Anda di halaman 1dari 214

KEAMANAN

NASIONAL
INDONESIA
Strategi, Sinergi, dan Sinkronisasi untuk Keamanan
Nasional yang Lebih Baik

Aris Toteles Sufiuddin, ST., M.Ipol., MOS., MCE

CV. AKSARA GLOBAL AKADEMIA


2023
i
KEAMANAN NASIONAL INDONESIA
Strategi, Sinergi, dan Sinkronisasi untuk Keamanan Nasional yang Lebih Baik
Penulis : Aris Toteles Sufiuddin, ST., M.Ipol., MOS., MCE
Editor : Mia Kusmiati, SE., MM., CT., MOS., MCE
Cover & Layout : Aksara Publications

Diterbitkan oleh:
CV. AKSARA GLOBAL AKADEMIA
Anggota IKAPI No: 414/JBA/2021
Kantor:
Intan Regenci Blok W-13, Jl. Otto Iskandardinata, Tarogong, Garut, Jawa Barat.
Kode Pos: 44151. Mobile: 081-2222-3230 – 0895-1961-0629.
E-mail: aksaraglobal.info@aksaraglobal.info
Website: aksaraglobal.info – aksaraglobal.co.id
INDONESIA

Copyright © September, 2023


Cetakan Pertama

Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Aris Toteles Sufiuddin, ST., M.Ipol., MOS., MCE. Keamanan Nasional Indonesia: Strategi, Sinergi,
dan Sinkronisasi untuk Keamanan Nasional yang Lebih Baik

Garut – CV. Aksara Global Akademia. 2023.


x+ 200hal; 15.5 cm x 23 cm
ISBN: 978-623-8049-70-7

I. Judul
II. Penulis
1. Keamanan Nasional Indonesia 2. Strategi 3. Sinergi 4. Sinkronisasi 5. Keamanan Nasional yang
Lebih Baik

AGA – 201.Spt

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam
bentuk apa pun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk tidak terbatas pada memfotokopi,
merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa seizin tertulis dari penerbit.

ii
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta yang meliputi penerjemahan dan
pengadaptasian Ciptaan untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (Tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima Ratus
Juta Rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta yang meliputi penerbitan, penggandaan dalam
segala bentuknya, dan pendistribusian Ciptaan untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (Empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
1.000.000,000,00 (Satu Miliar Rupiah).
3. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada poin kedua di atas yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(Sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000,000,00 (Empat Miliar
Rupiah).

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, kami bermaksud untuk mengawali buku ini dengan doa dan rasa
syukur yang mendalam. Buku yang berjudul "Keamanan Nasional Indonesia:
Strategi, Sinergi, dan Sinkronisasi untuk Keamanan Nasional yang Lebih Baik"
ini merupakan suatu upaya kolektif yang diharapkan akan membawa manfaat
dan pemahaman yang lebih mendalam tentang isu penting dalam konteks
pembangunan negara Indonesia, yaitu keamanan nasional.
Keamanan nasional adalah suatu topik yang memegang peranan kunci
dalam memastikan kelangsungan dan kemajuan bangsa. Buku ini bukan hanya
merupakan kompilasi data dan analisis, melainkan juga merupakan refleksi
mendalam terhadap berbagai tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam
menjaga keamanan, serta solusi-strategi yang perlu diambil untuk
memperkuatnya. Kami berharap buku ini dapat menjadi sumber referensi yang
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya para pemangku kebijakan, peneliti,
dan mereka yang peduli akan keamanan nasional.
Keamanan nasional memiliki peran yang sangat penting di Indonesia,
sebagaimana halnya di negara-negara lain. Peran keamanan nasional
mencakup sejumlah aspek kunci, yang mendukung stabilitas dan kedaulatan
negara. Pertahanan dari ancaman militer menjadi prioritas utama, di mana
Indonesia perlu memiliki kekuatan pertahanan yang kuat untuk melindungi
wilayahnya dan mencegah potensi agresi dari luar. Pengamanan wilayah
perbatasan, terutama dalam kepulauan yang luas, juga esensial untuk
mencegah penyelundupan ilegal, perdagangan manusia, dan potensi ancaman
terhadap kedaulatan. Selain itu, pemberantasan terorisme menjadi isu krusial,
dengan pemerintah berupaya keras untuk mengidentifikasi dan memerangi
kelompok-kelompok teroris yang dapat menggoyahkan stabilitas negara.

iv
Keamanan nasional juga mencakup perlindungan sumber daya alam dari
eksploitasi ilegal serta pengamanan laut untuk mengatasi ancaman seperti
pencurian ikan dan penyelundupan narkoba. Stabilitas ekonomi juga terjaga
melalui upaya keamanan ekonomi yang melibatkan penanganan inflasi,
fluktuasi mata uang, dan gangguan ekonomi lainnya. Pencegahan konflik
sosial, perlindungan terhadap ancaman non-militer seperti bencana alam dan
pandemi, serta kerja sama internasional dalam diplomasi, perdagangan, dan
masalah global, semuanya merupakan elemen krusial dari upaya menjaga
keamanan nasional Indonesia. Pemerintah harus terus mengembangkan
kapabilitas militer, polisi, dan keamanan dalam negeri guna memenuhi tugas-
tugas ini dan menjaga integritas serta keamanan negara.
Dengan ketajaman analisis dan wawasan yang mendalam, penulis
berusaha menguraikan berbagai aspek penting keamanan nasional dan
menawarkan pandangan serta rekomendasi yang bernilai dalam rangka
meningkatkan efektivitas sistem keamanan nasional Indonesia.
Semoga buku ini dapat memberikan kontribusi positif kepada
pemerintah, lembaga-lembaga terkait, maupun masyarakat umum dalam
memahami dan menerapkan konsep keamanan nasional yang holistik.
Akhir kata, terima kasih kepada penerbit CV. Aksara Global Akademia
atas diterbitkannya buku ini, dan kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan dan masukan dalam proses penulisan buku ini. Semoga Allah SWT
senantiasa memberkahi upaya kita dalam menjaga keutuhan dan keamanan
bangsa.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 01 September 2023

ARIS TOTELES SUFIUDDIN, ST., M.IPOL., MOS., MCE

v
SINOPSIS

Dalam era globalisasi, keamanan nasional Indonesia menghadapi


tantangan yang semakin kompleks. Buku "Keamanan Nasional Indonesia:
Strategi, Sinergi, dan Sinkronisasi untuk Keamanan Nasional yang Lebih Baik"
ditulis oleh Aris Toteles Sufiuddin, seorang ahli yang memiliki latar belakang
multidisiplin, menggali ke dalam berbagai aspek keamanan nasional, baik dari
sisi ancaman maupun solusi.

Dengan mengedepankan tiga konsep kunci; strategi, sinergi, dan


sinkronisasi, buku ini membahas bagaimana Indonesia dapat meningkatkan
keefektifan dan koordinasi antara berbagai elemen negara dalam menghadapi
tantangan keamanan. Dari ancaman non-tradisional seperti terorisme dan cyber
security, hingga tantangan geopolitik di kawasan, penulis menyajikan analisis
mendalam dan rekomendasi praktis.

Lewat narasi yang lugas dan didukung oleh data empiris, buku ini
sekaligus menjadi panduan bagi pembuat kebijakan, akademisi, maupun
masyarakat umum dalam memahami dan berkontribusi aktif bagi keamanan
nasional yang lebih baik untuk Indonesia.***

vi
DAFTAR ISI

No Isi Hal

1 KATA PENGANTAR iv

2 SINOPSIS vi

3 DAFTAR ISI viii

4 TENTANG PENULIS x

BAB I KONSEP KEAMANAN NASIONAL 1

1.1 Pendahuluan 2
5 1.2 Konsep Keamanan Nasional 4

1.3 Peran Penting Keamanan Nasional di Indonesia 7

BAB II LANDASAN TEORI KEAMANAN 11


NASIONAL

2.1 Reformasi Sektor Keamanan (Security Sector


12
6 Reform)
2.2 Comprehensive Security 17
2.3 Keamanan Nasional (National Security) 25
2.4 Sinkronisasi 42

BAB III KEAMANAN NEGARA SEBAGAI SALAH 45


SATU ASPEK DARI KEAMANAN NASIONAL
7
3.1 Pertahanan Negara (State Defence) 46
3.2 Keamanan Dalam Negeri (Internal Security) 64

vii
No Isi Hal

BAB IV KEAMANAN DAN KETERTIBAN 81


MASYARAKAT SERTA KEAMANAN MANUSIA
SEBAGAI ASPEK DARI KEAMANAN NASIONAL
8
4.1 Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Public 82
Order)
4.2 Keamanan Manusia (Human Security) 112

BAB V WACANA PEMBENTUKAN DEWAN 149


KEAMANAN NASIONAL

5.1 Tidak dalam Struktur Rigid melainkan Fungsi- 151


Fungsi Keamanan Nasional
5.2 Tumpang Tindih Kebijakan dalam Pelaksanaan
9 173
Keamanan Nasional di Indonesia
5.3 Transformasi Dewan Ketahanan Nasional menjadi
179
Dewan Keamanan Nasional
5.4 Undang-Undang Keamanan Nasional (UU 187
Kamnas)

10 DAFTAR PUSTAKA 193

viii
TENTANG PENULIS

Letnan Kolonel ADM Aris Toteles Sufiuddin,


S.T., M.Ipol., MOS., MCE

Profil Umum:
Penulis lahir di Ambon pada 14 Desember 1979. Ia
menganut agama Islam dan memiliki NRP/NBI
528756. Mengawali pendidikannya di SDN I
Purwotengah Mojokerto pada tahun 1992, ia lantas
melanjutkan ke SMPN I Kodya Mojokerto dan
menyelesaikan pada tahun 1995. Setelah itu, ia
melanjutkan pendidikannya di SMAN I Mojokerto
hingga lulus pada tahun 1998. Kemudian, Penulis memperoleh gelar sarjana
dengan predikat Cumlaude dari STTAL di jurusan Teknik Industri pada tahun
2008. Tak berhenti di sana, ia pun kembali menempuh pendidikan S-2 di
Universitas Padjadjaran, Bandung (FISIP) pada tahun 2021 dan lulus dengan
predikat Cumlaude .

Karir Militer dan Pendidikan Khusus:


Memulai karir militernya, Letnan Kolonel ADM Aris menjalani berbagai posisi,
mulai dari Pama AAU pada 2001, kemudian melalui berbagai jabatan penting
lainnya hingga menjadi Kadispers Lanud Mul pada tahun 2022. Selama
perjalanan kariernya, ia juga telah menjalani sejumlah pendidikan dan kursus
militer yang meningkatkan keahliannya, seperti Sekolah Para Dasar pada 1998,
KIBI AAU pada 2002, KIBA Korea Tk. Dasar A-9 dan Kursus maupun beberapa
sertifikasi keahlian lainnya. Pendidikan formal militer terakhir yang
dijalaninya adalah Seskoau A-57 pada tahun 2020 serta di situlah ia
mendapatkan penghargaan Colin East Award dari _Australian Defence
College.

Penghargaan:
Atas dedikasi dan kontribusinya dalam dinas militer, Penulis telah dianugerahi
beberapa tanda kehormatan, di antaranya Satyalancana Kesetiaan VIII, XVI
Tahun, Satyalancana Dharma Nusa, Satyalancana Wira Dharma, Wira Nusa,
Bakti Sosial dan Dwija Sistha.
ix
Keluarga:
Penulis adalah putra dari M. Djait dan Djuwainingsih, yang keduanya telah
almarhum. Ia menikah dengan Purwaning Retnowati dan dikaruniai dua anak:
Maisie Shafa Elysia Putri Sufiuddin dan Reswara Jadwa Nafi Sufiuddin.

Karir Letnan Kolonel ADM Aris Toteles Sufiuddin, S.T., M.Ipol., MOS., MCE,
mencerminkan dedikasi yang tinggi terhadap negara dan pembelajaran
berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya.***

x
Keamanan Nasional Indonesia |1

BAB I
KONSEP KEAMANAN
NASIONAL
2 | Keamanan Nasional Indonesia

BAB I
KONSEP KEAMANAN NASIONAL

1.1 Pendahuluan
alam era globalisasi, pemahaman konsep keamanan nasional suatu
D negara mengalami pergeseran yang signifikan. Jika dahulu keamanan
nasional sering dikaitkan secara eksklusif dengan kemampuan militer dan
pertahanan suatu negara dari ancaman luar, kini keamanan nasional telah
meluas mencakup ancaman-ancaman non-tradisional seperti isu ekonomi,
kesehatan, terorisme, dan radikalisme. Indonesia, sebagai negara kepulauan
dengan keragaman etnik, budaya, dan agama, tentunya memiliki tantangan
unik dalam merumuskan dan menerapkan konsep keamanan nasionalnya.
Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk memiliki pemahaman yang jelas
mengenai konsep keamanan nasional yang sesuai dengan konteks dan
kebutuhan bangsa.
Dalam konteks globalisasi, keamanan nasional tidak lagi hanya terbatas
pada isu-isu tradisional seperti pertahanan militer, tetapi juga mencakup
ancaman non-tradisional yang bersifat multidimensi. Seperti yang
dikemukakan oleh Rasyid et al. (2018), era globalisasi telah membawa
perubahan signifikan dalam dinamika ancaman keamanan, termasuk ancaman
ekonomi, kesehatan, terorisme, radikalisme, dan bahkan perubahan ideologi
atau sistem politik.
Seiring perkembangan zaman, pemahaman tentang keamanan nasional
telah mengalami pergeseran. Buzan (1991) memperkenalkan konsep referent
object of security yang mengklasifikasikan ancaman keamanan ke dalam dua
kategori, yaitu pendekatan tradisional dan non-tradisional. Konsep tradisional
keamanan menekankan pada keamanan militer negara, sedangkan konsep
non-tradisional memfokuskan pada aspek-aspek lain seperti keamanan
pangan, kesehatan, lingkungan, dan ekonomi.
3 | Keamanan Nasional Indonesia

Meskipun konsep keamanan tradisional masih mendominasi diskursus


kebijakan di Indonesia, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tantangan
dan ancaman non-tradisional sering kali lebih kompleks dan memerlukan
pendekatan yang lebih holistik. Seperti dalam kasus terorisme dan radikalisme,
dimana penanganannya memerlukan koordinasi antara Polri dan TNI. Konsep
keamanan tradisional yang mengacu pada pengerahan kekuatan militer oleh
negara (state security) sering kali dianggap kurang memadai dalam
menghadapi ancaman-ancaman non-tradisional tersebut.
Keterbatasan kebijakan keamanan nasional saat ini, terutama dalam
menghadapi ancaman non-tradisional, menunjukkan pentingnya adanya
pembaharuan dan reformasi dalam sistem keamanan nasional Indonesia. Salah
satu langkah konkret yang dapat diambil adalah dengan membentuk Dewan
Keamanan Nasional yang mampu melakukan koordinasi antar lembaga dan
kementerian dalam menangani berbagai isu keamanan, baik tradisional
maupun non-tradisional.
Dewan Keamanan Nasional, dalam konteks ini, diharapkan dapat
menjadi forum komunikasi, koordinasi, dan sinergi antara berbagai pemangku
kepentingan dalam sektor keamanan. Dengan demikian, kebijakan dan
tindakan yang diambil dapat lebih responsif, tepat sasaran, dan efektif dalam
menghadapi berbagai tantangan dan ancaman keamanan di era globalisasi.
Selain itu, peran Polri dan TNI juga perlu didefinisikan dengan jelas agar
tidak terjadi tumpang tindih kewenangan. Baik Polri maupun TNI memiliki
peran strategis dalam menjaga keamanan nasional, tetapi keduanya harus
bekerja sama dan saling melengkapi dalam menangani berbagai isu keamanan.
Oleh karena itu, diperlukan suatu regulasi yang jelas yang mengatur kerja sama
dan koordinasi antara Polri dan TNI dalam menangani berbagai ancaman
keamanan.
Selain itu, ancaman non-tradisional seperti krisis kesehatan (seperti
pandemi Covid-19), kelaparan, dan kerusakan lingkungan juga memerlukan
perhatian khusus dari pemerintah. Diperlukan kebijakan yang komprehensif
yang tidak hanya berfokus pada aspek militer, tetapi juga aspek kesejahteraan
rakyat, kesehatan masyarakat, serta perlindungan lingkungan.
4 | Keamanan Nasional Indonesia

Dalam konteks globalisasi, tantangan keamanan nasional menjadi


semakin kompleks dan memerlukan pendekatan yang lebih holistik. Oleh
karena itu, Indonesia perlu melakukan reformasi sistem keamanan nasional
agar lebih adaptif dan responsif dalam menghadapi berbagai tantangan dan
ancaman di era globalisasi.
Buku ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam
mengenai konsep keamanan nasional dalam konteks Indonesia. Melalui buku
ini, pembaca diharapkan dapat memahami:
a) Evolusi konsep keamanan nasional dari perspektif global dan lokal.
b) Tantangan dan isu-isu keamanan yang dihadapi Indonesia di era
globalisasi.
c) Strategi dan kebijakan keamanan nasional yang telah dan sedang
diterapkan oleh pemerintah Indonesia.
d) Rekomendasi untuk memperkuat keamanan nasional Indonesia di masa
depan.

Buku ini disusun berdasarkan metode penelitian pustaka, wawancara


mendalam dengan para ahli dan praktisi di bidang keamanan, serta analisis
data dan dokumen terkait keamanan nasional. Sumber data berasal dari
publikasi pemerintah, jurnal ilmiah, laporan lembaga penelitian, serta media
massa terpercaya.
Buku ini terdiri dari beberapa bab yang disusun secara sistematis.
Setelah bab pendahuluan, buku ini akan membahas mengenai konsep dan teori
keamanan nasional, lalu dilanjutkan dengan analisis mengenai tantangan dan
isu keamanan yang dihadapi Indonesia. Buku ini kemudian akan mengevaluasi
kebijakan dan strategi keamanan nasional yang telah diterapkan oleh
pemerintah, dan diakhiri dengan proyeksi serta rekomendasi untuk masa
depan keamanan nasional Indonesia.

1.2 Konsep Keamanan Nasional


Keamanan nasional mengacu pada kondisi di mana potensi ancaman,
yang dianggap merusak nilai-nilai esensial kehidupan manusia, dapat diatasi
5 | Keamanan Nasional Indonesia

atau dikelola. Dalam era globalisasi, ancaman terhadap keamanan nasional


telah berkembang dan tidak hanya berfokus pada kekuatan militer. Ancaman
tersebut kini mencakup aspek perekonomian, kesehatan, serta ancaman
terorisme dan radikalisme. Ada pula upaya dari kelompok-kelompok tertentu
untuk mengubah ideologi atau sistem politik sebuah negara (Rasyid et al.,
2018).
Pendekatan terhadap ancaman keamanan dapat dilihat dari dua
perspektif: tradisional dan non-tradisional, keduanya membahas mengenai
referent object of security (Buzan, 1991). Pendekatan tradisional terfokus pada
kekuatan militer untuk melindungi negara dari ancaman nyata, sedangkan
konsep keamanan di dalamnya juga melibatkan pertahanan (Amaritasari,
2015). Secara garis besar, keamanan nasional mengacu pada upaya dalam
mempertahankan eksistensi negara melalui pemanfaatan aspek ekonomi,
militer, politik, dan diplomasi (Witarti & Armandha, 2018).
Di Indonesia, pendekatan keamanan tradisional masih dominan.
Kebijakan keamanan internal cenderung menangani ancaman-ancaman nyata,
seperti terorisme, dengan fokus pada penindakan setelah tindakan merusak
terjadi. Dalam hal ini, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memiliki peran
penting sebagai penegak hukum. Namun, Tentara Nasional Indonesia (TNI)
juga memiliki kapasitas untuk mengatasi ancaman terorisme, seperti yang
terlihat saat kasus Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso.
Meskipun demikian, Indonesia belum memiliki kebijakan keamanan
dalam negeri yang komprehensif. Ada ketidakjelasan dalam penanganan
terorisme antara Polri dan TNI. Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme
juga tidak memberikan penjelasan yang spesifik mengenai peran dan batasan
TNI dalam penanggulangan terorisme.
Selain itu, Polri dan TNI sering mengalami tumpang tindih dalam
menjaga daerah perbatasan. Konsekuensinya, ada ketidakjelasan dalam
mendefinisikan gangguan keamanan dan ketertiban di perbatasan.
Pentingnya keamanan manusia, kesehatan, dan pangan juga harus
menjadi perhatian utama dalam konteks keamanan nasional. Menurut data
Asian Development Bank (ADB), ada 22 juta penduduk Indonesia yang
6 | Keamanan Nasional Indonesia

mengalami kelaparan kronis antara 2016-2018. Isu-isu seperti ini, bersama


dengan tantangan ekonomi dan lingkungan, menyoroti pentingnya
pendekatan keamanan yang lebih inklusif dan komprehensif.
Dalam menghadapi tantangan ini, Indonesia memerlukan kebijakan
yang lebih luas yang tidak hanya berfokus pada aspek militer, namun juga
melibatkan sektor-sektor lain seperti politik, ekonomi, kesehatan, dan pangan.
Konsep keamanan telah berevolusi sejak berakhirnya Perang Dingin, dengan
adanya pergeseran dari aspek militer ke aspek non-militer.
Untuk mencapai tujuan keamanan nasional yang komprehensif,
pembentukan Dewan Keamanan Nasional bisa menjadi salah satu solusi.
Dewan ini dapat mengoordinasikan berbagai elemen keamanan nasional dan
memberikan pertimbangan serta rencana strategis dalam menghadapi berbagai
tantangan keamanan.
Konsep Dewan Keamanan Nasional telah diuraikan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Meskipun
Dewan ini sebenarnya merupakan agenda yang telah dibahas sebelumnya,
penerapannya belum sepenuhnya terlaksana. Beberapa negara, seperti Prancis,
Rusia, Amerika Serikat, dan Turki, telah memiliki Dewan Keamanan Nasional.
Di dalam lembaga ini, Presiden biasanya menjadi ketua dengan anggota yang
berasal dari Menteri terkait, Panglima Militer, Kepala Kepolisian, dan Kepala
Intelijen (Al-Rodhan & Nayef, 2008).
Situasi di negara-negara tersebut tentu berbeda dengan yang ada di
Indonesia. Namun, perlunya Dewan Keamanan Nasional di Indonesia dirasa
penting untuk memberikan kejelasan dalam pengambilan keputusan serta
penegakan hukum terkait ancaman terhadap kedaulatan nasional. Sebagai
contoh, terdapat tumpang tindih dalam penanganan isu terorisme dan
radikalisme di antara Polri dan TNI. Oleh karena itu, regulasi yang jelas
diperlukan untuk mengatur peran masing-masing lembaga.
Ketidakjelasan aturan yang ada saat ini membuat koordinasi
antarlembaga keamanan menjadi sulit. Tumpang tindih kewenangan antara
Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri),
serta dengan lembaga atau kementerian lain yang berkaitan dengan keamanan
negara dan keamanan manusia, seringkali menghambat pelaksanaan
7 | Keamanan Nasional Indonesia

keamanan nasional. Dewan Keamanan Nasional diharapkan dapat


memperjelas peran masing-masing lembaga dalam mengelola keamanan
nasional. Dalam pelaksanaannya, Dewan ini akan berpegang pada undang-
undang dan peraturan terkait sebagai panduan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1999, Dewan
Ketahanan Nasional dan Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional telah
diakui sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Lembaga ini
bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk merumuskan rancangan
kebijakan dan strategi nasional dalam rangka pembinaan ketahanan nasional.
Namun, hingga saat ini, lembaga tersebut belum memberikan dampak
signifikan bagi negara.
Konsep Dewan Keamanan Nasional mencakup paradigma
comprehensive security dengan fokus pada state security dan human security,
sesuai dengan amanat UUD 1945. Dalam menciptakan keamanan nasional,
Dewan Keamanan Nasional harus dapat mencegah ancaman, berfungsi sebagai
crisis center, dan memulihkan keamanan. Untuk mencapai hal ini, koordinasi
antarkementerian dan lembaga lainnya menjadi krusial.
Menurut Darmono (2010: 4), Keamanan Nasional dapat dipahami
sebagai kondisi atau fungsi. Sebagai fungsi, Keamanan Nasional bertujuan
menciptakan rasa aman yang mencakup rasa nyaman, damai, tentram, dan
tertib. Dalam konteks ini, konsep dan sistem Keamanan Nasional di Indonesia
harus memperhitungkan koordinasi antarsektoral dan peran Dewan
Keamanan Nasional dalam menghadapi berbagai ancaman, baik militer
maupun non-militer.

1.3 Peran Penting Keamanan Nasional di Indonesia


Keamanan nasional bukan hanya sekedar perlindungan fisik dari
serangan militer, tetapi juga mencakup upaya pencegahan ancaman terhadap
kedaulatan negara, integritas wilayah, serta keselamatan bangsa dan negara
dari segala jenis ancaman. Dalam konteks Indonesia, yang memiliki keragaman
budaya, etnik, agama, dan sumber daya alam, keamanan nasional menjadi
8 | Keamanan Nasional Indonesia

sangat krusial. Berikut adalah beberapa peran penting keamanan nasional di


Indonesia:
1) Mempertahankan Kedaulatan Negara
Keamanan nasional memastikan bahwa kedaulatan negara tetap terjaga
dari intervensi atau ancaman dari pihak luar. Hal ini termasuk
melindungi hak-hak negara untuk mengatur urusan dalam negeri tanpa
campur tangan dari negara lain.
2) Menjamin Stabilitas Politik dan Sosial
Keamanan nasional juga memastikan stabilitas politik dan sosial di
dalam negeri. Dengan stabilitas ini, pemerintah dapat menjalankan roda
pemerintahan dengan baik dan masyarakat dapat menjalankan aktivitas
sehari-hari tanpa rasa takut atau khawatir.
3) Melindungi Hak Asasi Manusia
Salah satu aspek keamanan nasional adalah melindungi hak asasi
manusia (HAM) dari segala bentuk pelanggaran, baik yang dilakukan
oleh individu, kelompok, maupun negara.
4) Mempromosikan Pertumbuhan Ekonomi
Stabilitas dan keamanan yang terjaga memungkinkan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Investasi, baik domestik maupun asing,
lebih cenderung masuk ke negara yang aman dan stabil.
5) Melindungi dari Ancaman Non-Tradisional
Di era globalisasi, ancaman terhadap keamanan nasional tidak hanya
bersifat militer. Ancaman non-tradisional seperti terorisme, radikalisme,
bencana alam, dan pandemi memerlukan respons keamanan yang cepat
dan efektif.
6) Mempertahankan Integritas Wilayah
Dengan lebih dari 17.000 pulau, memastikan integritas wilayah
Indonesia tetap utuh adalah tugas yang monumental. Keamanan
nasional berperan dalam menjaga batas-batas teritorial dan mencegah
konflik teritorial dengan negara-negara tetangga.
7) Menciptakan Rasa Aman bagi Masyarakat
9 | Keamanan Nasional Indonesia

Keamanan nasional memberikan rasa aman bagi masyarakat, sehingga


mereka dapat hidup, bekerja, dan berinteraksi dengan orang lain tanpa
rasa takut.
8) Menghadapi Tantangan Global
Di era globalisasi, tantangan keamanan semakin kompleks. Mulai dari
isu perubahan iklim, cyber threats, hingga isu-isu transnasional lainnya.
Keamanan nasional memastikan Indonesia mampu merespons dan
menghadapi tantangan-tantangan global tersebut.

Keamanan nasional memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga


kedaulatan, integritas wilayah, serta keutuhan bangsa dan negara Indonesia.
Melalui keamanan nasional, Indonesia dapat berdiri tegak sebagai bangsa yang
merdeka, berdaulat, dan memiliki martabat di kancah internasional.
10 | Keamanan Nasional Indonesia
11 | Keamanan Nasional Indonesia

BAB II
LANDASAN TEORI
KEAMANAN NASIONAL
12 | Keamanan Nasional Indonesia

BAB II
KONSEP KEAMANAN NASIONAL

alam dunia global saat ini, konseptualisasi keamanan nasional dan global
D telah mengalami evolusi signifikan. Sepanjang sejarah, pemahaman
tradisional mengenai keamanan lebih banyak didominasi oleh pendekatan
militer dan politik, dengan fokus utama pada perlindungan kedaulatan
nasional dan menangkal ancaman luar. Akan tetapi, dengan adanya perubahan
konteks geopolitik dan berbagai tantangan baru yang muncul, definisi
keamanan saat ini sudah jauh lebih inklusif dan beragam. Mulai dari ancaman
militer tradisional hingga isu-isu lintas batas seperti perubahan iklim, penyakit
menular, dan ketidakstabilan ekonomi, semua memiliki dampak langsung
pada keamanan suatu negara.

2.1 Reformasi Sektor Keamanan (Security Sector Reform)


Pada mulanya, pengertian mengenai sektor keamanan diidentikan
dengan pendekatan realis (militer). Di masa Perang Dingin, pembahasan
keamanan berkembang pada strategi kekuatan militer antardua blok negara
adikuasa, Uni Soviet dan Amerika Serikat. Berakhirnya Perang Dingin diikuti
dengan menguatnya isu non-militer menjadikan definisi keamanan tidak lagi
sebatas hanya membahas isu militer, tetapi juga isu non-militer seperti Hak
Asasi Manusia (HAM), ketersediaan pangan, dan lain sebagainya. Ada lima
sektor keamanan yang saling berkaitan dalam pembahasan kontemporer, yaitu
sektor keamanan militer (military security), sektor politik (political security),
sektor keamanan ekonomi (economic security), keamanan sosial (societal security)
dan keamanan lingkungan (environmental security) (Buzan, 1991: 19).
“Menurut Wulf menyatakan bahwa Reformasi Sektor Keamanan merupakan
suatu perubahan terhadap sistem keamanan yang di dalamnya termasuk
berbagai aktor keamanan, peran, tanggungjawab, dan tindakan yang mana
13 | Keamanan Nasional Indonesia

sistem tersebut diatur dan dilaksanakan melalui cara yang sesuai dengan norma
demokratis serta dengan prinsip tata pemerintahan yang baik. (Wulf, 2004: 9)”

“Reformasi Sektor Keamanan (Security Sector Reform) merupakan sebuah


konsep yang relatif baru berkaitan dengan penanganan masalah dan tantangan
keamanan. Ancaman terhadap keamanan tidak saja bersifat militer, namun juga
mencakup ancaman nirmiliter seperti proxy war. SSR berkaitan dengan
pembentukan struktur sebagai kontrol sipil (demokratis). Menurut Timothy
Edmunds bahwa untuk mendukung hal tersebut diperlukan elemen-elemen
kunci lain seperti proses pemasyarakatan (civilianization) berbagai birokrasi
sektor keamanan dan depolitisasi sektor keamanan (Edmunds. 2001: 6).”

Ruang lingkup Security Sector Reform tidak hanya berfokus pada sektor
militer semata. Tetapi peran aktor-aktor non-militer dalam hal keamanan
publik secara internal maupun eksternal. Security Sector Reform mencakup
“semua institusi dan badan negara yang memiliki otoritas sah untuk
menggunakan kekuatan, memerintahkan kekuatan atau mengancam
menggunakan kekuatan dalam melindungi negara dan warganya” (Born &
Fluri. 2003: 1-8). Dari tujuan tersebut dapat diasumsikan bahwa Security Sector
Reform menggunakan pendekatan yang menyeluruh berkaitan dengan
keamanan suatu negara dan masyarakatnya.
“Peran keamanan dan para aktor keamanan dalam reformasi politk serta
ekonomi merupakan hal yang kompleks dan rumit. Bagi sebuah negara yang
masih berkembang, Security Sector Reform menjadi sebuah tantangan besar,
tetapi tetap harus menjadi tujuan utama dalam melakukan reformasi di bidang
militer (Galbreath, 2004: 206)”

Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan keamanan nasional yang


komprehensif dan holistik, reformasi sektor keamanan menjadi langkah kritis
yang harus diambil oleh setiap negara. Hal ini tidak hanya memastikan
perlindungan dari ancaman tradisional, tetapi juga memastikan keamanan,
kesejahteraan, dan hak asasi masyarakat.
14 | Keamanan Nasional Indonesia

2. Problem
1. Review Assesment
Identification

3. Solution Planning
8. Adjustment
and Design

7. Monitoring
and 4. Financial Planning
Evaluation

5. Public
6. Implementation
Information

Gambar 2. 1 Proses Security Sector Reform Geneva Center fo Security Sector Governance
Sumber: DCAF, 2009

Security Sector Reform (SSR) merupakan suatu pendekatan yang


dirancang untuk meningkatkan keamanan bagi negara dan rakyatnya, tanpa
mengabaikan standar hak asasi manusia dan prinsip-prinsip tata kelola yang
baik. Pusat Geneva untuk Tata Kelola Sektor Keamanan, dikenal juga sebagai
DCAF (Geneva Center for Security Sector Governance), telah menyusun
serangkaian langkah dalam pelaksanaan SSR. Langkah-langkah ini
menekankan pentingnya pendekatan yang inklusif, partisipatif, dan
berkesinambungan dalam reformasi sektor keamanan. Berikut adalah
ringkasan dari proses yang diusulkan oleh DCAF:
15 | Keamanan Nasional Indonesia

1) Review Assesment: Langkah awal dalam proses SSR adalah mengkaji dan
memahami keadaan sektor keamanan saat ini. Hal ini melibatkan pemahaman
tentang tantangan, peluang, serta kekuatan dan kelemahan dari sektor
keamanan yang ada.
2) Problem Identification: Setelah review dilakukan, masalah-masalah utama
yang perlu diatasi dalam reformasi sektor keamanan akan diidentifikasi. Ini
memastikan bahwa intervensi yang direncanakan ditujukan pada area yang
paling memerlukan perubahan.
3) Solution Planning and Design: Pada tahap ini, solusi untuk masalah yang
diidentifikasi akan dirancang. Ini melibatkan pengembangan strategi dan
rencana aksi yang spesifik untuk mengatasi setiap masalah.
4) Financial Planning: Dengan solusi yang dirancang, kemudian diperlukan
rencana keuangan untuk memastikan bahwa ada sumber daya yang memadai
untuk mendukung pelaksanaan reformasi. Ini mencakup anggaran,
pembiayaan, dan alokasi sumber daya.
5) Public Information: Komunikasi dengan publik dan pemangku kepentingan
lainnya sangat penting dalam proses SSR. Memberikan informasi kepada publik
tentang apa yang direncanakan dan mengapa, serta mendengarkan masukan
mereka, memastikan bahwa reformasi mendapat dukungan luas dan
pemahaman.
6) Implementation: Dengan semua persiapan selesai, langkah selanjutnya adalah
melaksanakan rencana yang telah dibuat. Ini melibatkan pelaksanaan tindakan
dan intervensi yang dirancang untuk mencapai tujuan reformasi.
7) Monitoring and Evaluation: Sepanjang proses pelaksanaan, penting untuk
memantau kemajuan dan mengevaluasi efektivitas tindakan yang diambil. Ini
memastikan bahwa reformasi tetap pada jalur yang benar dan hasil yang
diharapkan dapat dicapai.
8) Adjustment: Berdasarkan hasil dari pemantauan dan evaluasi, mungkin
diperlukan penyesuaian terhadap rencana atau tindakan yang sedang
dilakukan. Penyesuaian ini memastikan bahwa reformasi sektor keamanan tetap
responsif terhadap kebutuhan yang muncul dan dapat memenuhi tujuannya
dengan efektif.
16 | Keamanan Nasional Indonesia

Dengan proses yang sistematis dan terstruktur, DCAF berusaha untuk


memastikan bahwa reformasi sektor keamanan dapat dilaksanakan dengan
cara yang inklusif, transparan, dan berorientasi pada hasil yang berkelanjutan.
(DCAF, 2009)

Peran dan Urgensi Dewan Keamanan Nasional dalam Stabilitas Keamanan:


Perspektif Internasional dan Nasional
Keamanan merupakan salah satu pilar utama bagi kelangsungan sebuah
bangsa. Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan konteks global,
pemahaman dan pendekatan terhadap keamanan nasional pun mengalami
evolusi. Di era globalisasi saat ini, tantangan keamanan yang dihadapi oleh
sebuah negara tidak lagi semata-mata bersifat konvensional atau militer, tetapi
sudah meluas ke aspek non-konvensional seperti isu terorisme, perubahan
iklim, keamanan siber, dan lain-lain. Hal ini membuat negara-negara di dunia,
termasuk Indonesia, perlu melakukan adaptasi dan inovasi dalam struktur dan
mekanisme kebijakan keamanan nasionalnya.
Salah satu inovasi yang diterapkan oleh beberapa negara maju adalah
pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN). Misalnya, di Amerika
Serikat, seperti yang dikemukakan dalam jurnal “Dwight D. Eisenhower, The
National Security Council, and Dien Bien Phu”, dinyatakan bahwa
pembentukan National Security Council (NSC) didasarkan pada kebutuhan
presiden AS untuk memiliki intelijen yang andal dalam pengambilan
keputusan terkait keamanan nasional (Hadley, 2009). NSC diharapkan mampu
mengintegrasikan seluruh informasi intelijen agar pembuatan kebijakan
keamanan lebih tepat sasaran dan efektif.
Sejalan dengan itu, di Indonesia pun mulai muncul wacana untuk
membentuk Dewan Keamanan Nasional sebagai upaya meningkatkan
koordinasi antarsektoral dalam penanggulangan ancaman keamanan. Berbagai
jurnal dan literatur menyoroti pentingnya pembentukan DKN dalam kerangka
reformasi sektor keamanan di Indonesia. Pembentukan DKN diharapkan dapat
menjadi wadah yang menampung aspirasi dan koordinasi berbagai pihak
terkait dalam menentukan arah kebijakan keamanan nasional (Pawana &
Pambudi, 2004; Anakotta & Disemadi, 2020).
17 | Keamanan Nasional Indonesia

Namun, pembentukan DKN bukanlah hal yang mudah. Ada berbagai


tantangan dan hambatan yang harus dihadapi, baik dari sisi birokrasi, politik,
maupun aspek hukum. Namun, mengingat pentingnya koordinasi dalam
menghadapi ancaman keamanan di era globalisasi, maka pembentukan DKN
menjadi suatu keniscayaan. Sebagaimana disampaikan dalam beberapa jurnal,
pembentukan DKN diharapkan mampu meningkatkan sinergi antara berbagai
instansi dan lembaga terkait, serta memastikan bahwa kebijakan keamanan
yang diambil berdasarkan intelijen yang akurat dan up-to-date.
Perlu dicatat bahwa keamanan bukanlah tanggung jawab satu pihak
saja. Seluruh komponen bangsa harus bekerja sama dan berkolaborasi dalam
menjaga stabilitas dan kedaulatan negara. Oleh karena itu, pembentukan
Dewan Keamanan Nasional, dengan segala tantangan dan potensinya, harus
dipandang sebagai langkah strategis dalam upaya mewujudkan Indonesia
yang aman, damai, dan sejahtera.

2.2 Comprehensive Security


Konsep "Comprehensive Security" atau Keamanan Komprehensif muncul
sebagai jawaban atas kebutuhan tersebut. Berbeda dengan pandangan realis
yang menempatkan negara sebagai aktor utama dalam sistem internasional
dan menganggap kekuatan militer sebagai determinan utama keamanan,
pendekatan keamanan komprehensif mengakui bahwa keamanan bukan
hanya soal perlindungan dari ancaman militer, tetapi juga meliputi
perlindungan dari ancaman-ancaman lain yang dapat mengganggu stabilitas
dan kesejahteraan suatu negara dan rakyatnya.
Dalam keamanan komprehensif, aspek-aspek seperti keamanan
ekonomi, keamanan lingkungan, keamanan sosiokultural, hingga keamanan
politik diakui sebagai bagian integral dari keamanan nasional. Misalnya, krisis
ekonomi yang parah bisa memicu ketidakstabilan sosial dan politik. Demikian
pula, kerusakan lingkungan atau bencana alam bisa mengancam
keberlangsungan hidup masyarakat dan mempengaruhi kestabilan suatu
negara. Oleh karena itu, dalam pendekatan ini, tindakan pencegahan dan
18 | Keamanan Nasional Indonesia

penanganan ancaman di berbagai sektor dianggap sama pentingnya dengan


pembelaan militer.
Keamanan Komprehensif juga memandang bahwa aktor dalam
keamanan bukan hanya negara, tetapi juga aktor non-negara seperti organisasi
internasional, LSM, kelompok masyarakat sipil, dan bahkan perorangan.
Semua aktor ini memiliki peran dalam menciptakan lingkungan yang aman
dan damai.
Pengakuan atas keanekaragaman ancaman dan aktor dalam keamanan
komprehensif menuntut kerjasama dan koordinasi yang lebih erat antar-negara
dan antar-sektor. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang untuk menciptakan
keamanan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Dengan demikian, konsep keamanan komprehensif mengajak kita
untuk memandang keamanan dari perspektif yang lebih luas, di mana
keamanan bukan hanya tentang pertahanan dari ancaman militer, tetapi juga
tentang pembangunan kapasitas dan kerjasama untuk menghadapi berbagai
tantangan di era globalisasi.
Keamanan komprehensif juga dikonseptualisasikan sebagai suatu
pendekatan menuju masalah keamanan yang lebih luas daripada konsep realis
tradisional. Dengan kata lain, keamanan diakui sebagai subjek yang
melampaui realis tradisional negara-negara sentris dan pendekatan militer.
Istilah kemanan komprehensif diciptakan dalam politik dan lingkaran
akademis di Eropa Barat selama tahun 1980-an. Para akademisi dan para
pembuat kebijakan perlu untuk mendapat pendekatan yang lebih luas dan
lebih dalam dari pengertian realis mengenai keamanan. (Krause & Williams,
1996: 101)
Seseorang dapat mengamati terutama tiga kategori yang mempengaruhi
perluasan dan pelebaran konsep keamanan. Dimensi pertama mengacu pada
pertanyaan tentang keamanan yang harus dijamin. Dengan kata lain, siapa lagi,
selain negara, yang dapat memperoleh manfaat dari keamanan-apakah itu
hanya negara atau juga kelompok atau bahkan individu? Haftendorn
berargumen bahwa keamanan “harus multifokus, tidak terbatas pada satu area
masalah atau tingkat analisis.” (Haftendorn, 1991: 12)
19 | Keamanan Nasional Indonesia

Konsep tradisional keamanan dengan negara sebagai acuan utama telah


menjadi perdebatan ekstensif. Pandangan realis tentang keamanan yang
dipandang sebagai "Turunan dari kekuatan" (Buzan, 1991: 8) mengurangi
konsep keamanan yang kompleks menjadi hanya "sinonim untuk kekuasaan”
(Krause & Wiliams, 1996, p. 230). Pandangan ini dapat dianggap relevan selama
periode Perang Dunia, di mana negara tampaknya terus-menerus berjuang
untuk mendapatkan kekuasaan. Namun, diera pasca-Perang Dingin, konsep
Keamanan telah menjadi jauh lebih beragam dan kompleks. Buzan
menunjukkan bahwa konsep keamanan "terlalu sempit" (Krause & Williams,
1996: 14) karena itu tujuannya adalah untuk menawarkan “Kerangka
keamanan yang lebih luas” (Krause & Williams, 1996: 20) menggabungkan
konsep-konsep yang sebelumnya tidak ada dianggap sebagai bagian dari teka-
teki keamanan seperti keamanan regional, atau masyarakat dan sektor
keamanan lingkungan. Pendekatan Buzan lebih holistik; dan sementara ia
menyempurnakan analisisnya dengan keyakinan neorealis seperti anarki,
kedalaman analisisnya bersifat konstruktivis karena ia tidak menerima yang
diberikan, melainkan mengeksplorasi setiap elemen dari apa yang dia anggap
sebagai paket keamanan satu per satu sampai pada kesimpulan yang lebih
tepat.
Konsep mengenai keamanan saat ini telah mengalami perubahan
persepsi. Menurut Williams dan Moskos:
“The key perceived threats were: a conventional military attack before the Cold
War, a non-conventional military attack during the Cold War, and abroad
spectrum of non-military threats after the Cold War (such as drug trafficking,
uncontrolled migrations, economic stagnation, environmental degradations,
etc)”. (Williams & Moskos, 1997: 14)

Ancaman utama yang dirasakan adalah serangan militer konvensional


sebelum Perang Dingin, serangan militer non-konvensional selama Perang
Dingin dan spektrum ancaman non-militer di luar negeri setelah Perang Dingin
(seperti perdagangan narkoba, migrasi tidak terkendali, stagnasi ekonomi,
degradasi lingkungan, dan lainnya). Artinya bahwa ancaman terhadap
20 | Keamanan Nasional Indonesia

keamanan tidak semata hanya bagaimana menghadapi ancaman “mengangkat


senjata”, tetapi lebih dari itu bahwa ancaman lain yang lebih mengancam
sebuah negara berbentuk lain yang sekilas bukan merupakan suatu hal yang
berbahaya bagi negara. Kita dapat melihat bagaimana sebuah negara dapat
dihancurkan melalui “serangan” doktrin yang menghancurkan cara berpikir
masyarakat, terorisme dan lain sebagainya.
Pendekatan keamanan yang paling komprehensif setelah perang Perang
Dingin didukung oleh Copenhagen School yang dipimpin oleh Buzan, Waever,
de Wilde, dan lainnya. Dalam publikasi utamanya, mereka mendefinisikan
keamanan secara inheren mengenai fenomena multisektoral yang terdiri dari:
a. sektor militer (ancaman militer dan dalam arti lain yang bermuatan hal
tersebut),
b. sektor lingkungan (misalnya bencana alam),
c. sektor ekonomi (misalnya tekanan ekonomi dari negara lain);
d. sektor politik (misalnya konflik kepentingan antarpartai),
e. sektor sosietal/masyarakat (misalnya hubungan antarbudaya dan
identitas). (Buzan, et. al.)

Seperti yang ditunjukkan Buzan bahwa “lima sektor tidak beroperasi


secara terpisah satu sama lain. Setiap mendefinisikan titik fokus dalam
problematik keamanan, dan cara pemesanan prioritas, tetapi semuanya dijalin
bersama dalam jaringan tautan yang kuat ” (Buzan, 1991: 433). Hal ini jelas
terlihat ketika dia meneliti berbagai sektor keamanan yang terkait dengan
ancaman. Ancaman nyata yang tampaknya menghadirkan kekhawatiran
paling mendesak bersifat militer, yang mampu memberikan ancaman terhadap
negara di beberapa tingkatan.
Ancaman militer dapat mempengaruhi semua komponen negara. Ini
bisa mempertanyakan tugas yang sangat mendasar dari suatu negara untuk
dapat melindungi warganya sekaligus memiliki kerugian berpengaruh pada
"lapisan kepentingan sosial dan individu" (Buzan, 1991: 119) . Tingkat dan
tujuan ancaman militer dapat mengambil tingkat kepentingan yang berbeda,
dan fakta bahwa mereka melibatkan penggunaan kekerasan menempatkan
mereka dalam kategori khusus dalam hal keamanan.
21 | Keamanan Nasional Indonesia

Ancaman politik juga mewakili kepedulian yang konstan terhadap


sebuah Negara. Namun, mereka bisa menjadi lebih ambigu dan sulit
diidentifikasi dalam kaitannya dengan ancaman militer. Sebagai negara itu
sendiri adalah entitas politik, ancaman politik dengan tujuan untuk
melemahkannya entitas dapat dianggap setara dengan ancaman militer.
Mereka bisa mengambil formular persaingan di antara ideologi, atau serangan
terhadap bangsa itu sendiri. Bagaimanapun juga penting untuk membedakan
antara ancaman politik yang disengaja dan “ancaman yang muncul secara
struktural dari dampak alternatif asing terhadap legitimasi negara” (Buzan,
1991: 120).
Dari pendapat ahli kita bisa melihat bahwa tidak hanya terbatas pada
ancaman militer dan politik, Buzan juga mengembangkan pemahaman
keamanan yang mencakup sektor lain seperti ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Ancaman ekonomi bisa muncul dalam bentuk ketidakstabilan ekonomi,
ketergantungan eksternal yang berlebihan, atau ketidaksetaraan ekonomi yang
drastis. Dalam era globalisasi, pergeseran atau krisis ekonomi di satu bagian
dari dunia dapat dengan cepat merambat ke area lain, menimbulkan efek
domino yang dapat mengguncang perekonomian suatu negara dengan cepat.
Selanjutnya, ancaman sosial biasanya terkait dengan isu-isu identitas
dan koherensi sosial. Migrasi besar-besaran, konflik etnis, atau ketidaksetaraan
sosial bisa mengganggu kohesi sosial di suatu negara. Dalam konteks ini,
Buzan menyoroti pentingnya "ancaman dari luar" yang dapat mempengaruhi
identitas nasional dan integritas sosial suatu negara.
Tak kalah pentingnya, ancaman lingkungan mencakup isu-isu seperti
perubahan iklim, kerusakan lingkungan, atau bencana alam. Meskipun
seringkali kurang mendapatkan perhatian dibandingkan dengan ancaman
militer atau politik, ancaman lingkungan bisa memiliki dampak yang sangat
signifikan terhadap keamanan nasional. Perubahan iklim, misalnya, dapat
memicu migrasi besar-besaran atau konflik atas sumber daya yang semakin
menipis.
Inti dari pendekatan Buzan adalah mengakui bahwa keamanan adalah
konsep yang multidimensi. Dengan memahami berbagai sektor dan bagaimana
22 | Keamanan Nasional Indonesia

mereka saling terkait, kita dapat mengembangkan strategi keamanan yang


lebih holistik dan responsif terhadap berbagai jenis ancaman yang dihadapi
suatu negara. Ini merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa
kebijakan keamanan dapat beradaptasi dengan berbagai tantangan yang
kompleks di era modern.

TABEL 2. 1
SEKTOR DAN SUB-SEKTOR YANG DIUSULKAN DARI
INFRASTRUKTUR KRITIS EROPA SEBAGAI BAGIAN DARI
PENDEKATAN EROPA KOMPREHENSIF YANG POTENSIAL

Sektor Produk atau layanan


1. Energi a. Minyak dan produksi gas, pemurnian,
perawatan dan penyimpanan termasuk
perpipaan
b. Generasi kelistrikan
c. Transmisi listrik, minyak dan gas
d. Distribusi listrik, minyak dan gas

2. Informasi, Teknologi a. Sistem informasi dan perlindungan


Komunikasi, ICT jaringan
b. Instumentasi otomasi dan kontrol sistem
(SCADA, dll)
c. Internet
d. Penyediaan telekomunikasi tetap
e. Penyediaan telekomunikasi bergerak
f. Komunikasi radio dan navigasi
g. Komunikasi satelit
h. Penyiaran
3. Air a. Penyediaan air minum
b. Kontrol kualitas air
c. Membendung dan kontrol kualitas air

4. Makanan a. Penyediaan pangan dan pengamanan


pangan
23 | Keamanan Nasional Indonesia

Sektor Produk atau layanan


5. Kesehatan a. Medis dan pelayanan rumah sakit
b. Obat-obatan, serum, vaksin, dan farmasi
c. Bio-laboratorium dan bio-agents

6. Keuangan a. Layanan pembayaran/struktur


pembayaran (pribadi)
b. Penempatan keuangan pemerintah

7. Ketertiban dan keamanan a. Menjaga ketertiban umum & hukum,


hukum dan keselamatan keamanan dan keselamatan
b. Administrasi peradilan dan penahanan

8. Administrasi Sipil a. Fungsi pemerintahan


b. Angkatan bersenjata
c. Layanan administrasi sipil
d. Layanan darurat
e. Pos dan pelayanan kurir

9. Angkutan a. Transportasi darat


b. Transportasi kereta
c. Transportasi udara
d. Transportasi perairan darat
e. Pengiriman laut

10. Kimia dan industri nuklir a. Produksi dan penyimpanan/pemrosesan


bahan kimia dan substansi nuklir
b. Pemipaan barang berbahaya (kimia)

11. Luar Angkasa dan Penelitian a. Luar angkasa


b. Penelitian

Sumber: Green Paper on a European Programme for Critical Infrastructure, 2005: 576.
24 | Keamanan Nasional Indonesia

Perwujudan Keamanan Nasional memang merupakan salah satu pilar


penting dalam menjaga stabilitas dan kedaulatan suatu negara, khususnya bagi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ancaman terhadap keamanan
tidak lagi hanya datang dari ancaman militer konvensional, tetapi juga
ancaman asimetrik seperti terorisme, konflik sosial, serta ancaman siber. Oleh
karena itu, pemahaman mengenai keamanan nasional harus lebih inklusif dan
mencakup berbagai dimensi.
Dewan Keamanan Nasional (DKN) dapat diartikan sebagai wadah atau
mekanisme koordinasi yang berfungsi untuk memastikan integrasi dan
efektivitas semua unsur keamanan. Melalui DKN, negara dapat menyelaraskan
kebijakan, merumuskan strategi, dan mengambil keputusan penting terkait
keamanan nasional dengan lebih terkoordinasi.
Dalam konteks Indonesia, pembentukan DKN dipandang sebagai
langkah yang esensial. Negara kepulauan dengan beragam suku, agama, dan
budaya ini membutuhkan pendekatan keamanan yang komprehensif.
Mengingat beragam tantangan dan ancaman yang dihadapi, mulai dari konflik
lokal, terorisme, hingga ancaman non-tradisional seperti bencana alam dan
perubahan iklim, koordinasi antar lembaga dan stakeholder terkait keamanan
menjadi sangat krusial.
Pentingnya koordinasi tersebut juga ditekankan dalam penelitian oleh
Yanyan Mochamad Yani & Montratama (2018). Pembentukan DKN bukan
hanya soal menambah satu lembaga baru, tetapi lebih pada bagaimana
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam menghadapi ancaman
keamanan. Dengan adanya DKN, diharapkan seluruh komponen keamanan
nasional dapat bekerja secara sinergis, terpadu, dan responsif terhadap
berbagai ancaman yang dihadapi oleh NKRI.
Dalam perspektif yang lebih luas, pembentukan DKN juga dapat
diartikan sebagai upaya Indonesia dalam menyesuaikan diri dengan dinamika
keamanan global yang semakin kompleks. Dalam era globalisasi saat ini,
ancaman keamanan dapat datang dari mana saja dan mempengaruhi sektor
apa saja. Oleh karena itu, pendekatan keamanan yang terintegrasi dan holistik
menjadi semakin relevan.
25 | Keamanan Nasional Indonesia

2.3 Keamanan Nasional (National Security)


Menurut Berkowitz, mengartikan keamanan nasional sebagai
kemampuan sebuah bangsa dalam melindungi nilai-nilai di dalamnya dari
ancaman pihak luar (Amaritasari, 2015).
Seorang ahli keamanan, Buzan membagi sektor keamanan kedalam lima
bidang; militer, politik, lingkungan, ekonomi dan sosial. Pendekatan militer
berarti hanya salah satunya dalam sistem keamanan nasional (Buzan, 1991)
Peran militer fokus pada kapabilitas lembaga pertahanan, asesmen ancaman
dan lainnya. Di samping itu, keamanan tidak dapat dipahami dalam arti
sempit, hanya dari sudut pandang negara (state security) dengan anggapan
bahwa bila rakyat sejahtera, maka akan tercipta keamanan. Tindakan aparat
keamanan itu sendiri dipandang dapat mengancam keamanan individu atau
warga negara. Keamanan kurang dilihat dalam sudut pandang masyarakat.
Masyarakat kurang diajak waspada terhadap kapan, bagaimana dan seperti
apa ancaman keamanan itu. Masalah keamanan muncul setelah terjadinya
suatu kasus kekerasan aparat (state violence) terhadap masyarakat (Anggoro,
2003).
Sejalan dengan perkembangan-perkembangan yang begitu cepat dalam
hubungan internasional, Buzan yang merupakan tokoh penggerak pendekatan
yang kerap disebut sebagai "the widening School/the widerner" memperluas
makna konsep keamanan dengan argumentasi bahwa keamanan tidak hanya
meliputi aspek militer dan aktor negara semata, termasuk aspek non-militer
dan melibatkan pula aktivitas aktor non-negara (The Ammerdown Group,
2016).
Pada dekade 1990-an, PBB (United Nations) memberikan definisi konsep
keamanan sebagai berikut:
“The concept of security must change from an exclusive stress on national
security to a much greater stress on people security, from security through
armaments to security through human development, from tenitorial to food,
empolyment and environmental security.” (UNDP, 1993)
26 | Keamanan Nasional Indonesia

Dalam pandangan realis, konsep keamanan nasional merupakan sebuah


kondisi yang terbatas dari ancaman militer atau kemampuan suatu negara
untuk melindungi negara bangsanya dari serangan militer yang berasal dari
lingkungan eksternalnya. Satu-satunya instrumen untuk melindungi dan
mempertahankan kepentingan keamanan nasional adalah dengan
meningkatkan military power yang dimiliki suatu negara bangsa. Namun
peningkatan military power suatu negara akan mendorong terciptanya dilema
keamanan, artinya hubungan antar negara yang bersifat zero-sum game dalam
perspektif keamanan tradisional bermakna bahwa setiap upaya negara untuk
meningkatkan keamanan memiliki implikasi negatif terhadap keamanan
negara lain yang akan menggangu keseimbangan atau kekuatan. (Buzan, 2008)
Keamanan nasional merupakan wujud dari sebuah konsep yang
berkaitan dengan keamanan secara holistik (comprehensive security) yang
memosisikan keamanan sebagai suatu konsep yang menyentuh berbagai
dimensi yang mewajibkan negara merencanakan dan mengembalikan
keamanan nasional. Keamanan nasional memiliki fungsi keselamatan
masyarakat (public safety), fungsi dalam perlindungan masyarakat (community
protection), fungsi ketertiban umum, fungsi penegakkan hukum (law
enforcement) dan fungsi pertahanan nasional (national defence) (Sulistyo, et.al.
2009: 66)
2.3.1 Keamanan Negara (State Security)
Bahwa keamanan negara hanyalah satu bidang keamanan yaitu upaya
menjamin keamanan negara sebagai suatu entitas (Muhammad, 2008). Walau
saling terkait, keamanan negara berada pada domain yang berbeda dengan
keamanan umum. Keamanan Negara menyangkut eksistensi/kelangsungan
hidup dan ketentraman individu/kelompok orang (pada umumnya) hidup
dalam Negara.
Dalam konsepsi klasik, keamanan itu lebih diartikan sebagai usaha
untuk menjaga keutuhan teritorial negara dari ancaman yang muncul dari luar
atau menjaga kedaulatan negara dengan menjalankan fungsi pertahanan
negara. Konflik antar negara khususnya dalam upaya memperluas imperium
daerah jajahan membawa definisi security hanya ditujukan kepada bagaimana
negara memperkuat diri dalam upaya menghadapi ancaman militer. Dalam
27 | Keamanan Nasional Indonesia

pendekatan tradisional, negara (state) menjadi subyek dan obyek dari upaya
mengejar kepentingan keamanan. Pandangan kelompok ini menilai bahwa
semua fenomena politik dan hubungan internasional adalah fenomena tentang
negara. Dalam alam pemikiran kelompok tradisional ini negara menjadi inti
dalam upaya menjaga keamanan negara (Al Araf & Aliabbas, 2007).
Keamanan dapat dilihat dalam tiga tingkatan, yaitu individu, negara
bangsa, dan internasional. Dalam pendekatan tradisional, keamanan secara
sederhana diartikan sebagai keamanan sebuah negara yang dapat diancam
oleh kekuatan militer negara lain dan harus dipertahankan melalui kekuatan
militer negara itu sendiri. (Mutimer, 1999) Dalam pendekatan ini, negara
(state) menjadi subyek serta sekaligus obyek dari upaya mengejar kepentingan
keamanan. Pandangan pada kelompok ini menilai bahwa semua fenomena
politik dan hubungan internasional adalah fenomena tentang negara. Dalam
ranah pemikiran tradisional inilah negara menjadi inti dalam upaya menjaga
keamanan negara (Prasetyono, et.al., 2006). Widjojo mengatakan bahwa
dengan pengalaman berbagai perang antar Negara, maka keamanan suatu
Negara (State Security) diletakkan dalam kaitan maupun mengatasi ancaman
dari Negara lain. Menurut Widjojo, titik berat keamanan diletakkan pada
Negara dan sasarannya kedaulatan yang dirasakan sebagai hak sebuah
Negara.
Perkembangan isu-isu strategis seperti globalisasi, demokratisasi,
penegakan HAM dan fenomena terorisme telah memperluas cara pandang
dalam melihat kompleksitas ancaman yang ada dan mempengaruhi
perkembangan konsepsi keamanan. Ancaman tidak lagi hanya berupa
ancaman militer tetapi juga meliputi ancaman politik, ancaman sosial, ancaman
ekonomi, maupun ancaman ekologis. Dalam menjalankan fungsi pertahanan
negara yang dikoordinir oleh militer juga mempunyai tugas pokok serta fungsi
dalam melaksanakan Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer
Selain Perang (OMSP) yang masih banyak bersentuhan dengan keamanan
manusia atau warga negara maupun masyarakat terutama pada kejadian
permasalahan bencana alam dan terorisme yang kian berkembang.
Permasalahan dan ancaman tersebut kemudian digolongkan menjadi bagian
28 | Keamanan Nasional Indonesia

dari isu-isu keamanan non tradisional. Dalam pendekatan non tradisional,


konsepsi keamanan lebih ditekankan kepada kepentingan keamanan pelaku-
pelaku bukan negara (non - state actors). Konsepsi ini menilai bahwa keamanan
tidak bisa hanya diletakkan dalam perspektif kedaulatan nasional dan
kekuatan militer. Konsepsi keamanan juga ditujukan kepada upaya menjamin
keamanan warga negara/ keamanan manusianya (Al Araf & Aliabbas, 2007).
Keamanan merupakan modal dasar untuk melakukan pembangunan ekonomi
yang membawa dampak kesejahteraan, sementara peningkatan kesejahteraan
sudah tentu menuntut kualitas keamanan dalam negeri yang semakin baik.
Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), tegaknya
hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakarat.
Seiring dengan tuntutan reformasi nasional, di Indonesia sekarang ini
terjadi reformasi dibidang keamanan. Telah disebutkan pada pasal 30 UUD
1945 (Amandemen IV), dicantumkan pemisahan secara tegas antara bidang
pertahanan dengan keamanan. Sejak era reformasi bergulir, fungsi pertahanan
negara dilaksanakan oleh TNI yang kemudian disusul dengan dikeluarkannya
UU RI No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan dan UU RI No. 34 tentang TNI.
Sementara Polri sebagai leading sektor di bidang keamanan dibekali dengan
UU RI No. 2 Tahun 2002 untuk menjalankan tugasnya sebagai pengelola
keamanan dalam negeri (Kamdagri).
Menurut Prasetyono (dalam Muna, 2002), Undang-Undang RI No. 3
Tahun 2002 mengidentifikasi bahwa sumber ancaman terhadap Indonesia
dengan posisi geografis yang terbuka bersifat kompleks, tidak hanya dalam
bidang militer, melainkan juga dalam bidang non militer, baik dari dalam
maupun dari luar. Yang paling signifikan adalah bahwa batas antara sumber
ancaman yang berasal dari dalam maupun dari luar menjadi semakin kabur
(grey area) karena keterkaitan internasional, penyebaran nilai-nilai demokrasi,
kemajuan dan penyebaran teknologi informasi dan sebagainya. Masalah
ekonomi, lingkungan hidup, konflik sosial dan budaya, kejahatan internasional
(transnacional crimes) dan terorisme internasional tidak dapat dibendung
semata-mata dengan mendayagunakan kekuatan militer saja. Karena itu
29 | Keamanan Nasional Indonesia

kebijakan pertahanan negara harus bersifat komprehensif. Bagi negara, yang


dimaksud sebagai ancaman dapat berasal dari dalam masyarakat itu sendiri
maupun yang datang dari luar negara. Mengupayakan masyarakat agar
terhindar dari situasi homo homoni lupus merupakan fungsi utama negara
dengan melakukan serangkaian tindakan dengan mendasarkan pada teori-
teori kontrak sosial. Dalam pemikiran Hobbes misalnya, bahwa upaya mencari
kedamaian dalam situasi konflik dan peperangan dalam masyarakat, yang
perlu dilakukan adalah dengan menyerahkan secara sadar hak-hak mereka
kepada kekuasaan tunggal yang diijinkan untuk bertindak atas nama mereka
(Noer, 1996). Perspektif inilah yang kemudian melahirkan (1) fungsi keamanan
yang dijalankan oleh aparat penegak hukum, terutama polisi; (b) menjadi
rujukan lebih lanjut mengenai fungsi-fungsi kepolisian yang mencakup fungsi
perlindungan, penegakan hukum, dan kamtibnas (Lay, 2009).
Di sisi lainnya, konsep keamanan juga digali dari pemahaman tentang
bahaya atau ancaman yang datang dari eksternal. Ancaman dari luar ini kerap
dikaitkan dengan ancaman militer. Sehingga, terminologi keamanan dalam
cara pandang ini nyatanya jauh lebih klasik, yakni memastikan bekerjanya
fungsi negara dalam memberikan perlindungan dan keamanan bagi
masyarakatnya. Untuk memberikan perlindungan dan keamanan itulah
kemudian negara membentuk alat pertahanannya sendiri, yang dalam konteks
modern dikenal sebagai tentara. Kebutuhan memiliki angkatan perang sendiri
merupakan keharusan untuk tidak hanya memberikan keamanan bagi
warganya, tetapi juga menjadi instrument pertahanan kedaulatan wilayahnya.
Oleh karenanya hal tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud
dengan keamanan atas suatu ancaman baik dari internal maupun eksternal
terkonsentrasi pada negara. Menurut teori state security ini, negaralah yang
patut diselamatkan atas berbagai bahaya atau ancaman yang melingkupinya.
Sehingga tidak heran jika penguatan lembaga atau institusi menjadi solusi yang
dipilih negara dalam upaya antisipasi maupun reduksi suatu ancaman. Negara
memiliki kewenangan penuh bagaimana keamanan itu didefinisikan.
2.3.2 Keamanan Manusia (Human Security)
30 | Keamanan Nasional Indonesia

Keamanan manusia memiliki tiga konsep yang berbeda. Yang pertama


ialah hak atau aturan alami mengenai keamanan manusia dan hak dasar
individu untuk kebebasan, kehidupan, dan pencarian kebahagiaan, serta
kewajiban komunitas internasional untuk melindungi hak-hak tersebut.
(Williams, 2008)
For the United Nations Development Program (UNDP), human security
has four main characteristics: universal people-oriented care, its components
are interdependent and easier to ensure through early prevention. The report
acknowledges that human security is easier to identify, but its lack is not as
good as its existence. To have a clearer definition, it raises the meaning of
human security, including two main aspects: first, security against long-term
threats such as hunger, disease and repression; second, protection against
sudden and damaging modes of daily life. (Churruca Muguruza, 2017)
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP),
keamanan manusia memiliki empat karakteristik utama: perawatan yang
berorientasi pada masyarakat universal, komponennya saling bergantung dan
lebih mudah dipastikan melalui pencegahan dini. Laporan tersebut mengakui
bahwa keamanan manusia lebih mudah diidentifikasi, tetapi kekurangannya
tidak sebaik keberadaannya. Untuk lebih jelasnya definisi tersebut
memunculkan makna keamanan manusia, yang meliputi dua aspek utama:
pertama, keamanan terhadap ancaman jangka panjang seperti kelaparan,
penyakit dan represi; kedua, perlindungan terhadap kemungkinan ancaman
keamanan dalam kehidupan sehari-hari.

TABEL 2. 2
PRINSIP KEAMANAN MANUSIA
HS Principle HS Approach
• Inclusive and participatory
• Considers individuals and
communities in defining their needs
People-centered
vulnerabilities and in acting as
active agents of change
31 | Keamanan Nasional Indonesia

HS Principle HS Approach
• Collectively determines which
insecurities to address and identifies
the available resources including
local assets and indigenous coping
mechanisms
• Addresses multi-sectorality by
promoting dialogue among key
Multi-sectoral actors from different sectors fields
• Helps to ensure coherence and
coordination across traditionally
separate sectors fields
• Assesses positive and negative
externalties of each response on the
overall human security situation of
the affected community (ies)
• Holistic analysis: the seven security
components of human security
• Addresses the wide spectrum of
threats, vulnerabilities, and
capacities
• Analysis of actors and sectors not
Comprehensive
previously considered relevant to
the success of a policy programme
project
• Develops multi-sectoral multi-actor
responses

• Requires in-depth analysis of the


targeted situation
Context-specific • Focuses on a core set of freedoms
and rights under threat in a given
situation
32 | Keamanan Nasional Indonesia

HS Principle HS Approach
• Identifies the concrete needs of the
affected community (ies) and
enables the development of more
appropriate solutions that are
embedded in local realities,
capacities, and coping mechanisms
• Take into account local, national,
regional, and global dimensions and
their impact on the targeted
situation

• Identifies risks, threats and hazards,


Prevention-oriented
and addresses their root causes
Sumber: Human Security Unit, Human Security in Theory and Practice, Application of the Human
Security Concept and the United Nations Trust Fund for Human Security, Office for the Coordination
of Humanitarian Affairs, United Nations, 2009

United Nations Development Programme (UNDP) mendefinisikan


keamanan manusia sebagai berikut:
“first, safety from such chronic threats such as hunger, disease, and repression.
And second, it means protection from sudden and hurtful disruptions in the
patterns of daily life—whether in homes, in jobs or in communities. Such threats
can exist at all levels of national income and development.” (UNDP, 1994)

UNDP membagi tipe keamanan manusia dalam tujuh kategori, antara


lain: keamanan ekonomi, keamanan pangan, keamanan kesehatan, keamanan
lingkungan, keamanan individu, keamanan komunitas, dan keamanan politik.
Salah satu paradigma keamanan alternatif yang juga bersifat non
tradisional adalah human security atau keamanan manusia. Paradigma ini
seringkali ditempatkan berpasangan serta senafas dengan comprehensive
security, sebagai pendekatan yang memandang bahwa keamanan tidak semata-
mata dari perspektif kemiliteran namun juga non militer. Konsep human security
muncul antara lain melalui laporan badan PBB UNDP (United Nations
Development Program) pada tahun 1994. Ide utama dari konsep ini menyatakan
33 | Keamanan Nasional Indonesia

bahwa berakhirnya perang dingin seharusnya mengubah juga paradigma


keamanan dari keamanan nuklir menuju keamanan manusia. Human security
tidak berurusan dengan senjata. Lebih berurusan pada kehidupan manusia
beserta martabatnya (UNDP, 1994). Laporan UNDP 1994 tersebut menekankan
pemaknaan human security sebagai sesuatu yang universal. Relevan dengan
semua manusia dimanapun. Karena ancaman keamanan dalam human security
bersifat umum. Dimanapun terjadi, kapanpun waktunya tak memandang
tapal batas negara. Human security memusatkan perhatiannya pada manusia
(people-centered) dan bukan negara (state-centered), dengan memaknai keamanan
pada tujuh wilayah antara lain keamanan ekonomi (economic security),
keamanan makanan (food security), keamanan kesehatan (health security),
keamanan lingkungan (environmental security), keamanan pribadi/individu
(personal security), keamanan komunitas (community security) dan keamanan
politik (political security). Konsep ini juga mengidentifikasi enam ancaman
terhadap human security yakni pertumbuhan penduduk yang tak terkendali,
disparitas peluang-peluang ekonomi, tekanan migrasi penduduk, degradasi
lingkungan, perdagangan narkotika, dan terorisme internasional (Smith, 2002).
Perkembangan sosial politik dan pertahanan keamanan kontemporer
menghendaki adanya pengembangan paradigma keamanan nasional yang tak
bertumpu pada keamanan militer serta teritorial saja. Ancaman yang
menganggu stabilitas serta integrasi nasional kini lebih banyak berasal dari
dalam negeri dengan sebab-sebab yang tak selalu tentang kemiliteran. Oleh
karenanya perlu memperluas paradigma keamanan nasional dari keamanan
komprehensif (comprehesive security) ala ketahanan nasional yang bertumpu
pada keamanan militer (military security) menuju keamanan komprehensif yang
bertumpu pada keamanan manusia (human security).
Keamanan manusia (human security) ini menjadi pilihan karena konsep
ini secara komprehensif mampu menjembatani kepentingan keamanan antara
kepentingan keamanan militer (fungsi pertahanan), keamanan dan ketertiban
masyarakat (Kambtibmas) dengan keamanan ekonomi, pangan, energi, pribadi,
politik, komunitas, serta keamanan lingkungan. Sebagai contoh antara lain
Kanada, Norwegia dan Jepang, adalah di antara negara yang telah menerapkan
34 | Keamanan Nasional Indonesia

human security dalam kebijakan keamanannya dan ketiga negara tersebut


terbukti mempunyai keamanan nasional yang relatif solid serta skor Human
Development Index (HDI) yang sangat tinggi, yakni masing-masing di urutan
2, 4, dan 8 pada tahun 2007 (UNDP, 2008).

TABEL 2. 3
KEAMANAN MANUSIA MENURUT UNDP

Type of Security Definition Threats


Economic Security An assured basic income Poverty,
unemployment,
indebtedness, lack of
income

Food Security Physical and economic Hunger, famines, and


access to basic food the lack of physical and
economic access to basic
food

Health Security Protection from diseases Inadequate healthcare,


and unhealthy lifestyles new and recurrent
disease including
epidemics, and
pandemics, poor
nutrition, and unsafe
lifestyles

Environmental Security Healthy physical Environmental


environment degradations, natural
disasters, pollutions,
and resource depletions

Personal Security Security from physical From the state (torture),


violence other states (wars),
group of people (ethnic
35 | Keamanan Nasional Indonesia

Type of Security Definition Threats


tension), individuals or
gangs (crime),
industrial, workplace, or
traffc accidents

Community Security Safe membership in the From the group


groups (oppressive practices),
between groups (ethnic
violence), from
dominant groups (e.g
indigenous people
vurnelability)

Political Security Living in society that Political or state


honors basic human repression, including
rights torture, disappearance,
human rights violatons,
detentions and
imprisonments

Sumber: Human Development Report UNDP, 1994.

“Security is an essentially contested concept. Definitions from the traditional


state-centric of a relative freedom from war, coupled with a relatively high
expectation that defeat will not be a consequence of any war that should occur;
through systemic concepts implying both coercive means to check an aggressor
and all manner of persuasion, bolstered by the prospect of mutually-shared
benefits, to transform hostility into cooperation; consideration of insecurity or
vulnerabilities, both internal and external, that threaten or have the potential to
bring down or weaken state structures.” (Holliday & Howe, 2011)
36 | Keamanan Nasional Indonesia

Keamanan pada dasarnya merupakan konsep yang selalu


diperdebatkan. Definisi tersebut berasal dari interpretasi negara-sentris
tradisional tentang kebebasan relatif dari perang, ditambah dengan harapan
yang relatif tinggi bahwa kekalahan tidak akan menjadi konsekuensi dari
perang apa pun yang harus terjadi; melalui konsep-konsep sistemik yang
menyiratkan cara-cara koersif untuk memeriksa agresor dan segala macam
bujukan, didukung oleh prospek keuntungan bersama, untuk mengubah
permusuhan menjadi kerja sama; dengan pertimbangan ketidakamanan atau
kerentanan, baik internal maupun eksternal, yang mengancam atau berpotensi
meruntuhkan atau melemahkan struktur negara.
Pemahaman tersebut mengindikasikan bahwa konsep keamanan tidak
lagi terbatas pada bagaimana pengerahan atau menunjukkan eksistensi
kekuatan militer. Namun konsep keamanan bergeser kepada bagaimana
melakukan peperangan dengan cara lain seperti memperkuat kelemahan-
kelemahan yang dimiliki suatu negara. Misalnya, memperkuat ekonomi,
pangan, politik, personal, komunitas, lingkungan, dan kesehatan.
Asian approach (macroeconomics). The complexity of the concept of security
means that its different dimensions are often handled separately. The broad
concept of" security "includes military security, economic security, energy
security, environmental security, etc., and has influence to deal with specific
risk situations. Therefore, there is a shift from threats to vulnerabilities and
risks. (Tamošiūnienė & Munteanu, 2015)

Pendekatan Asiatik (ekonomi makro). Kompleksitas konsep keamanan


membuat perbedaan dimensi itu sering diperlakukan secara terpisah. Dalam
arti luas konsep "keamanan" meliputi: keamanan militer, keamanan ekonomi,
keamanan energi, keamanan lingkungan, dll yang memiliki tugas dalam
mengatasi risiko spesifik untuk masing-masing. Dengan demikian, ada
pergeseran dari ancaman ke kerentanan dan risiko selain dari ancaman militer
semata, yaitu menjadi keamanan yang lebih komprehensif.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Tamošiūnienė & Munteanu mengenai
keamanan ekonomi :
37 | Keamanan Nasional Indonesia

“..the perspective of the entire country, economic security has a broader


meaning; therefore, the role of the economy in national security can be
considered from the perspective of macroeconomic and microeconomic. From a
macroeconomic perspective, the issue involves budgeting and reducing deficits.
The microeconomic perspective focuses on ensuring the overall wealth of the
people and the support of other components of national security. The economy
is the foundation of everyone, providing funds, manpower and other resources,
capital, products, not to mention culture and an economic model that
encourages people's hearts. (Tamošiūnienė & Munteanu, 2015)

Berdasarkan perspektif negara, secara keseluruhan, ketahanan ekonomi


memiliki arti yang lebih luas, sehingga peran ekonomi dalam ketahanan
nasional dapat dilihat dari perspektif makroekonomi dan mikroekonomi. Dari
perspektif makroekonomi, masalah ini melibatkan pengurangan anggaran dan
defisit. Perspektif mikroekonomi berfokus pada memastikan kesejahteraan
umum rakyat dan dukungan komponen lain dari keamanan nasional. Ekonomi
adalah fondasi dari semuanya, menyediakan dana, tenaga kerja dan sumber
daya lainnya, modal dan produk, belum lagi budaya dan model ekonomi yang
menginspirasi.
Kemudian dalam kajian kritis Health Security as a Public Health Concept
yang ditulis oleh Aldis menjelaskan bahwa keamanan kesehatan sebagai
berikut :
“Protection against threats: These threats are described from many different
viewpoints. In the UNDP’s 1994 Human Development Report and many
publications which followed, human security is distinguished from the previous
state-centred concept of security. This understanding of human security
includes protection of vulnerable people against hunger, disease and repression;
poverty reduction; and ‘empowerment’ of people.” (Aldis, 2008)

Perlindungan terhadap ancaman dijelaskan dari berbagai sudut


pandang. Dalam Laporan Pembangunan Manusia tahun 1994 UNDP dan
banyak publikasi berikutnya, keamanan manusia dibedakan dari konsep
38 | Keamanan Nasional Indonesia

keamanan yang berpusat pada negara sebelumnya. Pemahaman tentang


keamanan manusia ini mencakup perlindungan terhadap orang-orang yang
rentan terhadap kelaparan, penyakit dan penindasan; pengurangan
kemiskinan; dan 'pemberdayaan' orang. Artinya keamanan ekonomi
merupakan hal yang cukup penting karena berkaitan dengan kemampuan
‘bertahan hidup’ dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Ekonomi dan lingkungan saat ini menjadi perhatian yang relatif sangat
penting dikarenakan kedua hal tersebut saling terikat satu sama lain. Zurlini
dan Müller dalam jurnalnya Environmental Security menyatakan bahwa :
“Another approach is to consider the sustainability of the economy and its supporting
environment, that is, the ability to absorb pressures and shocks without fundamental
changes (elasticity). For any economy, there are many possible states, and each state
provides different degrees of welfare to society.” (Zurlini & Müller, 2008)

Pendekatan keamanan dalam sebuah negara perlu mempertimbangkan


bagaimana keberlanjutan perekonomian dan lingkungan pendukungnya, yaitu
kemampuan menyerap tekanan dan guncangan tanpa perubahan mendasar
(elastisitas). Untuk ekonomi apa pun, ada banyak kemungkinan negara bagian,
dan setiap negara bagian memberikan tingkat kesejahteraan yang berbeda
kepada masyarakat. Namun kemampuan tersebut perlu untuk menjadi
perhatian bagi negara sehingga keamanan ekonomi dan lingkungan dapat
tercapai demi kepentingan masyarakat yang bebas dari rasa takut akan
kesulitan dalam memutar roda perekonomiannya. Berdasarkan konsep
keamanan manusia bahwa setiap orang perlu mendapatkan jaminan untuk
merasa aman, terbebas dari rasa takut, maupun dari rasa kekhawatiran dalam
menjalani kehidupan dalam sebuah lingkungan sehingga perlu untuk
dilakukan identifikasi bagaimana untuk mewujudkan hal tersebut. (Bainus et
al., 2021)
Kemudian berkaitan dengan keamanan personal, Gasper dan Gomez
berpendapat bahwa :
“[In Canada] narrowing [or narrowing] the scope of the theory of freedom from
fear is the result of the militarization of human security (including the
introduction of the responsibility to protect) dominated by international factors,
39 | Keamanan Nasional Indonesia

as well as the result of the transfer of responsibilities and capacities. The first
NGOs in priority areas of human security, such as landmines (internal factors
play a decisive role here). … [These] are complementary governance technologies
in complex long-term emergencies. (Gasper & Gomez, 2015)”

Penyempitan ruang lingkup teori kebebasan dari ketakutan adalah hasil


dari militerisasi keamanan manusia (termasuk pengenalan tanggung jawab
untuk melindungi) yang didominasi oleh faktor internasional, serta hasil dari
transfer dari tanggung jawab dan kapasitas. Kebebasan dari rasa takut
merupakan komponen yang perlu menjadi perhatian dikarenakan hal tersebut
sangatlah luas dan yang paling penting untuk membebaskan masyarakat dari
rasa takut adalah dengan memenuhi haknya sesuai dengan keadaan setiap
negara. Tentu berbeda penerapan kebijakan keamanan personal antara negara
berkembang dengan negara maju sehinngga negara perlu melibatkan berbagai
pihak terkait masalah tersebut.
Konsep mengenai keamanan manusia di Indonesia pada dasarnya
sudah tertuang didalam konstuksi Indeks Keamanan Manusia Indonesia
(IKMI) 2015 yang isinya terdapat rumusan mengenai isu yang relevan, variable,
dan indikator indeks. Namun hal tersebut masih terdapat perbedaan
pandangan mengenai keamanan manusia dikarenakan perdebatan secara
filosofis maupun praktis seperti bagaimana memandang keamanan manusia,
apakah dipandang dalam konteks akibat kekerasan ataukah lebih dari itu yang
mencakup konteks sosial-budaya, ekonomi, politik, dan bencana alam. (Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, 2015)
40 | Keamanan Nasional Indonesia

TABEL 2. 4
VARIABEL DAN INDIKATOR KEAMANAN DARI BENCANA

Dimensi Variabel Indikator


Rasio jumlah desa yang melaksanakan
simulasi bencana terhadap total jumlah desa
Rasio jumlah desa yang memiliki
Kesiapsiagaan fasilitas/upaya antisipasi/ mitigasi bencana
bencana alam terhadap total jumlah desa
Rasio jumlah desa yang memiliki pendaan
untuk mengantisipasi bencana alam terhadap
Keamanan total jumlah desa
dari Bencana Jumlah kejadian dari segala jenis bencana
alam disuatu daerah
Jumlah korban mengungsi dari segala jenis
bencana alam di satu daerah
Risiko Bencana
Jumlah korban hilang dari segala jenis
bencana alam di satu daerah
Jumlah korban meninggal dari segala jenis
bencana alam di satu daerah
Sumber : (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2015)

Variabel kesiapsiagaan bencana merupakan hal yang diperlukan untuk


mengukur risiko ancaman bencana. Dalam Menyusun Indeks Keamanan
Manusia Indonesia dalam kebencanaan diperlukan indikator sebagai berikut :
(1) rasio jumlah desa yang terdapat simulasi bencana terhadap total jumlah
desa, (2) rasio jumlah desa yang terdapat petunjuk keselamatan, (3) rasio
jumlah desa yang terdapat fasilitas mitigasi bencana alam, dan (4) rasio jumlah
desa yang memiliki pendanaan mitigasi bencana alam.
Pendekatan keamanan manusia yang berorientasi preventif dalam
menanggulangi dampak dari ancaman dan ketidakamanan dengan melakukan
proteksi dan pemberdayaan, bermakna penanganan keamanan manusia
bersifat dua arah, top-down dan bottom‐up. Pendekatan top‐down, bermakna
bahwa negara memiliki tanggung jawab dalam melindungi penduduknya
41 | Keamanan Nasional Indonesia

secara sistematis, komprehensif, dan preventif. Sementara pemberdayaam


menekankan pendekatan bottom‐up untuk mengembangkan kapabilitas
individu.
Dalam hal proteksi, ketidakmampuan negara dalam memberikan
prioritas dalam keamanan manusia merupakan indikasi negara lemah, dan
ketidakmampuan untuk menyediakan kebutuhan dasar bagi penduduk dapat
mengurangi kredibilitas pemerintah. Dari aspek legal, pemerintah telah
menerbitkan berbagai aturan dalam menjamin perindungan masyarakat
melalui Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Fakir Miskin (UU
Fakir Miskin), Undang‐Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial (UU Kesejahteraan Sosial), Undang‐Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), dan peraturan lainnya.
Dalam RPJMN 2015-2019 juga telah secara detil menjelaskan permasalahan
serta strategi pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan dan
pemerataan kesejahteraan dari berbagai aspek lintas bidang, tidak hanya pada
bidang kesejahteraan sosial. (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
2015) Variabel pemenuhan terhadap kebutuhan biologis dan fisiologis.
Dalam Indeks Keamanan Manusia Indonesia, dilakukan modifikasi dari
ragam jenis kebutuhan dasar manusia yang disebutkan Maslow (air, udara,
dan makanan, pakaian, tempat berlindung, dan angka kelahiran yang cukup).
Penjabaran dari kebutuhan dasar manusia tersebut berupa indikator‐indikator
yang akan digunakan dalam variable ini mencakup terpenuhinya aspek
biologis dan fisiologis manusia yang elementer untuk mewujudkan
kesejahteraan, mencakup ketersediaan energi, air bersih, pangan, kesehatan
serta tempat tinggal yang layak. Indikator‐indikator yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1) Rasio rumah tangga yang memiliki akses terhadap bahan bakar/energi
utama bersih untuk memasak, terhadap total rumah tangga disuatu
daerah. Akses terhadap energi merupakan salah satu indikator dalam
variable kebutuhan biologis dan fisiologis, dengan pertimbangan bahwa
pada dasarnya manusia tidak dapat hidup tanpa energi. Proksi yang
digunakan untuk mengukur energi adalah indikator energi yang
42 | Keamanan Nasional Indonesia

berkaitan dengan kebutuhan memasak secara bersih (clean cooking),


seperti listrik, LPG dan gas kota.
2) Rasio rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air bersih
terhadap total rumah tangga disuatu daerah. Indikator ini bersifat
milestone, dimana skala: (5) memiliki semua; (4) ledeng meteran, (3)
sumur terlindung; (2) sumur bor/pompa; dan (1) mata air.
3) Rasio rumah tangga yang memiliki akses terhadap ketersediaan,
keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan. Indikator ini merujuk pada
indeks ketahanan pangan yang disusun oleh BPS yang disusun dari tiga
dimensi yaitu ketersediaan pangan, keterjangkauan/akses pangan, dan
pemanfaatan pangan.
4) Indikator kesehatan diukur berdasarkan Angka Harapan Hidup yang
merupakan bagian dari Indeks Pembangunan Manusia. Pertimbangan
memasukkan indikator kesehatan dalam bentuk angka harapan
hidup karena berkaitan dengan kebutuhan untuk bertahan hidup.
Tanpa kesehatan yang memadai, maka akan berdampak langsung
dalam keamanan manusia, baik dari sisi kesejahteraan, yaitu
ketidakmampuan untuk beraktivitas, melakukan aktualisasi diri, atau
berkurangnya populasi manusia.
5) Persentase rumah tangga menurut keadaan/kondisi atap, lantai dan
dinding bangunan tempat tinggal dan tipe daerah yang baik atau rusak.
Indikator perumahan dan pemukiman menggambarkan kelayakan
rumah sebagai tempat tinggal dan berlindung manusia.

2.4 Sinkronisasi
Menurut Endang Sumiarni (Sumiarni, 2013) mengartikan sinkronisasi
sebagai kesesuaian atau keselarasan peraturan perundang-undangan secara
vertikal berdasarkan sistematisasi hukum positif yaitu antara peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah. Sinkronisasi peraturan perundang-undangan
sering menimbulkan pertentangan mengenai peraturan perundang-undangan
yang mana yang lebih tepat untuk digunakan untuk kasus tertentu, terutama
yang berkaitan dengan peraturan mengenai keamanan negara.
43 | Keamanan Nasional Indonesia

Sinkronisasi adalah penyelarasan dan penyelerasian berbagai peraturan


perundang-undangan yang terkait dengan peraturan perundang- undangan
yang telah ada dan yang sedang disusun yang mengatur suatu bidang tertentu.
Proses sinkronisasi peraturan bertujuan untuk melihat adanya keselarasan
antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya. Sinkronisasi dilakukan
baik secara vertikal dengan peraturan di atasnya maupun secara horizontal
dengan peraturan yang setara. (Cintia et al., 2018)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sinkronisasi diartikan sebagai
perihal menyinkronkan; penyerentakan: dalam melaksanakan tugasnya
masing-masing, semua unsur departemen wajib menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi.
Menurut pengertian tersebut bahwa sinkronisasi memiliki makna
adanya keterkaitan satu sama lain dalam hal tertentu, terutama sinkronisasi
mengenai kebijakan keamanan nasional di Indonesia. Untuk mewujudkan
kebijakan keamanan yang saling mendukung, maka diperlukan upaya oleh
para pemangku kepentingan dalam hal menyinkronkan berbagai kebijakan
keamanan. Kebijakan keamanan yang dimaksud ialah tidak terbatas pada
bagaimana melindungi negara dari ancaman militer, tetapi lebih dari itu negara
turut menjamin keamanan nirmiliter.
Upaya negara dalam menjamin keamanan nasional yang komprehensif
adalah melalui pembuatan kebijakan yang tidak saling tumpang tindih
antarkebijakan. Misalnya, sinkronisasi seluruh kementerian/lembaga agar
dalam setiap pembuatan kebijakan tidak mengedepankan ego sektoral
sehingga kebijakan yang disahkan tidak bersebrangan atau tumpang tindih.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Nomor 206 Tahun 2000)
menentukan bahwa salah satu program pembangunan adalah program
pembentukan peraturan perundang-undangan yang sasarannya adalah
menciptakan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan
aspirasi masyarakat dan kebutuhan pembangunan. Pasal 46 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan menentukan bahwa pengharmonisasian, pembulatan, dan
44 | Keamanan Nasional Indonesia

pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR


dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang
legislasi.
Hierarki dari peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan yang menentukan bahwa :
1) Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

2) Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai dengan


hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pedoman diatas dapat dijadikan oleh kementerian/lembaga negara


sebagai dasar dalam membuat kebijakan keamanan nasional yang tertuang
dalam regulasi pembuatan kebijakan tersebut. Namun fakta yang terjadi
adalah kementerian/lembaga di Indonesia terkesan mengedepankan ego
sektoral atau dalam arti kata lain saling mementingkan kepentingan instansi
masing-masing.
Untuk membangun suatu grand design keamanan nasional melalui
Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional diperlukan kerjasama dari
seluruh pemangku kepentingan, mulai dari tingkat eksekutif, legislatif, dan
yudikatif.
45 | Keamanan Nasional Indonesia

BAB III
KEAMANAN NEGARA
SEBAGAI SALAH SATU
ASPEK DARI KEAMANAN
NASIONAL
46 | Keamanan Nasional Indonesia

BAB III
KEAMANAN NEGARA SEBAGAI SALAH
SATU ASPEK DARI KEAMANAN
NASIONAL

eamanan merupakan salah satu kebutuhan mendasar dalam kehidupan


K suatu bangsa dan negara. Konsep keamanan tidak lagi hanya berbicara
tentang isu militer atau pertahanan negara semata, tetapi telah berkembang
menjadi suatu pandangan yang lebih luas, mencakup berbagai aspek dan
dimensi. Dalam konteks sebuah negara, keamanan nasional menjadi sebuah
konsep holistik yang mencakup berbagai unsur dan dimensi keamanan, mulai
dari pertahanan negara, keamanan dalam negeri, hingga keamanan insani.
Keamanan negara khususnya, menjadi salah satu aspek fundamental dalam
kerangka keamanan nasional. Sebagai benteng pertama dari ancaman luar
maupun dalam, keamanan negara memastikan stabilitas dan kedaulatan
negara tetap terjaga dari berbagai kemungkinan gangguan.
Bab ini akan membahas mengenai dua komponen penting dalam
kerangka keamanan negara: Pertahanan Negara dan Keamanan Dalam Negeri.
Melalui pembahasan ini, kita akan mendalami bagaimana kedua komponen
tersebut bekerja, bagaimana interaksi dan sinergitas antara keduanya, serta
tantangan apa saja yang dihadapi dalam memastikan keamanan negara dalam
era global saat ini.

3.1 Pertahanan Negara (State Defence)


Hakikat tentang pertahanan negara Indonesia terdapat di dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pada Pasal
2 yang berbunyi : “Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan
47 | Keamanan Nasional Indonesia

bersifat semesta penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan


kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.”
Pasal 4 dan Pasal 5 berbunyi:
“Pertahanan negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan
negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.” Penjelasan pada
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,
yaitu : “Yang dimaksud ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan baik dari
dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.”

Ancaman militer memiliki arti tersendiri di dalam Undang-Undang


Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang terdapat pada
penjelasan Pasal 7 Ayat 2, yaitu :
“Yang dimaksud dengan ancaman militer adalah ancaman menggunakan
kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang dinilai memiliki kemampuan yang
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan
segenap bangsa.

TABEL 3. 1
MATRIKS KONSEP KEAMANAN MENURUT NASKAH AKADEMIK
RUU KEAMANAN NASIONAL 2016

Tradisional Nontradisional
Asal Ancaman Negara musuh Non-negara: domestik
dan transnasional

Sifat Ancaman Kapabilitas militer Non militer: geografi,


kependudukan, sumber
kekayaan alam, ideologi,
politik, ekonomi, sosial
48 | Keamanan Nasional Indonesia

Tradisional Nontradisional
budaya, pertahanan dan
keamanan

Pihak yang bertanggung Negara Negara, organisasi


jawab untuk internasional, individu
menyediakan keamanan

Nilai inti Kemerdekaan nasional, Kesejahteraan ekonomi,


integrasi territorial, HAM, perlindungan
kedaulatan terhadap lingkungan
hidup

Sumber: Naskah Akademik RUU Kemanan Nasional, 2016

Bambang Pranowo menjelaskan bahwa ketahanan nasional merupakan


kondisi dinamis suatu bangsa yang mencakup semua dimensi kehidupan
nasional yang dapat berkembang dan terpadu dalam menghadapi ancaman,
tantangan, gangguan dan hambatan (ATGH). Konsep ketahanan nasional
adalah gambaran pengejawantahan dari Pancasila dan UUD 1945, yang dalam
hal ini, sila ketiga dari Pancasila diterjemahkan dalam UUD 1945 sebagai
negara kesatuan.
3.1.1 Keamanan Militer
Eksistensi sebuah negara merupakan hal yang setiap negara manapun
berusaha untuk memperjuangkannya dan mempertahankannya melalui
berbagai cara, baik itu dengan upaya pengerahan kekuatan militer maupun
kekuatan diplomasi. Namun kekuatan militer bagi sebuah negara termasuk hal
yang cukup penting sebagai detterent effect bagi bangsa lain.
Pelaksanaan keamanan dalam bidang militer di Indonesia dilakukan
oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terdiri dari Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Hal tersebut tertuang didalam Undang-
Undang Negara Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia bahwa TNI memiliki kewenangan dalam mempertahankan
kedaulatan Negara Republik Indonesia melalui Operasi Militer Perang (OMP)
49 | Keamanan Nasional Indonesia

maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Namun hal tersebut


memunculkan kerancuan mengenai peran TNI yang sesungguhnya
dikarenakan adanya konsep Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang
hampir sama dengan tugas Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai
pelaksana keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Oleh sebab itu, perlu adanya penegasan kembali mengenai peran militer
dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang hanya berfokus pada
bagaimana mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia yang
dianggap harus ditangani oleh kekuatan militer. Sedangkan dalam menangani
masalah didalam negeri sepatutnya cukup dilaksanakan oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai pelaksana keamanan dan ketertiban
masyarakat (kamtibmas). Jika dikaitkan dengan dinamika ancaman keamanan
global, tentu TNI yang menjadi garda terdepan pertahanan negara, sedangkan
Polri berfokus pada keamanan dalam negeri sehingga terjadi harmonisasi
pelaksanaan keamanan nasional.
Dinamika ancaman pertahanan Indonesia kedepan ditunjukkan dengan
pertumbuhan dengan cepat persenjataan dan juga meningkatnya ancaman
perang non konvensional. Ketegangan antara Amerika Serikat, China dan
negara-negara ASEAN pun akan memicu konflik terbuka perihal konflik di
Laut Cina Selatan. Sedangkan ancaman domestik masih menangani ancaman
separatisme dari Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua serta kejadian
bencana alam yang banyak memakan korban jiwa.
Dinamika lingkungan strategi global yang begitu cepat, telah menggeser
suatu paradigma bahwa ancaman itu saat ini telah bersifa multidimensional.
Berdasarkan buku Putih Pertahanan Indonesia (2015) bahwa ancaman dapat
dibedakan menjadi ancaman militer dan ancaman nir militer atau yang lebih
dikenal juga dengan ancaman nonmiliter.
Untuk ancaman militer yang sering terjadi di wilayah Indonesia bagian
Timur, lebih tepatnya di Papua masih banyak terjadinya pemberontakan yang
dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, misalnya oleh Organisasi Papua
Merdeka (OPM). Terjadinya peristiwa yang menimpa mahasiswa di Kota
Surabaya, Malang, dan Semarang telah mengakibatkan terjadinya konflik yang
50 | Keamanan Nasional Indonesia

mengakibatkan timbulnya keinginan dari beberapa oknum masyarakat Papua


untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peristiwa
yang terjadi di Pulau Jawa tersebut memicu terjadinya demo besar-besaran di
beberapa kota yang ada di Papua. Hal ini menjadi suatu bentuk keprihatinan
bagi rakyat Indonesia karena ada oknum-oknum yang mengobarkan api
amarah di Papua tersebut sesungguhnya sangat membahayakan keamanan
dan kelangsungan hidup dalam kehidupan bangsa dan negara.
OPM merasa penyatuan wilayah Papua ke dalam NKRI sejak tahun 1969
merupakan hasil perjanjian antara pemerintah Belanda dengan Indonesia,
tanpa melibatkan rakyat Papua. Itu sebabnya, dalam pandangan OPM, Papua
telah menjadi wilayah merdeka sejak dilepaskan Belanda tahun 1962.
Ketidakpuasan terhadap hasil perjanjian antara Pemerintah RI dan Belanda
melahirkan pemberontakan tokoh-tokoh OPM terhadap pemerintah RI yang
dimulai sejak tahun 1965. (Al-Araf, 2018) Meskipun pemerintah Orde Baru
telah melakukan kontra-pemberontakan, namun OPM tidak berhenti
melakukan aksi dan serangannnya hingga saat ini. OPM bahkan mampu
bertahan dengan adanya sistem sporadis dalam gerakan militer yang
melibatkan masyarakat awam sebagai basis pendukung yang kuat. Rakyat
Papua banyak mendukung gerakan OPM karena kekecewaan mereka terhadap
kebijakan Pemerintah RI yang dianggap tidak mampu meningkatkan kondisi
perekonomian mereka. Itu sebabnya, dalam penyelesaian konflik Papua,
pemerintah RI perlu menarik simpati rakyat Papua. Hal itu bisa dilakukan
dengan mendengarkan apa yang menjadi keinginan mereka; yang mencakup
terpenuhinya hak masyarakat Papua dalam hal ekonomi, politik dan sosial,
serta adanya keamanan dan keadilan. Pemerintah perlu terus mendorong
terlaksananya dialog langsung dengan rakyat Papua sehingga setiap kebijakan
yang diambil oleh pemerintah pusat merupakan kepentingan dan
kesejahteraan rakyat Papua itu sendiri.
Penanganan konflik di Papua saat ini masih mengalami tumpang tindih.
Tumpang tindih tersebut terlihat nyata ketika Polri dikirim untuk melakukan
‘operasi militer’ untuk memburu para kelompok kriminal bersenjata. Namun
Polri tidak sanggup dalam memburu para kelompok kriminal bersenjata
tersebut sehingga diperlukan dukungan dari TNI melalui Operasi Militer
51 | Keamanan Nasional Indonesia

Selain Perang (OMSP). Ketika TNI diterjunkan terbukti bahwa kelompok


kriminal tersebut dapat di atasi.
Kemudian TNI sebagai lembaga pertahanan negara saat ini tidak hanya
berfokus pada konflik di Laut Cina Selatan. Tetapi perlu untuk mengubah
konsep strategi keamanan menuju kearah nirmiliter, yaitu proxy war dan
cyberwarfare yang mana ancaman tersebut bukan lagi ancaman yang terlihat
nyata dalam bentuk ancaman militer, tetapi lebih dari itu ancaman terhadap
keamanan negara dapat melaui ideologi, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Yang perlu menjadi perhatian mengenai penanganan tersebut adalah
dalam hal perbedaan dalam menerjemahkan definisi keamanan. Bagi Polri
sebagai pelaksana keamanan dan ketertiban masyarakat bahwa hal tersebut
bukan merupakan ancaman yang dapat mengganggu keutuhan negara, tetapi
hanya sebatas pada anggapan gangguan keamanan saja, Berbeda dengan
konsep keamanan TNI yang menganggap hal tersebut sebagai ancaman
terhadap pertahanan negara sehingga ketika dihadapkan pada ancaman
tersebut TNI dapat dengan segera menangani hal tersebut.
Tidak bisa dipungkiri bahwa diskursus mengenai pertahanan erat
kaitannya dengan konsep keamanan. Karena itu, pemahaman yang benar
tentang konsep keamanan membantu kita memahami pengerahan TNI
maupun Polri sesuai dengan konsep keamanan yang benar.
Mengenai Indo-Pasifik sebenarnya bukanlah hal baru bagi negara-
negara Asia Tenggara, terutama yang tergabung dalam ASEAN. ASEAN telah
sejak lama mendorong konsep kerja sama kawasan yang lebih luas, yang
merangkul kekuatan-kekuatan besar yang berkepentingan atas stabilitas dan
keamanan kawasan Pasifik dan Hindia seperti melalui kerangka ASEAN
Regional Forum (ARF). Indonesia pernah menawarkan konsep kerja sama Indo-
Pasifik. Namun kondisi lingkungan strategis yang berkembang
memungkinkan dan juga mendesak ASEAN untuk secara resmi menawarkan
pandangannya sendiri atas konsep Indo-Pasifik, terutama Amerika Serikat
yang terus menyoroti lingkungan strategis Kawasan Asia.
Amerika Serikat hingga saat ini terus berfokus pada upaya intervensi
terhadap Indo-Pasifik yang kemudian mendapat reaksi dari sejumlah kekuatan
52 | Keamanan Nasional Indonesia

besar yang juga berkepentingan di kawasan tersebut. AS berusaha mendorong


tercapainya kesamaan pandangan antara empat kekuatan besar, yaitu AS,
Australia, India, dan Jepang melalui inisiasi Quadrilateral Security Dialogue di
antara mereka. Di sisi lain, China memandang campur tangan Indo-Pasifik
yang diusung pemerintahan AS sebagai upaya pembendungan dan
pembatasan pertumbuhan kekuatan China. (Roza, 2019)
Situasi lain yang saat ini sedang ‘hangat’ diwilayah Asia-Pasifik ialah
situasi di Laut Cina Selatan yang melibatkan berbagai aktor negara. Konflik
antarnegara diwiayah Laut Cina Selatan dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang kepentingan dari negara- negara yang terlibat dalam konflik tersebut,
baik itu masalah kedaulatan wiayah, kepentingan ekonomi ataupun
kepentingan politik. Melalui pendekatan yang rasional bahwa setiap negara
berusaha mempertahankan maupun memperjuangkan kepentingannya yang
dianggap potensial. Jika kepentingan-kepentingan tidak diakomodir dengan
seksama, maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan perang.
(Djuyandi et al., 2021)
Situasi di wilayah Laut Cina Selatan tentu patut menjadi perhatian
Indonesia sebagai negara yang berbatasan langsung dengan wilayah tersebut.
Indonesia perlu untuk mengambil berbagai langkah kebijakan untuk
membendung pengaruh yang ditimbulkan dari masalah diwilayah tersebut.
Sebagai negara non-alignment, Indonesia selain memperkuat alusista juga
diperlukan untuk memperkuat diplomasi terhadap aktor-aktor negara yang
tidak menutup kemungkinan dapat dimanfaatkan demi kepentingan
keamanan nasional Indonesia.
Kemudian membahas mengenai keamanan militer di Indonesia saat ini
belum menunjukkan adanya keterlibatan pihak swasta didalam negeri
dikarenakan regulasi belum membahas secara komprehensif mengenai
keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan dan produksi alat utama
sistem pertahanan (alutsista). Pengadaan alutsista di Indonesia masih
didominasi oleh Badan Usaha Milik Negara yang sahamnya sepenuhnya
dikuasai oleh negara seperti PT Dirgantara Indonesia, PT PAL Indonesia, dan
PT Pindad.
53 | Keamanan Nasional Indonesia

Terkait pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) dalam


negeri tertuang didalam Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia
Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Pertahanan
dan Tentara Nasional Indonesia tidak memberikan aturan yang pasti mengenai
pelibatan pihak swasta dalam pengadaan persenjataan didalam negeri
sehingga sulit bagi swasta untuk mendirikan perusahaan alutsista di Indonesia.
Kemudian didalam Permenhan tersebut dalam Bab X tentang Peningkatan
Alutsista TNI Produksi Dalam Negeri Pasal 70 tidak secara spesifik
menyebutkan keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan persenjataan
dalam negeri. Bahkan dalam Pasal 72 secara langsung menyebutkan
penggunaan alutsista TNI produksi luar negeri sehingga terkesan tidak adanya
keseimbangan negara dalam mewujudkan kemandirian dalam alutsista
didalam negeri.
Jika membandingkan dengan negara-negara lain, seperti Amerika
Serikat maupun Uni Eropa yang turut melibatkan pihak swasta dalam
pengemabangan alutsista negaranya sehingga. Misalnya, Amerika Serikat
selalu melibatkan pihak swasta dalam negeri dalam pengadaan alutsista
melalui Lockheed Martin, Northrop Grumman, Raytheon Technologies
Corporation, dan lain sebagainya. Hal tersebut tentu turut ‘memaksa’ para ahli
alutsista dalam negerinya untuk terus mengembangkan teknologi pertahanan
yang canggih sekaligus mendukung kompetisi alutsista dalam negeri.
3.1.2 Ancaman Transnasional
3.1.2.1 Pengelolaan Perbatasan Negara
Lemahnya kemampuan negara dalam meningkatkan kemampuan
aparat penegak hukum dalam berbagai tindak pidana transnasional, dengan
sendirinya akan memantik masuknya kekuatan asing di wilayah perbatasan
dengan mudahnya baik atas nama negara tetangga, perusahaan transnasional
maupun organisasi kejahatan transnasional.
Pengelolaan perbatasan negara di Indonesia saat ini berada di bawah
naungan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) berdasarkan
Undang-Undang Nmor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. BNPP
54 | Keamanan Nasional Indonesia

merupakan lembaga nonstruktural yang bertanggung jawab langsung kepada


Presiden.
Pengelolaan perbatasan negara di Indonesia hingga saat ini perlu untuk
mendapat perhatian serius. Dalam pengelolaan perbatasan saat ini terdapat
beberapa lembaga yang terlibat di dalamnya, antara lain Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Luar Negeri, Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan
Darat-Laut-Udara, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kementerian
Kelautan & Perikanan, dan Badan Keamanan Laut (Bakamla). (Irianto,
wawancara penelitian, 9 Juni 2021)
“Saya sebetulnya setuju dengan Dewan Keamanan Nasional ini. Artinya, ada
satu lembaga yang mengoordinasikan seluruh kementerian/lembaga yang ada
sehingga tidak ada lagi masalah dalam hal overlapping penanganan perbatasan
negara. Selama ini kan fakta yang terjadi seperti itu, lembaga yang satu merasa
bahwa itu bagiannya karena tidak ditangani oleh mereka. Itu harus ada satu
lembaga yang menaunginya.” (Irianto, wawancara penelitian, 9 Juni 2021)

Terkait penanganan perbatasan wilayah saat ini masih dilakukan oleh


banyak lembaga sehingga terkesan adanya egosektoral walaupun sudah
dinaungi oleh Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), tetapi ketika
terjadi pelanggaran perbatasan seperti illegal logging yang diusut oleh TNI,
kemudian diajukan kepada Pengadilan, maka hal tersebut memunculkan
polemik. Lembaga lain yang berkaitan dengan masalah tersebut merasa hal
tersebut merupakan bukan tanggung jawabnya sehingga perlu adanya
perbaikan mengenai konsep keamanan yang berkaitan dengan perbatasan
negara agar tidak terjadi tumpang tindih antarlembaga negara. Kapuslidatin
BNN

3.1.2.2 Pengelolaan Keamanan Laut


Semakin bertambahnya kapal asing yang tidak dilengkapi dokumen
yang ditangkap di wilayah perairan Indonesia yang melakukan tindakan ilegal,
hal tersebut memberikan bukti bahwa tindak kejahatan terhadap sumber daya
alam yang dimiliki bangsa Indonesia masih belum menunjukkan adanta tanda-
tanda penurunan. Selain itu, masih belum efektifnya dalam pelaksanaan
55 | Keamanan Nasional Indonesia

pengamanan diwilayah laut, merupakan salah satu kendala yang dihadapi


dalam penanganan tindak kejahatan terhadap kekayaan sumber daya alam.
Frans Joni Tandiarrang yang juga selaku Kepala Seksi Kerja Sama
Lembaga Kementerian Pertahanan RI memberikan pendapat mengenai
masalah tumpang tindih kebijakan yang terjadi.
“Permasalahan pokok yang menjadi perhatian penting hingga kini, adalah
tumpah tindih mengenai kewenangan yang ada, seperti halnya antara TNI AL,
Polri, PPNS dan juga Bakamla dalam menangani kasus pelanggaran yang
terjadi diwilayah perairan Indonesia.” (Tandiarrang, wawancara penelitian,
(Tandiarrang, wawancara penelitian, 20 Mei 2021)

Disahkannya undang-undang yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor


32 Tahun 2014 tentang Kelautan, merupakan bagian dari upaya untuk
memberikan kepastian hukum dalam penegakan hukum dilaut yang sekaligus
mampu menyelesaikan masalah tumpang tindihnya sistem penegakan hukum
di wilayah laut. Keberadaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan ketika diundangkan diharapkan tidak akan menimbulkan suatu
masalah yang baru, namun diharapkan justru akan membantu
penyederhanaan atas permaslaahan-permaslaahan yang dihadapi dalam
rangka penegakan hukum di wilayah laut. Tetapi pada praktiknya hal tersebut
belum dapat mengatasi pemasalahan tumpang tindih pengelolaan keamanan
laut.
Tumpang tindih kebijakan keamana laut terlihat pada inkonsistensi
lembaga eksekutif maupun legislatif dalam membuat suatu regulasi yang
terkesan tidak memperhatikan kebijakan yang dibuat sebelumnya sehingga
semakin memperumit pengentasan masalah ego sektoral. Selain itu, peneliti
beranggapan bahwa tumpang tindih tersebut tidak terlepas dari kepentingan
politik.

3.1.3 Ancaman Siber


Pada 2019, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melaporkan terdapat
290 juta kasus serangan siber. Jumlah tersebut 25% lebih banyak jika
56 | Keamanan Nasional Indonesia

dibandingkan tahun sebelumnya ketika kejahatan siber menyebabkan


kerugian sebesar US$ 34,2 miliar di Indonesia. Pandemi Covid-19, selain
memicu peningkatan serangan phising (pengelabuan), serangan malware, spams
dan ransomware yang signifikan, juga meningkatkan desakan untuk
menetapkan infrastruktur keamanan siber yang berfungsi dengan baik. (BSSN,
2019)
Kolonel Pnb Ridha Himawan selaku Direktorat Badan Inteljien Strategis
TNI memberikan contoh kasus mengenai ancaman siber yang pernah terjadi di
Indonesia.
“Saya ingin memberi contoh kasus. Indonesia menjadi sasaran penyadapan
yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS). Penyadapan terhadap Indonesia
dilakukan NSA (National Security Agency) Amerika bekerja sama dengan DSD
(Defence Signal Directorate) Australia. NSA minta bantuan DSD Australia
untuk mematai-matai Indonesia pada waktu Konferensi Perubahan Iklim PBB
yang diadakan di Bali 2007. Penyadapan itu dilakukan Amerika dan Australia
untuk melihat struktur jaringan komunikasi keamanan Indonenesia. Itu baru
satu kasus ya.” (Himawan, wawancara penelitian, 14 Juni 2021)

Contoh kasus yang disampaikan dalam wawancara tersebut merupakan


salah satu fakta yang pernah menimpa Indonesia kala itu. Hal tersebut tentu
merupakan ancaman yang perlu untuk ditindaklanjuti oleh pihak terkait. Aksi
spionase merupakan bagian dari operasi yang mungkin dapat mengancam
kedaulatan Negara Republik Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Upaya
spionase yang dilakukan oleh Amerika Serikat bersama dengan Australi dapat
dijadikan sebagai acuan bahwa pertahanan Indonesia dalam hal keamanan
siber masih perlu dipertanyakan. Tidak dapat dipungkiri saat ini mungkin
berbagai objek vital nasional Indonesia sedang disusupi oleh pihak-pihak
tertentu, baik perorangan, organisasi, maupun negara sebagai sponsor yang
mengancam keamanan siber.
“Kalau saya katakan penerapan teknologi keamanan siber sudah sangat
mendesak. Dunia siber Indonesia dalam kondisi darurat untuk diterapkannya
teknologi keamanan siber (Cyber Security). Perlu penguatan terhadap
keamanan infrastruktur informasi kritis. Maka dari itu keamanan siber perlu
57 | Keamanan Nasional Indonesia

dukungan serius dari berbagai pihak. Kita tidak mungkin jalan sendiri dan tidak
mungkin bisa kalau tidak benar-benar didukung. Di buku Putih Pertahanan
Indonesia 2015 itu ada dibahas disana.” (Himawan, wawancara penelitian, 14
Juni 2021)

Mengingat ancaman siber saat ini semakin meningkat karena desakan


perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, maka perlu adanya
konsep mengenai pembangunan infrastruktur keamanan siber. Namun untuk
mendukung hal tersebut diperlukan dukungan dari berbagai pihak untuk
mencapai Indonesia yang berdaulat dalam hal ketahanan siber. Konsep
mengenai keamanan siber sebenarnya sudah tertuang di dalam Buku Putih
Pertahanan Indonesia 2015 walaupun secara substansi belum secara spesifik
memberikan konsep keamanan siber.
“Saya perlu menegaskan kembali bahwa tantangan serangan siber adalah nyata.
Bahaya serangan siber ini telah mengancam keamanan nasional dan sendi-sendi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ancaman terhadap keamanan dalam
negeri meliputi separatisme, terorisme, spionase, sabotase, kekerasan politik,
konflik horizontal, perang informasi, perang siber dan ekonomi nasional.
Khususnya Bais TNI sebagai intelijen pertahanan yang tentu membutuhkan
dukungan dari para ahli yang mampu menangani ancaman siber. Selain itu,
berapa banyak masyarakat kita yang terpapar radikalisme melalui dunia maya.
Mulai dari radikal yang berbentuk lonewolf sampai dengan organisasi besar.
Hal itu patut menjadi perhatian kami sebagai pendukung pertahanan negara.”
(Himawan, wawancara penelitian, 14 Juni 2021)

Menurut Himawan, bahwa ancaman terhadap keamanan siber dapat


mengancam berbagai hal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ancaman siber dapat menjadi wadah layaknya dunia nyata yang dapat
menciptakan separatisme, terorisme serta radikalisme, konflik antar
masyarakat, dan lain sebagainya.
“Ancaman siber itu pada dasarnya sama. Hanya saja penanganan yang
dilakukan oleh TNI, Polri atau lembaga negara lainnya pasti berbeda. Kalau
58 | Keamanan Nasional Indonesia

TNI itu fokus pada upaya mempertahankan keamanan siber dibidang militer.
Kalau Polri lebih kepada patroli siber di lingkungan masyarakat. Hal itu perlu
menjadi perhatian. Jangan sampai spesifikasi pertahanan militer kondisinya
tidak memadai, itu kan sangat berbahaya bagi kedaulatan negara kita.”
(Himawan, wawancara penelitian, 14 Juni 2021)

Ancaman siber di Indonesia saat ini masih belum memiliki konsep yang
nyata. Misalnya, dalam kasus penanganan terorisme di dunia maya, apakah
TNI yang harus menanganinya secara langsung ataukah Polri atau mungkin
lembaga lain yang melakukannya. Dalam menentukan batasan penanganan
keamanan siber sudah tentu diperlukan konsep cybersecurity yang jelas
sehingga ego sektoral di Indonesia dapat ditekan.
“Jangan mengatakan kalau ancaman siber ke Indonesia itu tidak ada. Mungkin
kita lihat Indonesia aman-aman saja, tidak ada ancaman militer, semua alutsista
aman. Bisa jadi aman atau bisa jadi tidak. Mungkin alutsista kita sebentulnya
pernah ada yang menyusupi, tapi kita saja yang belum menemukannya. Tentu
hal ini perlu menjadi perhatian dari seluruh stakeholder.” (Himawan, 14 Juni
2021)

Beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi informasi dan


komunikasi secara positif memberikan kontribusi terhadap perkembangan
ekonomi global dan berdampak pada produktivitas, persaingan, dan
keterlibatan warga negara yang lebih tinggi (Setiadi, Sucahyo, & Hasibuan,
2012). Akan tetapi, karena badan pemerintah, pengusaha, dan masyarakat kini
jauh lebih terkoneksi didunia maya, beberapa tantangan terkait ancaman siber
membutuhkan lebih banyak perhatian untuk mengembangkan keamanan siber
yang lebih kuat.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melaporkan 290,3 juta kasus
serangan siber pada 2019. Angka tersebut secara signifikan meningkat jika
dibandingkan dengan 232,4 juta kasus pada tahun sebelumnya. Sama halnya
dengan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Bareskrim), yang melihat adanya peningkatan laporan kejahatan siber. Pada
tahun 2019, 4.586 laporan polisi diajukan melalui Patrolisiber, laman web
59 | Keamanan Nasional Indonesia

Bareskrim untuk melaporkan kejahatan siber. Sebuah peningkatan dari 4.360


laporan pada 2018 (BSSN, 2020).
Letkol Lek Imam Roziqin selaku Tim Satsiber Mabes TNI memberikan
pendapatnya mengenai kondisi ancaman siber.
“Sekarang ini bisa dibilang bahwa tingkat ketergantungan pemerintah dan
masyarakat terhadap suatu teknologi selalu meningkat. Pada waktu yang
bersamaan maka semakin besar pula ancaman dengan menggunakan teknologi
tersebut terhadap masyarakat dan kedaulatan negara. Artinya dunia maya itu
kan bisa dikatakan juga sebagai area yang shadow, bisa berbuat apapun tanpa
diketahui. Mungkin saja Indonesia bisa hancur hanya dengan ancaman ini.”
(Roziqin, wawancara penelitian, 10 Juni 2021)

Dengan perkembangan tekonologi informasi dan komunikasi saat ini


membuat segala sesuatu menjadi relatif tidak terbatas dan kehadiran teknologi
bukan berarti tidak memiliki kelemahan. Menurut pendapat di atas dapat
diasumsikan pula bahwa secara bersamaan ancaman siber mengikutinya yang
dapat meengaruhi kedaulatan negara. Hal tersebut dikarenakan teknologi,
terutama dunia maya menjadi area yang tidak mudah untuk dideteksi dan
siapapun bisa melakukan serangan secara anonymous.
“Sebetulnya Indonesia kan sudah punya Satsiber yang sekarang berada di
Mabes TNI. Tentu ini harus terus dilakukan, mulai dari sisi teknologi hingga
sumber daya manusia sehingga akan menunjang konektivitas dan sinergi
pengamanan data dan informasi dari potensi penyusupan dan serangan dapat
dicegah sejak dini. Bisa dibayangkan jika Peretas meretas sistem pertahanan
kita. Begitu pesawat sedang terbang, tiba-tiba jaringan komunikasi diambil alih
atau pasukan darat, disitu kita bisa kalah.” (Roziqin, wawancara penelitian, 10
Juni 2021)

Berkaitan dengan ancaman siber terhadap pertahanan Negara Republik


Indonesia saat ini ditangani Satuan Siber Mabes TNI. Ancaman siber
merupakan hal yang perlu menjadi perhatian ditengah situasi dunia yang saat
ini terus dihadapkan pada perkembangan teknologi. Menurut Lekol Lek Imam
60 | Keamanan Nasional Indonesia

Roziqin bahwa tidak menutup kemungkinan pertahanan negara Indonesia


dapat diserang hanya dengan melalui serangan siber yang dapat
melumpuhkan berbagai alutsista yang ada sehingga hal tersebut sangat
diperlukan perhatian yang lebih optimal melalui peningkatan kapasitas
sumber daya manusia dan fasilitas yang memadai untuk mendukung
pertahanan negara dari ancaman siber.
“Kalau kita berkaca kepada negara-negara maju itu perlu. Mereka itu
pertahanan militernya bisa dikatakan sangat baik. Mungkin saja Indonesia tidak
diserang secara militer oleh mereka, tapi bisa jadi seluruh strategi kita mereka
pantau dari sana. Apakah kita tahu? Itulah peran Satsiber TNI walaupun dalam
operasionalnya perlu penyempurnaan, apalagi di zaman sekarang ini.”
(Roziqin, wawancara penelitian, 10 Juni 2021)

Dalam menangani ancaman keamanan siber tentu diperlukan strategi


khusus yang relatif tidak mudah untuk dilakukan jika Indonesia harus
berhadapan dengan negara-negara lain yang secara teknologi pertahanan lebih
maju. Namun hal tersebut tentu bukan suatu halangan untuk terus
menyempurnakan pertahanan negara dalam hal keamanan siber. Ancaman
siber dalam hal pertahanan di Indonesia oleh Satuan Siber (Satsiber) Mabes TNI
dapat dikatakan sebagai salah satu Langkah strategis nasional dalam hal
keamanan negara. Dengan adanya lembaga tersebut diharapkan dapat
mendukung Indonesia sebagai negara yang mengusung konsep comprehensive
security.
“Serangan Titan Rain yang terjadi pada tahun 2003 yang kemudian diketahui
berasal dari beberapa lokasi di Tiongkok, dan belum bisa dipastikan pelakunya
individu atau disponsori oleh negara tirai bambu tersebut dengan tujuan untuk
memata-matai negara lain terutama Amerika Serikat dan sekutunya. Serangan
ini berlangsung secara terus menerus selama tiga tahun dan menyasar institusi
penting di Amerika Serikat seperti NASA dan Lockheed Martin. Itu kasus lama
ya.” (Roziqin, wawancara penelitian, 10 Juni 2021)

Salah satu kasus ancaman siber yang pernah terjadi didunia menurut
informan penelitian di atas adalah kasus serangan Titan Rain pada tahun 2003
61 | Keamanan Nasional Indonesia

yang teridentifikasi berasal dari Tiongkok. Namun hal tersebut belum dapat
dipastikan kebenarannya. Serangan tersebut turut menyerang lembaga
strategis penting Amerika Serikat. Hal ini dapat menjadi salah satu contoh
bahwa ancaman siber memang nyata terjadi walaupun tidak terlihat secara
kasat mata, tetapi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertahanan
negara.
Untuk menghadapi ancaman siber terhadap keamanan nasional,
Peraturan Kementerian Pertahanan (Permenhan) Nomor 82 Tahun 2014
memberikan pedoman pertahanan siber. Peraturan tersebut merupakan satu-
satunya peraturan yang menjabarkan definisi keamanan siber. Keamanan siber
nasional adalah segala upaya dalam rangka menjaga kerahasiaan, keutuhan
dan ketersediaan informasi serta seluruh sarana pendukungnya di tingkat
nasional dari serangan siber. Segala perkataan atau tindakan yang dilakukan
oleh pihak manapun yang mengancam pertahanan nasional, kedaulatan, dan
integritas teritorial dianggap sebagai serangan siber. Tidak seperti UU ITE,
peraturan ini mencakup infrastruktur penting dari, misalnya, sistem keuangan
dan transportasi sebagai objek keamanan siber. Akan tetapi, peraturan ini
hanya berguna untuk mengembangkan kapasitas pertahanan siber militer,
serta dikembangkan dan diimplementasikan oleh Kementerian Pertahanan dan
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Untuk ancaman siber non-militer maka akan
mengacu ke peraturan lainnya, seperti UU ITE. Dalam rangka memperkuat
pertahanan siber di Indonesia, saat ini sedang dibahas Rancangan Undang-
Undang Keamanan Siber.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Siber menunjuk Badan
Siber dan Sandi Nasional (BSSN) dalam mengkoordinasikan usaha
pengembangan strategi keamanan siber yang berkolaborasi dengan lembaga
pemerintahan lainnya, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kominfo), Badan Intelijen Nasional (BIN), Kepolisian Republik Indonesia, dan
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tetapi yang perlu menjadi perhatian adalah
RUU tersebut tidak memberikan rincian pasti mengenai peran antar lembaga-
lembaga tersebut, dan juga tidak menjabarkan tanggung jawab BSSN dan
lembaga pemerintahan lainnya dalam melindungi keamanan siber. Pasal 38
62 | Keamanan Nasional Indonesia

dalam RUU Keamanan Siber menyebutkan bahwa BSSN dapat menyaring


konten dan aplikasi elektronik yang mengandung konten berbahaya guna
melindungi keamanan masyarakat ketika menggunakan aplikasi elektronik.
Akan tetapi, tugas menyaring konten dan aplikasi saat ini dilakukan di bawah
wewenang Kominfo. Namun sangat disayangkan dalam Pasal 38 tersebut tidak
mengatur koordinasi antara BSSN dan Kominfo untuk menyaring konten, dan
tidak ada kriteria yang rinci terkait apa yang dianggap konten berbahaya.
3.1.4 Perbatasan Negara dan Kejahatan Transnasional
Perbatasan antar-Negara adalah bagian dari penanda teritorial yang
memisahkan Negara satu dengan negara lain, yang dalam derajat tertentu
dapat menjadi sumber konflik antarnegara. Mengacu pada lima hal pokok
terkait dengan pengamanan perbatasan Indonesia, UU No. 43/2008 tentang
Wilayah Negara dapat diterjemahkan secara positif bahwa pemerintah
memiliki keseriusan dalam mengkoordinasikan sistem pengamanan wilayah
perbatasannya. Meski pada praktiknya, keberadaan UU tersebut selain
tumpang-tindih, juga terkesan overlapping dengan berbagai produk
perundang-undangan yang ada, khususnya terkait dengan pengelolaan
keamanan wilayah perbatasan.
Mabes TNI / Pati Sahli Tk. III Bidang Polkamnas Panglima TNI Mayjen
TNI Herianto Syahputra memberikan pernyataan bahwa:
“Dalam penanganan perbatasan negara itu sebetulnyakan sudah ada BNPP
sebagai pengelola perbatasan yang mengkoordinasikan kementerian/lembaga
walaupun pada praktiknya ada overlapping. misalnya perwakilan Indonesia
dalam Komite Bersama Perbatasan Indonesia-Papua Nugini adalah Menteri
Dalam Negeri, atau antara Indonesia-Malaysia diwakili oleh Menteri
Pertahanan, dimana sebelum tahun 2004 dipimpin oleh Panglima TNI. Namun
paska terbentuknya Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang
diketuai oleh Menteri Dalam Negeri, semua permasalahan perbatasan menjadi
tanggungjawab Kementerian Dalam Negeri dan sejumlah kementerian menjadi
pendukung proses penanganan dan pengelolaan perbatasan.” (Syahputra,
wawancara penelitian, 16 Juni 2021)
63 | Keamanan Nasional Indonesia

Berdasarkan pendapat informan penelitian tersebut ditemukan fakta


bahwa masih terdapat tumpang tindih dalam hal pengelolaan perbatasan
negara walaupun sudah terbentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan
(BNPP) yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri kemudian
kementerian/lembaga lainnya sebagai pendukung proses penanganan dan
pengelolaan perbatasan ditambah dengan masih adanya ego sektoral yang
masing-masing memiliki hak untuk menangani permasalah di perbatasan
sehingga diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai kepastian penjagaan
perbatasan. Kemudian selain Badan Badan Nasional Pengelola Perbatasan
(BNPP) diwilayah laut semakin diperumit dengan adanya Badan Keamanan
Laut (Bakamla) yang kedua lembaga tersebut memiliki tugas serupa dalam
mengkoordinasikan keamanan di laut.
Ada beberapa produk perundang-undangan yang dinilai saling
tumpang tindih, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil, Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-
2025, serta Perpres Nomor 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan
laut, dan sebagainya.
Salah satu hal yang menonjol dari tumpang-tindih dan overlapping yang
terlihat adalah tidak konsistennya pimpinan Komite Bersama Perbatasan
antara satu wilayah dengan wilayah lain. Sekedar ilustrasi, misalnya
perwakilan Indonesia dalam Komite Bersama Perbatasan Indonesia-Papua
Nugini adalah Menteri Dalam Negeri, atau antara Indonesia-Malaysia diwakili
oleh Menteri Pertahanan, dimana sebelum tahun 2004 dipimpin oleh Panglima
TNI. Namun paska terbentuknya Badan Nasional Pengelola Perbatasan
(BNPP) yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri, semua permasalahan
perbatasan menjadi tanggung-jawab Kementerian Dalam Negeri dan sejumlah
64 | Keamanan Nasional Indonesia

kementerian menjadi pendukung proses penanganan dan pengelolaan


perbatasan.
Mengintegrasikan dan/atau merevisi peraturan dan perundangan yang
terkait dengan pengamanan daerah perbatasan, baik yang menyangkut
pencurian, penyelundupan, dan penyusupan serta kejahatan transnasional
lainnya demi terwujudnya penegakan dan kepastian hukum didaerah
perbatasan maupun yang bersifat perjanjian antarkedua negara.

3.2 Keamanan Dalam Negeri (Internal Security)


3.2.1 Ancaman Terorisme dan Radikalisme
Pada tahun 2019 narasi propaganda kelompok radikal di dunia maya
cukup massif. Ada tiga isu yang selalu disebarkan oleh kelompok radikal,
pertama adalah Intoleransi, Anti-Pancasila dan Anti NKRI. Tidak dapat
dipungkiri bahwa bangsa Indonesia dianugerahi berbagai macam suku, bahasa
dan adat istiadat termasuk agama yang juga berbeda-beda. Keragaman
tersebut dalam kurun waktu yang cukup lama hidup damai dan saling tolong
menolong.
Kepala Sub Direktorat Kontra Propaganda Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme, Kolonel Pas Drs. Sujatmiko, M.Si memberikan
pendapat mengenai definisi terorisme.
“Terorisme itu merupakan masalah yang bisa dikatakan cukup kompleks. Tapi
pemahaman mengenai definisi terorisme itu relatif. Misalnya, dalam RUU
Kamnas itu tidak ada pengertian mengenai terorisme, hal itu dikarenakan
terorisme dan radikalisme memiliki karakterisitik yang unik sehingga tidak ada
definisi tunggal dimanapun itu. Aksi terorisme yang merupakan common
enemy dan termasuk salah satu extra ordinary crime.” (Sujatmiko, wawancara
penelitian, 27 Mei 2021)

Definisi mengenai terorisme pada dasarnya tidak terdapat ketentuan


yang pasti. Hal tersebut dikarenakan terorisme dan radikalisme merupakan
kasus yang khas dan selalu mengalami perubahan-perubahan. Jika definisi
mengenai terorisme ditetapkan dalam satu pengertian, maka apabila tindakan
teror dalam bentuk lain muncul, maka tidak dapat dilakukan penindakan. Aksi
65 | Keamanan Nasional Indonesia

terorisme merupakan musuh bersama dan dikategorikan sebagai kejahatan


luar biasa yang menjadi tanggung jawab seluruh negara.
“Pergeseran pola aksi terorisme terjadi akibat pengaruh globalisasi.
Perkembangan teknologi informasi melalui internet dimanfaatkan kelompok
radikal terorisme dalam melakukan komunikasi dan penyebaran konten negatif.
Imbasnya muncul perseorangan yang terpapar terpapar secara mandiri dan
melakukan aksi sendiri (self-radicalized, lonewolf, leaderless jihad, dan
Frustated Traveler). Dalam hal ini, BNPT mengawasi komunikasi tertutup
(covert) kelompok radikal terorisme, melalui cyber patrol terhadap akun-akun
radikal terorisme. Selain itu, BNPT juga bekerja sama dengan Polri, BIN, TNI,
Kementerian Hukum dan HAM, PPATK, Kementerian Sosial, Kementerian
Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, dan stakeholder
terkait dalam menangani pergeseran pola aksi terorisme tersebut.” (Sujatmiko,
wawancara penelitian, 27 Mei 2021)

Perkembangan terorisme dan radikalisme di Indonesia dapat dikatakan


sangat kompleks. Dari berbagai kasus terorisme dan radikalisme di Indonesia
tidak hanya terbatas pada pelaku yang terorganisir dalam sebuah organisasi,
tetapi terdapat pula individu yang terpapar radikalisme dengan sendirinya
tanpa adanya keterlibatan dari pihak tertentu sehingga masalah tersebut tidak
mudah untuk diselesaikan. Kemudian di era perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi saat ini semakin memudahkan pertumbuhan paham
radikal. Dalam hal ini BNPT sebagai lembaga yang secara khusus mengurus
masalah radikalisme dan terorisme tidak bekerja sendiri, melainkan turut
melibatkan kementerian/lembaga lainnya.
“BNPT secara undang-undang tidak memiliki kewenangan dalam pencegahan
hukum termasuk dalam penindakan website dan akun radikal. Apa yang
dilakukan BNPT adalah berkoordinasi dengan institusi terkait dalam hal ini
Kemenkominfo untuk merekomendasikan penindakan akun-akun radikal
terorisme di sosial media. Kemudian BNPT itu tugasnya hanya terbatas pada
mengkoordinasikan dengan lembaga terkait mengenai potensi ancaman
terorisme dan radikalisme. Oleh karena itu seperti kasus di Papua walaupun
66 | Keamanan Nasional Indonesia

secara politis dikatakan sebagai teroris, tapi itu bukan ranah BNPT karena
kasusnya berbeda.” (Sujatmiko, wawancara penelitian, 27 Mei 2021)”

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menurut peraturan


Undang-Undang tidak diberikan kewenangan dalam melakukan penindakan
hukum. Untuk melakukan hal tersebut BNPT berkoordinasi dengan Polri
untuk melakukan penindakan hukum serta melibatkan lembaga lainnya untuk
menekan keberadaan pelaku terorisme beserta paham-paham radikal yang
tersebar dilingkungan masyarakat.
Kondisi tersebut juga dimanfaatkan oleh kelompok radikal dengan
menyebarkan narasi propaganda intoleransi. Isu seperti mengucapkan selamat
natal dan menjaga prosesi upacara keagamaan didorong oleh kelompok radikal
dengan menarasikan bahwa perbuatan tersebut merupakan sebagai tindakan
yang tidak diperkenankan dalam agama.
Narasi lainya yang cukup banyak beredar di dunia maya adalah anti-
Pancasila. Narasi yang dibangun oleh kelompok radikal adalah Pancasila
merupakan produk buatan manusia sehingga ada kewajiban untuk mengganti
dengan hukum Tuhan. Turunan dari narasi ini adalah pentingnya untuk
memberlakukan sistem yang telah menjadi sejarah dalam Islam, yakni khilafah.
Dalam tahun 2019, narasi khilafah masih cukup tinggi dan menghiasi dalam
framing kejadian dan peristiwa nasional.
Dalam konstelasi politik di Indonesia, masalah radikalisme Islam telah
makin membesar karena pendukungnya juga semakin meningkat. Akan tetapi,
Gerakan-gerakan radikal ini kadang berbeda pandangan serta tujuan, sehingga
tidak memiliki pola yang seragam. Ada yang sekedar memperjuangkan
implementasi syariat Islam tanpa keharusan mendirikan “negara Islam”,
namun ada pula yang memperjuangkan berdirinya “negara Islam Indonesia”,
disamping itu pula da yang memperjuangkan berdirinya “khilafah Islamiyah”.
Pola organisasinya juga beragam, mulai dari gerakan moral ideologi
seperti Majelis Mujahidin Indonesai (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia serta yang
mengarah pada gaya militer seperti Laskar Jihad, Front Pembela Islam, dan
Front Pemuda Islam Surakarta. Meskipun demikian, ada perbedaan
dikalangan mereka, ada yang kecenderungan umum dari masyarakat untuk
67 | Keamanan Nasional Indonesia

mengaitkan gerakan-gerakan ini dengan gerakan radikalisme Islam di luar


negeri.
Radikalisme yang berujung pada terorisme menjadi masalah penting
bagi umat Islam Indonesia dewasa ini. Dua isu itu telah menyebabkan Islam
dicap sebagai agama teror dan umat Islam dianggap menyukai jalan kekerasan
suci untuk menyebarkan agamanya. Sekalipun anggapan itu mudah
dimentahkan, namun fakta bahwa pelaku teror di Indonesia adalah seorang
muslim garis keras sangat membebani psikologi umat Islam secara
keseluruhan.
“Ancaman yang berkaitan dengan terorisme dan radikalisme saat ini perlu
menjadi perhatian dari para pihak, terutama TNI dan Polri yang saat ini
dipercaya oleh negara dalam upaya memberantas kedua hal tersebut. Kemudian
untuk lebih fokus dalam mengatasi masalah tersebut dibentuklah Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai lembaga pemerintah
nonkementerian yang melaksanakan tugas pemerintahan dibidang
penanggulangan terorisme berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
2012 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010
tentang Badan Penanggulangan Terorisme.” (Sujatmiko, wawancara
penelitian, 27 Mei 2021)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal


7 ayat 2 menyatakan bahwa dalam menangani masalah terorisme dan
radikalisme TNI berwenang dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak
Pidana Terorisme menempatkan teorisme sebagai Tindakan kejahatan yang
mengedepankan apparat penegak hukum, dalam hal ini Polri sebagai lembaga
yang bertugas dalam keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Namun hal ini diperlukan elaborasi mengenai Batasan-batasan yang jelas
antara TNI dan Polri sehingga grey area dapat dihilangkan.
68 | Keamanan Nasional Indonesia

TABEL 3. 2
PERBEDAAN UMUM DARI OLD TERRORISM DAN NEW TERRORISM

Old Terrorism New Terrorism


Motif dan Tujuan Politik Anarkisme atau Keagamaan dengan
pembebasan tanah air tujuan ideologi/agama
dengan tujuan tertentu yang lebih
penggantian rezim mengglobal (4th wave)
kekuasaan yang sah atau
tercapainyakemerdekaan
(1st, 2nd, and 3rd wave)

Cakupan Kapasitas Terbatas dilokasi Terstruktur secara


Operasional tertentu rahasia atau kurang
terstruktur meskipun
adanya kepemimpinan
yang diakui

Struktur Organisasi Acak atau terstruktur Terstruktur secara


dengan kepemimpinan rahasia atau kurang
pada organisasi terstruktur meskipun
pembebasan tertentu adanya kepemimpinan
yang diakui
Strategi dan Taktik Terbatas pada lokasi Fleksibel tergantung
tertentu dengan situasi, tempat dan
menggunakan kekerasan waktu tertentu dengan
menggunakan
kekerasan

Rekrutmen Terbatas pada sumber Tidak terbatas dan ke


daya setempat untuk seluruh penjuru bahkan
menjadi anggota seringkali dengan
menggunakan media
68ocial (tidak kaku
69 | Keamanan Nasional Indonesia

Old Terrorism New Terrorism


menjadi anggota seperti
lone wolf)

Akses pada Teknologi Kurang dimanfaatkan Dimanfaatkan mulai


dan Media meskipun sudah dari perencanaan
menggunakan perekrutan, komunikasi,
persenjataan lethal pelaksanaan, bahkan
penggunaan berbagai
senjata maupun nuklir,
kimia, dan biologi

Sumber : Bainus, 2021

Untuk mendukung upaya penanggulangan terorisme dan radikalisme


di Indonesia tidak hanya terbatas pada Polri sebagai penindak aksi terorisme,
tetapi perlu adanya keterlibatan TNI dalam masalah tersebut. Pelibatan TNI
dalam kontraterorisme berfungsi dalam melindungi negara dan warga negara
berdasrkan aturan perang melalui aksi militer sebagai pertahanan diri. Hal
tersebut dilakukan untuk menekan leverage teroris yang dapat mengancam
kedaulatan Negara Republik Indonesia. (Bainus, 2021)
Untuk menangani masalah terorisme diperlukan pemahaman mengenai
konsep old terrorism dan new terrorism. Dalam konsep tersebut terdapat
beberapa poin penting seperti (1) motif & tujuan politik, (2) cakupan kapasitas
operasional, (3) struktur organisasi, (4) strategi dan taktik, (5) rekrutmen, (6)
akses pada teknologi dan media. Kerangka hukum pelibatan TNI dalam
menanggulangi terorisme didasari Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 perlu untuk mengedepankan keamanan manusia dan
keamanan negara. Dalam hal penanganan tindak pidana terorisme dalam Pasal
45I tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, kemudian dalam Pasal 7
UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, kemudian dalam Pasal 4,
5, 10, dan 14 tentang Pertahanan Negara. (Bainus, 2021)
70 | Keamanan Nasional Indonesia

Dr. Connie Rahakundini Bakrie selaku Analis Pertahanan dan Militer


memberikan pendapat mengenai pelibatan TNI dalam penanganan terorisme.
“Dalam menangani kasus terorisme tidak hanya Polri, tetapi perlu TNI
dilibatkan. Pelibatan TNI dalam penanganan terorisme menggunakan doktrin
total represif, artinya militer berperan penuh dalam melakukan operasi militer
didaerah yang dianggap sebagai opsi terakhir dan diharapkan dapat dengan
segera menuntaskan masalah terorisme. Namun tetap berprinsip pada Konvensi
Jenewa (International Humanitarian Law) yaitu Prinsip Kedaruratan
Nasional.” (Rahakundini, wawancara penelitian, 11 Juni 2021)

“Masalah terorisme merupakan hal yang kompleks. Para pelaku yang sudah
terkena cuci otak setiap waktu siap digerakkan atau dibangkitkan dengan
pemicu tertentu untuk melakukan tindakan spionase, sabotase, dan atau
terorisme. Itulah sleeping cells terrorism yang sangat berbahaya dikarenakan
pergerakannya yang tidak terlihat secara nyata sehingga membuat sulit para
pemangku kepentingan dalam melakukan tindakan pencegahan. Kemudian
begitu yang ‘tertidur’ tadi bangkit akan terjadi aksi teror secara tiba-tiba. Ini
yang perlu ditanggulangi. Mengapa tidak untuk melibatkan TNI? Jika
diperlukan bisa saja ditetapkan sebagai DOM (Daerah Operasi Militer).”
(Rahakundini, wawancara penelitian, 11 Juni 2021)

3.2.2 Peran TNI dalam Keamanan Dalam Negeri Berdasarkan Konteks


Operasi Militer Selain Perang (OMSP)
Munculnya istilah mengenai Operasi Militer Selain Perang (OMSP) pada
pasal 10 Undang-Undang Pertahanan Nomor 3 Tahun 2002. Namun penjelasan
terkait jenis-jenis OMSP terbaru muncul pada pasal 7 Undang-Undang TNI
Nomor 34 Tahun 2004. Penjelasan jenis-jenis OMSP pada UU TNI tersebut juga
mencakup jenis operasi tugas perbantuan yang sebelumnya ada pada TAP
MPR, tetapi dijabarkan secara lebih luas. Jenis OMSP ini dibagi dalam empat
belas (14) jenis operasi meliputi : operasi mengatasi gerakan separatis;
mengatasi pemberontakan bersenjata; mengatasi aksi terorisme;
mengamankan wilayah perbatasan; mengamankan objek vital nasional yang
bersifat strategis; melaksanakan tugas perdamaian dunia; mengamankan
71 | Keamanan Nasional Indonesia

Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga; memberdayakan wilayah


pertahanan dan kekuatan pendukung; membantu tugas pemerintahan di
daerah; membantu Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam rangka tugas
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat; membantu mengamankan
tamu negara; membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian,
dan pemberian bantuan kemanusiaan; membantu pencarian dan pertolongan
dalam kecelakaan (search and rescue); dan membantu pemerintah dalam
pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan perompakan
dan penyelundupan. (UU TNI Nomor 34 Tahun 2004).

TABEL 3. 3
DASAR HUKUM KETENTUAN SUBSTANSI PENGATURAN

UNDANG- SUBSTANSI
NO. KETENTUAN
UNDANG PENGATURAN
1. UU No. 24/2007 Pasal 4 Menegaskan bahwa salah
satu tujuan penanggulangan
bencana adalah
menyelaraskan peraturan
perundang-undangan yang
ada
Pasal 50 Memberikan kemudahan
akses bagi BNPB untuk
memerintahkan
sektor/lembaga dalam
keadaan darurat bencana
2. UU No. 3/2002 Pasal 10 ayat Menetapkan bahwa TNI
(3) huruf c bertugas diantaranya
melaksanakan OMSP.

Penjelasan Menjelaskan bahwa OMSP


Pasal 10 ayat dilaksanakan berdasarkan
(3) huruf permintaan dan/atau
72 | Keamanan Nasional Indonesia

UNDANG- SUBSTANSI
NO. KETENTUAN
UNDANG PENGATURAN
peraturan perundang-
undangan.

3. UU No. 34/2004 Pasal 7 ayat (2) Mengatur bahwa TNI dapat


huruf b menggelar OMSP termasuk
untuk membantu
menanggulangi akibat
bencana alam, pengungsian
dan pemberian bantuan
kemanusiaan, membantu
tugas pemerintahan di
daerah, membantu Polri, dan
mengamankan obyek vital
nasional yang bersifat
strategis

4. Perppu No. Mengatur tentang penetapan


23/1957 keadaan bahaya dan
pemangku otoritas dalam
keadaan darurat sipil,
darurat militer dan darurat
perang.
5. Permenhan No. Pasal 1 Menjelaskan bahwa bahwa
9/2011 bantuan kemanusiaan
adalah bantuan yang
diberikan untuk menjamin
hakikat dan martabat
manusia yang terganggu
atau berkurang karena
bencana alam dan lain-lain

Sumber : Penulis, 2021


73 | Keamanan Nasional Indonesia

Berdasarkan ketentuan Pasal 50, undang-undang ini menetapkan bahwa


dalam hal keadaan darurat bencana, “Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) memiliki kemudahan akses meliputi komando untuk
memerintahkan sektor/lembaga” termasuk TNI. Saat ini, pemerintah telah
membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Keputusan
Presiden (Keppres) No. 7 dan 9/2020 pun menetapkan Kepala BNPB Letjen
Doni Monardo sebagai Ketua Pelaksana dan pejabat Asisten Operasi Panglima
TNI selaku salah satu Wakil Ketua Pelaksana.
Kedua adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara. Undang-undang tersebut relatif mengategorikan wabah
Covid-19 sebagai ancaman nirmiliter dengan mengacu pada Pasal 7 dan 19,
penanggulangannya memposisikan pemerintah diluar bidang pertahanan
sebagai unsur utama atau dikoordinasikan oleh pimpinan lembaga/instansi
sesuai dengan sifat maupun bentuk ancaman yang dihadapi. Namun
demikian, ketentuan dan penjelasan Pasal 10 ayat (3) UU Pertahanan Negara
tetap memberi peluang bagi TNI untuk melaksanakan operasi militer selain
perang dalam rangka menanggulangi bencana berdasarkan pada permintaan
dan/atau peraturan perundang-undangan.
Aturan atau regulasi yang ketiga ialah Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Lebih spesifik terdapat
dalam Pasal 7 ayat (2) mengatur pemerintah dapat menggelar empat belas
bentuk OMSP termasuk untuk “membantu penanggulangan akibat bencana
alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusian”. Sejak disahkan
tahun 2004, TNI telah dilibatkan setidaknya 9 (Sembilan) kali dalam OMSP
untuk penanggulangan bencana, yaitu pada saat tsunami di Aceh (2004),
gempa di Nias (2005), Yogyakarta (2006), Sumatera Barat (2009), banjir bandang
di Wasior (2010), gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai (2010), gempa di
Lombok, gempa dan tsunami di Palu (2018), serta pandemic Covid-19 (2020-
2021).
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pokok-
pokok Penyelenggaraan Bantuan TNI dalam menanggulangi bencana alam,
pengungsian dan bantuan kemanusiaan menjelaskan bahwa “bantuan
74 | Keamanan Nasional Indonesia

kemanusiaan adalah bantuan yang diberikan untuk menjamin hakikat dan


martabat manusia yang terganggu atau berkurang karena bencana alam dan
lain-lain”. Merujuk pada ketentuan tersebut, pelibatan TNI untuk
menanggulangi wabah penyakit terkini dapat dikategorikan sebagai OMSP
dalam rangka pemberian bantuan kemanusian. OMSP juga dapat digelar untuk
tugas-tugas perbantuan lainnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Masyarakat Akibat
Pandemi Covid-19 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 21/2020 tentang
“pembatasan sosial berskala besar” (PSBB) guna mengatasi penyebaran wabah.
Dalam konteks itu, TNI dapat dilibatkan untuk mendukung pelaksanaan
kebijakan-kebijakan teknis melalui gelar OMSP untuk “membantu tugas
pemerintahan didaerah” dan “membantu Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Polri) dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat”.

Grafik 3. 1 Tren Nasional Sebaran Covid-19 sampai dengan 14 Juli 2021


Sumber: covid19.go.id

Berdasarkan data yang disampaikan oleh Satuan Tugas Penanganan


Covid-19 mengenai Tren Nasional Sebaran Covid-19 sampai dengan 14 Juli
2021 terjadi peningkatan kasus positif terjangkit Covid-19 sebanyak 54.517
75 | Keamanan Nasional Indonesia

sehingga menjadi 2.670.046. Berdasarkan data-data sebelumnya belum


terdapat penurunan kasus secara signifikan sehingga Pemerintah melalui
kementerian/lembaga terkait terus melakukan upaya dalam hal menurunkan
kasus positif terjangkit Covid-19. (covid.19.go.id, 2021)
Dalam UU No. 34/2004 Bab IV Pasal 7 ayat 2, dituliskan jenis-jenis OMSP
yang dapat dilakukan oleh TNI, yakni :
1) Mengatasi gerakan separatis bersenjata;
2) Mengatasi pemberontakan bersenjata;
3) Mengatasi aksi terorisme;
4) Mengamankan wilayah perbatasan;
5) Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
6) Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik
luar negeri;
7) Mengamankan presiden dan wakil presiden beserta keluarganya;
8) Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya
secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
9) Membantu tugas pemerintahan di daerah;
10) Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia;
11) Dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur
dalam undang-undang;
12) Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan
perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di indonesia;
13) Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan
pemberian bantuan kemanusiaan;
14) Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and
rescue); serta
15) Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan
terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan. (UU No. 34
Tahun 2004 tentang TNI)

Bahkan, pemerintah dapat menggelar OMSP untuk “mengamankan


obyek vital nasional yang bersifat strategis”. Keputusan Presiden Nomor 63
76 | Keamanan Nasional Indonesia

Tahun 2004 telah mengatur mengenai ketentuan obyek yang dimaksud


tersebut, antara lain: (i) sektor kebutuhan pokok sehari-hari; (ii) ancaman dan
gangguan yang mengakibatkan bencana terhadap kemanusiaan dan
pembangunan; (iii) ancaman dan gangguan yang mengakibatkan kekacauan
transportasi dan komunikasi secara nasional; dan/atau (iv) ancaman dan
gangguan penyelenggaraan pemerintahan negara. Mengingat urgensi dan
dampaknya terhadap keselamatan bangsa, pemerintah dapat melakukan
pelibatan Tentara Nasional Indonesia untuk menjaga fasilitas-fasilitas strategis
nasional seperti rumah sakit darurat dan pusat-pusat logistik.
Setelah berakhirnya Operasi Tinombala pada tahun 2016, Pemerintah RI
bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas revisi Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme. Upaya revisi UU Terorisme yang sedang dilakukan relatif
mengarah kepada pendekatan criminal justice model menjadi war model. Salah
satu pokok utama dalam revisi tersebut adalah untuk memberikan
kewenangan TNI agar secara permanen dilibatkan dalam pemberantasan
terorisme atau dengan kata lain diberikan kewenangan yang setara dengan
Kepolisian untuk menjadi garda terdepan dalam menghadapi terorisme di
tanah air.
3.2.3 Peran Kepolisian Republik Indonesia dalam Keamanan dan
Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas)
Di era sekarang tingkat kejahatan di Indonesia terus mengalami
peningkatan dilingkungan publik. Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri) merupakan salah satu perangkat negara yang memiliki tugas pokok
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan
memberi perlindungan, penyayoman, serta melayani masyarakat. Hal tersebut
diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2015 tentang Pemolisian Masyarakat, Pasal 1 angka 4, Bhabinkamtibmas adalah
pengemban Polisi masyarakat di desa/kelurahan. Bhabinkamtibmas
merupakan petugas kepolisian yang bertugas ditingkat desa sampai dengan
kelurahan sebagai petugas yang menjalankan fungsi preemtif.
77 | Keamanan Nasional Indonesia

Pelaksaan tugas dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia


terdapat dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dalam Pasal 2 berbunyi: “Fungsi kepolisian adalah
salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat.
Peneliti berpendapat bahwa Kepolisian Republik Indonesia (Polri) perlu
untuk kembali kepada tugas dan fungsinya sebagai lembaga keamanan yang
fokus mengurusi masalah keamanan serta ketertiban masyarakat. Misalnya di
Amerika Serikat, Kepolisian bertugas dan berfungsi sebagai polisi negara
bagian saja tidak terkait dengan pemerintah pusat. Lembaga Kepolisian
disusun dalam tiga tingkat, yaitu Federal, Negara Bagian, dan Lokal. Konstitusi
tidak mengatur bentuk Kepolisian Terpusat, dan yang menyelenggarakan
fungsi Kepolisian secara utuh adalah pemerintah lokal dan negara bagian,
sedangkan untuk urusan kejahatan khusus seperti sabotase, mata-mata dan
lain lain diselenggarakan oleh Kepolisian Federal seperti Federal Bureau of
Investigation (FBI), Drug Enforcement Adiminstration (DEA), United States Marshal
Service, dan United States Atorney General. Kepolisian Amerika Serikat, berada di
bawah Kementerian Dalam Negeri dan tidak berada di bawah presiden
langsung seperti di Indonesia.
Posisi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam Peraturan Presiden
Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa Polri
bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden. Sedangkan jika melihat
negara-negara lain memposisikan Kepolisian negaranya di bawah naungan
departemen/kementerian dalam negeri.
Menurut Bureau of Police Research and Development memberikan pendapat
mengenai fungsi Kepolisian : “The role and functions of the police in general are
to uphold and enforce the law impartially, and to protect life, liberty, property,
human rights, and dignity of the members of the public”. (Ministry of Home
Affair, 2006)
78 | Keamanan Nasional Indonesia

Peran dan fungsi polisi secara umum adalah menegakkan dan


menegakkan hukum secara tidak memihak, serta melindungi kehidupan,
kemerdekaan, harta benda, hak asasi manusia, dan martabat anggota
masyarakat.
Mengingat tugas utama Kepolisian yang memiliki tugas pokok
menegakkan keamanan dan ketertiban masyarakat perlu untuk dikaji kembali
mengenai kepastian tugas dan fungsinya. Misalnya, dalam penanganan kasus
kelompok kriminal bersenjata di Papua seharusnya terlebih dahulu dilakukan
assessment ancaman untuk menentukan apakah cukup penanganannya
dilakukan oleh Polri atau TNI.
Kemudian yang cukup menimbulkan pertanyaan terkait Pemerintah RI
dalam memandang aksi terror dalam melibatkan TNI. Contoh kasusnya pada
penangkapan dan penggerebekan terduga teroris di Jawa Timur, Sulawesi
Utara, Sumatera Utara, Tangerang dan beberapa wilayah lainnya yang
seharusnya cukup ditangani oleh Polri, tetapi Komando Pasukan Khusus
(Kopassus) turut terlibat dalam membantu Brimob Polri. Salah satu contoh
negara yang relatif dikatakan berhasil dalam memberantas terorisme dan
radikalisme adalah Amerika Serikat. Dalam penanganan masalah tersebut di
dalam negeri tidak pernah melibatkan kekuatan militer, tetapi menggunakan
sumber daya Kepolisian negara tersebut seperti FBI dan beberapa lembaga
Kementerian Dalam Negeri lainnya, sedangkan militer hanya fokus pada
bagaimana untuk melakukan deploy pasukan keluar negeri dan
mempertahankan negara dari serangan luar.
Dalam penanganan masalah keamanan dalam negeri oleh Polri yang
apabila tidak sanggup dalam melakukan penanganan masalah, maka Polri
dapat meminta bantuan kepada TNI. Saat ini berkembang kekhawatiran
terhadap wewengan Polri yang dinilai sebagai lembaga yang ‘super’ karena
posisinya yang secara langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Dengan
demikian Polri dianggap sebagai lembaga yang tidak terawasi secara efektif.
(Djamin, 2007)
Berkaitan dengan keamanan dan ketertiban masyarakat, peneliti
memandang bahwa tugas Polri sampai saat ini belum terlihat secara efektif.
Polri masih terbatas bagaimana menangani kasus hukum pidana yang
79 | Keamanan Nasional Indonesia

menurutnya relatif penting untuk ditangani. Jika melihat Kepolisian seperti di


Inggris maupun Amerika Serikat tugas kepolisian tidak hanya terbatas pada
hal tersebut, tetapi hubungan antartetangga pun turut menjadi perhatian.
Misalnya, ketika ada satu rumah melakukan keributan, maka penghuni rumah
lain yang merasa terganggu akan langsung datang ke lokasi kejadian walaupun
tidak terjadi tindak pidana sehingga pelaksanaan memelihara ketertiban dan
keamanan masyarakat terlaksana dengan baik.
80 | Keamanan Nasional Indonesia
81 | Keamanan Nasional Indonesia

BAB IV
KEAMANAN DAN
KETERTIBAN MASYARAKAT
SERTA KEAMANAN MANUSIA
SEBAGAI ASPEK DARI
KEAMANAN NASIONAL
82 | Keamanan Nasional Indonesia

BAB IV
KEAMANAN DAN KETERTIBAN
MASYARAKAT SERTA KEAMANAN
MANUSIA SEBAGAI ASPEK DARI
KEAMANAN NASIONAL

eamanan nasional sebuah negara tak hanya didasarkan pada


K kemampuannya untuk menjaga kedaulatan dan integritas wilayahnya
dari ancaman eksternal. Aspek-aspek yang lebih mendalam dan menyeluruh
seperti kesejahteraan, keamanan, dan hak-hak warganya juga menjadi poin
penting yang tak terpisahkan dari konsep keamanan nasional. Untuk
memahami kerangka kerja keamanan nasional yang komprehensif, bab ini
akan mengkaji lebih lanjut mengenai keamanan dan ketertiban masyarakat dan
keamanan manusia sebagai dua pilar fundamental.

4.1 Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Public Order)


Keamanan, ketertiban masyarakat merupakan suatu situasi yang
diperlukan dalam dukungan pelaksanaan pembangunan serta semua kegiatan
masyarakat. Situasi kamtibmas sangat diharapkan oleh seluruh masyarakat
untuk dapat diwujudkan, sehingga menimbulkan perasaan tentram serta
damai bagi setiap masyarakat dan dapat meningkatkan motivasi maupun
semangat dalam bekerja, karena hilangnya rasa takut akibat kemungkinan
munculnya gangguan yang akan menimpa. Kamtibmas merupakan tanggung
jawab seluruh masyarakat dan pemerintah, termasuk di dalamnya adalah
kepolisian sebagai aparat penegak hukum.
Dalam pelaksanaannya, kepolisian melakukan upaya-upaya ataupun
tindakan yang diimplementasikan dalam kegiatan berupa operasi kepolisian,
83 | Keamanan Nasional Indonesia

baik yang bersifat rutin maupun yang bersifat khusus. Kepolisian Negara
Indonesia (POLRI) merupakan salah satu institusi penting dalam suatu negara
hukum sebagaimana Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Disebutkan
dalam Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Tahun 2002
pasal 2 bahwa “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan
negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat”. Fungsi Polri dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat (Kamtibmas) merupakan salah satu wujud pelaksanaan tugas-
tugas Polri yang memiliki tanggung jawab untuk menciptakan suatu keadaan
yang tertib, tentram, dan teratur dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Sebagai alat negara utama yang berperan dalam mewujudkan keamanan dan
ketertiban. Polri memegang kewenangan dan kendali penuh terhadap
pencapaian tujuan terwujudnya Kamtibmas tersebut, tentu saja dalam
pelaksanaan tugasnya, diikuti oleh peran nyata masyarakat dan komponen
bangsa lainnya secara proaktif untuk membantu Polri dalam mewujudkan
Kamtibmas.
Kepala Divisi Hukum Kepolisian Republik Indonesia, Irjen Pol. Drs.
Suryanbodo Asmoro, M.M. memberikan pendapatnya mengenai kewenangan
Polri.
“Kewenangan Polri yang paling utama bersumber pada ketentuan Pasal 30 ayat
(4) UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum. Menegakkan yang dimaksud itu adalah menegakkan
hukum di masyarakat agar kamtibmas dapat tercipta. Itu sebetulnya esensi dari
tugasnya Polri.” (Asmoro, wawancara penelitian, 20 Mei 2021)

Berdasarkan pendapat tersebut dapat diartikan bahwa tugas Kepolisian


Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga keamanan yang bertugas
dalam menciptakan ketertiban dan keamanan masyarakat (kamtibmas).
Peneliti memiliki pendapat yang sama berkaitan dengan hal tersebut karena
84 | Keamanan Nasional Indonesia

tugas Polri adalah fokus pada bagaimana mengayomi dan melindungi


masyarakt sehingga tercipta situasi sosial yang terkontrol.
“Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat seringkali
dibenturkan pada perbedaan persepsi. Perbedaan persepsi itu antara lain
mengenai tindakan atau perilaku yang dianggap melanggar ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat. Sebagai salah satu perbedaan persepsi yang
terjadi diantara Polisi dan Satpol PP yang didasarkan atas wewenangnya
masing-masing. Tentu beda tugas Satpol PP dengan Polri. Kalau kita lihat di
negara-negara maju itu tidakada yang namanya Satpol PP. Tapi karena
perbedaan sosial-budaya sehingga terdapat perbedaan seperti itu.” (Asmoro,
wawancara penelitian, 20 Mei 2021)

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa masih


terdapat tumpang tindih antara Polri dengan Satpol PP karena berdasarkan
tugas pokok, dan fungsi Polri berhak melindungi dan mengayomi masyarakat.
Namun dikarenakan perbedaan sosial-budaya yang berkembang di Indonesia,
maka terjadi perbedaan konsep mengenai ketertiban dan keamanan
masyarakat yang berbeda dengan negara-negara lain.
Teori Keamanan dan Ketertiban masyarakat, menjadikan Polri sebagai
alat negara yang memiliki tugas dan peran, tidak seluruhnya terkait dengan
keamanan negara, melainkan berkaitan dengan ketertiban masyarakat. Karena
sebagian besar tugas polisi adalah menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat dan penegakkan hukum. Tujuan penegakkan hukum tidak terkait
dengan keamanan negara, namun juga terkait dengan jaminan ketertiban sosial
serta keadilan yang merupakan bagian terpenting dari aspek kesejahteraan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa fungsi dari Kepolisian
adalah sebagai suatu lembaga yang mengemban fungsi pemerintahan, salah
satunya bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Rumusan
fungsi kepolisian tersebut merupakan aktualisasi dari sumber hukum tertulis
yang terdapat pada UUD 1945 Pasal 30 ayat (4) yang menyatakan: “Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum”. Sebagai alat Negara, kedudukan dan
85 | Keamanan Nasional Indonesia

posisi Polri ditempatkan langsung di bawah Presiden. Hal ini dinyatakan


dalam Pasal 7 ayat (2) TAP-MPR RI No. VII/MPR/2000 yang menyatakan:
“Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden“.
Kondisi inilah yang menjadi target tugas dari Kepolisian, baik sebagai fungsi
maupun sebagai lembaga.
4.1.1 Peran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam Keamanan dan
Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas)
Membahas tentang tugas dan wewenang Polri, secara hukum diatur
didalam konstitusi dan berbagai produk peraturan perundang-undangan, serta
peraturan lainnya yang tidak bertentangan dengan undang-undang.
Sebagaimana yang tertuang didalam Pasal 30 Ayat (4) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 secara tegas mengatur, bahwa “Polri sebagai
alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban bertugas melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”. Hal senada
diatur pula dalam Pasal 6 Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI
dan Polri, “Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”. Arahan
hukum mengenai peran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kemudian
dielaborasi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, terutama dalam Pasal 5 dan Pasal 13.
Tugas lembaga Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tercantum lebih
lanjut didalam melaaksanakan kendali sosial terhadap masyarakat yang
bersifat pre-emptif, preventif ataupun represif. Namun Polri hadir menjadi
bagian dari sistem peradilan pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981)
Walaupun sudah terdapat aturan yang membahas secara jelas mengenai tugas
dan fungsi Polri, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa lembaga tersebut
dapat bertindak diluar aturan yuridis jika memang dianggap perlu.
Dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Kepolisian Negara Republik
Indonesia telah memberikan jalan bagi petugas kepolisian dalam bertindak.
Penegasan yang terdapat pada Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Kepolisian
86 | Keamanan Nasional Indonesia

ialah sebagai berikut: “Untuk kepentingan umum pejabat kepolisian Negara


Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat
bertindak menurut penilaiannya sendiri”. (Republik Indonesia, 2002) Tetapi
ketentuan tersebut dapat dilaksanakan jika dalam keadaan tertentu dianggap
perlu dan tetap berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta Kode Etik Profesi Polri.
Menurut data yang disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Brigadir Jenderal Awi Setiono
menyampaikan bahwa telah terjadi peningkatan kasus kejahatan sebanyak
1.632 kasus atau 38,45% pada pekan ke-24 jika dibandingkan pada Minggu ke-
23 tahun 2020.
Berdasarkan data statistik Mabes Polri bahwa di Minggu ke-23 dan 24
mengalami kenaikan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat dengan
rincian 4244 kasus pada Minggu ke-23 dan 5876 kasus pada minggu ke-24, atau
mengalami kenaikan sebanyak 1632 kasus. Jenis-jenis kejahatan yang
mengalami peningkatan adalah pencurian dengan pemberatan (curat),
pencurian dengan kekerasan, penyalahgunaan narkotika, pelecehan seksual,
penggelapan dan pencurian kendaraan bermotor.
Yang pertama, kasus pencurian dengan pemberatan pada pekan ke-23
sebanyak 411 kasus. Jumlah ini meningkat sebanyak 68,61% atau 282 kasus
pada Minggu berikutnya. Yang kedua, kasus penggelapan pada pekan ke 23
terjadi sebanyak 295 kasus dan pada minggu ke 24 naik menjadi 421 kasus
penggelapan. Kemudian ditambah kasus pencurian kendaraan roda dua pada
Minggu ke 23 sebanyak 114 kasus, pada Minggu ke 24 226 kasus sehingga naik
112 kasus atau 98.25%.
Yang keempat, Polri telah menangani kasus sebanyak 649 peredaran
narkotika pada Minggu ke-23. Pada pekan berikutnya kembali terjadi kenaikan
sebanyak 743 kasus sehingga ada kenaikan 94 kasus atau 14,48%. Terakhir,
perjudian pada pekan ke-23 sebanyak 52 kasus, lalu pada pekan ke-24 melonjak
104 kasus sehingga naik 52 kasus atau 100%. Kenaikan tersebut dikarenakan
motif adanya Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
(Wijayaatmaja, 2021)
87 | Keamanan Nasional Indonesia

4.1.2 Peran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam Keamanan


Manusia (Human Security)
4.1.2.1 Keamanan Personal
Dalam mewujudkan keamanan negara, TNI dan Polri telah mengikat
janji melalui Nota Kesepahaman antara Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan Tentara Nasional Indonesia Nomor B/2/I/2018 dan Nomor Kerma/2/I/2018
tentang Perbantuan Tentara Nasional Indonesia kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam Rangka Memelihara Keamanan dan Ketertiban
Masyarakat. Secara umum isi dari nota kesepahaman tersebut adalah terkait
penegasan perbantuan TNI kepada Polri dalam rangka mewujudkan
keamanan dan ketertiban masyarakat yang diuraikan sebagai berikut :
1) Menghadapi unjuk rasa maupun mogok kerja;
2) Menghadapi kerusuhan masa;
3) Menangani konflik sosial;
4) Mengamankan kegiatan masyarakat dan/atau pemerintah didalam
negeri yang bersifat local, nasional, maupun internasional yang
mempunyai kerawanan; dan
5) Situasi lain yang memerlukan bantuan Pihak Kedua (TNI) sesuai
ketentuan perundang-undangan.

Nota kesepahaman tersebut ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Polisi


Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pada 23 Januari
2018.
Di Indonesia sebelum pandemi Covid-19 meluas, Pemerintah Republik
Indonesia pada 19 Oktober 2019 meresmikan dan berusaha megoptimalkan
proyek Palapa Ring sebagai proyek strategis nasional yang membangun kabel
serta optik sepanjang 12.148 kilometer untuk wilayah yang belum tersedia
jaringan internet. (Mas'udi, 2020)
Merujuk pada konsep keamanan personal yang diutarakan oleh United
Nations Development Programme (UNDP) bahwa: ”Personal security covered
diverse concerns: security from physical violence, other crimes against life and property,
accidents, abuse and self-abuse (e.g. drugs), and neglect.”(Gasper & Gómez, 2014)
88 | Keamanan Nasional Indonesia

Keamanan pribadi mencakup berbagai masalah: keamanan dari


kekerasan fisik, kejahatan lain terhadap kehidupan dan harta benda,
kecelakaan, penyalahgunaan dan penyalahgunaan diri (misalnya narkoba),
dan penelantaran. Namun konsep mengenai keamanan personal masih
diartikan secara abstrak sehingga terdapat perbedaan pendapat, tetapi tetap
saja bahwa keamanan personal pada dasarnya merupakan jaminan kebebasan
seseorang dari rasa takut yang dijamin oleh negara. (Holliday & Howe, 2011)
Salah satu contoh kasus yang berkaitan dengan keamanan personal ialah
mengenai kekerasan seksual. Menurut data yang disajikan oleh Komisi
Nasional Perempuan dalam Catatan Tahunan (Catahu) yang merupakan
kompilasi data kasus riil yang dihimpun dari 3 sumber, yaitu ; [1] Data
Peradilan Agama (Badilag), [2] Data Lembaga layanan mitra Komnas
Perempuan baik yang dikelola oleh Negara maupun atas inisiatif masyarakat.
Termasuk di dalamnya adalah lembaga penegak hukum, dan [3] Data Unit
Pelayanan dan Rujukan, satu unit yang sengaja dibentuk oleh Komnas
Perempuan, untuk menerima pengaduan langsung korban. Data Catahu turut
pula memuat hasil pemantauan dan kajian Komnas Perempuan
1) Temuan dalam Catatan Tahunan 2021
Jumlah kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) sepanjang
tahun 2020 sebesar 299.911 kasus, terdiri dari kasus yang ditangani oleh:
[1] Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama sejumlah 291.677 kasus. [2]
Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 8.234 kasus. [3]
Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan sebanyak 2.389
kasus, dengan catatan 2.134 kasus merupakan kasus berbasis gender dan
255 kasus di antaranya adalah kasus tidak berbasis gender atau
memberikan informasi.
Penurunan signifikan jumlah kasus yang terhimpun di dalam
Catahu 2021 menunjukkan bahwa kemampuan pencatatan dan
pendokumentasian kasus KtP di lembaga layanan dan di skala nasional
perlu menjadi prioritas perhatian bersama. Sebanyak 299.911 kasus yang
dapat dicatatkan pada tahun 2020, berkurang 31% dari kasus di tahun
2019 yang mencatat sebanyak 431.471 kasus. Hal ini dikarenakan
kuesioner yang kembali menurun hampir 100% dari tahun sebelumnya.
89 | Keamanan Nasional Indonesia

Pada tahun sebelumnya jumlah pengembalian kuesioner sejumlah 239


lembaga, sedangkan tahun ini hanya 120 lembaga. Namun sebanyak
34% lembaga yang mengembalikan kuesioner menyatakan bahwa
terdapat peningkatan pengaduan kasus di masa pandemi. Data
pengaduan ke Komnas Perempuan juga mengalami peningkatan drastis
60% dari 1.413 kasus di tahun 2019 menjadi 2.389 kasus di tahun 2020.
2) Data KtP dari Mitra Lembaga Layanan
Dari sejumlah 8.234 kasus yang ditangani oleh lembaga layanan
mitra Komnas Perempuan, jenis kekerasan terhadap perempuan tercatat
bahwa kasus yang paling menonjol adalah di Ranah Personal (RP) atau
disebut KDRT/RP (Kasus Dalam Rumah Tangga/ Ranah Personal)
sebanyak 79% (6.480 kasus). Diantaranya terdapat Kekerasan Terhadap
Istri (KTI) menempati peringkat pertama 3.221 kasus (50%), disusul
kekerasan dalam pacaran 1.309 kasus (20%) yang menempati posisi
kedua. Posisi ketiga adalah kekerasan terhadap anak perempuan
sebanyak 954 kasus (15%), sisanya adalah kekerasan oleh mantan pacar,
mantan suami, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
Kekerasan di ranah pribadi ini mengalami pola yang sama seperti
tahun-tahun sebelumnya, bentuk kekerasan yang paling menonjol
adalah kekerasan fisik 2.025 kasus (31%) menempati peringkat pertama
disusul kekerasan seksual sebanyak 1.983 kasus (30%), psikis 1.792
(28%), dan ekonomi 680 kasus (10%).
KtP berikutnya adalah di Ranah Publik atau Komunitas sebesar 21
% (1.731 kasus) dengan kasus paling menonjol adalah kekerasan seksual
sebesar 962 kasus (55%) yang terdiri dari dari kekerasan seksual lain
(atau tidak disebutkan secara spesifik) dengan 371 kasus, diikuti oleh
perkosaan 229 kasus, pencabulan 166 kasus, pelecehan seksual 181
kasus, persetubuhan sebanyak 5 kasus, dan sisanya adalah percobaan
perkosaan 10 kasus. Istilah pencabulan dan persetubuhan masih
digunakan oleh Kepolisian dan Pengadilan karena merupakan dasar
hukum pasal-pasal dalam KUHP untuk menjerat pelaku.
90 | Keamanan Nasional Indonesia

Pada Ranah Komunitas CATAHU tahun ini terjadi kenaikan kasus


dalam perdagangan orang dibandingkan tahun sebelumnya dari 212
menjadi 255, dan terdapat penurunan pada kasus kekerasan terhadap
perempuan pekerja migran dari 398 menjadi 157.
Berikutnya KTP di ranah dengan Pelaku Negara, kasus-kasus yang
dilaporkan sejumlah 23 kasus (0.1 %). Data berasal dari LSM sebanyak
21 kasus, WCC (Women Crisis Center) 2 kasus dan 1 kasus dari UPPA
(unit di Kepolisian). Kekerasan di ranah negara antara lain adalah:
perempuan berhadapan dengan hukum 6 kasus, kekerasan terkait
penggusuran 2 kasus, kebijakan diskriminatif 2 kasus, kekerasan dalam
konteks tahanan dan serupa tahanan 10 kasus, serta 1 kasus dengan
pelaku pejabat publik.
Sejak 10 tahun belakangan, formulir CATAHU dilengkapi dengan
lembar isian terkait isu khusus yang berfungsi untuk mencatat data
korban kekerasan yang dialami komunitas minoritas seksual,
perempuan dengan disabilitas, perempuan rentan diskriminasi
(HIV/AIDS), perempuan pembela HAM dan kasus-kasus Kekerasan
Berbasis Gender Siber (KBGS).
Pada tahun 2020 tercatat 77 kasus kekerasan terhadap perempuan
dengan disabilitas dan perempuan dengan disabilitas intelektual
merupakan kelompok yang paling rentan mengalami kekerasan sebesar
45%. Sementara itu tercatat 13 kasus kekerasan terhadap LBT,
bertambah 2 kasus dari tahun 2019 (11 kasus), dengan kekerasan yang
mendominasi adalah kekerasan psikis dan ekonomi. Yang menarik
untuk dicermati bahwa hanya terdapat 1 kasus kekerasan terhadap LBT
yang diteruskan ke ranah hukum hingga tahap penyidikan di Jawa
Tengah.
Pada tahun 2020 terdapat kenaikan angka luar biasa kasus
perempuan dengan HIV AIDS yakni sebanyak 203 dibandingkan tahun
2019 yang hanya 4 kasus. Kenaikan jumlah kasus ini berasal dari data
LBH APIK Bali yang melakukan outreach dan pendampingan kasus
kekerasan terhadap ODHA Perempuan dan anak. Kekerasan yang
dialami oleh Perempuan Pembela HAM (Women Human’s Rights
91 | Keamanan Nasional Indonesia

Defender – WHRD) di tahun 2020 sebanyak 36 kasus, naik dari tahun lalu
yang hanya dilaporkan sebanyak 5 kasus.
Data Lembaga Penyedia Layanan menunjukkan bahwa KBGS
(Kekerasan Berbasis Gender Siber) meningkat dari 126 kasus di 2019
menjadi 510 kasus pada tahun 2020. Bentuk kekerasan yang
mendominasi KBGS adalah kekerasan psikis 49% (491 kasus) disusul
kekerasan seksual 48% (479 kasus) dan kekerasan ekonomi 2% (22
kasus).
3) Data Kekerasan terhadap Perempuan dari Badan Peradilan Agama
(Badilag)
Sejak 2017 Badilag mengkategorisasi penyebab perceraian dengan
lebih spesifik termasuk didalamnya kategori yang memuat kekerasan
terhadap perempuan. Masih sama seperti tahun sebelumnya, data
Pengadilan Agama menunjukkan penyebab perceraian terbesar adalah
perselisihan berkelanjutan terus menerus sebanyak 176.683 kasus.
Kedua terbesar adalah ekonomi sebanyak 71.194 kasus, dan disusul
meninggalkan salah satu pihak 34.671 kasus, dan kemudian dengan
alasan KDRT 3.271 kasus.
Dispensasi nikah (perkawinan anak) adalah hal lainnya yang
terjadi peningkatan ekstrim tiga kali lipat berdasarkan data BADILAG
yaitu dari 23.126 kasus di tahun 2019, naik tajam sebesar 64.211 kasus di
tahun 2020. Hal ini disebabkan diantaranya oleh situasi pandemi seperti
intensitas penggunaan gawai dan persoalan ekonomi keluarga serta
adanya perubahan UU Perkawinan yang menaikkan usia kawin menjadi
19 tahun bagi perempuan.
4) Data KtP Pengaduan Langsung ke Komnas Perempuan
Tahun 2020 meskipun tercatat terjadi penurunan pengaduan
korban ke berbagai Lembaga Layanan di masa pandemik COVID-19
dengan sejumlah kendala sistem dan pembatasan sosial, Komnas
Perempuan justru menerima kenaikan pengaduan langsung yaitu
sebesar 2.389 kasus dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 1.419 kasus,
atau terdapat peningkatan pengaduan 970 kasus (40%) di tahun 2020,
92 | Keamanan Nasional Indonesia

hal ini disebabkan Komnas Perempuan menyediakan media pengaduan


online melalui google form pengaduan. Ranah kekerasan terbanyak
yang diadukan langsung ke Komnas Perempuan adalah KDRT/RP
sebanyak 1.404 kasus (65%), publik/komunitas 706 kasus (33%) dan
Negara 24 kasus (1%). Pada KDRT/RP kekerasan terhadap istri (KTI)
tercatat 456 kasus dan KTI pada perkawinan tidak tercatat 19 kasus
merupakan kasus yang paling banyak diadukan. Kemudian berturut-
turut Kekerasan Mantan Pacar, 412 kasus, Kekerasan Dalam Pacaran 264
kasus, Kekerasan Terhadap Anak Perempuan 125 kasus, KMS 49 kasus,
KDRT/RP lain 78 kasus, dan PRT 1 kasus. KDRT/RP lain seperti:
kekerasan terhadap menantu, sepupu, kekerasan oleh kakak/adik ipar
atau kerabat lain.
Bentuk kekerasan yang terjadi di Ranah Publik/Komunitas adalah
kekerasan seksual sebanyak 590 kasus (56 %), lalu kekerasan psikis 341
kasus (32%), kekerasan ekonomi 73 kasus (7%) dan kekerasan fisik 48
kasus (4%). Jumlah bentuk kekerasan lebih banyak sama seperti di ranah
personal karena satu korban bisa mengalami kekerasan lebih dari satu
bentuk atau biasa disebut kekerasan berlapis.
Kasus-kasus di Ranah Negara yang dilaporkan ke Komnas
Perempuan terbanyak di daerah DKI Jakarta sebanyak 8 kasus dan
kedua di wilayah Jawa Barat sebanyak 5 kasus,Sulawesi Selatan 2 kasus,
Jawa Tengah 2 kasus, Sumatera Utara 2 kasus, Riau, Sumatera Barat,
Maluku dan Papua masing-masing 1 kasus.
Di masa pandemi, perempuan dengan kerentanan berlapis juga
menghadapi beragam kekerasan dan diskriminasi. Kasus kekerasan
seksual masih mendominasi kasus Kekerasan terhadap Perempuan.
Terdapat 42% dari 77 kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas
merupakan kasus Kekerasan seksual, 3 perempuan dengan orientasi
seksual dan ekspresi gender yang berbeda mengalami Kekerasan
Seksual, dan hampir seluruh dari 203 perempuan dengan HIV/AIDS
yang melaporkan kasusnya mengalami Kekerasan Seksual. Pada
kelompok disabilitas, kerentanan pada kekerasan terutama dihadapi
oleh penyandang disabilitas mental/intelektual. Sementara itu pada
93 | Keamanan Nasional Indonesia

perempuan dengan HIV/AIDS serta perempuan berorientasi seksual


sejenis dan transeksual, selain kasus kekerasan, dilaporkan juga kasus
diskriminasi dalam layanan publik, termasuk dalam mengakses
bantuan di masa pandemic COVID-19.
Masa pandemi COVID-19 tidak menyurutkan angka kasus
kekerasan dalam konflik, baik terkait persengketaan Sumber Daya Alam
(SDA), perampasan lahan, seperti kasus Pubabu NTT, kasus Makassar
New Port, Penggusuran Tamansari Bandung, warga Alang-alang Lebar,
Labi-labi Kota Palembang, dan kasus Pertambangan di Kabupaten Dairi,
Sumut. Dalam kasus-kasus tersebut, perempuan yang memimpin aksi
penolakan harus berhadapan langsung dengan kekerasan oleh aparat
negara dan juga oleh anggota masyarakat lain yang bersebrangan.
Beberapa di antaranya, juga di Papua, menghadapi kriminalisasi bahkan
menjalani masa tahanan. Sementara itu, kebijakan negara terkait
kebebasan beragama/berkeyakinan menjadi faktor pemicu kasus
intoleransi dalam bentuk diskriminasi pencatatan pernikahan Jemaah
Ahmadiyah di Tasikmalaya, penutupan Mesjid Al Furqon desa
Parakansalak, Sukabumi, dan penyegelan bakal makam Sunda Wiwitan
di Kuningan. Beriringan dengan maraknya intoleransi, terjadi aksi
terorisme di Sigi, Sulawesi Tengah.
Komnas Perempuan memantau berdasarkan pada pemberitaan
media massa daring sepanjang 2020, terdapat 97 kasus femisida yang
tersebar di 25 provinsi, dengan 5 (lima) provinsi tertinggi yaitu Jawa
Barat (14 kasus), Jawa Timur (10 kasus), Sulawesi Selatan (10 kasus),
Sumatera Selatan (8 kasus) dan Sumatera Utara (7 kasus). Empat besar
pemicu femisida adalah, cemburu, ketersinggungan maskulinitas,
menolak hubungan seksual, didesak bertanggung jawab atas kehamilan
tidak dikehendaki (KTD).
Pada tahun 2020 tercatat beberapa kemajuan perlindungan hukum
bagi perempuan di antaranya pemenuhan Hak Buruh Migran dalam UU
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Surat Keputusan Gubernur
Aceh 330/1209/2020 Tentang Penetapan Penerima Reparasi Mendesak
94 | Keamanan Nasional Indonesia

Pemulihan Hak Korban Kepada Korban Pelanggaran Hak Asasi


Manusia (HAM), Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2020 tentang
Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses
Peradilan, Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pemberian
Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi Dan Korban.
Sementara itu di tahun 2020 telah terdapat penegasan payung
hukum untuk pemulihan bagi korban terorisme melalui Peraturan
Presiden. Namun Komnas Perempuan mencatat tidak ada kemajuan
berarti dalam penanganan pelanggaran HAM masa lalu. Hingga
CATAHU ini dituliskan, Keputusan Gubernur Aceh untuk kompensasi
korban pelanggaran HAM berbasis temuan Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi Aceh, di mana di antaranya termasuk korban kekerasan
seksual, belum terlaksana. Sama halnya di Papua, Perdasus mengenai
penanganan korban pelanggaran HAM dan kekerasan juga hanya
sampai di atas kertas. Selain itu, UU Penanganan Konflik Sosial belum
menjadi rujukan dalam mencegah dan menangani konflik SDA atau
perampasan lahan yang berubah menjadi konflik horisontal. (Komisi
Nasional Perempuan, 2021)
4.1.2.2 Keamanan Komunitas
Keamanan komunitas di Indonesia saat ini turut menjadi fokus
perhatian negara dikarenakan konstitusi Negara Republik Indonesia
mendukung akan hal itu melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 Pasal 28 menyatakan bahwa kebebasan berpendapat, berserikat
maupun berkumpul mendapatkan jaminan dari negara untuk dilakukan, tetapi
tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Republik
Indonesia, 1945)
Namun dengan kebebasan tersebut, terutama kebebasan dalam
berserikat dan berkumpul muncul beberapa persoalan yang mengancaman
keamanan dalam bernegara. Persoalan tersebut adalah dengan kemunculan
organisasi atau lembaga swadaya masyarakat yang bersifat ‘radikal’ sehingga
perlu mendapat perhatian secara khusus dari negara maupun masyarakat pada
umumnya.
95 | Keamanan Nasional Indonesia

Grafik 4. 1 Empat Organisasi Teroris Dunia yang Paling Mematikan


Sumber: (Institute for Economic & Peace, 2020)

Menurut laporan yang disampaikan oleh Institue for Economic & Peace
merinci empat organisasi teroris yang dianggap paling memberikan pengaruh
terhadap radikalisme dunia, antara lain Al-Shabaab, Taliban, ISIL/ISIS, Boko
Haram, dan ditambah organisasi teroris lainnya. Keberadaan organisasi teroris
tersebut disinyalir telah memberikan dampak terhadap keamanan masyarakat
diberbagai negara sehingga menimbulkan korban jiwa. Kematian atau korban
jiwa yang disebabkan oleh kelompok-kelompok teroris diatas telah menelan
korban jiwa lebih dari 30.000 jiwa di Timur Tengah. (Institute for Economic &
Peace, 2020)
Kemunculan Gerakan radikalisme transnasional di Indonesia pada
mulanya ditransformasikan dari pemahaman ‘garis keras’ yang berada di
Timur Tengah. Hal ini didapat dari keterikatan jaringan ideologi maupun
sosio-politik antara gerakan radikal di Timur Tengah dengan Gerakan
radikalisme Indonesia. Misalnya, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan
cabang dari Hizbut Tahrir yang didirikan oleh Taqiyuddin An-Nabhani di
Hayfa Palestina. Lasykar Jihad yang merupakan jaringan ideologis yang
berasal dari Gerakan Salafi di Saudi Arabia dan Kuwait. Kemudian Majelis
Mujahiddin Indonesia (MMI) oleh Sidney Jones di pandang sebagai jaringan
sosio-politik dari Jama'ah Islamiyah Asia Tenggara yang memiliki kesamaan
96 | Keamanan Nasional Indonesia

platform dengan Jama'ah Islamiyah faksi sempalan Ikhwanul Muslimin yang


terkenal di Mesir. (Huda, 2019)
“FPI’s violent actions are most vigorous have been directed against other
concurrent religious movements. The founding episode of its politics occurred
when FPI members initiated violent actions in Timor-Leste, which later had
repercussions in several regions in the Moluccas. All throughout this process,
the FPI encouraged murder-fuelled conflicts between the Christians and the
Muslims, in particular, by regularly sending militia groups into the region for
the purpose of conducting jihad.” (Gaborieau, 2006)

Perjuangan dibidang ini dan kolaborasi lokal dengan organisasi jihad


menunjukkan kedekatansetidaknya, tidak langsung dengan kelompok-
kelompok yang telah berjanji setia kepada Negara Islam. Pada tahun 2014, FPI
melakukan kampanye rekrutmen untuk mengirim jihadis ke Gaza; kampanye
ini dilakukan bekerja sama dengan Jamaah Ansharut Tauhid [JAT]) dan Majelis
Pejuang Perang Suci Indonesia (Majelis Mujahidin Indonesia [MMI]) yang
memproklamirkan diri sendiri. Kedua kelompok ini diciptakan oleh Abu Bakar
Ba'asyir, kepada siapa Rizieq telah secara terbuka menyatakan kedekatan dan
simpatinya. Pada Januari 2016, ia mengajukan diri ke pengadilan untuk
membela Ba'asyir selama persidangan. Apalagi, pernyataan FPI tentang ISIS
jelas mengungkapkan simpati sebagian pimpinannya terhadap organisasi
teroris tersebut. Dinyatakan bahwa FPI ingin berkolaborasi dengan berbagai
komponen Al-Qaeda dan ISIS dengan tujuan untuk melanjutkan jihad di
Suriah, Irak, Palestina, dan negara-negara lain di mana komunitas Muslim
menghadapi konflik. Deklarasi ini diterbitkan pada Agustus 2014, beberapa
hari setelah JAT berjanji setia kepada ISIS; ikrar ini mengakibatkan 80 persen
pengikutnya memisahkan diri dan membentuk Jamaah Anshorus Syariah
[JAS]). (Facal, 2020)
Kemudian beberapa komunitas/organisasi terlarang lainnya yang
dilansir oleh Kompas.com adalah sebagai berikut :
1. Jamaah Islamiyah
2. Jamaah Ansharut Daulah
3. Mujahiddin Indonesia Timur
97 | Keamanan Nasional Indonesia

4. Jamaah Ansharut Tauhid


5. Kelompok Kriminal Bersenjata Papua. (Kompas.com, 2021)
4.1.2.3 Keamanan Ekonomi
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tersebut, Polri memiliki tugas
dan kewenangan terkait menjaga keamanan dalam negeri (kamdagri),
termasuk pula menjaga keamanan obyek vital nasional yang bersifat strategis.
Mengingat dimensi mengenai ancaman dan gangguan keamanan setiap saat
terus mengalami perubahan dengan berbagai risiko serta dampaknya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatnya
kompleksitas masalah masyarakat (social exclution) telah memciptakan berbagai
bentuk ancaman dan gangguan keamanan terhadap berbagai obyek vital
nasional (Obvitnas), yaitu bandara, pelabuhan, tempat pengolahan,
penyimpanan dan distribusi bahan bakar, sistem suplai air, dan lain lain
sebagainya. Kasus Teror Bom Bali, serangan bom di Gedung BEJ, Hotel
Marriott dan Kedubes Australia membuktikan bahwa eskalasi ancaman dan
gangguan keamanan di Indonesia mulai memasuki fase masif (catastrophic)
yang menimbulkan kerugian finansial, aset maupun korban jiwa. Ancaman
keamanan terhadap Obvitnas secara langsung maupun tidak langsung meberi
dampak pada sistem perekonomian nasional dan pada tingkatan tertentu turut
berdampak terhadap stabilitas politik negara, sistem penyelenggaraan negara
serta keamanan nasional.
Selain itu, dalam rangka melakukan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
di Indonesia tidak hanya Kepolisian Republik Indonesia (Polri) saja yang
memeiliki kewenangan dalam penanganan tindak pidana khusus tersebut.
Namun terdapat lembaga lainnya yang berdasar pada peraturan perundang-
undangan memiliki tugas dan wewenang dalam hal penyidikan yakni Polri
berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Negara Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
kemudian Kejaksaan berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (1) huruf a Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan
98 | Keamanan Nasional Indonesia

Korupsi (KPK) berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf c Undang-Undang No. 30


Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasn Korupsi.
Sebelum terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), undang-
undang memberikan amanan kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
sebelum terbentuknya KPK diberikan wewenang dalam melaksanakan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana umum maupun
tindak pidana khusus. Pembentukan KPK secara khusus untuk memberantas
korupsi mengingat lembaga pemerintahan yang menangani perkara Tindak
Pidana Korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien, dalam melakukan
pemberantasan terhadap Tindak Pidana Korupsi justru sering menimbulkan
permasalahan dalam penanganan kasus korupsi, salah satu contoh kasus
tersebut adalah pada kasus Korupsi Pengadaan Simulator Surat Izim
Mengemudi (SIM) pada Korlantas Mabes POLRI yang melibatkan POLRI dan
KPK dimana keduanya mengklaim memiliki 138 kewenangan untuk
melakukan penyidikan.(Siahaan & Zul, 2019)
4.1.2.4 Keamanan Lingkungan
Membahas mengenai keamanan lingkungan di Indonesia dapat
dikatakan relatif kompleks jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya
mengingat kondisi alam Indonesia yang unik dengan keanekaragaman hayati
yang berlimpah. Namun hal tersebut menjadikan Indonesia yang terletak di
garis Khatulistiwa dengan wilayah tropisnya rentan mengalami kebakaran
hutan ditambah dengan para penegak hukum yang sampai dengan saat ini
belum terlihat optimal dalam menjaga keamanan lingkungan.
Pengawasan dan penindakan terhadap segala bentuk pengrusakan
terhadap lingkungan di Indonesia saat ini ditangani oleh beberapa lembaga
seperti Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Polisi Kehutanan Republik
Indonesia (Polhut) yang berada dibawah naungan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK). Untuk menjaga sekitar 125 juta hektare hutan
di seluruh Tanah Air diperlukan keberadaan aparat Polhut yang saat ini
tersebar pada sejumlah lembaga yakni, Direktorat Jenderal pada Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Provinsi.
(Kompas.com, 2019)
99 | Keamanan Nasional Indonesia

Grafik 4. 2 Jumlah Bencana Alam di Indonesia 1 Januari-18 Juni 2021


Sumber: BNPB, 2021

4.1.2.5 Keamanan Kesehatan


Presiden Republik Indonesia telah mengeluarkan Instruksi atau
Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan
Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dan Pencegahan dan Pengendalian
Covid-19. Inpres ini dikeluarkan Pemerintah Indonesia sebagai bentuk
kesungguhan untuk pencegahan covid-19. Inpres No. 6/2020 perlulah segera
ditindaklanjuti oleh seluruh jajaran pemerintah dari pusat hingga ke daerah
dan pemerintahan tingkat desa/kelurahan.
Terkait dengan peran TNI-Polri dalam pencegahan, pengendalian covid
jelas diatur dalam Inpres itu. Sebab dalam Inpres No. 6/2020 ditekankan pula
tentang sanksi dan penegakan hukum. Terkait dengan tugas Polri dalam Inpres
No. 6/2020, Kapolri Jendral Idham Azis menegaskan kepada kajarannya lima
(5) instruksi terkait dengan pencegahan, pengendalian, dan pendisiplinan
warga untuk pencegahan Covid-19. Dan instruksi juga menekankan
penegakan hukum bagi para pelanggar ketentuan yang tertuang dalam Inpres
No. 6/2020.
Lima instruksi kepada jajaran Polri yaitu:
1) Polri memberikan dukungan kepada gubernur, bupati/walikota dengan
mengerahkan kekuatan Polri untuk melakukan pengawasan
pelaksanaan protocol kesehatan di masyarakat;
100 | Keamanan Nasional Indonesia

2) Secara terpadu TNI, Polri, dengan pemerintah daerah menggiatkan


protokol penerapan protokol kesehatan di masyarakat;
3) Melakukan pembinaan masyarakat untuk pencegahan Covid-19;
4) Meningkatkan efektifitas upaya penegakan hukum terhadap
pelanggaran protokol kesehatan;
5) Perintah pada instruksi tersebut telah mengatur sanksi terhadap
pelanggaran penerapan protokol kesehatan.

Dalam Inpres No. 6/2020 ditegaskan sanksi bagi para pelanggar


penerapan protokol kesehatan dan pencegahan Covid-19. Terkait dengan
sanksi itu Kapolri menjelaskan ada 4 bentuk sanksi (hukuman) bagi para
pelanggar Inpres No. 6/2020. Keempat sanksi tersebut; (i) Teguran lisan atau
teguran tertulis, (ii) Kerja sosial, (iii) Denda administratif, (iv) Penutupan
sementara penyelenggaraan usaha. Tentunya perkembangan kasus positif
Covid-19 mesti menjadi titik perhatian bersama tentang pentingnya
pendisiplinan warga masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan dan
protokol pencegahan Covid-19.

Grafik 4. 3 Sebaran Jangkitan Covid-19


Sumber : (Covid-19.go.id, 2021)

Melihat data yang disajikan oleh Komite Percepatan Penanganan Covid-


19 bahwa secara nasional hingga tanggal 19 Juni 2021 kasus positif Covid-19
101 | Keamanan Nasional Indonesia

mencapai lebih kurang 50.000 jiwa. Hal tersebut tentu menempatkan Indonesia
pada posisi yang tidak aman dalam hal kesehatan masyarakat. Berbagai cara
telah dilakukan oleh Pemerintah RI dalam menekan kasus positif, baik melalui
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga mengaktifkan Pemberlakukan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Namun hingga saat ini PPKM belum memberikan perubahan yang
signifikan terhadap penurunan kasus positif Covid-19 yang terbukti dengan
fasilitas kesehatan di Jawa-Bali terisi lebih dari 80%. (medcom.co.id, 2021)
4.1.2.6 Keamanan Pangan
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) pada tahun 2021 telah
menerbitkan Surat Telegram Kapolri Nomor ST/41/I/Ops.2./2021 tertanggal 12
Januari 2021 dalam mendukung kebijakan Pemerintah RI berkaitan dengan
reformasi agraria dan ketahanan pangan Surat Telegram Kapolri tersebut
secara umum berisi rencana Polri dalam mendukung usaha Pemerintah dalam
rangka membangun ketahanan pangan nasional dan melakukan
pengembangan disektor pertanian. Surat Telegram tersebut ditandatangani
atas nama Kapolri oleh Kabaharkam Polri sekaligus Kaopspus Aman Nusa II
Penanganan COVID-19, Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto. Melalui
keterangan tertulisnya, Rabu 13 Januari 2021 Komjen Pol Agus Andrianto
menjelaskan, Surat Telegram tersebut diterbitkan sebagai langkah Polri
mendukung seluruh upaya pemerintah dalam rangka mengantisipasi
peringatan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture
Organization) mengenai kemungkinan terjadinya krisis pangan yang
diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Isi dari Surat Telegram Kapolri tersebut
adalah sebagai berikut :
1) Pembangunan food estate di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten
Kapuas di Kalimantan Tengah seluas 600.000 hektare serta di Kabupaten
Humbang Hasudutan, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli
Tengah, dan Kabupaten Pakpak Barat di Sumatera Utara seluas 30.000
hektare;
102 | Keamanan Nasional Indonesia

2) Penyerahan 2.929 Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial seluas


3.442.000 hektare bagi 651.000 Kepala Keluarga, 35 SK hutan adat seluas
37.500 hektare, dan 58 SK TORA seluas 72.000 hektare di 17 provinsi;
3) Alokasi redistribusi lahan kawasan hutan seluas 1.300.000 hektare untuk
masyarakat dalam rangka program Tanah Objek Reforma Agraria
(TORA). (Republik Indonesia, 2021)

Gambar 4. 1 Perkembangan Ekspor Impor Indonesia Maret 2021

Nilai ekspor Indonesia Maret 2021 mencapai US$18,35 miliar atau naik
20,31 persen jika dibanding ekspor Februari 2021. Demikian juga dibanding
Maret 2020 naik 30,47 persen.
Ekspor nonmigas Maret 2021 mencapai US$17,45 miliar, naik 21,21
persen dibanding Februari 2021. Dibanding ekspor nonmigas Maret 2020, naik
30,07 persen.
103 | Keamanan Nasional Indonesia

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Maret 2021 mencapai


US$48,90 miliar atau meningkat 17,11 persen dibanding periode yang sama
tahun 2020, demikian juga ekspor nonmigas mencapai US$46,25 miliar atau
meningkat 17,14 persen.
Peningkatan terbesar ekspor nonmigas Maret 2021 terhadap Februari
2021 terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$1.167,1 juta
(67,90 persen), sedangkan penurunan terbesar terjadi pada kendaraan dan
bagiannya sebesar US$16,7 juta (2,06 persen).
Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–
Maret 2021 naik 18,06 persen dibanding periode yang sama tahun 2020,
demikian juga ekspor hasil pertanian naik 14,61 persen dan ekspor hasil
tambang dan lainnya naik 12,10 persen.
Ekspor nonmigas Maret 2021 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$3,73
miliar, disusul Amerika Serikat US$2,07 miliar dan Jepang US$1,38 miliar,
dengan kontribusi ketiganya mencapai 41,12 persen. Sementara ekspor ke
ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$3,46 miliar dan
US$1,44 miliar.
Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–
Maret 2021 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$8,14 miliar (16,65 persen),
diikuti Jawa Timur US$5,22 miliar (10,68 persen) dan Riau US$4,44 miliar (9,07
persen).
Nilai impor Indonesia Maret 2021 mencapai US$16,79 miliar, naik 26,55
persen dibandingkan Februari 2021 atau naik 25,73 persen dibandingkan Maret
2020.
Impor migas Maret 2021 senilai US$2,28 miliar, naik 74,74 persen
dibandingkan Februari 2021 atau naik 41,87 persen dibandingkan Maret 2020.
Impor nonmigas Maret 2021 senilai US$14,51 miliar, naik 21,30 persen
dibandingkan Februari 2021 atau naik 23,52 persen dibandingkan Maret 2020.
Peningkatan impor golongan barang nonmigas terbesar Maret 2021
dibandingkan Februari 2021 adalah besi dan baja US$398,4 juta (63,34 persen).
Sedangkan penurunan terbesar adalah lemak dan minyak hewan/nabati
US$17,2 juta (40,97 persen).
104 | Keamanan Nasional Indonesia

Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–


Maret 2021 adalah Tiongkok US$12,04 miliar (31,48 persen), Jepang US$3,13
miliar (8,19 persen), dan Korea Selatan US$2,34 miliar (6,12 persen). Impor
nonmigas dari ASEAN US$7,16 miliar (18,71 persen) dan Uni Eropa US$2,41
miliar (6,31 persen).
Menurut golongan penggunaan barang, nilai impor Januari– Maret 2021
terhadap periode yang sama tahun sebelumnya terjadi peningkatan pada
barang konsumsi US$516,0 juta (14,62 persen), bahan baku/penolong
US$3.024,9 juta (10,16 persen), dan barang modal US$672,2 juta (11,47 persen).
Neraca perdagangan Indonesia Maret 2021 mengalami surplus US$1,57
miliar, yang berasal dari sektor nonmigas US$2,94 miliar. Sedangkan di sektor
migas terjadi defisit US$1,37 miliar. (BPS, 2021)
Untuk menjamin keamanan pangan, Negara Republik Indonesia telah
memiliki konsepnya yang berlandaskan pada Food and Agriculture Organization
(FAO) of the United Nations tentang Voluntary Guidelines on the Responsible
Governance of Tenure of Land, Fisheries and Forests in the Context of National Food
Security dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1) Mengakui dan menghormati segala pemegang hak tenurial yang sah
serta hak-hak mereka. Negara perlu mengambil langkah-langkah yang
wajar untuk mengidentifikasi, mencatat dan menghormati pemegang
hak tenurial yang sah beserta hak-hak mereka, baik yang secara formal
tercatat maupun yang tidak tercatat; tidak melanggar hak tenurial orang
lain; serta memenuhi kewajiban yang terkait dengan hak-hak tenurial;
2) Menjaga hak pemilik tenurial yang sah dari ancaman dan pelanggaran.
Negara harus melindungi pemegang hak kepemilikan dari tindakan
sewenang-wenang yang mengakibatkan hilangnya hak kepemilikan
atau tenurial mereka, termasuk penggusuran paksa yang tidak sesuai
dengan tanggung jawab negara yang ada di bawah hukum nasional dan
internasional.
3) Mendorong dan memfasilitasi pemenuhan hak tenurial yang sah.
Negara harus mengambil langkah-langkah aktif untuk mendorong dan
memfasilitasi realisasi hak-hak tenurial atau transaksi dengan hak,
misalnya memastikan bahwa layanan dapat diakses oleh semua;
105 | Keamanan Nasional Indonesia

4) Memberikan akses terhadap keadilan dalam menangani pelanggaran


hak tenurial yang sah. Negara harus menyediakan cara yang efektif dan
dapat diakses oleh semua orang, melalui otoritas pengadilan atau
pendekatan lainnya, untuk menyelesaikan perselisihan hak tenurial; dan
untuk melakukan penegakan hukum yang terjangkau dan cepat hasil.
Negara harus menyediakan kompensasi yang cepat dan adil saat hak-
hak tenurial diambil
untuk kepentingan publik;
5) Mencegah sengketa, konflik kekerasan dan korupsi terkait tenurial.
Negara harus mengambil langkah-langkah aktif untuk mencegah
sengketa tenurialyang muncul dan akhirnya meningkat menjadi konflik
kekerasan. Negara harus berusaha untuk mencegah korupsi dalam
bentuk apapun, di semua tingkatan, dan dalam segala bentuk
pengaturan. (Food and Agriculture Organization, 2017)

4.1.2.7 Keamanan Politik


Dalam keamanan politik di Indonesia, Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Polri) memiliki peran yang cukup penting karena turut berimplikasi
pada keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun dalam menjaga stabilitas
keamanan politik dalam negeri sangat diperlukan netralitas Polri didalamnya
agar tercapai negara yang demokratis.
Netralitas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menjadi sangat
penting terutama jika dikaitkan dengan dasar hukum yang menegasikan hak
pilih dan hak dipilih bagi Polri. Tentu dalam hal ini sangat diperlukan tanpa
dengan harus menghilangkan hak-hak politiknya sebagai warga negara yang
memiliki hak yang sama dihadapan hukum. Beberapa alasan yang dapat
digunakan sebagai dasar hukum antara lain :. Kesatu, hak memilih
sesungguhnya tidak tergolong pada hak dasar yang tidak dapat dikurangi atau
hak absolut. Hal ini sesuai dengan pasal 4 Ayat (2) International Covenant on
Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang
Hak-hak Sipil dan Politik, yang menyatakan bahwa:
106 | Keamanan Nasional Indonesia

“Walaupun dalam Pemilu hak memilih merupakan salah satu bentuk


hak asasi manusia, namun hak tersebut bukan merupakan underogable
rights”. Karena itu, seseorang menggunakan hak pilih atau tidak
menggunakan tidak menimbulkan konsekuensi hukum. Akan tetapi
secara sosiologis dan politis sebenarnya kehilangan kontribusi dalam
kaitannya dengan penentuan kebijakan dan keputusan penting lainnya
untuk pencapaian tujuan negara. (United Nations Human Rights, 1976)

Berdasarkan survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)


terhadap 145 orang para ahli politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam dari
11 provinsi di Indonesia itu menyatakan potensi masalah dalam Pemilu
Serentak 2019. Potensi masalah paling besar adalah politik uang (89 persen),
kemudian sengketa hasil pemilu (76,6 persen), ketidaknetralan birokrasi (66,2
persen), pemilih yang tidak menggunakan hak suara (53,1 persen), intimidasi
dalam pemilu (46,2 persen), dan penggunaan kekerasan dalam pemilu (32,4
persen). (lokadata.co.id, 2018)

Grafik 5. 4 Pergerakan Isu Politik dan Keamanan Juni 2021


Sumber : (Laboratorium Indonesia 2045, 2021)

Narasi mengenai isu pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


turut menjadi isu dominan politik dan keamanan selama bulan Juni 2021.
Pemberitaan tersebut merupakan dampak dari pengumuman 75 pegawai KPK
dinyatakan tidak lolos tes Aparatus Sipil Negara (ASN) dan terancam
107 | Keamanan Nasional Indonesia

dinonaktifkan sehingg 75 pegawai KPK yang tak lulus Tes Wawasan


Kebangsaan (TWK) dibebastugaskan oleh pimpinan KPK. Kemudian dalam isu
politik keamanan pun turut diramaikan dengan pemberitaan mengenai
tantangan pemburuan Harun Masiku, pemeriksaan Azis Syamsudin dalam
kasus Walikota Tanjungbalai, polemik pemotongan vonis Jaksa Pinangki, serta
kelanjutan sidang korupsi bantuan sosial Covid-19 dan ekspor benur.
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) selama bulan Juni 2021 terpantau
beberapa kali melancarkan aksi terornya. Media massa menjadi ramai ketika
adanya baku tembak selama tiga jam antara aparat dengan KKB di Bandara
Aminggaru, Ilaga. Aksi tersebut turut mengakibatkan tiga warga sipil
tertembak, satu pesawat rusak, serta tower dan satu rumah warga terbakar.
Selain itu, juga terjadi penembakan dan penyanderaan oleh KKB terhadap
warga sipil yang merupakan tukang bangunan di Kampung Bingky,
Kabupaten Yahukimo. Tidak hanya pemberitaan tentang aksi teror KKB,
pemberitaan mengenai penangkapan pemasok senjata KKB, Ratius Murib,
yang terlibat yang diduga didanai oleh Ketua DPRD Tolikara Sonny Wanimbo.
Kemudian disusul dengan kasus-kasu lain seperti putusan pengadilan
mengenai Riziqe Shihab hingga pembahasan Otonomi Khusus Papua.
Pandemi Covid-19 merangsang timbulnya public health policy sebagai
suatu pandangan baru yang memberi pengaruh pada semua pihak, bahkan
melebihi kepentingan apapun setelah kepentingan ekonomi. Berdasarkan fakta
sejarah pada saat Flu Spanyol 1 abad lalu mengungkapkan secara gamblang
bagaimana public health policy memaksa penguasa untuk membatasi pergerakan
hingga ketitik terjauh melalui sistem lockdown dibeberapa Kawasan seperti
Minneapolis, Saint Paul, San Fransisco, Los Angeles, dan Pittsburgh di Amerika
Serikat (Purwanto & Emilia, 2020). Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia
sejak pertengahan tahun 2020 mendorong Pemerintah RI dalam melakukan
pola kerja kebijakan maupun pelayanan publik.
Secara teoritis dan praktis birokrasi tidak mudah untuk dilakukan
perubahan (Purwanto & Emilia, 2020) sehingga ketika Indonesia dihadapkan
pada situasi pandemic Covid-19 memaksa birokrasi Pemerintah RI untuk
mengubah arah kebijakan starategis nasional. Kemudian dengan kondisi
108 | Keamanan Nasional Indonesia

seperti itu turut membuat perubahan situasi politik seperti berubahnya fokus
masyarakat terkait pandangan politik yang terdisktraksi kepada kesehatan.
Distraksi tersebut tidak dapat dipungkiri dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak
tertenu yang menjalankan politik praktis, baik para pelaku politik didalam
pemerintah maupun yang berada diluar pemerintah.
Masalah mengenai keamanan politik di Indonesia muncul ketika
Pemilihan Umum Serentak 2019. Pemilu Serentak 2019 dilaksanakan bersama
dengan Pemilu Legislatif dan Eksekutif. Mulai dari proses kampanye hingga
hari pemilihan tiba terdapat dinamika politik yang memunculkan persaingan
kuat. Termasuk pada masa prakampanye telah terjadi gejala mengenai
menguatnya eksploitasi identitas sebagai propaganda politik, politisasi suku,
agama, ras, dan golongan. Selanjutnya adalah mengenai peningkatan ujaran
kebencian yang memenuhi ruang publik di dunia maya maupun dunia nyata
ditambah lagi dengan sikap elit politik yang inkonsisten sehingga membuat
indeks demokrasi Indonesia menurun dibandingkan dengan negara-negara
lainnya.
Kualitas Demokrasi di Indonesia diperkirakan akan menurun di tahun
2021. Setelah melakukan kajian terhadap tiga laporan utama yakni 2020 The
Economist Intelligence Unit, Indeks Demokrasi Indonesia 2019, dan 2021
Democracy Report, ketiga laporan tersebut menunjukkan bahwa kualitas
demokrasi telah menunjukkan adanya pengurangan siginifikan yang tidak
hanya menyentuh aspek kebebasan sipil dan pluralisme, namun juga fungsi
pemerintahan. (The Economist Intelligence Unit, 2020)
Secara lebih spesifik, laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) dan
Indeks Demokrasi Indonesia menggarisbawahi menurunnya kebebasan
berekspresi dan berpendapat sebagai pangkal utama menurunnya kualitas
demokrasi Indonesia yang Indonesia pada urutan 64 dari 167 negara,
sedangkan laporan Indeks Demokrasi Indonesia memperlihatkan turunnya
skor indeks kebabasan berpendapat yang semula 66,17 di tahun 2018 menjadi
64,29 di tahun 2019.
Adapun laporan 2021 Democracy Report menempatkan Indonesia pada
urutan 73 dari 179 negara dalam hal kebebasan dalam demokrasi. Secara
ringkas, ketiga laporan demokrasi ini menunjukkan adanya pergeseran dalam
109 | Keamanan Nasional Indonesia

pola demokrasi Indonesia yang semula adalah demokrasi elektoral menuju


pada “demokrasi yang cacat”. Pemahaman mendasar dari pergeseran ini
adalah pemilu tidaklah menjamin akan melahirkan para pimpinan yang
mampu menyejahterakan rakyat. (Wasisto, 2021)
Selain itu, masalah yang turut menjadi masalah keamanan politik adalah
wilayah Papua yang sampai dengan saat ini sedang mengalami konflik yang
berkepanjangan dan belum terselesaikan. Terutama mengenai Papua yang
ingin memisahkan diri dari Negara Republik Indonesia. Dalam persepsi orang
Papua, kemerdekaan Papua pertamakali dideklarasikan dengan pengibaran
bendera Morning Star (Bintang Kejora) pada tahun 1 Desember 1961. Akan
tetapi, pernyataan kemerdekaan ini dibatalkan oleh perjanjian antara Belanda
dan Indonesia yang ditanda-tangani di New York tahun 1962, di mana Belanda
sepakat mentransfer penyelenggaraan pemerintahan di Papua kepada
Indonesia di bawah pengawasan PBB (dikenal sebagai misi UNTEA-United
Nations Temporary Excecutive Authority).
Orang-orang Papua yang tidak merasa terlibat dalam proses perjanjian
itu mengganggap bahwa Papua semata-mata sebagai obyek persengketaan
internasional. Anggapan ini termasuk terhadap pelaksanaan Pepera
(Penentuan Pendapat Rakyat) di bawah pengawasan PBB pada tahun 1969
dimana kemudian menjadi legitimasi bahwa Papua merupakan bagian dari
Indonesia. Mereka memandang bahwa kekuasaan Indonesia atas Papua
tidaklah legitimate. Hal ini kemudian ditegaskan kembali ketika Presidium
Dewan Papua (PDP) menyelenggarakan kongresnya pada tahun 2000, dengan
penolakan terhadap persetujuan New York yang dianggap tidak mempunyai
dasar moral dan legal yang kuat karena tidak terlibatnya wakil-wakil
masyarakat Papua dalam proses tersebut, dan juga menolak hasil Pepera pada
tahun 1969 karena dilaksanakan secara tidak demokratis, pemaksaan, dan
intimidasi terhadap wakil-wakil masyarakat yang menjadi peserta Pepera
tersebut yang sebenarnya juga dipilih sendiri oleh Indonesia. Presidium Dewan
Papua juga menyatakan bahwa kemerdekaan Papua telah diproklamirkan
pada tahun 1961. (Muttaqin, 2006)
110 | Keamanan Nasional Indonesia

Konflik tanah Papua telah berlangsung lebih dari lima dekade Tim
Kajian Papua LIPI yang bekerja sejak 2004 menghasilkan Road Map Papua
pada 2008 yang menunjukkan empat akar masalah Papua Pertama proses
integrasi wilayah Papua kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
dipandang oleh pimpinan dan pendukung Papua Merdeka masih bermasalah.
Akibatnya sejak 1964 gerakan menuntut kemerdekaan muncul baik secara
politik maupun dengan perlawanan bersenjata TPN OPM dan bertahan hingga
hari ini Dalam kaitan dengan tuntutan kemerdekaan ini terjadi operasi militer
dan kebijakan represif lainnya yang berturut turut dan menimbulkan akar
masalah yang kedua yakni kekerasan negara dan tuduhan pelanggaran hak
asasi manusia. Suasana konflik yang berkepanjangan juga menciptakan akar
masalah ketiga kegagalan pembangunan terutama di bidang Pendidikan
kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat dan keempat marginalisasi dan
efek diskriminatif terhadap orang asli Papua akibat pembangunan ekonomi
konflik politik dan migrasi massal ke Papua yang mulai intensif sejak 1970.
(Budiatri, 2016)
Setelah sekian lama pemberitaan mengenai Papua tidak mencuat ke
publik, kemudian pada 2021 peristiwa penembakan di Distrik Boega,
Kabupaten Puncak Papua agaknya belum akan berakhir. Tragedi kembali
terulang dengan gugurnya salah satu personil Brimob atas nama Bharada
Komang, tidak lama setelah kejadian pada Minggu, 25 April 2021, yang
menelan korban jiwa dimana peluru senjata milik Kelompok Kriminal
Bersenjata (KKB) merenggut nyawa Jenderal bintang satu. Kepala Badan
Intelijen Negara Daerah Papua (Kabinda) Brigjen TNI I Gusti Putu Danny
gugur di tengah baku tembak dengan KKB. Tidak dipungkiri bahwa sepak
terjang KKB sudah sangat meresahkan masyarakat. Pembakaran,
pembunuhan, dan pemerkosaan yang sering terjadi menjadikan trauma dan
ketakutan tersendiri bagi masyarakat setempat. Bahkan 4 (empat) orang warga
sipil yang terdiri atas 2 (dua) guru, seorang tukang ojek, dan seorang siswa
SMA ikut menjadi korban kekejaman yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Atas beragamnya tindakan kekejaman tersebut, Presiden Jokowi pada
akhirnya memerintahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri
Jenderal Listyo Sigit untuk menangkap dan menindak tegas seluruh anggota
111 | Keamanan Nasional Indonesia

KKB. Meskipun menuai pro dan kontra terkait hal tersebut, tetapi kebijakan
yang dibuat oleh Presiden Jokowi disambut baik oleh berbagai kalangan. Hal
ini dikarenakan teror yang dilakukan oleh KKB sudah bukan merupakan
kelompok kriminal bersenjata biasa, melainkan termasuk gerakan yang
memiliki motivasi politik untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), bahkan dapat berpotensi terjerat pidana terorisme.
Hal ini ditegaskan didalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2018 tentang
Perubahan atas UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, yang
menyatakan bahwa “terorisme adalah perbuatan yang menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa
takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal,
dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang
strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan
motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan”. (Palupi, 2021)
Melihat strategi Pemerintah Negara Republik Indonesia dalam
menangani masalah-masalah di Papua terkesan hanya berfokus pada
keputusan politik semata melalui kebijakan-kebijakan yang relatif tidak sesuai
dengan situasi dan kondisi Papua terutama melalui Undang-Undang Otonomi
Khusus Papua yang hanya memberikan kesempatan pada bidang-bidang
tertentu sehingga masyarakat Papua menganggap tidak dilibatkan dalam
pembangunan daerahnya. Bahkan dalam menangani masalah Kelompok
Kriminal Bersenjata yang secara keputusan politik Pemerintah RI
menyebutnya sebagai ‘kelompok teroris’ sampai dengan menjelang
berakhirnya Undang-Undang Otonomi Khusus Papua tidak memberikan
perubahan yang signifikan terhadap masyarakat. Namun dalam definisi
‘teroris’ tidak memiliki kepastian secara konkrit sehingga para pemangku
kepentingan tidak secara sinergi memberikan kontribusi dalam hal
kesejahteraan dan keamanan Papua.
112 | Keamanan Nasional Indonesia

4.2 Keamanan Manusia (Human Security)


Keamanan komprehensif termasuk di dalamnya keamanan manusia
dikonseptualisasikan sebagai suatu pendekatan menuju masalah keamanan
yang lebih luas daripada konsep realis tradisional. Dengan kata lain, keamanan
diakui sebagai subjek yang melampaui realis tradisional negara-negara sentris
dan pendekatan militer. Istilah kemanan komprehensif diciptakan dalam
politik dan lingkaran akademis di Eropa Barat selama tahun 1980-an. Para
akademisi dan para pembuat kebijakan perlu untuk mendapat pendekatan
yang lebih luas dan lebih dalam dari pengertian realis mengenai keamanan.
(Krause & Williams, 1996: 101)
Seseorang dapat mengamati terutama tiga kategori yang mempengaruhi
perluasan dan pelebaran konsep keamanan. Dimensi pertama mengacu pada
pertanyaan tentang keamanan yang harus dijamin. Dengan kata lain, siapa lagi,
selain negara, yang dapat memperoleh manfaat dari keamanan-apakah itu
hanya negara atau juga kelompok atau bahkan individu? Haftendorn
berargumen bahwa keamanan “harus multifokus, tidak terbatas pada satu area
masalah atau tingkat analisis.” (Haftendorn, 1991: 12)
Konsep tradisional keamanan dengan negara sebagai acuan utama telah
menjadi perdebatan ekstensif. Pandangan realis tentang keamanan yang
dipandang sebagai "Turunan dari kekuatan" (Buzan, 1991: 8) mengurangi
konsep keamanan yang kompleks menjadi hanya "sinonim untuk kekuasaan”
(Krause & Wiliams, 1996, p. 230). Pandangan ini dapat dianggap relevan selama
periode Perang Dunia, di mana negara tampaknya terus-menerus berjuang
untuk mendapatkan kekuasaan. Namun, diera pasca-Perang Dingin, konsep
Keamanan telah menjadi jauh lebih beragam dan kompleks. Dalam bukunya,
People, States and Fear, Barry Buzan menunjukkan bahwa konsep keamanan
"terlalu sempit" (Krause & Williams, 1996, p. 14) karena itu tujuannya adalah
untuk menawarkan “Kerangka keamanan yang lebih luas” (Krause & Williams,
1996, p. 20) menggabungkan konsep-konsep yang sebelumnya tidak ada
dianggap sebagai bagian dari teka-teki keamanan seperti keamanan regional,
atau masyarakat dan sektor keamanan lingkungan. Pendekatan Buzan lebih
holistik; dan sementara ia menyempurnakan analisisnya dengan keyakinan
neorealis seperti anarki, kedalaman analisisnya bersifat konstruktivis karena ia
113 | Keamanan Nasional Indonesia

tidak menerima yang diberikan, melainkan mengeksplorasi setiap elemen dari


apa yang dia anggap sebagai paket keamanan satu per satu sampai pada
kesimpulan yang lebih tepat.
Konsep mengenai keamanan saat ini telah mengalami perubahan
persepsi. Menurut Williams dan Moskos:
“The key perceived threats were: a conventional military attack before the Cold
War, a non-conventional military attack during the Cold War, and abroad
spectrum of non-military threats after the Cold War (such as drug trafficking,
uncontrolled migrations, economic stagnation, environmental degradations,
etc). (Williams & Moskos, 1997: 14)

Ancaman utama yang dirasakan adalah serangan militer konvensional


sebelum Perang Dingin, serangan militer non-konvensional selama Perang
Dingin dan spektrum ancaman non-militer di luar negeri setelah Perang Dingin
(seperti perdagangan narkoba, migrasi tidak terkendali, stagnasi ekonomi,
degradasi lingkungan, dan lainnya). Artinya bahwa ancaman terhadap
keamanan tidak semata hanya bagaimana menghadapi ancaman “mengangkat
senjata”, tetapi lebih dari itu bahwa ancaman lain yang lebih mengancam
sebuah negara berbentuk lain yang sekilas bukan merupakan suatu hal yang
berbahaya bagi negara. Kita dapat melihat bagaimana sebuah negara dapat
dihancurkan melalui “serangan” doktrin yang menghancurkan cara berpikir
masyarakat, terorisme dan lain sebagainya.
Doktrin mengenai keamanan nasional di Indonesia tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dapat
dikatakan mulai mendekati keamanan secara komprehensif. Namun, peneliti
menemukan fakta bahwa konsep keamanan nasional Indonesia saat ini belum
terlihat konsep yang jelas mengenai hal tersebut sehingga dapat dikatakan
pendekatan keamanan komprehensif (comprehensive security) belum terlaksana.
Pendekatan keamanan komprehensif di Indonesia masih mengarah
kepada aspek kemiliteran yang terdapat dalam Undang-Undang Pertahanan
Negara Tahun 2002 dan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia Tahun
2004. Kedua Undang-Undang tersebut masih memandang bahwa konsep
114 | Keamanan Nasional Indonesia

keamanan nasional dari sisi kedaulatan negara dan keutuhan secara geografis
dari berbagai ancaman serta gangguan.
Krause & Williams (1996: 101) menyatakan bahwa keamanan
komprehensif tidak terbatas pada ancaman militer saja, melainkan lebih
daripada itu bahwa keamanan nirtradisional seperti ancaman ekonomi, politik,
dan sebagainya menjadi hal yang krusial untuk diperhatikan.
Perbedaan pendapat mengenai masalah keamanan nasional masih terus
terjadi. Namun pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang
Keamanan Nasional (RUU Kamnas) sangat diperlukan mengingat persoalan
sektor keamanan yang setiap saat selalu mengalami perubahan tak terduga
sehingga penting bagi lembaga eksekutif dan legislatif untuk berkoordinasi
mengenai rancangan undang-undang tersebut.
Peneliti berpendapat bahwa Rancangan Undang-Undang Keamanan
Nasional dapat dijadikan sebagai grand design keamanan nasional Indonesia
yang secara nyata dapat menjaga keutuhan Republik Indonesia dari setiap
ancaman terhadap keamanan Indonesia. Substansi Rancangan Undang-
Undang Keamanan Nasional jika disahkan menjadi Undang-Undang yang sah
akan mengikat berbagai lembaga negara, baik lembaga kementerian maupun
nonkementerian menjadi satu sistem melalui Dewan Keamanan Nasional
(DKN).
Pemahaman mengenai pembentukan Dewan Keamanan Nasional
(DKN) sangat perlu untuk dipandang secara holistik dan komprehensif sebagai
suatu sistem yang terpadu agar dapat berjalan efektif dalam menghadapi
berbagai ancaman.
Perkembangan lingkungan strategis saat ini memunculkan
kompleksitas ancaman yang berpengaruh pada keamanan nasional. Ancaman
yang terjadi sekarang tidak sebatas pada ancaman militer semata, tetapi
meliputi aspek ekonomi, politik, teknologi, sosial-budaya, ideologi, dan
keselamatan umum. Dengan demikian upaya dalam mewujudkan keamanan
nasional diperlukan pemahaman mengenai konsep keamanan negara dan
keamanan manusia.
Berkaca pada keadaan saat ini bahwa masih terdapat kebijakan yang
tumpang tindih kebijakan dalam penanganan dan penyelesaian masalah
115 | Keamanan Nasional Indonesia

keamanan nasional. Misalnya, dalam hal penanganan terorisme di Indonesia


tidak ada batasan yang jelas mengenai fungsi sejauhmana keterlibatan TNI
maupun Polri dalam menangani hal tersebut.
Peneliti berpendapat bahwa konsep keamanan di Indonesia saat ini
belum jelas sehingga diperlukan adanya satu kebijakan untuk menyesuaikan
mengenai konsep tersebut. Oleh sebab itu, baik lembaga legislatif maupun
eksekutif perlu duduk bersama dalam menyempurnakan dan mengesahkan
Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional untuk menghadirkan
pencapaian kepentingan keamanan nasional.
Informan penelitian jajaran Mabes TNI yakni Asops Pangkohanudnas
Kolonel Pnb Prasetiya, S.IP., M. Tr (Han) mewakili Panglima Komando
Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) menyampaikan bahwa:
“..untuk memulai pembicaraan tentang kebijakan keamanan kita harus
menyepakati terlebih dahulu arti dari keamanan tersebut, karena ada yang
menganggap ruang lingkup keamanan cakupannya lebih luas daripada semata-
mata keamanan militer, ada juga yang memandang secara sempit yang
membagi sektor keamanan menjadi lima aspek, yaitu keamanan militer,
keamanan politik, keamanan lingkungan, keamanan ekonomi, dan keamanan
sosial.” (Prasetiya, wawancara penelitian, 19 Mei 2021)

Berdasarkan pendapat informan penelitian tersebut bahwa dalam


membahas mengenai kebijakan keamanan nasional perlu terlebih dahulu
menyepakati konsep keamanan yang sesungguhnya. Peneliti sepakat dengan
pendapat tersebut sehingga perlu adanya kesepakatan bersama mengenai
konsep keamanan yang berdasar pada keamanan komprehensif.
Terlepas dari dari pro dan kontra mengenai Rancangan Undang-
Undang Keamanan Nasional bahwa tujuan utama rancangan Undang-Undang
tersebut adalah untuk menjamin kepentingan keamanan nasional yang
komprehensif dan menyeluruh terhadap keamanan manusia serta keamanan
negara.
Hermawan Sulistyo (2009: 168) memberikan pendapatnya mengenai
pentingnya sebuah negara memiliki kebijakan keamanan nasional yang
116 | Keamanan Nasional Indonesia

terintegrasi. Dalam hal ini, keamanan nasional (Kamnas) bertujuan : (1) untuk
menjamin pemerintah membahas semua ancaman secara holistik; (2)
peningkatan efektivitas sektor keamanan dengan mengoptimalkan kontribusi
dari seluruh aktor keamanan; (3) memberi pedoman dalam penerapan
kebijakan; (4) untuk membangun konsensus dalam negeri; dan (5) untuk
meningkatkan kepercayaan kerja sama regional dan internasional.
Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (United States of National
Security Council) adalah forum utama Presiden untuk mempertimbangkan
masalah keamanan nasional dan kebijakan luar negeri dengan penasihat
keamanan nasional senior dan pejabat kabinet. Sejak didirikan di bawah
Presiden Truman, fungsi Dewan adalah memberi nasihat dan membantu
Presiden tentang keamanan nasional dan kebijakan luar negeri. Dewan juga
berfungsi sebagai lengan utama Presiden untuk mengkoordinasikan kebijakan-
kebijakan ini diantara berbagai badan pemerintah.(Hammond, 1960)
Peneliti berpendapat bahwa pertanyaan paling krusial mengenai Dewan
Keamanan Nasional adalah apa jenis keputusan yang mampu dibuatnya,
bukan dalam arti subjek apa yang dibahasnya, tetapi sebagai penilaian atas apa
yang dicapai. Pertama, kita harus membedakan antara dua elemen, yaitu:
kualitas keputusan melalui proses yang rasional dan efek praktisnya. Kedua,
rencana perang preventif hipotetis mungkin bisa dibuktikan tidak sehat secara
rasional karena berlawanan dengan nilai-nilai negara dan masyarakat yang
dulu seharusnya mendukungnya, atau tidak praktis karena itu tidak pernah
bisa memerintahkan dukungan yang diperlukan
Untuk menerapkan sistem keamanan nasional yang terintegrasi
diperlukan satu kebijakan sebagai dasar untuk mengatur keterlibatan institusi
dan sumber daya yang akan digunakan. Dalam Rancangan Undang-Undang
Keamanan Nasional, Dr. Connie Rahakundini Bakrie selaku Akademisi/Analis
Militer dan Pertahanan menyampaikan pendapatnya mengenai tentara
cadangan yang terdapat dalam naskah tersebut, yaitu :
“Dengan belanja pertahanan kita yang begitu rendah, wajib militer itu salah
satu solusi. Wajib militer masuknya dalam tentara cadangan. Itu salah satu
solusi mempertahankan negara.” (Rahakundini, wawancara penelitian, 10 Juni
2021)
117 | Keamanan Nasional Indonesia

Secara implisit Analis Militer dan Pertahanan, Dr Connie Rahakundini


Bakrie menyampaikan bahwa Indonesia sebagai negara yang memiliki
anggaran pertahanan terbatas menyarankan akan adanya wajib militer sebagai
komponen cadangan militer negara. (Rahakundini, wawancara penelitian, 10
Juni 2021)
Di dalam Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional terdapat
rancangan mengenai komando cadangan daerah, tetapi RUU itu menyebut
bukan bupati, gubernur, tetapi militer setempat. Kemudian Connie lebih lanjut
menjelaskan :
“Itu tadi penjelasan tentang pasukan cadangan. Kita lihat dulu rumah
Indonesia. Mulai dari presiden, gubernur, bupati/walikota, camat, lurah/kepala
desa. Itu semua akan disesuaikan. Kodam dengan gubernur, kodim dengan
bupati, koramil dengan camat, dan seterusnya. Di sisi lain ada Polisi. Ada
Polda, Polres, dan Polsek, akan sama urut. Jadi pada saat itu gubernur dapat
mengontrol Kodam dengan Polda. Bisa secara otomatis jika terjadi sesuatu
didaerah bisa diatur langsung secara sinergi oleh satu keputusan daerah.
Sekarang jadi jomplang karena ada keputusan disana-sini, sudah tidak sejajar
dan tidak sebangun.” (Rahakundini, wawancara penelitian, 10 Juni 2021)

Upaya penanganan keamanan di Indonesia saat ini masih belum


terdapat sinkronisasi dikarenakan ketidakjelasan perintah yang disebabkan
oleh masing-masing lembaga memutuskan sendiri dalam menangani masalah
keamanan. Artinya ada ketidakselarasan antarlembaga mengenai konsepsi
penanganan keamanan.
Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional yang sampai tahun
2021 tidak terdapat kejelasan karena tak kunjung disahkan oleh lembaga
eksekutif maupun lembaga eksekutif disebabkan tidak terdapat pemahaman
keamanan yang jelas. RUU Kamnas pun banyak ditentang dikarenakan adanya
ketakutan akan kembalinya sistem Orde Lama. Tetapi Analis Militer dan
Pertahanan Connie Rahakundini memberi penjelasan:
“Takut dan khawatir boleh-boleh saja. Tapi pertanyaannya dibalik, apakah
ketakutan semu tadi terus membuat berhenti (RUU Kamnas). Saya berani
118 | Keamanan Nasional Indonesia

katakan bahwa TNI sudah merevisi total badannya langsung pada tahun 2000
sudah beres semuanya.” (Rahakundini, wawancara penelitian, 10 Juni 2021)

Connie Rahakundini mencoba memberi pemahaman bahwa ketakutan


semu yang dikhawatirkan beberapa pihak tidak seharusnya membuat
Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional terhenti dikarenakan sudah
ada pemisahan tugas antara Tentara Nasional Indonesia dengan Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor TAP/VI/MPR/2000.
Dalam hal ini, peneliti mendukung apa yang disampaikan oleh
pendapat di atas bahwa Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional
sejatinya dibuat demi kepentingan keamanan nasional. Kita dapat melihat
bahwa beberapa negara didunia terbukti berhasil dalam membangun sistem
keamanan nasionalnya melalui Dewan Keamanan Nasional negaranya masing-
masing. Artinya, Indonesia dapat mengadopsi keberadaan lembaga tersebut,
tetapi dengan catatan bahwa lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif duduk
bersama dalam membahas dan mengundangkan kebijakan mengenai RUU
Kamnas. Selain itu, pelibatan akademisi dan praktisi keamanan pun dapat
menjadi hal yang sangat penting sehingga produk hukum yang dibuat tidak
hanya sebatas pada ‘produk politik’, melainkan lebih dari itu turut
memperkuat keamanan negara yang komprehensif.
Kemudian peneliti meminta penjelasan kepada Connie Rahakundini
Bakrie mengenai masyarakat yang masih trauma jika militer dilibatkan. Connie
Rahakundini menyampaikan bahwa hal itu tidak mungkin terjadi dikarenakan
ia melihat militer Indonesai relatif lebih patuh terhadap hukum. Terbukti TNI
sudah berhasil mereposisi, meredefinisi, fungsi dan peran tentara.
(Rahakundini, wawancara penelitian, 10 Juni 2021)
Satu dari kerangka berpikir dari alternatif keamanan yang bersifat
nirtrdasisional ialah human security. Kerangka berpikir tersebut memiliki posisi
yang sejalan dengan comprehensive security yang memandang bahwa keamanan
dipandang dari dua sudut pandang, yaitu persepektif militer dan perspektif
nirmiliter.
119 | Keamanan Nasional Indonesia

Gagasan tentang Keamanan Manusia (Human Security) terdapat secara


jelas dalam laporan United Nations Development Programme (UNDP) tentang
Human Development Report of the United Nations Development Program 1994.
Laporan tersebut secara singkat menyampaikan :
“the concept of security must change-from an eclusive stress on national
security to a much greater stress on people security, from security through
armaments to security to security through human development, from territorial
to food, employment and environmental security.” (UNDP, 1994)

Konsep keamanan harus berubah dari tekanan ekslusif pada keamanan


nasional menjadi tekanan yang jauh lebih besar pada keamanan masyarakat,
dari keamanan persenjataan menuju ke pengembangan manusia, dari
keamanan Kawasan menjadi keamanan pangan, lapangan kerja, dan keamanan
lingkungan.
Dalam gagasan tersebut terdapat 7 komponen mengenai Human Security
yang wajib dipenuhi oleh negara sebagai wujud dari keamanan nasional. Tujuh
komponen tersebut antara lain: (1) Keamanan ekonomi (economic security); (2)
Keamanan pangan (food security), (3) Keamanan kesehatan (health security); (4)
Keamanan lingkungan hidup (environmental security); (5) Keamanan personal
(personal security); (6) Keamanan komunitas (community security); (7) dan
keamanan politik (political security).
Berdasarkan gagasan mengenai Human Security peneliti memandang
bahwa hal tersebut dapat menjadi panduan bagi pemerintah dalam hal
membuat ataupun memutuskan suatu kebijakan. Namun peneliti melihat fakta
bahwa konsep keamanan Indonesia masih fokus pada ancaman militer. Hal
tersebut terbukti dalam penanganan Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua
masih berfokus pada operasi militer, sedangkan upaya untuk menangani
masalah tersebut yang berdasarkan pada human security masih belum terlihat
masif.
Dekan Bidang Keamanan Universitas Pertahanan (Unhan), Marsda TNI
Dr. Syamsunasir, S.Sos., M.M., CFRA, memberi pernyataan terkait konsep
keamanan nasional bahwa lingkup perlindungan keamanan yang sangat luas
120 | Keamanan Nasional Indonesia

merupakan konsekuensi dari berkembangnya paradigma keamanan yang


terfokus pada pengertian mempertahankan keutuhan wilayah dan kedaulatan
negara. Namun sekarang menjadi semakin luas sehingga mencakup pula
keamanan manusia termasuk di dalamnya keamanan masyarakat dan
keamanan individu. Di negara-negara demokratis yang menjunjung tinggi
prinsip kedaulatan rakyat dan supremasi sipil. Keamanan nasional ditafsirkan
secara lebih komprehensif dengan memperhatikan wilayah, sistem politik, dan
masyarakat, baik sebagai kelompok maupun perorangan. (Syamsunasir,
wawancara penelitian, 27 Mei 2021)
Keputusan yang menyangkut masalah keamanan nasional senantiasa
didahului oleh proses konsultasi yang melibatkan para pemimpin dan wakil-
wakil yang dipilih oleh rakyat. Dalam konteks ini, publik berhak untuk
mendapat gambaran yang jelas tentang dasar pemikiran kebijakan keamanan
nasional dan sejauhmana pihak-pihak yang bertanggung jawab dibidang
tersebut telah atau belum melaksanakan tugas-tugasnya.
Core values, sebagai akibat dari berkembangnya sifat ancaman, konsep
keamanan nasional tidak lagi hanya terfokus pada keamanan negara yang
meliputi kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas territorial suatu negara.
Tuntutan terhadap keamanan insani (human security) semakin mengemuka
sebagai bagian tak terpisahkan dari konsep keamanan nasional. Idealnya
keamanan negara harus berjalan seiring dengan kepentingan keamanan insani.
Hal itu terjadi terutama bila ancaman terhadap keamanan kedaulatan negara
dan integritas teritorial dating dari warga negara sendiri.
Kemudian (Syamsunasir, wawancara penelitian, 27 Mei 2021)
menjelaskan lebih lanjut mengenai Indonesia kedepan harus mengutamakan
gagasan human security untuk menjadi penting dalam kebijakan keamanan
nasional. Kebijakan keamanan nasional hendaknya meliputi elemen human
security, public security, internal security, dan external defence.

4.2.1 Keamanan Ekonomi (Economic Security)


Epidemi atau penyebaran wabah diwilayah yang luas, merupakan
ancaman nonmiliter nyata sebagaimana dinyatakan Buku Putih Pertahanan
Indonesia yang diterbitkan Kementerian Pertahanan RI tahun 2015. Meluasnya
121 | Keamanan Nasional Indonesia

penyebaran wabah Covid-19 hingga menjadi 121asyarak, merupakan ancaman


nonmiliter sebagaimana tertulis ancaman nonmiliter lain dalam buku tersebut
yaitu; bencana alam, perubahan iklim, aksi terorisme, ketahanan pangan, air,
dan energi.
Brigjen. (Purn.) J. M. Lumban Tobing, M.Sc. Mantan Kepala Pusat
Pengkajian Strategis (Kapusjiantra) TNI saat ditemui Peneliti, memberikan
pendapat mengenai keamanan ekonomi.
“Dalam arti luas konsep keamanan meliputi keamanan militer, keamanan
ekonomi, keamanan energi, keamanan lingkungan, dll yang memiliki tugas
untuk mengatasi risiko spesifik mengenai ancaman apa yang akan mengancam
dan apa yang sedang mengancam. Dengan demikian, ada pergeseran dari
ancaman ke kerentanan dan risiko. Tentu hal itu harus jadi perhatian
kitasebagai negara yang berdaulat.” (Tobing, wawancara penelitian, 14 Juni
2021)

Konsep mengenai keamanan dapat diterjemahkan secara luas sehingga


tidak lagi hanya berbicara mengenai ancaman militer. Namun terdapat
ancaman lainnya seperti keamanan ekonomi, keamanan energi, keamanan
lingkungan, dan lain sebagainya. Ancaman keamanan terus mengalami
perubahan sehingga diperlukan analisis resiko oleh kementerian/121asyara
terkait.
“Contohnya sekarang saja, di masa 121asyarak ini ekonomi kita (Indonesia)
seperti apa. Hutang negara bertambah, kemudian banyak tenaga kerja yang
dalam tanda kutip dirumahkan. Akhirnya kita berhutang dan berarti hutang itu
kan ada resiko, itu dapat menjadi salah satu potensi ancaman terhadap
kedaulatan negara. Itu baru satu contoh belum masalah lainnya.” (Tobing,
wawancara penelitian, 14 Juni 2021)

Keamanan secara khusus dalam hal economic security patur untuk


menjadi perhatian serius pula dengan memposisikan sama seperti konsep
keamanan lainnya dikarenakan ancaman terhadap keamanan ekonomi akan
berimplikasi pada berbagai hal. Mulai dari munculnya 121asyarak 121asyarak,
122 | Keamanan Nasional Indonesia

melemahnya kemampuan ekonomi 122asyarakat, bahkan jika negara tidak


dapat membayar hutang luar negeri tidak menutup kemungkinan pihak-pihak
yang berkepentingan dapat memanfaatkan hal tersebut sehingga turut
mengancam kedaulatan negara.
“Kemudian contoh kasus selanjutnya adalah sawit. Indonesia kan pernah
mengalami pembatasan ekspor sawit kesana. Bisa dihitung berapa kerugian
yang muncul. Tapi itu kan bukan wilayah kami sebagai praktisi pertahanan,
kita militer. Ketidakamanan dalam keamanan ekonomi letaknya pada
kerentanan terhadap negara lain karena ketergantungan ekonomi yang tinggi
antarnegara. Maka dari itu Prabowo kan pernah diberi mandat oleh Presiden
untuk mengurusi masalah pertanian. Tapi kan banyak yang tidak paham kenapa
militer mengurusi masalah itu.” (Tobing, wawancara penelitian, 14 Juni 2021)

Konsep mengenai keamanan manusia sebenarnya sudah pernah


dicanangkan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kala itu dengan
mengupayakan program pemberdayaan perkebunan dan pertanian dalam
rangka memperkuat ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi walaupun ada
kementerian/lembaga terkait yang secara khusus menangani masalah tersebut.
Bukan tidak mungkin kedaulatan negara dapat terancam jika masyarakat tidak
terpenuhi pangan dan ekonominya.
Mengenai ancaman terhadap ekonomi di Indonesia saat ini belum
memiliki perencanaan yang jelas karena terkesan pembuatan kebijakan
ekonomi relatif untuk jangka pendek. Direktorat Jenderal Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Republik Indonesia (DJPPR
Kemenkeu RI) merilis Debt Portfolio Review yang menyatakan utang Indonesia
hingga akhir Maret 2021 sejumlah Rp 6.445,1 Triliun. (Kementerian Keuangan
RI, 2021). Dalam situasi Indonesia yang saat ini sedang dihadapkan pada
ancaman kesehatan, yaitu pandemi Covid-19 secara langsung mempengaruhi
ekonomi Indonesia. Hal ini terlihat berdasarkan Laporan Badan Pusat Statistik
mengenai Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) bahwa pengangguran yang
diseababkan oleh pandemi per Februari 2021 sebanyak 19,10 juta orang (9,30%
penduduk usia kerja) yang terdiri dari pengangguran karena Covid-19
sebanyak 1,62 juta orang, Bukan Angkatan Kerja karena Covid-19 sebanyak 0,65
123 | Keamanan Nasional Indonesia

juta orang, sementara tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 1,11 juta orang,
dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja sebanyak 15,72
juta orang. (BPS, 2021)
Secara singkat, keamanan ekonomi atau economic security diartikan
sebagai akses dalam memperoleh sumber daya, keuangan, serta pasar yang
menjadi salah satu komponen penting bagi kelangsungan hidup masyarakat
atau negara. (UNDP, 1994: 3).
Setelah berakhirnya Perang Dingin, konsep mengenai keamanan telah
banyak mengalami perubahan yang signifikan. Barry Buzan menyampaikan
bahwa konsep mengenai keamanan telah mengalami pergeseran dari isu
keamanan tradisional menuju kepada isu nontradisional yaitu lebih
berorientasi kepada manusia (people oriented). (Buzan, 1991: 433)
Utang Luar Negeri Indonesia pada tahun 2021 terpantau mengalami
penurunan pada akhir Mei sebesar USD 415,0 miliar atau turun 0,6%
dibandingkan dengan posisi utang luar negeri April 2021 sebesar USD 417,6
miliar. Perkembangan tersebut didorong oleh penurunan posisi Utang Luar
Negeri (ULN) atau ULN pada Mei tumbuh 3,1% (year on year) lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 4,9% (year on
year).
Penurunan Utang Luar Negeri (ULN) terjadi dikarenakan pembayaran
Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman dalam valuta asing yang jatuh
tempo pada Mei 2021. Penarikan ULN pada Mei 2021 diutamakan untuk
mendukung program prioritas Pemerintah RI, termasuk dalam mendukung
upaya penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional
(PEN). Pendanaan tersebut digunakan untuk administrasi pemerintah,
pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 17,8% dari total ULN, sektor jasa
kesehatan dan kegiatan sosial 17,2%, sektor jasa Pendidikan 16,3%, sektor
konstruksi 15,4%, serta sektor jasa keuangan dan asuransi 12,6%. (Kementerian
Keuangan RI dan Bank Indonesia, 2021)
Mengingat utang luar negeri merupakan hal yang turut mendukung
perekonomian Indonesia, tetapi pemanfaatannya perlu untuk dikaji kembali
dikarenakan berkaitan dengan kedaulatan Negara Republik Indonesia
124 | Keamanan Nasional Indonesia

terutama di massa pandemi Covid-19. Jika negara tidak berhati-hati dalam


mengelola utang negara, maka tidak menutup kemungkinan akan muncul
masalah seperti krisis moneter yang terjadi seperti tahun 1998. Selain itu, jika
Indonesia sampai gagal dalam melakukam pembayaran utang luar negeri,
maka akan menempatkan Indonesia dalam posisi yang semakin sulit dalam
membangun perekonomian dikemudian hari sehingga hal ini turut
mengancam kedaulatan Negara Republik Indonesia.
4.2.2 Keamanan Pangan (Food Security)
Konsep mengenai keamanan pangan memiliki tingkatan, yaitu tingkat
global, nasional, regional, komunitas, rumah tangga, hingga perseorangan
yang saling berkaitan satu sama lain. Jika hanya fokus pada satu tingkatan saja,
maka tidak akan cukup dalam menjamin keamanan pangan.
Paradigma keamanan pangan terus mengalami pergeseran sejak
Conference of Food and Agriculture 1943 yang mencetuskan konsep secure,
adequate and suitable supply of food for everyone. Lassa (2006) mengadopsi Stevens
et al (2000) memberikan gambaran mengenai negara-negara yang melakukan
swasembada pangan. Negara-negara dengan Kelompok A (Amerika Serikat,
Kanada, Australia, Brunei Darussalam) mempunyai ketahanan pangan yang
paling kuat dikarenakan mempunyai kondisi pangan yang sangat ideal yang
mana mereka mampu secara mandiri membangun kekuatan keamanan
pangan. Kemudian Kelompok B seperti Indonesia, Filipina, dan Myanmar.
Kelompok C seperti Singapura, Norwegia, dan Jepang yang tidak swasembada
pangan, tetapi memiliki keamanan pangan yang jauh lebih kuat dari negara-
negara Kelompok B.
TABEL 4. 1
SWASEMBADA PANGAN DAN TIDAK TAHAN PANGAN

Tidak Tahan
Tahan Pangan
Pangan
Swasembada A B
Pangan
125 | Keamanan Nasional Indonesia

Tidak Tahan
Tahan Pangan
Pangan
Amerika Serikat, Kanada, Myanmar,
Australia, Brunei, dan Indonesia, Filipina
lainnya.

Tidak Swasembada C D
Pangan
Norwegia, Jepang, Malawi, Kenya,
Singapura Kongo, Timor
Timur

Sumber: Lassa (2006)

Ketersediaan pangan dalam sebuah negara merupakan hal penting yang


perlu diperhatikan, tidak memandang apakah negara tersebut maju atau tidak.
Tetapi lebih kepada bagaimana sebuah negara mengelola pangan yang
dipandang dari sudut pandang human security. Peneliti berpendapat bahwa
masalah keamanan pangan menjadi isu penting hingga saat ini.
Kemampuan Indonesia dalam keamanan pangan memiliki tantangan
tersendiri walaupun secara geografis mendukung untuk mewujudkan
keamanan pangan, tetapi masih mengalami kendala. Salah satu upaya yang
dilakukan oleh Indonesia dalam merevitalisasi keamanan pangan ialah melalui
Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan
pada tahun 2005 yang berfokus pada peningkatan kapasitas produksi nasional
sebagai komoditas pangan strategis.
126 | Keamanan Nasional Indonesia

Indeks Ketahanan Pangan Tahun 2012-


2020
70
60
50
40
30
20
10
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Grafik 4. 5 Indeks Ketahanan Pangan Tahun 2012-2020


Sumber: The Economist Intelligence Unit, 2021

Berdasarkan grafik diatas dapat dasumsikan bahwa nilai Indeks


Ketahanan Pangan (Global Food Security Index/GFSI) Indonesia menyentuh
angka 59,5 pada 2020. Nilai tersebut mengalami penurunan sebesar 3,1 poin
dibandingkan dengan tahuna 2019 sebesar 62.6. Nilai GFSI tersebut
menyatakan Indonesia turun tiga peringkat dari 62 menjadi 65. The Economis
Intelligence Unit melakukan penilaian GFSI yang didasarkan pada keempat
aspek, antara lain keterjangkauan, ketersediaan, kualitas dan keamanan, serta
sumber daya alam (SDA) dan ketahanan. Dari empat aspek tersebut, hanya
ketersediaan yang naik dari 64,1 menjadi 64,7 pada 2020. Aspek keterjangkauan
tercatat menurun dari 77,3 menjadi 73,5. Aspek kualitas dan keamanan
menurun dari 51,7 menjadi 49,6. Sedangkan, aspek SDA dan ketahanan tetap
sebesar 34,1.
Data yang disajikan tersebut pada dasarnya membahas secara umum
mengenai kondisi ketahanan pangan di Indonesia. Namun jika dilihat dari
aspek lain seperti kemampuan swasembada pangan, maka Indonesia dapat
dikatakan belum mampu terkait hal tersebut karena masih bergantung pada
impor untuk memenuhi kebutuhan utama pangan.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), nilai
impor beras pada Bulan Maret 2021 tercatat sebesar US$ 12,25 juta atau
mengalami kenaikan sebesar 232,27% jika dibandingkan Februari 2021 yang
127 | Keamanan Nasional Indonesia

nilai impornya sebesar US$ 3,68 juta. Sedangkan, dibandingkan dengan Maret
2020 impor beras ini turun sebesar -27,55%. Besar impor beras pada bulan
Maret tercata sebanyak 28,44 ribu ton atau mengalami kenaikan 16,08% (year on
year). Sedangkan, dibandingkan dengan bulan Februari 2021 volume impor
pun naik tajam 254,82%.
Jika dilihat secara kumulatif terhitung Januari hingga Maret impor beras
di kuartal I tahun 2021 tercatat sebanyak 60,33 ribu ton dengan nilai US$ 25,08
juta. Impor tersebut naik menjadi 55,07% jika dibandingkan dengan kuartal I-
2020 yang sebanyak 38,9 ribu ton dengan nilai US$ 22,27 juta.
BPS memberikan data mengenai negara utama yang melakukan impor
beras ke Indonesia. Namun pada Maret 2021 impor beras paling banyak berasal
dari India. Sedangkan, Vietnam yang biasanya secara rutin menjadi negara
pengimpor beras terbanyak ke Indonesia ada diposisi terakhir dari lima negara
utama pengimpor beras kedalam negeri. Berikut 5 negara pengimpor beras ke
Indonesia pada Maret 2021 :
1) India sebanyak 19,93 ribu ton dengan nilai US$ 7,61 juta
2) Thailand sebanyak 3,5 ribu ton dengan nilai US$ 2,41 juta
3) Pakistan sebanyak 3,47 ribu ton dengan nilai US$ 1,38 juta
4) Vietnam sebanyak 1,54 ribu ton dengan nilai US$ 850,2 ribu
5) Myanmar untuk bulan lalu tidak impor ke Indonesia, atau turun 100%
dibandingkan Februari 2021 yang impornya sebanyak 1,5 ribu ton.
(Badan Pusat Statistik, 2021)

“The Green Revolution is a term that refers to the renewal of the agricultural
system by using high-yield seeds that are engineered in the laboratory and mass
produced by multinational seed companies, chemical nutrients (fertilizers),
chemical toxic against pests (pesticides), heavily water supply.” (Bainus &
Yulianti, 2018)

Revolusi Hijau adalah istilah yang mengacu pada pembaruan sistem


pertanian dengan menggunakan benih unggul yang direkayasa secara
laboratorium dan diproduksi massal oleh perusahaan benih multinasional,
128 | Keamanan Nasional Indonesia

nutrisi kimia (pupuk), racun kimia terhadap hama (pestisida), pasokan air yang
mencukupi.
Menurut pendapat tersebut bahwa untuk mencukupi kebutuhan
pangan dalam sebuah negara diperlukan konsep The Green Revolution yang
memanfaatkan teknologi sehingga mulai dari proses produksi hingga
pendistribusian dapat berjalan secara simultan. Dengan berjalannya konsep
tersebut, maka tidak menutup kemungkinan bahwa negara siap dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat, maka tidak menutup kemungkinan dengan
ketersediaan sumber daya alam yang ada dapat membawa sebuah negara,
terutama Indonesia menuju negara yang swasembada pangan.
“Tentara Nasional Indonesia (Indonesia Military Forces) in collaboration
with the Ministry of Agriculture increasing for food production are the
procurement of seeds, fertilizers, pesticides, and water infrastructure
development.” (Bainus & Yulianti, 2018)

Berkaitan dengan keamanan pangan, Tentara Nasional Indonesia (TNI)


pun tentu terlibat dengan adanya Nota Kesepahaman antara Kementerian
Pertanian dengan Tentara Nasional Indonesia Nomor
10/MoU/HK.220/M/4/2020 dan Nomor NK/10/IV/2020/TNI tentang Dukungan
Pelaksanaan Program Pembangunan Pertanian yang ditandatangani oleh
Syahrul Yasin Limpo selaku Menteri Pertanian RI dan Marsekal TNI Hadi
Tjahjanto selaku Panglima TNI. Berdasarkan Nota Kesepahaman tersebut
bahwa TNI bersama dengan Kementerian Pertanian RI menyepakati bahwa :
1) Pendampingan pelaksanaan program pembangunan pertanian;
2) Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dibidang pertanian;
3) Pemanfaatan sarana, prasarana, dan alutsista;
4) Pendampingan penerapan inovasi teknologi pertanian, dan;
5) Bidang kerjasama lain yang disepakati TNI dan Kementerian Pertanian.
(Kementerian Pertanian, 2020)

4.2.3 Keamanan Kesehatan (Health Security)


Isu mengenai keamanan nirtradisional merupakan masalah penting
dalam konsep human security. Pembangunan dibidang kesehatan sangat
129 | Keamanan Nasional Indonesia

diperlukan karena berkaitan dengan ketahanan nasional. Untuk menghadapi


berbagai kondisi yang mungkin dapat mengancam keamanan kesehatan
diperlukan. Akses terhadap kesehatan dalam sebuah negara harus dapat
mencakup distribusi kesehatan yang merupakan bagian dari aspek strategis
nasional sebuah negara.
Definisi operasional ketahanan kesehatan secara formal memang belum
ditetapkan. Merujuk pada Instruksi Presiden Nomor 4/2019 tentang
Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons
Wabah Penyakit Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia,
secara umum ketahanan kesehatan dapat digambarkan sebagai kemampuan
ketahanan nasional dalam menghadapi kedaruratan kesehatan masyarakat
dan/atau bencana nonalam akibat wabah penyakit, pandemi global, dan
kedaruratan nuklir, biologi, dan kimia yang dapat berdampak nasional
dan/atau global. Pada Inpres ini, Presiden menginstruksikan kepada 22
Kementerian dan Lembaga serta seluruh Kepala Daerah untuk menetapkan
kebijakan melalui evaluasi, kajian, dan/atau penyempurnaan peraturan
perundang-undangan dan mengambil langkah-langkah secara terkoordinasi
dan terintegrasi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam
meningkatkan kemampuan mencegah, mendeteksi, dan merespons wabah
penyakit, pandemi global, dan kedaruratan nuklir, biologi, dan kimia, yang
dapat berdampak nasional dan/atau global.
Dalam buku yang menjadi pedoman dalam kebijakan pertahanan
negara tersebut, pada Bab 2 mengenai perkembangan lingkungan strategis
dinyatakan bahwa “WHO (World Health Organization) terus memberikan
peringatan bahwa penyakit infeksi berbahaya bagi manusia belum sepenuhnya
dapat di atasi, bahkan penyebarannya cenderung meluas”. Selain itu,
dinyatakan juga bahwa “Ada kecenderungan bahwa penyakit infeksi
pernafasan pada manusia bertambah dengan munculnya kasus-kasus baru
pada populasi yang terindikasi di kawasan tertentu”. (Buku Putih Pertahanan
RI, 2015)
Kawasan Asia, dimana Indonesia berada, juga dinilai sebagai wilayah
yang rawan terhadap munculnya berbagai penyakit berbahaya tersebut.
130 | Keamanan Nasional Indonesia

Dengan demikian, terlihat Indonesia sudah menyadari bahwa keamanan


kesehatan (health security) seperti terjadinya penyebaran wabah yang luas,
merupakan sebuah ancaman nonmiliter nyata yang dampaknya bisa setara
(atau lebih buruk) apabila dibandingkan adanya ancaman militer (perang
dengan) negara lain.
Hal yang menarik lainnya adalah bagaimana Ketua Pelaksana Gugus
Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 harus diemban rangkap oleh Kepala
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang pada dasarnya
bukanlah dalam ranah kompetensi BNPB untuk menanggulangi pandemi.
Meskipun epidemi atau wabah penyakit menurut Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dikategorikan sebagai bencana
nonalam, ketua gugus tugas bisa saja diemban oleh personil dari Kementerian
Kesehatan, terutama yang memiliki kompetensi sebagai epidemiolog. Adapun
unsur BNPB tetap terlibat sebagai unsur utama lain mendampingi Kementerian
Kesehatan dan lembaga kesehatan lainnya.

Grafik 4. 6Akumulasi Data Covid-19 di Indonesia


Sumber : covid19.go.id, 2021
131 | Keamanan Nasional Indonesia

Berdasarkan data yang dirilis dalam website Gugus Tugas Percepatan


Penanggulangan Covid-19 terlihat belum ada penurunan yang signifikan.
Sampai dengan data terakhir pada 30 Juni 2021 angka kasus positif sebanyak
2.178.272, dalam perawatan sebanyak 239.368, sembuh 1.880.413, dan kasus
meninggal dunia 58.491.
Terkait hal tersebut, Analis Pertahanan dan Militer Dr. Connie
Rahakundini Bakrie memberikan pendapatnya mengenai ancaman kesehatan.
“Melihat situasi Indonesia seperti ini, kenapa kita tidak dari awal saja
langsung menurunkan militer. Begitu Presiden menyatakan darurat
semuanya tutup tidak ada aktivitas sehingga lebih bisa menekan
sebaran Covid-19. Kalau sekarang kan kita tidak jelas, nanti buka nanti
tutup yang akhirnya tidak beres juga kan masalahnya. Kalau sudah
begini rakyat juga yang kasian. Karena situasi in ikan mengancam
keamanan nasional juga.” (Rahakundini, wawancara penelitian, 11 Juni
2021)

Mengingat situasi dan kondisi Indonesia saat ini sedang mengalami


masalah kesehatan yang cukup serius berdasarkan data yang dirilis oleh Satgas
Penanganan Covid-19 terus mengalami peningkatan hingga akhir Juni 2021.
Untuk menangani masalah kesehatan tentu perlu dianggap secara serius
karena mengancama keamanan nasional dalam berbagai hal.
“Eskalasi ancaman saat pandemi ini kan bukan hanya terbatas pada
ancaman kesehatan. Tapi lebih dari itu, karena pandemi ini selain nyawa
yang terancam, ekonomi juga kan ikut terkena imbasnya sampai tingkat
kejahatan meningkat. Pusing negara ini kalau tidak kompak. Saya lebih
menyarankan kalau bisa itu tadi langsung diputuskan Indonesia dalam
keadaan darurat kesehatan, jadi semua kementerian/lembaga bergerak.”
(Rahakundini, wawancara penelitian, 11 Juni 2021)

Ancaman kesehatan tidak dapat dianggap sebagai hal yang sepele


dikarenakan ancaman kesehatan dapat menjadi salah satu yang mungkin akan
membuat negara menjadi tidak stabil. Seperti yang sedang dihadapi Indonesia
132 | Keamanan Nasional Indonesia

saat ini adalah pandemi Covid-19 yang terus mengalami peningkatan yang
secara tidak langsung memunculkan ketidakstabilan ekonomi, politik, dan
sebagainya. Oleh karena itu, untuk menghadapi pandemi Covid-19 di Indonesia
diperlukan pelibatan yang lebih serius dari TNI maupun Polri untuk menjamin
kepastian keamanan manusia dalam hal kesehatan masyarakat.
4.2.4 Keamanan Lingkungan (Environmental Security)
Pemahaman tentang bentuk-bentuk ancaman bagi eksistensi sebuah
negara telah mengalami perubahan. Ancaman negara tidak hanya berupa
ancaman militer (ancaman tradisional), namun ancaman dapat berasal dari
berbagai sumber seperti degradasi lingkungan, terorisme, illegal logging, dan
human trafficking (ancaman non tradisional).
Pada tahun 1994, United Nation Development Programme (UNDP, 1994)
mengusung istilah human security (keamanan manusia) sebagai pengganti
terminologi national security (keamanan nasional). Berbagai bentuk ancaman
dikategorikan sebagai ancaman yang harus diperangi apabila mengancam
keamanan manusia/individu. Dengan demikian, ancaman non tradisional
(dalam hal ini, perubahan lingkungan) sudah seharusnya menjadi agenda
keamanan, isu pertahanan dan kepentingan nasional (Schoch, 2011).
Keamanan lingkungan merupakan salah satu dari fokus kajian
keamanan dalam sebuah negara. Pembahasan mengenai isu lingkungan dalam
konsep keamanan muncul pada awal 1990-an, tetapi kurang mendapat
perhatian yang serius.
133 | Keamanan Nasional Indonesia

Gambar 4. 2
Data Kerusakan Hutan Tahun 2020
Sumber: KLHK, 2020

Menurut data yang dilansir dari Kementerian Lingkungan Hidup dan


Kehutanan menginformasikan bahwa Indonesia saat ini memiliki masalah
utama dalam hal kerusakan hutan (deforestasi) yang tersebar merata seperti
Pulau Sumatera seluas 17.900 ha, Pulau Kalimantan 41.500 ha, Pulau Jawa
34.300 ha, Pulau Sulawesi 15,3 ribu ha, Bali, NTT, dan NTB seluas 21,3 ribu ha,
Maluku seluas 10,9 ribu ha, dan Papua seluas 8,5 ribu ha. (KLHK, 2020)
Menurut Aldrian dkk (2011), indikasi dan dampak perubahan iklim di
Indonesia juga telah dirasakan baik secara langsung (fisik) maupun secara
tidak langsung (nonfisik). Secara fisik, indikasi dan dampak perubahan iklim
telah dirasakan oleh berbagai lapisan masyarakat yang meliputi: (1).
Peningkatan intensitas curah hujan menyebabkan perubahan ketahanan dari
berbagai komoditas pertanian khas tropis; (2). Anomali iklim dan musim
menyebabkan berbagai macam dampak,yaitu penurunan produksi
pertanian/perkebunan/perikanan, gangguan transportasi maupun gangguan
pada beberapa spesies hewan dan tumbuhan; (3). Meningkatnya kekeringan
memicu kasus kebakaran hutan di beberapa wilayah di Indonesia; (4).
Peningkatan temperatur permukaan menimbulkan perbedaan tekanan udara
antar tempat sehingga memicu kenaikan frekuensi kejadian angin puting
134 | Keamanan Nasional Indonesia

beliung; (5). Kejadian iklim ekstrim, di saat El-Nino maka kekeringan


mengancam areal pertanian; sebaliknya di saat La Nina sering mengakibatkan
banjir; dan (6). Terjadinya rob yaitu muka laut meluber ke daratan akibat
gelombang pasang.
Kemudian menurut Rahakundini dalam wawancara penelitian pada 10
Juni 2021 menyatakan bahwa negara-negara “adidaya” sudah sejak lama
berpikir bahwa hutan di Indonesia itu perlu untuk dijaga. Jika Indonesia tidak
mampu untuk menjaganya, maka hal tersebut akan dimasukan kedalam isu
internasional yang memungkinkan lembaga dunia seperti United Nations
mengambil alih pengelolaan hutan seperti di Kalimantan jika menurut mereka
Indonesia tidak mampu menjaganya. (Rahakundini, wawancara penelitian, 11
Juni 2021)
Berdasarkan informasi tersebut, peneliti beranggapan bahwa ancaman
terhadap keamanan nasional telah mengalami perubahan. Tidak menutup
kemungkinan perubahan lingkungan alam dapat dijadikan alasan bagi negara
tertentu untuk mengancam kedaulatan nasional. Oleh sebab itu, Indonesia
perlu untuk memandang bahwa lingkungan perlu menjadi bagian dari konsep
keamanan di dalam negeri.
Masih menurut Rahakundini bahwa Indonesia saat ini perlu untuk
membahas satu konsep keamanan yang pasti, termasuk di dalamnya mengenai
keamanan lingkungan. Karena dengan kondisi alam Indonesia yang
beranekaragam dapat dijadikan sebagai bargaining power dikawasan Asia-
Pasifik hanya dengan melalui pendekatan lingkungan. (Rahakundini,
wawancara penelitian, 11 Juni 2021)
Berdasarkan informasi yang didapat oleh peneliti bahwa ancaman
perubahan iklim menjadi perhatian oleh banyak negara di dalam menyusun
kebijakan keamanan, salah satunya Amerika Serikat yang menuangkan
perubahan iklim dalam Defence White Paper (DWP). Pada tahun 2010,
Departemen Pertahanan AS telah merumuskan perubahan iklim sebagai
ancaman keamanan nasional dan dituangkan dalam Quadrenial Defence Review
2010 (QDR, 2010), dilanjutkan dengan QDR 2014. Australia dalam DWP 2016
bahkan menyebutkan ancaman perubahan iklim sebagai Threat Multiplier
melalui skenario kegagalan sebuah negara atau failed state (DWP, 2016). QDR
135 | Keamanan Nasional Indonesia

merupakan kebijakan pertahanan AS yang disusun setiap empat tahun dan di


Indonesia dikenal sebagai Buku Putih Pertahanan (BPPI, 2015).
Peneliti berpendapat bahwa ketidakamanan (insecurity) tidak memiliki
penyebab tunggal tetapi merupakan interaksi dari berbagai faktor. Perubahan
iklim, kebakaran hutan, kemarau berkepanjangan merupakan beberapa faktor
penting yang mengancam keamanan manusia, yaitu merongrong mata
pencaharian, meningkatkan konflik, mengorbankan budaya serta identitas,
dan meningkatkan migrasi tidak terkontrol. Kesemuanya itu menantang
kemampuan negara untuk menyediakan kondisi bagi terwujudnya keamanan
manusia.
4.2.5 Keamanan Personal (Personal Security)
United Nations Development Program (UNDP) merinci tujuh komponen
keamanan manusia yang perlu mendapat perhatian, yaitu : (1) keamanan
ekonomi, (2) keamanan pangan, (3) keamanan Kesehatan, (4) keamanan
lingkungan, (5) keamanan personal, (6) keamanan komunitas, dan (7)
keamanan politik. (UNDP, 1994)
Di antara ketujuh komponen keamanan tersebut terdapat salah satu
kompnen yang memperhatikan mengenai personal security. Menurut Franklin
Roosevelt yang berkaitan dengan personal security antara lain, kebebasan
berbicara dan berekspresi, kebebasan dalam beragama menurut
kepercayaannya, kebebasan dari keinginan, dan kebebasan dari rasa takut.
(Lestari, 2007)
Ungkapan "kebebasan dari rasa takut dan keinginan", karena kata depan
“dari”, menciptakan visi keamanan yang bersifat negatif. Hal ini dilengkapi
dengan ungkapan “untuk menikmati pembangunan yang langgeng dan
berkelanjutan”, yang memberikan konsep keamanan manusia karakter yang
positif, menunjukkan hubungan antara pembangunan berkelanjutan umat
manusia dan keamanannya. Keamanan manusia sebagian besar didasarkan
pada jaminan sosial dan berarti kebebasan dari ketakutan akan kebutuhan
sosial, bergerak ke arah perkembangan manusia yang langgeng dan
berkelanjutan. Adalah kemanusiaan, bukan negara, yang diperlakukan sebagai
penerima manfaat utama dari pembangunan. (Gierszewski, 2018)
136 | Keamanan Nasional Indonesia

Fenomena mengenai keamanan personal di Indonesia ialah mengenai


rasa aman dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai
dengan Pancasila. Kasus yang terjadi mengenai rentannya keamanan personal
adalah seperti kasus kekerasan seksual, terbelenggunya kebebasan beragama,
rasa tidak aman ketika berada dilingkungan sosial-budaya, dan lain
sebagainya.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keamanan
personal merupakan hal penting agar setiap orang memiliki jaminan terbebas
dari rasa takut dan bebas untuk mengekspresikan keinginannya. Keamanan
personal saat ini sudah menjadi agenda penting bagi banyak negara sehingga
keamanan nasional dapat tercapai.

Grafik 4. 7 Tindakan Pelanggaran Kebebasan Bernegara


Sumber: katadata.com, 2021

Menurut data di atas bahwa tindakan pelanggaran terhadap kebebasan


beragama masih terjadi di Indonesia. Jika dikaitkan dengan konsep personal
security, maka negara belum sepenuhnya dapat menjamin masyarakat dari rasa
takur dan keamanan dalam kebebasan berekpresi dihadapan umum. Oleh
karena itu, negara yang bedaulat dan memiliki sistem kenegaraan yang
mumpuni akan dapat menjamin rasa aman setiap individu di Indonesia.
137 | Keamanan Nasional Indonesia

Grafik 4. 8 Perkembangan Kasus Perdagangan dan Eksploitasi Anak


Sumber: (KPAI, 2021)

Kasus eksploitasi dan perdagangan anak di Indonesia telah


menunjukkan tren penurunan sepanjang 2017-2020. Namun, angkanya
kembali naik pada 2021.

Grafik 4. 9 Jumlah Kasus dan Korban Eksploitasi Anak

Sumber: KPAI, 2021


138 | Keamanan Nasional Indonesia

Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ada 340


kasus eksploitasi dan perdagangan anak yang terjadi pada 2016. Jumlah itu
sempat meningkat menjadi 347 kasus pada 2017, lalu kembali turun hingga
mencapai 149 kasus pada 2020. Hanya saja, kasus eksploitasi dan perdagangan
anak kembali meningkat pada tahun ini. Hingga April 2021 saja, sudah ada 234
kasus eksploitasi dan perdagangan anak yang terjadi di dalam negeri.
Dari jumlah tersebut, 217 kasus terkait dengan prostitusi. sebanyak 14
kasus merupakan eksploitasi, sedangkan tiga kasus perdagangan anak.
Selain kasus diatas, yang turut menjadi perhatian keamanan personal
adalah mengenai penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika
merupakan tindakan yang dapat merusak jiwa dan mental seseorang sehingga
banyak negara-negara didunia memasukkan hal tersebut ke ranah pidana
berat, termasuk pula di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh
Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan RI bahwa sejak tahun
2015 hingga tahun 2020 kasus penyelundupan narkotika dan psikotropika
terus mengalami peningkatan dengan kuantitas yang berubah-ubah. Pada
tahun 2020 merupakan sebanyak 811 kasus dan diprediksi akan terus
mengalami peningkatan.
Data tersebut tentu dapat menjadi tolok ukur bagi para pemangku
kepentingan untuk menangani hal tersebut. Penyalahgunaan narkotika tidak
hanya membahayakan keamanan diri seseorang, tetapi hal itu pun turut
mengancam kedaulatan Negara Republik Indonesia.
139 | Keamanan Nasional Indonesia

Gambar 4. 3
Data Kasus Penyelundupan Narkotika dari Luar Negeri

Sumber: Dirjen Bea Cukai RI, 2020

4.2.6 Keamanan Komunitas (Community/Societal Security)


Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki
oleh setiap warga negara dan ini merupakan hak konstitusional yang dijamin
oleh negara. Negara Indonesia sebagai negara hukum dan demokrasi
berwenang mengatur dan melindungi pelaksanaan Hak Asasi Manusia. Hal ini
diaminkan dalam perubahan keempat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 pada Pasal 28E ayat (3) yang mengemukakan bahwa
“setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.” Kemudian penafsiran dari pasal tersebut diakomodir melalui
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum Pasal 1 ayat (1) “kemerdekaan menyampaikan
pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan
bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.”
Kebebasan menyampaikan pendapat merupakan hak yang melekat
pada setiap individu. Diakuinya Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan salah
satu ciri negara demokrasi (Rosana, 38: 2016). Penyebutan negara demokrasi
140 | Keamanan Nasional Indonesia

dapat ditandai dengan diberikannya hak kebebasan kepada warga negara


untuk menyampaikan aspirasi, pendapat baik melalui lisan maupun tulisan
(Santoso, 234: 2019).
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa demokrasi adalah suatu
keadaan negara yang dalam sistem pemerintahannya rakyat memiliki
kedaulatan, pemerintahan dilaksanakan oleh rakyat dan kekuasaan
dilaksanakan oleh rakyat (Kamal, 47:2015). John Locke, dalam karyanya “The
Second Treaties of Civil Government and Letter Concerning Toleration”,
mengemukakan bahwa semua individu dikaruniai hak yang melekat untuk
hidup, kebebasan kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan
tidak dapat dicabut oleh negara (Paijo, dkk, 148: 2019).

Grafik 4. 10 Data Pelaku Kekerasan Seksual Ranah Komunitas


Sumber: Catahu, 2021

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa keamanan individu


dilingkungan masyarakat masih belum terlaksana secara optimal oleh para
pemangku kepentingan. Artinya, dari data tersebut dapat diterjemahkan
bahwa rasa aman bagi setiap orang dalam kehidupan sosial belum terjamin.
Data tersebut pun turut menggambarkan bahwa kejahatan seksual yang terjadi
tidak terbatas pada satu lokasi saja, tetapi dapat terjadi diamanapun sehingga
perlu adanya peran negara dalam menjamin keamanan sosial.
141 | Keamanan Nasional Indonesia

Sepanjang tahun 2020, terjadi 180 peristiwa pelanggaran Kebebasan


Beragama dan Berkeyakinan (KBB), dengan 422 tindakan. Dibandingkan tahun
sebelumnya, jumlah peristiwa menurun tipis, yang mana pada 2019 terjadi 200
peristiwa pelanggaran KBB, namun dari sisi tindakan melonjak tajam
dibandingkan sebelumnya yang ‘hanya’ 327 pelanggaran. Peristiwa
pelanggaran KBB di tahun 2020 tersebar di 29 provinsi di Indonesia dengan
konsentrasi pada 10 provinsi utama yaitu Jawa Barat (39), Jawa Timur (23),
Aceh (18), DKI Jakarta (13), Jawa Tengah (12), Sumatera Utara (9), Sulawesi
Selatan (8), Daerah Istimewa Yogyakarta (7), Banten (6), dan Sumatera Barat
(5). Tingginya jumlah kasus di Jawa Barat hampir setara dengan jumlah
kumulatif kasus di 19 provinsi lainnya.
Peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan mengalami
fluktuasi di setiap bulannya sepanjang tahun 2020, seperti pada bulan Januari
(21), Februari (32), Maret (9), April (12), Mei (22), Juni (10), Juli (12), Agustus
(13), September (16), Oktober (15), November (10), dan Desember (8). Angka
peristiwa yang tertinggi dan drastis terjadi pada bulan Februari 2020.
Mengacu pada detail peristiwa yang dicatat, tren pelarangan perayaan
Hari Kasih Sayang (Valentine’s Day) di sejumlah daerah menjadi pemicu
meningkatnya intoleransi. Dari 422 tindakan yang terjadi, 238 di antaranya
dilakukan oleh aktor negara. Sementara 184 diantaranya dilakukan oleh aktor
non-negara. Hal itu menunjukkan bahwa kecenderungan peningkatan
tindakan pelanggaran oleh aktor negara tahun lalu berlanjut. Tindakan
tertinggi yang dilakukan oleh aktor negara adalah diskriminasi (71 tindakan),
sedangkan tindakan tertinggi oleh aktor non negara adalah intoleransi (42
tindakan).
Melihat potret tindakan aktor negara dan non negara, tampak bahwa
pandemi menjadi lahan subur bagi terjadinya diskriminasi dan intoleransi.
Konfigurasi aktor negara dan aktor non negara pelaku pelanggaraan KBB tidak
banyak berubah. Pada kategori aktor negara, Pemerintah Daerah dan
Kepolisian menjadi pelaku pelanggaran tertinggi dengan masing-masing 42
tindakan. Sedangkan aktor non negara tertinggi adalah kelompok warga
(dengan 67 tindakan) dan ormas keagamaan (dengan 42 tindakan). Sedangkan
142 | Keamanan Nasional Indonesia

kelompok korban pelanggaran KBB tahun 2020 terdiri dari warga (56
peristiwa), individu (47), Agama Lokal/Penghayat Kepercayaan (23), Pelajar
(19), Umat Kristen (16), Umat Kristiani (6), Aparatur Sipil Negara (4), Umat
Konghucu (3), Umat Katolik (3), Umat Islam (3), Umat Hindu (3), Umat Buddha
(2), dan Ormas keagamaan (2).
Sebanyak 24 rumah ibadah mengalami gangguan di tahun 2020 yang
terdiri atas Masjid (14), Gereja (7), Pura (1), Wihara (1), dan Klenteng (1). Umat
Islam menjadi pihak yang paling banyak mengalami gangguan terkait rumah
ibadah. Namun perlu dicatat bahwa yang paling banyak mendapatkan
gangguan adalah tempat ibadah umat Islam dari madzhab atau golongan yang
oleh kelompok pelaku dianggap berbeda dari mainstream. Kasus-kasus terkait
rumah ibadah seharusnya segera diselesaikan mengingat adanya urgensi
kesehatan masyarakat selama pandemi COVID-19, bukan malah ditunda lebih
lanjut. Kasus penghentian pembangunan, penyegelan, dan perusakan masjid,
gereja, dan klenteng sebagian besar disebabkan oleh produk kebijakan yang
diskriminatif, intoleransi masyarakat sekitar, dan konflik internal
kepengurusan rumah ibadah.
Terdapat 32 kasus pelaporan penodaan agama yang dilakukan oleh
aktor non-negara. Sebanyak 27 diantaranya ialah berbasis daring yang
berpotensi disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 yang membuat orang
menjadi memiliki waktu luang lebih banyak untuk menggunakan sosial media
karena dirumahkan. Pelaporan berbasis daring ini dilakukan terhadap konten
yang dianggap sesat pikir, menghina tokoh agama, bermuatan kebencian, dan
bercanda yang melecehkan. Selain yang berbasis daring, kasus pelaporan
penodaan agama juga masih terjadi dikalangan masyarakatutamanya karena
dianggap menyimpang dari mahzab mayoritas dan penistaan. Dari semua
kasus ini, 17 kasus di antaranya berujung penangkapan, dan 10 di antaranya
dikenakan sanksi pidana berupa denda dan kurungan. Para tahanan nurani ini
biasanya dijerat oleh UU PNPS, UU KUHP, UU ITE, dan UU Ormas. Padahal,
beberapa Pasal di UU ITE merupakan ‘pasal karet’ yang multitafsir dan tidak
memberikan jaminan kepastian hukum (lex certa).
Dari total 180 peristiwa pelanggaran KBB yang terjadi di tahun 2020,
setidaknya 12 di antaranya menimpa perempuan sebagai korban. Peristiwa ini
143 | Keamanan Nasional Indonesia

meliputi pelaporan penodaan agama, pelarangan atribut keagamaan,


penolakan rumah dan kegiatan ibadah, diskriminasi berbasis daring, dan
penolakan jenazah penghayat mahzab keagamaan. KBB sebagai bagian dari
HAM dapat dimaknai sebagai upaya untuk melindungi warga negara dari
konservatisme dn patriarki yang berasal dari ajaran agama. Dalam konteks ini,
kegagalan negara dalam mengidentifikasi kekhususan situasi, kerentanan, dan
dampak spesifik yang dialami oleh perempuan pada peristiwa pelanggaran
KBB memicu perlakuan diskriminatif terhadap perempuan.
Secara umum, Pandemi COVID-19 membawa dampak positif dan
negatif bagi KBB di Indonesia. Dampak positif yang ditimbulkan misalnya
cakupan ibadah daring yang menjadi tak terbatas serta timbulnya inisiatif
gotong royong antar umat beragama. Dampak negatif yang ditimbulkan
misalnya munculnya polarisasi dalam masyarakat, politisasi COVID-19,
pelipatgandaan marjinalisasi kelompok yang terdiskriminasi terutama
perempuan, dan pembatasan/pembatalan kegiatan keagamaan.
Selain itu, sepanjang 2020, politik hukum nasional juga kontradiktif
dengan prinsip-prinsip penjaminan KBB. Hal itu tercermin dalam (1) Rencana
Kerja Pemerintah Tahun 2020 —sebagai turunan dari RPJMN 2024—yang
menghapus poin penguatan harmoni dan kerukunan umat beragama melalui
dialog lintas agama di tingkat kecamatan, (2) Program Legislasi Nasional 2020
yang menunda RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, (3) UU 11/2020 tentang
Cipta Kerja yang bermasalah dalam pasal penetapan jaminan produk halal,
kepariwisataan berbasis agama, dan kewenangan polisi dalam mengawasi
aliran keagamaan, (4) RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol agama
yang merupakan wujud favoritisme terhadap tokoh agama dan simbol agama
tertentu, (5) RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang
melegitimasi penodaan agama dan merenggut hak kesehatan dan reproduksi
seksual, (6) RUU Ketahanan Keluarga yang mengintervensi ranah privat
keluarga dan melegitimasi subordinasi perempuan dalam rumah tangga, dan
(7) terdapat 33 kebijakan daerah yang diskriminatif. (Setara Institute, 2021)
5.2.7 Keamanan Politik (Political Security)
144 | Keamanan Nasional Indonesia

Tingkat keterjaminan rights to, rights for, dan rights from menjadi penentu
keberlangsungan dan keberlanjutan kehidupan demokrasi disuatu negara
(Frantzich, 2015). Dapat dikatakan tidak ada satu negara manapun yang secara
eksplisit mendeklarasikan dirinya sebagai negara demokratis, namun
bertindak abai terhadap ketiga jenis rights ini. Amerika Serikat dan Kanada,
Inggris dan Jerman, Australia dan Selandia Baru, serta India dan Indonesia,
dapat dicontohkan dalam hal upaya pemenuhan hak-hak ini. Bahkan pada
negara-negara yang selama ini masih diberi” cap merah” untuk kehidupan
demokrasinya, layanan terhadap rights ini, tentu dalam tingkat yang variatif,
tetap berusaha diberikan. Cina, Kuba, dan Korea Utara menjadi contoh dari
negara-negara komunis yang pada tingkatan tertentu tetap memberikan
layanan pada hak warga negara mereka.
Demokrasi, dengan sendirinya, dapat dipandang sebagai pilihan
maksimal bila penjaminan rights kepada warga negara terbilang sempurna.
Demokrasi menjamin warga negara untuk menikmati hak politik dan hak
ekonomi-sosial-budayanya, selain hak-hak untuk bebas dari rasa takut, bebas
beragama, dan kebebasan-kebebasan lain yang terjamin dalam hak-hak
asasinya (Sirianni, 2008). Penegakkan demokrasi pula yang kemudian
disakralkan dan diposisikan sebagai ‘kata suci’ dalam setiap gerakan sosial
politik melawan kejenuhan terhadap kehidupan yang cenderung stagnan.
Hal-hal yang mengarah pada upaya menjamin ekualitas hak dan
ekualitas kewajiban inilah yang dapat dijabarkan dan diterjemahkan sebagai
etika dalam demokrasi (Duggan, 2004) Kesediaan mematuhi aturan akan
dirasakan aman, sebagai contoh, jika hal ini dilakukan juga oleh semuanya,
maka tidak akan memunculkan perasaan ‘dikorbankan’. Artinya, butir codes of
conduct tentang hal ini harus dipatuhi bersama dan mengandung jaminan
kepastian bahwa akan diberlakukan secara sama. Codes to dan codes for yang
termaknai dari sejumlah code of conduct menjadi energi penyeimbang dan
sekaligus kekuatan untuk beretika dalam pencapaian kesetaraan (Svara, 2006).
Dalam sebuah negara yang berdemokrasi, kebebasan berpolitik dalam
masyarakat merupakan bukan suatu keniscayaan. Kebebasan berpolitik
merupakan suatu hal yang perlu dijamin oleh negara sehingga masyarakat
berhak untuk menyuarakan ide politiknya dalam bentuk apapun yang sesuai
145 | Keamanan Nasional Indonesia

dengan etika berpolitik dalam sebuah negara. Berdasar pada konsep human
security bahwa keamanan berpolitik merupakan salah satu hak yang perlu
untuk dijamin, baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
Fenomena mengenai kebebasan berpolitik di Indonesia tercermin pada
Pemilihan Umum pada tahun 2019 lalu. Dalam praktiknya masih terdapat
banyak surat suara yang mengalami masalah seperti surat suara yang sudah
tercoblos dan adanya pemilih ‘hantu’ yang tidak ada, tetapi dapat memberikan
hak politiknya. Kemudian masalah lainnya adalah munculnya kelompok
masyarakat yang pro-kontra, tetapi hal tersebut membuat kekacauan hingga
berujung tindakan anarkis karena perbedaan pendapat. (Puslit BKD, 2019)
Sebelum pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 banyak pihak
memprediksi bahwa populisme yang berbasis politik identitas akan terjadi
secara kuat pada Pilpres 2019. Setelah Jokowi memilih Ma’ruf Amin sebagai
cawapres, Peter Mumford, analis di perusahaan riset Amerika Serikat Eurasia
Group, memberikan prediksi bahwa agama akan mulai bermain dalam politik
Indonesia. Terlepas dari semboyan nasional Indonesia Bhinneka Tunggal Ika
sentimen mayoritas Muslim terhadap kelompok minoritas, yaitu etnis
Tionghoa yang dianggap mengendalikan sebagian besar ekonomi bangsa telah
menyebabkan pertumpahan darah di masa lalu. Jika komunitas Muslim
konservatif tumbuh lebih kuat sebagai hasil dari Pemilu Presiden 2019, nilai-
nilai demokrasi Indonesia akan kembali dipertaruhkan. (Ardipandanto, 2020)
146 | Keamanan Nasional Indonesia

Grafik 4. 11 Survei Simulasi Keterpilihan Dua Pasangan Presiden dan Wakilnya


Sumber : (Indikator Indonesia, 2019)

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indikator Indonesia pada tahun


2019 merilis mengenai tingkat keterpilihan Presiden dan Wakil Presiden
dengan pasangan Joko Widodo – Ma’ruf sebesar 54,9 persen dan pasangan
Prabowo Subianto – Sandiaga Uno sebesar 34,8 persen, 1,1 persen tidak akan
memilih atau golput, dan 9,2% persen belum menentukan pilihan.
Hal tersebut dapat menjadi salah satu bukti bahwa politik identitas yang
digunakan dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019 cukup
memberikan pengaruh pada tingkat elektabilitas pasangan. Selain Jokowi yang
sebelumnya dikenal sebagai seorang yang ‘merakyat’ turut terbantu dengan
Ma’ruf Amin sebagai seorang ulama yang dinilai banyak dihormati oleh
umatnya. Selain itu, tingkat elektabilitas turut pula dipengaruhi oleh buzzer
yang bergerilya didunia maya.
Namun peran buzzer menjadi berbahaya jika dimanfaatkan oleh pihak
tertentu untuk membentuk persepsi dan pandangan masyarakat akan kandidat
politik tertentu hingga membuat dan menyebarkanluaskan berita-berita
bohong dan ujaran kebencian antarlawan politik yang tidak meuntup
kemungkinan turut menimbulkan perpecahan dikalangan masyarakat. Kata
‘buzzer’ pun lambat laun mulai dipandang masyarakat sebagai sebuah
konotasi negatif, hal ini dapat muncul sebagai akibat dari kegiatan tidak
147 | Keamanan Nasional Indonesia

bertanggung jawab buzzer politik profesional melalui media sosial. (Felicia &
Loisa, 2019)
Selain masalah terhadap Pemilihan Umum, situasi keamanan politik
pun turut berubah ketika pandemi Covid-19 mulai masuk ke Indonesia pada
akhir 2019 lalu sehingga hal tersebut memaksa Pemerintah RI untuk
melakukan perubahan arah kebijakan politik negara dalam rangka
menyelamatkan negara dari ancaman kesehatan. Dalam penanganan COVID-
19 Pemerintah Indonesia telah menetapkan politik hukum dengan menerbitkan
3 (tiga) instrumen hukum sebagai Langkah pencegahan terhadap penyebaran
wabah COVID-19: (1) Keputusan Presiden RI No. 11 Tahun 2020 tentang
Penetapan Darurat Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19); (2) Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease
2019, dan; (3) Peraturan PemerintahPengganti Undang-undang (Perppu) No. 1
Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman Membahayakan Perekonomian
Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Namun politik hukum diatas memberikan dampak terhadap
munculnya kritik dari berbagai pihak, aturan-aturan yang dibuat tersebut
dinilai lamban. Demikian pula dengan Perppu No. 1 Tahun 2020 terkait
kebijakan stabilitas sistem keuangan. Sekilas kebijakan ini sekilas dipandang
sebagai cara untuk menyelamatkan keuangan negara, serta memungkinkan
adanya perubahan alokasi anggaran APBN untuk biaya penanggulangan
wabah Covid-19”. Namun dari segi substansinya sendiri, Perppu No. 1 Tahun
2020 tersebut menyimpan masalah hukum, yang berpotensi menimbulkan
moral hazard, fraud dan korupsi di mana setiap tindakan maupun keputusan
yang diambil oleh pejabat tidak dapat dituntut secara perdata, pidana, maupun
tata usaha negara. Tentu sangat disayangkan sekali jika pemerintah justru
mengambil Langkah-langkah manuver politik hukum yang kontraproduktif
dengan upaya perlindungan Hak atas Kesehatan rakyat dari pandemi COVID-
19. (Kurniawan, 2021)
148 | Keamanan Nasional Indonesia

Namun keputusan politik negara terkait hal diatas cukup memberikan


pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi politik masyarakat. Hal ini
tercermin sejak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang
membuat mobilitas masyarakat menurun drastis sehingga berpengaruh pada
berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, budaya, dan lain
sebagainya. Dalam hal keamanan politik semasa diberlakukannya kebijakan
pengendalian Covid-19 turut menurunkan masalah-masalah sosial, tetapi hal
itu justru meningkatkan angka kriminalitas dikarenakan situasi yang sulit bagi
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Selain itu, kekacauan politik di massa pandemi Covid-19 menunjukkan
bahwa adanya ‘politik terselubung’ dikarenakan hampir seluruh masyarakat
berubah fokus kepada kesehatan sehingga relatif mengabaikan masalah lain,
terutama masalah politik dalam bernegara. Hal tersebut bagi pihak tertentu
dapat dimanfaatkan sebagai manuver politik seperti munculnya isu Joko
Widodo – Ma’ruf Amin melanjutkan kekuasannya di eksekutif dengan alasan
keadaan darurat negara terkait pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.
Keamanan Nasional Indonesia | 149

BAB V
WACANA PEMBENTUKAN
DEWAN KEAMANAN
NASIONAL
150 | Keamanan Nasional Indonesia

BAB V
WACANA PEMBENTUKAN DEWAN
KEAMANAN NASIONAL

eamanan nasional menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam
K suatu negara, terutama dalam era global saat ini. Ancaman yang dihadapi
oleh suatu negara bukan lagi hanya sebatas ancaman militer dari negara lain,
tetapi juga melibatkan ancaman non-militer seperti terorisme, ancaman siber,
konflik internal, serta perubahan iklim. Dengan berbagai macam tantangan dan
ancaman tersebut, dibutuhkan suatu pendekatan keamanan yang
komprehensif, yang melibatkan berbagai sektor dan tidak hanya berfokus pada
aspek militer saja.
Dalam konteks Indonesia, ide pembentukan Dewan Keamanan Nasional
(DKN) menjadi salah satu solusi yang dianggap mampu mengatasi tantangan-
tantangan tersebut. Dengan adanya DKN, diharapkan akan ada koordinasi
yang lebih baik antara berbagai lembaga terkait keamanan nasional, serta
pembuatan kebijakan yang lebih terintegrasi dan holistik. Pembentukan DKN
juga dianggap penting agar kebijakan keamanan nasional yang diambil sesuai
dengan kepentingan nasional dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik
sesaat.
Sebagai lembaga yang diharapkan mampu mengoordinasikan berbagai
unsur keamanan nasional, DKN tentu harus memiliki otoritas dan kapabilitas
yang memadai. Lembaga ini harus mampu menjalankan fungsi-fungsinya
dengan baik, serta memiliki akses terhadap informasi dan intelijen yang
diperlukan. Selain itu, DKN juga harus mampu bekerja sama dengan berbagai
lembaga lainnya, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Namun, dalam proses pembentukannya, tentu ada berbagai tantangan
yang dihadapi. Salah satunya adalah mengenai struktur dan mekanisme kerja
DKN. Sebagaimana dikemukakan oleh beberapa informan dalam penelitian
151 | Keamanan Nasional Indonesia

tersebut, struktur DKN harus fleksibel dan tidak kaku, agar mampu
beradaptasi dengan perubahan lingkungan strategis. Selain itu, peran serta
masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan juga perlu diperhatikan, agar
kebijakan yang diambil oleh DKN sesuai dengan aspirasi dan kepentingan
masyarakat.
Dalam konteks Indonesia, peran serta DPR RI juga sangat penting.
Sebagai lembaga legislatif yang memiliki otoritas dalam pembuatan undang-
undang, DPR tentu memiliki peran penting dalam proses pembentukan DKN.
Selain itu, kerjasama antara pemerintah dan DPR juga diperlukan agar
pembentukan DKN dapat berjalan dengan lancar.
Pembentukan Dewan Keamanan Nasional menjadi salah satu solusi
yang dianggap mampu menjawab tantangan keamanan nasional di era global
saat ini. Dengan adanya DKN, diharapkan akan ada koordinasi yang lebih baik
antara berbagai lembaga terkait keamanan nasional, serta pembuatan kebijakan
yang lebih terintegrasi dan holistik. Namun, dalam proses pembentukannya,
tentu ada berbagai tantangan yang harus dihadapi. Dibutuhkan komitmen dan
kerjasama dari berbagai pihak, agar pembentukan DKN dapat berjalan dengan
lancar dan memberikan kontribusi yang positif bagi keamanan nasional
Indonesia.

5.1 Tidak dalam Struktur Rigid melainkan melalui Fungsi-


Fungsi Keamanan Nasional
Sementara itu dan pelbagai sumber di negara maju, berkembang wacana
untuk mengembangkan fungsi Keamanan Nasional (national security) yang
meliputi fungsi Pertahanan (defence), Keamanan Negara (internal or homeland
security), Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (public order and security),
Keselamatan Masyarakat (public safety) dan Keamanan Insani (human security).
Mengacu kepada pembahasan di atas maka sistem keamanan nasional mutlak
memasukkan fungsi-fungsi tersebut sebagai konsep operasionalisasi teknis
pelaksanaannya.
Dan penjelasan tersebut di atas, tampak bahwa bangunan sistem
keamanan nasional menyaratkan sistem koordinasi antarsektor dengan baik
152 | Keamanan Nasional Indonesia

dan sinergis. Hal tersebut diberikan kepada lembaga khusus yang langsung di
bawah Presiden/Perdana Menteri (tergantung sistem pemerintahannya).
Sementara itu, dari aspek pengaturannya, Negara lnggris dan Malaysia dapat
memberikan sebuah inspirasi kepada Indonesia untuk memasukkan
komponen nonmiliter.
Presiden yang mengemban tugas dan tanggung jawab mengendalikan
penyelenggaraan keamanan nasional perlu dibantu oleh suatu lembaga khusus
yang langsung di bawah Presiden. Publik juga memiliki harapan yang sama
bahwa manajemen koordinasi keamanan nasional haruslah langsung di bawah
Presiden.
Ancaman yang dihadapi Indonesia tidak hanya berasal dari dalam
negeri, tetapi juga ancaman global seperti ideologi, persaingan sumber daya
alam, geopolitik internasional, teknologi, hingga perdagangan makro.
Perkembangan lingkungan strategis tersebut tentu perlu diantisipasi dengan
langkah dan tindakan yang efektif. Terkait keamanan nasional, Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pada
prinsipnya sudah menggariskan konteks kebijakan keamanan nasional yang
lebih komprehensif dan kontekstual. Secara akademik, keamanan nasional
dipandang sebagai suatu konsep multidimensional dengan empat dimensi
yang saling berkaitan, yakni dimensi keamanan manusia, dimensi keamanan
dan ketertiban masyarakat, dimensi keamanan dalam negeri, dan dimensi
pertahanan. Berdasarkan beberapa sumber dari informan penelitian yang
diolah oleh Penulis maka jika ingin dilakukan pengintegrasian, perlu dicermati
kembali sejauh mana ruang lingkup integrasi fungsi keamanan tersebut.
Beberapa lembaga negara seperti Lemhannas, Dewan Ketahanan Nasional
(Wantannas), dan lembaga keamanan atau pertahanan terkait fungsinya bisa
diintegrasikan secara optimal.
Apabila ingin merealisasikan wacana pengintegrasian fungsi keamanan
nasional dalam satu lembaga, maka hal tersebut dikenal dengan istilah National
Security Council (NCS). Dari sisi kelembagaan, tugas National Security Council
fokus pada tiga hal. Pertama adalah sinkronisasi penyusunan rekomendasi
kebijakan. Tugas kedua adalah pembangunan sinergitas dan kolaborasi untuk
memastikan integrasi kebijakan keamanan nasional yang telah disusun.
153 | Keamanan Nasional Indonesia

Sedangkan ketiga adalah memfasilitasi forum dewan yang terdiri dari Presiden
dan para menteri atau pimpinan lembaga. Dalam iklim demokrasi, yang bisa
mengambil keputusan publik adalah pimpinan yang dipilih oleh rakyat, seperti
Presiden, kepala daerah, ataupun anggota DPR dan DPRD. Sementara
pimpinan instansi operasional keamanan seperti Panglima TNI, Kapolri,
Pangdam bukanlah pilihan rakyat, jadi tidak dapat membuat kebijakan politik.
Bahwa beberapa lembaga negara seperti Lembaga Ketahanan Nasional
(Lemhanas), Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) dan lembaga keamanan
atau pertahanan terkait fungsinya ingin diintegrasikan agar mampu
mengoordinasikan serta memadukan seluruh kekuatan komponen bangsa dan
negara secara efektif. Rekomendasi pembentukan Dewan Keamanan Nasional
nantinya akan fokus pada tiga tugas besar. Pertama, sinkronisasi penyusunan
rekomendasi kebijakan. Kedua, pembangunan sinergi dan kolaborasi untuk
memastikan integrasi kebijakan keamanan nasional. Sedangkan yang ketiga
adalah memfasilitasi forum dewam yang terdiri dari Presiden dan para Menteri
atau pimpinan Lembaga yang tentunya dengan meminta usulan saran dan
masukan DPR RI.
Pada saat penelitian dengan Analis Militer dan Pertahanan Doktor
Connie Rahakundini Bakrie menuturkan bahwa:
“Bagaimana mungkin tidak jadi struktur yang rigid, karena dalam
struktur kelembagaan DKN terdapat struktur sistem pertahanan yang
tidak bisa jalan tanpa fungsi integrasi dari National Security Council
(NSC) atau DKN. Maka dari itu NSC harus hadir dan betul-betul ada di
sisi Presiden. Konsekuensi logis yang terjadi yakni Wantimpres,
Kemenpolhukam dan Kantor Staf Presiden (KSP) harus dibubarkan.
Bisa ditempuh melalui Rakornas LKPP kepada DPR RI” (Connie,
wawancara 12 Juni 2021)

Sejak tahun 2011 Pemerintah Republik Indonesia telah mewacanakan


pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN). Pembahasan mengenai
Dewan tersebut sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019. Pendirian ini merupakan agenda lama yang
154 | Keamanan Nasional Indonesia

sudah dibahas, tetapi masih belum menemui titik terang mengenai


pengesahannya.
Peneliti berpendapat bahwa pembentukan Dewan Keamanan Nasional
bertugas dalam memberikan nasihat kepada Presiden untuk menghadapi
situasi contingency maupun keadaan darurat. Meskipun dalam Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2002 memberi amanat Dewan Pertahanan Nasional
yang sampai sekarang belum terbentuk.
Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan mengenai draft
Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional Tanggal 17 Agustus 2010
pada Bab III Pasal 6 bahwa “Keamanan Nasional meputi: a) keamanan insani,
b) keamanan publik, c) keamanan ke dalam, dan d) keamanan ke luar.”
(Republik Indonesia, 2010)
Melihat dari pasal tersebut bahwa pada dasarnya dalam RUU Kamnas
sudah mulai mengarah pada keamanan insani. Artinya, negara sudah
memikirkan bagaimana keamanan manusia turut menjadi perhatian. Hal ini
sesuai dengan comprehensive security yang memiliki konsep keamanan yang
lebih holistik. Walaupun draft Rancangan Undang-Undang Keamanan
Nasional sampai saat ini belum dibuka kepada publik,
Frans Joni Tandiarrang yang juga selaku Kepala Seksi Kerja Sama
Lembaga Kementerian Pertahanan RI memberikan pandangan mengenai
bagaimana upaya merancang keamanan nasional yang berdasarkan pada
tingkat intensitas kepentingan keamanan nasional apakah diperlukan tindakan
agresif atau diplomatif adalah sebagai berikut:
“Kedua strategi tersebut mempunyai fungsi berbeda yang digunakan
menyesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi. Diplomasi atau soft
power merupakan strategi yang banyak digunakan pada masa ini karena
sifat daya tahan dan keberlanjutannya sehingga dianggap sebagai
strategi yang lebih efektif dan efisien dalam politik global kontemporer.”
(Tandiarrang, wawancara 20 Mei 2021)

Menurut pendapat tersebut bahwa sebuah negara perlu untuk memiliki


dua strategi, yaitu penggunaan soft power melalui diplomasi dan pendekatan
hard power menggunakan kekuatan militer. Tetapi kedua pendekatan tersebut
155 | Keamanan Nasional Indonesia

digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi. Namun pada masa
sekarang, negara-negara didunia relatif lebih banyak menggunakan soft power
atau diplomasi dibandingkan dengan penggunaan kekuatan militer.
Penggunaan kekuatan militer lebih digunakan sebagai opsi terakhir apabila
pendekatan diplomasi tidak berhasil.
Frans Joni Tandiarrang yang juga selaku Kepala Seksi Kerja Sama
Lembaga Kementerian Pertahanan menjelaskan lebih lanjut mengenai aspek
lain, yaitu:
“Aspek penting lain yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan
pendekatan soft maupun hard power adalah waktu. Pendekatan hard
power membutuhkan waktu relatif lebih singkat karena sumber dayanya
nyata. Sebaliknya, soft power membutuhkan waktu yang relatif lebih
lama untuk dibangun karena sumber daya tidak berwujud berkembang
dalam jangka waktu yang lama. Demikian pula, dimensi temporal dari
hard power maupun soft power berbeda. Sementara paksaan militer atau
ekonomi cenderung menghasilkan hasil langsung tetapi durasi pendek.
Daya tarik dan persuasi memiliki kecenderungan untuk menyebabkan
perubahan jangka panjang. Hal ini disebabkan oleh aspek yang melekat
pada konsep ini, yakni hard power memaksa seseorang untuk melakukan
sesuatu diluar kemauannya, sedangkan soft power membuat seseorang
mengubah perilakunya secara sukarela.” (Tandiarrang, wawancara 20
Mei 2021)

Efektivitas waktu dalam menggunakan kekuatan hard power dapat


dikatakan relatif lebih cepat. Namun peneliti beranggapan bahwa hal tersebut
mungkin dapat segera menyelesaikan masalah, tetapi dampak dari pengerahan
kekuatan militer akan membuat situasi semakin tidak stabil. Berbeda ketika
menggunakan kekuatan diplomasi yang walaupun secara waktu lebih lama,
namun hal tersebut merupakan sebuah cara yang relatif lebih tepat karena
dapat mengubah perilaku tanpa paksaan.
Kemudian Analis Militer dan Pertahanan Dr. Connie R. Bakrie juga turut
memberikan perspektifnya tentang hal tersebut bahwa:
156 | Keamanan Nasional Indonesia

“Kesulitan dalam pembentukan Dewan Keamanan di Indonesia itu


masih terkendala HAM. Kita lihat Amerika Serikat itu kurang
melanggar HAM bagaimana, negara lain sedang tenang dia lakukan
operasi militer dengan sebelumnya menetapkan daerah/negara tersebut
sebagai Daerah Operasi Militer (DOM), yakni tatkala melakukan
penyerangan ke Suriah maupun Libya. Tapi, masyarakatnya tidak
pernah menentang itu karena semata demi kepentingan nasionalnya.
Sedangkan kita (Indonesia) ancaman di depan mata malah tenang-
tenang saja serta seakan-akan terlambat berbuat” (Rahakundini,
wawancara 10 Mei 2021)

Berdasarkan pendapat yang diutarakan oleh Connie Rahakundini


Bakrie tersebut bahwa pembentukan Dewan Keamanan Nasional di Indonesia
masih selalu dikaitkan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Dalam hal ini,
peneliti berpendapat bahwa indikator pelanggaran HAM merupakan grey area
yang artinya tidak mudah menerjemahkan segala sesuatu sebagai suatu
pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Jika kita melihat kasus yang terjadi
di Indonesia seperti adanya Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua
yang membuat situasi di sana tidak pernah kondusif, kemudian TNI
melakukan Operasi Militer Perang (OMP) tentu tidak dapat dikatakan sebagai
pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Karena sudah sangat jelas bahwa
operasi militer untuk menumpas kelompok kriminal bersenjata merupakan
opsi terakhir karena upaya yang dilakukan sebelumnya tidak memberikan
hasil terbaik sehingga para pemangku kepentingan di dalam negeri
memerlukan pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersebut dengan berkaca
kepada Amerika Serikat yang secara konsisten melakukan apapun dalam
melindungi kepentingan negaranya sendiri. Kejadian lepasnya Pulau Sipadan
dan Ligitan serta lepasnya Timor-Timur dari pangkuan ibu pertiwi sudah
cukup menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga kedaulatan
negara ini. Hanya sekelompok yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai
Teroris Kriminal Bersenjata (TKB) lantas kita seakan mau kehilangan Papua
dari bumi Indonesia.
157 | Keamanan Nasional Indonesia

Perwakilan dari Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional, yakni


Anjak Bid. Polkam Depsisnas Setjen Wantannas, BDO Siagian menyampaikan
pandangannya mengenai Dewan Keamanan Nasional.
“Wantannas sebenarnya secara struktural itu hampir sama dengan Dewan
Keamanan Nasional di banyak negara. Yang perlu diketahui sebenarnya
Wantannas itu dulunya bernama Dewan Keamanan Nasional, kita lihat evolusi
yang terjadi sejak 1954 hingga 2019. Pemilihan nama/nomenklatur Wantannas
itu kan sebenarnya dipilih supaya netral karena kata keamanan saat itu kan
dianggap menakutkan.” (Siagian, wawancara 3 Juni 2021)

Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh Siagian tersebut bahwa


Dewan Ketahanan Nasional pada dasarnya dapat dikatakan relatif sama
dengan Dewan Keamanan Nasional di banyak negara. Di Indonesia setelah
reformasi telah mengalami banyak perubahan mengenai konsep keamanan
sehingga pemilihan Dewan Ketahanan Nasional dianggap netral jika
dibandingkan dengan Dewan Keamanan Nasional.
“Keppres tentang Ketahanan Nasional memang memberikan mandat bahwa
Wantannas hanya terbatas pada melakukan pembinaan. Jika ketahanan kan
tidak bisa melakukan tindakan offensive, dia (Wantannas) hanya sifatnya
memberikan nasihat mengenai ketahanan. Sementara konsep tata kelola dari
sistem keamanan nasional dibanyak negara adalah sistem respons yang tidak
dimiliki oleh Dewan Ketahanan Nasional, kemudian juga disisi strategi
manajemen resiko serta pembangunan ketahanan nasional.” (Siagian,
wawancara 3 Juni 2021)

Keberadaan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) menurut Siagian


hanya terbatas pada memberikan nasihat mengenai ketahanan nasional.
Wantannas tidak memiliki kewenangan dalam hal operasional (offensive). Jika
dibandingkan dengan Dewan Keamanan Nasional di negara-negara lain
dengan sistem manajemen risiko yang tidak terbatas sebagai penasihat, tetapi
diberikan kewenangan dalam hal operasional atau penindakan. Peneliti
berpendapat bahwa Dewan Ketahanan Nasional tidak perlu diganti atau
158 | Keamanan Nasional Indonesia

dibubarkan. Namun Dewan Ketahanan Nasional direvitalisasi menjadi Dewan


Keamanan Nasional.
“Sekarang belum ada lembaga yang mengoordinasikan lembaga-lembaga.
Strategi Keamanan Nasional berisi mengenai hal itu yang dijabarkan oleh
lembaga masing-masing. Forum DKN itulah yang merumuskan segala sesuatu
untuk pengambilan keputusan bersama Presiden. Saat ini jika diserang tiba-tiba
paling hanya rapat kabinet yang bersifat terbatas, tidak ada kajian secara
mendalam.” (Siagian, wawancara 3 Juni 2021)

Di Indonesia sampai saat ini belum terdapat satu lembaga yang kredibel
yang secara khusus mengoordinasikan kementerian/lembaga di dalam negeri.
Bahkan Indonesia belum memiliki strategi keamanan nasional (NSS) sebagai
grand design yang menjadi panduan para pemangku kepentingan untuk
melakukan tugasnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaganya.
Sehingga dengan hadirnya Dewan Keamanan Nasional diharapkan setiap
pengambilan keputusan yang dilakukan bersama Presiden didasarkan pada
hasil riset sehingga keputusan yang dibuat dapat mengatasi masalah negara
yang krusial dan mendesak.
“Seharusnya Dewan Keamanan Nasional itu memberikan naskah akademis
kepada Presiden. Kemudian banyak orang tidak paham dengan tugas
Menkopolhukam. Itu kan tugasnya mengoordinasikan lembaga-lembaga yang
ada di bawahnya supaya Dewan Keamanan Nasional tidak memiliki wewenang
operasional, melainkan hanya sebatas mengonfirmasikan kebijakan-kebijakan
strategi (grand strategy) yang krusial untuk dibawa ke Presiden. Tetapi tetap
Presiden yang memutuskan.” (Siagian, wawancara 3 Juni 2021)

Kolonel Pas Drs. Sujatmiko, M.Si (Han) Kepala Sub Direkorat Kontra
Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) selaku
informan penelitian memberikan pendapatnya juga mengenai tugas Dewan
Keamanan Nasional.
“Dewan Keamanan Nasional itu sebagai pemikir, tidak berada dalam tatanan
operasional. Menteri Koordinator sebagai tangan, dan yang menjalankan
kementerian teknis di bawahnya. Kebijakan yang sudah diambil dalam suatu
159 | Keamanan Nasional Indonesia

kejadian, misalnya Covid-19, Dewan Keamanan Nasional merumuskan


strateginya atau sebagai advisor Presiden seperti dibeberapa negara lain,
Amerika misalnya.” (Sujatmiko, wawancara 4 Juni 2021)

Dewan Keamanan Nasional di Indonesia yang dimaksud oleh pendapat


di atas merupakan lembaga yang tugasnya memberikan nasihat kepada
Presiden, atau dalam kata lain sebagai advisor yang dibantu oleh kementerian
koordinator sebagai lembaga yang memiliki fungsi operasional berdasarkan
arahan dari Dewan Keamanan Nasional bersama Presiden (Advisory Work). Hal
ini mirip seperti National Security Council di Amerika Serikat yang mana
lembaga tersebut secara khusus memberikan rumusan strategi yang perlu
dilakukan dalam setiap penyelesaian masalah.
“Kepala Staf Presiden tugasnya hanya mengakselerasi program-program
prioritas Presiden. Dewan Keamanan Nasional khusus dalam assessment
ancaman yang isinya TNI, Polri, dan kementerian-lembaga lain. Amerika itu
mempunyai crisis center atau emergency room. Jadi ketika ada sesuatu hal yang
terjadi pada negara Dewan Keamanan Nasional bersama Presiden merumuskan
dan memutuskan apa yang harus dilakukan secara tepat, cepat, proporsional,
professional dan terhindar dari HAM” (Siagian, wawancara 3 Juni 2021)

Jika membandingkan antara tugas Kepala Staf Kepresidenan dengan


Dewan Keamanan Nasional tentu tidak sama. Kepala Staf Presiden tugas
utamanya adalah mengakselerasi program-program prioritas Presiden,
sedangkan Dewan Keamanan Nasional melakukan kajian atau assessment
sehingga ketika terjadi masalah terkait keamanan nasional, maka Presiden
dapat merumuskan dan memutuskan kebijakan berdasarkan kajian bersama
Dewan Keamanan Nasional. Peneliti beranggapan hal tersebut sangat tepat
untuk diterapkan, mengingat sampai saat ini Indonesia tidak memiliki lembaga
yang kredibel secara khusus concern terhadap keamanan nasional.
“Memang idealnya, Indonesia itu memiliki Dewan Keamanan Nasional. Selama
ini kendala yang dihadapi kan menurut saya itu kurang komunikasi.
Kementerian Pertahanan yang kurang komunikasi sehingga muncul
160 | Keamanan Nasional Indonesia

egosektoral dari draft yang lama, terutama Polisi yang sangat menolak. Tetapi
bukan berarti mereka tidak menyetujui Dewan Keamanan Nasional, melainkan
isinya saja yang perlu dikritisi.” (Siagian, wawancara 3 Juni 2021)

Masalah yang dihadapi dalam perumusan Rancangan Undang-Undang


Keamanan Nasional di Indonesia memang terkait dengan komunikasi
antarlembaga yang tidak baik sehingga egosektoral muncul dalam draft RUU
yang lama. Terutama Kepolisian yang cukup sering menolak isi dari RUU
tersebut dikarenakan isinya yang dapat dikatakan relatif terkesan militeristik.
Padahal ancaman keamanan nasional saat ini tidak hanya terbatas pada
ancaman militeristik, tetapi sudah mengarah kepada ancaman nirmiliter.
“Dari segi regulasi bisa saja melalui Keputusan Presiden, secara peraturan
perundang-undangan kan bisa, tidak masalah. Wantannas pun dibuat melalui
Perpres, BNPT pun begitu juga sampai akhirnya dalam waktu yang tidak
singkat terbitlah UU nya yakni kemudian muncul Undang-Undang Terorisme
2018. Jadi tidak masalah sebenarnya jika Dewan Keamanan Nasional dibentuk
melalui Keputusan Presiden.” (Siagian, wawancara 3 Juni 2021)

Untuk mewujudkan pembentukan Dewan Keamanan Nasional, Siagian


selaku informan penelitian sangat mendukung pembentukan Dewan
Keamanan Nasional tidak harus menunggu Undang-Undang yang disahkan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi cukup melalui Keputusan Presiden agar
dapat segera terwujud.
Kepala Pusat Penelitian, Data dan Informasi (Kapuslitdatin) Badan
Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia, Brigjen Pol. Drs. Agus Irianto,
S.IK, SH, MH, Ph.D., memberikan pandangan mengenai tugas TNI dan Polri.
“Rule of engagement harus dibedakan lebih dahulu. Undang-Undang
keamanan itu kan pasti tarik menariknya antara TNI dengan Polri. Cara kerja
Polisi itu objeknya to criminal yaitu memerangi kejahatan di lingkungan
masyarakat, sedangkan TNI itu tujuan to win the war, untuk memenangkan
perang seperti proxy war dan sebagainya. Kemudian dalam Dewan Keamanan
Nasional itu harus diisi oleh para ahli di berbagai bidang.” (Irianto, wawancara
4 Juni 2021)
161 | Keamanan Nasional Indonesia

Menurut pendapat yang disampaikan oleh Irianto bahwa Rule of


Engagement (RoE) perlu untuk dibedakan terlebih dahulu. Terutama tugas
antara TNI dengan Polri. Secara regulasi memang Kepolisian itu tugas
utamanya adalah melindungi dan mengayomi masyarakat. Sedangkan TNI
tugas utamanya adalah untuk memenangkan perang. Berdasarkan pendapat
tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa perlu dibahas mengenai kepastian
tugas antara TNI dan Polri. Peneliti mencontohkan satu kasus di Papua
mengenai kelompok kriminal bersenjata atau secara politis oleh Pemerintah RI
disebut juga sebagai teroris. Pada awalnya Polisi dalam hal ini Brimob sebagai
garda terdepan melawan para kelompok kriminal bersenjata, tetapi kenyataan
yang terjadi bahwa Polri tidak mampu menangani hal tersebut. Namun ketika
TNI dilibatkan dalam memburu kelompok kriminal bersenjata akhirnya
berhasil. Artinya perlu ada konsep keamanan yang jelas mengenai peran TNI
dengan Polri.
“Kembali ke Dewan Keamanan Nasional, itu perlu diisi orang-orang yang ahli,
bukan orang yang gila jabatan. Jabatan itu biasanya petugas partai. Kalau
konteksnya yang disitu, sekarang orang yang ingin duduk disitu konsepnya
ingin seperti apa, ahli apa. Saya banyak bertanya mengenai konsep keamanan
itu seperti apa. Kok bisa ada K (keamanan) besar dan k (keamanan) kecil. Bagi
saya keamanan itu ya satu saja. Misalnya, kita lihat klasifikasi tindak pidana
umum seperti pencurian, perampokan, dan sebagainya. Kemudian tindak
pidana tertentu, illegal fishing, illegal logging. Ketiga, economy crime seperti
tindak pidana pencucian uang, perbankan dan nonperbankan. Itu semua masuk
ke dalam konsep keamanan. Kemudian ada implikasi kontijensi, seperti konflik
komunal. Konflik itu pasti terjadi tindak pidananya dan harus ada yang bisa
merumuskan itu.” (Irianto, wawancara 4 Juni 2021)

5.1.1 Kedudukan Menteri Koordinator menurut Konstitusi di Indonesia


Indonesia merupakan negara yang menganut sistem pemerintahan
presidensil yang mana kekuasaan Kepala Pemerintahan berada di tangan
Presiden kemudian pertanggungjawabannya diserahkan seluruhnya kepada
rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Kemudian Presiden secara
162 | Keamanan Nasional Indonesia

konstitusi dalam tugasnya dibantu oleh Menteri seperti yang tertuang di dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan
bahwa Menteri bertugas dalam membantu Presiden. Menteri dalam
wewenangnya adalah membantu Presiden menjalankan kekuasaannya sebagai
kepala eksekutif.
Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2008 mengenai Kementerian Negara merupakan Menteri secara
keseluruhan, baik itu Menteri yang secara nomenklatur disebut dalam UUD RI
1945 maupun dalam aturan lainnya, termasuk di dalamnya Menteri
Koordinator.
Kementerian Koordinator merupakan lembaga yang secara hirarki
sebagai lembaga negara tingkat kedua yang disebutkan secara eksplisit dalam
UUD RI 1945. Namun mengenai tugas dan kewenangannya dielaborasi dalam
peraturan perundang-undangan lain, baik dalam Undang-Undang (UU)
maupun Peraturan Presiden (Perpres). Kementerian Koordinator pada
dasarnya tidak harus selalu ada dalam kabinet, karena kementerian tersebut
dapat pula dibubarkan bila dianggap tidak diperlukan.
5.1.2 Kedudukan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
(disingkat Kemenko Polhukam) merupakan kementerian dalam Pemerintah
Indonesia yang membidangi koordinasi perencanaan dan penyusunan
kebijakan, dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum,
dan keamanan. Kemenko Polhukam dipimpin oleh seorang Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
mengoordinasikan:
1) Kementerian Dalam Negeri;
2) Kementerian Luar Negeri;
3) Kementerian Pertahanan;
4) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
5) Kementerian Komunikasi dan Informatika;
6) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi;
163 | Keamanan Nasional Indonesia

7) Kejaksaan Agung Indonesia;


8) Tentara Nasional Indonesia;
9) Kepolisian Negara Republik Indonesia;
10) Instansi lain yang dianggap perlu.

Pembentukan Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko


Polhukan) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2020 tentang
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
5.1.3 Kedudukan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres)
Dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, tugas pemberian nasihat dan pertimbangan kepada Presiden telah
dikenal dan berlangsung sejak lama yang dilakukan oleh Dewan Pertimbangan
Agung, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
pelaksanaannya diatur dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1967 tentang
Dewan Pertimbangan Agung, dan telah diubah dengan Undang Undang
Nomor 4 Tahun 1978 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Undang Undang
Nomor 3 Tahun 1967 tentang Dewan Pertimbangan Agung.
Dewan Pertimbangan Agung merupakan salah satu lembaga negara
yang dihapuskan dalam perubahan keempat Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum perubahan, Dewan Pertimbangan
Agung diatur dalam bab tersendiri, yaitu BAB IV Dewan Pertimbangan Agung.
Setelah perubahan, keberadaan Dewan Pertimbangan Agung diganti dengan
suatu dewan yang ditempatkan dalam satu rumpun bab yang diatur dalam
BAB III Kekuasaan Pemerintahan Negara. Perubahan tersebut menunjukkan
bahwa keberadaan suatu dewan yang mempunyai tugas memberikan nasihat
dan pertimbangan kepada Presiden masih tetap diperlukan, tetapi statusnya
menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan negara yang berada di bawah
Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Keberadaan Dewan
Pertimbangan tersebut dituangkan pada Pasal 16 Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden membentuk suatu Dewan
Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada
Presiden yang selanjutnya diatur dalam Undang Undang.
164 | Keamanan Nasional Indonesia

Undang Undang Nomor 19 Tahun 2006 mengatur keberadaan suatu


Dewan Pertimbangan yang disebut dengan Dewan Pertimbangan Presiden.
Walapun demikian, kedudukan Dewan Pertimbangan Presiden tidak dimaknai
sebagai sebuah dewan pertimbangan yang sejajar dengan Presiden atau
lembaga negara lain seperti Dewan Pertimbangan Agung pada masa sebelum
perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2006, Dewan Pertimbangan Presiden
(Wantimpres) adalah lembaga pemerintah yang bertugas memberikan nasihat
dan pertimbangan kepada Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Wantimpres
berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Tugas Wantimpres adalah untuk memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan
negara. Pemberian nasihat dan pertimbangan tersebut wajib dilakukan oleh
Wantimpres baik diminta ataupun tidak oleh Presiden. Penyampaian nasihat
dan pertimbangan tersebut dapat dilakukan secara perorangan maupun
sebagai satu kesatuan nasihat dan pertimbangan seluruh anggota dewan.
Dalam menjalankan tugasnya, Wantimpres melaksanakan fungsi
nasihat dan pertimbangan yang terkait dengan pelaksanaan kekuasaan
pemerintahan negara. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya tersebut,
Wantimpres tidak dibenarkan memberikan keterangan, pernyataan, dan/atau
menyebarluaskan isi nasihat dan pertimbangan kepada pihak manapun.
Atas permintaan Presiden, Wantimpres dapat mengikuti sidang kabinet
serta kunjungan kerja dan kunjungan kenegaraan. Dalam melaksanakan
tugasnya, Wantimpres dapat meminta informasi dari instansi pemerintah
terkait dan lembaga negara lainnya. Selain itu, kepada Ketua dan Anggota
Wantimpres diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya sesuai dengan yang
diberikan kepada Menteri Negara. Untuk memperlancar pelaksanaan tugas
Wantimpres, masing-masing Anggota Wantimpres, dibantu oleh satu orang
Sekretaris Anggota Wantimpres. Sekretaris Anggota Wantimpres mempunyai
tugas memberikan masukan dan/atau telaahan berdasarkan keahliannya
kepada Anggota Wantimpres yang dibantunya. Akan tetapi, Sekretaris
165 | Keamanan Nasional Indonesia

Anggota Wantimpres tidak dapat bertindak atas nama dan/atau mewakili


Wantimpres.
Landasan konstitusional Wantimpres adalah Pasal 16 UUD 1945, yang
selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang
Dewan Pertimbangan Presiden. Berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2006,
Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) adalah lembaga pemerintah
yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang Undang Dasar 1945.
Wantimpres berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
Gambar 5. 1 Kedudukan Dewan Pertimbangan Presiden

Presiden Republik
Indonesia

Menteri Sekretaris Dewan Pertimbangan Presiden


Negara

Sekretaris
Dewan Pertimbangan Presiden

Garis Tanggung Jawab


Garis Koordinasi
5.1.4 Kedudukan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas)
Pada tahun 1946, berdasarkan UU No. 6 Tahun 1946 tentang Keadaan
Bahaya, dibentuk Dewan Pertahanan Negara, yang mempunyai fungsi sebagai
pemegang kekuasaan keadaan darurat. Sebagai ketua adalah Perdana Menteri.
Pada tahun 1954, berdasarkan UU No.29 Tahun 1954 tentang Pertahanan
Negara, dibentuk Dewan Keamanan yang dalam keadaan perang berubah
menjadi Dewan Pertahanan. Dewan Keamanan mempunyai fungsi sebagai
166 | Keamanan Nasional Indonesia

pembantu Presiden, memberi pertimbangan soal keamanan dan pengerahan


sumber-sumber kekuatan bangsa dan Negara.
Pada tahun 1961, berdasarkan Keppres No 618 tahun 1961 dibentuk
Dewan Pertahanan Negara dalam rangka upaya bela negara membebaskan
Irian Barat.
Pada tahun 1970, berdasarkan Keppres No. 51 Tahun 1970, dibentuk
Dewan Pertahanan Keamanan Nasional (Wanhankamnas) yang mempunyai
fungsi sebagai pembantu Presiden menetapkan kebijakan nasional tertinggi
pemecahan masalah keamanan nasional dan pengerahan sumber-sumber
kekuatan bangsa dan negara serta perkiraan risiko. Wanhankamnas diperkuat
oleh UU No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara RI.
Pada tahun 1999, berdasarkan Keppres No.101 Tahun 1999 tentang
Dewan Ketahanan Nasional dan Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan
Nasional, maka nama Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) secara resmi
diberlakukan sebagai pengganti Wanhankamnas.
Peran, tugas dan fungsi Setjen Wantannas adalah berdasarkan pada
Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1999 tanggal 31 Agustus 1999 tentang
Dewan Ketahanan Nasional dan Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan
Nasional. Setjen Wantanas adalah Lembaga Pemerintahan Non Kementerian
(LPNK) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden selaku
Ketua Wantannas, dan berperan dalam pembinaan ketahanan nasional untuk
menjamin pencapaian tujuan dan kepentingan nasional Indonesia. Dalam
menjalankan peran tersebut, Setjen Wantannas mempunyai tugas merumuskan
rancangan kebijakan dan strategi nasional dalam rangka pembinaan ketahanan
nasional untuk menjamin pencapaian tujuan dan kepentingan nasional
Indonesia.
Dalam menyelenggarakan tugas, Setjen Wantannas mempunyai fungsi
sebagai berikut:
1) Perumusan rancangan ketetapan kebijakan dan strategi nasional dalam
rangka pembinaan ketahanan nasional;
2) Perumusan rancangan ketetapan kebijakan dan strategi nasional dalam
rangka menjamin keselamatan bangsa dan negara dari ancaman
167 | Keamanan Nasional Indonesia

terhadap kedaulatan, persatuan-kesatuan serta kelangsungan hidup


bangsa dan negara;
3) Penyusunan perkiraan risiko pembangunan nasional yang dihadapi
dalam kurun waktu tertentu dan rancangan ketetapan kebijakan dan
strategi nasional dalam rangka merehabilitasi akibat risiko
pembangunan.

Dilihat dari fungsinya, Setjen Wantannas dalam menjalankan tugas


utamanya secara garis besar memiliki 3 inti kegiatan atau pilar lembaga Setjen
Wantannas, yaitu:
1) Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam rangka menjamin
keselamatan bangsa dan negara dari ancaman terhadap kedaulatan;
2) Menyusun perkiraan risiko pembangunan nasional yang dihadapi
dalam kurun waktu tertentu;
3) Menetapkan ketetapan kebijakan dan strategi nasional dalam rangka
merehabilitasi akibat risiko pembangunan.

Tugas dan fungsi tersebut melekat pada “Ke-Setjenan” Dewan


Ketahanan Nasional sebagai lembaga yang sangat strategis dalam hal
menjamin keselamatan bangsa dan negara dari ancaman terhadap kedaulatan.
Dengan luas wilayah darat Indonesia yang mencapai 1.922.570 km² merupakan
salah satu faktor utama dalam menjaga menjamin keselamatan bangsa dan
negara dari ancaman terhadap kedaulatan bangsa. Hal ini menjadikan tugas
Setjen Dewan Ketahanan Nasional sebagai tantangan dalam merumuskan
kebijakan dan strategi nasional dalam rangka pembinaan ketahanan nasional
dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam rangka menjamin
keselamatan bangsa dan negara dari ancaman terhadap kedaulatan, persatuan-
kesatuan dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perkiraan risiko
pembangunan nasional yang akan dihadapi dalam kurun waktu tertentu dan
kebijakan dan strategi merehabilitasi akibat risiko pembangunan tersebut.
Setjen Wantannas melakukan fungsi pembinaan ketahanan nasional
secara komprehensif. Mengingat wilayah negara berbentuk kepulauan yang
168 | Keamanan Nasional Indonesia

tentu saja terdapat banyak pintu masuk bagi berbagai ancaman terhadap
kedaulatan bangsa Indonesia, menjadi tantangan tersendiri bagi Setjen
Wantannas untuk melakukan revitalisasi tehadap kinerjanya dalam
menyiapkan kebijakan strategis untuk menjaga keselamatan bangsa dan
negara dari ancaman terhadap kedaulatan, persatuan kesatuan dan
kelangsungan hidup bangsa dan negara. (Wantannas, 2021)
5.1.5 Peleburan dan Pembubaran Kementerian/Lembaga dalam Rangka
Terwujudnya Wacana Pembentukan Dewan Keamanan Nasional
Saat ini Indonesia memiliki Kementerian Politik, Hukum, dan
Keamanan (Kemnko Polhukam), Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko
PMK), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Kemudian untuk mendukung keamanan nasional Indonesia yang
berkelanjutan, Pemerintah RI pun memiliki Dewan Ketahanan Nasional
(Wantannas) dan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang mana
keduanya bertugas dalam memberikan nasihat kepada Presiden yang
berkaitan dengan perumusan kebijakan keamanan nasional.
Melihat negara-negara lain di dunia dapat dikatakan bahwa dalam
susunan eksekutif tidak terdapat kementerian yang bertugas dalam
mengoordinasikan beberapa kementerian sekaligus. Namun seperti Amerika
Serikat, Rusia, Tiongkok, Singapura, dan negara lainnya memiliki satu
lembaga, yaitu National Security Council. Peneliti memiliki pemikiran bahwa
untuk mendukung terbentuknya Dewan Keamanan Nasional di Indonesia
diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai kementerian atau lembaga yang
memiliki fungsi koordinasi ataupun advisor. Peneliti berpendapat perlu adanya
kebijakan mengenai peleburan antara Dewan Pertimbangan Presiden dan
Dewan Ketahanan Nasional, sedangkan kementerian koordinator diusulkan
untuk dibubarkan dalam rangka membangun sistem koordinasi dan advisor
melalui satu pintu yaitu Dewan Keamanan Nasional.
Peleburan dan pembubaran beberapa kementerian/lembaga di atas
merupakan suatu pertimbangan logis untuk memutus egosektoral yang
dituangkan melalui Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU
Kamnas) yang di dalamnya mengatur mengenai wacana pembentukan Dewan
169 | Keamanan Nasional Indonesia

Keamanan Nasional sehingga dalam penyelenggaraan keamanan negara yang


berdasar pada keamanan komprehensif dan keamanan manusia dapat lebih
optimal.
Ketika wacana mengenai pembentukan Dewan Keamanan Nasional
disahkan melalui suatu aturan, baik itu Undang-Undang ataupun melalui
Peraturan Presiden, maka diperlukan komitmen dari para pemangku
kepentingan bahwa yang akan mengisi jabatan di dalam Dewan tersebut tidak
terikat pada kepentingan politik tertentu sehingga hanya fokus
mengimplementasikan keamanan nasional.
Peneliti memandang bahwa Dewan Keamanan Nasional dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5.2 Konsep Pembentukan Dewan Keamanan Nasional

Dewan Keamanan Presiden


Nasional (Terpilih)

Kapok Sahli

Deputi Bidang
Deputi Bidang Deputi Pertahanan Deputi Keamanan Deputi Keamanan Deputi Bidang Strategi Teknologi
Intelijen Strategis Negara Insani Dalam Negeri Hubungan Kawasan Komunikasi &
Informasi

Dir. Kamtib &


Dir. Hubungan
Keselamatan Dir. Keamanan Siber
Kawasan ASEAN
Masyarakat

Dir. Hubungan Dir. Informasi dan


Kawasan Asia-Pasifik Pengolahan Data

Dir. Hubungan
Kawasan Timur
Tengah

Komite Khusus

Kementerian/Lembaga Legislatif Yudikatif

Sumber: (Penulis, 2021)


Keterangan:
Anggota Tetap (garis putus biru)
Anggota Tidak Tetap (garis putus merah)
170 | Keamanan Nasional Indonesia

Dalam diagram di atas dapat disimpulkan bahwa Dewan Keamanan


Nasional secara struktural berada di samping Presiden. Artinya, Dewan
Keamanan Nasional bertanggungjawab langsung kepada Presiden dalam
menjalankan tugasnya sebagai lembaga yang mengoordinasikan seluruh
kementerian/lembaga.
1) Presiden Terpilih
Presiden terpilih bersama dengan Dewan Keamanan Nasional
berwenang dalam menetapkan arah kebijakan strategi nasional.
Presiden pun berwenang dalam menentukan struktur yang berada
didalam Dewan tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan Presiden.
2) Kelompok Staf Ahli
Tugas staf ahli dalam Dewan Keamanan Nasional ialah membantu
Presiden dalam merumuskan arah strategis yang diambil berdasarkan
hasil kesepakatan bersama dengan Presiden sebagai Ketua yang
memutuskan untuk melaksanakan atau tidak terkait rekomendasi yang
sudah dibuat.
3) Deputi Bidang Intelijen Strategis
Bidang intelijen strategis bertugas membantu Presiden dalam
mengumpulkan berbagai informasi berharga yang diperlukan untuk
merumuskan berbagai kebijakan strategis nasional. Bidang Intelijen
Strategis secara khusus mengoordinasikan Badan Intelijen Negara,
Badan Intelijen Strategis TNI, serta Badan Siber dan Sandi Nasional
(BSSN).
4) Deputi Pertahanan Negara
Deputi Pertahanan Negara bersama dengan para asistennya membantu
merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan urgensi pertahanan
negara. Deputi ini mengkaji mengenai potensi ancaman pertahanan
nasional yang kemudian hasil kajiannya diserahkan kepada Ketua
Dewan Keamanan Nasional.
5) Deputi Keamanan Dalam Negeri
Deputi Keamanan Dalam Negeri memiliki peran dalam membantu
Kettua Dewan Keamanan Nasional dalam hal keamanan dan ketertiban
171 | Keamanan Nasional Indonesia

masyarakat. Di dalamnya terdapat praktisi dan akademisi yang


berkaitan dengan keamanan dalam negeri.
6) Deputi Bidang Keamanan Insani
Deputi Bidang Keamanan Insani bertugas dalam merumuskan
penentuan masalah yang berkaitan dengan keamanan manusia untuk
selanjutnya berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
7) Deputi Bidang Hubungan Kawasan
Untuk mendukung mewujudkan kepentingan keamanan nasional
diperlukan hubungan baik dengan negara-negara kawasan di dunia.
Bagian ini secara khusus bekerja fokus pada bagaimana strategi yang
tepat untuk mewujdukan politik negara bebas-aktif.
8) Deputi Bidang Strategi Teknologi Komunikasi & Informasi
Bidang Pengkajian dan Perencanaan Keamanan Nasional bertugas
dalam Menyusun rencana pembangunan keamanan nasional yang
holistik dan integratif dalam rangka mewujudkan rencana
kementerian/lembaga. Kemudian bidang ini turut melakukan
pemantauan, evaluasi, dan pengendalian atas kegiatan pembangunan
dibidang pertahanan dan keamanan nasional. Kemudian Deputi Strategi
Teknologi Komunikasi bertugas dalam hal keamanan siber serta
pengolahan data dan informasi Dewan Keamanan Nasional.
9) Komite Khusus Dewan Keamanan Nasional
Komite Khusus dalam Dewan Keamanan Nasional merupakan bagian
yang berisi anggota tidak tetap. Dalam hal ini yang dimaksud anggota
tidak tetap adalah anggota yang dapat digantikan sesuai dengan
kebutuhan negara dalam mewujdkan keamanan nasional. Misalnya,
ketika negara dalam situasi darurat bencana, maka Badan Nasional
Penanggulangan Bencana bersama kementerian/lembaga terkait
dilibatkan dalam Emergency Room untuk membahas bagaimana
penanganan yang harus dilakukan oleh negara.

Dalam tubuh Dewan Keamanan Nasional terdapat Anggota Tetap dan


Anggota Tidak Tetap. Anggota Tetap merupakan anggota yang selalu
172 | Keamanan Nasional Indonesia

diperlukan dalam merumuskan dan mengkoordinasikan kebijakan strategis


nasional. Berikut ini susunan Anggota Tetap dan Tidak Tetap Dewan
Keamanan Nasional:
1) Anggota Tetap
a. Presiden Terpilih selaku Ketua Dewan Keamanan Nasional;
b. Kapok Sahli;
c. Menteri Pertahanan;
d. Menteri Luar Negeri;
e. Menteri Dalam Negeri;
f. Kepala Badan Intelijen Negara;
g. Badan Intelijen Strategis TNI;
h. Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad);
i. Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau);
j. Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal);
k. Kepala Kepolisian Republik Indonesia;

2) Anggota Tidak Tetap


a. Menteri Keuangan
b. Menteri Kesehatan
c. Menteri Agama
d. Menteri Desa, Pembagunan Daerah Teringgal, dan Transmigrasi
e. Meneteri Energi dan Sumber Daya Mineral
f. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
g. Menteri Kelautan dan Perikanan
h. Menteri Tenga Kerja
i. Menteri Komunikasi dan Informatika
j. Menteri Lingkungan Hidup
k. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
l. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi
m. Menteri Perdagangan Indonesia
n. Menteri Perhubungan Indonesia
o. Menteri Sosial
p. Menteri Perindustrian
173 | Keamanan Nasional Indonesia

q. Menteri Pertanian
r. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
s. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak
t. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
u. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
v. Menteri Badan Usaha Milik Negara
w. Menteri Pemuda dan Olahraga
x. Menteri Investasi
y. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

5.1.6 Tugas Pokok dan Fungsi Dewan Keamanan Nasional


Tugas Pokok dan Fungsi Dewan Keamanan Nasional adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan kebijakan pemerintah tingkat tinggi yang berkaitan
dengan keamanan nasional sehingga kebijakan tersebut menjadi acuan
bagi pemangku kepentingan yang berada dalam anggota tetap maupun
tidak tetap;
2. Menjembatani para aktor utama pemerintah untuk bertemu serta
membahas kebijakan keamanan ditingkat formal.
3. Secara informal, Dewan Keamanan Nasional merupakan lembaga yang
memfasilitasi pejabat-pejabat tinggi militer untuk memberikan
pandangan mereka mengenai isu-isu keamanan yang holistik.
4. Pada prinsipnya, Anggota Tetap pada Dewan Keamanan Nasional
bukan sebagai pelaksana, tetapi hanya sebagai penentu keputusan apa
yang perlu dijalankan yang kemudian pelaksanaannya dilakukan oleh
masing-masing anggota.

5.2 Tumpang Tindih Kebijakan dalam Pelaksanaan Keamanan


Nasional di Indonesia
5.2.1 Tumpang Tindih Kebijakan Keamanan Laut
Keamanan laut di Indonesia saat ini perlu mendapat perhatian khusus
dikarenakan tumpang tindih kebijakan lembaga yang mengurus kelautan.
174 | Keamanan Nasional Indonesia

Keempat lembaga tersebut yakni TNI Angkatan Laut, Polisi Air (Polair),
Direktorat Jenderal Imigrasi, dan Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia memberikan lima tugas kepada Angkatan Laut. Salah satu tugas
tersebut menurut Pasal 9 Huruf b ialah menegakkan hukum dan menjaga
keamanan wilayah laut nasional sesuai ketentuan hukum nasional dan hukum
internasional yang telah diratifikasi. Dalam bagian penjelasan UU tersebut
bahwa TNI AL diberikan kewenangan untuk mengejar, menangkap,
menyelidik, dan menyidik perkara. Selanjutnya berkas penyidikan dugaan
tindak pidana yang dibuat harus diserahkan ke Kejaksaan Agung karena
penuntutan dan pengadilan tidak masuk dalam ranah Angkatan Laut.
Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan
pun memberi wewenang kepada TNI AL untuk menegakkan hukum
diwilayah laut. Undang-Undang tersebut serupa dengan yang diberikan
kepada Polri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Kementerian
Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran memberi
amanat dalam membentuk suatu lembaga penjaga laut dan pantai. Pada Pasal
276 tersebut mengatur bahwa lembaga tersebut dibentuk untuk menjamin
terselenggaranya keselamatan dan keamanan dilaut.
Dari Undang-Undang tersebut, kemudian Pemerintah RI menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Pembentukan Badan
Keamanan Laut (Bakamla). Bakamla dikoordinasikan oleh Menteri
Koordinator Politik Hukum dan Keamanan dalam konteks pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya laut akan berkooridnasi dengan Menteri
Koordinator Kemaritiman.
5.2.2 Tumpang Tindih Peran Kepolisian Republik Indonesia dengan
Tentara Nasional Indonesia
Peran Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia
sampai dengan saat ini dinilai masih mengalami tumpang tindih. Misalnya,
penjagaan di perbatasan negara yang seharusnya menjadi kewenangan Polri
masih didominasi oleh TNI, kemudian penanganan terorisme pun hingga saat
175 | Keamanan Nasional Indonesia

ini masih belum memiliki kejelasan, apakah TNI atau Polri yang memiliki
kewenangan tersebut.
Peneliti berpendapat bahwa dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terdapat kelemahan.
Kelemahan tersebut adalah UU tersebut masih memperlihatkan corak
militeristik dan sentralistik dibanding dengan semangat polisi sipil yang
seharusnya diwujudkan. Bahkan secara eksplisit Polri meniru struktur dan
fungsi TNI di masa lalu. Kemudian dalam UU Polri tidak secara jelas
ditegaskan bahwa anggaran Polri berasal dari APBN sehingga diduga sumber
anggaran off-budget dari pos masyarakat menjadi titik lemah Polri dari sisi
transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran.
Tumpang tindih tugas dan wewenang Kepala Kepolisan selain menjadi
penyelenggaraan operasional, Kapolri pun turut merumuskan kebijakan
nonoperasional. Jika ditinjau dari sisi manajemen dan penyelenggaraan negara
yang baik, hal itu dikategorikan sebagai penyelewengan. Jika dibandingkan
dengan Kepolisian di negara manapun bahwa lembaga Kepolisian merupakan
lembaga pengelola keamanan yang memiliki sifat operasional.
Anjak Bid. Polkam Depsisnas Wantannas Kolonel Tek B.D.O Siagian,
S.E., M.Si (Han) selaku informan penelitian dari Sekretariat Jenderal Dewan
Ketahanan Nasional berpendapat mengenai koordinasi keamanan yang belum
memadai :
“Di Indonesia sendiri memang aktor-aktor keamanan ini belum terkoordinir
dengan baik. Memang di negara lain itu ditangani tata kelola oleh dewan
keamanan nasional atau semacamnya. Wantannas mengundang 6 negara yang
memiliki dewan keamanan nasional. Mereka memaparkan tentang konsep
dewan keamanan nasional di negara masing-masing. Tupoksi yaitu dalam
tataran grand strategy-nya, jadi dewan keamanan nasional itu akan melahirkan
nasional security strategy” (Siagian, wawancara 24 Mei 2021)

Menurut pendapat yang disampaikan tersebut bahwa Indonesia saat ini


belum terdapat koordinasi yang jelas antaraktor keamanan. Artinya, Indonesia
belum memiliki grand strategy dalam hal merumuskan setiap ancaman
176 | Keamanan Nasional Indonesia

terhadap keamanan yang berdasar kepada comprehensive security. Dewan


Keamanan Nasional seharusnya menjadi leading dalam merumuskan setiap
permasalahan keamanan yang ada sehingga lebih terkoordinasi.
“Fungsi dari National Security Strategy (NSS) nantinya dilaksanakan oleh
masing-masing kementerian/lembaga sesuai dengan tanggungjawabnya. Tetapi
ada induknya di atas yaitu kebijakan Presiden RI.” (Siagian, wawancara 24 Mei
2021)

Tantangan bagi pemerintahan sipil di Indonesia ialah upaya dalam


mengefektifkan control sipil. Berkaca pada konsep negara demokratik, maka
control sipil atas militer dalam sudut pandang hubungan sipil-militer.
Huntington menjelaskan dua bentuk kontrol sipil. Pertama, subjective
civilian control, yaitu mengoptimalkan kekuasaan sipil yang diartikan sebagai
upaya meminimalisir kekuasan militer dan memaksimalkan kekuasaan
kelompok sipil. Kedua, objective civilian control, yaitu memaksimalkan militer
yang professional. Artinya, dalam model tersebut menjelaskan mengenai
pembagian kekuasan politik antara kelompok militer dan kelompok sipil agar
kondusif menuju kearah professional (Said, 2001: 302).
Dalam Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional sebenarnya
selain Kepolisian Negara Republik Indonesia semua instansi yang berkaitan
dengan keamanan nasional termasuk TNI akan dikoordinasikan menjadi satu
wadah, yaitu Dewan Keamanan Nasional yang berada langsung di bawah
Presiden terpilih.
Urgensi RUU Kamnas adalah untuk mengoordinasikan perbantuan
dilapangan antara TNI maupun Polri dikarenakan selama ini tidak terdapat
undang-undang yang menjembatani dengan Undang-Undang Pertahanan
Negara, Undang-Undang Polri, dan UU TNI sehingga pelaksanaan dilapangan
masih mengalami tumpang tindih.
Menurut Staf Ahli Kementerian Pertahanan Republik Indonesia Bidang
Kerja sama Nasional dan Internasional Frans Joni Tandiarrang memberikan
pandangannya mengenai desain baru keamanan nasional, yaitu:
“Isu keamanan nasional bersifat kompleks dan multidimensi yang tidak dapat
di atasi oleh satu atau dua instansi. Tetapi perlu melibatkan seluruh
177 | Keamanan Nasional Indonesia

kementerian lembaga yang terkait dengan isu yang ada.” (Tandiarrang,


wawancara 24 Mei 2021)

Berdasarkan pendapat tersebut bahwa Indonesia perlu untuk


melibatkan berbagai elemen dalam negeri yaitu kementerian dan lembaga yang
berkaitan dengan isu-isu yang muncul di masyarakat. Misalnya, isu kesehatan,
lingkungan, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Kemudian Frans Joni Tandiarrang menjelaskan lebih lanjut mengenai
tujuan dari melibatkan kementerian/lembaga adalah sebagai berikut:
“Tujuannya agar pemimpin negara dapat merumuskan atau mengarahkan
kebijakan, struktur, dan kapasitas institusi dan kelompok yang bergerak disektor
keamanan untuk membuatnya lebih efektif, efisien, dan responsif terhadap
kontrol demokratis, serta untuk kebutuhan keamanan dan keadilan rakyat. Salah
satu strategi untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan membentuk Dewan
Keamanan Nasional untuk menyinergikan berbagai pemangku kepentingan
melalui forum koordinasi lintas sektoral demi mendobrak hambatan birokrasi
serta hambatan lainnya yang tidak dapat di atasi secara sektoral.” (Tandiarrang,
wawancara 20 Mei 2021)

Kemudian Connie Rahakundini pun turut mempertegas pendapatnya


mengenai penanganan terorisme di Papua :
“Tentara (TNI) kita itu dapat dikatakan selalu bermain di wilayah grey area.
Misalnya dalam penanganan KKB di Papua, itu sudah jelas teroris bersenjata
yang mau merusak kedaulatan di Papua. Mengapa Kemhan atau Panglima kita
tidak mengatakan itu musuh negara. Saya menanyakan ke beberapa pihak itu
kenapa (RUU Kamnas) tidak mau tanda tangan, mereka katakan karena Polisi
(Polri) tidak mau tanda tangan.” (Rahakundini, wawancara 11 Juni 2021)

Dalam pembentukan Dewan Keamanan Nasional terdapat


ketidakkompakan antarlembaga, hal ini terbukti dengan pendapat yang
disampaikan oleh Connie Rahakundini Bakrie bahwa Polri tidak mendukung
RUU Dewan Keamanan Nasional. Kemudian yang mendominasi penanganan
178 | Keamanan Nasional Indonesia

terorisme di Papua adalah Polri, padahal TNI merupakan lembaga yang


menjadi komponen utama dalam keamanan negara. Terbukti begitu TNI
dilibatkan dalam penanganan kelompok kriminal bersenjata di Papua relatif
lebih berhasil dibandingkan sebelumnya yang dilakukan oleh Polri.
“Indonesia itu aktor keamanannya selalu bermain diwilayah abu-abu. Kita lihat
sendiri, dari segi anggaran keamanannya bahwa untuk TNI dan Polri itupun
konsepnya beda. Anggaran Polri naik diikuti dengan peningkatan empat ratus
persen kemampuannya, sedangkan TNI dengan kenaikan anggaran yang besar
tidak berbading lurus dengan kemampuannya dalam arti operational readiness
nya rendah tidak sebanding dengan anggaran yang digelontorkan, artinya
bahwa jelas disitu ada masalah.” (Rahakundini, wawancara 11 Juni 2021)

Dalam hal ini peneliti meyakini bahwa dalam penyelenggaraan


keamanan di Indonesia masih terdapat masalah. Masalah tersebut ialah dalam
hal anggaran dan peningkatan kemampuan yang tidak berbanding lurus.
Peneliti berpendapat dengan masalah tersebut tentu perlu dibahas lebih lanjut
solusi yang tepat untuk mengatasinya. Jika Polri dengan kenaikan anggaran
yang besar turut diikuti oleh peningkatan kemampuannya, maka dapat
dimungkinkan TNI meniru hal tersebut. Kemudian Connie Rahakundini
melanjutkan pembahasannya mengenai anggaran Polri :
“Dulu begitu Pak Tito Karnavian menjadi Kapolri, anggaran yang disebar
sampai ke Polres-polres. Beliau membuat kebijakan Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA). Jadi, Polri itu KPA nya dibagi ke tiap-tiap Kepala mulai dari tingkat
atas sampai kebawah. Polri itu kuasa pengguna anggarannya ada 3500. Karena
setiap wilayah itu punya kebutuhan yang berbeda, jadi masing-masing Kepala
Kepolisian dari tingkat atas sampai bawah bisa memenuhi kebutuhannya.
Kapolri tidak perlu bertanggungjawab dengan seluruh anggarannya, itu
tanggungjawab masing-masing Kuasa Pengguna Anggaran, terutama jika
Kepala Kepolisian di daerah/tingkat bawah ternyata dalam hal pelaksanaannya
menyelewengkan atau menyimpang/ada pelanggaran KPA” (Rahakundi,
wawancara 11 Juni 2021)
179 | Keamanan Nasional Indonesia

Berdasarkan pada pendapat Connie Rahakundini Bakrie mengenai


Kepolisian Republik Indonesia yang memiliki 3500 kuasa pengguna anggaran
merupakan hal yang perlu menjadi perhatian, terutama dari kalangan petinggi
TNI. Saat ini TNI memiliki masalah terkait hal tersebut. TNI masih
memusatkan anggaran ditingkat pusat sehingga kebutuhan alutsista tidak
sesuai dengan kebutuhan setiap matra.
“Mereka (Polri) itu sebetulnya kewalahan ketika harus menghadapi masalah
keamanan yang bukan dibidangnya. Misalnya, kasus kelompok kriminal
bersenjata di Papua. Itu (Polri) hubungi saya kalau mereka tidak sanggup.
Mereka juga hubungi saya supaya Kapolri hubungi Panglima TNI minta
bantuan. Brimob itu tidak punya kemampuan operasi militer, mereka itu
didesain untuk perang di kota. Nah ini juga grey area” (Rahakundini,
wawancara 11 Juni 2021)

Dalam kasus tersebut terlihat bahwa grey area diantara TNI dan Polri
memang kerap terjadi sehingga perlu adanya satu kebijakan yang dapat
memisahkan antara penugasan yang dilakukan oleh TNI maupun Polri.
Peneliti berpendapat bahwa untuk menghilangkan grey area antara kedua aktor
keamanan tersebut adalah memfokuskan Polri untuk mengamankan
masyarakat sipil, sedangkan TNI fokus pada keamanan negara seperti
penanganan terorisme ataupun ancaman lainnya.

5.3 Transformasi Dewan Ketahanan Nasional menjadi Dewan


Keamanan Nasional
Melihat perkembangan lingkungan strategis regional maupun global,
bahwa dunia saat ini sedang menghadapi ancaman multidimensi yang
memerlukan penanggulangan secara lintas sektoral. Seperti halnya maraknya
ancaman siber, yang tidak saja dapat menguras harta kekayaan seseorang
melainkan juga dapat meluluhlantahkan aktivitas politik, ekonomi serta sosial
suatu negara (manakala digunakan untuk mengacaukan sistem layanan
umum, misalnya perbankan, lalu lintas transportasi, jaringan data komunikasi,
jaringan listrik, layanan masyarakat secara online dan sebagainya). Bahkan
180 | Keamanan Nasional Indonesia

yang meledak saat ini adalah terorisme tanpa pemimpin (leaderless terrorism),
yang mana pelaku teror teradikalisasi sendiri, belajar menciptakan alat peledak
sendiri serta melakukan aksi teror juga sendirian (lonewolf) sehingga membuat
penanganan aksi lonewolf ini tidaklah mudah ataupun sesederhana yang
diperkirakan. Dibutuhkan upaya kolektif terintegrasi yang kuat baik dari
sektor pendidikan, agama, informasi, maupun keamanan.
Selain hal tersebut, ancaman tradisional berwujud provokasi militer
asing pun perlu disikapi dengan bijak. Selain sektor pertahanan yang
mengedepankan penguatan hardpower, dibutuhkan juga upaya diplomasi
pertahanan dengan tujuan untuk mempertahankan status quo dengan tanpa
kekuatan bersenjata alias jalan damai. Kerja sama antarindustri pertahanan di
kawasan dapat menjadi instrumen diplomasi yang memperkuat
interdependensi dan kohesi negara-negara di kawasan.
Dengan banyaknya jenis ancaman, sudah sepatutnyalah suatu negara
harus memiliki lembaga yang kredibel, menyediakan forum koordinasi lintas
sektoral untuk mengikis segenap hambatan yang tidak dapat diatasi secara
sektoral. lembaga tersebut yakni Dewan Keamanan Nasional (DKN).
Jika kita cermati bersama bahwa hampir seluruh negara di dunia kini
memiliki National Security Council atau yang disebut sebagai Dewan Keamanan
Nasional. Indonesia termasuk satu dari sedikit negara lain yang belum
memilikinya. Eksistensi DKN ini merupakan tuntutan bangsa atas peran suatu
pemerintahan dalam menjamin keamanan rakyatnya. Peran pemerintah
sebagai penyedia keamanan tidak bisa diganti, dan pemerintah yang dibagi
dalam departemen membutuhkan forum koordinasi untuk membahas masalah
keamanan yang bersifat multidimensi.
Sebenarnya setelah 16 tahun berlalu sejak DPR RI mengesahkan UU No.
3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang didalamnya diamanatkan
terbentuknya Dewan Pertahanan Nasional. Dewan ini memiliki peran yang
mirip sama dengan Wankamnas. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 itu
menggantikan UU No. 20 Tahun 1982, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988. Dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1982 telah diatur adanya Dewan Pertahanan Keamanan Nasional
(Wanhankamnas). Namun dalam UU No. 3 tahun 2002, dipahami bahwa ada
181 | Keamanan Nasional Indonesia

pemisahan fungsi pertahanan dan keamanan, kepada TNI dan Polri. Sehingga
nama Dewan Pertahanan Keamanan Nasional dalam UU No. 3 tahun 2002
berubah menjadi Dewan Pertahanan Nasional saja.
Hingga kini, Dewan Pertahanan Nasional urung dibentuk, yang ada
hanyalah Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) yang dibentuk menurut
intepretasi Pasal 35 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1982/Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988. Namun sebenarnya dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982, nama dewan yang dimaksud adalah
Dewan Pertahanan Keamanan Nasional dan bukanlah Wantannas. Sehingga
menurut peneliti terdapat “penyimpangan” antara pembentukan Wantannas
dengan Undang-Undang yang dijadikan dasar pembentukannya.
Penyimpangan ini bersumber dari Keputusan Presiden Nomor 101
Tahun 1999 tentang Dewan Ketahanan Nasional dan Sekretariat Jenderal
Dewan Ketahanan Nasional. Pada masa awal reformasi itu, Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia atau disingkat ABRI (sebutan TNI kala itu) amat
buruk citranya karena peran politiknya yang dominan, baik ditingkat
pemerintah serta parlemen di tingkat pusat dan daerah, juga di sejumlah Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) maupun dan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD). Tindakan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kerap represif
terhadap aksi massa dan kelompok pro-insurjen juga membekas luka yang
mendalam pada masyarakat yang menghendaki adanya reformasi total
ditubuh TNI untuk meninggalkan panggung politik praktis serta
menanggalkan praktik bisnis.
Aspirasi masyarakat itu dapat dipahami Presiden B.J. Habibie (kala itu)
dan untuk menghindari polemik pada masyarakat akan pembentukan Dewan
Pertahanan dan Keamanan Nasional (Wanhankamnas), Presiden Habibie
menetapkan Keputusan Presiden Nomor 101/1999. Latar belakang itu
dijabarkan dalam konsideran Keppres tersebut sebagai berikut:
a. bahwa peran Dewan Pertahanan Keamanan Nasional perlu disesuaikan
dengan perkembangan obyektif perumusan kebijaksanaan dan strategi
nasional dalam rangka pembinaan ketahanan nasional;
182 | Keamanan Nasional Indonesia

b. bahwa dipandang perlu untuk mengubah nomenklatur, tugas dan


fungsi Dewan Pertahanan Keamanan menjadi Dewan Ketahanan
Nasional;
c. bahwa dengan berubahnya Dewan Pertahanan Keamanan Nasional
menjadi Dewan Ketahanan Nasional dipandang perlu untuk
menyesuaikan nomenklatur, tugas dan fungsi Sekretariat Jenderal
Dewan Pertahanan Keamanan Nasional menjadi Sekretariat Jenderal
Dewan Ketahanan Nasional.

Mengenai perubahan nama ini, jika merujuk pada prinsip hukum ada
kelemahannya. Undang-undang (yang tingkatnya lebih tinggi) tidak bisa
dikalahkan oleh peraturan presiden (yang tingkatnya lebih rendah), sesuai
dengan prinsip lex superiori derogat legi inferiori.
Evolusi Dewan Pertahanan Nasional (Wantannas) di atas juga
dipertegas oleh Anjak Bid. Polkam Depsisnas Wantannas Kolonel Tek B.D.O
Siagian, S.E., M.Si (Han) selaku informan penelitian dari Sekretariat Jenderal
Dewan Ketahanan Nasional bahwa:
“Persoalan keamanan nasional bukan lagi hanya persoalan militer, namun
persoalan yang harus dihadapi secara komprehensif, holistik, dan integral oleh
seluruh bangsa. Beliau menjelaskan bahwa Indonesia memiliki lembaga yang
mengurusi masalah keamanan nasional sejak tahun 1946 dengan nama Dewan
Pertahanan Negara. Pada tahun 1954 berubah menjadi Dewan Keamanan.
Selanjutnya, menjadi Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, dan berubah lagi
sesuai dinamika politik, hingga pada tahun 1999 disebut dengan Dewan
Ketahanan Nasional. Lalu sekarang bertransformasi menjadi Wantannas.
Hanya saja nomenklaturnya berbeda” (Siagian, wawancara 24 Mei 2021)

Namun di era kepemimpinan Presiden Jokowi periode pertama dalam


Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN Tahun 2015-2019
bahwa pembentukan Dewan Keamanan Nasional, pembahasannya
dimunculkan kembali tentang Prioritas Penguatan Kerangka Kelembagaan
2015-2019 pada angka 1 huruf b yang menyebutkan bahwa: “Menghadirkan
kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman
183 | Keamanan Nasional Indonesia

kepada seluruh warga negara, dengan pembentukan Dewan Keamanan


Nasional guna membangun sistem keamanan yang integratif dan
komprehensif.” Berdasarkan hal tersebut, maka RUU Kamnas oleh Bappenas
dimasukkan kembali dalam Prolegnas 2015-2019 untuk dibahas yang ternyata
tak kunjung selesai pembahasannya sampai dengan tahun 2019 hingga akhirya
disetujui untuk dapat disertakan ke dalam RPJMN 2020-2024.
DKN ini merupakan sebuah forum sidang yang dipimpin oleh seorang
Presiden. Anggota tetapnya dari atas kementerian, sementara anggota tidak
tetapnya dari nonkementerian. Tugasnya memberikan arahan serta mengambil
keputusan bersama yang berkaitan dengan ancaman nasional yang bersifat
urgen, kritis dan mendesak. DKN itu hanya sebuah forum untuk mengambil
keputusan strategis guna menyelesaikan berbagai masalah yang mengancam
stabilitas keamanan nasional. Keamanan nasional itu tidak hanya sebatas
keamanan yang kecil seperti kamtibnas. Tapi ini semua bidang kehidupan
mencakup ideologi, politik, sosial, ekonomi bahkan sampai ke kesehatan.
Misalnya sekarang ada ancaman wabah pandemic virus Corona-19. Ancaman
di China tidak hanya mencakup nasional bahkan internasional, tapi di
Indonesia belum. Belajar dari itu, tidak hanya Menteri Kesehatan saja yang
terlibat, tetapi PMK dan Kemensos bisa dilibatkan, bahkan TNI dan Polri. Oleh
karenanya semua stakeholder akan turun.
Anjak Bidang Politik dan Keamanan Dewan Ketahanan Nasional
(Wantannas), Kolonel Tek. B. D. O. Siagian, S.E., M.Si (Han) selaku informan
penelitian mewakili Sekjen Wantannas Laksdya TNI Dr. Harjo Susmoro saat
ditemui oleh Peneliti/Penulis di kantornya menyatakan bahwa:
“Pembentukan DKN perlu disiapkan dalam berbagai kerangka yaitu kerangka
pendanaan, kerangka regulasi, dan kerangka kelembagaan. Pada urgensi
kerangka kelembagaan diperlukan penataan organisasi untuk mendukung
pencapaian tujuan pembangunan. Selanjutnya efektivitas kelembagaan melalui
ketetapan struktur, ketepatan proses, serta pencegahan duplikasi tugas dan
fungsi. Konsep keamanan kita sebenarnya sudah termaktub di UU Intelijen.
Dalam UU, keamanan nasional dibagi menjadi empat dimensi, yakni keamanan
manusia, keamanan dan ketertiban masyarakat, keamanan dalam negeri dan
184 | Keamanan Nasional Indonesia

pertahanan negara. Kalau beberapa koalisi politik mengatakan konsepnya masih


belum jelas, itu salah. Konsepnya sudah ada yakni di Undang-Undang Intelijen.
Tinggal melanjutkan dengan merajut Sistem Kamnasnya, termasuk di
dalamnya dibentuk sebuah lembaga seperti di negara demokrasi lain yang
dikenal dengan Dewan Keamanan Nasional yang menjadi sarana Presiden
dalam memutuskan hal-hal yang krusial, kritis, mendesak dan strategis melalui
sidang dan Sekretaris Jenderalnya juga sebagai penasihat bidang keamanan
nasional. Di luar negeri sebagai national security advisor dan membantu
presiden merumuskan strategi keamanan nasional. Hal yang perlu
digarisbawahi bahwa DKN tugasnya bukan mengkoordinir kementerian
koordinator. DKN itu bekerjanya tidak operasional melainkan tataran grand
strategy kebijakan keamanan dengan melahirkan NSS (National Security
Strategy). Tidak mengoordinasikan kementerian-lembaga. Ibaratnya DKN itu
sebagai otaknya Presiden. Kementerian koordinator itu sebagai tangannya
Presiden, Kementerian Teknis sebagai kakinya, Kita hanya memberikan saran
kepada Presiden. Level koordinasinya yang tertinggi yakni lintas Menko dalam
hal yang bersifat krusial, kritis, strategis dan mendesak. DKN sebagai wadah
yang disiapkan negara untuk tempat koordinasi tertinggi itu, sehingga bisa saja
semua Menko dan Menteri terkait hadir dan dipimpin oleh Presiden. Sementara
Sekretaris Jenderal DKN mengkoordinasikan K/L dalam membuat bahan
sidang. Jadi bukan mengkoordinir aksi, yang aksi itu K/L sesuai keputusan
sidang. Jadi sekali lagi ditegaskan bahwa DKN bukan operasional, sehingga
tidak overlapping. Justru DKN mengisi kekosongan perangkat presiden. Bisa
dikatakan DKN ini merupakan sebuah wadah untuk melindungi Presiden agar
tidak otoriter. Persepsi masyarakat dan opini publik, hal ini seolah terbalik
persepsinya dengan adanya DKN kita dianggap akan otoriter. Justru DKN ini
wadah agar presiden tidak absolut dalam mengambil keputusan. Demikian juga
halnya dengan Kantor Staf Presiden (KSP). Jika kita belajar sistem dan tupoksi,
maka sudah barang tentu KSP jelas berbeda dengan DKN. KSP tupoksinya
mengakselerasikan semua program dan kebijakan Pemerintah yang sedang
berjalan maupun perencanaannya. Jika merujuk kepada Amerika, mereka
memiliki National Security Strategis (NSS) untuk mengonsep keamanan
nasional agar tetap terjaga. Pertanyaannya, apakah Indonesia memiliki? Tidak
185 | Keamanan Nasional Indonesia

ada. Di Indonesia, masing-masing kementerian mempunyai konsep sendiri.


Kementerian Pertahanan membuat konsep pertahanan sendiri, polisi juga
membuat sendiri, perekonomian pun juga membuat sendiri, lantas dimanakah
strategi induknya? Ini seharusnya yang membuat DKN. Kita ingin membuat
kebijakan kamnas seperti NSS. Bagaimana kebijakan strategi dan keamanan
nasional itu akan menjadi suatu pijakan masing-masing stakeholder KL
maupun non-KL saat membuat program maupun kebijakan. Seperti modul bela
negara yang dibuat oleh Wantannas, lantas modul tersebut menjadi acuan di
tiap-tiap lembaga. Harapannya kalau ada NSS setiap instansi K/L maka ada
program untuk mengantisipasi (ancaman keamanan nasional). Jangan setelah
ada kejadian, baru mulai membuat kebijakan” (Siagian, wawancara 24 Mei
2021)

Pada saat Penulis melakukan penelitian Sesjen Wantannas diwakili oleh


Kolonel Tek BDO Siagian pun juga mengatakan bahwa Indonesia memiliki
Dewan Ketahanan Nasional. Peran dan fungsinya ternyata mengalami
degradasi dan kurang dioptimalkan. Wantannas sudah melaksanakan studi
banding dengan negara-negara lain, seperti negara Turki, Rusia, Jepang,
Amerika Serikat, dan China. Semuanya memiliki Lembaga Dewan Keamanan
Nasional dan telah berjalan dengan baik serta berada di bawah Presiden
ataupun Perdana Menteri” (Siagian, wawancara 24 Mei 2021)
186 | Keamanan Nasional Indonesia

PRESIDEN

Dewan Ketahanan
Nasional

Staf Ahli

Deputi Bidang Deputi Bidang


Deputi Bidang Deputi Bidang
Pengkajian dan Politik dan
Sistem Nasional Pengembangan
Penginderaan Strategi

Pembantu Deputi Pembantu Deputi


Urusan Pembantu Deputi Pembantu Deputi
Urusan Strategi
Lingkungan Politik Nasional Urusan ekonomi
Nasional
Pemerintah

Pembantu Deputi Pembantu Deputi


Pembantu Deputi Pembnatu Deputi
Urusan Strategi Urusan Sosial
Urusan Strategi Nasional
Regional Budaya
Lingkungan Alam

Pembantu Deputi Pembantu Deputi Pembantu Hukum


Pembantu Deputi Strategi Strategi dan Perundang-
Informasi dan Internasional Kontojensi undangan
Pengolahan Data

Pembantu
Pertahanan dan
Keamanan

DEWAN KEAMANAN
NASIONAL

Gambar 5. 3 Transformasi Wantannas menjadi Dewan Keamanan Nasional


Sumber: Peneliti, 2021
Keterangan :
Garis Oranye : Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas)

Konsep pembentukan Dewan Keamanan Nasional di atas


menggambarkan bahwa tidak diperlukan lembaga terbaru. Melainkan
mentransformasikan lembaga yang ada, yaitu Dewan Ketahanan Nasional
(Wantannas) menjadi Dewan Keamanan Nasional. Namun seluruh struktur
organisasi yang ada sebelumnya tetap dipertahankan sehingga tidak perlu
187 | Keamanan Nasional Indonesia

membubarkan Wantannas dan cukup mengganti nomenklatur sebagai Dewan


Keamanan Nasional.

5.4 Undang-Undang Keamanan Nasional (UU Kamnas)


Keamanan dalam makna apapun memang menjadi tanggung jawab
lembaga-lembaga stakeholders, namun yang pertama-tama dan terutama
berkepentingan adalah seluruh rakyat Indonesia. Oleh karenanya, pelibatan
sebanyak mungkin warga negara dalam proses diskusi Rancangan Undang-
Undang Keamanan Nasional menjadi suatu keharusan. Kemudian, barulah
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai wakil rakyat yang akan menentukan
seperti apa substansi yang akan diwariskan kepada sejarah masa depan.
Keamanan nasional ini sangat menyangkut hajat kepentingan nasional (national
interest) yang merupakan mutlak milik negara sehingga wajib untuk dilindungi
dari ancaman pihak manapun juga.
Pemerintah dan negara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
semua warga negara untuk secara aktif berperan serta dalam proses
pencapaian cita-cita nasional, tujuan nasional dan kepentingan nasional
melalui tahapan pembangunan nasional baik jangka pendek, menengah
maupun jangka panjang. Demi memperoleh kelancaran serta kesuksesan
pembangunan nasional sangat dibutuhkan suatu kondisi aman secara nasional
yang kondusif dan komprehensif. Oleh karenanya hal tersebut bukan
merupakan tanggung jawab Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian
Republik Indonesia (Polri) semata, melainkan juga merupakan tanggung jawab
berbagai instansi pemerintah, termasuk peran serta masyarakat/warga negara.
Hal tersebut juga diperkuat oleh pernyataan informan penelitian kami
Prof. Dr. Joseph Kristiadi, selaku Peneliti senior di CSIS sekaligus Pengamat
Politik bahwa:
“Berbicara tentang konsep Keamanan Nasional, bagi Indonesia yang paling
perlu adalah paling tidak memenuhi tiga hal diantaranya apa yang harus
diamankan? jelas bahwa national interest lah yang wajib diamankan yang mana
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 oleh Founding Fathers kita, lalu
keadaan yang diharapkan aman dari ancaman apa saja? tentunya hal ini
188 | Keamanan Nasional Indonesia

memerlukan persepsi lebih dalam sekaligus pemetaan dan eskalasi ancaman


yang terjadi berikut juga perkembangannya. Kemudian siapa saja yang
mengamankan, dalam hal ini segenap aktor atau agen-agen keamanan yang
dimiliki. Sehingga perumusan dasar hukum nantinya dapat mengakselerasikan
tiga hal pokok di atas” (Kristiadi, wawancara 11 Juni 2021)

Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


yang mengamanatkan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara
dilaksanakan melalui Sishankamrata untuk penerapannya, telah mengalami
perubahan situasi dan kondisi Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan
(ATHG), sehingga doktrin maupun pengembangan strategi pertahanan
keamanan atau keamanan nasional dalam arti yang luas, harus mengalami
penyesuaian-penyesuaian.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara dapat menjadi acuan dalam mengembangkan sistem keamanan
nasional bagi keselamatan Indonesia dari segala bentuk ancaman nyata serta
segala potensi ancaman yang ada. Namun untuk menyelenggarakan keamanan
nasional yang terpadu dan sinergis melalui sistem keamanan nasional perlu
adanya undang-undang yang mengakomodasikan kebutuhan, elaborasi, dan
adaptasi dengan berpedoman pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan.
Kembali seperti yang diutarakan oleh Prof. Dr. Joseph Kristiadi, selaku
Peneliti senior di CSIS sekaligus Pengamat Politik pada kesempatan kegiatan
penelitian yang dilakukan Penulis bahwa:
“Di dalam UU Pertahanan Negara tersebut sudah jelas arah keamanan nasional
negara kepulauan namun ternyata masih banyak kerancuan. Sebenarnya
pencetusan DKN ini berasal dari UU Pertahanan Negara ini” (Kristiadi,
wawancara 11 Juni 2021)

Bagian penting dalam penyusunan Rancangan Undang-undang tentang


Keamanan Nasional ialah bagian konsiderans yang mengungkapkan hal-hal
yang menjadi bahan pertimbangan. Kelancaran dan kesuksesan pembangunan
nasional sangat membutuhkan suatu kondisi aman secara nasional yang
189 | Keamanan Nasional Indonesia

kondusif serta komprehensif. Undang-undang yang ada saat ini masih


membutuhkan rujukan agar dapat mengeliminasi berbagai kendala yang dapat
membuat tidak optimalnya penyelenggaraan keamanan nasional. Diperlukan
berbagai upaya secara sinergi, terpadu, terarah maupun konsepsional untuk
menjaga stabilitas keamanan nasional yang dirumuskan serta dijabarkan ke
dalam suatu sistem keamanan nasional.
Sesuai Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Presiden berhak
mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Oleh karena itu dalam rangka menjamin keamanan dan kepentingan
nasional, Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang
Keamanan Nasional yang pada dasamya lebih ditujukan untuk meningkatkan
koordinasi dan sinergi dalam penyelenggaraannya. Agar sistem keamanan
nasional memiliki kekuatan hukum, publik setuju perlunya undang-undang
yang menaungi pengelolaan sebuah sistem keamanan nasional. Publik
mengharapkan adanya undang-undang yang dapat dijadikan sebagai acuan
dalam bidang keamanan nasional secara menyeluruh, mulai dan teknis
operasional, manajemen, hingga strategi lain yang terkait dengan keamanan
nasional. Oleh sebab itu perlu dibentuk sebuah lembaga yang kredibel untuk
mengoordinasikan semua departemen maupun instansi yang terkait dengan
keamanan nasional, dan lembaga ini juga hendaknya berada di bawah
Presiden. Lembaga inilah yang nantinya dikenal dengan Dewan Keamanan
Nasional (DKN) atau National Security Council (NSC).
Kehadiran sebuah lembaga atau badan diperlukan untuk asesmen dan
mengembangkan pilihan strategi. Orientasi kerja lembaga Dewan Keamanan
Nasional, diproyeksikan meliputi: pertama, penguatan intelijen untuk
asesmen; kedua, melakukan analisis terhadap ancaman dan tantangan, ketiga,
menetapkan: komponen kekuatan yang tepat untuk menghadapi ancaman;
keempat, membangun kapasitas kekuatan nasional untuk menghadapi
ancaman; serta kelima, menetapkan perubahan kewenangan sesuai tataran
ancaman menurut kebutuhan.
Dengan demikian maka peran dan tugas Dewan Keamanan Nasional
adalah: (1) melakukan asesmen terhadap ancaman-ancaman yang cenderung
190 | Keamanan Nasional Indonesia

eksplosif, eskalatif, dan berdampak besar terhadap keamanan nasional; (2)


menyampaikan pilihan langkah yang akan ditempuh; (3) menyarankan
instrumen operasional pelaksanaan tugas; dan (4) melaksanakan evaluasi
terhadap hasil yang dicapai. Cakupan peran dan tugas ini merupakan koridor
penting yang mengonsolidasikan seluruh energi bangsa dalam mengatasi
kepetingan nasional.
Pengorganisasian DKN diatur secara sederhana dengan sturktur
organisasi utama meliputi: (1) Sebagai Ketua adalah Presiden (2) Wakil Ketua
adalah Wakil Presiden (3) Ketua Harian adalah Menteri Koordinator Bidang
Politik Hukum dan HAM; (4) Anggota Tetap dan Anggota Tidak Tetap; (5)
Sekretaris Jendral. Selanjutnya perlu diberikan penekanan pada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) Dewan Keamanan Nasional tidak hanya
merumuskan kebijakan melainkan juga menyelenggarakan keamanan
nasional; (2) Anggota Dewan Keamanan Nasional bertugas memberikan saran
terbaik kepada Presiden (3) Dewan Keamanan Nasional bukan duplikasi dari
kabinet; dan (4) Kegiatan Dewan Keamanan Nasional berklasifikasi rahasia
negara.
Gambaran kompleksitas persoalan keamanan nasional dan cakupan
yang menyeluruh maka Dewan Keamanan Nasional akan terlibat secara luas
dalam langkah-langkah (1) asesmen bersama (dengan kementerian dan unit
pemerintahan lainnya) ataupun asesmen individu masing-masing kementerian
(2) strategi dan alokasi sumber daya untuk mengatasi ancaman; (3) kegiatan
pengawasan; (4) penetapan prioritas untuk kebutuhan keamanan nasional;
serta (5) koordinasi darurat.
Dengan situasi itu maka cakupan dan langkah kerja Dewan Keamanan
Nasional akan berkaitan langsung dengan otoritas dan aktivitas yang memiliki
legitimasi masing-masing yang ditetapkan dengan peraturan Perundang-
undangan sebagai dasar hukum. Lazimnya dasar hukum tersebut berbentuk
Undang-undang atau Peraturan Presiden.
Untuk dapat merangkum kerja bersama dan konsolidasi berbagai
otoritas dan kewenangan itu termasuk koordinasi darurat, maka keberadaan
Dewan Keamanan Nasional harus memiliki dasar hukum legislatif serta
dukungan tingkat tinggi. Dasar hukum Dewan Keamanan Nasional setidaknya
191 | Keamanan Nasional Indonesia

adalah Undang-Undang dalam hal ini Undang-Undang Keamanan Nasional


yang setara dengan Undang-Undang yang mendasari keberadaan kementerian
dan komisi-komisi independen yang dibentuk dengan Undang-Undang
tersebut, karena Dewan Keamanan Nasional akan bekerja sama dengan
elemen- elemen tersebut.
Dalam pengelolaan sistem keamanan nasional Presiden menetapkan
kebijakan dan strategi keamanan nasional baik di dalam maupun diluar negeri
yang dihasilkan oleh Dewan Keamanan Nasional (DKN) dalam hal ini
Sekretaris Jenderal (Setjen) DKN, kemudian menjadi acuan bagi perencanaan
pelaksanaan dan pengawasan sistem keamanan nasional. Berdasarkan
kebijakan dan strategi keamanan nasional tersebut, para Menteri terkait,
Panglima TNI, Kapolri, kepala lembaga selain kementerian, kepala
daerah/provinsi, kabupaten/kota menetapkan kebjakan dan strategi
penyelenggaraan keamanan nasional sesuai dengan tugas, fungsi dan
kewenangan masing- masing secara berjenjang.
Penyelenggaraan keamanan nasional dikelola melalui sistem keamanan
nasional yang ada di dalam Dewan Keamanan Nasional (DKN) langsung di
bawah Presiden dengan keanggotaan yang terdiri atas anggota tetap dan
anggota tidak tetap. Untuk mempermudah pelaksanaan keamanan nasional
dibutuhkan wadah koordinasi di tingkat daerah dalam bentuk Forum
Koordinasi Keamanan Nasional Daerah/Provinsi dan Forum Koordinasi
Keamanan Nasional Kabupten/Kota.
192 | Keamanan Nasional Indonesia

Presiden

Dewan
Keamanan
Nasional

Menko
Polhukam

Dewan Kementerian/
Kepala Staf
Pertimbangan TNI Polri
Presiden Lembaga
Presiden

Gambar 5. 4 Konsep Dewan Keamanan Nasional dengan Menko Polhukam sebagai Komando
Operasional
Sumber : RUU Kamnas, 2012.

Berdasarkan konsep di atas, menunjukkan bahwa posisi Dewan


Keamanan Nasional berada beriringan dengan Presiden. Kemudian sebagai
pelaksana kebijakan Dewan Keamanan Nasional dilakukan oleh Menteri
Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan untuk menggerakkan Dewan
Pertimbangan Presiden, Kepala Staf Presiden, TNI, Polri, dan
Kementerian/Lembaga lainnya. Namun apabila konsep ini diterapkan, maka
akan tetap terjadi tumpang tindih antara peran Dewan Keamanan Nasional
dengan peran Kementerian Koordinator yang secara fungsi sama dalam upaya
koordinasi antarlembaga. Selain itu, bagaimana fungsi Menteri Koordinator
selain Menkopolhukam, apabila ancaman yang terjadi bukan bidang kerjanya,
seperti ancaman pada kesehatan (seperti Covid-19).
Keamanan Nasional Indonesia | 193

DAFTAR PUSTAKA

Acharya, A. (2018). Redefining Security. In Constructing Global Order: Agency


and Change in World Politics (pp. 128-154). Cambridge: Cambridge
University Press. Doi:10.1017/9781316756768.006.

Anggoro, K., Keamanan Nasional, Pertahanan Negara, dan Ketertiban Umum,


http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/Keamanan%20Nasional%
20Pertahanan%20Negara%20-%20koesnanto%20anggoro.pdf, 14 Juli
2003.

Araf, A. (2018). HAM dan Keamanan: Refleksi Penegakkan HAM dan Reformasi
Sektor Keamanan di Masa Reformasi. Jakarta: Imparsial.

Al-Rodhan, Nayef, R. F. (2008). Three Pillars of Sustainable National Security in a


Transnational World. Zurich: Piscataway, N.J.: Distributed in North
America by Transaction Publishers.

Allen, J. & Moskos, C. (1997). “Civil-Military Relations after the Cold War,” in
Civil-Military Relations in Post-Communist States: Central and Eastern
Europe in Transition, ed. Anton Bebler. London: Praeger.

Aldis, W. (2008). Health security as a public health concept: A critical analysis.


Health Policy and Planning, 23(6), 369–375.
https://doi.org/10.1093/heapol/czn030

Amaritasari, I. (2015). Keamanan Nasional dalam Konsep dan Standar


Internasional. Jurnal Keamanan Nasional, 1(2), 153–174.
https://doi.org/10.31599/jkn.v1i2.21

Anakotta, M. Y., & Disemadi, H. S. (2020). Melanjutkan Pembangunan Sistem


Keamanan Nasional Indonesia Dalam Kerangka Legal System Sebagai
Upaya Menanggulangi Kejahatan Terorisme. Jurnal Keamanan Nasional,
6(1), 41–71. https://doi.org/10.31599/jkn.v6i1.455

Anggoro, K. (2003). Keamanan Nasional, Pertahanan Negara, Dan Ketertiban Umum


194 | Keamanan Nasional Indonesia

Oleh: Dr. Kusnanto Anggoro. 1–10.

Ardipandanto, A. (2020). Dampak Politik Identitas Pada Pilpres 2019:


Perspektif Populisme [The Impact of Identity Politics On President
Election 2019: Populism Perspective]. Jurnal Politica Dinamika Masalah
Politik Dalam Negeri Dan Hubungan Internasional, 11(1), 43–63.
https://doi.org/10.22212/jp.v11i1.1582

Asian Development Bank. (2019). Policies to Support Investment Requirements


of Indonesia’s Food and Agriculture Development during 2020-2045. In
Asian Development Bank (Issue October).
https://doi.org/10.22617/TCS190447-2

Azizah, Z. H. (2020). Redefining the Concept of Security in the Nation-State


Policy Agenda. Jurnal Diplomasi Pertahanan, 6(September 2020), 94–104.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&v
ed=2ahUKEwiUyoj07uTvAhXTfH0KHXUXBAsQFjAAegQIAxAD&url=ht
tp%3A%2F%2Fjurnalprodi.idu.ac.id%2Findex.php%2FDP%2Farticle%2F
download%2F666%2F626&usg=AOvVaw2D2YV_xW0CNOkn1O1eWN-5

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2015). Pengembangan Konsep


Indeks Keamanan Manusia Indonesia 2015. In Indeks Keamanan Manusia
Indonesia (Vol. 1, Issue 2). http://ditpolkom.bappenas.go.id/basedir/Kajian
Ditpolkom/4) Kajian Tahun 2015/Indeks Keamanan/Final Laporan
IKMI.pdf

Bainus, A. (2009). Proses Deliberasi Pembuatan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004


tentang Tentara Nasional Indonesia dalam Rangka Reformasi Sektor Keamanan
[Universitas Indonesia]. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-
6/20426597-D976-Arry Bainus.pdf

Bainus, A., Darmawan, W. B., Yulianti, D., & Husin, L. H. (2021). Between Fear
and Survival: Human Security Issues in Citarum River Basin, Indonesia.
Journal of Human Security, 17(1), 4–14.
https://doi.org/10.12924/johs2021.17010004

Bainus, A., & Yulianti, D. (2018). Food security or food sovereignty?:


Questioning the paradigm of Indonesian military involvement in
agriculture. Central European Journal of International and Security Studies,
195 | Keamanan Nasional Indonesia

12(4), 309–324.
https://www.proquest.com/openview/6bc095b31d7347e08c550b1d873c87f
3/1?pq-origsite=gscholar&cbl=2069611

Budiatri, A. P. et. al. (2016). UU Otonomi Khusus Bagi Papua: Masalah


Legitimasi dan Kemauan Politik. Jurnal Penelitian Politik LIPI, 9(1).
https://doi.org/10.14203/jpp.v9i1.449

Churruca Muguruza, C. (2017). Human Security as a policy framework: Critics


and Challenges. Deusto Journal of Human Rights, 4, 15–35.
https://doi.org/10.18543/aahdh-4-2007pp15-35

Cintia, I., Darmin, M., & Rufaida, H. A. (2018). Urgensi Sinkronisasi Dan
Harmonisasi Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Daerah.
Universitas Lampung, May.

Creswell, J. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods


Approaches (V. Knight & J. Young (eds.); 4th ed.). Sage Publications, Inc.

Djuyandi, Y., Illahi, A. Q., & Aurel, A. C. H. (2021). Konflik Laut China Selatan
Serta Dampaknya Atas Hubungan Sipil Militer Di Asia Tenggara. Jurnal
Ilmiah Muqoddimah: Jurnal Ilmu Sosial, Politik Dan Hummanioramaniora, 5(1),
112. https://doi.org/10.31604/jim.v5i1.2021.112-124

Facal, G. (2020). Islamic Defenders Front Militia (Front Pembela Islam) and its
Impact on Growing Religious Intolerance in Indonesia. TRaNS: Trans-
Regional and -National Studies of Southeast Asia, 8(1), 7–20.
https://doi.org/10.1017/trn.2018.15

Felicia, F., & Loisa, R. (2019). Peran Buzzer Politik dalam Aktivitas Kampanye
di Media Sosial Twitter. Koneksi, 2(2), 352.
https://doi.org/10.24912/kn.v2i2.3906

Food and Agriculture Organization. (2017). Voluntary Guidelines on the


Responsible Governance of Tenure of Land, Fisheries and Forests in the Context
of National Food Security. Commitee on World Food Security.

Gaborieau, M. (2006). Andrée Feillard, Rémy Madinier, La fin de l’innocence ?


196 | Keamanan Nasional Indonesia

L’islam indonésien face à la tentation radicale de 1967 à nos jours. Archives


de Sciences Sociales Des Religions, 136, 115–283.
https://doi.org/10.4000/assr.3932

Gasper, D., & Gomez, O. (2015). Human Security Thinking in Practice - ’


Personal Security ’, ‘ Citizen Security ’, Comprehensive Mappings
Professor Des Gasper International Institute of Social Studies , The Hague
Erasmus University Rotterdam , The Netherlands Dr . Oscar A . Gómez
Gradua. Contemporary Politics.

Gasper, D., & Gómez, O. A. (2014). Evolution of Thinking and Research on Human
and Personal Security 1994-2013 Des Gasper and Oscar A. Gómez. 15(1), 1–12.

Grigoreva, E., & Garifova, L. (2015). The economic security of the state : the
institutional aspect. Procedia Economics and Finance, 24(July), 266–273.
https://doi.org/10.1016/S2212-5671(15)00658-9

Hadley, D. P. (2009). Dwight D . Eisenhower , The National Security Council ,


and Dien Bien Phu. The Gettysburg Historical Journal, 8(7), 114.
https://cupola.gettysburg.edu/ghj/vol8/iss1/7/

Hammond, P. Y. (1960). The National Security Council as a Device for


Interdepartmental Coordination: An Interpretation and Appraisal.
American Political Science Review, 54(4), 899–910.
https://doi.org/10.1017/S0003055400122233

Helmina, Andriani, H., Ustiawaty, J., Utami, E. F., Istiqomah, R. R., Fardani, R.
A., Sukmana, D. J., & Auliya, N. H. (2015). Buku Metode Penelitian Kualitatif
dan Kuantitatif (Issue April). Pustaka Ilmu.

Holliday, I., & Howe, B. (2011). Human security: A global responsibility to


protect and provide. Korean Journal of Defense Analysis, 23(1), 73–91.
https://doi.org/10.22883/KJDA.2011.23.1.005

Huda, S. (2019). Fpi: Potret Gerakan Islam Radikal Di Indonesia. Jurnal Studi
Agama, Vol 5, No, p 1-16.

Indikator Indonesia. (2019). Media Sosial, Hoaks, dan Sikap Partisan Pilpres 2019.
197 | Keamanan Nasional Indonesia

Institute for Economic & Peace. (2020). Global Terrorism Index 2020: Measuring
Impact of Terrorism. http://visionofhumanity.org/reports

Kedeputian Bidang Ekonomi. (2020). Laporan Perkembangan Ekonomi Indonesia


dan Dunia (Vol. 4, Issue 3).

Kementerian Keuangan RI dan Bank Indonesia. (2021). Statistik Utang Luar


Negeri Indonesia (Vol. 12). https://www.bi.go.id/en/statistik/ekonomi-
keuangan/sulni/Pages/SULNI-July-2021.aspx

Komisi Nasional Perempuan. (2021). Lembar Fakta dan Poin Kunci Catatan
Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2020.

Kurniawan, M. B. (2021). Politik Hukum Pemerintah dalam Penanganan


Pandemi Covid-19. Jurnal HAM, 12(1), 37–55.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30641/ham.2021.12.37-56

Marsingga, P. (2020). Studi Keamanan Lingkungan: Aktor Transnasional dalam


Penanganan Pencemaran Sungai Citarum. Jurnal Komunikasi Masyarakat
Dan Keamanan, 2(1), 66–99. https://dx.doi.org/10.31599/komaskam.v2i1.724

Muttaqin, A. (2006). Otonomi Khusus Papua Sebuah Upaya Merespon Konflik


dan Aspirasi Kemerdekaan Papua. Universitas Diponegoro.
https;//www.ejournal.undip.ac.id

Palupi, K. T. (2021). Penegakkan Hukum terhadap Kelompk Kriminal


Bersenjata Papua. Pusat Penelitian Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR
RI, April. https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/isu_sepekan/Isu Sepekan---
IV-PUSLIT-April-2021-214.pdf

Pawana, J., & Pambudi, K. S. (2004). Tinjauan Kementerian Koordinator Sebagai


Alternatif Dewan Keamanan Nasional Indonesia (Overview of
Coordinator Ministry As an Alternative The National Security Council of
Indonesia). Universitas Pertahanan, 8(2), 185–197.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&v
ed=2ahUKEwjgtcbkjs7vAhV0meYKHXrlBWUQFjADegQICxAD&url=htt
p%3A%2F%2Fjurnal.lemhannas.go.id%2Findex.php%2Fjkl%2Farticle%2F
download%2F31%2F83%2F&usg=AOvVaw172TwZq5FtNFhRP8WcPtBy
198 | Keamanan Nasional Indonesia

Purwanto, E. A., & Emilia, O. (2020). New Normal Sebagai Jalan Tengah?:
Kesehatan vs. Ekonomi dan Alternatif Kebijakan Dalam Pandemi COVID-
19. In Gadjah Mada University Press.

Rasyid, I., Ansori, M. H., Efendi, J., Peranto, S., Hutagalung, V., & Arif, M.
(2018). Kajian Kontra Terorisme dan Kebijakan: Aspek-Aspek Penting
Penanganan Korban Tindak Pdana Terorisme. In Department of Foreign
Affairs, Trade and Development Canada (2nd ed., Vol. 2, Issue November, pp.
1–28). The Habibie Center.
https://www.habibiecenter.or.id/img/publication/THC-kajian-kontra-
terorisme-dan-kebijakan-4.pdf

Roza, R. (2019). Pandangan Asean Terhadap Indo-Pasifik. In Info Singkat: Vol.


XI (Issue 12).

Setara Institute. (2021). Pandemi Lahan Subur Diskriminasi dan Intoleransi. In


SETARA Institute for Democacy and Peace (Issue April). https://setara-
institute.org/pandemi-lahan-subur-diskriminasi-dan-intoleransi/

Siahaan, H. P., & Zul, M. (2019). Peran Kepolisian dalam Penyidikan Tindak Pidana
Korupsi (Studi pada Kepolisian Daerah Sumatera Utara). 1(2), 135–145.

Tamošiūnienė, R., & Munteanu, C. (2015). Current research approaches to economic


security. July 2015, 62–65. https://doi.org/10.4995/icbm.2015.1537

The Ammerdown Group. (2016). Rethinking Security: A discussion paper. May, 1–


92.

The Economist Intelligence Unit. (2020). Democracy Index 2020 In sickness and in
health ? https://www.eiu.com/n/campaigns/democracy-index-2020/

UNDP. (1993). Human Development Report 1993. People’s Participation.


http://www.hdr.undp.org/en/reports/global/hdr1993

United Nations Human Rights. (1976). International Covenant on Civil and


Political Rights (Issue December 1966). United Nations Human Rights
Office of The High Comissioner.
https://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/ccpr.aspx
199 | Keamanan Nasional Indonesia

Wasisto, J. (2021). Fenomena Kemunduran Demokrasi Indonesia 2021. The


Habibie Center Insghts, 27.

Williams, P. (2008). Security Studies an Introduction (P. D. Williams (ed.); 1st ed.).
Routledge.

Witarti, D. I., & Armandha, S. T. (2018). Tinjauan Teoretis Konsepsi Pertahanan


Dan Keamanan Di Era Globalisasi Industri Pertahanan. Jurnal Pertahanan
& Bela Negara, 5(3), 1–21. https://doi.org/10.33172/jpbh.v5i3.371

Yani, Y M, & Montratama, I. (2016). Mengenal Dewan Keamanan Nasional di


Empat Negara sebagai Referensi Pembentukan Struktur Koordinasi
Penanganan Terorisme di Indonesia. Jurnal Pertahanan & Bela Negara, 6(1),
1–29. https://doi.org/10.33172/jpbh.v6i1.292

Yani, Yanyan Mochamad, & Montratama, I. (2018). (Tidak) Menyoal Dewan


Keamanan Nasional Indonesia. Asia Pasific Studies, 2(1), 23.
https://doi.org/10.33541/japs.v2i1.671

Zurlini, G., & Müller, F. (2008). Environmental Security. Encyclopedia of Ecology,


Five-Volume Set, December, 1350–1356. https://doi.org/10.1016/B978-
008045405-4.00707-2
200 | Keamanan Nasional Indonesia
201 | Keamanan Nasional Indonesia

DOKUMENTASI
202 | Keamanan Nasional Indonesia
203 | Keamanan Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai