Anda di halaman 1dari 25

1

QARDHUL HASAN DALAM REALITA : PERSEPSI DAN KONTRIBUSI UNTUK SEKTOR BISNIS
Suwondo, Juwita Purnami Restu Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email: the.ondowuzz@gmail.com

ABSTRAK Antara konsep dan realita terkadang terdapat celah dimana hal tersebut menjadi salah satu titik pemacu melebarnya kesenjangan dalam praktek ekonomi Islam. Tidak terkecuali dalam alokasi dana qardhul hasan, yaitu sebuah pinjaman kebajikan bebas-bunga dan tanpa adanya keuntungan apapun yang diambil. Celah yang memisahkan konsep awal qardhul hasan sebagaimana ditetapkan oleh MUI berdasarkan Al Quran dan Sunnah dengan praktek yang mengiringi membuat potensi pinjaman lunak ini pada sektor riil menjadi semakin tersamarkan. Qardhul hasan sangat populer di kalangan masyarakat namun dengan nama dan kemasan yang samasekali berbeda. Oleh sebab itu, dari hasil penelitian ini selanjutnya diharapkan mampu menyingkap potensi qardhul hasan yang tersamarkan dan mengembalikan penggunaan akad itu dengan tetap menyesuaikan dengan Al Quran dan Sunnah. Kata Kunci: Qardhul Hasan, Al Quran, Sunnah, Sektor Riil

A. LATAR BELAKANG Dunia perekonomian Islam modern telah dengan berani mengambil tantangan dengan menawarkan berbagai produk keuangan yang merupakan alternatif dari produk keuangan konvensional, dengan asumsi bebas bunga dan bebas riba (Farooq, 2008). Beberapa produk syariah yang dikeluarkan bank syariah dewasa ini banyak yang terdengar familiar di kalangan masyarakat karena nama yang serupa. Hal tersebut tidak lain karena produk konvensional yang sudah ada dikonversi menjadi bentuk yang lebih sesuai syariah, dengan mengambil akad yang sesuai untuk menjalankan transaksi yang dimaksud.

Qardhul hasan merupakan salah satu ciri pembeda bank syariah dan bank konvensional, karena di dalamnya terdapat misi sosial, di samping misi komersial. Khan (1998) membenarkan pernyataan tersebut bahwa dimensi sosial yang terdapat pada lembaga keuangan syariah yang dibangun dengan berfondasikan iman adalah satu-satunya elemen yang dapat mengidentifikasi perbedaan dengan lembaga-lembaga keuangan konvensional yang lain. Qardhul hasan merupakan pinjaman tanpa kelebihan pengembalian yang diperintahkan oleh Al Quran untuk diberikan kepada mereka yang membutuhkannya. Peminjam hanya diharapkan mengembalikan tepat sebesar jumlah yang dipinjam (Farooq, 2008). Salah satu firman Allah subhanahu wa taala dalam surat Al Baqarah ayat 280, yang berbunyi:

Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (Al Quran, 2009: 88) Ayat tersebut menjelaskan keutamaan memberi keringanan pada orang yang berutang, yaitu dengan jalan memberikan toleransi waktu pengembalian atau menghapuskan utang tersebut, seperti yang dilakukan dalam qardhul hasan. Gambar 1 : Penyaluran Pembiayaan per Skim 2010
0,51 3,43 6,94 12,66 21,45

55,01

mudharabah qard

musyarakah ijarah

murabahah istishna

Sumber : www.bi.go.id, 2010 (diolah)

Sungguh menarik mengobservasi bagaimana qardhul hasan selama ini telah begitu jauh diacuhkan oleh banyak bank islam (Ariffin, 2007). Penelitian ilmiah mengenai qardhul hasan selama ini jarang yang menyoroti persepsi masyarakat dan penyebab ketidakpopuleran produk ini. Dalam menghadapi pinjaman lunak semacam ini, kreditur dalam Islam dituntut untuk sabar, dan akan lebih baik jika memiliki kemauan untuk mengikhlaskan dananya (Kilborn, 2010). Berbagai aspek tersebut membuat produk ini tampak tidak bersinar dibandingkan produk syariah yang lain dan membuat lembaga-lembaga keuangan lebih memilih mundur.

Sayangnya, perbankan masih membatasi akses pembiayaan bagi kaum miskin. Dusuki (2008) menjelaskan bahwa hambatan bagi kaum miskin untuk menjangkau pembiayaan pada perbankan terutama adalah informasi yang tidak asimetris, yang menyebabkan beban biaya transaksi yang lebih besar, sebagai kompensasi dari sisi keamanan bagi bank atas resiko yang lebih tinggi. Tingkat resiko yang terdapat pada penyaluran kredit untuk debitur golongan miskin makin diperburuk dengan kesulitan yang terdapat pada institusi keuangan komersial dalam mendiversifikasi portofolio mereka, dengan membagi resiko antara berbagai golongan debitur tersebut. Pendayagunaan qardhul hasan pada sektor riil merupakan salah satu alternatif yang ditawarkan beberapa pengamat ekonomi sektor mikro. Terkait dengan fungsi qardhul hasan sebagai salah satu bentuk sedekah, Monzer Kahf mengusulkan penekanan pada institusi-institusi keuangan mikro untuk mengarahkan fokus pada pembiayaan sektor mikro, dimana sumber dana yang digunakan berasal dari sedekah. Lebih jauh Kahf dan Ahmed memaparkan bahwa return dari sedekah tersebut dapat digunakan untuk keuangan produktif pada usaha-usaha mikro (Ahmed, 2007). Secara spesifik Khan (1998) menggarisbawahi bahwa aktivitas-aktivitas seperti qardhul hasan dapat mengcover program yang terintegrasi secara keseluruhan dengan fokus pada pembiayaan mikro. Antara konsep dan realita terkadang terdapat celah dimana hal tersebut menjadi salah satu titik pemacu melebarnya kesenjangan dalam praktek ekonomi Islam. Tidak terkecuali dalam alokasi dana qardhul hasan, yaitu sebuah pinjaman kebajikan tanpa adanya bunga, keuntungan, maupun jenis tambahan lain yang dikhususkan pada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam lingkup bisnis maupun kebutuhan hidup sehari-hari. Celah yang memisahkan konsep awal qardhul hasan sebagaimana ditetapkan oleh MUI berdasarkan Al Quran dan Sunnah dengan praktek yang mengiringi membuat potensi pinjaman lunak ini pada sektor riil menjadi semakin tersamarkan. Tidak jarang produk syariah dibuat dengan mendasarkan akadnya atas produk konvensional yang lebih dahulu beredar, atau memilih akad yang sesuai dengan kebutuhan transaksi yang diperlukan. Seringkali pelaku keuangan konvensional kebingungan dengan mekanisme transaksi yang diperbolehkan dalam Islam, dengan perbedaan sifat seratus delapan puluh derajat jika dibandingkan dengan transaksi pada ekonomi konvensional yang telah berlangsung begitu lama. Qardhul hasan dewasa ini juga digunakan dalam asuransi syariah yang terdapat di dalam praktek investasi gadai emas dan kartu kredit syariah. Banyaknya contoh praktek keuangan Islam yang melenceng dari syariat, terutama dalam qardhul hasan, membuat penulis mengarahkan penelitian ini untuk lebih memfokuskan berjalannya akad dengan menggunakan Al Quran dan Sunnah sebagai pedoman utama dalam segala praktek ekonomi syariah, dalam upaya mengembalikan umat Muslim kepada transaksi ekonomi syariah yang benar-benar sesuai ajaran Rasulullah, dan bukan hanya sebuah akad yang berlabel syariah. Al Quran dan Sunnah merupakan dasar paling utama bagi sebuah produk atau akad syariah untuk dapat diberdayagunakan dengan aman oleh masyarakat.

B. QARDHUL HASAN Qardh merupakan pinjaman kebajikan/lunak tanpa imbalan. Secara singkat, qardhul hasan adalah sebuah pinjaman bebas-bunga dan tanpa adanya pengambilan keuntungan apapun. Qardh biasa digunakan untuk menyediakan dana talangan kepada nasabah prima dan untuk menyumbang sektor usaha kecil/mikro atau membantu sektor sosial (Ascarya, 2007: 47). Sifat qardh tidak memberi keuntungan finansial (Antonio, 2005: 133). Bakhtiari (2009) menuturkan bahwa qardhul hasan merupakan pinjaman berdasarkan kepercayaan, tanpa sedikitpun unsur bunga di dalamnya. Bank diperbolehkan menetapkan service fee untuk mengkompensasi biaya administrasi dan transaksi yang timbul dari pinjaman tersebut, hanya selama biaya itu tidak terkait dengan jangka waktu atau jumlah pinjaman. Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah berkata: Aku melihat pada waktu malam di-isra-kan, pada pintu surga tertulis: sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qardh delapan belas kali. Aku bertanya, Wahai Jibril, mengapa qardh lebih utama dari sedekah? Ia menjawab, Karena peminta-minta sesuatu dan ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena keperluan. (HR Ibnu Majah, dalam Antonio, 2005: 132). Qardh yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan sosial, dapat bersumber dari dana zakat, infak, dan sedekah. Di samping sumber dana umat terdapat jenis sumber dana lain, yaitu pendapatan-pendapatan yang diragukan, seperti jasa nostro di bank koresponden yang konvensional, bunga atas jaminan L/C di bank asing, dan sebagainya. Salah satu pertimbangan pemanfaatan dana-dana ini adalah kaidah akhaffu dhararain (mengambil mudharat yang lebih kecil). Hal ini mengingat jika dana umat Islam dibiarkan di lembaga-lembaga nonmuslim mungkin dapat dipergunakan untuk sesuatu yang merugikan Islam, misalnya dana kaum muslimin Arab di bank Yahudi Switzerland. Oleh karenanya, dana yang parkir tersebut lebih baik diambil dan dimanfaatkan untuk penanggulangan bencana alam atau untuk membantu dhuafa (Antonio, 2005: 133). Gambar 2 : Skema Qardh
Perjanjian qardh

nasabah

Bank

Proyek/Usaha

Keuntungan

Modal Sumber : Sudarsono, 2003: 71 (diolah)

C. PARADOKS Dalam perbankan syariah baik di dalam dan di luar negeri, qardhul hasan sudah marak digunakan sebagai akad di dalam suatu transaksi keuangan atau produk yang familiar dikenal nasabah, namun beberapa dari produk yang ditawarkan tersebut bukan berupa penyaluran dana sedekah atau pembiayaan kepada lapisan ekonomi menengah ke bawah. Qardhul hasan merupakan akad yang digunakan di dalam produk dengan kemasan yang sangat berbeda. Contoh praktek qardhul hasan dalam perbankan adalah sebagai berikut : a. Dana Talangan Haji Produk ini merupakan produk bank syariah yang sangat populer dewasa ini. Disebabkan adanya pembatasan kuota haji oleh pemerintah Arab Saudi, masyarakat serentak memperebutkan kursi untuk dapat pergi ke tanah suci. Indonesia merupakan negara dimana mayoritas warganya beragama Islam, dan Dana Talangan Haji menawarkan kesempatan yang sangat menarik bagi kalangan tertentu, terutama bagi yang belum mampu memenuhi porsi pendaftaran haji. Secara prinsip produk ini menawarkan dana bagi nasabah untuk biaya pendaftaran calon jamaah haji, secara umum sebesar Rp 25.000.000,00. Setelah mendapat tempat sebagai calon jamaah haji, nasabah akan mengembalikannya dengan cara mencicil sesuai dengan ketetapan bank. Akad yang terdapat di dalam produk ini adalah qardhul hasan (Bank Muamalat, 2009), selain itu terdapat bagi hasil dalam proses pengangsuran pinjaman. Jika dilihat sepintas maka seolah produk ini tidak memiliki celah untuk melenceng dari syarat sah akad maupun untuk timbulnya riba. b. Asuransi Syariah Dalam asuransi syariah Indonesia dikenal dua macam dana, yakni dana tabarru yang berasal dari kontribusi peserta, dan dana korporasi yang berasal dari pemegang saham atau kekayaan perusahaan. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/ PMK. 010/2011 yang mulai berlaku 12 Januari 2011 lalu, pemerintah telah mewajibkan perusahaan untuk menjaga tingkat solvabilitas dana tabarru untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul dalam pengelolaan kekayaan atau kewajiban. Untuk itu, munculah aturan qardh al-hasan. Dana ini merupakan pinjaman dana yang diambil dari dana korporasi untuk mengatasi ketidakcukupan kekayaan dana tabarru` guna membayar santunan atau klaim kepada peserta. Dana ini bisa berasal dari modal, fee perusahaan, atau investasi aset perusahaan sendiri. Dengan kata lain, qardh merupakan bagian dari kekayaan dana milik perusahaan (Peraturan Menteri Keuangan No.11, 2011). Penetapan cadangan qardh pada asuransi syariah minimal 25% dari Batas Tingkat Solvabilitas Minimum. Penetapan itu dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, dan hingga saat ini masih banyak pihak pelaku asuransi syariah yang menganggap ketentuan itu memberatkan. (Republika, 2010).

c. Investasi Gadai Emas Dalam draf PMK No 11 tahun 2011, asuransi syariah juga memiliki tambahan instrumen investasi, yaitu emas murni. Dengan demikian, asuransi syariah memiliki alternatif investasi berbeda dan unggul dari asuransi konvensional. Emas memiliki return investasi yang lebih tinggi dari instrumen lainnya, bisa antara 15-20% dalam waktu satu tahun. Selain itu, emas juga likuid dan aman. Investasi dalam emas murni harus memenuhi ketentuan dilengkapi dengan sertifikat London Bullion Market Association yang menyatakan bahwa kadar emas adalah 99,99%, memiliki nomor seri yang dikeluarkan oleh supplier/refinery yang ditunjuk oleh dan terdaftar di bursa komoditas, dan disimpan di bank kustodian yang berpengalaman dalam menata dan mengusahakan emas murni (Republika, 2010). Investor dapat mencetak keuntungan dengan menggadaikan emas pada bank syariah, dan kemudian pada waktu jatuh tempo, membayar kewajiban untuk menebus emas tersebut dengan uang hasil penjualan emas. Dengan terus meroketnya harga emas, selain kestabilan nilai yang ditawarkan logam mulia tersebut, investor dapat dipastikan akan mendapat keuntungan dari selisih harga jual emas dan harga tebusan saat akad gadai selesai. Namun tidak semua investor memiliki cukup modal untuk membeli emas dalam jumlah besar, untuk kemudian digadaikan pada bank syariah. Di sinilah qardhul hasan menjalankan perannya. Bagi para investor dengan kepemilikan modal terbatas, bank syariah akan meminjamkan dana dengan jumlah sesuai kesepakatan, untuk membeli emas yang pada akhirnya akan digadaikan pada bank tersebut. Dengan naiknya harga emas yang stabil dan menjanjikan, ketika datang jatuh tempo nanti selisih harga beli di awal dengan harga jual pada saat ini akan menjadi keuntungan bagi investor. Qardhul hasan menjadi gerbang bagi para investor untuk dapat bermain dengan investasi gadai emas tanpa harus menyiapkan modal pribadi. d. Kartu Kredit Syariah Bisnis kartu kredit di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah kartu yang beredar saat ini telah mencapai lebih dari 13 juta kartu yang diterbitkan oleh 22 bank dan lembaga pembiayaan (Bank Rakyat Indonesia Syariah, 2012). Kartu kredit yang telah begitu familiar di telinga masyarakat menjadi semakin menarik dengan adanya label syariah yang mengiringinya. Dasar yang dipakai dalam penerbitan kartu kredit syariah adalah fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.54/DSN-MUI/X/2006 mengenai Syariah Card dan surat persetujuan dari Bank Indonesia No.10/337/DPbs tangal 11-03-2008. Syariah Card didefinisikan sebagai kartu yang berfungsi sebagai Kartu Kredit yang hubungan hukum antara para pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No.54/DSN-MUI/X/2006. Terdapat tiga akad yang dapat digunakan dalam kartu kredit syariah, yaitu kafalah (jaminan), qardhul hasan, dan ijarah (sewa). Dalam kafalah, bank berlaku sebagai penjamin bagi nasabah yang melakukan transaksi

menggunakan kartu kredit selain antara bank atau ATM penerbit kartu kredit. Pada qardhul hasan, bank berperan sebagai pemberi pinjaman dana, dan pada akad ijarah, bank menyewakan jasa sistem pembayaran dan pelayanan melalui kartu kredit.
D. KOHERENSI DENGAN EKONOMI ISLAM

Perekonomian Islam modern telah dengan berani mengambil tantangan dengan menawarkan berbagai produk keuangan yang merupakan alternatif dari produk keuangan konvensional, dengan asumsi bebas bunga dan bebas riba (Farooq, 2008). Kuran telah memaparkan (dalam Khan, 2010) bahwa bank-bank syariah di dunia ini beroperasi dalam lingkungan dengan informasi yang asimetris, seperti halnya yang terjadi dalam dunia keuangan konvensional, sehingga mau tidak mau teknik yang dijalankan dinilai sangat mirip dengan teknik konvensional. Seiring perkembangan jaman, para pengamat ekonomi Islam telah mengkritisi berbagai aspek dalam praktek ekonomi syariah baik transaksi maupun konsep akad. Indonesia memiliki Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai regulator dan penanggungjawab dalam memonitor pergerakan transaksi keuangan Islam. Khan (2010) menyatakan bahwa ekonomi Islam saat ini memang secara praktis tidak lepas dari kritik, dan menegaskan bahwa banyak praktek di perbankan syariah saat ini yang melenceng dari hukum Islam. Berbagai produk syariah saat ini dengan kaitannya dengan konsep dasar ekonomi Islam antara lain sebagai berikut : a. Dana Talangan Haji Akad yang terdapat di dalam produk ini adalah qardhul hasan. Qardhul hasan adalah pinjaman dana dari bank kepada nasabah yang digunakan untuk menalangi sementara biaya pendaftaran haji. Selain akad itu, bagi hasil turut terjun dalam proses transaksi. Ketika bank menerima angsuran pinjaman dari nasabah, dana yang mengendap tersebut diputar dengan jalan diinvestasikan. Keuntungan yang dihasilkan akan dishare antara bank dan nasabah melalui akad bagi hasil. Salah satu peraturan yang ada menyatakan bahwa tidak boleh ada dua akad dalam satu transaksi. Sebagaimana dituturkan dari Ibn Umar radiallahuanhu Rasulullah melarang dua jual beli dalam satu transaksi jual beli. yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Al-Nasai (Al-Asqalani, 2010: 323). Saat akad qardhul hasan belum selesai (pinjaman belum lunas/bank belum menghapuskan hutang nasabah) sudah terdapat akad lain di dalamnya, yaitu bagi hasil. Adanya akad qardhul hasan perlu dipertanyakan lebih lanjut, karena selain terdapat keuntungan yang diambil oleh bank dari pinjaman berupa talangan ini, biaya administrasi yang dibebankan juga cukup besar. b. Kartu Kredit Syariah Kartu kredit bukan hal baru lagi bagi kalangan masyarakat baik yang memiliki latar belakang ekonomi mapan sehingga cukup mampu untuk menggunakannya maupun tidak. Namun bagaimanapun kartu kredit syariah dengan menggunakan akad qardhul hasan patut dipertanyakan, karena Islam tidak mengedepankan keinginan melainkan kebutuhan, dan

segala jenis konsumsi yang berlebihan dilarang. Keberadaan kartu kredit yang dapat sewaktu-waktu mencairkan dana merupakan kontradiksi dari konsep qardhul hasan itu sendiri. Dalam kartu kredit syariah terdapat denda (late charge) yang dijatuhkan pada pemegang kartu yang terlambat dalam mengembalikan pinjamannya melebihi jatuh tempo, dan tawidh yang dikenakan sebagai biaya ganti rugi bagi penerbit kartu atas keterlambatan pembayaran tersebut (Fatwa Dewan Syariah Nasional No.54/DSN-MUI/X/2006). Sebuah paradoks dalam pelaksanaan akad qardhul hasan yang memiliki konsep sebagai pinjaman kebajikan, tanpa bunga, tanpa keuntungan, dan memiliki sifat lebih seperti sedekah yang dapat membebaskan peminjam dari kewajiban membayar apabila tidak mampu/terlambat dalam mengembalikan. Qardhul hasan adalah pinjaman kebaikan kepada mereka yang membutuhkannya (Farooq, 2008). Sasaran akad ini adalah kepada mereka yang tidak mampu, memiliki kebutuhan namun tidak sanggup mendanainya, atau memiliki usaha namun tidak tersedia modal di hadapannya. Rasulullah SAW bersabda dalam Al-Ghazali (2001:148), Barangsiapa meminta-minta, sedangkan sebetulnya ia memiliki harta yang cukup (bisa memberi), niscaya pada Hari Kiamat ia akan datang dengan melukai dan mencakar-cakar mukanya sendiri. Hutang bukan merupakan hal yang dilarang dalam Islam, walaupun tidak dianjurkan untuk sering melakukannya. Tanggung jawab mengenai hutang sangat besar, seperti hadits dari Samurah bin Jundab ra. Ia berkata bahwa Rasulullah salallahu alaihi wassalam telah bersabda. Tangan bertanggung jawab atas apa yang diambilnya sampai ia mengembalikannya. (AlAsqalani, 2007: 399). Tanggung jawab itu akan terus mengikuti pihak yang berhutang, sampai ia mengembalikannya, dan sangat zhalim bagi orang yang bermalas-malasan dalam membayar hutangnya, sedangkan sebenarnya ia mampu. c. Penyaluran qardhul hasan di Iran Opini mengenai penerapan qardhul hasan dalam simpanan di bank, baik rekening koran, giro, maupun deposito berjangka terbagi atas beberapa kubu. Farooq (2008) menyebutkan salah satu pandangan mengenai hal tersebut dalam jurnalnya, bahwa seharusnya bank syariah menetapkan garis batas jelas mengenai perbedaan antara simpanan dengan jenis giro dan simpanan dengan jenis akun mudharabah (bagi hasil). Simpanan giro seharusnya memiliki backing sejumlah 100% dana cadangan karena simpanan tersebut memiliki sifat amanah, yaitu simpanan berdasarkan kepercayaan. Definisi dan pengertian mengenai rekening giro cukup memiliki keseragaman di berbagai belahan dunia, dan sangat jarang ditemukan kaitan antara giro dengan kredit. Jika demikian, pengertian qardhul hasan di dalam rekening giro yang diterapkan beberapa bank syariah menjadi rancu. Hal itu disebabkan oleh informasi yang diterima oleh nasabah, yang belum tentu mengetahui bahwa dengan memiliki rekening giro di bank syariah, berarti mereka meminjamkan qardhul hasan pada bank yang terkait.

d. Investasi Gadai Emas Paradoks yang terdapat dalam penggunaan qardhul hasan di dalam investasi gadai emas ini cukup rumit dan menimbulkan banyak pertanyaan. Sejak beberapa tahun terakhir, emas merupakan komoditas investasi yang sangat menarik, karena nilainya yang stabil dan faktor keamanan yang menjanjikan. Perbankan syariah di Indonesia telah mendapat izin menggunakan emas sebagai salah satu bentuk investasi (Peraturan Menteri Keuangan No 11 tahun 2011). DSN bukannya tidak tahu atas kemungkinan riba pada produk berbasis pinjaman ini. Mereka sesungguhnya telah mengantisipasi agar produk itu tidak terjatuh pada riba melalui fatwa-fatwa tersebut dengan mengatur bahwa jasa yang diberikan oleh bank dan tarifnya tidak boleh dikaitkan dengan pinjaman yang diberikan. Seperti dikutip dari Surat Edaran No.14/7/DPbS tahun 2012 oleh Bank Indonesia yang menyatakan bahwa qardhul hasan tidak lagi sesuai untuk investasi gadai emas. Tujuan penggunaan qardhul hasan adalah untuk membiayai keperluan dana jangka pendek atau tambahan modal kerja. Akad yang sesuai untuk investasi ini adalah murabahah, yang terkait pada jual beli dan bukan pinjaman lunak. BI memberikan masa penyesuaian satu tahun bagi bank-bank syariah yang masih menyediakan layanan Kepemilikan Logam Mulia (KLM) menggunakan akad qardhul hasan. E. BAITUL MAAL WAT TAMWIL DAN KAITAN YANG DIMILIKI DENGAN SEKTOR RIIL Dari sekian banyak BMT yang ada di Indonesia, ternyata masih kurang dari setengah jumlah keseluruhan yang memiliki badan hukum resmi sebagai penyokongnya. BMT dapat memilih badan hukum berupa koperasi, perseroan terbatas, maupun badan usaha milik desa. Saat ini baru 40 persen BMT yang memiliki badan hukum. Mereka semua memilih badan hukum koperasi. Gambar 3 : Total Jumlah BMT Berdasarkan Badan Hukum

Sumber : Syariah Republika 9 Februari 2011 (diolah)

10

BMT yang menjadi objek penelitian merupakan BMT yang berada di kawasan Malang Raya (kota dan kabupaten). BMT yang dipilih dibagi berdasarkan klasifikasi menjadi tiga bagian, yaitu : Gambar 4 : Klasifikasi BMT Kota Malang

BMT di Malang

ATAS

MENENGAH

BAWAH

Sumber : Peneliti (diolah)

Berikut adalah daftar BMT yang menjadi tempat penelitian yang diambil beserta pembagian menurut klasifikasi : Tabel 1 : Daftar BMT Sebagai Tempat Penelitian
No 1 2 3 4 Nama Kanindo Syariah Baitul Maal Assalaam Baitul Maal Hidayatullah BMT X Alamat Jl. Raya Sengkaling no. 239 A Jl. Raya Sengkaling no. 239 B Jl. Sidomakmur 15 Sengkaling -

Sumber : Inkopsyah Pusat via email (diolah)

Sedangkan klasifikasi BMT yang menjadi tempat penelitian adalah sebagai berikut ini : Tabel 2 : Klasifikasi BMT
No 1 2 3 4 Nama Kanindo Syariah Baitul Maal Assalaam Baitul Maal Hidayatullah BMT X Kelas Atas Menengah Atas Menengah

Sumber : Peneliti (diolah)

11

Konsep BMT di Indonesia sudah bergulir lebih dari satu dekade. Konsep ini telah banyak mengalami pembuktian-pembuktian dalam mengatasi dan mengurangi kemiskinan. Peran BMT untuk mengurangi angka kemiskinan sangat strategis, mengingat lembaga perbankan belum mampu menyentuh masyarakat kelas bawah. Peran strategis BMT dalam mengurangi kemiskinan terlihat dari kegiatan ekonomis BMT yang mempunya kegiatan sosial (Baitul Maal) dan kegiatan bisnis (at-Tamwil). Kegiatan sosial ekonomi BMT dilakukan dengan gerakan zakat, infaq, dan shadaqah sementara kegiatan bisnis perlu adanya dana ekonomi produktif. Hal ini merupakan keunggulan BMT dalam mengurangi kemiskinan (Zubaidah, 2010). Sistem keuangan Islam dijalankan oleh perdagangan dan produksi, dan sangat terkait dengan sektor riil. Bank syariah tidak bertindak sebagai lender utama, mereka harus terlibat secara langsung dengan operasi perdagangan dan investasi dan bertanggungajawab terhadap kepemilikan langsung dari aset riil (Venardos, 2010). Dengan kata lain, sektor riil merupakan fokus kebijakan dalam sisi keuangan Islam. Siddiqi (2006) mengungkapkan bahwa sejauh ini, argumen yang paling mengesankan mengenai keuangan Islami adalah bagaimana sistem tersebut mampu mengintegrasikan sektor keuangan dengan sektor riil. Hutang menyebabkan sistem konvensional tidak mampu melakukan hal yang sama. Dalam sistem keuangan Islam, setiap aset keuangan ditopang oleh keberadaan aset riil yang pasti. Tidak demikian halnya dengan sistem keuangan konvensional, dimana aset keuangan yang ada merupakan turunan aset keuangan lain yang berbasis hutang. Sesungguhnya, Islam tidak menyukai adanya penimbunan harta yang siasia. Islam melarang membiarkan aset yang menganggur, dan mendorong agar setiap kekayaan yang ada pada kita untuk diinvestasikan di sektor riil (Karim, 2007: 97,99). Harta yang ada tidak boleh hanya dipegang oleh segelintir umat Muslim saja, tanpa dapat diambil manfaatnya oleh sebagian yang lain. Harta yang ada tidak boleh hanya dipegang oleh segelintir umat Muslim saja, tanpa dapat diambil manfaatnya oleh sebagian yang lain. Salah satu pelarangan riba, serta pengenaan zakat 2,5% terhadap uang (walaupun tidak diperdagangkan) adalah untuk mendorong aktifitas ekonomi, perputaran dana sekaligus mengurangi spekulasi dan penimbunan. Hal ini merupakan kebalikan dari sistem konvensional yang memberikan bunga atas harta, Islam malah menjadikan harta (capital) sebagai obyek zakat. Berbeda dengan sistem konvensional yang menjadikan setiap harta yang disimpan sebagai sarana untuk menambah jumlah uang, terlepas dari dikembangkan dalam sektor produktif atau tidak, atau dikembangkan dalam sektor produktif namun terlepas dari produk riilnya (Munir, 2007: 63). Seperti halnya keuangan mikro konvensional, hubungan antara pengentasan kemiskinan dan keuangan mikro Islam terletak pada campuran modus operasional sektor keuangan dan peran sosial-religius dalam mengembangkan sektor riil. Peran dinamis keuangan mikro Islam memungkinkan untuk meringankan kemiskinan melalui amal serta program pembangunan ekonomi (Nazirwan, 2009).

12

F. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, melalui studi kasus dan analisis bahan dokumen. Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam (secara langsung terhadap informan), dokumentasi, dan observasi.Pendekatan penelitian yang diambil dalam skripsi ini adalah pendekatan kualitatif. Dua sisi persepsi yang diambil dalam penelitian ini mengarah pada dua sudut pandang akan efektifitas dan dinamika penyaluran qardhul hasan kepada masyarakat yang membutuhkan, sebagai pinjaman modal usaha bagi bisnis berskala kecil. Sudut pandang yang berseberangan tersebut mewakili pihak penyalur dana, yakni Baitul Maal wat Tamwil sebagai lembaga keuangan non bank syariah, dan nasabah yang sedang menerima qardhul hasan, sebagai pihak yang menerima pinjaman. Sinyal yang menunjukkan indikasi mengenai adanya kontribusi riil qardhul hasan pada sektor bisnis ditampilkan dalam format berupa data-data penyaluran pada pelaku-pelaku usaha kecil dan wawancara mendalam mengenai peran qardhul hasan dalam pengembangan usaha nasabah sebagai peminjam. Walaupun demikian, pemilihan BMT alih-alih bank syariah bukan dalam rangka untuk membandingkan alokasi qardhul hasan pada BMT dengan bank syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya. Persoalan pokok yang disoroti dalam penelitian ini adalah persepsi qardhul hasan dalam pandangan dua sisi pelaku ekonomi, yaitu lembaga keuangan sebagai penyalur dana, dan masyarakat sebagai pihak yang menerima pinjaman itu. Selain itu, permasalahan lain yang ingin diangkat adalah keberadaan sinyal atau indikasi pinjaman ini pada sektor riil, disertai dengan data-data dan bukti-bukti riil yang mendukung. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, informan penelitian selain BMT yang dijadikan narasumber utama adalah masyarakat. Masyarakat, sebagai pihak yang menjadi sasaran qardhul hasan, maupun sumber dana produk tersebut, memiliki peranan cukup besar dalam upaya meneliti sinyal kontribusi qardhul hasan pada sektor bisnis, terutama usaha kecil. Dengan mengetahui persepsi masyarakat mengenai produk tersebut, salah satu sisi mengenai peran aktif qardhul hasan dalam perekonomian dapat terkuak. Bagan 1 : Informan
BMT Informan Masyarakat Sumber : Peneliti (diolah)

Kriteria masyarakat yang menjadi objek penelitian adalah muqtaridh (peminjam)/nasabah BMT yang telah/pernah menerima alokasi dana qardhul hasan. Alasan dipilihnya nasabah BMT yang telah/sedang menerima penyaluran dana qardhul hasan adalah melalui beberapa pertimbangan sebagai berikut:

13

a. pengetahuan yang sudah dimiliki mengenai perbedaan sistem konvensional dan syariah b. pengetahuan mengenai qardhul hasan yang lebih memadai dibandingkan dengan masyarakat bukan penerima c. pengalaman mengenai penyaluran qardhul hasan yang dilakukan oleh BMT dan kaitannya dengan sektor riil (dalam menjalankan peranannya sebagai pembiayaan usaha kecil dan menengah). G. DUA SISI PERSEPSI DAN SINYAL KONTRIBUSI Sebagai muqridh (pemberi pinjaman), pandangan mengenai qardhul hasan sangat vital. Qardhul hasan memiliki beragam definisi di kalangan praktisi keuangan, dalam hal ini praktisi lembaga keuangan non-bank syariah, yaitu Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Namun secara esensial makna qardhul hasan cukup memiliki keseragaman, sebagai contoh definisi dari Baitul Maal Assalaam (BMA), yaitu sebuah pinjaman lunak sebesar nilai pinjamannya, tanpa ada bunga atau bagi hasil. Selanjutnya ketika angsuran itu diberikan dan kemudian pihak nasabah memberikan ucapan terimakasih yang bersifat sukarela, hal tersebut diperbolehkan dan memang seperti itulah kondisi yang berlaku dalam akad qardhul hasan. Apa yang diutarakan oleh BMT sebagai lembaga keuangan non bank syariah yang memiliki kapasitas sebagai salah satu penyalur dana qardhul hasan secara umum tidak memiliki perbedaan yang signifikan, baik itu merupakan refleksi yang ditunjukkan oleh BMT yang telah sukses dan aktif dalam mengalokasikan pinjaman kebaikan ini, ataupun BMT yang masih merasa belum maksimal dalam menjalankan perannya sebagai muqridh. Qardhul hasan, sebagai pinjaman kebaikan yang terdapat dalam Islam, tidak mensyaratkan bunga dalam ketentuannya, serta jaminan yang biasa terdapat pada jenis pinjaman lain. Pinjaman ini juga tidak memperbolehkan pemberi pinjaman untuk mengambil keuntungan dalam bentuk apapun, di luar biaya transaksi yang memang diperlukan dalam kelancaran proses akad. Jika dikembalikan pada konsep awal qardhul hasan sesuai dengan Al Quran dan Hadits, tanpa menambah atau mengurangi ketentuannya agar selaras dengan keinginan dan tren bisnis yang sedang marak dijalankan, sesuai dengan definisi yang tertera dalam fatwa MUI no 19 tahun 2001 yaitu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada lembaga keuangan syariah pada waktu yang telah disepakati oleh lembaga keuangan syariah dan nasabah, tampak jelas kesesuaian antara konsep yang ditetapkan dan fakta yang berlaku di lapangan, yang dijalankan oleh informan penelitian. Pemahaman yang ditinjau dari sisi muqtaridh menggambarkan betapa sejajar dan tepat antara konsep yang dibangun oleh MUI dan yang dijalankan oleh lembaga keuangan. Dengan strategi pemberian tanggungjawab untuk tetap mengembalikan pinjaman tanpa menginformasikan kemungkinan penghapusan kewajiban jika memang tidak mampu membayar sesuai kesepakatan ternyata memang membuat peminjam lebih berhati-hati dan tidak berlaku seenaknya. Peminjam menjadi lebih merasa dihargai dengan adanya kepercayaan itu, terutama dengan cara menagih yang halus dan tersirat, menimbulkan rasa saling percaya antara nasabah dan lembaga keuangan.

14

Namun secara ringkas peminjam mengetahui, dari sumber manapun mereka mendapatkan informasi, bahwa qardhul hasan merupakan pinjaman lunak yang sangat fleksibel dan terkesan ramah. Peminjam juga mampu menangkap sinyal bahwa qardhul hasan hanya berlaku bagi usaha-usaha dengan skala kecil dan jika usaha mereka berkembang menjadi lebih maju nanti, mereka tidak lagi akan sesuai dengan kriteria pinjaman ini, dan akan beralih kepada pinjaman lain yang sifatnya berbeda, atau kepada jenis pembiayaan usaha lain. MUI telah memberikan izin bagi lembaga keuangan untuk memberikan sanksi apabila nasabah tidak mampu memenuhi perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, baik dalam pengembalian pinjaman maupun ketentuan lainnya. Demikian pula sebaliknya, lembaga keuangan wajib untuk dijatuhkan sanksi bilamana ada ketidaksesuaian dengan kewajiban yang harus ditunaikan, atau bila terjadi perselisihan antar kedua belah pihak. Namun dalam praktek yang dijalankan oleh informan, bila terdapat nasabah yang tidak mampu mengembalikan atau berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk memenuhi pembayarannya, BMT yang bersangkutan akan menghapuskan pinjamannya (write offi) setelah mengkonfirmasi keadaan tersebut. Memang MUI telah menyebutkan bahwa lembaga keuangan dapat melakukan write off pada sebagian atau seluruh pinjaman setelah dipastikan sebelumnya ketidaksanggupan pengembalian oleh nasabah, namun dalam hal ini rupanya tidak ada sanksi yang diberlakukan. BMT bahkan membuka peluang bagi nasabah yang bersangkutan untuk dapat mengajukan pinjaman lagi kelak di kemudian hari. Sanksi yang ditetapkan MUI untuk diberlakukan tidak terbatas pada penjualan barang jaminan. BMT juga tidak menutup akses nasabah atau memasukkannya dalam black list. Kemuliaan dan kebaikan yang diperoleh dari jalan bersedekah begitu besar, hingga Khalifah Umar bin Abdul Aziz radiallahu anhu berkata, Shalat akan mengantarkan kalian setengah jalan, puasa mengantarkan kalian ke pintu kerajaan, dan sedekah membawa kalian masuk ke dalamnya. (Al-Ghazali, 2001:152). Dengan kata lain, setiap umat Islam yang menginginkan kebaikan di dunia dan di akhirat dapat menjadikan sedekah sebagai salah satu pintu terdekat untuk meraih hal tersebut. Sedekah melalui qardhul hasan kepada mereka yang membutuhkannya, terutama kepada hal-hal yang positif dan membawa manfaat, misalnya seperti usaha kecil yang mendorong perekonomian rakyat, bernilai lebih tinggi daripada sedekah kepada peminta-peminta, karena peminjam tidak akan meminjam kecuali saat membutuhkan. Baitul Maal Hidayatullah, yang selanjutnya disebut dengan BMH, termasuk BMT yang ketat dalam pengelolaan qardhul hasan. Beberapa waktu yang lalu BMH mendapat bantuan dana berupa pinjaman lunak dari salah satu bank besar di kota Malang, yaitu Bank X. Jumlah pinjaman itu mencapai puluhan juta rupiah. Kemudian dana tersebut disalurkan kepada para kenalan lembaga yang memiliki kemampuan untuk mengelola qardhul hasan. Sebagai contoh, dalam suatu kelompok kajian kecil, atau kepada usaha tertentu berskala kecil, BMH memberikan pinjaman dengan nominal kasar Rp 10 juta. Jangka waktu yang diberikan untuk memenuhi pelunasan pinjaman kurang lebih sepuluh bulan atau satu tahun.

15

Tabel 3 : Penyaluran Qardhul Hasan 2011


Bulan Januari Keterangan Penyaluran Pak Budiman Penyaluran Pak Sujono Februari Penyaluran Bu Nur Penyaluran Pak Achmad H April Juli September Penyaluran Bu Isro Penyaluran Pak Amrozi Penyaluran Pak Makin Penyaluran Bu Damiati Oktober November JUMLAH Sumber : Jurnal Kas Keluar BMA 2011 (diolah) Penyaluran Bu Wiwin M Penyaluran Bu Wiwin M Jumlah Rp 500.000,00 Rp 500.000,00 Rp 200.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp 500.000,00 Rp 1.500.000,00 Rp 200.000,00 Rp 1.500.000,00 Rp 300.000,00 Rp 6.200.000,00

Melalui izin dua BMT yang telah mengakui peran yang dimiliki dalam alokasi qardhul hasan pada usaha-usaha kecil yang membutuhkan modal di wilayah kota Malang, data yang menunjukkan jumlah dan penerima pinjaman sepanjang tahun 2011 yang telah diolah dapat ditampilkan dalam bab ini. Data ini sangat relevan karena adanya pernyataan mengenai sasaran utama qardhul hasan yang terpusat pada usaha-usaha kecil atau sektor riil di wilayah kota Malang dan sekitarnya. Data historis yang diberikan baik oleh BMA maupun Kanindo Syariah adalah berupa neraca berisi data pemasukan dan pengeluaran secara terperinci, namun hanya data yang relevan dengan bab ini saja yang ditampilkan, yaitu Jurnal Kas Masuk dan Jurnal Kas Keluar yang mencantumkan penyaluran qardhul hasan kepada masyarakat, yang telah diolah sebagaimana yang ditunjukkan oleh Tabel 5.1 tersebut. Walaupun BMA tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai usaha-usaha apa saja yang dijalankan oleh para nasabah yang mendapatkan pinjaman ini, namun mereka tetap meyakinkan dengan tegas bahwa sasaran utama qardhul hasan adalah para pelaku bisnis usaha kecil, dengan rentang pinjaman maksimal Rp 2 juta, dengan pemberian contoh usaha seperti penjual gorengan, pemilik warung ayam kentucky, penjual tusuk sate, dan lain sebagainya. Dapat dilihat dalam tabel 5.1 bahwa Pak Amrozi termasuk salah satu nasabah yang mendapatkan pinjaman pada bulan Juli tahun 2011, dengan nominal sebesar Rp 1.500.000,00. Jumlah pinjaman terbesar adalah Rp 1.500.000,00 dan yang terkecil jumlahnya memiliki rentang cukup jauh, yaitu sebesar Rp 200.000,00.

16

Tabel 4 : Penerimaan Qardhul Hasan 2011


Bulan Januari Keterangan Angsuran Bu Damiati Angsuran Pak A. Hasan Angsuran Bu Nur Angsuran Pak Alimin Angsuran Pak Makin Angsuran Pak Budiman Februari Angsuran Bu Damiati Angsuran Pak A. Hasan Angsuran Pak Alimin Angsuran Pak Makin Angsuran Pak Budiman Maret Angsuran Bu Damiati Angsuran Pak Bambang Angsuran Pak Makin April Angsuran Bu Damiati Angsuran Pak Bambang Angsuran Pak Makin Angsuran Pak Budiman Mei Angsuran Pak Makin Angsuran Pak Budiman Angsuran Bu Damiati Penerimaan lain-lain Juni Juli Angsuran Pak Makin Angsuran Pak Makin Angsuran Bu Damiati Agustus Angsuran Pak Amrozi Angsuran Pak Makin September Angsuran Pak Amrozi Angsuran Bu Damiati Angsuran Pak Makin Jumlah Rp 200.000,00 Rp 75.000,00 Rp 100.000,00 Rp 100.000,00 Rp 600.000,00 Rp 50.000,00 Rp 200.000,00 Rp 50.000,00 Rp 50.000,00 Rp 300.000,00 Rp 50.000,00 Rp 200.000,00 Rp 50.000,00 Rp 300.000,00 Rp 200.000,00 Rp 50.000,00 Rp 300.000,00 Rp 50.000,00 Rp 300.000,00 Rp 50.000,00 Rp 200.000,00 Rp 150.000,00 Rp 300.000,00 Rp 300.000,00 Rp 200.000,00 Rp 150.000,00 Rp 300.000,00 Rp 135.000,00 Rp 200.000,00 Rp 200.000,00

17

Lanjutan : Tabel 4 : Penerimaan Qardhul Hasan 2011


Bulan Oktober Keterangan Angsuran Pak Makin Angsuran Bu Sujono Angsuran Bu Win Angsuran Bu Isro JUMLAH Jumlah Rp 300.000,00 Rp 80.000,00 Rp 300.000,00 Rp 50.000,00 Rp 5.590.000,00

Sumber : Jurnal Kas Masuk BMA 2011 (diolah) Berbeda dengan tabel 5.1 sebelumnya yang memuat informasi terkait penyaluran qardhul hasan sepanjang tahun 2011, tabel 5.2 memberikan data keuangan mengenai penerimaan, atau angsuran dari para peminjam setiap bulannya. Tabel ini jauh lebih panjang dan berisi lebih banyak entry, yang memperlihatkan frekuensi pembayaran pinjaman masing-masing peminjam. Terdapat beberapa nasabah yang melakukan pembayaran dengan cukup rutin, namun tidak ada yang benar-benar tepat membayar setiap bulan. Jumlah angsuran cukup beragam, mulai dari yang tertinggi sebesar Rp 300.000,00 hingga yang terendah dengan nominal Rp 50.000,00. Jumlah pengeluaran alokasi qardhul hasan jika dibandingkan dengan penerimaan dari pembayaran rutin tiap nasabah masih lebih kecil, yang menandakan belum lunasnya kewajiban sebagian atau beberapa nasabah terhadap BMA. Tabel 5 : Penyaluran Qardhul Hasan 2011
Bulan Januari Februari Keterangan Penyaluran Pak Budiman Penyaluran Bu Nur Penyaluran Pak A. Hasan April Juli Oktober JUMLAH Sumber : Jurnal Kas Keluar KANINDO 2011 (diolah) Penyaluran Bu Isro Penyaluran Pak Amrozi Penyaluran Bu Win Jumlah Rp 500.000,00 Rp 200.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp 500.000,00 Rp 1.500.000,00 Rp 300.000,00 Rp 4.000.000,00

Tabel 5.3 menunjukkan jumlah alokasi qardhul hasan yang dikeluarkan oleh Kanindo Syariah sejak bulan Januari hingga Oktober tahun 2011. Jumlah penyaluran ini memiliki selisih dengan alokasi BMA, yaitu Rp 2.200.000,00 lebih sedikit daripada yang disalurkan oleh BMA. Hal ini sesuai dengan pernyataan manajer Kanindo Syariah, yaitu Pak Farhan, bahwa dalam hal penyaluran qardhul

18

hasan lembaga ini masih belum merasa maksimal, karena Kanindo Syariah merupakan lembaga keuangan syariah dengan orientasi pembiayaan-pembiayaan yang lebih bersifat komersil. Bulan-bulan dimana tidak ada pengajuan pinjaman atau tidak ada pinjaman yang diloloskan oleh Kanindo Syariah adalah Maret, Mei, Juni, Agustus, dan September. Nominal pinjaman memiliki rentang dari yang terendah sebesar Rp 200.000,00 hingga yang paling tinggi sebesar Rp 1.500.000,00. Sejauh yang tercantum dalam data, tidak ada pinjaman yang lebih dari nominal Rp 2 juta, sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai latar belakang atau kondisi ekonomi masyarakat yang menjadi muqtaridh bagi Kanindo Syariah. Tabel 5.4 memberikan informasi mengenai penerimaan Kanindo Syariah berupa angsuran qardhul hasan masing-masing peminjam sepanjang tahun 2011. Seperti yang telah ditunjukkan oleh tabel 5.2 sebelumnya, tabel penerimaan ini juga memuat data lebih banyak daripada tabel alokasi qardhul hasan, karena pembayaran cicilan yang nominalnya tidak pasti setiap waktu yang telah ditentukan sesuai kesepakatan, yang dilatabelakangi oleh kemampuan angsuran masing-masing peminjam yang kondisinya tidak menentu. Dalam tabel, jumlah angsuran terbesar mencapai nominal Rp 600.000,00, sedangkan jumlah angsuran terkecil sebesar Rp 50.000,00. Mengenai ketepatan dan kedisplinan dalam pembayaran pinjaman, hanya bulan Juni dan Agustus saja yang tidak terdapat satu pun nasabah yang melakukan pengangsuran. Bulan Juni adalah bulan dimana banyak sekolah yang mulai melakukan pendaftaran siswa baru, dan bulan Agustus adalah bulan suci umat Islam, yaitu Romadhon. Masa pendaftaran siswa baru merupakan waktu dimana para orangtua mengeluarkan banyak biaya terkait dengan keperluan sekolah anakanak mereka, dan bulan puasa merupakan bulan dengan tingkat konsumsi masyarakat yang cukup tinggi, meskipun hal itu bertentangan dengan konsep menahan diri sepanjang bulan tersebut. Tabel 6 : Penerimaan Qardhul Hasan 2011
Bulan Januari Keterangan Angsuran Pak A. Hasan Angsuran Bu Nur Angsuran Pak Alimin Angsuran Pak Makin Angsuran Pak Budiman Februari Angsuran Bu Damiati Angsuran Pak A. Hasan Angsuran Pak Alimin Angsuran Pak Makin Angsuran Pak Budiman Maret Angsuran Bu Damiati Angsuran Pak Bambang Jumlah Rp 75.000,00 Rp 100.000,00 Rp 100.000,00 Rp 600.000,00 Rp 50.000,00 Rp 200.000,00 Rp 50.000,00 Rp 50.000,00 Rp 300.000,00 Rp 50.000,00 Rp 200.000,00 Rp 50.000,00

19

Lanjutan : Tabel 6 : Penerimaan Qardhul Hasan 2011


April Angsuran Bu Damiati Angsuran Pak Bambang Angsuran Pak Makin Angsuran Pak Budiman Mei Juli September Angsuran Bu Damiati Angsuran Bu Damiati Angsuran Bu Damiati Angsuran Pak Makin Oktober Angsuran Bu Sujono Angsuran Bu Win Angsuran Bu Isro JUMLAH Sumber : Jurnal Kas Masuk KANINDO 2011 (diolah) Rp 200.000,00 Rp 50.000,00 Rp 300.000,00 Rp 50.000,00 Rp 200.000,00 Rp 200.000,00 Rp 200.000,00 Rp 200.000,00 Rp 80.000,00 Rp 300.000,00 Rp 50.000,00 Rp 3.655.000,00

Pada titik inilah qardhul hasan sangat diperlukan untuk turut andil dalam melancarkan tumbuh kembang usaha kecil yang terseret-seret karena faktor modal, karena walaupun usaha mikro, kecil, dan menengah telah menunjukkan peranannya dalam perekonomian nasional, namun pada kenyataannya sektor tersebut masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik dalam hal internal maupun eksternal (UU no.20 tahun 2008). Secara eksplisit, dalam undang-undang tersebut pemerintah mengungkapkan bahwa salah satu hambatan yang berpotensi menghalangi pertumbuhan usaha kecil di Indonesia adalah permodalan. Dengan adanya berbagai kemudahan yang dimiliki oleh pinjaman lunak bernama qardhul hasan ini, tidak heran bahwa pinjaman ini sangat populer di kalangan masyarakat menengah ke bawah, dengan catatan mereka yang pernah mendapat alokasi pinjaman atau yang mendengar dari kerabat yang telah/sedang mendapatkan penyaluran. Namun tidak berarti sembarang orang bisa mendapatkan akses pada qardhul hasan, karena pinjaman ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan dan berada dalam kondisi tidak mampu untuk menyokong dirinya, baik dalam keperluan hidup maupun usaha yang dirintis. H. THERE IS NO FREE LUNCH Sehubungan dengan karakteristik qardhul hasan yang jauh dari segala bentuk riba dan derivasinya, maka bukan hal yang mencengangkan sebenarnya jika sikap dan minat lembaga keuangan cenderung bergerak ke arah yang berlawanan. Tanpa ada kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, lembaga keuangan manapun akan berpikir dua kali untuk melakukan sebuah transaksi.

20

Ketidakpopuleran dalam memanfaatkan qardhul hasan bagi motor penggerak sektor riil alih-alih menyisipkannya sebagai akad penyokong produk syariah yang menguntungkan (kartu kredit syariah, dana talangan haji, dan lain sebagainya) nampaknya memang memiliki ujung pangkal berupa minimnya celah untuk mengambil profit. Resiko yang tidak kecil tersebut merupakan salah satu alasan yang menyurutkan lembaga keuangan untuk aktif menggalakkan qardhul hasan sebagai salah satu program kerja yang memiliki prospek cemerlang. Biaya yang ditimbulkan pun tidak sedikit, seperti pengorbanan waktu, biaya transportasi, dan biaya peluang (opportunity cost) yang hilang karena mengalirkan dana pada pinjaman lunak yang tidak pasti peluang kembalinya, dan yang tidak menghasilkan keuntungan apa-apa. Kalaupun memang ada infak secara sukarela dan tidak ditetapkan di awal yang dibayarkan nasabah di akhir pengembalian, jumlahnya tidak dapat dipastikan. Begitu jauh perbedaan antara konsep qardhul hasan yang dituliskan dalam Al Quran dan hadits, serta yang dicantumkan dalam fatwa MUI, dengan praktek yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan saat ini. Persepsi para lembaga tersebut seolah bergerak menjauh dari konsep pinjaman kebajikan yang bersifat lunak dan ditujukan kepada masyarakat yang tidak mampu, menuju kepada sebuah akad untuk menunjang produk berlabel syariah dengan keuntungan yang tidak sedikit. Penyaluran yang tidak maksimal dalam mengalokasikan qardhul hasan bagi usaha-usaha kecil berjalan berdampingan dengan kemajuan pesat dalam penggunaan akad ini dalam wujud yang benar-benar baru, sesuai dengan perkembangan jaman dan kemajuan yang terjadi pada investasi sektor keuangan. Akar dari minimnya perhatian dan minat lembaga keuangan pada pemanfaatan qardhul hasan dalam segi peningkatan mutu usaha kecil dan penggerak sektor riil memang adalah kenyataan yang hingga sampai kapan pun akan terus melekat pada pinjaman lunak tersebut. Resiko tinggi, biaya yang dikorbankan, keuntungan yang terlepas dari tangan, dan keterbatasan lembaga dalam pengelolaan merupakan kenyataan yang tidak terbantahkan, sesuai dengan data-data yang telah dicantumkan sebelumnya. Qardhul hasan adalah sebuah pilihan, bukan kewajiban, dan mayoritas lembaga keuangan Islam saat ini memilih untuk tetap fokus pada akad syariah lain yang mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Bagaimanapun, ekonomi Islam adalah sistem yang berada di jalur syariat dengan menaati dua pedoman tertinggi sebagai hukum absolut di dalamnya, yaitu Al Quran dan Hadits. Dua hal tersebut adalah dasar dari segala praktek dan transaksi ekonomi Islam. Seiring dengan perkembangan jaman, jenis transaksi pun berkembang pesat, menyesuaikan diri dengan berbagai kebutuhan baru yang lahir. Dengan bertambahnya masyarakat yang menyadari pentingnya untuk kembali berkiblat pada syariah dalam menjalankan segala aspek kegiatan dalam hidup, banyak lembaga keuangan konvensional akhirnya mengonversi dirinya menjadi lembaga yang berlandaskan syariat Islam. Namun, Islam sendiri merupakan agama yang sempurna. Islam adalah agama sepanjang masa yang ditujukan kepada segala lapisan umat manusia, rahmatan lil alamin, yang tak akan lekang oleh waktu dan perubahan jaman. Bagaimanapun drastis evolusi teknologi dan perekonomian yang sedang berlangsung dan yang akan terjadi di masa mendatang, hukum Islam tidak akan

21

pernah ketinggalan jaman. Allah subhanahu wa taala menurunkan Al Quran bagi seluruh umat manusia hingga akhir waktu nanti. Oleh karena itu, kemajuan transaksi ekonomi di era sekarang bukan merupakan alasan bagi syariat Islam untuk ditinggalkan, karena dianggap tidak lagi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Walaupun demikian, bukan berarti pilihan untuk mengalokasikan qardhul hasan sebagai pinjaman modal bagi sektor riil menjadi lebih menarik bagi lembaga keuangan. Tidak adanya keuntungan yang dapat diraih serta biaya transaksi yang dikeluarkan merupakan dua hal utama yang paling menjatuhkan pamor pinjaman lunak ini, di samping fakta bahwa ada resiko tinggi yang terus mengiringi. Meski dana berasal dari alokasi untuk tujuan sosial, lembaga keuangan tetap harus mengorbankan waktu, biaya transportasi, dan energi bagi nasabah qardhul hasan, di luar biaya administrasi yang telah dibebankan kepada peminjam. Sebagai praktisi keuangan, merupakan hal yang sangat jelas untuk berpikir bahwa peluang sebuah transaksi yang tidak mendatangkan keuntungan untuk dipilih sebaiknya ditekan hingga batas minimal. Oleh sebab itu, pemantapan kembali pada tolak ukur dalam mengarungi kehidupan ini sangat diperlukan. Manusia diciptakan semata-mata adalah untuk menyembah Allah subhanahu wa taala. Persinggahan sementara di dunia ini adalah kesempatan emas untuk meraih kesejahteraan dalam kehidupan berikutnya yang tidak akan pernah kembali lagi. Jalan pikir ekonomi konvensional yang telah begitu mendarahdaging hingga pada elemen-elemen terkecil pun sudah berubah menjadi hal biasa. Sistem sosial saat ini seolah telah mendasarkan segalanya pada capital. Untung rugi sudah merupakan kerangka berpikir mutlak yang masuk akal. Ekonomi konvensional telah membuktikan dirinya tak lepas dari celahcelah penuh kekurangan, dengan terus berulangnya krisis keuangan konvensional dunia. Kapitalisme merupakan ide yang lahir dari pemikiran manusia. Selama suatu ideologi yang keluar adalah buah pikiran manusia, maka ia akan terus berubah. Demikian halnya dengan sosialisme ataupun komunisme. Namun, ada satu hal yang tidak akan berubah, yaitu hukum Allah, hukum Islam. Ekonomi Islam akan terus mampu menyesuaikan diri dengan evolusi ekonomi yang seperti apapun, dengan terus berpegang pada dua landasan hidup absolut, yaitu Al Quran dan Sunnah. Islam is welcome to everyone, and everyone is welcome to Islam. I. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kedua belah pihak, yaitu BMT dan nasabah, sepakat bahwa qardhul hasan merupakan hal yang sangat penting terkait dengan pembangunan sektor riil melalui permodalan bisnis usaha kecil. Selain itu, qardhul hasan dinilai telah cukup efektif dalam mekanisme pengalokasian dana pada masyarakat yang menjadi sasaran pinjaman tersebut. Qardhul hasan dengan segala karakteristiknya yang tidak terdapat dalam jenis transaksi apapun dalam ekonomi konvensional membuat pinjaman ini tidak familiar di telinga kebanyakan orang, terutama yang mengenal produk-produk syariah hanya berdasarkan produk konvensional yang memiliki kata syariah di belakangnya. Penerapan yang salah kaprah cenderung membuat potensi pinjaman ini menjadi kabur. Menjalankan transaksi keuangan syariah bukanlah perkara dunia saja, dan pertanggungjawabannya sungguh berat di kemudian hari.

22

Bagaimanapun drastis evolusi teknologi dan perekonomian yang sedang berlangsung dan yang akan terjadi di masa mendatang, hukum Islam tidak akan pernah ketinggalan jaman. Allah subhanahu wa taala menurunkan Al Quran bagi seluruh umat manusia hingga akhir waktu nanti. Oleh karena itu, kemajuan transaksi ekonomi di era sekarang bukan merupakan alasan bagi syariat Islam untuk ditinggalkan, karena dianggap tidak lagi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selama suatu ideologi yang dijalankan di dunia ini adalah apa yang keluar dari buah pikiran manusia, maka hal itu akan terus berubah. Sebagai contohnya pemikiran yang menjadi dasar berlangsungnya ekonomi konvensional. Namun, ada satu hal yang tidak akan berubah, yaitu hukum Allah. Ekonomi Islam akan terus mampu menyesuaikan diri dengan evolusi ekonomi yang seperti apapun, dengan terus berpegang pada dua pedoman hidup absolut, yaitu Al Quran dan Sunnah.

23

DAFTAR PUSTAKA Ahmed, Habib. 2002. Financing microenterprises: an analytical study of islamic microfinance institutions. Islamic Economic Studies. Ahmed, Habib. 2007. Waqf-based microfinance: realizing the social role of islamic finance. Makalah disajikan dalam Seminar Internasional Integrating Awqaf in The Islamic Financial Sector, Singapura, 6-7 Maret. Al-Asqalani, Al-Hafizh Ibnu Hajar. 2007. Terjemahan Lengkap Bulughul Maram. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. Al-Asqalani Ibn Hajar. 2010. Bulughul Maram: Panduan Lengkap MasalahMasalah Fiqh, Akhlak, dan Keutamaan Amal. Bandung: Khazanah. Al Quran. 2009. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Al-Ghazali, Imam. 2001. Ihya Ulumuddin: Rahasia-Rahasia Bersuci, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji. Bandung: Marja. Antonio, Muhammad Syafii. 2005. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani dan Tazkia Cendekia. Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Bank Indonesia. Undang Undang No. 20 tahun 2008. Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah. www.bi.go.id/publikasi diakses 4 November 2011 Bank Muamalat. 2009. Produk Pembiayaan Talangan Haji: Dana Talangan Porsi Haji. www.muamalatbank.com/home/produk/pembiayaan_talangan_haji diakses 8 Mei 2012 BNI Syariah. 2011. Pembiayaan IB Hasanah http://www.bnisyariah.co.id/productDetail.do diakses 8 Mei 2012 Card.

Dusuki, Asyraf Wajdi. 2008. Banking for the poor: the role of islamic banking in microfinance initiatives. Humanomics, Vol 4, (No 1). Dewan Syariah Nasional. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.17 DSN-MUI/IX tahun 2000. Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia. Dewan Syariah Nasional. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.19 DSN-MUI/IV tahun 2001. Al Qardh. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia. Dewan Syariah Nasional. Fatwa Dewan Syariah Nasional No No.54/DSN-MUI/X tahun 2006. Syariah Card. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia.

24

Farooq, Mohammad Omar. 2008. Qard hasan, wadiah/amanah and bank deposits: applications and misapplications of some concepts in islamic banking. Bahrain Institute of Banking and Finance. Karim, Adiwarman A. 2007. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani. Munir, Misbahul. 2007. Ajaran-Ajaran Ekonomi Rasulullah: Kajian Hadits Nabi Dalam Perspektif Ekonomi. Malang: UIN-Press. Nasution, Anwar. 2003. Masalah-masalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Nazirwan, Mohamad. 2009. Embracing The Islamic Community-Based Microfinance for Poverty Alleviation. www.mikrobanker.wordpress.com diakses 31 Oktober 2011 Khan, Ajaz A. 2009. Translating faith into development. Islamic Relief, Secours Islamique. Khan, Fahim. 1998. Social dimensions of islamic banks in theory and practice. Islamic Research and Training Institute: Islamic Development Bank. Khan, Feisal. 2010. How islamic is islamic banking. Journal of Economic Behaviour and Organization. Kilborn, Jason J. 2010. Foundations of forgiveness in islamic bankruptcy law: sources, methodology, diversity. Social Science Research Network. Peraturan Menteri Keuangan No 11/PMK 010 tahun 2011. Kesehatan Keuangan Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah. Departemen Keuangan. www.depkeu.go.id diakses 4 Mei 2012 Republika. 2010, 24 Agustus. AASI: Penerapan Qardh Memberatkan.Hlm. 15 Republika. 2010, 24 Agustus. Instrumen Investasi Emas.Hlm. 15 Republika. 2011, 9 Februari. Badan Hukum.Hlm. 15 Oktarianisa, Sefti. Republika. 2011, 9 Februari. Badan Hukum. Hlm. 15 Siddiqi, Mohammad Nejatullah. 2006. Role of shariah expert banking. Makalah disajikan dalam Seminar Internasional Select Ethical and Methodological Issues in Shari`a-Compliant Finance Seventh Harvard Forum on Islamic Finance Cambridge, USA, 21 April.

25

Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia. Surat Edaran No 14/7/DPbS tahun 2012. Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Bank Indonesia. Zubaidah, Siti. 2010. Pengembangan model sistem pengendalian pada aliansi strategis berbasis syariah. Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan.

Anda mungkin juga menyukai