NASKAHAKADEMIKDANRANCANGANPERATURANPERUNDANG UNDANGAN DESAADATKelompok13
NASKAHAKADEMIKDANRANCANGANPERATURANPERUNDANG UNDANGAN DESAADATKelompok13
net/publication/333808852
CITATIONS READS
0 4,294
7 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
NASKAH AKADEMIK DAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN - DESA ADAT (kelompok 13) View project
Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Perundang-undangan Desa Adat (kelompok 13) View project
All content following this page was uploaded by Farida Farida on 16 June 2019.
Oleh
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
KATA PENGANTAR
Dalam penyusunan tugas ini, dengan kerja keras dan dukungan dari
berbagai pihak, kami berusaha untuk dapat memberikan hasil yang
terbaik dan sesuai dengan harapan. Walaupun dalam pembuatannya
kami mendapatkan beberapa kesulitan karena faktor keterbatasan
ilmu pengetahuan dan keterampilan kami miliki.
Hormat Kami
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB IV Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis .................38
A. Landasan Filosofis ......................................................................... 38
B. Landasan Sosiologis....................................................................... 41
C. Landasan Yuridis ........................................................................... 49
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH
PROVINSI..............................................................................53
A. Sasaran ......................................................................................... 53
B. Jangkauan dan Arah Pengaturan .................................................. 53
C. Ruang Lingkup .............................................................................. 55
1. Ketentuan Umum Memuat Rumusan Akademik Mengenai Pengertian
Istilah dan Frasa ........................................................................ 55
3. Pengakuan ................................................................................. 58
4. Tugas Dan Wewenang ................................................................ 60
5. Sistem Informasi ........................................................................ 61
6. Pendanaan ................................................................................. 61
7. Larangan .................................................................................... 62
8. Ketentuan Pidana ....................................................................... 62
9. Ketentuan Peralihan ................................................................... 62
10. Ketentuan Penutup .................................................................. 63
BAB VI KESIMPULAN ............................................................65
A. Simpulan ....................................................................................... 65
B. Saran ............................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA ................................................................68
LAMPIRAN………………………..................................................72
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
yang tradisional hanya terdapat pada bangunan pemerintahaan,
cottage, dan villa. Selain itu, belum terdapat penelitian komprehensif
mengenai pemukiman tradisional sehingga perlu diadakan kajian
pendalaman yang membutuhkan identitas karakter lanskap dan
sosial-budaya.
3
Indonesia tetap memberikan pengakuan dan jaminan terhadap
keberadan kesatuan masyarakat hukum dan kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak tradisionalnya. Sehingga diharapkan
kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan
bagian dari wilayah desa, ditata sedemikian rupa menjadi desa dan
desa adat. Oelh sebab itu, menarik dilakukan penelitian terutama
mengenai desa adat yang bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis urgensi Negara membentuk desa adat dalam sistem
pemerintahan di Indonesia khususnya di Provinsi Lampung serta
konsep untuk mewujudkan desa adat dalam sistem pemerintahan di
Provinsi Lampung.
B. Identifikasi Masalah
4
4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan dalam Rancangan
Peraturan Daerah tentang Desa Adat yang akan diwujudkan
seperti ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah
pengaturan.
D. Metode
5
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
6
baru. Arus deras perpindahan penduduk etnis dan budaya dari luar
Lampung ke dalam lingkungan kehidupan masyarakat Lampung ini
merupakan pengaruh pencitraan Belanda bahwa pribumi masyarakat
Lampung adalah etnis yang ramah dan terbuka. Tujuan
dicitrakannya orang Lampung sebagai etnis terbuka menerima
kehadiran pendatang ini adalah agar kehadiran orang asing tidak
menimbulkan resistensi, baik terkait dengan perbedaan etnis, agama,
ras dan budaya maupun terkait dengan hak ulayat atas tanah adat
yang menjadi lokasi garapan.
Pada sisi lain masyarakat Lampung yang memiliki falsafah hidup fiil
pesenggiri dengan salah satu unsurnya adalah ”Nemui-nyimah” yang
berarti ramah dan terbuka kepada orang lain, maka tidak beralasan
untuk berkeberatan menerima penduduk pendatang. Pada masa
pasca kemerdekaan, citra sebagai masyarakat adat yang menerima
kehadilran orang lain itu cenderung diterima secara terbuka,
sehingga kemudian mengkristal di dalam konsep Sang Bumi Ruwa
Jurai. Harapannya adalah agar kehidupan sosial masyarakat
Lampung yang terdiri penduduk asli dan pendatang ini menjadi
sebuah lingkungan sosial dengan komunitas yang hidup rukun,
berdampingan dan bekerjasama. Perbedaan yang ada dapat dijadikan
kekuatan baru dalam membangun kehidupan yang harmonis. Setiap
komunitas menjaga sikap toleransi, meningkatkan dan bersatu
dalam rasa persaudaraan. Pemahaman Sang Bumi Ruwa Jurai
sendiri sebenarnya merupakan simbol kesatuan hidup dua akar
budaya yang berbeda dari masyarakat Lampung Asli, yaitu
Masyarakat adat Lampung Sai Batin dan Pepadun. Dengan hadirnya
etnis dan budaya luar, diharapkan dapat berdampingan atau
bergabung terhadap kedua jurai budaya pribumi yang telah ada,
sehingga dapat terhindar dari konflik.
7
bersatu dalam kehidupan bersama. Sebagaimana pada masa-masa
lalu nilai-nilai pluralisme mampu mengakomodasi berbagai
perbedaan prinsip hidup dalam dinamika masyarakat yang beragam
suku, kelompok sosial, dan adat istiadat. Refleksi operasionalnya
pada masa itu antara lain dalam bentuk sosialisasi “Sumpah
Pemuda”, dan bentuk kesadaran bersatu dalam ideologi Pancasila.
Hal ini menjadi penting ketika keanekaragaman budaya menjadi
nyata dalam kebutuhan membangun kepercayaan diri masing-
masing masyarakat yang dianggap berbeda dan berkaitan dengan
masalah-masalah yang muncul terkait pluralisme. Untuk ini perlu
adanya keterbukaan antaretnis, antarkelompok sosial, dan
keagamaan, agar pluralisme bisa dipahami dan dapat memperpendek
jarak pemaknaan yang negatif antar etnis yang bersifat plural, tidak
terkecuali dalam kehidupan masyarakat majemuk di Lampung.
8
6. Karakteristik budaya masyarakat Lampung yang terbuka
terhadap etnis pendatang, sangat memungkinkan mudahnya
masyarakat pendatang berbaur, sehingga terjadi pluralitas
penduduk.
9
”Sang Bumi Ruwa Jurai”. Masyarakat adat Sai Batin terdiri dari
ragam marga yang tersebar di berbagai wilayah; pada mulanya secara
umum tersebar di kawasan pesisir pantai, kemudian pada dekade
selanjutnya tersebar juga di daerah pedalaman dan sektor perkotaan.
Demikian juga sebaliknya masyarakat adat Lampung Pepadun juga
kemudian tersebar dan membaur (inkulturasi) dengan kelompok
masyarakat lainnya, baik dalam lingkungan 2 kelompok budaya
secara umum, maupun dalam lingkungan jurai marga atau
kebuawaian dari masing-masing kelompok budaya tersebut
10
mempunyai wewenang tertentu karena merupakan bagian dari
pemerintahan negara. Dalam pengertian yang ketiga ini desa sering
dirumuskan sebagai “ suatu kesatuan masyarakat hukum yang
berkuasa menyelenggarakan pemerintah desa”.2 Desa, atau sebutan
lain yang beragama di Indonesia. Pada awalnya, merupakan
organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas wilayah,
dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai adat istiadat untuk
mengelola dirinya sendiri. Inilah yang disebut self-govering
community, sebutan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum,
baru dikenal pada masa kolonial belanda.3
2
Ibid
3
Sutoro Eko. Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan Otonomi Desa.dalam Soetandyo Wignosubroto
dkk (tim penulis).pasanga surut otonmi daerah.sketsa perjalanan 100 tahun.instituterfor local
Delopment. Dan yayasan Tifa. Jakarta.2005. Hlm 144
11
telah memiliki kebiasaan adat yang terus dijaga dan diyakini dapat
menciptakan suatu harmoni dalam masyarakat. Kebiasaan-
kebiasaan inilah yang menjadi embrio lahirnya hukum adat. Sebagai
negara yang memiliki hegemonitas bahasa, suku, budaya, dan
agama, Indonesia merupakan tempat yang menarik menjadi objek
penelitian hukum adat untuk desa adat.4
4
Ibid
5
Sarasehan.Masyarakat Adat Nusantara. Menggugat Posisi Masyarakat Adat terhadap Negara.
Jakarta. Diterbitkan oleh panitia bersama Sarasehan dan Kongres Masyarakat Adat
Nusantara.1999 dengan lemabaga studi pers dan pembangunan 1999. Hlm 3
12
kewenangan.6 Secara pengertian bebas kewenangan adalah hak
seorang individu untuk melakukan suatu tindakan dengan batas-
batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok
tertentu.7 Dan penjelasaan tentang kewenangan desa menurut UU
Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa telah menjadi barometer awal
desa dalam memetakan ulang kewenangan desa. Peluang ini
merupakan peluang yang baik untuk desa bisa menentukan
nasibnya sendiri dalam merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi pembangunan yang ada didesa. Desa memiliki ruang
yang luas untuk memetakan berbagai aset desa dan dipergunakan
semaksimal mungkin untuk kepentingan desa atau desa adat. Dan
memiliki kewenangan yaitu:8
1) Kewenangan yang sudah ada berdasarkan asal-usul,
2) Kewenangan lokal berskala desa
3) Kewenangan yang ditugaskan Pemerintah dan Pemda Provinsi,
dan Kabupaten/ Kota, dan
4) Kewenangan lain yang ditugaskan Pemerintah dan Pemda/Kota.
6
Soetandyo Wignjosoebroto.poko-pokok pikiran tentang empat syarat pengakuan eksitensi hukum
adat. Publikasi kerjasama komisi hak asasi manusia.mahkamah Konstitusi RI. Dapartemen dalam
Negeri Desember 2006. Hlm 40
7
Ibid
8
Lihat pasal 97 UU Nomor 6 Tahun 2014
13
kewenangan berdasarkan asal-usul adalah hak yang merupakan
warisan yang masih hidup dan prakarsa desa atau prakarsa
masyarakat desa sesuai dengan perkembangan kehidupan
masyarakat. Kedua, kewenangan lokal berskala desa adalah
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat desa yang telah dijalanan oleh desa atau mampu dan
efektif dijalankan oleh desa atau yang muncul karena perkembangan
desa dan prakarsa masyarakat desa.
14
diwilayah desa yang bersangkutan selama waktu tertentu.
Biasanya dalam waktu 6 bulan atau satu tahun berturut-turut
menurut peraturan daerah yang berlaku.
2. Daerah atau Desa Adat
Wilayah desa harus memiliki batas-batas yang jelas, berupa batas
alam seperti sungai , jalan dan sebagainya atau batas buatan
seperti patok atau pohon yang dengan sengaja ditanam. Tidak
ada ketentuan defenitif tentang jumlah luas minimal atau
maksiaml bagi wilayah sautu desa.
3. Pemimpin Desa Adat
Pemimpin desa adat adalah badan yang memiliki kewenangan
untuk mengatur jalannya pergaulan sosial atau interaksi
masyarakat. Pimpinan desa disebut kepala desa atau dengan
sebutan lain sesuai dengan tempat wilayahnya.
4. Urusan atau Rumah Tangga Desa Adat
Kewenangan untuk mengurus kepentingan rumah tangga desa,
atau yang dikenal dengan otonomi desa. Otonomi desa berbeda
dengan otonomi daerah karena merupakan otonmi asli desa yang
telah ada dari jaman dahulu, dimana hak otonom bukan dari
pemberian pemerintah atasan, melainkan dari hukum adat yang
berlaku. Di dalam suatu pemerintahan desa adat terdapat sebuah
lembaga organisasi yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam
memperdayakan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan
ditetapkan dengan peraturan desa. Salah satu fungsi lembaga
kemasyarakatan adalah sebagai penampungan dan penyaluran
aspirasi masyarakat dalam pembangunan.
15
dari interaksi sosial yang memiliki struktur dalam suatu
kerangka nilai yang relevan. Sehingga lembaga adat adalah pola
prilaku masyarakat adat yang mapan yang terdiri dari interaksi
sosial yang memiliki struktur dalam suatu kerangka nilai adat
yang relevan. Menurut ilmu budaya, lembaga adat diartikan
sebagai suatu bentuk organisasi adat yang tersusun relative
tetap atas pola-pola kelakuan, peran-peranan, dan relasi-relasi
yang terarah dan mengikat individu, mempunyai otoritas formal
dan sanksi hukum adat guna tercapainya kebutuhan-
kebutuhan dasar.
16
d. Memusyawarahkan berbagai hal yang menyangkut
masalah-masalah adat dan agama untuk kepentingan desa
adat.
e. Sebagai penengah dalam kasus-kasus adat yang tidak
dapat diselesaikan pada tingkat desa.
f. Membantu penyelenggaraan upacara keagamaan di
kecamatan, kabupaten/kota adat tersebut berada.
17
c. Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan,
adalah bahwa dalam pembetukan peraturan perundang-
undangan harus benar-benar materi muatan yang tepat sesuai
dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.
d. Asas dapat dilaksanakan, dalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan
efektivias peraturan perundang-undangan tesebut didalam
masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan adalah bahwa setiap
peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-
benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f. Asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap peraturan
perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
peyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika,
pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan
mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai
macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Asas keterbukaan, adalah bahwa dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan
demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan.
18
a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Pemerintah suatu undang-undang untuk diatur dengan
undang-undang.
c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu
d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi.
e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat
9
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
19
Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi
Sumatera Selatan.Provinsi lampung terbagi menjadi 15
kabupate/kota yaitu Kabupaten Lampung barat,lampung
utara,pesisir barat,tanggamus,way kanan,tulang bawang,tulang
bawang barat,Mesuji,pesawaran,pringsewu,lampung tegah ,lampung
selatan ,lampung timur kota metro dan kota Bandar lampung.
Provinsi dari dahulu hingga sekarang merupakan suatu daerah
dengan kondisi kemajemukan budaya maupun adat istiadat.dalam
sejarahnya masyakat adat lampung sendiri terbagi menjadi dua suku
adat yaitu lampung peppadun dan lampung saibatin . kedua suku
tersebut ailah masyarakat adat asli lampung mereka terbagi
berdasarkan wilayah geografis yang mereka tinggali yang diantaranya
:
Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan
Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung,
Padang Cermin, Marga Punduh, Punduh Pedada, Cukuh Balak, Way Lima,
Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau,
Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung,
empat kota ini ada di Provinsi Sumatera Selatan, Cikoneng di
Pantai Banten dan bahkan Merpas di Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat
Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung Pesisir karena sebagian besar
berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat lampung.
20
keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Way Kanan mendiami
wilayah adat: Negeri Besar, Pakuan Ratu, Blambangan Umpu, Baradatu,
Bahuga, dan Kasui. .Sungkay Bunga Mayang (Semenguk, Harrayap, Liwa,
Selembasi, Indor Gajah, Perja, Debintang)Masyarakat Sungkay Bunga Mayang
menempati wilayah adat: Sungkay, Bunga Mayang, Ketapang dan Negara
Ratu.
a. Piil Pesenggiri
Piil Pesenggiri yang merupakan falsafah hidup orang Lampung
memiliki arti harga diri, maknanya prinsip prinsip yang harus dianut
agar seorang itu memiliki eksistensi atau harga diri.
b. Nemui Nyimah
Nemui berarti Tamu, Nyimah atau Simah berarti Santun. Bagian
Nemui Nyimah ini sebagai perlambang kala masyarakat Lampung
menjamu kehadiran tamu. Simah adalah sebagai penentu.
Keterbukaan terhadap seluruh masyarakat yang menjalin hubungan
saat bertamu. Sikap sopan santun kala bertamu termasuk
didalamnya menjamu tamu yang datang berkunjung pun menjadi
perhatian masyarakat Lampung. Tindakan ini merupakan penerapan
prinsip membina tali silaturahmi baik terhadap generasi sebelumnya
maupun generasi mendatang.
c. Nengah Nyapur
Nengah memiliki arti kerja keras, berketerampilan dan bertanding.
Kata Nengah haruslah bersanding dengan kata Nyapur yang berarti
tenggang rasa dan jiwa kompetitif. Nengah Nyapur juga merupakan
salah satu upaya masyarakat lampung membekali diri dengan
kemampuan dalam mengarungi kehidupan untuk kemudian
21
dimanfaatkan secara optimal bagi kemakmuran umat manusia.
Termasuk tekad untuk terus menerus belajar baik belajar dibidang
akademik maupun belajar melalui pengalaman.
d. Bejuluk Beadek
Bejuluk atau Juluk berarti nama baru ketika seseorang mampu
mencapai cita citanya.Adek berarti gelar atau nama baru yang di
sandang.Bejuluk Beadek pun kemudian menjadi bagian dari tata
cara pemberian gelar. Pemberian gelar atau nama biasanya melalui
acara Seghak Sepei untuk Juluk dan upacara Mepadun untuk Adek.
Nama-nama baru hanya diberikan ketika ada sesuatu yang baru.
Dengan demikian maskayarat Lampung selalu menginginkan
terjadinya perubahan pembaharuan dan inovasi. Bejuluk Beadek juga
merupakan salah satu sikap dari masyarakat Lampung yang
mencerminkan pada kerendahatian dan kebesaran jiwa untuk saling
menghormati baik dalam keluarga maupun lingkungan masyarakat.
e. Sakai Sambaian
Sakai atau Akai berarti terbuka dan bisa menerima sesuatu yang
datang dari luar.
Sambai atau Sumbai (utusan) berarti memberi.Sakai Sambaian dapat
diartikan sebagai sifat kooperatif, gotong royong atau urun rembuk
masyarakat Lampung pada lingkungan dimana mereka bertempat-
tinggal.
22
yang merupakan desa bali di lampung selatan dan juga beberapa
adat lain seperti masyarakat adat bugis,banten ,batak dan lain lain.
23
membangun dan kesadaran untuk terus memperbaiki diri karena
terjebak dengan pemahaman Piil Pesenggiri yang salah. Piil
Pesenggiri yang juga salah arti menyebabkan seseorang menjadi
pongah dan malas. Ada kecenderungan merasa gengsi untuk belajar
dan bekerja keras dalam bidang bidang .
24
D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan
Diatur Dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah Terhadap
Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya Terhadap Aspek
Beban Keuangan Negara
25
2. Desa Adat dan Pengaruhnya Terhadap Keuangan Daerah
Desa adat dalam pengaruh keuangan daerah perlu melihat
bagaimana pengaturanya di u ndang undang nomor 23 tahun 2014
tentang pemerintahan daerah dan UU nomor 6 tahun 2014 tentang
desa ,melihat dari aspek yang desentralisasi dari kedua undang
undang yang saling berkaitan tersebut artinya desa berhak dan
berwenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri.di dalam pasal
212 uu no 23 tahun 2014 tentang keuangan desa menyebutkan
bahwa Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang
dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa. Dalam
10pasal 212 ayat 3 menyebutkan sumber pendapatan desa terdiri atas
:
B. Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten atau kota
4.Hasil gotong-royong
10
UU No 6 Tahun 2014
26
Sebagaimana disebutkan dalam pasal diatas bahwa desa mempunyai
pendapatan yang diperoleh dari pendapatan asli desa yang artinya
pungutan pungutan tersebut hanya boleh di ambil oleh desa dan
tidak dibenarkan bahwa pemerintah daerah masih mengambil
terhadap pendapatan asli desa dan juga sebaliknya pajak dan
retribusi yang telah di ambil oleh daerah tidak boleh lagi diambil
sebagai pendapatan asli desa. Selain dari pendapatan asli, desa
memliki hak dimana keuangan yang dialirkan oleh pusat untuk desa
yang dapat digunakan desa dalam mengatur pemerintahanya yang
biasa disebut dana desa, dana desa yang saat ini mencapai hampir 4
miliyar pertahun membuka peluang dan pengaruh besarnya terhadap
cita pemerintah pusat terhadap pembangunan di desa
desa.pemebentukan desa adat seharusnya bisa menjadi pilihan
utama oleh masyarakat atau kelompok kelompok adat untuk
membangun kapasitasnya agar mampu bersaing dengan kondisi
apapun .pembentukan desa adat di harapkan mampu memperkuat
dan mengayomi terhadap kelestarian seni, budaya, adat yang ada di
Provinsi Lampung.
27
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT DESA ADAT
28
2. Pasal 18B Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan:
“negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang.”
29
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam perjalanan
ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam
berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar
menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat
menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan
dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera. Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan
undang-undang.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1, Desa adalah desa dan desa adat atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan negara Kesatuan Republik
Indonesia.
30
a. Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya
secara nyata masih hidup, baik yang bersifat teritorial,
genealogis, maupun yang bersifat fungsional;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya
dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan
c. Kesatuan masyarakat Desa adat beserta hak tradisionalnya
sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
12
Pasal 97 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
31
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menyebutkan: Hukum
agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum
adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme
Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam
Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya,
segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar
pada hukum agama. Kemudian dalam penjelasan Pasal 5 disebutkan
bahwa penegasan hukum adat dijadikan dasar dari hukum agraria
yang baru. Penjelasan Pasal 5 ini juga mengacu pada Penjelasan
Umum III mengenai dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan hukum, angka 1 yang menyatakan bahwa hukum
agraria sekarang ini mempunyai sifat "dualisme" dan mengadakan
perbedaan antara hak-hak tanah menurut hukum-adat dan hak-hak
tanah menurut hukum-barat, yang berpokok pada ketentuan-
ketentuan dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Indonesia. Undang-undang Pokok Agraria bermaksud menghilangkan
dualisme itu dan secara sadar hendak mengadakan kesatuan hukum,
sesuai dengan keinginan rakyat sebagai bangsa yang satu dan sesuai
pula dengan kepentingan perekonomian.
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960, negara bertanggung jawab dalam memberikan pengakuan
terhadap hak atas tanah (hak ulayat) yang dimiliki oleh masyarakat
hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional dan negara. Dengan demikian Pemerintah dan Pemerintah
Daerah tidak boleh secara semena-mena merampas hak ulayat
tersebut tanpa ada persetujuan dari masyarakat hukum adat.
32
keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi
kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun
bermanfaat bagi masyarakat dan Negara. Namun, ketentuan
tersebut tidak berarti bahwa kepentingan perseorangan akan
terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat) karena
Undang-Undang Pokok Agraria memperhatikan pula kepentingan-
kepentingan perseorangan, termasuk kepentingan penggunaan hak
atas tanah yang dimiliki masyarakat hukum adat.
13
Penjelasan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
33
ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna,
dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang
sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga
keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan
keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
34
daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan
peran serta masyarakat. Di samping itu, melalui otonomi luas,
daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
35
kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama
dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah
pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin
hubungan yang serasi antardaerah dengan Pemerintah, artinya harus
mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka
mewujudkan tujuan negara.
36
satu persyaratan dasar kapasitas daerah didasarkan pada parameter
sosial politik, adat, dan tradisi yaitu kohesivitas sosial. Kohesivitas
sosial diukur dari keragaman suku, agama, dan lembaga adat.
37
BAB IV
Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis
A. Landasan Filosofis
38
asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat
istimewa”.
“Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-
daerah istimewa tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai
daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah
tersebut”.
39
dicantumkan pula uraian yang bernada antisipatif bahwa ’Oleh
karena Negara Indonesia itu suatu "een heidsstaat", maka Indonesia
tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat
"Staat" juga’. Namun pernyataan ini tidak membatalkan unsur
penghormatan oleh Negara Indonesia terhadap berbagai kelompok
masyarakat yang mempunyai susunan asli tersebut.
40
Dalam perjalanan sejarah Indonesia, unsur penghormatan terhadap
masyarakat dengan susunan asli pernah mengalami distorsi yang
tajam dengan upaya penyeragaman melalui Undang-Undang No. 5
Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Bahwa ini merupakan
sebuah kekeliruan dalam penyelenggaraan Negara Indonesia pun
sudah diakui oleh Negara sebagaimana dapat dilihat dalam bagian
‘Menimbang’ butir 5 UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah yang menyatakan ‘bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun
1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153) yang
menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintah
Desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan
perlunya mengakui serta menghormati hak asal-usul Daerah yang
bersifat istimewa sehingga perlu diganti’.
B. Landasan Sosiologis
41
Hak Asasi Manusia adalah hal-hal mendasar yang telah mengubah
wajah dunia. Globalisasi sistem ekonomi pasar dan informasi,
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, dan diserapnya
prinsip-prinsip demokrasi dan HAM ke dalam perjanjian-perjanjian
dan kesepakatan-kesepakatan internasional dalam bidang ekonomi
dan perdagangan serta kerjasama antara negara dalam
pembangunan, telah menghadirkan urgensi dan tantangan baru
dalam hubungan negara dan masyarakat. Akses ke berita yang
beberapa dekade lalu masih merupakan monopoli negara dalam
wujud Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik
Indonesia (TVRI) kini tidak lagi terjadi. Perkembangan teknologi
satelit dan broadcasting telah membuat hampir setiap orang dapat
mengakses berita televisi melalui antene parabola di mana pun dia
berada. Teknologi telepon seluler dan information technology (IT) telah
mempersempit dunia seolah tanpa jarak. Bersamaan dengan itu
sistem ekonomi pasar, prinsip-prinsip demokrasi, serta HAM bukan
lagi menjadi sebuah keistimewaan yang harus diperoleh dari
pendidikan yang diselenggarakan oleh negara. Setiap saat seseorang
dapat mengakses pengetahuan mengenai hal-hal ini dengan mudah.
42
2000, berjumlah 1455 kasus, melibatkan 242.088 Keluarga, 533.866
jiwa dan lahan seluas 1.456.773 hektar yang merupakan lahan
masyarakat adat dan lokal.
Hak asal-usul adalah hak yang dalam konsep politik hukum dikenal
sebagai hak bawaan untuk dipahami dalam perhadapannya dengan
hak berian. Menurut R. Yando Zakaria14, dengan menyebut desa
sebagai susunan asli maka desa adalah ‘persekutuan sosial,
ekonomi, politik, dan budaya’ yang berbeda hakekatnya dengan
sebuah ‘persekutuan administratif’ sebagaimana yang dimaksudkan
dengan ‘pemerintahan desa’ dalam berbagai peraturan perundangan
yang ada. Karenanya, sebagai susunan asli, kerapkali desa
mewujudkan diri sebagai apa yang disebut Ter Haar sebagai dorps
republick atau ‘negara kecil’, sebagai lawan kata ‘negara besar’ yang
mengacu pada suatu tatanan modern state.
14
R. Yando Zakaria, ‘Merebut Negara’, khususnya Bab 3 tentang ‘Otonomi Desa’, Yogyakarta,
Lapera Pustaka Utama dan KARSA, 2004.
43
sejarah asal usul unit yang memiliki otonomi itu (hak bawaan).
Dengan menggunakan dua pembedaan ini, maka digolongkan bahwa
otonomi daerah yang dibicarakan banyak orang dewasa ini adalah
otonomi yang bersifat berian ini. Karena itu, wacananya bergeser dari
hak menjadi wewenang (authority). Kewenangan selalu merupakan
pemberian, yang selalu harus dipertanggungjawabkan. Selain itu,
konsep urusan rumah tangga daerah hilang diganti dengan konsep
kepentingan masyarakat. Dengan demikian, otonomi daerah
merupakan kewenangan pemerintahan daerah untuk mengatur
kepentingan masyarakat di daerah.
Berbeda dengan hak yang bersifat berian adalah hak yang bersifat
bawaan, yang telah tumbuh berkembang dan terpelihara oleh suatu
kelembagaan (institution) yang mengurus urusan rumah tangganya
sendiri. Dalam UUD 1945, konsep hak yang bersifat bawaan inilah
yang melekat pada ‘daerah yang bersifat istimewa’ yang memiliki ‘hak
asal-usul’. Karena itu, berbeda dengan ‘pemerintah daerah’, desa
dengan otonomi desa, yang muncul sebagai akibat diakuinya hak
asal-usul dan karenanya bersifat istimewa itu, memiliki hak bawaan.
Dari sejarah dapat kita ketahui bahwa hal ini sudah dibahas secara
serius dalam rapat-rapat BPUPKI. Dalam pidatonya dalam
pembahasan pembentukan UUD 1945 mengenai kekuasaan
44
pemerintah negara, Soepomo juga menekankan agar keberadaan
masyarakat dengan susunan asli harus dihormati dan
diperhatikan;15
Meskipun demikian ada kesadaran pula bahwa susunan asli itu akan
berkembang, berubah mengikuti perkembangan jaman. Yamin,
selanjutnya mengatakan’:16
15
Mohammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid Pertama, Yayasan
Prapanca, Jakarta, 1959.
16
Ibid.
45
Pencederaan itu dapat dilihat dari peristiwa pemutusan hubungan
antara Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan
Intergovernmental Group on Indonesia atau IGGI yang
mempertanyakan kredibilitas pemerintah Indonesia dalam
pelaksanaan HAM. Yang belum lama terjadi adalah beredarnya
cuplikan tindakan kekerasan terhadap masyarakat asli Papua oleh
pihak-pihak yang diduga militer Indonesia, meskipun hal ini secara
resmi sudah dibantah oleh otoritas berwenang dari militer Indonesia.
Dalam hal klaim hak atas tanah, jelas bahwa konsep hak masyarakat
adat atas tanah telah diabaikan dalam relasi masyarakat adat dan
Negara. Demikian pula hak untuk memeluk agama dan kepercayaan
mengalami nasib serupa dengan ditetapkannya hanya 6 (enam)
agama yang diakui Negara serta hak-hak dan kebebesan dasar
lainnya. Dalam pandangan politik, masyarakat adat belum dapat
menjalankan sistem pengurusan diri sendiri sebagaimana yang
disebut dalam UUD 1945 (sebelum amandemen). Dalam berbagai
uraian tentang masyarakat adat, akibat dari diskriminasi tersebut
adalah masyarakat adat mengalami proses peminggiran yang
sistematis dari kehidupan publik.
46
Kedua, dalam sistem peraturan perundangan di Indonesia,
pengaturan tentang hak masyarakat adat dilakukan secara sektoral.
Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat adat ditempatkan
sebagai objek dari kepentingan sektoral dalam penyelenggaraan
Negara. Akibatnya, masing-masing undang-undang sektoral
mencantumkan pengaturan tentang masyarakat adat menurut
kepentingannya. Di sinilah konflik antara masyarakat adat dengan
pihak ketiga selalu menjadi muaranya. UU No. 41 tahun 1999, UU
No. 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan, UU No. 18 tahun 2004
tentang Perkebunan, UU tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, UU No. 32 tahun 2009 tentang Lingkungan serta
UU Pokok Agraria adalah sejumlah Undang-Undang yang
mencantumkan pengaturan masyarakat adat dalam nada yang telah
disebutkan itu.
47
prinsipil bertentangan dengan konsep hak masyarakat adat atas
tanah dan sumberdaya alam. Dalam situasi seperti itu, sejauh ini
hak masyarakat adat selalu menghadapi situasi dinegasikan.
48
korban pembangunan, pengabaian adalah pengalaman-pengalaman
penderitaan masyarakat adat dan rakyat Indonesia umumnya yang
harus dihilangkan agar jalan menuju kepada keadilan sosial dapat
terbuka lebih lebar.
C. Landasan Yuridis
49
Baik UUD 1945 maupun berbagai UU yang mengatur tentang
pengakuan, perlindungan, dan penghormatan terhadap desa adat
adalah dasar hukum yang dapat digunakan untuk mendorong
pemenuhan hak-hak dan kebebasan dasar desa adat, bilamana
kondisi yang memperlemah pengakuan, penghormatan dan
perlindungan dapat dihilangkan. Disisi lain, keistimewaan desa adat
dalam system pengurusan diri sendiri, yang mencakup pemerintahan
dalam komuniti maupun system peradilan dan ketentuan-ketentuan
tentang pengelolaan tanah dan sumberdaya alam dapat
didayagunakan oleh Negara untuk memperkuat upaya mencapai cita-
cita kebangsaan. Ini berarti ada pembagian ruang pengurusan antara
Negara dan desa adat dimana Negara memberikan semacam otonomi
untuk menjalankan system pengurusan diri sendiri itu di dalam
masing-masing komuniti, namun tetap didalam kerangka system
Negara Indonesia. Belakangan ini dapat disaksikan bagaimana
system peradilan adat mulai dijalankan kembali dalam sejumlah
kasus.
50
tanggung jawab Negara terutama Pemerintah.
17
Pasal 18B ayat (2) merupakan hasil Perubahan (Amandemen) Kedua Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 tanggal 18 Agustus 2000.
51
Negara, terutama pemerintah
Selain itu juga terdapat beberapa landasan yuridis yang menjadi
acuan dari pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Desa Adat di
Provinsi Lampung ini yaitu :
1. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah
2. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Pemberdayaan
Masyarakat Desa
3. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Kelembagaan
Masyarakat Adat Lampung
52
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH
PROVINSI
A. Sasaran
18
Pasal 18B ayat (2) merupakan hasil Perubahan (Amandemen) KeduaUndang-Undang Dasar (UUD)
1945 tanggal 18 Agustus 2000.
53
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu penghormatan terhadap
identitas budaya dan masyarakat tradisional telah ditegaskan dalam
ketentuan Pasal 28I ayat (3) UUD Tahun 1945.
Adanya pengakuan dan penghormatan dari Negara kepada
masyarakat hukum adat sebagaimana yang digariskan dalam UUD
Tahun 1945 ternyata tidak diikuti dengan sebuah pengaturan yang
memberikan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat,
termasuk didalamnya masyarakat tradisional. Pengakuan dan
penghormatan terhadap masyarakat hukum adat dan masyarakat
tradisional dapat diwujudkan dalam bentuk perlindungan dan
pemberdayaan sesuai dengan karakteristik yang dimiliki.
54
Undang-undang ini memberikan kepastian hukum terhadap
kedudukan dan keberadaan Desa Adat yang melingkupi Masyarakat
Adat yang didalamnya mengatur secara tegas mengenai pengakuan
dan perlakuan hukum bagi Desa Adat, masyarakat adat, hak dan
kewajiban, pemberdayaan masyarakat adat, sistem informasi, tugas
dan wewenang pemerintah pusat dan pemerintah daerah, lembaga
adat, penyelesaian sengketa, pendanaan, dan peran serta
masyarakat.
C. Ruang Lingkup
55
e. Kewenangan desa adat yaitu hak yang diberikan oleh
pemerintah daerah provinsi Lampung untuk melakukan
sesuatu, mengambil keputusan, atau mengorganisir
masyarakat yang berada dalam lingkup wilayah desa adat
tersebut
f. Penduduk desa adat, adalah setiap orang yang tinggal dan
serta menetap didesa tersebut dalam jangka waktu yang cukup
lama
g. Daerah atau wilayah desa adat yaitu mencangkup seluruh
segala jenis pembatas yang berada didesa tersebut untuk
menandai wilayah mana saja yang masuk kedalam kawasan
desa adat tersebut, seperti pagar, sungai dsb.
h. Pemimpin desa adat, yaitu seseorang yang telah mendapat
wewenang untuk mengepalai desa adat tersebut dan juga
sebagai wakil masyarakat hukum adat dalam urusan
pemerintahan desa tersebut
i. Urusan atau rumah tangga desa adat yang dimaksud adalah
segala hal terkait pelaksanaan otonomi yang telah dilimpahkan
oleh pemerintah daerah Provinsi Lampung
j. Lembaga adat yaitu perangkat yang berwenang mengatur,
mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan
kehidupan yang berdasarkan pada adat istiadat dan hukum
adat, yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan
sejarah masyarakat adat
k. Fungsi lembaga adat yaitu setiap peran yang telah diwajibkan
oleh pemerintah daerah provinsi lampung dalam mengayomi
dan mendukung setiap langkah dalam pembangunan
masyarakat hukum adat tersebut
l. Wewenang lembaga adat yaitu setiap langkah yang ditujukan
untuk usaha melestarikan serta memperkaya adat istiadat
masyarakat hukum adat tersebut
56
Desa Adat Gedong Meneng yang terletak di Kecamatan
Rajabasa ini merupakan salah satu yang terdapat di Provinsi
Lampung yang memiliki 7 desa/kelurahan yang berbatasan
sebelah utara Kabupaten Lampung Selatan, sebelah selatan
terdapat Kabupaten Kemiling dan Kecamatan Langkapura,
sebelah barat terdapat Kabupaten Lampung Selatan dan
sebelah timur terdapat Kabupaten Lampung Selatan,
Kecamatan Tanjung Senang dan Kecamatan Labuhan Ratu.
57
Betung Barat, Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Langkapura
dan Kecamatan Tanjung Karang Barat.
3. Pengakuan
58
tumbuh dan berkembang sesuai dengan karakteristik masyarakat
adat. Dalam melakukan pendataan tersebut pemerintah pusat
berkordinasi dengan pemerintah daerah, yakni tepatnya
Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung
Hasil yang dilakukan akan digunakan sebagai dasar untuk
melakukan pengakuan masyarakat adat. Dalam proses pengakuan
masyarakat adat tersebut dilakukan dengan melalui beberapa
tahapan sebagai berikut :
1. Identifikasi,
2. Verifikasi,
3. Validasi, dan
4. Penetapan
59
7. Pelestarian harta kekayaan dan benda adat
Materi muatan yang diatur dalam bagian ini yaitu mengenai tugas
dan wewenang yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi
Lampung, yaitu antara lain :
60
3. Menetapkan program sosialisasi kebijakan pembangunan
nasional dan daerah kepada desa adat;
4. Menetapkan tata cara mediasi penyelesaian sengketa antar
masyarakat hukum adat di desa adat;
5. Menetapkan program pembangunan dengan memperhatikan
kearifan lokal dan pengetahuan tradisional;
6. Menetapkan program perlindungan terhadap karya seni, budaya
pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektual dalam
masyarakat hukum adat.
5. Sistem Informasi
6. Pendanaan
61
Adat. Pendanaan bagi pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan
masyarakat adatbersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
c. sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.
Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat tersebut dikelola
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Larangan
8. Ketentuan Pidana
9. Ketentuan Peralihan
62
undangan.
Ketentuan peralihan bertujuan untuk:
19
Lampiran Nomor 127 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234.
63
Dalam ketentuan ini mengatur mengenai pada saat Undang-Undang
ini mulai berlaku semua istilah masyarakat hukum adat yang sudah
diatur dalam peraturan perundang-undangan sebelum Undang-
Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai Desa Adat sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Selain itu dalam
ketentuan penutup mengatur mengenai semua peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai atau berkaitan
dengan Desa Adat sebelum diundangkannya Undang-Undang ini
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.
20
Lampiran Nomor 136 dan 137 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234.
64
BAB VI
KESIMPULAN
A. Simpulan
65
a. Landasan Filosofis.
Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945: “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-
undang”.
b. Landasan Sosiologis.
Perlunya pengakuan terhadap keberadaan Masyarakat Adat dan
hak-haknya melalui undang-undang tersendiri untuk
memberikan perlindungan dan pemberdayaan serta
menyelesaikan permasalahan terkait keberadaan Masyarakat
Adat diantaranya berupa konflik social, konflik agraria dan
sebagainya.
c. Landasan Yuridis
Perlunya diatur tentang Desa Adat Lampung secara
komprehensif dalam satu peraturan daerah tersendiri untuk
menyelesaikan permasalahan disharmoni karena tersebarnya
pengaturan Desa Adat dalam berbagai peraturan perundang-
undangan yang menimbulkan kendala dalam implementasinya.
B. Saran
66
1. Perlu adanya pengaturan Desa Adat di Provinsi Lampung dalam
Peraturan Daerah untuk dapat memberikan pengakuan dan
perlindungan terhadap keberadaan Desa Adat dan Masyarakat Adat
Lampung dan hak-haknya.
67
DAFTAR PUSTAKA
Lim Teck Ghee dan Alberto G. Gomes, Suku Asli dan Pembangunan di
Asia Tenggara, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta:1993.
68
R. Yando Zakaria (2000), Abih Tandeh: Masyarakat desa di bawah
rezim Orde ,Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat.
Wijaya, HAW, 2003, Otonomi Desa : Otonomi yang asli bulat dan utuh,
Raja Grafindo Persada : Jakarta
Peraturan Perundang-undangan:
69
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Internet:
70
Siaran Pers KAMAN IV 25 April 2012,
http://www.kongres4.aman.or.id/2012/04/siaran-pers-kman-
iv-25-april-20012.asp,
http://staff.unila.ac.id/abdulsyani/multikulturalisme-lampung-
penghargaan-atas-kearifan-lokal-untuk-menciptakan-
stabilitas-daerah/
71
PROVINSI LAMPUNG
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG
TENTANG
PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN KEBERADAAN DESA ADAT DI
PROVINSI LAMPUNG
Menimbang :
a. bahwa Negara mengakui dan menghormati
keberadaan desa adat beserta hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam Undang-Undang;
b. bahwa dalam upaya untuk mengembalikan nilai
adat masyarakat lokal dan eksistensi
keberadaan desa adat serta untuk
menghidupkan kembali nilai dan norma adat di
dalam Desa Adat perlu dilakukan pengakuan
serta perlindungan terkait keberadaan Desa
Adat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang
Pengakuan dan Perlindungan Keberadaan Desa
Adat di Provinsi Lampung;
Mengingat :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai
pemerintahan daerah dan haknya dalam
menetapkan peraturan daerah dan peraturan
lainnya untuk melaksanakan otonomi daerah dan
tugas pembantuan ;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4578);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
72
2014 Nomor 7 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5495);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5539);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
123, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5539);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014
tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5558);
7. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2
Tahun 2016 tentang Pemberdayaan Masyarakat
Desa (Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Lampung Tahun 2016 Nomor 443)
Pasal 1
73
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonomi.
4. Bupati adalah Bupati Provinsi Lampung
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut
DPR adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
6. Badan Pemeberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa
selanjutnta disebut BPMPD adalah BPMPD Provinsi Lampung.
7. Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut
SKPD adalah SKPD Pemerintah Provinsi Lampung. Termasuk
Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas dan
Badan.
8. Kecamatan atau yang disebut dengan nama lain adalah
sebagian wilayah dari daerah kabupaten/kota yang dipimpin
oleh Camat.
9. Desa Adat adalah Kesatuan Masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Desa Adat adalah susunan asli yang mempunyai hak asal usul
berupa hak mengurus wilayah dan mengurus kehidupan
masyarakat hukum adatnya.
11. Adat adalah ketentuan dan aturan yang mengatur tingkah
laku anggota masyarakat dalam hubungan sesamanya dalam
segala aspek kehidupan.
12. Pemerintahan Desa Adat adalah penyelenggaraan urusan
Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
13. Pemerintah Desa Adat adalah Penghulu dibantu Perangkat
Desa sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintaha Desa Adat.
14. Penghulu adalah Kepala Desa sebagai penyelenggara
Pemerintahan.
15. Badan Permusyawaratan Desa Adat yang selanjutnya disebut
BAPEKAM adalah lembaga yang melaksanakan fungsi
pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari
penduduk Desa Adat berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokrasi.
16. Perangkat Desa Adat adalah unsur pembantu Penghulu dalam
melaksanakan tugas Pemerintahan Desa Adat.
17. Kerani adalah sebutan lain dari Sekretaris Desa/Desa Adat.
18. Juru Tulis adalah sebutan lain dari Kepala Urusan sebagai
pembantu kerani.
19. Rukun Desa adalah sebutan lain dari RukunWarga.
20. Wilayah atau Dusun, Rukun Desa, Rukun Tetangga adalah
bagian wilayah dalam Desa Adat yang merupakan wilayah
penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat.
Pasal 2
74
(1) Tujuan ditetapkannya Desa Adat adlah untuk menghidupkan
kembali peranan tokoh adat dalam penyelnggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat, hal ini diakibatkan oleh semakin kompleknya tata
kehidupan dimasyarakat sebgai pengaruh urbanisasi
penduduk dari daerah lain.
(2) Memberi peran dan fungsi kepada Penghulu Desa Adat,
lembaga adat untuk dapat mengayomi kehidupan masyarakat
yang lebih optimal meliputi:
a. meningkatkan peran serta Pemerintahan Desa Adat,
lembaga masyarakat dan tokoh adat yang berorientasi
kepada adat dan istiadat setempat dalam penyelenggaraan
pemerintahan Desa Adat;
b. meningkatkan peran tokoh adat terkait dengan kegiatan
sosial kebudayaan dalam kehidupan masyarakat.
c. meningkatkan peran tokoh adat yang ditunjuk sebagai
orang yang di tuakan untuk lebih berperan aktif
menghidupkan kembali adat istiadat Desa Adat di Provinsi
Lampung; dan
d. melestarikan adat istiadat yang hamper hilang yang di
akibatkan oleh urbanisasi dari daerah lain, sehingga adat
istiadat lokal dapat dihidupkan dan di kembangkan
kembali.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 3
BAB III
PEMERINTAHAN
Pasal 4
75
b. Perangkat Desa Adat
(2) Perangkat Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri dari:
a. sekretaris Desa Adat;
b. unsur kewilayahan; dan
c. pelaksanaan teknis lapangan.
(3) Sekretaris Kepenghuluan Adat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf a terdiri dari:
a. kerani sebagai pimpinan sekretaris; dan
b. juru tulis, staf, atau unsur pembantu kerani.
(4) Unsur kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b adalah Pembantu Penghulu yakni kadus, rukum desa dan
rukun tetangga.
(5) Pelaksanaan teknis lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c yaitu petugas Desa Adat yang melakukan suatu
tugas tertentu dalam perdesaaan Adat seperti urusan agama,
keamanan, pengairan, pertanian, pemadaman kebakaran
hutan dan lahan atau urusan lain yang jumlahnya disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat.
BAB IV
BATAS WILAYAH
Pasal 5
BAB V
FUNGSI DAN KEWENANGAN
Pasal 6
(1) Desa adat memiliki fungsi Pemerintahan, Keuangan,
Pembangunan,serta mendapat fasilitas dan pemerintahan dari
Pemerintah Kabupaten.
(2) Desa adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama
dengan desa, sedangkan perbedaannya hanyalah dalam
pelaksanaan asal usul, terutama menyangkut kelestarian
sosial, peraturan dan pengurusan wilayah adat, sidang
perdamaian adat, pemeliharaan ketentraman dan ketertiban
bagi masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan
pemerintah berdasarkan susunan asli.
(3) Untuk tercapainya penyelenggaraan Pemerintahan,
Pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat serta tidak
melanggar adat-istiadat,
Desa adat mempunyai kewenangan sebagai berikut:
a. pengaturan dan Pelaksanaan Pemerintahan berdasarkan
susunan asli.
b. pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat.
c. pelestarian nilai sosial budaya desa adat.
d. penyelesaian sangketa adat berdasarkan hukum adat yang
berlaku didesa adat dalam wilayah yang selaras dengan
76
prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan
penyelesaian secara musyawarah.
e. penyelesaian sidang perdamaian peradilan desa adat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat desa
adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di desa desa
adat.
g. pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan
kondisi sosial budaya masyarakat desa adat.
(4) Melaksanakan tugas pembantuan dan pemerintah, Pemerintah
Provinsi atau Pemerintah Kabupaten.
BAB VI
LEMBAGA KEMASYARAKATAN DAN LEMBAGA ADAT
Bagian Kesatu
Lembaga Kemasyarakatan
Pasal 7
(1) Lembaga Kemasyarakatan desa adat dibentuk dan disetujui
oleh pemerintah desa adat dan masyarakat adat.
(2) Lembaga Kemasyarakatan Desa Adat sebagaimana dimaksud
pasal ayat (1) bertugas:
a. melakukan Pemberdayaan Masyarakat Desa Adat;
b. ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan ; dan
c. meningkatkan pelayanan pemerintahan desa adat
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) lembaga kemasyarakatan Desa Adat memiliki fungsi:
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat ;
b. menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan
kesatuan masyarakat;
c. meningkatkan kualitas dan mepercepat pelayanan
pemerintah desa adat kepada masyarakat desa adat;
d. menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan,
meyeimbangkan, melestarikan, mengembangkan
terhadap hasil pembangunan secara partisipatif;
e. menumbuhkan, mengembangkan dan menggerakkan
prakarsa, partisipasi, swadaya, serta gotong royong
masyarakat;
f. meningkatkan kesejahteraan keluarga; dan
g. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
h. pembentukan lembaga kemasyarakatan desa adat diatur
dengan peraturan desa adat.
Bagian Kedua
LEMBAGA ADAT
Pasal 8
(1) Lembaga Adat pada Desa adat merupakan lembaga adat yang
tak terpisahkan dari Lembaga Adat Lampun Provinsi Lampung
(2) Masyarakat Desa Adat memiliki wilayahhukum adat dan hak
atas harta kekayaan di dalam wilayah hukum adat tersebut
,serta berhak dan berwenang untuk mengatur ,mengurus,dan
menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan masyarakat
77
desa adat berkaitan dengan adat dan istiadat serta hukum adat
yang berlaku.
Pasal 9
BAB VIII
SUMBER PENDAPATAN
Pasal 10
Sumber pendapatan kepenghuluan adat berupa:
a. pendapatan asli kepenghuluan
b. bagi hasil pajak daerah provinsi
c. bagian dari dana pusat dan daerah;
d. alokasi anggaran dana APBN;
e. bantuan dana dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten
f. sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga;
g. sumber pendapatan lain yang sah.
78
BAB IX
MEKANISME PERUBAHAN STATUS
Pasal 11
(1) Status desa dapat diubah menjadi desa adat,kelurahan dapat
diubah menjadi desa adat,desa adat dapat diubah menjadi
desa ,desa adat dapat diubah menjadi kelurahan.
(2) Perubahan desa adat menjadi kelurahan harus melalui
desa,sebaliknya perubahan status kelurahan menjadi desa
harus melalui desa.
Pasal 12
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 13
79
a. bidang pemerintahan;
b. bidang kelembagaan masyarakat;
c. bidang kelembagaan adat;
d. bidang kemasyarakatan;
e. bidang perekonomian;
f. bidang pendidikan;
g. bidang kesehatan;
h. bidang keuangan kepenghuluan; dan
i. bidang lain yang terkait pelaksanaan fungsi dan
kewenangan Desa Adat.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
80
Pasal 14
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Pasal 16
Ditetapkan di Bandarlampung
Pada tanggal 2019
GUBERNUR LAMPUNG,
81