net/publication/359972221
CITATION READS
1 8,323
4 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Efektivitas Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar Selama Pandemi Covid-19 View project
All content following this page was uploaded by Widia Awalia on 15 April 2022.
Assalamualaikum Wr. Wb
Puja dan puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
memberikan kami beribu-ribu nikmat, yang salah satunya adalah nikmat
kemudahan bagi kami semua sehingga kami dapat menyelesikan Buku yang
berjudul Karakteristik Pendidikan Sekolah Dasar dan Pendidikan Inklusif. Dan
juga dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu tanpa adanya kendala.
Adapun tujuan dibuatnya buku ini adalah untuk memenuhi tugas Prespektif
Pendidikan .
Kami berterima kasih kepada orang tua yang telah memberikan dukungan
serta semangat, lalu kepada teman-teman yang telah menyelesaikan buku ini
dengan baik, kami juga berterimakasih kepada Ibu Dr. Rusi Rusmiati Aliyyah,
M.Pd. selaku dosen mata kuliah Prespektif Pendidikan.
Keberhasilan penyusunan buku ini tentunya bukan atas usaha kami saja
sebagai penulis namun ada banyak pihak yang turut membantu dan memberikan
dukungan untuk suksesnya penulisan buku ini. Untuk itu, kami sebagai penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan kepada kami.
Besar harapan kami sebagai penulis agar Buku ini sedikit banyaknya dapat
bermanfaat bagi pembaca maupun kami selaku penulis. Kamipun selaku penulis
menyadari betul bahwa dengan adanya buku ini tentu bukan berarti ia sempurna
dan lepas dari masukan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca
semua sangat kami harapkan dan kami terbuka untuk itu.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 1
C. Manfaat Sekolah........................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................... 4
ii
BAB IV ................................................................................................................. 18
BAB V................................................................................................................... 24
BAB VI ................................................................................................................. 26
iii
BAB VII ............................................................................................................... 31
A. Teori Belajar............................................................................................... 31
BAB IX ................................................................................................................. 50
iv
C. Pelaksanaan Proses Pembelajaran Pendidikan Karakter ............................ 58
BAB X................................................................................................................... 64
PENDIDIKAN INKLUSIF................................................................................. 64
BAB XI ................................................................................................................. 73
1. Kelainan Fisik......................................................................................... 82
v
BAB XIII .............................................................................................................. 93
INDEKS ................................................................................................................97
GLOSARIUM.......................................................................................................99
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................101
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................107
vi
BAB I
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan, yang diperlukan
dirinya, masyarakat, dan Negara (UU No.20 tahun 2003). Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat. (UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003).
1
dunia pendidikan ataupun kehidupan sehari-hari (Heidjrachman dan Husnah;
1997). Para masyarakat mengartikan pendidikan adalah pengajaran yang di
lakukan disekolah yang mana sekolah tersebut sebagai tempat terjadinya
pengajaran atau pendidikan formal. Jadi pendidikan tidak seluruhnya terjadi
disekolah tetapi pendidikan bisa jadi di rumah yang mana orang tua yang menjadi
gurunya. (Ivan sujatmoko, 2011)
2
Sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah (Ml) adalah pendidikan dasar awal
sebelum memasuki pendidikan dasar menengah, yaitu SMP/MTs. Pendidikan di
sekolah dasar ataupun madrasah ibtidaiyah memegang peran penting dalam proses
pembentukan kepribadian siswa, baik yang bersifat internal (bagaimana
mempersepsi dirinya), eksternal (bagaimana mempersepsi lingkungannya), dan
suprainternal (bagaimana mempersepsi dan menyikapi Tuhannya sebagai ciptaan-
Nya. (A. Malik Fadjar, 1999). Pendidikan dasar merupakan fondasi dasar dari
semua jenjang sekolah selanjutnya. (Andi Prastowo; 2013).
C. Manfaat Sekolah
Dampak kumulatif dari manfaat pendidikan yaitu membantu individu
untuk memiliki lebih banyak pilihan dan mampu membuat keputusan yang lebih
baik bagi kehidupan mereka. Pilihan dan pengambilan keputusan yang
ditingkatkan mencakup berbagai macam bidang, yaitu pekerjaan, penilaian
tentang resiko perilaku menyimpang atau kriminal, dan pilihan kesehatan pribadi
yang lebih baik. Dengan demikian, perolehan kognitif-intelektual yang dihasilkan
oleh anak-anak dan remaja di sekolah berkontribusi pada manfaat sosial dan
ekonomi yang diperoleh dari pendidikan untuk semua anggota masyarakat. (Dana
Mitra Ph.D. “Pennsylvania’s BestInvestment: The Social and Economic Benefits
of Public Education”,(2009-2010))
Setelah penjelasan diatas dapat disimpulkan, Pendidikan Sekolah Dasar
sebagai suatu proses yang bukan hanya memberi bekal kemampuan intelektual
dasar dalam membaca, menulis dan berhitung saja melainkan juga sebagai
prosesmengembangkan kemampuan dasar peserta didiksecara optimaldalam aspek
intelektual, sosial, dan personal, untuk dapat melanjutkan pendidikan di SMP atau
yang sederajat. Maka dari itu pendidikan itu merupakan modal yang sangat
penting dalam menjalani kehidupan di lingkungan masyarakat. Dalam
pembahasan pendidikan diatas juga kita dapat memperoleh banyak pengetahuan
seperti pengetahuan tentang moral, agama, kedisiplinan dan masih banyak lagi
yang lainnya.
3
BAB II
A. Pengertian Karakteristik
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap dan bertindak,
kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma seperti bersikap jujur,
berani bertindak, dapat dipercaya dan hormat kepada orang lain (Puskur balitbang,
2010). Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:445) menyebutkan karakter berarti
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari
yang lain, tabiat, watak. (Ma‘mur, 2011).
Karakter merupakan watak, sifat atau hal-hal lain yang sangat mendasar
yang ada pada setiap diri seseorang, yang sering disebut dengan tabiat atau
perangai, karakter ini sifatnya batin yang memengaruhi pikiran dan perbuataan.
Disini karakter memiliki tiga unsur pokok yang mengontruksi definisinya yakni:
Pertama, mengetahui kebaikan. Kedua, mencintai kebaikan. Ketiga, melakukan
kebaikan, Apapun sebutannya karakter ini adalah sifat batin manusia yang
mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya. (Ryan dan Bohlin. Dalam
Majid dan Andayani 2012).
4
dalam dunia pendidikan sering melekat pada seorang guru sebagai pendidik.
Keteladanan dalam dunia pendidikan dapat diartikan sebagai perilaku dan sikap
guru dan tenaga pendidik dilingkungan sekolah maupun luar sekolah yang
dijadikan contoh oleh para siswanya (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010).
Pendidikan karakter merupakan misi utama para rasul, Islam hadir sebagai
gerakan untuk menyempurnakan karakter. Sejak abad ke-7 secara tegas
Rasulullah Muhammad SAW. Menyatakan bahwa tugas utama dirinya adalah
untuk menyempurnakan akhlak/karakter. (Achmad Sunarto & Syamsudin Nor
(2005)). Manifesto kerasulan Muhammad ini, mengindikasikan bahwa
pembentukan karakter merupakan kebutuhan utama bagi tumbuhnya cara
beragama yang dapat menciptakan peradaban (Bambang Q-Anees dan Adang
Hambali, 2008).
Sifat orang yang memiliki karakter yang Islami sering disebut religious,
religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain. Dalam konteks sekolah, karakter religius ini sangat
dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral.
siswa diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan buruk
yang didasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama. (Suparlan; 2010)
5
mendapatkan informasi serta berperan dalam siklus belajar aktif (Bire, Geradus, &
Bire; 2014)
B. Pengertian Anak
Anak merupakan seorang individu dengan ciri khusus yang dalam
perkembangan pribadi dan sosialnya memerlukan bimbingan dan tuntutan.
Untuk itu masa sekolah merupakan periode yang paling baik untuk
meletakan dasar dalam jiwa anak untuk kehidupan sosialnya (Pakasi,
1981). Dalam proses belajar mengajar kita sering menemukan anak
dengan gaya belajar, bakat, karakteristik unik yang memerlukan
pembelajaran dengan pendekatan individual. (Suryadi, 2006)
6
apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak
penting. (Notoatmodjo, 2012)
Pada usia sekolah dasar ini anak mulai belajar mengendalikan dan
mengontrol ekspresi emosinya. Syamsu juga mengatakan bahwa
karakteristik emosi yang stabil (sehat) ditandai dengan menunjukkan
wafah yang ceria, bergaul dengan teman secara baik, dapat berkonsentrasi
dalam belajar, bersifat respek (menghargai) terhadap diri sendiri dan orang
lain. Adapun perkembangan moral pada anak usia SD/MIyaitumereka
sudah dapat mengikuti peraturan atau tuntutan dari orangtua atau
lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini (usia 11 atau 12 tahun), anak
bahkan sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di
samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku
dengan konsep benar salah atau baik buruk. (Syamsu Yusuf dalam Ahmad
Susanto ; 2013)
7
D. Pengertian Karakteristik Menurut Beberapa Tokoh
karateristik anak pertumbuhan fisik dan psikologisnya anak
mengalami pertumbuhan jasmaniah maupun kejiwaannya. Pertumbuhan
dan perkembangan fisik anak berlangsung secara teratur dan terus menerus
kearah kemajuan. “Anak SD merupakan anak dengan katagori banyak
mengalami perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik”
(Sugiyanto, 2010).
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkrit. Pada
tahap operasi konkrit ini anak sudah mengetahui symbol-simbol
matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak. Dalam
tahap ini anak mulai berkurang egosentrisnya dan lebih 21 sosiosentris
(mulai membentuk peer group). Akhirnya pada tahap operasi formal anak
telah mempunyai pemikiran yang abstrak pada bentuk-bentuk yang lebih
kompleks. (Jean Piaget. Crain, 2004)
1) Fisik/Jasmani
b) Anak wanita biasanya lebih tinggi dan lebih berat dibanding laki-laki
dengan usia yang sama.
8
f) Pertumbuhan gigi tetap, gigi susu tanggal, nafsu makan besar, senang
makan dan aktif.
2) Emosi
3) Sosial
4) Intelektual
9
ilmu pengetahuan (Morris, Tyner, & Perney, 2000). menunjukkan bahwa
kemampuan membaca menjadi fondasi dasar dalam penguasaan berbagai
bidang studi. (Morris, Tyner, & Perney (2000)
10
Riyanto, 2013). Kemampuan akademik berkaitan dengan cara kerja otak.
Adapun perkembangan kognitif itu meliputi:
1. Tingkat sensori motor pada umur 0-2 tahun Bayi lahir dengan
refleks bawaan, dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk
tingkah laku yang telah lebih kompleks. Pada masa ini anak belum
mempunyai konsepsi tentang objek tetap. Ia hanya mengetahui hal-
hal yang ditangkap oleh inderanya.
2. Tingkat pra operasional pada umur 2-7 tahun Anak mulai timbul
pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang
dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada
menjelang akhir tahun ke-2 anak telah mengenal simbol dan nama:
11
3. Tingkat operasional konkrit pada umur 7-11 tahun Anak telah
dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat
menghadapi hal-hal yang abstrak, kecakapan kognitif anak adalah :
a) Kombinasivitas/klasifikasi
b) Reversibelitas
c) Asosiativitas
d) Identitas
12
menyebabkan perkembangan kognitif berjalan
secara terpadu dan tersusun dengan baik.
13
dan belum dimiliki oleh seseorang sebelum mengikuti program
pembelajaran.
14
BAB III
TUNUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
Setelah membaca definisi yang ada diatas dan di pahami dengan baik, kini
akan dilanjutkan untuk mengetahui tujuan dari pendidikan SD.
15
bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar yang merupakan perluasan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di SD dan mempersiapkan
mereka untuk mengikuti pendidikan menengah (Depdikbud, 1995).
16
Tujuan penyelenggaraan pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs)
adalah menyiapkan siswa agar menjadi manusia yang bermoral, menjadi
warga negara yang mampu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, dan
menjadi orang dewasa yang mampu memperoleh pekerjaan. Dan, secara
operasional, tujuan pokok pendidikan dasar adalah membantu siswa dalam
mengembangkan kemampuan intelektual dan mentalnya, proses
perkembangan sebagai individu yang mandiri, proses perkembangan
sebagai makhluk sosial, belajar hidup menyesuaikan diri dengan berbagai
perubahan, dan meningkatkan kreativitas (Ali, 2009).
17
BAB IV
18
2. Pembentukan pribadi, pendidikan merupakan upaya yang sistematis
untuk membentuk dan meningkatkan kualitas kepribadian individu.
Karakteristik kepribadian yang kreatif, mandiri, tanggung jawab, ulet
dan tekun merupakan sifat-sifat yang dituju dari fungsi ini.
3. Penyiapan warga masyarakat dan warga negara, pendidikan berupaya
untuk membentuk siswa agar menjadi warga masyarakat dan warga
negara yang baik, sesuai dengan tujuan dan falsafah Bangsa,
mengetahui dan mampu menjalankan hak dan kewajibannya sebagai
warga masyarakat dan warga Negara Kesatuan Republik Indonesia
sesuai dengan perundang-undangan dan hukum yang berlaku.
4. Penyiapan tenaga kerja, pendidikan berupaya memberi berbagai
kemampuan, sikap serta keterampilan kepada siswa untuk menjadi
manusia yang produktif bagi kehidupan dirinya, keluarga, masyarakat
dan bangsanya. Apalah artinya jika pada akhirnya manusia yang telah
di didik tidak dapat mencari penghidupannya secara mandiri melalui
bekerja yang mendatangkan penghasilan tertentu. (Umar Tirtarahardja
dan La Sula; 1995)
19
berkomunikasi yang merupakan suatu tuntutan kemampuan minimal
dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Dengan pendidikan dasar dapat memberikan dasar – dasar untuk dapat
mengikuti pendidikan pada tingkat selanjutnya. Karena pada
hakikatnya keberhasilan mengikuti pendidikan di sekolah menengah
serta perguruan tinggi banyak dipengaruhi oleh keberhasilan dalam
mengikuti pendidikan dasar.
20
melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Dengan demikian,
guru dituntut untuk paham tentang filosofi dari mengajar dan belajar itu
sendiri. Mengajar tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan,
tetapi juga sejumlah yang akan menjadi kepemilikan siswa. (Aliyyah, R.
R., & Abdurakhman, O.2016).
21
4. 4.Guru sebagai Pemimpin
Guru diharapkan mempunyai kepribadian dan ilmu
pengetahuan.Guru menjadi pemimpin bagi peserta didiknya. Ia akan
menjadi imam.
22
Fungsi dan tujuan pendidikan telah jelas terlihat bahwa pendidikan di
indonesia berupaya untuk menciptakan bangsa yang cakap, beriman, bertaqwa
kepada Tuhan serta memilki pengetahuan yang baik dan wawasan kebangsaan.
Pendidikan di Indonesi sangat berperan penting dalam membangu masyarakat.
Lalu, Peran dan fungsi guru adalah sebagai pendidik, pengajar, fasilitator,
pembimbing, pelayan, perancang, pengelola, inovator, dan penilai. Peran dan
fungsi guru tersebut membutuhkan keahlian khusus yang biasanya diperoleh oleh
calon guru. Guru yang baik dan ideal tidak hanya fokus pada penguasaan materi
yang diajarkan. Seorang guru harus mampu men- jalin komunikasi atau
mempunyai hubungan sosial yang tidak hanya interaksi dengan siswa di kelas
saja.
23
BAB V
24
informasi untuk memecahkan masalah, mengeksplorasi alternatif
pemecahan masalah, dan memilih alternatif yang paling layak
• Kemampuan bernalar (reasoning) yaitu menggunakan logika dan bukti
– bukti secara sistematis dan konsisten untuk sampai pada kesimpulan.
Pendidikan SD diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa
berpikir logis sehingga kemampuan bernalarnya berkembang. Siswa
yang terlatih daya nalarnya, tidak akan cepat percaya pada suatu yang
tidak masuk akal.
a) Guru SD. Yang bertugas sebagai guru kelas dan memiliki kewaajiban
mengerjakan lima mata pelajaran wajib. yaitu Bahasa Indonesia,
Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS), dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
b) Siswa/Murid SD. Anak-anak yang belajar mulai dari usia 6-12 tahun
yang berbeda dengan usia siswa pada satuan pendidikan lainnya.
c) Kurikulum. Kurikulum Sekolah Dasar mempunyai tujuan khusus yaitu
untuk mengembangkan kemampuan dasar anak SD.
d) Pembelajaran. Pembelajaran disini meliputi banyak hal, mulai dari
cara pandang anak, membantu anak dalam berkembangnya
kemampuan bernalaar. Membantu dalam mendapatkan materi dan
sebagainya.
e) Tempat/Gedung dan peralatan. Sebagai fasilitas khusus, tempat
bernaung yang digunakan untuk belajar.
Ciri dari penidikan sekolah dasar terbagi menjadi dua; ciri-ciri secara
umum dan khususnya. Dalam ciri umum dapat kita ketahui kalau ciri ini memiliki
empat sasaran utama, meliputi; kemelekwancanaan (Merujuk pada pemahaman
siswa). Kemampuan berkomunikasi (Dapat mengngomunikasikan sesuatu dengan
25
baik, benar dan sopan). Kemampuan memecahakan masalah (Dapat
mengidentifikasi masalah dan mencari cara untuk menyelesaikan masalah).
Kemampuan bernalar (Dapat menggunakan logika dan bukti yang sistematis
untuk sampai kesimpulan). Dan selanjutnya ciri khusus yang meliputi; siswa,
guru, kurikulum, pembelajaran,serta fasilitas dan gedung sekolah.
BAB VI
26
nasional atau internasional. (Pasal 1 ayat 6 sesuai Peraturan Pemerintah No.17
tahun 2010). Kalau pendidikan formal dalam suatu organisasi merupakan suatu
proses pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi
yangbersangkutan. (Notoadmodjo; 2003). Pendidikan formal adalah kegiatan
belajar yang disengaja, baik oleh warga belajar maupun pembelajarannya di dalam
suatu latar yang distruktur sekolah. (Axin (Suprijanto,2009). pendidikan formal
adalah pendidikan sistem persekolahaan. Disamping itu, ia juga mencoba
memberi ciri-ciri pendidikan formal secara lebih rinci yaitu:
1) terstandarisasi legalitas formalnya,
2) jenjangnya,
3) lama belajarnya,
4) paket kurikulumnya,
5) persyaratan pengelolaannya,
6) persyaratan usia dan tingkat pengetahuan peserta didiknya,
7) pemerolehan dan keberatian ijazahnya,
8) prosedur evaluasi belajarnya,
9) sekuensi penyajian materi dan latihan-latihannya,
10) persyaratan presensinya,
11) waktu liburannya,
12) serta sumbangan pendidikannya.
Dengan kata lain pendidikan formal adalah pendidikan yang berada di sekolah.
(Suprijanto, 2009).
Dapat disimpulkan kalau pendidikan formal itu merupakan yang dilakukan
secara formal dan banyak ditempuh oleh sebagian orang karena pendidikan formal
lebih resmi dan dapat dipertanggung jawabkan. Yang contohnya seperti sekolah
SD, SMP, SMA, Sekolah luar biasa dan lainnya.
27
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
khususnya Pasal 1 ayat 3). Philip H.Coombs berpendapat bahwa pendidikan non
formal adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan
diluar system formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu
kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran
didik tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. (Soelaman Joesoef. Jakarta:
1992). Pendidikan non formal adalah setiap kesempatan dimana terdapat
komunikasi yang terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi,
pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan tingkat usia dan
kebutuhan hidup, dengan jutuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efesien dan
efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan
negaranya (Soelaman Joesoef, 1992)
Pendidikan nonformal mempunyai ciri sebagai berikut: 1) berjangka
pendek pendidikannya, 2) program pendidikannya merupakan paket yang
sangat khusus, 3) persyaratan pendaftaran lebih fleksibel, 4) sekuensi materi
lebih luwes, tidak berjenjang kronologis, 5) perolehan dan keberadaan ijazah
tidak seberapa terstandarisasi. (Suprijanto, 2009)
28
Pendidikan informal adalah setiap aktifitas yang melibatkan pursuit
pemahaman, pengetahuan, atau kecakapan yang terjadi diluar kurikulum
lembaga yang disediakan oleh program pendidikan, kursus atau lokakarya.
Pembelajaran informal bisa terjadi di setiap konteks diluar kurikulum
lembaga. Hal ini dibedakan dari persepsi harian dan sosialisasi umum
dengan identifikasi kesadaran diri individu tentang aktifitas sebagai
pembelajaran bermakna. Hal mendasar dari pendidikan informal (tujuan, isi, cara
dan proses pemerolehan, lamanya, evaluasi hasil dan aplikasi) ditentukan oleh
individu dan kelompok yang memilih terlibat didalamnya, tanpa kehadiran
seorang instruktur yang memiliki otoritas secara melembaga. (Livingstone
1998).
Dapat simpulkan bahwa pendidikan informal adalah suatu jalur pendidikan
yang dapat ditempuh dikeluarga atau lingkungan yang berupa kegiatan belajar
yang dilakukan secara mandiri dan dikerjakan secara sadar dan bertanggung
jawab.
29
mereka (peserta didik), sehingga pada gilirannya akan memperbesar
peluang mereka untuk meningkatkan martabat, kesejahteraan, dan makna
hidupnya.
30
BAB VII
A. Teori Belajar
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada
diri seseorang. Perubahan hasil belajar dapat berupa perubahan pengetahuan,
pemahaman, tingkah laku, keterampilan, kebiasaan, dan perubahan aspek-aspek
yang ada pada diri individu yang sedang belajar. (Aisyah (2008: 9-18). Belajar
adalah perubahan tingkah laku yang relatif permanen, dan terjadi sebagai
hasil dari pengalaman. Perubahan tingkah laku itu dapat diamati dan berlaku
dalam waktu lama, disertai usaha dari individu yang belajar sehingga dari
tidak mampu menjadi mampu mengerjakannya. Kegiatan dan usaha
merupakan proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku merupakan
hasil belajar. Maka belajar akan menyangkut proses belajar dan hasil belajar.
(Aisyah; 2008).
Belajar dapat diartikan sebagaiterjadinya perubahan pada diri
individu yang belajar, dan yang dimaksudkan dengan perubahan dalam
konteks belajaritu dapat bersifat fungsional atau struktural,material dan
perilaku serta keseluruhan pribadi yang bersifat multi dimensi. (Abin
Syamsuddin Makmun; 1983). Perubahan tingkah laku ini, mengandung
perubahan segi jasmani (struktural) dan rohani (fungsional), yang keduanya
saling berinterkasi. Pola tingkah laku yang semacam ini terdiri atasaspek
pengetahuan, pengertian, sikap, keterampilan, kebiasaan, emosi, budi pekerti,
apresiasi, jasmani, hubungan sosial,dan lain-lain. (Oemar Hamalik; 1978)
31
B. Teori Pembelajaran
Teori pembelajaran yang diuraikan di sini berbeda dengan teori belajar
yang telah diuraikan di atas. Perbedaan yang prinsip antara teori belajar dan teori
pembelajaran adalah bahwa teori belajar tujuan utamanya adalah memeriksa
proses belajar, sedangkan teori pembelajaran tujuan utamanya menetapkan
metode pembelajaran yang optimal (Bruner dalam Degeng, 1989 dalam
Budiningsih, 2005 dalam Gede Putra Adnyana: 2011). Teori pembelajaran
merupakan implementasi prinsip-prinsip teori belajar, dan berfungsi memecahkan
masalah praktis dalam pembelajaran. Teori pembelajaran menjelaskan bagaimana
menimbulkan pengalaman belajar dan bagaimana pula menilai dan memperbaiki
metode serta teknik yang tepat, (Achmad Sugandi, dkk; 2004).
C. Teori Behavorisme
1) Pengertian Behavoristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang mempelajari tingkah
laku manusia., Aliran behavioristik yang lebih bersifat elementaristik
memandang manusia sebagai organisme yang pasif, yang dikuasai oleh stimulus-
stimulus yang ada di lingkungannya. Pada dasarnya,manusia dapat
dimanipulasi, tingkah lakunya dapat dikontrol dengan jalan
mengontrolstimulus-stimulus yang ada dalam lingkungannya (Mukminan,
32
1997). Behavorisme merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Dalam pandangan Slavin seseorang dianggap telah belajar sesuatujika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya, (Allyn &Bacon.Wadsworth; 1989).
Hanya pada hal-hal yang dapat diobservasi secara kasat mata, maka teori
ini memandang proses belajar yang dialami oleh manusia ditentukan oleh kondisi
stimulus (S) dan respon (R) (Braungart, 2007). Teori behaviorisme ini
mengasumsikan bahwa tingkah laku siswa pada hakikatnya merupakan suatu
responsterhadap lingkungan yang lalu dan sekarang, dan semua tingkah laku
yang dipelajari (Sri Esti Wuryani Djiwandono, 1989).
Teori belajar behaviorisme meruapan teori belajar yang menekankan pada
perubahan tingkah laku dengan unsur utama stimulus respons. Namun demikian
teori ini telah memberaikan landasan bagi lahirnya desain pembelajaran,
setidaknya ada area yang mendemonstrasikan damapak teori behaviorisme
terhadap pembelajaran (Seattler dalam Smith, 2009). Teori belajar behavioristik
merupakan teori belajar memahami tingkah laku manusia yang menggunakan
pendekatan objektif, mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah
laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengkondisian. Dengan
kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui
pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang terlihat, bukan dengan
mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh. Teori ini mengutamakan
pengamatan, sebab pengamatan merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut (Desmita; 2009)
33
telah ditunjukkan). Oleh karena teori ini berawal dari adanya percobaan sang
tokoh behavioristik terhadap binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada
beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan. Prinsip tersebut adalah : a. Teori
ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku.
Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat
menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu. b. Teori ini beranggapan bahwa
yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons. c.
Reinforcement , yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons ,
merupakan faktor penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat apabila
reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah. (Iskandarwasid; 2011).
Teori belajar behavioristik menekankan terbentuknya perilaku terlihat
sebagai hasil belajar.Teori belajar behavioristik dengan model hubungan stimulus
respons, menekankan siswa yang belajar sebagai individu yang pasif. Munculnya
perilaku siswa yang kuat apabila diberikan penguatan dan akanmenghilang jika
dikenai hukuman (Nasution, 2006). Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa komponen seperti: tujuan pembelajaran,
materi pelajaran, karakteristik siswa, media, fasilitas pembelajaran, lingkungan,
dan penguatan (Sugandi, 2007)
34
meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi
permen atau pujian.
35
Refleks adalah reaksi yang tidak disadari terhadap suatu pengarang. Manusia
dianggap sesuatu yang kompleks refleks atau suatu mesin. Ketiga, behaviorisme
berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang adalah sama. Menurut
behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa, manusia hanya makhluk yang
berkembang karena kebiasaan-kebiasaan, dan pendidikan dapat mempengaruhi
reflek keinginan hati (Ahmadi; 2003).
36
perangsang tidak bersyarat atau US (unconditioned stimulus).
Reaksi alami atau reaksi yang tidak dipelajari disebut reaksi
bersyarat atau CR (conditioned response). Pavlov mengaplikasikan
istilah-istilah tersebut sebagai suatu penguat.Maksudnya setiap
agen seperti makanan, yang mengurangi sebagaian dari suatu
kebutuhan (Desmita, 2009)
3. B.F. Skinner Skinner
Seorang psikolog dari Harvard yang telah berjasa
mengembangkan teori perilaku Watson. Pandangannya tentang
kepribadian disebut dengan behaviorisme radikal. Behaviorisme
menekankan studi ilmiah tentang respon perilaku yang dapat
diamati dan determinan lingkungan.Dalam behaviorisme Skinner,
pikiran, sadar atau tidak sadar, tidak diperlukan untuk menjelaskan
perilaku dan perkembangan. Menurut Skinner, perkembangan
adalah perilaku. Oleh karena itu para behavioris yakin bahwa
perkembangan dipelajari dan sering berubah sesuai dengan
pengalaman penglaman lingkungan. Menurut Skinner hubungan
antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku
yang tidak sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh
sebelumnya. Menurutnya respons yang diterima seseorang tidak
sesederhana demikian, karena stimulus-stimulus yang diberikan
akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut yang
mempengaruhi respons yang dihasilkan. Respons yang diberikan
ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi
tersebut nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin,
2000).
37
D. Teori Konstruktivisme
1) Pegertian Konstruktivisme
Teori konstruktivisme merupakan teori yang sudah tidak asing lagi bagi
dunia pendidikan, sebelum mengetahui lebih jauh tentang teori konstruktivisme
alangkah lebih baiknya di ketahui dulu konetruktivisme itu sendiri.
Konstruktivisme berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan,
konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang
berbudaya modern. (Agus N Cahyo, 2013)
38
selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan
konsruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
a. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang
sudah ada.
b. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya mampu membina
pengetahuan mereka secara mandiri.
c. Pentingnya pembinaan pengetahuan secara aktif oleh pelajar
sendiri melalui proses saling memengaruhi antara pembelajaran
terbaru.
d. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina
pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan
informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
e. Ketidak seimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang
utama. Faktor ini berlaku apabila seseorang pelajar menyadari
gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.
f. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai keterkaitan
dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar. berikut
adalah Tokoh-tokoh teori Konstuktivisme: John Dewey, Jean
Piaget, Lev Vygotsky, Jerome Bruner” (Dalyono; 2009)
39
hanya akan terjadi bila peserta didik berhadapan langsung dengan realitas
atau objek tertentu. Pengetahuan diperoleh oleh peserta didik atas dasar
proses transformasi struktur kognitif tersebut. Dengan demikian tugas
pendidik dalam proses pembelajaran adalah menyediakan objek
pengetahuan secara konkret, mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai
dengan pengalaman peserta didik atau memberikan pengalaman-
pengalaman hidup konkret (nilai-nilai, tingkah laku, sikap, dll) untuk
dijadikan objek pemaknaan.
• Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri
individu atas dasar struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini
berimplikasi pada proses belajar yang menekankan aktivitas personal
peserta didik. Agar proses belajar dapat berjalan lancar maka pendidik
dituntut untuk mengenali secara cermat tingkat perkembangan kognitif
peserta didik. Atas dasar pemahamannya pendidik merancang
pengalaman belajar yang dapat merangsang struktur kognitif anak untuk
berpikir, berinteraksi membentuk pengetahuan yang baru. Pengalaman
yang disajikan tidak boleh terlalu jauh dari pengetahuan peserta didik
tetapi juga jangan sama seperti yang telah dimilikinya. Pengalaman
sedapat mungkin berada di ambang batas antara pengetahuan yang sudah
diketahui dan pengetahuan yang belum diketahui sebagai zone of
proximal development of knowledge.
• Terkait dengan kedua hal di atas, maka dalam proses pembelajaran
seorang pendidik harus menciptakan pengalaman yang autentik dan
alami secara sosial kultural untuk para peserta didiknya. Materi
pembelajaran sungguh harus kontekstual, relevan dan diambil dari
pengalaman sosio budaya setempat. Pendidik tidak dapat memaksakan
suatu materi yang tidak terkait dengan kehidupan nyata peserta didik.
Pemaksaan hanya akan menimbulkan penolakan atau menimbulkan
kebosanan atau akan menghambat proses perkembangan pengetahuan
peserta didik.
40
• Pendidik dalam proses pembelajaran harus mendorong terjadinya
kegiatan kognitif tingkat tinggi seperti mengklasifikasi, menganalisis,
menginterpretasikan, memprediksi dan menyimpulkan, dll.
• Pendidik merancang tugas yang mendorong peserta didik untuk mencari
pemecahan masalah secara individual dan kolektif sehingga
meningkatkan kepercayaan diri yang tinggi dalam mengembangkan
pengetahuan dan rasa tanggungjaawab pribadi.
• Dalam proses pembelajaran, pendidik harus memberi peluang seluas-
luasnya agar terjadi proses dialogis antara sesama peserta didik, dan
antara peserta didik dengan pendidik, sehingga semua pihak merasa
bertanggung jawab bahwa pembentukan pengetahuan adalah
tanggungjawab bersama. Caranya dengan memberi pertanyaan-
pertanyaan, tugas-tugas yang terkait dengan topik tertentu, yang harus
dipecahkan, didalami secara individual ataupun kolektif, kemudian
diskusi kelompok, menulis , dialog dan presentasi di depan teman yang
lain. (Suparno, dkk; 2002)
41
• Oleh klarena siswa terlibat secara terus-menerus makan
mereka akan paham, ingat, yakin, dan berinteraksi maka akan
timbul semangat dalam belajar dan membina pengetahuan
baru.
42
moderator. Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
dibangun dalam pikiran anak dengan kegiatan asimilasi dan
akomodasi sesuai skemata yang dimilikinya.
Proses mengkontruksi pengetahuan menurut Piaget,
meliputi skemata, asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan.
Skemata adalah sekumpulan konsep yang digunakan ketika
seseorang berinteraksi dengan lingkungan. Asimilasi merupakan
proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi,
konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola
yang sudah ada dalam pikirannya. Akomodasi terjadi untuk
membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang
baru atau memodifikasi skema yang telah ada, sehingga cocok
dengan rangsangan tersebut. Sedangkan keseimbangan atau
ekuilibrasi terjadi antara asimilasi dan akomodasi.
Keseimbangan dapat membuat seseorang menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
2) Lev Vygotsky
Menurut Vygotsky, perkembangan intelektual dapat
ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak.
Selain itu, perkembangan intelektual juga tergantung pada
sistem-sistem isyarat yang mengacu pada simbol-simbol yang
diciptakan untuk membantu orang berpikir, berkomunikasi, dan
memecahkan masalah. Vygotsky menghendaki adanya setting
kelas berbentuk kooperatif antar kelompok siswa dengan
kemampuan berbeda-beda, sehingga mereka dapat berinteraksi
dan memunculkan strategi dalam memecahkan masalah. Di
dalam proses pembelajaran, Vygotsky menekankan pada
perancahan (scaffolding), sehingga semakin lama siswa akan
semakin dapat mengambil tanggung jawabn untuk
pembelajarannya sendiri
3) John Dewey
43
John Dewey berpandangan bahwa sekolah seharusnya
mencerminkan kehidupan masyarakat secara lebih besar dan
kelas adalah laboratorium untuk memecahkan masalah
kehidupan nyata.Ajaran Dewey menganjurkan agar guru
mendorong siswa untuk terlibat dalam proyek atau tugas yang
berorientasi pada masalah. Guru juga diharapkan dapat
membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan
sosial.
4) Jerome Bruner
Jerome Bruner merupakan pelopor aliran psikologi belajar
kognitif. Bruner sangat mendorong agar pendidikan
mengutamakan pada pengembangan berpikir. Bruner banyak
memberikan pandangan tentang perkembangan kognitif
manusia, bagaimana manusia belajar atau memperoleh
pengetahuan, menyimpan pengetahuan, dan mentransformasikan
pengetahuan tersebut. Bruner menyatakan bahwa belajar lebih
berhasil jika prosesnya diarahkan pada konsep-konsep dan
struktur-struktur yang termuat dalam tema yang diajarkan.
44
haruslah melibatkan tiga proses yang terjadi hampir selalu
bersamaan. Ketiga proses belajar tersebut, yaitu : (1)
Memperoleh informasi baru; (2) Transformasi informasi; dan (3)
Menguji relevansi informasi dengan ketepatan pengetahuan.
45
BAB VIII
46
Bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, dibedakan menjadi
dua golongan:a.Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri atau
yang kita sebut dengan faktor individual. Yang termasuk faktor
individual antara lain faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan,
latihan, motivasi dan faktor pribadi. b.Faktor yang ada diluar individu atau
yang kita sebut faktor sosial. Yang termasuk faktor sosial antara
lain: faktor keluarga (rumah tangga), guru dan cara mengajarnya, alat-alat
yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan
yang tersedia dan motivasi sosial. (Ngalim Purwanto,2004)
Belajar dipengaruhi oleh ; (Frandsen, 1984)
a. Adanya sifat ingin tahu yang ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
b. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
selalu maju;
c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan
teman-teman;
d. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi;
e. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai
pelajaran;
f. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.
B. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar (Samsuri, Op.cit; 1991) Faktor internal dapat
dikelompokkan ke dalam 3 faktor, yaitu:
a. Faktor Jasmani, yang meliputi; faktor jasmani, dan cacat tubuh.
b. Faktor Psikologis, ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor
psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah:
intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan
kelelahan.
47
c. Faktor Kelelahan, Kelelahan pada seseorang walaupun sulit
untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis)
Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuhan dan
kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk
menghasilkan sesuatu hilang.
C. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga sebagai lembaga pendidikan yang utama dan yang
pertama tidak dapat dipandang sebelah mata perannya dalam
membangun/mempengaruhi anak dalam belajar (Herijulianti, dkk,
2001:20). Kondisi lingkungan keluarga yang sangat menentukan
keberhasilan belajar seseorang di antaranya ialah adanya hubungan yang
harmonis di antara sesama anggota keluraga, tersedianya tempat dan
peralatan belajar yang cukup memadai, keadaan ekonomi keluarga yang
cukup, suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian
yang besar dari orang tua terhadap perkembangan proses belajar dan
pendidikan anak- anaknya (Hakim, 2008).
b. Sekolah Lingkungan sosial
Sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman
sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru
yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan
memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal
belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya
dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa (Muhibbin, 2007). Fungsi
sekolah dalam lembaga yang bertujuan mengembangkan kecerdasan
pikiran dan memberikan pengetahuan sekaligus bertugas mengembangkan
kepribadian anak secara menyeluruh (Herijulianti, dkk; 2001).
c. Masyarakat Faktor masyarakat.
48
Teman bergaul, sebaiknya juga mendapat pengawasan dan
pengarahan dari orang tua. Sebab ada kecenderungan yang sangat kuat
antara sikap teman terhadap sikap anak. Teman yang rajin belajar akan
mempengaruhi perilaku anak, sebaliknya teman bergaul yang suka
begadang dan malas dapat pula mempengaruhi sikap anak (Herijulianti,
dkk; 2001). Lingkungan di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar
siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar,
penjudi dan orang- orang yang memiliki kebiasaan tidak baik akan
berpengaruh buruk terhadap siswa yang ada disitu. Sebaliknya jika
lingkungan anak adalah orang-orang terpelajar yang baik maka hal
tersebut akan mendorong siswa untuk berbuat baik. Dengan demikian
perlu diusahakan lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang
positif terhadap siswa sehingga siswa dapat belajar dengan sebaik-baiknya
(Slameto; 1995).
49
BAB IX
a. Mengajarkan
50
dalam pendidikan karakter adalah mengajarakan nilai-nilai itu, sehingga
anak didik mampu dan memliki pemahaman konseptual tentang nilai-
nilai pemandu prilaku yang bisa dikembangkan dalam mengembangkan
karakter pribadinya.
b. Keteladanan
Anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat (verba
movent exempla trahunt). Pendidikan karakter merupakan tuntutan yang
lebih terutama bagi kalangan pendidik sendiri. Karena pemahaman
konsep yang baik tentang nilai tidak akan menjadi sia-sia jika konsep
yang sudah tertata bagus itu tidak pernah ditemui oleh anak didik dalam
praksis kehidupan sehari-hari.
c. Menentukan prioritas
51
Demikian juga jika lembaga pendidikan ingin menentukan
sekumpulan prilaku standart, maka prilaku standart yang menjadi
prioritas khas lembaga pendidkan tersebut harus dapat diketahui dan di
pahami oleh anak didik, oang tua, dan masyarakat. Tanpa adanya
prioritas yang jelas, proses evaluasi atas berhasil tidaknya pendidikan
karakter akan menjadi tidak jelas. Ketidak-jelasan tujuan dan tata cara.
Evaluasi pada gilirannya akan memandulkan keberhasilan program
pendidikan karakter di sekolah karena tidak akan terlihat adanya
kemajuan atau kemunduran.
Oleh karena itu, prioritas akan nilai pendidikan karakter ini mesti
dirumuskan dengan jelas dan tegas, diketahui oleh setiap pihak yang
terlibat dalam proses pendidikan tersebut. Prioritas ini juga harus
diketahui oleh siapa saja yang berhubngan langsung dengan lembaga
pendidikan. Pertama-tama kalangan elit sekolah, staff pendidik,
administrasi, karyawan lain, kemudian dikenalkan kepada anak didik,
orang tua siswa, dan dipertanggung jawabkan di hadapan masyarakat.
Sekolah sebagai lembaga publik di bidang pendidikan, memiliki
tanggung jawab untuk memberikan laporan pertanggungjawaban
kinerja pendidikan mereka secara transparan kepada pemangku
kepentingan, yaitu masyarakat luas.
d. Praksis prioritas
52
Verifikasi atas tuntutan di atas adalah bagaimana pihak sekolah
menyikapi pelanggaran atas kebijakan sekolah, bagaimana sanksi itu
diterapkan secara transparan sehingga menjadi praksis secara
kelembagaan. Realisasi visi dalam kebijakan sekolah merupakan salah
satu cara untuk mempertanggungjawabkan pendidikan karakter itu di
hadapan publik.
e. Refleksi
53
B. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Karakter
a. Pengembangan Silabus yang Mengintegrasikan Nilai/Karakter
• Melaksanakan pembelajaran.
54
persiapan mengajar sebagai bahan pembanding dan stimulus untuk
lahirnya model-model baru.
55
» Exercise, yaitu proses untukmemberikan kesempatan
siswa mempraktekkan apa yang telah siswa pahami.
Di sini guru harus mempersiapkan rencana
pembelajaran tersebut dengan scenario yang
sistematis berdasarkan alokasi waktu antara
penjelasan, assignment (tugas-tugas), peragaan dan
lain sebagainya.
» Media pembelajaran
56
memotivasi siswa, memusatkan perhatian dan
mengetahui apa yang telah dikuasai siswa berkaitan
dengan bahan yang akan dipelajari. Kegiatan inti yang
setidaknya mencangkup: penyampaian tujuan
pembelajaran, penyampaian materi/bahan ajar dengan
menggunakan pendekatan dan metode, media yang
sesuai, dll, memberikan bimbingan bagi pemahaman
siswa serta melakukan pemeriksaan/ pengecekan
tentang pemahaman siswa. Kegiatan penutup adalah
kegiatan yang memberikan penegasan atau
kesimpulan dan penilaian terhadap penguasaan bahan
kajian yang diberikan pada kegiatan inti.
§ Model “ICARE”
57
» Application (Mengaplikasikan/menerapkan).Tahap ini adalah
yang paling penting dari pelajaran/sesi. Setelah siswa
memperoleh informasi atau kecakapan baru melalui tahap
connection, mereka perlu diberi kesempatanunutk
mempraktikkan dan menerapkan pengetahuan serta
kecakapan tersebut. Tahap ini harus berlangsung paling lama
dari sesi yang ada, dimana siswa bekerja sendiri untuk
menyelesaikan kegiatan nyata atau memecahkan masalah
nyata menggunakan informasi dan kecakapan baru yang telah
mereka peroleh.
58
a. Moral Knowing/Learning to Know
• Moral Doing/Learning to do
59
Tindakan selanjutnya adalah pembiasaan dan
pemotivasian.
a. Model Tadzkirah
b. Model Istiqomah
60
Q: Question and Answers. Guru hendaknya mampu
mengajar dengan cara mendorong rasa ingin tahu,
merumuskan pertanyaan rasa ingin tahu (hipotesa),
merancang cara menjawab rasa ingin tahu dan
menemukan jawaban. Jawaban akhir adalah ilmu,
perbendaharaan dan kosa kata yang dimiliki.
c. Model Reflektif
61
bahan ajar dalam suatu mata pelajaran. Pembelajaran ini bertujuan
untuk menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai yang akan
diperkuat melalui pembelajaran pada berbagai mata pelajaran yang
secara substansi tidak terkait langsung dengan nilai sampai pada
level atas.
62
Evaluasi pendidikan karakter ditujukan untuk:
Hasil evaluasi tidak akan memiliki dampak yang baik jika tidak
difungsikan semestinya. Ada tiga hal penting yang menjadi evaluasi
pendidikan karakter (Ibid), yaitu:
63
BAB X
PENDIDIKAN INKLUSIF
64
Berdasarkan pengertian tersebut Pendidikan inklusif adalah layanan
Pendidikan yang menerima semua anak kebutuhan khusus tanpa memandang
perbedaan karakteristik anak.
65
1. Konsep tentang Anak
b. Semua anak dapat belajar dan anak dapat mengalami kesulitan dalam
belajar
66
5. Konsep tentang Sumberdaya
67
pendidikan inklusi adalah keyakinan bahwa setiap anak, baik karena
gangguan perkembangan fisik (mental) maupun cerdas/bakat istimewa
berhak untuk memperoleh pendidikan seperti layaknya anak-anak
“normal” lainnya dalam lingkungan yang sama (Education for All).
68
2. Mengubah peranan SLB yang ada agar menjadi sumber untuk mendukung
sekolah inklusif (dengan alat bantu mengajar, amteri ajar, metodologi, dan
sebagainya); Penataran atau pelatihan bagi guru-guru regular untuk
memungkinkan mereka memberikan layanan yang lebih baik kepada anak
berkebutuhan khusus dalam setting inklusi;
69
4) Pendidikan inklusi berarti menyediakan dorongan bagi guru dan kelasnya
secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan
isolasi profesi.
Adapun model sekolah inklusi yang dapat dilakukan di Indonesia adalah sebagai
berikut (Ashman, 1994 dalam Emawati, 2008) :
70
E. Perkembangan pendidikan inklusif di Indonesia
71
masing-masing daerah, maka sekolah-sekolah yang ada di tingkat kabupaten/kota
akan mendapatkan akses, fasilitas, dan melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk
mensukseskan Pendidikan Inklusif itu sendiri. Walaupun seperti yang kita ketahui
bahwa tidak 100% Provinsi-provinsi yang telah mendeklarasikan diri menjadi
provinsi penyelenggara Pendidikan Inklusif diamini oleh daerah-daerah tingkat
Kabupaten/Kota yang berada di bawah garis komando mereka dengan berbagai
alasan termasuk alasan klasik yaitu Hak Otonomi Daerah maupun keterbatasan
anggaran. Begitu pula dengan berbagai macam kendala sekolah di
Kabupaten/Kota lain yang berada dibawah provinsi-provinsi yang belum
mendeklarasikan diri menjadi provinsi penyelenggara Pendidikan Inklusif,
sedangkan mereka telah menyelenggarakan pendidikan inklusif secara mandiri.
72
BAB XI
A. Landasan Filosofis
B. Landasan Yuridis
1. UUD 1945 (Amandemen) Ps 31 : (1) berbunyi setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan. Ayat (2) Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
73
3. UU no 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional. Ps 5 ayat (1)
setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan bermutu. Ayat (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual dan /atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus. Ayat (3) Warga negara di daerah terpencil atau
terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus. Ayat (4) Warga negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pasal 11 ayat (1) dan (2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh
sampai dengan lima belas tahun. Pasal 12 ayat (1) setiap peserta didik pada
setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
dngan bakat, minat dan kemampuannya (1b) Setiap peserta didik berhak
pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang
setara (1e) Pasal 32 ayat (1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan
bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan /atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Ayat (2) Pendidikan
layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah
teerpencil atau terbelakang, masyarakat adat terpencil, dan /atau
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi
ekonomi. Dalam penjelasan pasal 15 alinea terakhir dijelaskan bahwa
pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta
didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar
biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan
khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal 45 ayat (1)
Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan
prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan
74
pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual,
sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
C. Landasan Empiris
1) Deklarasi Hak Azasi Manusia, 1948
75
1. sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah
secara menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi
nasional untuk semua adalah benar-benar untuk semua
76
5) semua kementrian seyogyanya berkoordinasi untuk
mengembangkan strategi bersama menuju inklus
77
BAB XII
ABK sebagai anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak
pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidak mampuan mental, emosi ,
atau fisik (Heward 2003). ABK adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam
beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara
fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terlambat dalam mencapai tujuan-tujuan atau
kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tuli, buta,
gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional, juga anak-
anak berbakat dengan inteligensi tinggi termasuk kedalam kategori anak
berkebutuhan khusus karena memerlukan penanganan dari tenaga profesional
terlatih (Suran dan Rizzo (dalam Semiawan dan Mangunson,2010)).
penyimpangan yang menyebabkan ABK berbeda terletak pada perbedaan ciri
mental, kemampuan sensori, fisik dan neuromoskuler, perilaku sosial dan
emoional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau tiga dari hal-
hal tersebut (Mangusong 2009).
78
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diberikan oleh para tokoh di atas,
ABK dapat didefinisikan sebagai individu yang memiliki karakteristik fisik,
intelektual, maupun emosional, di atas atau di bawah rata-rata inividu pada
umumnya.
79
struktur anatomisecara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seorang
yang mengalami amputasi satu kaki, maka ia mengalami kecacatan kaki
b. Disability : merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi “kurang
mampu” melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya keadaan
impairement, seperti kecacatan pada organ tubuh. Contoh, pada orang
yang cacat kaki, dia akan merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk
mobilitas
c. Handicaped : suatu keadaan dimana individu mengalami ketidak mampuan
dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini
dimungkinkan karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ
individu. Contoh orang yang mengalami amputasi kaki, dia akan
mengalami masalah mobilitas sehingga dia memerlukan kursi roda
(Purwanti, 2012).
Selain istilah yang umum digunakan WHO, ada juga yang menggunakan
istilah anak difabel yang merupakan kependekan dari diference ability. Istilah ini
digunakan untuk menyebut mereka yang memiliki kemampuan di atas atau
dibawah rata-rata orang pada umumnya. Misalnya pada anak tunagrahita dan
gifted.
secara garis besar faktor penyebab anak berkebutuhan khusus jika dilihat dari
masa terjadinya dapat dikelompokkan dalam 3 macam,( Irwanto, Kasim, dan
Rahmi 2010) yaitu :
80
Kelainan yang terjadi pada masa prenatal, berdasarkan
periodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin
muda, dan periode aktini (sebuah protein yang penting dalam
mempertahankan bentuk sel dan bertindak bersama-sama dengan
mioin untuk menghasilkan gerakan sel) (Arkandha, 2006). Antara
lain: Gangguan Genetika (Kelainan Kromosom, Transformasi);
Infeksi Kehamilan; Usia Ibu Hamil (high risk group); Keracunan
Saat Hamil; Pengguguran; dan Lahir Prematur.
81
C. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
1. Kelainan Fisik
Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ
tubuh tertentu. Akibat kelainan tersebut timbul suatu keadaan pada fungsi fisik
tubuhnya tidak dapat menjalankantugasnya secara normal. Tidak berfungsinya
anggota fisik terjadi pada: alat fisik indra,misalnya kelainan pada indra
pendengaran (tunarungu), kelainan pada indra penglihatan (tunanetra), kelainan
pada fungsi organ bicara (tunawicara); alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot
dan tulang (poliomyelitis), kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat
gangguan pada fungsi motorik (cerebral palsy),kelainan anggota badan akibat
pertumbuhan yang tidak sempurna, misalnya lahir tanpa tangan/kaki, amputasi
dan lain-lain. Untuk kelinan pada alat motorik tubuh ini dikenal dalam kelompok
tunadaksa.
Pengertian kelainan penglihatan yang perlu intervensi khusus yaitu
kelainan yang dialami anak yang memiliki visus sentralis 6/60 lebih kecil dari itu,
atau setelah dikoreksi secara maksimal tidak mungkin mempergunakan fasilitas
pendidikan dan pengajaran yang ada dan umumnya digunakan oleh anak normal/
pramgawas (Bratanata,1979).
Berdasarkan gradasi ketajaman penglihatannya, kondisi anak yang
berkelainan penglihatan dapat dikelompokkan menjadi: 1.).kelompok anak
berkelainan penglihatan yang masih memiliki kemungkinan untuk dikoreksi
melalui pengobatan atau alat optik, 2). Anak berkelainan penglihatan yang dapat
dikoreksi melalui pengobatan atau alat optik. Anak berkelainan penglihatan yang
masih mempunyai kemungkinan dikoreksi dengan pengobatan atau alat optik,
biasanya anak dalam kelomopok ini tidak dapat dikategorikan dalam kasus
kelainan penglihatan dalam pengertian pendidikan luar biasa (pendidikan khusus),
sebab mereka dapat dididik tanpa harus dengan modifikasi atau program khusus.
Anak berkelainan penglihatan yang kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan
82
pengobatan atau alat optik, tetapi kemampuan untuk mempergunakan fungsi
penglihatannya secara efektif sangat minim,sehingga anak tidak mampu
mengikuti program sekolah normal.
Anak berkelainan penglihatan dalam kelompok yang ke tiga ini adalah
anak berkelainan penglihatan yang sama sekali tidak mempunyai kemungkinan
dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat optik. Akibat berkelainan
penglihatan yang demikian beratnya sehingga kebutuhan layanan pendidikan
hanya dapat dididik melalui saluran lain selain mata. Pada kasus ini orang sering
menyebutnya dengan tunanetra berat (buta). Terminology tunanetra berat atau
buta berdasarkan rekomendasi dari The White House Conference on Child Health
and Education di Amerika (1970), dijelaskan bahwa seseorang dikategorikan buta
jika ia tidak dapat mempergunakan penglihatannya untuk kepentingan
pendidikannya (Kirk,1970; Patton,1991).
Anak berkelainan indra pendengaran atau tunarungu secara medis
dikatakan, jika dalam mekanisme pendengaran karena sesuatu dan lain sebab
terdapat satu atau lebih organ mengalami gangguan atau rusak. Akibatnya, organ
tersebut tidak mampu menjalankan fungsinya untuk menghantarkan dan
mempersepsi rangsang suara yang ditangkap untuk diubah menjadi tanggapan
akustik. Secara pedagogis, seorang anak dapat dikategorikan berkelainan indra
pendengaran atau tunarungu, jika dampak dari disfungsinya organ-organ yang
berfungsi sebagai pengantar dan persepsi pendengaran mengakibatkan ia
tidakmampu mengikuti program pendidikan anak normal sehingga memerlukan
layanan pendidikan khusus untuk meniti tugas perkembangannya.
Dalam percakapan sehari–hari kondisi anak dengan kelainan pendengaran
diidentikkan dengan istilah tuli. Hal ini dapat diakui kebenarannya karena tuna
pendengaran dapat mengurangi kemampuannya memahami percakapan lewat
pemanfaatan fungsi pendengarannya. Oleh karena itu, pada penderita tuna
pendengaran berat berarti semakin besar intensitas ketidakmampuannya untuk
menyimak pembicaraan yang memanfaatkan ketajaman pendengarannya, baik
dengan bantuan alat Bantu dengar maupun tanpa bantuan alat bantu
dengar,”….one whose hearing disability precludes successful processing of
83
linguistic information through audition, with a bearing aids” (Hallahan &
Kauffman, 1986).
Derajat ketunarunguan seseorang biasanya diukur dan dinyatakan dalam
satuan deci-Bell atau disingkat dB. Dilihat dari tingkat gradasinya secara umum
dapat dikategorikan menjadi tunarungu dalam arti tuli (deaf) dan tunarungu
dikatakan tuli jika hasil tes pendengaran menunjukkan kehilangan kemampuan
mendengarnya 70 dB atau lebih menurut ISO (International Standard
Organization). Biasanya penderita dalam kategori tuli ini akan mengalami
kesulitan untuk dapat mengerti atau memahami pembicaraan orang lain meskipun
menggunakan bantuan alat atau tanpa alat bantu dengar. Sedangkan definisi lemah
pendengaran, seseorang dikatakan lemah pendengaran jika hasil tes pendengaran
menunjukkan kehilangan kemampuan mendengarnya antara 35-69 dB menurut
ISO. Biasanya penderita dalam kategori lemah pendengaran ini tidak terhalang
untuk mengerti atau mencoba memahami bicara orang lain dengan menggunakan
alat Bantu dengar (Moores, 1978).
Terminologi kelainan bicara atau tunawicara adalah ketidakmampuan
seseorang dalam mengkomunikasikan gagasannya kepada orang lain (pendengar)
dengan memanfaatkan organ bicaranya, dikarenakan celah langit-langit, bibir
sumbing, kerusakan otak, tunarungu, dan lain-lain (Patton,1991). Akibatnya,
pesan yang telihat sederhana ketika disampaikan kepada lawan bicara menjadi
tidak sederhana, sulit dipahami, dan membingungkan. Kelainan bicara ini dapat
terjadi pada sisi artikulasi, arus ujaran, nada suara dan struktur bahasanya.
Kelainan fungsi motorik tubuh atau tunadaksa adalah gangguan yang terjadi pada
satu atau beberapa atribut tubuh yang menyebabkan penderitanya mengalami
kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi tubuhnya secara normal. Kelainan fungsi
motorik tubuh, baik yang diderita sejak lahir maupun yang diperoleh kemudian,
pada dasarnya memiliki problem yang sama dalam pendidikannya.
Berdasarkan jenisnya, kelainan alat motorik tubuh dibedakan menjadi anak
berkelainan fungsi anggota tubuh ortopedi (tunadaksa ortopedi) dan anak
berkelainan fungsi anggota tubuh saraf (tunadaksa neurologis). Tunadaksa
ortopedi ialah anak yang mengalami ketunaan, kecacatan, ketidaksempurnaan
84
tertentu pada motorik tubuhnya, terutama pada bagian tulang-tulang, otot tubuh,
dan daerah persendian. Beberapa contoh kelainan yang termasuk dalam kategori
tunadaksa ortopedi antara lain poliomyelitis, tubercolosis tulang,
osteomyelitis,arthritis, bemiplegia, muscle dystrophia, kelainan atau anggota
badan yang tidak sempurna, dan lain-lain. Sedangkan tunadaksa neurologist ialah
anak yang mengalami kelainan pada fungsi anggota tubuh (kelainan motorik
tangan dan atau kaki) disebabkan oleh gangguan pada susunan sarafnya. Salah
satu kategori penderita tunadaksa saraf ini dapat dilihat pada anak penderita
cerebral palsy (CP).
Cerebral palsy adalah bentuk kelainan yang terjadi pada aspek motorik
yang disebabkan oleh disfungsinya sistem persarafan di otak. Gambaran klinis
yang diakibatkan oleh luka pada otak, di mana salah satu komponennya menjadi
penghalang dalam gerak sehingga timbul kondisi yang tampak semenjak kanak-
kanak dengan sifat- sifat seperti lumpuh, lemah, tidak adanya koordinasi atau
penyimpangan fungsi gerak disebabkan oleh patologi pusat kontrol gerak di otak.
Jenis-jenis cerebral palsy yang dapat kita kenali dalam kehidupan sehari-hari
antara lain spasticity, atbetosis, ataxia, tremor, dan rigidity (Patton,1991).
2. Kelainan Mental
Anak kelainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki penyimpangan
kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya.
Kelainan pada aspek mental ini dapat menyebar ke dua arah, yaitu kelainan
mental dalam arti lebih (supernormal) dan kelainan mental dalam arti kurang
(subnormal). Kelainan mental dalam arti lebih atau anak unggul, menurut
tingkatannya dikelompokkan menjadi:
• anak mampu belajar dengan cepat (rapid learner),
• anak berbakat (gifted), dan
• anak genius (extremely gifted). Karakteristik anak yang termasuk dalam
kategori mampu belajar dengan cepat jika hasil kecerdasan menunjukkan,
bahwa indeks kecerdasannya yang bersangkutan berada pada rentang 110-
120, anak berbakat jika indeks kecerdsannya berada pada rentang 120-140,
85
dan anak sangat berbakat atau genius jika indeks kecerdasannya berada
pada rentang di atas 140.
Secara umum karakteristik anak dengan kemampuan mental lebih, disamping
memiliki potensi kecerdasan yang tinggi dalam prestasi, juga memiliki
kemampuan menonjol dalam bidang tertentu, antara lain
kemampuan inteletual umum,
kemampuan akademik khusus,
kemampuan berfikir kreatif produktif,
kemampuan dalam salah satu bidang kesenian,
kemampuan psikomotorik, dan
kemampuan psikososial dan kepemimpinan (Tirtonegoro,1984).
Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita, yaitu
anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya
(di bawah normal ) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan
bantuan atau layanan secara khusus, terutama di dalamnya kebutuhan program
pendidikan dan bimbingannya. Kondisi ketunagrahitaan dalam praktik kehidupan
sehari-hari di kalangan awam seringkali disalah persepsikan, terutama bagi
keluarga yang mempunyai anak tunagrahita, yakni berharap dengan memasukkan
anak tunagrahita ke dalam lembaga pendidikan, kelak anaknya dapat berkembang
sebagaimana anak normal lainnya. Harapan semacam ini wajar saja karena
mereka tidak mengetahui karakteristik anak tunagrahita. Perlu dipahami bahwa
kondisi tunagrahita tidak dapat disamakan dengan penyakit, atau berhubungan
dengan penyakit, tetapi keadaan tunagrahita suatu kondisi sebagaimana yang ada,
“Mental retarted is not disease but a condition” (Kirk,1970). Atas dasar itulah
tunagrahita dalam gradasi manapun tidak bisa disembuhkan atau diobati dengan
obat apapun.
The American Assocoation on Mental Deficiency (AAMD) memberikan
justifikasi tentang anak tunagrahita dengan merujuk pada kecerdasan secara
umum di bawah rata-rata. Dengan kecerdasan yang sedemikian rendah
menyebabkan anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial
pada setiap fase perkembangannya (Hallahan dan Kauffman1991).
86
Berdasarkan kapabilitas kemampuan yang bisa dirujuk sebagai dasar
pengembanganpotensi, anak tunagrahita dapat diklasifikasikanmenjadi
• anak tunagrahita memiliki kemampuan untuk dididik dengan rentang IQ
50-75,
• anak tunagrahita memiliki kemampuan untuk dilatih dengan rentang IQ
25- 50,
• anak tunagrahita memiliki kemampuan untuk dirawat dengan rentang IQ
25- ke bawah (Hallhan &Kaufman,1991).
87
D. Dampak Kelainan
Kelainan atau ketunaan pada aspek fisik, mental,maupun sosial yang
dialami oleh seseorang akanmembawa konsekuensi tersendiri bagi
penyandangnya,baik secara keseluruhan atau sebagian, baik yang bersifat objektif
maupun subjektif. Kondisi kelainan yangdisandang seseorang ini akan
memberikan dampakkurang menguntungkan pada kondisi psikologis maupun
psikososialnya. Pada gilirannya kondisi tersebut dapat menjadi hambatan yang
berarti bagi penyandang kelainan dalam meniti tugas perkembangannya.
Mekanisme hubungan fisik dengan psikis yang berdampak secara
langsung atau tidak langsung sebagai konsekuensi pada masing-masing aspeknya,
secara eksplisit dapat disimak mekanisme interaksi berikut. Seseorang yang
diketahui mengalami kelainan atau ketunaan pada salah satu atau lebih fungsi
organ tubuh/ indranya, maka akan timbul akibat langsung dari gangguan organ
tersebut. Dalam hal ini akan berkurang kemampuannya untuk memfungsikan
secara maksimum organ atau instrument anggota tubuh yang mengalami kelainan,
misalnya hilangnya fungsi pendengaran, hilangnya fungsi penglihatan,atau
berkurangnya fungsi organ tubuh (Tahap I).
Tidak berfungsinya alat sensoris atau motoris tersebut, berdampak pada
penderita untuk melakukan eksplorasi sehingga ia akan mengalami hambatan
dalam melakukan aktivitas yang mendayagunakan alat sensoris atau motorisnya
(Tahap II). Hambatan yang dialami oleh penderita kelainan dalam melakukan
berbagai aktivitas akan menimbulkan reaksi-reaksi emosional akibat
ketidakberdayaannya, dan biasanya dalam tahap masih merupakan reaksi
emosional yang sehat saja (Tahap III).
Apabila reaksi-reaksi emosional yang ditimbulkan akibat hambatan terus
menumpuk dan intensitasnya semakin meningkat, maka reaksi emosional yang
muncul justru sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadiannya.
Misalnya reaksi emosional yang berupa rendah diri, minder, mudah tersinggung,
kurang percaya diri, frustrasi, menutup diri, dan lain-lain (Tahap IV). Pada kasus-
kasus tertentu, reaksi emosional yang terjadi padatahap tertentu dapat bersifat
88
destruktif. Timbulnya perilaku tersebut barangkali sebagai mekanisme pertahanan
diri akibat ketidakberdayaannya mengendalikan kepribadiannya.
89
autis, hal itu tergantung tingkat keparahannya juga. Matson (dalam Hadis, 2006)
mengemukakan bahwa autistik merupakan gangguan perkembangan yang
bertentangan atau pervasif. Gangguan perkembangan ini terjadi secara jelas pada
masa bayi, anak-anak dan remaja. Autistik adalah gangguan yang kompleks
meliputi komunikasi, interaksi sosial, perilaku, emosi dan aktifitas
imajinasi.Berikut beberapa karakteristik anak autis yang dikemukakan oleh
Garnida (2015) antara lain: mengalami hambatan dalam kebahasaan/komunikasi,
kesulitan mengenal dan merespon emosi dengan isyarat sosial, terlalu kaku dan
kurang bisa mengekspresikan perasaan, kurang memiliki perasaan dan empati,
sering bertindak tak terkendali dan meledak-ledak, mengalami masalah perilaku,
kurang memahami keberadaan dirinya sendiri, berperilaku monoton dan sulit
beradaptasi.
• Berikut beberapa Klasifikasi anak Autis (Autisme) dari DSM-IV/TR
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 4th ed. Text
Revision) dari APA (American Psychiatric Association, 2000) meliputi:
Autistic Disorder, hambatan verbal dan non verbal yang sangat parah,
perilaku yang tidak biasa, yang biasanya disebut “autisme”,
• Asperger Syndrom, secara relatif memiliki bahasa verbal yang bagus
dengan masalah nonverbal yang agak ringan; minat dan keterkaitan yang
terbatas,
• PDD-NOS (Not Otherwise Specified) masalah bahasa nonverbal yang
tidak memenuhi kriteria PDD disorder yang lain,
• Rett’s Disorder, kelainan syaraf yang bersifat degeneratif (mengalami
kemunduran) yang sangat langka pada anak perempuan, dan
• Childhood Disintegrative Disorder, kelainan yang sangat langka yang
perlu kehati-hatian dalam membedakannya dalam kondisi degenerative
syaraf
Dari karakteristik anak autis diatas, maka pendidik perlu memperhatikan betul
kebutuhan anak didiknya, terutama anak autis.
90
F. Jenis anak berkebutuhan khusus
91
8. Anak dengan gangguan ganda adalah anak yang memiliki dua atau
lebih gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan,
pendidikan khusus, dan alat bantu belajar yang khusus.
9. Anak lamban belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki
potensi intelektual sedikit dibawah rata-rata tetapi belum termasuk
gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan berulang-ulang
untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non
akademik.
10. Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning
disabilities adalah anak yang mengalami hambatan atau
penyimpangan pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa
ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis,
mengeja dan berhitung.
11. Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anak yang
mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa
wicara, suara, irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang
disebabkan oleh faktor fisik, psikologis dan lingkungan, baik reseptif
maupun ekspresif.
12. Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah anak
yang memiliki skor inteligensi yang tinggi (gifted), atau mereka yang
unggul dalam bidang-bidang khusus (talented) seperti musik, seni,
olah raga, dan kepemimpinan.
92
BAB XIII
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK
temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK
temporer meliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang
paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-
anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi
korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah
anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD
(Attention Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar,
Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.Untuk menangani ABK
tersebut dalam setting pendidikan inklusif di Indonesia, tentu memerlukan
strategi khusus. Pendidikan inklusi mempunyai pengertian yang beragam .
sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama.
Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan
dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari
itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi
bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman
sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat
terpenuhi (Stainback dan Stainback), pendidikan inklusi adalah penempatan anak
berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini
menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi
anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya (Staub
dan Peck).
Pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang
mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah
terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya(Sapon-Shevin
(O’Neil)).Oleh karena itu, ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga
93
menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak,
sehingga sumber belajar menjadi memadai dan mendapat dukungan dari semua
pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.Melalui
pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal)
untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg). Hal ini dilandasi oleh
kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak
berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Dalam hal ini,
ada empat strategi pokok yang diterapkan pemerintah, yaitu: peraturan perundang-
undangan yang menyatakan jaminan kepada setiap warga negara Indonesia
(termasuk ABK temporer dan permanen) untuk memperoleh pelayanan
pendidikan, memasukkan aspek fleksibilitas dan aksesibilitas ke dalam sistem
pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Selain itu, menerapkan
pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan
mengoptimalkan peranan guru.
Di bawah ini beberapa strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan
khusus:
94
4. Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan
melalui media.
Selain strategi yang telah disebut-kan di atas, ada strategi lain yang dapat
diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.
95
E. Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras
Untuk memberikan layanan kepa-da anak tunalaras, Kauffman
mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
1. Model biogenetic
2. Model behavioral/tingkah laku
3. Model psikodinamika
4. Model ekologis
96
Daftar indeks
97
Perkembangan pendidikan inklusif di Indonesia,
3, 74
R
produktif, 25, 85 refleks bawaan, 16
R
efleksi, 58, 63
reguler, 15, 74, 91
religious,, 10
S
Sebagai anggota masyarakat, 2, 28
Sekolah, 1, 5, 6, 7, 30, 32, 51, 52, 56, 57, 70, 72, 74, 91
siswa, 6, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 21, 23, 25, 28, 29, 30, 37, 38, 39, 46, 47, 48, 49, 50, 53, 56, 57, 58, 60,
61, 62, 63, 64, 71, 72, 91, 92
Siswa/Murid SD., 30
Sosial, 4, 14, 30, 86
spiritual, 5, 66, 71
Strategi pembelajaran bagi anak berbakat, 4, 92
Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa, 4, 93
Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita, 4, 92
Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras, 4, 93
Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra, 4, 92
Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu, 4, 93
T
Teori Behavorisme, 2, 37
Teori Belajar, 2, 36, 39, 40
Teori Konstruktivisme, 2, 42, 44
Teori Pembelajaran, 36
Tingkat operasional konkrit, 17
Tingkat pra operasional, 16
Tingkat sensori motor, 16
Transformasi budaya, 24
Tujuan pendidikan inklusi, 71
tujuan pendidikan nasional, 22
TUjUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR, 21
Tujuan penyelenggaraan pendidikan dasar, 23
U
UUD 1945, 6, 21, 76
98
GLOSARIUM
Aktual : (1) betul-betul ada (terjadi); sesungguhnya: cerita itu diangkat dr kejadian
yang –; (2) sedang menjadi pembicaraan orang banyak (tentang peristiwa
dsb); (3) baru saja terjadi; masih baru (tentang peristiwa dsb); hangat:
berita —
Apatis : Acuh tidak acuh; tidak peduli; masa bodoh: kita tidak boleh bersikap —
terhadap usaha pembangunan Pemerintah
Benefit : melakukan kegiatan selalu memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dan
manfaat yang diterima
Benefits : Bagian penting dari paket kompensasi Anda, dan bagian dari proses
negosiasi gaji. Perhatikan bahwa setiap pemberi kerja menawarkan
campuran manfaat yang berbeda. Manfaat ini mungkin termasuk liburan
berbayar, liburan perusahaan, hari-hari pribadi, cuti sakit, asuransi jiwa,
asuransi kesehatan, rencana pensiun dan pensiun, bantuan biaya sekolah,
penitipan anak, opsi saham, dan banyak lagi. Dapat bernilai antara 20
hingga 40 persen dari gaji Anda.
Degradasi : Kemunduran, kemerosotan, penurunan, dsb (tt mutu, moral, pangkat,
dsb)
Egosentris : Menjadikan diri sendiri sbg titik pusat pemikiran (perbuatan); berpusat
pada diri sendiri (menilai segalanya dari sudut diri sendiri)
formal : (1) sesuai dengan peraturan yang sah; menurut adat kebiasaan yang
berlaku: permohonan itu harus diajukan secara — , tidak cukup dengan
telepon;(2) resmi: pendidikan — yang ditempuhnya hanya sekolah teknik
menengah
identitas : Ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang; jati diri: — pembunuh itu sudah
diketahui polisi
Imitasi : Tiruan; bukan asli: kalung — , kalung yang dibuat bukan dari emas,
tetapi warnanya menyerupai emas
99
Intelektual : (1) a cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu
pengetahuan;(2) n (yg) mempunyai kecerdasan tinggi; cendekiawan;(3) n
totalitas pengertian atau kesadaran, terutama yang menyangkut pemikiran
dan pemahaman.
kematangan : hal matang: penelitian tentang — anak untuk bersekolah;(2) a terlampau
matang: durian itu jatuh karena -;(3) n keadaan individu dalam
perkembangan sepenuhnya yang ditandai oleh kemampuan aktual dalam
membuat pertimbangan secara dewasa
Klasifikasi : Penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah
atau standar yang ditetapkan
konkrit : mencakup; menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi dan
membuat.
Kompleksitas : kerumitan; keruwetan: saya tidak mempunyai — kejiwaan dengan terlalu
curiga terhadap orang lain
observasi : peninjauan secara cermat; sebelum praktik mengajar, para calon guru
mengadakan — ke sekolah-sekolah
Pennsylvania : Jenis minyak bumi yang dihasilkan dari daerah Pennsylvania, New York,
West Virginia dan sebagian Ohio, di Amerika Serikat; banyak
mengandung bahan dasar pelumas bersifat parafin.
Religius : Bersifat religi; bersifat keagamaan; yang bersangkut-paut dengan religi:
ia sangat terkesan akan kehidupan
Reversibilitas : Kemampuan untuk pulih kembali; pemulihan kembali suatu fungsi tubuh
100
DAFTAR PUSTAKA
101
Basrowi. (1998). ”Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun,” Thesis, PPs IKIP Yogyakarta.
Yogyakarta
Bambang Q-Anees dan Adang Hambali. (2009). Pendidikan Karakter Berbasis
Al-. Qur'an. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Benny Heldrianto, (2013) dalam jurnal “penyebab rendahnya tingkat pendidikan
anak putus Budiningsih, Asri (1997). Belajar dan pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta
Benny A. Pribadi (2011) Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian
Rakyat
Budiningsih. (2005). Model Discovery Learning. Jakarta: Pustaka Mandiri
Braungart et al. (2007) is in highlighting the fact that 'less bad is no good'. sekolah
dalam program wajib belajar 9 tahun desa sungai kakap kecamatan sungai
kakap kabupaten kubu raya”
Chusairi, Achmad, (2011) Karakteristik Anak-Anak SD dari Kelas 1-6
Chumi Zahrotul Fitriyah (2011) Penerapan Pendidikan Karakter melalui
Pengintegrasian Mata Pelajaran di Sekolah Dasar, Seminar Nasional
Pendidikan, (Surabaya: Unesa University Press)
Dalyono (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Dalyono, M. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta
Dana Mitra Ph.D. (2009-2010) “Pennsylvania’s BestInvestment: The Social and
Economic Benefits of Public Education”
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya.
Desiningrum, Dinie Ratri. (2017) "Psikologi anak berkebutuhan khusus."
Dewi, Nurul Kusuma. (2017): "Manfaat program pendidikan inklusi untuk
aud." Jurnal Pendidikan Anak 6.1
Darma, Indah Permata, and Binahayati Rusyidi. (2015). "Pelaksanaan sekolah
inklusi di Indonesia." Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat 2.2
Djaali (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
102
Dr. Soepartinah Pakasi (1981). Anak dan Perkembangannya. Jakarta:
PT.Gramedia
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, (2006) Sistem.Jakarta:Bumi Aksara.
Doni Koesoema A (2010), Pendidikan Karakter : Strategi Mendidik Anak di
ZamanGlobal (Jakarta: Gramedia,)
Fadjar, A. Malik. (1999).Madrasah dan Tantangan Modernitas, Cet. II, Bandung:
YASMIN Bekerjasama dengan Mizan.
Hafiz, Abdul. (2017) "Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Inklusif di
Indonesia." Jurnal As-Salam 1.3
Hakim M.A., Das K. K. (2008). Role of Untreated Liquid Hospital Waste to the
Development of Antibiotic Resistant Bacteria
Hamalik, Oemar (2002). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan.
pemikiran yang logis, sistematis, kritis dan kreatif
Hamzah B. Uno dan Nurdin Muhammad (2011). Belajar Dengan Pendekatan.
PAILKEM Jakarta, PT Bumi Aksara
Heidjrachman dan Suad Husnan (1997). Manajemen Personalia. Yogyakarta:
BPFE
Herawati, Nenden Ineu. (2016)."Pendidikan Inklusif." EduHumaniora| Jurnal
Pendidikan Dasar Kampus Cibiru 2.1
103
Kemendiknas, (2010), Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa:
Pedoman Sekolah. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan. Pusat
Kurikulum.
Koesoema A, Doni., Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak diZaman
Modern, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007)
Livingstone, S. (1998) Relationships between media and audiences: Prospects for
future audience reception studies.
Jamaris, Martini. 2006. Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman.
Kanak-kanak. Jakarta: Gramedia.
Mukminan. (1997). Teori Belajar dan Pembelajaran.Yogyakarta:P3G IKIP
Muhibbin. (2000). Pesikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Roesdakarya
Mikarsa, Hera Lestari., dkk. (2009). Pendidikan Anak di SD.Jakarta:
Universitas Terbuka.
Majid & Andayani (2012). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Muhibbin, syah (2007). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. bandung.
Pt. remaja rosdakarya.
Madjid, Abdul (2014).Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nasution. 2006. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara
Nursidik (2011). Karakteristik dan Kebutuhan Pendidikan Anak Usia Sekolah
Dasar.
Ngalim Purwanto.(2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: RosdaKarya
Paradesa, (2015) A Paradigm for Teaching and Learning • Bada, Steve Olusegun
Panpan Achmad Fadjri. (2000) perkembangan pendidikan di negara maju,
berkembang dan terbelakang. Yogyakarta: Sabda Media.
Persada.Tohirin. (2006). Psikologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Raga
Grafindo Perdasa.
Piaget, J. (1971). The theory of stages in cognitive development
Purwanto, Ngalim. (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
104
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan undang Nomor 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran
Putri, M.H., Herijulianti, E., danNurjannah, N., (2011). Ilmu Pencegahan
Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi, Jakarta: EGC
Prastowo, Andi (2013). Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Yogyakarta: Diva
Press
Q-Anees, Bambang dan Hambali, Adang. (2008). Pendidikan Karakter Berbasis
Al-Qur‘an.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
R. Yatim (2013) Metodelogi penelitian pendidikan. Surabaya
Rangkuti, Freddy (2014). Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis.
Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Saputra, Angga. (2016) "Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan
Inklusif." Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini 1.3
Samsuri, (1991) Belajar dan Faktor – faktor yang Mempengaruhinya, Samsuri,
Op.cit,
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Massachusetts:
Allyn and Bacon.
Slameto. (1995), Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka
Cipta.
Soelaiman Joesoef, (1992) Konsep Dasar Pendidikan Luar sekolah,
Sugandi, Ahmad. 2007.Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES
Suharjo.(2006). Mengenalpendidikansekolahdasarteoridanpraktek. Jakarta:Dikti
Supariasa, I.D.N. dkk. (20130. Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta:
Penerbit. Buku Kedokteran EGC.
Suparla. (2010) Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Citra
Aji Parama.
Suprijanto (2009). Pendidikan Orang Dewasa.Bumi Aksara. Jakarta.
Suryadi, (2006) Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan: Isu, Teori, dan
Aplikasi untuk Pembangunan Pendidikan dan Sumber Daya Manusia
Indonesia.
105
Smith A (2009) Died unexpectedly of a sudden heart attack at his Seattle View
Ridge home.
Sri Esti Wuryani Djiwandono. (1989). Psikologi pendidikan.
Syah. (2004) . Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja.
Syah, Muhibbin. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo
Umar Tirtaharja dan La Sula (2000), Pengantar Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta,
Umar Tirtarahardja dan La Sula, (1995). KONSEP DASAR ILMU
PENDIDIKAN ISLAM
Undang Undang No. 2 Tahun 1985. UUD 1945. (MPRS No. 2 Tahun 1960)
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional (sisdiknas), pasal 1 ayat 1.
W.S. Winkel, (2014) ,Psikologi Pengajaran.
106
BIOGRAFI PENULIS
107
Wilda Tannia lahir di Sukabumi pada tanggal 26
Januari 2003. Menyelesaikan SD pada tahun 2014
dari SD negeri cikaret, kemudian menyelesaikan
pendidikan di SMP negeri 12 kota Sukabumi pada
tahun 2017, pada tahun 2020 menyelesaikan
pendidikan di SMA negeri 5 kota Sukabumi dengan
jurusan ilmu pengetahuan alam dan sekarang
penulis sedang menyelesaikan pendidikan S1
dengan jurusan pendidikan guru sekolah dasar di
universitas Djuanda Bogor. Alasan saya memilih program studi PGSD karena
untuk memajukan pendidikan di Indonesia dan membentuk kepribadian anak
menjadi lebih baik dan juga saya ingin untuk mengajar anak anak di daerah
pedalaman Indonesia. Hobi saya yaitu membaca dan mendengarkan musik
108