NASIONAL
INDONESIA
Strategi, Sinergi, dan Sinkronisasi untuk Keamanan
Nasional yang Lebih Baik
Diterbitkan oleh:
CV. AKSARA GLOBAL AKADEMIA
Anggota IKAPI No: 414/JBA/2021
Kantor:
Intan Regenci Blok W-13, Jl. Otto Iskandardinata, Tarogong, Garut, Jawa Barat.
Kode Pos: 44151. Mobile: 081-2222-3230 – 0895-1961-0629.
E-mail: aksaraglobal.info@aksaraglobal.info
Website: aksaraglobal.info – aksaraglobal.co.id
INDONESIA
I. Judul
II. Penulis
1. Keamanan Nasional Indonesia 2. Strategi 3. Sinergi 4. Sinkronisasi 5. Keamanan Nasional yang
Lebih Baik
AGA – 201.Spt
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam
bentuk apa pun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk tidak terbatas pada memfotokopi,
merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa seizin tertulis dari penerbit.
ii
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta yang meliputi penerjemahan dan
pengadaptasian Ciptaan untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (Tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima Ratus
Juta Rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta yang meliputi penerbitan, penggandaan dalam
segala bentuknya, dan pendistribusian Ciptaan untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (Empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
1.000.000,000,00 (Satu Miliar Rupiah).
3. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada poin kedua di atas yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(Sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000,000,00 (Empat Miliar
Rupiah).
iii
KATA PENGANTAR
iv
Keamanan nasional juga mencakup perlindungan sumber daya alam dari
eksploitasi ilegal serta pengamanan laut untuk mengatasi ancaman seperti
pencurian ikan dan penyelundupan narkoba. Stabilitas ekonomi juga terjaga
melalui upaya keamanan ekonomi yang melibatkan penanganan inflasi,
fluktuasi mata uang, dan gangguan ekonomi lainnya. Pencegahan konflik
sosial, perlindungan terhadap ancaman non-militer seperti bencana alam dan
pandemi, serta kerja sama internasional dalam diplomasi, perdagangan, dan
masalah global, semuanya merupakan elemen krusial dari upaya menjaga
keamanan nasional Indonesia. Pemerintah harus terus mengembangkan
kapabilitas militer, polisi, dan keamanan dalam negeri guna memenuhi tugas-
tugas ini dan menjaga integritas serta keamanan negara.
Dengan ketajaman analisis dan wawasan yang mendalam, penulis
berusaha menguraikan berbagai aspek penting keamanan nasional dan
menawarkan pandangan serta rekomendasi yang bernilai dalam rangka
meningkatkan efektivitas sistem keamanan nasional Indonesia.
Semoga buku ini dapat memberikan kontribusi positif kepada
pemerintah, lembaga-lembaga terkait, maupun masyarakat umum dalam
memahami dan menerapkan konsep keamanan nasional yang holistik.
Akhir kata, terima kasih kepada penerbit CV. Aksara Global Akademia
atas diterbitkannya buku ini, dan kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan dan masukan dalam proses penulisan buku ini. Semoga Allah SWT
senantiasa memberkahi upaya kita dalam menjaga keutuhan dan keamanan
bangsa.
v
SINOPSIS
Lewat narasi yang lugas dan didukung oleh data empiris, buku ini
sekaligus menjadi panduan bagi pembuat kebijakan, akademisi, maupun
masyarakat umum dalam memahami dan berkontribusi aktif bagi keamanan
nasional yang lebih baik untuk Indonesia.***
vi
DAFTAR ISI
No Isi Hal
1 KATA PENGANTAR iv
2 SINOPSIS vi
4 TENTANG PENULIS x
1.1 Pendahuluan 2
5 1.2 Konsep Keamanan Nasional 4
vii
No Isi Hal
viii
TENTANG PENULIS
Profil Umum:
Penulis lahir di Ambon pada 14 Desember 1979. Ia
menganut agama Islam dan memiliki NRP/NBI
528756. Mengawali pendidikannya di SDN I
Purwotengah Mojokerto pada tahun 1992, ia lantas
melanjutkan ke SMPN I Kodya Mojokerto dan
menyelesaikan pada tahun 1995. Setelah itu, ia
melanjutkan pendidikannya di SMAN I Mojokerto
hingga lulus pada tahun 1998. Kemudian, Penulis memperoleh gelar sarjana
dengan predikat Cumlaude dari STTAL di jurusan Teknik Industri pada tahun
2008. Tak berhenti di sana, ia pun kembali menempuh pendidikan S-2 di
Universitas Padjadjaran, Bandung (FISIP) pada tahun 2021 dan lulus dengan
predikat Cumlaude .
Penghargaan:
Atas dedikasi dan kontribusinya dalam dinas militer, Penulis telah dianugerahi
beberapa tanda kehormatan, di antaranya Satyalancana Kesetiaan VIII, XVI
Tahun, Satyalancana Dharma Nusa, Satyalancana Wira Dharma, Wira Nusa,
Bakti Sosial dan Dwija Sistha.
ix
Keluarga:
Penulis adalah putra dari M. Djait dan Djuwainingsih, yang keduanya telah
almarhum. Ia menikah dengan Purwaning Retnowati dan dikaruniai dua anak:
Maisie Shafa Elysia Putri Sufiuddin dan Reswara Jadwa Nafi Sufiuddin.
Karir Letnan Kolonel ADM Aris Toteles Sufiuddin, S.T., M.Ipol., MOS., MCE,
mencerminkan dedikasi yang tinggi terhadap negara dan pembelajaran
berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya.***
x
Keamanan Nasional Indonesia |1
BAB I
KONSEP KEAMANAN
NASIONAL
2 | Keamanan Nasional Indonesia
BAB I
KONSEP KEAMANAN NASIONAL
1.1 Pendahuluan
alam era globalisasi, pemahaman konsep keamanan nasional suatu
D negara mengalami pergeseran yang signifikan. Jika dahulu keamanan
nasional sering dikaitkan secara eksklusif dengan kemampuan militer dan
pertahanan suatu negara dari ancaman luar, kini keamanan nasional telah
meluas mencakup ancaman-ancaman non-tradisional seperti isu ekonomi,
kesehatan, terorisme, dan radikalisme. Indonesia, sebagai negara kepulauan
dengan keragaman etnik, budaya, dan agama, tentunya memiliki tantangan
unik dalam merumuskan dan menerapkan konsep keamanan nasionalnya.
Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk memiliki pemahaman yang jelas
mengenai konsep keamanan nasional yang sesuai dengan konteks dan
kebutuhan bangsa.
Dalam konteks globalisasi, keamanan nasional tidak lagi hanya terbatas
pada isu-isu tradisional seperti pertahanan militer, tetapi juga mencakup
ancaman non-tradisional yang bersifat multidimensi. Seperti yang
dikemukakan oleh Rasyid et al. (2018), era globalisasi telah membawa
perubahan signifikan dalam dinamika ancaman keamanan, termasuk ancaman
ekonomi, kesehatan, terorisme, radikalisme, dan bahkan perubahan ideologi
atau sistem politik.
Seiring perkembangan zaman, pemahaman tentang keamanan nasional
telah mengalami pergeseran. Buzan (1991) memperkenalkan konsep referent
object of security yang mengklasifikasikan ancaman keamanan ke dalam dua
kategori, yaitu pendekatan tradisional dan non-tradisional. Konsep tradisional
keamanan menekankan pada keamanan militer negara, sedangkan konsep
non-tradisional memfokuskan pada aspek-aspek lain seperti keamanan
pangan, kesehatan, lingkungan, dan ekonomi.
3 | Keamanan Nasional Indonesia
BAB II
LANDASAN TEORI
KEAMANAN NASIONAL
12 | Keamanan Nasional Indonesia
BAB II
KONSEP KEAMANAN NASIONAL
alam dunia global saat ini, konseptualisasi keamanan nasional dan global
D telah mengalami evolusi signifikan. Sepanjang sejarah, pemahaman
tradisional mengenai keamanan lebih banyak didominasi oleh pendekatan
militer dan politik, dengan fokus utama pada perlindungan kedaulatan
nasional dan menangkal ancaman luar. Akan tetapi, dengan adanya perubahan
konteks geopolitik dan berbagai tantangan baru yang muncul, definisi
keamanan saat ini sudah jauh lebih inklusif dan beragam. Mulai dari ancaman
militer tradisional hingga isu-isu lintas batas seperti perubahan iklim, penyakit
menular, dan ketidakstabilan ekonomi, semua memiliki dampak langsung
pada keamanan suatu negara.
sistem tersebut diatur dan dilaksanakan melalui cara yang sesuai dengan norma
demokratis serta dengan prinsip tata pemerintahan yang baik. (Wulf, 2004: 9)”
Ruang lingkup Security Sector Reform tidak hanya berfokus pada sektor
militer semata. Tetapi peran aktor-aktor non-militer dalam hal keamanan
publik secara internal maupun eksternal. Security Sector Reform mencakup
“semua institusi dan badan negara yang memiliki otoritas sah untuk
menggunakan kekuatan, memerintahkan kekuatan atau mengancam
menggunakan kekuatan dalam melindungi negara dan warganya” (Born &
Fluri. 2003: 1-8). Dari tujuan tersebut dapat diasumsikan bahwa Security Sector
Reform menggunakan pendekatan yang menyeluruh berkaitan dengan
keamanan suatu negara dan masyarakatnya.
“Peran keamanan dan para aktor keamanan dalam reformasi politk serta
ekonomi merupakan hal yang kompleks dan rumit. Bagi sebuah negara yang
masih berkembang, Security Sector Reform menjadi sebuah tantangan besar,
tetapi tetap harus menjadi tujuan utama dalam melakukan reformasi di bidang
militer (Galbreath, 2004: 206)”
2. Problem
1. Review Assesment
Identification
3. Solution Planning
8. Adjustment
and Design
7. Monitoring
and 4. Financial Planning
Evaluation
5. Public
6. Implementation
Information
Gambar 2. 1 Proses Security Sector Reform Geneva Center fo Security Sector Governance
Sumber: DCAF, 2009
1) Review Assesment: Langkah awal dalam proses SSR adalah mengkaji dan
memahami keadaan sektor keamanan saat ini. Hal ini melibatkan pemahaman
tentang tantangan, peluang, serta kekuatan dan kelemahan dari sektor
keamanan yang ada.
2) Problem Identification: Setelah review dilakukan, masalah-masalah utama
yang perlu diatasi dalam reformasi sektor keamanan akan diidentifikasi. Ini
memastikan bahwa intervensi yang direncanakan ditujukan pada area yang
paling memerlukan perubahan.
3) Solution Planning and Design: Pada tahap ini, solusi untuk masalah yang
diidentifikasi akan dirancang. Ini melibatkan pengembangan strategi dan
rencana aksi yang spesifik untuk mengatasi setiap masalah.
4) Financial Planning: Dengan solusi yang dirancang, kemudian diperlukan
rencana keuangan untuk memastikan bahwa ada sumber daya yang memadai
untuk mendukung pelaksanaan reformasi. Ini mencakup anggaran,
pembiayaan, dan alokasi sumber daya.
5) Public Information: Komunikasi dengan publik dan pemangku kepentingan
lainnya sangat penting dalam proses SSR. Memberikan informasi kepada publik
tentang apa yang direncanakan dan mengapa, serta mendengarkan masukan
mereka, memastikan bahwa reformasi mendapat dukungan luas dan
pemahaman.
6) Implementation: Dengan semua persiapan selesai, langkah selanjutnya adalah
melaksanakan rencana yang telah dibuat. Ini melibatkan pelaksanaan tindakan
dan intervensi yang dirancang untuk mencapai tujuan reformasi.
7) Monitoring and Evaluation: Sepanjang proses pelaksanaan, penting untuk
memantau kemajuan dan mengevaluasi efektivitas tindakan yang diambil. Ini
memastikan bahwa reformasi tetap pada jalur yang benar dan hasil yang
diharapkan dapat dicapai.
8) Adjustment: Berdasarkan hasil dari pemantauan dan evaluasi, mungkin
diperlukan penyesuaian terhadap rencana atau tindakan yang sedang
dilakukan. Penyesuaian ini memastikan bahwa reformasi sektor keamanan tetap
responsif terhadap kebutuhan yang muncul dan dapat memenuhi tujuannya
dengan efektif.
16 | Keamanan Nasional Indonesia
TABEL 2. 1
SEKTOR DAN SUB-SEKTOR YANG DIUSULKAN DARI
INFRASTRUKTUR KRITIS EROPA SEBAGAI BAGIAN DARI
PENDEKATAN EROPA KOMPREHENSIF YANG POTENSIAL
Sumber: Green Paper on a European Programme for Critical Infrastructure, 2005: 576.
24 | Keamanan Nasional Indonesia
pendekatan tradisional, negara (state) menjadi subyek dan obyek dari upaya
mengejar kepentingan keamanan. Pandangan kelompok ini menilai bahwa
semua fenomena politik dan hubungan internasional adalah fenomena tentang
negara. Dalam alam pemikiran kelompok tradisional ini negara menjadi inti
dalam upaya menjaga keamanan negara (Al Araf & Aliabbas, 2007).
Keamanan dapat dilihat dalam tiga tingkatan, yaitu individu, negara
bangsa, dan internasional. Dalam pendekatan tradisional, keamanan secara
sederhana diartikan sebagai keamanan sebuah negara yang dapat diancam
oleh kekuatan militer negara lain dan harus dipertahankan melalui kekuatan
militer negara itu sendiri. (Mutimer, 1999) Dalam pendekatan ini, negara
(state) menjadi subyek serta sekaligus obyek dari upaya mengejar kepentingan
keamanan. Pandangan pada kelompok ini menilai bahwa semua fenomena
politik dan hubungan internasional adalah fenomena tentang negara. Dalam
ranah pemikiran tradisional inilah negara menjadi inti dalam upaya menjaga
keamanan negara (Prasetyono, et.al., 2006). Widjojo mengatakan bahwa
dengan pengalaman berbagai perang antar Negara, maka keamanan suatu
Negara (State Security) diletakkan dalam kaitan maupun mengatasi ancaman
dari Negara lain. Menurut Widjojo, titik berat keamanan diletakkan pada
Negara dan sasarannya kedaulatan yang dirasakan sebagai hak sebuah
Negara.
Perkembangan isu-isu strategis seperti globalisasi, demokratisasi,
penegakan HAM dan fenomena terorisme telah memperluas cara pandang
dalam melihat kompleksitas ancaman yang ada dan mempengaruhi
perkembangan konsepsi keamanan. Ancaman tidak lagi hanya berupa
ancaman militer tetapi juga meliputi ancaman politik, ancaman sosial, ancaman
ekonomi, maupun ancaman ekologis. Dalam menjalankan fungsi pertahanan
negara yang dikoordinir oleh militer juga mempunyai tugas pokok serta fungsi
dalam melaksanakan Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer
Selain Perang (OMSP) yang masih banyak bersentuhan dengan keamanan
manusia atau warga negara maupun masyarakat terutama pada kejadian
permasalahan bencana alam dan terorisme yang kian berkembang.
Permasalahan dan ancaman tersebut kemudian digolongkan menjadi bagian
28 | Keamanan Nasional Indonesia
TABEL 2. 2
PRINSIP KEAMANAN MANUSIA
HS Principle HS Approach
• Inclusive and participatory
• Considers individuals and
communities in defining their needs
People-centered
vulnerabilities and in acting as
active agents of change
31 | Keamanan Nasional Indonesia
HS Principle HS Approach
• Collectively determines which
insecurities to address and identifies
the available resources including
local assets and indigenous coping
mechanisms
• Addresses multi-sectorality by
promoting dialogue among key
Multi-sectoral actors from different sectors fields
• Helps to ensure coherence and
coordination across traditionally
separate sectors fields
• Assesses positive and negative
externalties of each response on the
overall human security situation of
the affected community (ies)
• Holistic analysis: the seven security
components of human security
• Addresses the wide spectrum of
threats, vulnerabilities, and
capacities
• Analysis of actors and sectors not
Comprehensive
previously considered relevant to
the success of a policy programme
project
• Develops multi-sectoral multi-actor
responses
HS Principle HS Approach
• Identifies the concrete needs of the
affected community (ies) and
enables the development of more
appropriate solutions that are
embedded in local realities,
capacities, and coping mechanisms
• Take into account local, national,
regional, and global dimensions and
their impact on the targeted
situation
TABEL 2. 3
KEAMANAN MANUSIA MENURUT UNDP
as well as the result of the transfer of responsibilities and capacities. The first
NGOs in priority areas of human security, such as landmines (internal factors
play a decisive role here). … [These] are complementary governance technologies
in complex long-term emergencies. (Gasper & Gomez, 2015)”
TABEL 2. 4
VARIABEL DAN INDIKATOR KEAMANAN DARI BENCANA
2.4 Sinkronisasi
Menurut Endang Sumiarni (Sumiarni, 2013) mengartikan sinkronisasi
sebagai kesesuaian atau keselarasan peraturan perundang-undangan secara
vertikal berdasarkan sistematisasi hukum positif yaitu antara peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah. Sinkronisasi peraturan perundang-undangan
sering menimbulkan pertentangan mengenai peraturan perundang-undangan
yang mana yang lebih tepat untuk digunakan untuk kasus tertentu, terutama
yang berkaitan dengan peraturan mengenai keamanan negara.
43 | Keamanan Nasional Indonesia
BAB III
KEAMANAN NEGARA
SEBAGAI SALAH SATU
ASPEK DARI KEAMANAN
NASIONAL
46 | Keamanan Nasional Indonesia
BAB III
KEAMANAN NEGARA SEBAGAI SALAH
SATU ASPEK DARI KEAMANAN
NASIONAL
TABEL 3. 1
MATRIKS KONSEP KEAMANAN MENURUT NASKAH AKADEMIK
RUU KEAMANAN NASIONAL 2016
Tradisional Nontradisional
Asal Ancaman Negara musuh Non-negara: domestik
dan transnasional
Tradisional Nontradisional
budaya, pertahanan dan
keamanan
dukungan serius dari berbagai pihak. Kita tidak mungkin jalan sendiri dan tidak
mungkin bisa kalau tidak benar-benar didukung. Di buku Putih Pertahanan
Indonesia 2015 itu ada dibahas disana.” (Himawan, wawancara penelitian, 14
Juni 2021)
TNI itu fokus pada upaya mempertahankan keamanan siber dibidang militer.
Kalau Polri lebih kepada patroli siber di lingkungan masyarakat. Hal itu perlu
menjadi perhatian. Jangan sampai spesifikasi pertahanan militer kondisinya
tidak memadai, itu kan sangat berbahaya bagi kedaulatan negara kita.”
(Himawan, wawancara penelitian, 14 Juni 2021)
Ancaman siber di Indonesia saat ini masih belum memiliki konsep yang
nyata. Misalnya, dalam kasus penanganan terorisme di dunia maya, apakah
TNI yang harus menanganinya secara langsung ataukah Polri atau mungkin
lembaga lain yang melakukannya. Dalam menentukan batasan penanganan
keamanan siber sudah tentu diperlukan konsep cybersecurity yang jelas
sehingga ego sektoral di Indonesia dapat ditekan.
“Jangan mengatakan kalau ancaman siber ke Indonesia itu tidak ada. Mungkin
kita lihat Indonesia aman-aman saja, tidak ada ancaman militer, semua alutsista
aman. Bisa jadi aman atau bisa jadi tidak. Mungkin alutsista kita sebentulnya
pernah ada yang menyusupi, tapi kita saja yang belum menemukannya. Tentu
hal ini perlu menjadi perhatian dari seluruh stakeholder.” (Himawan, 14 Juni
2021)
Salah satu kasus ancaman siber yang pernah terjadi didunia menurut
informan penelitian di atas adalah kasus serangan Titan Rain pada tahun 2003
61 | Keamanan Nasional Indonesia
yang teridentifikasi berasal dari Tiongkok. Namun hal tersebut belum dapat
dipastikan kebenarannya. Serangan tersebut turut menyerang lembaga
strategis penting Amerika Serikat. Hal ini dapat menjadi salah satu contoh
bahwa ancaman siber memang nyata terjadi walaupun tidak terlihat secara
kasat mata, tetapi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertahanan
negara.
Untuk menghadapi ancaman siber terhadap keamanan nasional,
Peraturan Kementerian Pertahanan (Permenhan) Nomor 82 Tahun 2014
memberikan pedoman pertahanan siber. Peraturan tersebut merupakan satu-
satunya peraturan yang menjabarkan definisi keamanan siber. Keamanan siber
nasional adalah segala upaya dalam rangka menjaga kerahasiaan, keutuhan
dan ketersediaan informasi serta seluruh sarana pendukungnya di tingkat
nasional dari serangan siber. Segala perkataan atau tindakan yang dilakukan
oleh pihak manapun yang mengancam pertahanan nasional, kedaulatan, dan
integritas teritorial dianggap sebagai serangan siber. Tidak seperti UU ITE,
peraturan ini mencakup infrastruktur penting dari, misalnya, sistem keuangan
dan transportasi sebagai objek keamanan siber. Akan tetapi, peraturan ini
hanya berguna untuk mengembangkan kapasitas pertahanan siber militer,
serta dikembangkan dan diimplementasikan oleh Kementerian Pertahanan dan
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Untuk ancaman siber non-militer maka akan
mengacu ke peraturan lainnya, seperti UU ITE. Dalam rangka memperkuat
pertahanan siber di Indonesia, saat ini sedang dibahas Rancangan Undang-
Undang Keamanan Siber.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Siber menunjuk Badan
Siber dan Sandi Nasional (BSSN) dalam mengkoordinasikan usaha
pengembangan strategi keamanan siber yang berkolaborasi dengan lembaga
pemerintahan lainnya, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kominfo), Badan Intelijen Nasional (BIN), Kepolisian Republik Indonesia, dan
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tetapi yang perlu menjadi perhatian adalah
RUU tersebut tidak memberikan rincian pasti mengenai peran antar lembaga-
lembaga tersebut, dan juga tidak menjabarkan tanggung jawab BSSN dan
lembaga pemerintahan lainnya dalam melindungi keamanan siber. Pasal 38
62 | Keamanan Nasional Indonesia
secara politis dikatakan sebagai teroris, tapi itu bukan ranah BNPT karena
kasusnya berbeda.” (Sujatmiko, wawancara penelitian, 27 Mei 2021)”
TABEL 3. 2
PERBEDAAN UMUM DARI OLD TERRORISM DAN NEW TERRORISM
“Masalah terorisme merupakan hal yang kompleks. Para pelaku yang sudah
terkena cuci otak setiap waktu siap digerakkan atau dibangkitkan dengan
pemicu tertentu untuk melakukan tindakan spionase, sabotase, dan atau
terorisme. Itulah sleeping cells terrorism yang sangat berbahaya dikarenakan
pergerakannya yang tidak terlihat secara nyata sehingga membuat sulit para
pemangku kepentingan dalam melakukan tindakan pencegahan. Kemudian
begitu yang ‘tertidur’ tadi bangkit akan terjadi aksi teror secara tiba-tiba. Ini
yang perlu ditanggulangi. Mengapa tidak untuk melibatkan TNI? Jika
diperlukan bisa saja ditetapkan sebagai DOM (Daerah Operasi Militer).”
(Rahakundini, wawancara penelitian, 11 Juni 2021)
TABEL 3. 3
DASAR HUKUM KETENTUAN SUBSTANSI PENGATURAN
UNDANG- SUBSTANSI
NO. KETENTUAN
UNDANG PENGATURAN
1. UU No. 24/2007 Pasal 4 Menegaskan bahwa salah
satu tujuan penanggulangan
bencana adalah
menyelaraskan peraturan
perundang-undangan yang
ada
Pasal 50 Memberikan kemudahan
akses bagi BNPB untuk
memerintahkan
sektor/lembaga dalam
keadaan darurat bencana
2. UU No. 3/2002 Pasal 10 ayat Menetapkan bahwa TNI
(3) huruf c bertugas diantaranya
melaksanakan OMSP.
UNDANG- SUBSTANSI
NO. KETENTUAN
UNDANG PENGATURAN
peraturan perundang-
undangan.
BAB IV
KEAMANAN DAN
KETERTIBAN MASYARAKAT
SERTA KEAMANAN MANUSIA
SEBAGAI ASPEK DARI
KEAMANAN NASIONAL
82 | Keamanan Nasional Indonesia
BAB IV
KEAMANAN DAN KETERTIBAN
MASYARAKAT SERTA KEAMANAN
MANUSIA SEBAGAI ASPEK DARI
KEAMANAN NASIONAL
baik yang bersifat rutin maupun yang bersifat khusus. Kepolisian Negara
Indonesia (POLRI) merupakan salah satu institusi penting dalam suatu negara
hukum sebagaimana Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Disebutkan
dalam Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Tahun 2002
pasal 2 bahwa “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan
negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat”. Fungsi Polri dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat (Kamtibmas) merupakan salah satu wujud pelaksanaan tugas-
tugas Polri yang memiliki tanggung jawab untuk menciptakan suatu keadaan
yang tertib, tentram, dan teratur dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Sebagai alat negara utama yang berperan dalam mewujudkan keamanan dan
ketertiban. Polri memegang kewenangan dan kendali penuh terhadap
pencapaian tujuan terwujudnya Kamtibmas tersebut, tentu saja dalam
pelaksanaan tugasnya, diikuti oleh peran nyata masyarakat dan komponen
bangsa lainnya secara proaktif untuk membantu Polri dalam mewujudkan
Kamtibmas.
Kepala Divisi Hukum Kepolisian Republik Indonesia, Irjen Pol. Drs.
Suryanbodo Asmoro, M.M. memberikan pendapatnya mengenai kewenangan
Polri.
“Kewenangan Polri yang paling utama bersumber pada ketentuan Pasal 30 ayat
(4) UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum. Menegakkan yang dimaksud itu adalah menegakkan
hukum di masyarakat agar kamtibmas dapat tercipta. Itu sebetulnya esensi dari
tugasnya Polri.” (Asmoro, wawancara penelitian, 20 Mei 2021)
Defender – WHRD) di tahun 2020 sebanyak 36 kasus, naik dari tahun lalu
yang hanya dilaporkan sebanyak 5 kasus.
Data Lembaga Penyedia Layanan menunjukkan bahwa KBGS
(Kekerasan Berbasis Gender Siber) meningkat dari 126 kasus di 2019
menjadi 510 kasus pada tahun 2020. Bentuk kekerasan yang
mendominasi KBGS adalah kekerasan psikis 49% (491 kasus) disusul
kekerasan seksual 48% (479 kasus) dan kekerasan ekonomi 2% (22
kasus).
3) Data Kekerasan terhadap Perempuan dari Badan Peradilan Agama
(Badilag)
Sejak 2017 Badilag mengkategorisasi penyebab perceraian dengan
lebih spesifik termasuk didalamnya kategori yang memuat kekerasan
terhadap perempuan. Masih sama seperti tahun sebelumnya, data
Pengadilan Agama menunjukkan penyebab perceraian terbesar adalah
perselisihan berkelanjutan terus menerus sebanyak 176.683 kasus.
Kedua terbesar adalah ekonomi sebanyak 71.194 kasus, dan disusul
meninggalkan salah satu pihak 34.671 kasus, dan kemudian dengan
alasan KDRT 3.271 kasus.
Dispensasi nikah (perkawinan anak) adalah hal lainnya yang
terjadi peningkatan ekstrim tiga kali lipat berdasarkan data BADILAG
yaitu dari 23.126 kasus di tahun 2019, naik tajam sebesar 64.211 kasus di
tahun 2020. Hal ini disebabkan diantaranya oleh situasi pandemi seperti
intensitas penggunaan gawai dan persoalan ekonomi keluarga serta
adanya perubahan UU Perkawinan yang menaikkan usia kawin menjadi
19 tahun bagi perempuan.
4) Data KtP Pengaduan Langsung ke Komnas Perempuan
Tahun 2020 meskipun tercatat terjadi penurunan pengaduan
korban ke berbagai Lembaga Layanan di masa pandemik COVID-19
dengan sejumlah kendala sistem dan pembatasan sosial, Komnas
Perempuan justru menerima kenaikan pengaduan langsung yaitu
sebesar 2.389 kasus dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 1.419 kasus,
atau terdapat peningkatan pengaduan 970 kasus (40%) di tahun 2020,
92 | Keamanan Nasional Indonesia
Menurut laporan yang disampaikan oleh Institue for Economic & Peace
merinci empat organisasi teroris yang dianggap paling memberikan pengaruh
terhadap radikalisme dunia, antara lain Al-Shabaab, Taliban, ISIL/ISIS, Boko
Haram, dan ditambah organisasi teroris lainnya. Keberadaan organisasi teroris
tersebut disinyalir telah memberikan dampak terhadap keamanan masyarakat
diberbagai negara sehingga menimbulkan korban jiwa. Kematian atau korban
jiwa yang disebabkan oleh kelompok-kelompok teroris diatas telah menelan
korban jiwa lebih dari 30.000 jiwa di Timur Tengah. (Institute for Economic &
Peace, 2020)
Kemunculan Gerakan radikalisme transnasional di Indonesia pada
mulanya ditransformasikan dari pemahaman ‘garis keras’ yang berada di
Timur Tengah. Hal ini didapat dari keterikatan jaringan ideologi maupun
sosio-politik antara gerakan radikal di Timur Tengah dengan Gerakan
radikalisme Indonesia. Misalnya, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan
cabang dari Hizbut Tahrir yang didirikan oleh Taqiyuddin An-Nabhani di
Hayfa Palestina. Lasykar Jihad yang merupakan jaringan ideologis yang
berasal dari Gerakan Salafi di Saudi Arabia dan Kuwait. Kemudian Majelis
Mujahiddin Indonesia (MMI) oleh Sidney Jones di pandang sebagai jaringan
sosio-politik dari Jama'ah Islamiyah Asia Tenggara yang memiliki kesamaan
96 | Keamanan Nasional Indonesia
mencapai lebih kurang 50.000 jiwa. Hal tersebut tentu menempatkan Indonesia
pada posisi yang tidak aman dalam hal kesehatan masyarakat. Berbagai cara
telah dilakukan oleh Pemerintah RI dalam menekan kasus positif, baik melalui
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga mengaktifkan Pemberlakukan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Namun hingga saat ini PPKM belum memberikan perubahan yang
signifikan terhadap penurunan kasus positif Covid-19 yang terbukti dengan
fasilitas kesehatan di Jawa-Bali terisi lebih dari 80%. (medcom.co.id, 2021)
4.1.2.6 Keamanan Pangan
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) pada tahun 2021 telah
menerbitkan Surat Telegram Kapolri Nomor ST/41/I/Ops.2./2021 tertanggal 12
Januari 2021 dalam mendukung kebijakan Pemerintah RI berkaitan dengan
reformasi agraria dan ketahanan pangan Surat Telegram Kapolri tersebut
secara umum berisi rencana Polri dalam mendukung usaha Pemerintah dalam
rangka membangun ketahanan pangan nasional dan melakukan
pengembangan disektor pertanian. Surat Telegram tersebut ditandatangani
atas nama Kapolri oleh Kabaharkam Polri sekaligus Kaopspus Aman Nusa II
Penanganan COVID-19, Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto. Melalui
keterangan tertulisnya, Rabu 13 Januari 2021 Komjen Pol Agus Andrianto
menjelaskan, Surat Telegram tersebut diterbitkan sebagai langkah Polri
mendukung seluruh upaya pemerintah dalam rangka mengantisipasi
peringatan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture
Organization) mengenai kemungkinan terjadinya krisis pangan yang
diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Isi dari Surat Telegram Kapolri tersebut
adalah sebagai berikut :
1) Pembangunan food estate di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten
Kapuas di Kalimantan Tengah seluas 600.000 hektare serta di Kabupaten
Humbang Hasudutan, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli
Tengah, dan Kabupaten Pakpak Barat di Sumatera Utara seluas 30.000
hektare;
102 | Keamanan Nasional Indonesia
Nilai ekspor Indonesia Maret 2021 mencapai US$18,35 miliar atau naik
20,31 persen jika dibanding ekspor Februari 2021. Demikian juga dibanding
Maret 2020 naik 30,47 persen.
Ekspor nonmigas Maret 2021 mencapai US$17,45 miliar, naik 21,21
persen dibanding Februari 2021. Dibanding ekspor nonmigas Maret 2020, naik
30,07 persen.
103 | Keamanan Nasional Indonesia
seperti itu turut membuat perubahan situasi politik seperti berubahnya fokus
masyarakat terkait pandangan politik yang terdisktraksi kepada kesehatan.
Distraksi tersebut tidak dapat dipungkiri dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak
tertenu yang menjalankan politik praktis, baik para pelaku politik didalam
pemerintah maupun yang berada diluar pemerintah.
Masalah mengenai keamanan politik di Indonesia muncul ketika
Pemilihan Umum Serentak 2019. Pemilu Serentak 2019 dilaksanakan bersama
dengan Pemilu Legislatif dan Eksekutif. Mulai dari proses kampanye hingga
hari pemilihan tiba terdapat dinamika politik yang memunculkan persaingan
kuat. Termasuk pada masa prakampanye telah terjadi gejala mengenai
menguatnya eksploitasi identitas sebagai propaganda politik, politisasi suku,
agama, ras, dan golongan. Selanjutnya adalah mengenai peningkatan ujaran
kebencian yang memenuhi ruang publik di dunia maya maupun dunia nyata
ditambah lagi dengan sikap elit politik yang inkonsisten sehingga membuat
indeks demokrasi Indonesia menurun dibandingkan dengan negara-negara
lainnya.
Kualitas Demokrasi di Indonesia diperkirakan akan menurun di tahun
2021. Setelah melakukan kajian terhadap tiga laporan utama yakni 2020 The
Economist Intelligence Unit, Indeks Demokrasi Indonesia 2019, dan 2021
Democracy Report, ketiga laporan tersebut menunjukkan bahwa kualitas
demokrasi telah menunjukkan adanya pengurangan siginifikan yang tidak
hanya menyentuh aspek kebebasan sipil dan pluralisme, namun juga fungsi
pemerintahan. (The Economist Intelligence Unit, 2020)
Secara lebih spesifik, laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) dan
Indeks Demokrasi Indonesia menggarisbawahi menurunnya kebebasan
berekspresi dan berpendapat sebagai pangkal utama menurunnya kualitas
demokrasi Indonesia yang Indonesia pada urutan 64 dari 167 negara,
sedangkan laporan Indeks Demokrasi Indonesia memperlihatkan turunnya
skor indeks kebabasan berpendapat yang semula 66,17 di tahun 2018 menjadi
64,29 di tahun 2019.
Adapun laporan 2021 Democracy Report menempatkan Indonesia pada
urutan 73 dari 179 negara dalam hal kebebasan dalam demokrasi. Secara
ringkas, ketiga laporan demokrasi ini menunjukkan adanya pergeseran dalam
109 | Keamanan Nasional Indonesia
Konflik tanah Papua telah berlangsung lebih dari lima dekade Tim
Kajian Papua LIPI yang bekerja sejak 2004 menghasilkan Road Map Papua
pada 2008 yang menunjukkan empat akar masalah Papua Pertama proses
integrasi wilayah Papua kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
dipandang oleh pimpinan dan pendukung Papua Merdeka masih bermasalah.
Akibatnya sejak 1964 gerakan menuntut kemerdekaan muncul baik secara
politik maupun dengan perlawanan bersenjata TPN OPM dan bertahan hingga
hari ini Dalam kaitan dengan tuntutan kemerdekaan ini terjadi operasi militer
dan kebijakan represif lainnya yang berturut turut dan menimbulkan akar
masalah yang kedua yakni kekerasan negara dan tuduhan pelanggaran hak
asasi manusia. Suasana konflik yang berkepanjangan juga menciptakan akar
masalah ketiga kegagalan pembangunan terutama di bidang Pendidikan
kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat dan keempat marginalisasi dan
efek diskriminatif terhadap orang asli Papua akibat pembangunan ekonomi
konflik politik dan migrasi massal ke Papua yang mulai intensif sejak 1970.
(Budiatri, 2016)
Setelah sekian lama pemberitaan mengenai Papua tidak mencuat ke
publik, kemudian pada 2021 peristiwa penembakan di Distrik Boega,
Kabupaten Puncak Papua agaknya belum akan berakhir. Tragedi kembali
terulang dengan gugurnya salah satu personil Brimob atas nama Bharada
Komang, tidak lama setelah kejadian pada Minggu, 25 April 2021, yang
menelan korban jiwa dimana peluru senjata milik Kelompok Kriminal
Bersenjata (KKB) merenggut nyawa Jenderal bintang satu. Kepala Badan
Intelijen Negara Daerah Papua (Kabinda) Brigjen TNI I Gusti Putu Danny
gugur di tengah baku tembak dengan KKB. Tidak dipungkiri bahwa sepak
terjang KKB sudah sangat meresahkan masyarakat. Pembakaran,
pembunuhan, dan pemerkosaan yang sering terjadi menjadikan trauma dan
ketakutan tersendiri bagi masyarakat setempat. Bahkan 4 (empat) orang warga
sipil yang terdiri atas 2 (dua) guru, seorang tukang ojek, dan seorang siswa
SMA ikut menjadi korban kekejaman yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Atas beragamnya tindakan kekejaman tersebut, Presiden Jokowi pada
akhirnya memerintahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri
Jenderal Listyo Sigit untuk menangkap dan menindak tegas seluruh anggota
111 | Keamanan Nasional Indonesia
KKB. Meskipun menuai pro dan kontra terkait hal tersebut, tetapi kebijakan
yang dibuat oleh Presiden Jokowi disambut baik oleh berbagai kalangan. Hal
ini dikarenakan teror yang dilakukan oleh KKB sudah bukan merupakan
kelompok kriminal bersenjata biasa, melainkan termasuk gerakan yang
memiliki motivasi politik untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), bahkan dapat berpotensi terjerat pidana terorisme.
Hal ini ditegaskan didalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2018 tentang
Perubahan atas UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, yang
menyatakan bahwa “terorisme adalah perbuatan yang menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa
takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal,
dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang
strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan
motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan”. (Palupi, 2021)
Melihat strategi Pemerintah Negara Republik Indonesia dalam
menangani masalah-masalah di Papua terkesan hanya berfokus pada
keputusan politik semata melalui kebijakan-kebijakan yang relatif tidak sesuai
dengan situasi dan kondisi Papua terutama melalui Undang-Undang Otonomi
Khusus Papua yang hanya memberikan kesempatan pada bidang-bidang
tertentu sehingga masyarakat Papua menganggap tidak dilibatkan dalam
pembangunan daerahnya. Bahkan dalam menangani masalah Kelompok
Kriminal Bersenjata yang secara keputusan politik Pemerintah RI
menyebutnya sebagai ‘kelompok teroris’ sampai dengan menjelang
berakhirnya Undang-Undang Otonomi Khusus Papua tidak memberikan
perubahan yang signifikan terhadap masyarakat. Namun dalam definisi
‘teroris’ tidak memiliki kepastian secara konkrit sehingga para pemangku
kepentingan tidak secara sinergi memberikan kontribusi dalam hal
kesejahteraan dan keamanan Papua.
112 | Keamanan Nasional Indonesia
keamanan nasional dari sisi kedaulatan negara dan keutuhan secara geografis
dari berbagai ancaman serta gangguan.
Krause & Williams (1996: 101) menyatakan bahwa keamanan
komprehensif tidak terbatas pada ancaman militer saja, melainkan lebih
daripada itu bahwa keamanan nirtradisional seperti ancaman ekonomi, politik,
dan sebagainya menjadi hal yang krusial untuk diperhatikan.
Perbedaan pendapat mengenai masalah keamanan nasional masih terus
terjadi. Namun pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang
Keamanan Nasional (RUU Kamnas) sangat diperlukan mengingat persoalan
sektor keamanan yang setiap saat selalu mengalami perubahan tak terduga
sehingga penting bagi lembaga eksekutif dan legislatif untuk berkoordinasi
mengenai rancangan undang-undang tersebut.
Peneliti berpendapat bahwa Rancangan Undang-Undang Keamanan
Nasional dapat dijadikan sebagai grand design keamanan nasional Indonesia
yang secara nyata dapat menjaga keutuhan Republik Indonesia dari setiap
ancaman terhadap keamanan Indonesia. Substansi Rancangan Undang-
Undang Keamanan Nasional jika disahkan menjadi Undang-Undang yang sah
akan mengikat berbagai lembaga negara, baik lembaga kementerian maupun
nonkementerian menjadi satu sistem melalui Dewan Keamanan Nasional
(DKN).
Pemahaman mengenai pembentukan Dewan Keamanan Nasional
(DKN) sangat perlu untuk dipandang secara holistik dan komprehensif sebagai
suatu sistem yang terpadu agar dapat berjalan efektif dalam menghadapi
berbagai ancaman.
Perkembangan lingkungan strategis saat ini memunculkan
kompleksitas ancaman yang berpengaruh pada keamanan nasional. Ancaman
yang terjadi sekarang tidak sebatas pada ancaman militer semata, tetapi
meliputi aspek ekonomi, politik, teknologi, sosial-budaya, ideologi, dan
keselamatan umum. Dengan demikian upaya dalam mewujudkan keamanan
nasional diperlukan pemahaman mengenai konsep keamanan negara dan
keamanan manusia.
Berkaca pada keadaan saat ini bahwa masih terdapat kebijakan yang
tumpang tindih kebijakan dalam penanganan dan penyelesaian masalah
115 | Keamanan Nasional Indonesia
terintegrasi. Dalam hal ini, keamanan nasional (Kamnas) bertujuan : (1) untuk
menjamin pemerintah membahas semua ancaman secara holistik; (2)
peningkatan efektivitas sektor keamanan dengan mengoptimalkan kontribusi
dari seluruh aktor keamanan; (3) memberi pedoman dalam penerapan
kebijakan; (4) untuk membangun konsensus dalam negeri; dan (5) untuk
meningkatkan kepercayaan kerja sama regional dan internasional.
Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (United States of National
Security Council) adalah forum utama Presiden untuk mempertimbangkan
masalah keamanan nasional dan kebijakan luar negeri dengan penasihat
keamanan nasional senior dan pejabat kabinet. Sejak didirikan di bawah
Presiden Truman, fungsi Dewan adalah memberi nasihat dan membantu
Presiden tentang keamanan nasional dan kebijakan luar negeri. Dewan juga
berfungsi sebagai lengan utama Presiden untuk mengkoordinasikan kebijakan-
kebijakan ini diantara berbagai badan pemerintah.(Hammond, 1960)
Peneliti berpendapat bahwa pertanyaan paling krusial mengenai Dewan
Keamanan Nasional adalah apa jenis keputusan yang mampu dibuatnya,
bukan dalam arti subjek apa yang dibahasnya, tetapi sebagai penilaian atas apa
yang dicapai. Pertama, kita harus membedakan antara dua elemen, yaitu:
kualitas keputusan melalui proses yang rasional dan efek praktisnya. Kedua,
rencana perang preventif hipotetis mungkin bisa dibuktikan tidak sehat secara
rasional karena berlawanan dengan nilai-nilai negara dan masyarakat yang
dulu seharusnya mendukungnya, atau tidak praktis karena itu tidak pernah
bisa memerintahkan dukungan yang diperlukan
Untuk menerapkan sistem keamanan nasional yang terintegrasi
diperlukan satu kebijakan sebagai dasar untuk mengatur keterlibatan institusi
dan sumber daya yang akan digunakan. Dalam Rancangan Undang-Undang
Keamanan Nasional, Dr. Connie Rahakundini Bakrie selaku Akademisi/Analis
Militer dan Pertahanan menyampaikan pendapatnya mengenai tentara
cadangan yang terdapat dalam naskah tersebut, yaitu :
“Dengan belanja pertahanan kita yang begitu rendah, wajib militer itu salah
satu solusi. Wajib militer masuknya dalam tentara cadangan. Itu salah satu
solusi mempertahankan negara.” (Rahakundini, wawancara penelitian, 10 Juni
2021)
117 | Keamanan Nasional Indonesia
katakan bahwa TNI sudah merevisi total badannya langsung pada tahun 2000
sudah beres semuanya.” (Rahakundini, wawancara penelitian, 10 Juni 2021)
juta orang, sementara tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 1,11 juta orang,
dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja sebanyak 15,72
juta orang. (BPS, 2021)
Secara singkat, keamanan ekonomi atau economic security diartikan
sebagai akses dalam memperoleh sumber daya, keuangan, serta pasar yang
menjadi salah satu komponen penting bagi kelangsungan hidup masyarakat
atau negara. (UNDP, 1994: 3).
Setelah berakhirnya Perang Dingin, konsep mengenai keamanan telah
banyak mengalami perubahan yang signifikan. Barry Buzan menyampaikan
bahwa konsep mengenai keamanan telah mengalami pergeseran dari isu
keamanan tradisional menuju kepada isu nontradisional yaitu lebih
berorientasi kepada manusia (people oriented). (Buzan, 1991: 433)
Utang Luar Negeri Indonesia pada tahun 2021 terpantau mengalami
penurunan pada akhir Mei sebesar USD 415,0 miliar atau turun 0,6%
dibandingkan dengan posisi utang luar negeri April 2021 sebesar USD 417,6
miliar. Perkembangan tersebut didorong oleh penurunan posisi Utang Luar
Negeri (ULN) atau ULN pada Mei tumbuh 3,1% (year on year) lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 4,9% (year on
year).
Penurunan Utang Luar Negeri (ULN) terjadi dikarenakan pembayaran
Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman dalam valuta asing yang jatuh
tempo pada Mei 2021. Penarikan ULN pada Mei 2021 diutamakan untuk
mendukung program prioritas Pemerintah RI, termasuk dalam mendukung
upaya penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional
(PEN). Pendanaan tersebut digunakan untuk administrasi pemerintah,
pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 17,8% dari total ULN, sektor jasa
kesehatan dan kegiatan sosial 17,2%, sektor jasa Pendidikan 16,3%, sektor
konstruksi 15,4%, serta sektor jasa keuangan dan asuransi 12,6%. (Kementerian
Keuangan RI dan Bank Indonesia, 2021)
Mengingat utang luar negeri merupakan hal yang turut mendukung
perekonomian Indonesia, tetapi pemanfaatannya perlu untuk dikaji kembali
dikarenakan berkaitan dengan kedaulatan Negara Republik Indonesia
124 | Keamanan Nasional Indonesia
Tidak Tahan
Tahan Pangan
Pangan
Swasembada A B
Pangan
125 | Keamanan Nasional Indonesia
Tidak Tahan
Tahan Pangan
Pangan
Amerika Serikat, Kanada, Myanmar,
Australia, Brunei, dan Indonesia, Filipina
lainnya.
Tidak Swasembada C D
Pangan
Norwegia, Jepang, Malawi, Kenya,
Singapura Kongo, Timor
Timur
nilai impornya sebesar US$ 3,68 juta. Sedangkan, dibandingkan dengan Maret
2020 impor beras ini turun sebesar -27,55%. Besar impor beras pada bulan
Maret tercata sebanyak 28,44 ribu ton atau mengalami kenaikan 16,08% (year on
year). Sedangkan, dibandingkan dengan bulan Februari 2021 volume impor
pun naik tajam 254,82%.
Jika dilihat secara kumulatif terhitung Januari hingga Maret impor beras
di kuartal I tahun 2021 tercatat sebanyak 60,33 ribu ton dengan nilai US$ 25,08
juta. Impor tersebut naik menjadi 55,07% jika dibandingkan dengan kuartal I-
2020 yang sebanyak 38,9 ribu ton dengan nilai US$ 22,27 juta.
BPS memberikan data mengenai negara utama yang melakukan impor
beras ke Indonesia. Namun pada Maret 2021 impor beras paling banyak berasal
dari India. Sedangkan, Vietnam yang biasanya secara rutin menjadi negara
pengimpor beras terbanyak ke Indonesia ada diposisi terakhir dari lima negara
utama pengimpor beras kedalam negeri. Berikut 5 negara pengimpor beras ke
Indonesia pada Maret 2021 :
1) India sebanyak 19,93 ribu ton dengan nilai US$ 7,61 juta
2) Thailand sebanyak 3,5 ribu ton dengan nilai US$ 2,41 juta
3) Pakistan sebanyak 3,47 ribu ton dengan nilai US$ 1,38 juta
4) Vietnam sebanyak 1,54 ribu ton dengan nilai US$ 850,2 ribu
5) Myanmar untuk bulan lalu tidak impor ke Indonesia, atau turun 100%
dibandingkan Februari 2021 yang impornya sebanyak 1,5 ribu ton.
(Badan Pusat Statistik, 2021)
“The Green Revolution is a term that refers to the renewal of the agricultural
system by using high-yield seeds that are engineered in the laboratory and mass
produced by multinational seed companies, chemical nutrients (fertilizers),
chemical toxic against pests (pesticides), heavily water supply.” (Bainus &
Yulianti, 2018)
nutrisi kimia (pupuk), racun kimia terhadap hama (pestisida), pasokan air yang
mencukupi.
Menurut pendapat tersebut bahwa untuk mencukupi kebutuhan
pangan dalam sebuah negara diperlukan konsep The Green Revolution yang
memanfaatkan teknologi sehingga mulai dari proses produksi hingga
pendistribusian dapat berjalan secara simultan. Dengan berjalannya konsep
tersebut, maka tidak menutup kemungkinan bahwa negara siap dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat, maka tidak menutup kemungkinan dengan
ketersediaan sumber daya alam yang ada dapat membawa sebuah negara,
terutama Indonesia menuju negara yang swasembada pangan.
“Tentara Nasional Indonesia (Indonesia Military Forces) in collaboration
with the Ministry of Agriculture increasing for food production are the
procurement of seeds, fertilizers, pesticides, and water infrastructure
development.” (Bainus & Yulianti, 2018)
saat ini adalah pandemi Covid-19 yang terus mengalami peningkatan yang
secara tidak langsung memunculkan ketidakstabilan ekonomi, politik, dan
sebagainya. Oleh karena itu, untuk menghadapi pandemi Covid-19 di Indonesia
diperlukan pelibatan yang lebih serius dari TNI maupun Polri untuk menjamin
kepastian keamanan manusia dalam hal kesehatan masyarakat.
4.2.4 Keamanan Lingkungan (Environmental Security)
Pemahaman tentang bentuk-bentuk ancaman bagi eksistensi sebuah
negara telah mengalami perubahan. Ancaman negara tidak hanya berupa
ancaman militer (ancaman tradisional), namun ancaman dapat berasal dari
berbagai sumber seperti degradasi lingkungan, terorisme, illegal logging, dan
human trafficking (ancaman non tradisional).
Pada tahun 1994, United Nation Development Programme (UNDP, 1994)
mengusung istilah human security (keamanan manusia) sebagai pengganti
terminologi national security (keamanan nasional). Berbagai bentuk ancaman
dikategorikan sebagai ancaman yang harus diperangi apabila mengancam
keamanan manusia/individu. Dengan demikian, ancaman non tradisional
(dalam hal ini, perubahan lingkungan) sudah seharusnya menjadi agenda
keamanan, isu pertahanan dan kepentingan nasional (Schoch, 2011).
Keamanan lingkungan merupakan salah satu dari fokus kajian
keamanan dalam sebuah negara. Pembahasan mengenai isu lingkungan dalam
konsep keamanan muncul pada awal 1990-an, tetapi kurang mendapat
perhatian yang serius.
133 | Keamanan Nasional Indonesia
Gambar 4. 2
Data Kerusakan Hutan Tahun 2020
Sumber: KLHK, 2020
Gambar 4. 3
Data Kasus Penyelundupan Narkotika dari Luar Negeri
kelompok korban pelanggaran KBB tahun 2020 terdiri dari warga (56
peristiwa), individu (47), Agama Lokal/Penghayat Kepercayaan (23), Pelajar
(19), Umat Kristen (16), Umat Kristiani (6), Aparatur Sipil Negara (4), Umat
Konghucu (3), Umat Katolik (3), Umat Islam (3), Umat Hindu (3), Umat Buddha
(2), dan Ormas keagamaan (2).
Sebanyak 24 rumah ibadah mengalami gangguan di tahun 2020 yang
terdiri atas Masjid (14), Gereja (7), Pura (1), Wihara (1), dan Klenteng (1). Umat
Islam menjadi pihak yang paling banyak mengalami gangguan terkait rumah
ibadah. Namun perlu dicatat bahwa yang paling banyak mendapatkan
gangguan adalah tempat ibadah umat Islam dari madzhab atau golongan yang
oleh kelompok pelaku dianggap berbeda dari mainstream. Kasus-kasus terkait
rumah ibadah seharusnya segera diselesaikan mengingat adanya urgensi
kesehatan masyarakat selama pandemi COVID-19, bukan malah ditunda lebih
lanjut. Kasus penghentian pembangunan, penyegelan, dan perusakan masjid,
gereja, dan klenteng sebagian besar disebabkan oleh produk kebijakan yang
diskriminatif, intoleransi masyarakat sekitar, dan konflik internal
kepengurusan rumah ibadah.
Terdapat 32 kasus pelaporan penodaan agama yang dilakukan oleh
aktor non-negara. Sebanyak 27 diantaranya ialah berbasis daring yang
berpotensi disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 yang membuat orang
menjadi memiliki waktu luang lebih banyak untuk menggunakan sosial media
karena dirumahkan. Pelaporan berbasis daring ini dilakukan terhadap konten
yang dianggap sesat pikir, menghina tokoh agama, bermuatan kebencian, dan
bercanda yang melecehkan. Selain yang berbasis daring, kasus pelaporan
penodaan agama juga masih terjadi dikalangan masyarakatutamanya karena
dianggap menyimpang dari mahzab mayoritas dan penistaan. Dari semua
kasus ini, 17 kasus di antaranya berujung penangkapan, dan 10 di antaranya
dikenakan sanksi pidana berupa denda dan kurungan. Para tahanan nurani ini
biasanya dijerat oleh UU PNPS, UU KUHP, UU ITE, dan UU Ormas. Padahal,
beberapa Pasal di UU ITE merupakan ‘pasal karet’ yang multitafsir dan tidak
memberikan jaminan kepastian hukum (lex certa).
Dari total 180 peristiwa pelanggaran KBB yang terjadi di tahun 2020,
setidaknya 12 di antaranya menimpa perempuan sebagai korban. Peristiwa ini
143 | Keamanan Nasional Indonesia
Tingkat keterjaminan rights to, rights for, dan rights from menjadi penentu
keberlangsungan dan keberlanjutan kehidupan demokrasi disuatu negara
(Frantzich, 2015). Dapat dikatakan tidak ada satu negara manapun yang secara
eksplisit mendeklarasikan dirinya sebagai negara demokratis, namun
bertindak abai terhadap ketiga jenis rights ini. Amerika Serikat dan Kanada,
Inggris dan Jerman, Australia dan Selandia Baru, serta India dan Indonesia,
dapat dicontohkan dalam hal upaya pemenuhan hak-hak ini. Bahkan pada
negara-negara yang selama ini masih diberi” cap merah” untuk kehidupan
demokrasinya, layanan terhadap rights ini, tentu dalam tingkat yang variatif,
tetap berusaha diberikan. Cina, Kuba, dan Korea Utara menjadi contoh dari
negara-negara komunis yang pada tingkatan tertentu tetap memberikan
layanan pada hak warga negara mereka.
Demokrasi, dengan sendirinya, dapat dipandang sebagai pilihan
maksimal bila penjaminan rights kepada warga negara terbilang sempurna.
Demokrasi menjamin warga negara untuk menikmati hak politik dan hak
ekonomi-sosial-budayanya, selain hak-hak untuk bebas dari rasa takut, bebas
beragama, dan kebebasan-kebebasan lain yang terjamin dalam hak-hak
asasinya (Sirianni, 2008). Penegakkan demokrasi pula yang kemudian
disakralkan dan diposisikan sebagai ‘kata suci’ dalam setiap gerakan sosial
politik melawan kejenuhan terhadap kehidupan yang cenderung stagnan.
Hal-hal yang mengarah pada upaya menjamin ekualitas hak dan
ekualitas kewajiban inilah yang dapat dijabarkan dan diterjemahkan sebagai
etika dalam demokrasi (Duggan, 2004) Kesediaan mematuhi aturan akan
dirasakan aman, sebagai contoh, jika hal ini dilakukan juga oleh semuanya,
maka tidak akan memunculkan perasaan ‘dikorbankan’. Artinya, butir codes of
conduct tentang hal ini harus dipatuhi bersama dan mengandung jaminan
kepastian bahwa akan diberlakukan secara sama. Codes to dan codes for yang
termaknai dari sejumlah code of conduct menjadi energi penyeimbang dan
sekaligus kekuatan untuk beretika dalam pencapaian kesetaraan (Svara, 2006).
Dalam sebuah negara yang berdemokrasi, kebebasan berpolitik dalam
masyarakat merupakan bukan suatu keniscayaan. Kebebasan berpolitik
merupakan suatu hal yang perlu dijamin oleh negara sehingga masyarakat
berhak untuk menyuarakan ide politiknya dalam bentuk apapun yang sesuai
145 | Keamanan Nasional Indonesia
dengan etika berpolitik dalam sebuah negara. Berdasar pada konsep human
security bahwa keamanan berpolitik merupakan salah satu hak yang perlu
untuk dijamin, baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
Fenomena mengenai kebebasan berpolitik di Indonesia tercermin pada
Pemilihan Umum pada tahun 2019 lalu. Dalam praktiknya masih terdapat
banyak surat suara yang mengalami masalah seperti surat suara yang sudah
tercoblos dan adanya pemilih ‘hantu’ yang tidak ada, tetapi dapat memberikan
hak politiknya. Kemudian masalah lainnya adalah munculnya kelompok
masyarakat yang pro-kontra, tetapi hal tersebut membuat kekacauan hingga
berujung tindakan anarkis karena perbedaan pendapat. (Puslit BKD, 2019)
Sebelum pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 banyak pihak
memprediksi bahwa populisme yang berbasis politik identitas akan terjadi
secara kuat pada Pilpres 2019. Setelah Jokowi memilih Ma’ruf Amin sebagai
cawapres, Peter Mumford, analis di perusahaan riset Amerika Serikat Eurasia
Group, memberikan prediksi bahwa agama akan mulai bermain dalam politik
Indonesia. Terlepas dari semboyan nasional Indonesia Bhinneka Tunggal Ika
sentimen mayoritas Muslim terhadap kelompok minoritas, yaitu etnis
Tionghoa yang dianggap mengendalikan sebagian besar ekonomi bangsa telah
menyebabkan pertumpahan darah di masa lalu. Jika komunitas Muslim
konservatif tumbuh lebih kuat sebagai hasil dari Pemilu Presiden 2019, nilai-
nilai demokrasi Indonesia akan kembali dipertaruhkan. (Ardipandanto, 2020)
146 | Keamanan Nasional Indonesia
bertanggung jawab buzzer politik profesional melalui media sosial. (Felicia &
Loisa, 2019)
Selain masalah terhadap Pemilihan Umum, situasi keamanan politik
pun turut berubah ketika pandemi Covid-19 mulai masuk ke Indonesia pada
akhir 2019 lalu sehingga hal tersebut memaksa Pemerintah RI untuk
melakukan perubahan arah kebijakan politik negara dalam rangka
menyelamatkan negara dari ancaman kesehatan. Dalam penanganan COVID-
19 Pemerintah Indonesia telah menetapkan politik hukum dengan menerbitkan
3 (tiga) instrumen hukum sebagai Langkah pencegahan terhadap penyebaran
wabah COVID-19: (1) Keputusan Presiden RI No. 11 Tahun 2020 tentang
Penetapan Darurat Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19); (2) Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease
2019, dan; (3) Peraturan PemerintahPengganti Undang-undang (Perppu) No. 1
Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman Membahayakan Perekonomian
Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Namun politik hukum diatas memberikan dampak terhadap
munculnya kritik dari berbagai pihak, aturan-aturan yang dibuat tersebut
dinilai lamban. Demikian pula dengan Perppu No. 1 Tahun 2020 terkait
kebijakan stabilitas sistem keuangan. Sekilas kebijakan ini sekilas dipandang
sebagai cara untuk menyelamatkan keuangan negara, serta memungkinkan
adanya perubahan alokasi anggaran APBN untuk biaya penanggulangan
wabah Covid-19”. Namun dari segi substansinya sendiri, Perppu No. 1 Tahun
2020 tersebut menyimpan masalah hukum, yang berpotensi menimbulkan
moral hazard, fraud dan korupsi di mana setiap tindakan maupun keputusan
yang diambil oleh pejabat tidak dapat dituntut secara perdata, pidana, maupun
tata usaha negara. Tentu sangat disayangkan sekali jika pemerintah justru
mengambil Langkah-langkah manuver politik hukum yang kontraproduktif
dengan upaya perlindungan Hak atas Kesehatan rakyat dari pandemi COVID-
19. (Kurniawan, 2021)
148 | Keamanan Nasional Indonesia
BAB V
WACANA PEMBENTUKAN
DEWAN KEAMANAN
NASIONAL
150 | Keamanan Nasional Indonesia
BAB V
WACANA PEMBENTUKAN DEWAN
KEAMANAN NASIONAL
eamanan nasional menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam
K suatu negara, terutama dalam era global saat ini. Ancaman yang dihadapi
oleh suatu negara bukan lagi hanya sebatas ancaman militer dari negara lain,
tetapi juga melibatkan ancaman non-militer seperti terorisme, ancaman siber,
konflik internal, serta perubahan iklim. Dengan berbagai macam tantangan dan
ancaman tersebut, dibutuhkan suatu pendekatan keamanan yang
komprehensif, yang melibatkan berbagai sektor dan tidak hanya berfokus pada
aspek militer saja.
Dalam konteks Indonesia, ide pembentukan Dewan Keamanan Nasional
(DKN) menjadi salah satu solusi yang dianggap mampu mengatasi tantangan-
tantangan tersebut. Dengan adanya DKN, diharapkan akan ada koordinasi
yang lebih baik antara berbagai lembaga terkait keamanan nasional, serta
pembuatan kebijakan yang lebih terintegrasi dan holistik. Pembentukan DKN
juga dianggap penting agar kebijakan keamanan nasional yang diambil sesuai
dengan kepentingan nasional dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik
sesaat.
Sebagai lembaga yang diharapkan mampu mengoordinasikan berbagai
unsur keamanan nasional, DKN tentu harus memiliki otoritas dan kapabilitas
yang memadai. Lembaga ini harus mampu menjalankan fungsi-fungsinya
dengan baik, serta memiliki akses terhadap informasi dan intelijen yang
diperlukan. Selain itu, DKN juga harus mampu bekerja sama dengan berbagai
lembaga lainnya, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Namun, dalam proses pembentukannya, tentu ada berbagai tantangan
yang dihadapi. Salah satunya adalah mengenai struktur dan mekanisme kerja
DKN. Sebagaimana dikemukakan oleh beberapa informan dalam penelitian
151 | Keamanan Nasional Indonesia
tersebut, struktur DKN harus fleksibel dan tidak kaku, agar mampu
beradaptasi dengan perubahan lingkungan strategis. Selain itu, peran serta
masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan juga perlu diperhatikan, agar
kebijakan yang diambil oleh DKN sesuai dengan aspirasi dan kepentingan
masyarakat.
Dalam konteks Indonesia, peran serta DPR RI juga sangat penting.
Sebagai lembaga legislatif yang memiliki otoritas dalam pembuatan undang-
undang, DPR tentu memiliki peran penting dalam proses pembentukan DKN.
Selain itu, kerjasama antara pemerintah dan DPR juga diperlukan agar
pembentukan DKN dapat berjalan dengan lancar.
Pembentukan Dewan Keamanan Nasional menjadi salah satu solusi
yang dianggap mampu menjawab tantangan keamanan nasional di era global
saat ini. Dengan adanya DKN, diharapkan akan ada koordinasi yang lebih baik
antara berbagai lembaga terkait keamanan nasional, serta pembuatan kebijakan
yang lebih terintegrasi dan holistik. Namun, dalam proses pembentukannya,
tentu ada berbagai tantangan yang harus dihadapi. Dibutuhkan komitmen dan
kerjasama dari berbagai pihak, agar pembentukan DKN dapat berjalan dengan
lancar dan memberikan kontribusi yang positif bagi keamanan nasional
Indonesia.
dan sinergis. Hal tersebut diberikan kepada lembaga khusus yang langsung di
bawah Presiden/Perdana Menteri (tergantung sistem pemerintahannya).
Sementara itu, dari aspek pengaturannya, Negara lnggris dan Malaysia dapat
memberikan sebuah inspirasi kepada Indonesia untuk memasukkan
komponen nonmiliter.
Presiden yang mengemban tugas dan tanggung jawab mengendalikan
penyelenggaraan keamanan nasional perlu dibantu oleh suatu lembaga khusus
yang langsung di bawah Presiden. Publik juga memiliki harapan yang sama
bahwa manajemen koordinasi keamanan nasional haruslah langsung di bawah
Presiden.
Ancaman yang dihadapi Indonesia tidak hanya berasal dari dalam
negeri, tetapi juga ancaman global seperti ideologi, persaingan sumber daya
alam, geopolitik internasional, teknologi, hingga perdagangan makro.
Perkembangan lingkungan strategis tersebut tentu perlu diantisipasi dengan
langkah dan tindakan yang efektif. Terkait keamanan nasional, Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pada
prinsipnya sudah menggariskan konteks kebijakan keamanan nasional yang
lebih komprehensif dan kontekstual. Secara akademik, keamanan nasional
dipandang sebagai suatu konsep multidimensional dengan empat dimensi
yang saling berkaitan, yakni dimensi keamanan manusia, dimensi keamanan
dan ketertiban masyarakat, dimensi keamanan dalam negeri, dan dimensi
pertahanan. Berdasarkan beberapa sumber dari informan penelitian yang
diolah oleh Penulis maka jika ingin dilakukan pengintegrasian, perlu dicermati
kembali sejauh mana ruang lingkup integrasi fungsi keamanan tersebut.
Beberapa lembaga negara seperti Lemhannas, Dewan Ketahanan Nasional
(Wantannas), dan lembaga keamanan atau pertahanan terkait fungsinya bisa
diintegrasikan secara optimal.
Apabila ingin merealisasikan wacana pengintegrasian fungsi keamanan
nasional dalam satu lembaga, maka hal tersebut dikenal dengan istilah National
Security Council (NCS). Dari sisi kelembagaan, tugas National Security Council
fokus pada tiga hal. Pertama adalah sinkronisasi penyusunan rekomendasi
kebijakan. Tugas kedua adalah pembangunan sinergitas dan kolaborasi untuk
memastikan integrasi kebijakan keamanan nasional yang telah disusun.
153 | Keamanan Nasional Indonesia
Sedangkan ketiga adalah memfasilitasi forum dewan yang terdiri dari Presiden
dan para menteri atau pimpinan lembaga. Dalam iklim demokrasi, yang bisa
mengambil keputusan publik adalah pimpinan yang dipilih oleh rakyat, seperti
Presiden, kepala daerah, ataupun anggota DPR dan DPRD. Sementara
pimpinan instansi operasional keamanan seperti Panglima TNI, Kapolri,
Pangdam bukanlah pilihan rakyat, jadi tidak dapat membuat kebijakan politik.
Bahwa beberapa lembaga negara seperti Lembaga Ketahanan Nasional
(Lemhanas), Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) dan lembaga keamanan
atau pertahanan terkait fungsinya ingin diintegrasikan agar mampu
mengoordinasikan serta memadukan seluruh kekuatan komponen bangsa dan
negara secara efektif. Rekomendasi pembentukan Dewan Keamanan Nasional
nantinya akan fokus pada tiga tugas besar. Pertama, sinkronisasi penyusunan
rekomendasi kebijakan. Kedua, pembangunan sinergi dan kolaborasi untuk
memastikan integrasi kebijakan keamanan nasional. Sedangkan yang ketiga
adalah memfasilitasi forum dewam yang terdiri dari Presiden dan para Menteri
atau pimpinan Lembaga yang tentunya dengan meminta usulan saran dan
masukan DPR RI.
Pada saat penelitian dengan Analis Militer dan Pertahanan Doktor
Connie Rahakundini Bakrie menuturkan bahwa:
“Bagaimana mungkin tidak jadi struktur yang rigid, karena dalam
struktur kelembagaan DKN terdapat struktur sistem pertahanan yang
tidak bisa jalan tanpa fungsi integrasi dari National Security Council
(NSC) atau DKN. Maka dari itu NSC harus hadir dan betul-betul ada di
sisi Presiden. Konsekuensi logis yang terjadi yakni Wantimpres,
Kemenpolhukam dan Kantor Staf Presiden (KSP) harus dibubarkan.
Bisa ditempuh melalui Rakornas LKPP kepada DPR RI” (Connie,
wawancara 12 Juni 2021)
digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi. Namun pada masa
sekarang, negara-negara didunia relatif lebih banyak menggunakan soft power
atau diplomasi dibandingkan dengan penggunaan kekuatan militer.
Penggunaan kekuatan militer lebih digunakan sebagai opsi terakhir apabila
pendekatan diplomasi tidak berhasil.
Frans Joni Tandiarrang yang juga selaku Kepala Seksi Kerja Sama
Lembaga Kementerian Pertahanan menjelaskan lebih lanjut mengenai aspek
lain, yaitu:
“Aspek penting lain yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan
pendekatan soft maupun hard power adalah waktu. Pendekatan hard
power membutuhkan waktu relatif lebih singkat karena sumber dayanya
nyata. Sebaliknya, soft power membutuhkan waktu yang relatif lebih
lama untuk dibangun karena sumber daya tidak berwujud berkembang
dalam jangka waktu yang lama. Demikian pula, dimensi temporal dari
hard power maupun soft power berbeda. Sementara paksaan militer atau
ekonomi cenderung menghasilkan hasil langsung tetapi durasi pendek.
Daya tarik dan persuasi memiliki kecenderungan untuk menyebabkan
perubahan jangka panjang. Hal ini disebabkan oleh aspek yang melekat
pada konsep ini, yakni hard power memaksa seseorang untuk melakukan
sesuatu diluar kemauannya, sedangkan soft power membuat seseorang
mengubah perilakunya secara sukarela.” (Tandiarrang, wawancara 20
Mei 2021)
Di Indonesia sampai saat ini belum terdapat satu lembaga yang kredibel
yang secara khusus mengoordinasikan kementerian/lembaga di dalam negeri.
Bahkan Indonesia belum memiliki strategi keamanan nasional (NSS) sebagai
grand design yang menjadi panduan para pemangku kepentingan untuk
melakukan tugasnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaganya.
Sehingga dengan hadirnya Dewan Keamanan Nasional diharapkan setiap
pengambilan keputusan yang dilakukan bersama Presiden didasarkan pada
hasil riset sehingga keputusan yang dibuat dapat mengatasi masalah negara
yang krusial dan mendesak.
“Seharusnya Dewan Keamanan Nasional itu memberikan naskah akademis
kepada Presiden. Kemudian banyak orang tidak paham dengan tugas
Menkopolhukam. Itu kan tugasnya mengoordinasikan lembaga-lembaga yang
ada di bawahnya supaya Dewan Keamanan Nasional tidak memiliki wewenang
operasional, melainkan hanya sebatas mengonfirmasikan kebijakan-kebijakan
strategi (grand strategy) yang krusial untuk dibawa ke Presiden. Tetapi tetap
Presiden yang memutuskan.” (Siagian, wawancara 3 Juni 2021)
Kolonel Pas Drs. Sujatmiko, M.Si (Han) Kepala Sub Direkorat Kontra
Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) selaku
informan penelitian memberikan pendapatnya juga mengenai tugas Dewan
Keamanan Nasional.
“Dewan Keamanan Nasional itu sebagai pemikir, tidak berada dalam tatanan
operasional. Menteri Koordinator sebagai tangan, dan yang menjalankan
kementerian teknis di bawahnya. Kebijakan yang sudah diambil dalam suatu
159 | Keamanan Nasional Indonesia
egosektoral dari draft yang lama, terutama Polisi yang sangat menolak. Tetapi
bukan berarti mereka tidak menyetujui Dewan Keamanan Nasional, melainkan
isinya saja yang perlu dikritisi.” (Siagian, wawancara 3 Juni 2021)
konstitusi dalam tugasnya dibantu oleh Menteri seperti yang tertuang di dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan
bahwa Menteri bertugas dalam membantu Presiden. Menteri dalam
wewenangnya adalah membantu Presiden menjalankan kekuasaannya sebagai
kepala eksekutif.
Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2008 mengenai Kementerian Negara merupakan Menteri secara
keseluruhan, baik itu Menteri yang secara nomenklatur disebut dalam UUD RI
1945 maupun dalam aturan lainnya, termasuk di dalamnya Menteri
Koordinator.
Kementerian Koordinator merupakan lembaga yang secara hirarki
sebagai lembaga negara tingkat kedua yang disebutkan secara eksplisit dalam
UUD RI 1945. Namun mengenai tugas dan kewenangannya dielaborasi dalam
peraturan perundang-undangan lain, baik dalam Undang-Undang (UU)
maupun Peraturan Presiden (Perpres). Kementerian Koordinator pada
dasarnya tidak harus selalu ada dalam kabinet, karena kementerian tersebut
dapat pula dibubarkan bila dianggap tidak diperlukan.
5.1.2 Kedudukan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
(disingkat Kemenko Polhukam) merupakan kementerian dalam Pemerintah
Indonesia yang membidangi koordinasi perencanaan dan penyusunan
kebijakan, dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum,
dan keamanan. Kemenko Polhukam dipimpin oleh seorang Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
mengoordinasikan:
1) Kementerian Dalam Negeri;
2) Kementerian Luar Negeri;
3) Kementerian Pertahanan;
4) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
5) Kementerian Komunikasi dan Informatika;
6) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi;
163 | Keamanan Nasional Indonesia
Presiden Republik
Indonesia
Sekretaris
Dewan Pertimbangan Presiden
tentu saja terdapat banyak pintu masuk bagi berbagai ancaman terhadap
kedaulatan bangsa Indonesia, menjadi tantangan tersendiri bagi Setjen
Wantannas untuk melakukan revitalisasi tehadap kinerjanya dalam
menyiapkan kebijakan strategis untuk menjaga keselamatan bangsa dan
negara dari ancaman terhadap kedaulatan, persatuan kesatuan dan
kelangsungan hidup bangsa dan negara. (Wantannas, 2021)
5.1.5 Peleburan dan Pembubaran Kementerian/Lembaga dalam Rangka
Terwujudnya Wacana Pembentukan Dewan Keamanan Nasional
Saat ini Indonesia memiliki Kementerian Politik, Hukum, dan
Keamanan (Kemnko Polhukam), Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko
PMK), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Kemudian untuk mendukung keamanan nasional Indonesia yang
berkelanjutan, Pemerintah RI pun memiliki Dewan Ketahanan Nasional
(Wantannas) dan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang mana
keduanya bertugas dalam memberikan nasihat kepada Presiden yang
berkaitan dengan perumusan kebijakan keamanan nasional.
Melihat negara-negara lain di dunia dapat dikatakan bahwa dalam
susunan eksekutif tidak terdapat kementerian yang bertugas dalam
mengoordinasikan beberapa kementerian sekaligus. Namun seperti Amerika
Serikat, Rusia, Tiongkok, Singapura, dan negara lainnya memiliki satu
lembaga, yaitu National Security Council. Peneliti memiliki pemikiran bahwa
untuk mendukung terbentuknya Dewan Keamanan Nasional di Indonesia
diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai kementerian atau lembaga yang
memiliki fungsi koordinasi ataupun advisor. Peneliti berpendapat perlu adanya
kebijakan mengenai peleburan antara Dewan Pertimbangan Presiden dan
Dewan Ketahanan Nasional, sedangkan kementerian koordinator diusulkan
untuk dibubarkan dalam rangka membangun sistem koordinasi dan advisor
melalui satu pintu yaitu Dewan Keamanan Nasional.
Peleburan dan pembubaran beberapa kementerian/lembaga di atas
merupakan suatu pertimbangan logis untuk memutus egosektoral yang
dituangkan melalui Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU
Kamnas) yang di dalamnya mengatur mengenai wacana pembentukan Dewan
169 | Keamanan Nasional Indonesia
Kapok Sahli
Deputi Bidang
Deputi Bidang Deputi Pertahanan Deputi Keamanan Deputi Keamanan Deputi Bidang Strategi Teknologi
Intelijen Strategis Negara Insani Dalam Negeri Hubungan Kawasan Komunikasi &
Informasi
Dir. Hubungan
Kawasan Timur
Tengah
Komite Khusus
q. Menteri Pertanian
r. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
s. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak
t. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
u. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
v. Menteri Badan Usaha Milik Negara
w. Menteri Pemuda dan Olahraga
x. Menteri Investasi
y. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Keempat lembaga tersebut yakni TNI Angkatan Laut, Polisi Air (Polair),
Direktorat Jenderal Imigrasi, dan Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia memberikan lima tugas kepada Angkatan Laut. Salah satu tugas
tersebut menurut Pasal 9 Huruf b ialah menegakkan hukum dan menjaga
keamanan wilayah laut nasional sesuai ketentuan hukum nasional dan hukum
internasional yang telah diratifikasi. Dalam bagian penjelasan UU tersebut
bahwa TNI AL diberikan kewenangan untuk mengejar, menangkap,
menyelidik, dan menyidik perkara. Selanjutnya berkas penyidikan dugaan
tindak pidana yang dibuat harus diserahkan ke Kejaksaan Agung karena
penuntutan dan pengadilan tidak masuk dalam ranah Angkatan Laut.
Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan
pun memberi wewenang kepada TNI AL untuk menegakkan hukum
diwilayah laut. Undang-Undang tersebut serupa dengan yang diberikan
kepada Polri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Kementerian
Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran memberi
amanat dalam membentuk suatu lembaga penjaga laut dan pantai. Pada Pasal
276 tersebut mengatur bahwa lembaga tersebut dibentuk untuk menjamin
terselenggaranya keselamatan dan keamanan dilaut.
Dari Undang-Undang tersebut, kemudian Pemerintah RI menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Pembentukan Badan
Keamanan Laut (Bakamla). Bakamla dikoordinasikan oleh Menteri
Koordinator Politik Hukum dan Keamanan dalam konteks pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya laut akan berkooridnasi dengan Menteri
Koordinator Kemaritiman.
5.2.2 Tumpang Tindih Peran Kepolisian Republik Indonesia dengan
Tentara Nasional Indonesia
Peran Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia
sampai dengan saat ini dinilai masih mengalami tumpang tindih. Misalnya,
penjagaan di perbatasan negara yang seharusnya menjadi kewenangan Polri
masih didominasi oleh TNI, kemudian penanganan terorisme pun hingga saat
175 | Keamanan Nasional Indonesia
ini masih belum memiliki kejelasan, apakah TNI atau Polri yang memiliki
kewenangan tersebut.
Peneliti berpendapat bahwa dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terdapat kelemahan.
Kelemahan tersebut adalah UU tersebut masih memperlihatkan corak
militeristik dan sentralistik dibanding dengan semangat polisi sipil yang
seharusnya diwujudkan. Bahkan secara eksplisit Polri meniru struktur dan
fungsi TNI di masa lalu. Kemudian dalam UU Polri tidak secara jelas
ditegaskan bahwa anggaran Polri berasal dari APBN sehingga diduga sumber
anggaran off-budget dari pos masyarakat menjadi titik lemah Polri dari sisi
transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran.
Tumpang tindih tugas dan wewenang Kepala Kepolisan selain menjadi
penyelenggaraan operasional, Kapolri pun turut merumuskan kebijakan
nonoperasional. Jika ditinjau dari sisi manajemen dan penyelenggaraan negara
yang baik, hal itu dikategorikan sebagai penyelewengan. Jika dibandingkan
dengan Kepolisian di negara manapun bahwa lembaga Kepolisian merupakan
lembaga pengelola keamanan yang memiliki sifat operasional.
Anjak Bid. Polkam Depsisnas Wantannas Kolonel Tek B.D.O Siagian,
S.E., M.Si (Han) selaku informan penelitian dari Sekretariat Jenderal Dewan
Ketahanan Nasional berpendapat mengenai koordinasi keamanan yang belum
memadai :
“Di Indonesia sendiri memang aktor-aktor keamanan ini belum terkoordinir
dengan baik. Memang di negara lain itu ditangani tata kelola oleh dewan
keamanan nasional atau semacamnya. Wantannas mengundang 6 negara yang
memiliki dewan keamanan nasional. Mereka memaparkan tentang konsep
dewan keamanan nasional di negara masing-masing. Tupoksi yaitu dalam
tataran grand strategy-nya, jadi dewan keamanan nasional itu akan melahirkan
nasional security strategy” (Siagian, wawancara 24 Mei 2021)
Dalam kasus tersebut terlihat bahwa grey area diantara TNI dan Polri
memang kerap terjadi sehingga perlu adanya satu kebijakan yang dapat
memisahkan antara penugasan yang dilakukan oleh TNI maupun Polri.
Peneliti berpendapat bahwa untuk menghilangkan grey area antara kedua aktor
keamanan tersebut adalah memfokuskan Polri untuk mengamankan
masyarakat sipil, sedangkan TNI fokus pada keamanan negara seperti
penanganan terorisme ataupun ancaman lainnya.
yang meledak saat ini adalah terorisme tanpa pemimpin (leaderless terrorism),
yang mana pelaku teror teradikalisasi sendiri, belajar menciptakan alat peledak
sendiri serta melakukan aksi teror juga sendirian (lonewolf) sehingga membuat
penanganan aksi lonewolf ini tidaklah mudah ataupun sesederhana yang
diperkirakan. Dibutuhkan upaya kolektif terintegrasi yang kuat baik dari
sektor pendidikan, agama, informasi, maupun keamanan.
Selain hal tersebut, ancaman tradisional berwujud provokasi militer
asing pun perlu disikapi dengan bijak. Selain sektor pertahanan yang
mengedepankan penguatan hardpower, dibutuhkan juga upaya diplomasi
pertahanan dengan tujuan untuk mempertahankan status quo dengan tanpa
kekuatan bersenjata alias jalan damai. Kerja sama antarindustri pertahanan di
kawasan dapat menjadi instrumen diplomasi yang memperkuat
interdependensi dan kohesi negara-negara di kawasan.
Dengan banyaknya jenis ancaman, sudah sepatutnyalah suatu negara
harus memiliki lembaga yang kredibel, menyediakan forum koordinasi lintas
sektoral untuk mengikis segenap hambatan yang tidak dapat diatasi secara
sektoral. lembaga tersebut yakni Dewan Keamanan Nasional (DKN).
Jika kita cermati bersama bahwa hampir seluruh negara di dunia kini
memiliki National Security Council atau yang disebut sebagai Dewan Keamanan
Nasional. Indonesia termasuk satu dari sedikit negara lain yang belum
memilikinya. Eksistensi DKN ini merupakan tuntutan bangsa atas peran suatu
pemerintahan dalam menjamin keamanan rakyatnya. Peran pemerintah
sebagai penyedia keamanan tidak bisa diganti, dan pemerintah yang dibagi
dalam departemen membutuhkan forum koordinasi untuk membahas masalah
keamanan yang bersifat multidimensi.
Sebenarnya setelah 16 tahun berlalu sejak DPR RI mengesahkan UU No.
3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang didalamnya diamanatkan
terbentuknya Dewan Pertahanan Nasional. Dewan ini memiliki peran yang
mirip sama dengan Wankamnas. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 itu
menggantikan UU No. 20 Tahun 1982, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988. Dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1982 telah diatur adanya Dewan Pertahanan Keamanan Nasional
(Wanhankamnas). Namun dalam UU No. 3 tahun 2002, dipahami bahwa ada
181 | Keamanan Nasional Indonesia
pemisahan fungsi pertahanan dan keamanan, kepada TNI dan Polri. Sehingga
nama Dewan Pertahanan Keamanan Nasional dalam UU No. 3 tahun 2002
berubah menjadi Dewan Pertahanan Nasional saja.
Hingga kini, Dewan Pertahanan Nasional urung dibentuk, yang ada
hanyalah Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) yang dibentuk menurut
intepretasi Pasal 35 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1982/Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988. Namun sebenarnya dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982, nama dewan yang dimaksud adalah
Dewan Pertahanan Keamanan Nasional dan bukanlah Wantannas. Sehingga
menurut peneliti terdapat “penyimpangan” antara pembentukan Wantannas
dengan Undang-Undang yang dijadikan dasar pembentukannya.
Penyimpangan ini bersumber dari Keputusan Presiden Nomor 101
Tahun 1999 tentang Dewan Ketahanan Nasional dan Sekretariat Jenderal
Dewan Ketahanan Nasional. Pada masa awal reformasi itu, Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia atau disingkat ABRI (sebutan TNI kala itu) amat
buruk citranya karena peran politiknya yang dominan, baik ditingkat
pemerintah serta parlemen di tingkat pusat dan daerah, juga di sejumlah Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) maupun dan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD). Tindakan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kerap represif
terhadap aksi massa dan kelompok pro-insurjen juga membekas luka yang
mendalam pada masyarakat yang menghendaki adanya reformasi total
ditubuh TNI untuk meninggalkan panggung politik praktis serta
menanggalkan praktik bisnis.
Aspirasi masyarakat itu dapat dipahami Presiden B.J. Habibie (kala itu)
dan untuk menghindari polemik pada masyarakat akan pembentukan Dewan
Pertahanan dan Keamanan Nasional (Wanhankamnas), Presiden Habibie
menetapkan Keputusan Presiden Nomor 101/1999. Latar belakang itu
dijabarkan dalam konsideran Keppres tersebut sebagai berikut:
a. bahwa peran Dewan Pertahanan Keamanan Nasional perlu disesuaikan
dengan perkembangan obyektif perumusan kebijaksanaan dan strategi
nasional dalam rangka pembinaan ketahanan nasional;
182 | Keamanan Nasional Indonesia
Mengenai perubahan nama ini, jika merujuk pada prinsip hukum ada
kelemahannya. Undang-undang (yang tingkatnya lebih tinggi) tidak bisa
dikalahkan oleh peraturan presiden (yang tingkatnya lebih rendah), sesuai
dengan prinsip lex superiori derogat legi inferiori.
Evolusi Dewan Pertahanan Nasional (Wantannas) di atas juga
dipertegas oleh Anjak Bid. Polkam Depsisnas Wantannas Kolonel Tek B.D.O
Siagian, S.E., M.Si (Han) selaku informan penelitian dari Sekretariat Jenderal
Dewan Ketahanan Nasional bahwa:
“Persoalan keamanan nasional bukan lagi hanya persoalan militer, namun
persoalan yang harus dihadapi secara komprehensif, holistik, dan integral oleh
seluruh bangsa. Beliau menjelaskan bahwa Indonesia memiliki lembaga yang
mengurusi masalah keamanan nasional sejak tahun 1946 dengan nama Dewan
Pertahanan Negara. Pada tahun 1954 berubah menjadi Dewan Keamanan.
Selanjutnya, menjadi Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, dan berubah lagi
sesuai dinamika politik, hingga pada tahun 1999 disebut dengan Dewan
Ketahanan Nasional. Lalu sekarang bertransformasi menjadi Wantannas.
Hanya saja nomenklaturnya berbeda” (Siagian, wawancara 24 Mei 2021)
PRESIDEN
Dewan Ketahanan
Nasional
Staf Ahli
Pembantu
Pertahanan dan
Keamanan
DEWAN KEAMANAN
NASIONAL
Presiden
Dewan
Keamanan
Nasional
Menko
Polhukam
Dewan Kementerian/
Kepala Staf
Pertimbangan TNI Polri
Presiden Lembaga
Presiden
Gambar 5. 4 Konsep Dewan Keamanan Nasional dengan Menko Polhukam sebagai Komando
Operasional
Sumber : RUU Kamnas, 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Araf, A. (2018). HAM dan Keamanan: Refleksi Penegakkan HAM dan Reformasi
Sektor Keamanan di Masa Reformasi. Jakarta: Imparsial.
Allen, J. & Moskos, C. (1997). “Civil-Military Relations after the Cold War,” in
Civil-Military Relations in Post-Communist States: Central and Eastern
Europe in Transition, ed. Anton Bebler. London: Praeger.
Bainus, A., Darmawan, W. B., Yulianti, D., & Husin, L. H. (2021). Between Fear
and Survival: Human Security Issues in Citarum River Basin, Indonesia.
Journal of Human Security, 17(1), 4–14.
https://doi.org/10.12924/johs2021.17010004
12(4), 309–324.
https://www.proquest.com/openview/6bc095b31d7347e08c550b1d873c87f
3/1?pq-origsite=gscholar&cbl=2069611
Cintia, I., Darmin, M., & Rufaida, H. A. (2018). Urgensi Sinkronisasi Dan
Harmonisasi Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Daerah.
Universitas Lampung, May.
Djuyandi, Y., Illahi, A. Q., & Aurel, A. C. H. (2021). Konflik Laut China Selatan
Serta Dampaknya Atas Hubungan Sipil Militer Di Asia Tenggara. Jurnal
Ilmiah Muqoddimah: Jurnal Ilmu Sosial, Politik Dan Hummanioramaniora, 5(1),
112. https://doi.org/10.31604/jim.v5i1.2021.112-124
Facal, G. (2020). Islamic Defenders Front Militia (Front Pembela Islam) and its
Impact on Growing Religious Intolerance in Indonesia. TRaNS: Trans-
Regional and -National Studies of Southeast Asia, 8(1), 7–20.
https://doi.org/10.1017/trn.2018.15
Felicia, F., & Loisa, R. (2019). Peran Buzzer Politik dalam Aktivitas Kampanye
di Media Sosial Twitter. Koneksi, 2(2), 352.
https://doi.org/10.24912/kn.v2i2.3906
Gasper, D., & Gómez, O. A. (2014). Evolution of Thinking and Research on Human
and Personal Security 1994-2013 Des Gasper and Oscar A. Gómez. 15(1), 1–12.
Grigoreva, E., & Garifova, L. (2015). The economic security of the state : the
institutional aspect. Procedia Economics and Finance, 24(July), 266–273.
https://doi.org/10.1016/S2212-5671(15)00658-9
Helmina, Andriani, H., Ustiawaty, J., Utami, E. F., Istiqomah, R. R., Fardani, R.
A., Sukmana, D. J., & Auliya, N. H. (2015). Buku Metode Penelitian Kualitatif
dan Kuantitatif (Issue April). Pustaka Ilmu.
Huda, S. (2019). Fpi: Potret Gerakan Islam Radikal Di Indonesia. Jurnal Studi
Agama, Vol 5, No, p 1-16.
Indikator Indonesia. (2019). Media Sosial, Hoaks, dan Sikap Partisan Pilpres 2019.
197 | Keamanan Nasional Indonesia
Institute for Economic & Peace. (2020). Global Terrorism Index 2020: Measuring
Impact of Terrorism. http://visionofhumanity.org/reports
Komisi Nasional Perempuan. (2021). Lembar Fakta dan Poin Kunci Catatan
Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2020.
Purwanto, E. A., & Emilia, O. (2020). New Normal Sebagai Jalan Tengah?:
Kesehatan vs. Ekonomi dan Alternatif Kebijakan Dalam Pandemi COVID-
19. In Gadjah Mada University Press.
Rasyid, I., Ansori, M. H., Efendi, J., Peranto, S., Hutagalung, V., & Arif, M.
(2018). Kajian Kontra Terorisme dan Kebijakan: Aspek-Aspek Penting
Penanganan Korban Tindak Pdana Terorisme. In Department of Foreign
Affairs, Trade and Development Canada (2nd ed., Vol. 2, Issue November, pp.
1–28). The Habibie Center.
https://www.habibiecenter.or.id/img/publication/THC-kajian-kontra-
terorisme-dan-kebijakan-4.pdf
Siahaan, H. P., & Zul, M. (2019). Peran Kepolisian dalam Penyidikan Tindak Pidana
Korupsi (Studi pada Kepolisian Daerah Sumatera Utara). 1(2), 135–145.
The Economist Intelligence Unit. (2020). Democracy Index 2020 In sickness and in
health ? https://www.eiu.com/n/campaigns/democracy-index-2020/
Williams, P. (2008). Security Studies an Introduction (P. D. Williams (ed.); 1st ed.).
Routledge.
DOKUMENTASI
202 | Keamanan Nasional Indonesia
203 | Keamanan Nasional Indonesia