21

Tersedia online di http://jAndanal.staiannawawi.com/index.Php/An-Nawa/article

Anda mungkin juga menyukai