Anda di halaman 1dari 4

1.

Dasar hukum perjanjian jual beli,


Pasal 1457 – pasal 1540 KUHPerdata, untuk pengertian jual beli sendiri
tercantum dalam pasal 1457 KUHPerdata sebagai berikut :
“Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang dijanjikan.”

Dasar hukum perjanjian sewa menyewa, Pasal 1548 – pasal 1600


KUHPerdata, untuk pengertian sewa menyewa tercantum dalam pasal 1548
KUHPerdata sebagai berikut:
“Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak
yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang
disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan
pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.”

Dari definisi perjanjian jual-beli maupun sewa menyewa dapat ditarik


kesimpulan bahwa perbedaan kedua transaksi tersebut terletak pada hak
milik atas barang yang dijadikan sebagai obyek transaksi, dalam jual beli,
yang diserahkan oleh pemilik barang adalah hak milik atas barang dan
pembeli wajib membayar harga sesuai kesepakatan/perjanjian kepada pemilik
barang. Sedangkan dalam sewa menyewa, pihak pemilik barang hanya
menyerahkan pemakaiannya/manfaat dari barang dan penyewa wajib
membayar kan harga sesuai kesepakatan kepada pemilik barang untuk dapat
merasakan/mendapatkan manfaat barang tersebut, sedang hak milik atas
barang tersebut tetap berada pada tangan yang menyewakan (pemilik
barang).

Contoh kasus jual-beli :


A dan B sepakat untuk melakukan transaksi jual beli rumah dan tanah
seharga 300 juta rupiah, dimana A sebagai Pemilik rumah dan tanah (penjual)
dan B sebagai pembeli. Setelah B membayarkan uang sejumlah 300 juta
rupiah kepada A, maka hak kepemilikan rumah dan tanah tersebut berpindah
kepada B.

Contoh kasus sewa menyewa :


C dan D sepakat untuk melakukan transaksi sewa menyewa rumah seharga
15 juta rupiah selama 1 tahun, dimana C sebagai Pemilik rumah dan D
sebagai penyewa. Setelah D membayarkan uang sejumlah 15 juta rupiah
kepada C, maka D berhak untuk menempati/mendapatkan manfaat dari
rumah tersebut selama 1 tahun, tetapi hak kepemilikan rumah tersebut tetap
berada pada C.

2. A. Persekutuan Perdata
 Pengertian :
Menurut pasal 1618 KUHPerdata, Persekutuan/Perseroan perdata
adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang berjanji
untuk memasukkan sesuatu ke dalam perseroan itu dengan maksud
supaya keuntungan yang diperoleh dari perseroan itu dibagi di antara
mereka.
 Contoh :
Kantor Akuntan Publik, dimana beberapa Akuntan profesional
berkumpul menjadi satu dan mendirikan Kantor Akuntan Publik dengan
tujuan memberikan jasa sebagai profesional yang telah memiliki izin
dari negara untuk melakukan praktik sebagai akuntan swasta yang
bekerja secara independen.

B. Penanggungan Utang
 Pengertian :
Menurut pasal 1820 KUHPerdata, Penanggungan utang ialah suatu
persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu
tidak memenuhi perikatannya.
 Contoh :
Doni mempunyai hutang sebesar Rp 10jt kepada Dino, untuk
pembiayaan renovasi toko. Untuk menjamin Doni akan membayar
hutangnya kepada Dino, maka Danu (ayah Doni) yang akan menjamin
pelunasan hutang Doni bilamana Doni tidak membayar. Jadi intinya
bila Doni nanti tidak bisa membayar hutang sebesar Rp. 10jt tersebut,
maka Danu yang akan melunasi kewajiban Doni ke Dino.
C. Hapusnya Perikatan.
 Pengertian :
Suatu perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang
tertentu yang menjadi prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk
menyerahkannya kepada kreditur. Sedangkan menurut pasal 1381
KUHPerdata, terdapat 10 sebab Hapusnya perikatan, yaitu :
1) karena pembayaran;
2) karena penawaran pembayaran tunai, diikuti 3) dengan
penyimpanan atau penitipan;
4) karena pembaruan utang;
5) karena perjumpaan utang atau kompensasi;
6) karena percampuran utang;
7) karena pembebasan utang;
8) karena musnahnya barang yang terutang;
9) karena berlakunya suatu syarat pembatalan,
10) karena lewat waktu.
 Contoh :
Perjanjian jual-beli handphone antara Bagas dan Dimas. Bagas
membeli handphone milik Dimas, maka saat Bagas membayar harga
handphone milik Dimas dan Dimas menyerakan handphone miliknya
kepada Bagas yang berarti lunas semua kewajiban masing-masing
pihak, maka perjanjian jual-beli antara Bagas dan Dimas dianggap
berakhir/hapus.
(Hapus nya perikatan karena pembayaran).

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menandatangani sebuah perjanjian:


1) Judul perjanjian
2) Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian
3) Latar belakang/recital yang mendasari dibuatnya perjanjian
4) Apa yang menjadi kesepakatan
5) Hak, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terikat
perjanjian
6) Metode penyelesaian jika ada masalah yang timbul.
7) Pastikan bahwa dalam perjanjian kontrak ini tidak ada pihak yang
dirugikan atau lebih diuntungkan.

4. A. Cara mengajukan pembatalan perjanjian adalah dengan mengajukan


gugatan, pengajuan gugatan disarankan menggunakan kuasa hukum agar
nantinya gugatan dapat diterima oleh pengadilan. Gugatan pembatalan
perjanjian harus dilakukan di tempat perjanjian tersebut dibuat dan diajukan
ke Pengadilan Negeri. Karena Penuntutan pembatalan perjanjian harus
dilakukan melalui pengadilan sehingga yang membatalkan perjanjian adalah
hakim sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata :
“Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal
balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal
demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus
dimintakan kepada Pengadilan.”

B. Yang patut disalahkan dalam ilustrasi kasus ini adalah PT. Terus Maju.
Menurut saya tidak dapat dibenarkan PT. Terus Maju melakukan perjanjian
kerjasama dengan PT. Terus Ajah disaat PT. Terus Maju masih terikat
perjanjian dengan PT. Maju Terus. Hal ini merujuk pada pasal 1315
KUHPerdata dimana pada pasal tersebut diatur :
“Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau
meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.”

Pasal 1315 KUH Perdata tersebut mengandung pengertian bahwa para pihak
tidak boleh mempunyai tujuan untuk atau mengikutsertakan orang lain atau
mengikat pihak ketiga selain daripada mereka sendiri. Intinya, suatu
perjanjian hanya berlaku dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal ini
kemudian dipertegas dalam Pasal 1340 KUH Perdata :

“Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.


Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga; persetujuan tidak dapat
memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan
dalam pasal 1317 KUHPerdata”
Pasal 1317 KUHPerdata:
“Dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu
perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang
lain, mengandung syarat semacam itu. Siapa pun yang telah menentukan
suatu syarat, tidak boleh menariknya kembali, jika pihak ketiga telah
menyatakan akan mempergunakan syarat itu.”

Dari ilustrasi contoh kasus diatas tidak disebutkan bahwa dalam Perjanjian
kerjasama antara PT. Maju Terus dengan PT. Terus Maju memuat
kesepakatan bahwa PT. Terus Maju dapat membuat perjanjian kerjasama
dengan pihak ketiga selain PT. Maju Terus. Maka perjanjian kerjasama antara
PT. Terus Maju dengan PT. Terus Ajah menurut saya adalah tindakan
melanggar hukum.

Anda mungkin juga menyukai