Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem transmisi listrik merupakan tulang punggung dari penyediaan

energi listrik yang andal dan efisien. Dalam perkembangan infrastruktur ini,

saluran transmisi berperan sangat penting untuk mentransfer daya listrik dari

pembangkit listrik ke pusat distribusi dan konsumen akhir. Salah satu tantangan

utama yang dihadapi oleh sistem transmisi listrik adalah potensi lonjakan

tegangan yang dapat merusak peralatan elektris dan mengganggu aliran listrik

yang normal. Lonjakan tegangan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor,

termasuk petir, gangguan jaringan, atau operasi peralatan di dalam sistem.

Dalam upaya untuk melindungi saluran transmisi dan peralatan listrik

yang terhubung, surge arrester atau penyegel lonjakan tegangan digunakan

sebagai perangkat pelindung. Surge arrester adalah perangkat elektris yang

dirancang khusus untuk meredam dan mengalirkan lonjakan tegangan berlebihan

ke tanah, sehingga menjaga tegangan di dalam batas yang aman untuk peralatan

listrik. Dengan demikian, pemahaman yang baik tentang surge arrester dan

penerapannya yang tepat pada saluran transmisi sangat penting untuk menjaga

keandalan dan kualitas pasokan listrik.

Sistem transmisi listrik memegang peranan utama dalam mendistribusikan

energi listrik dari pembangkit ke konsumen akhir. Kualitas dan keandalan sistem

ini sangat penting untuk menjaga kelancaran pasokan listrik dalam kehidupan

1
2

sehari-hari kita. Namun, sistem transmisi listrik seringkali rentan terhadap

lonjakan tegangan yang dapat menyebabkan kerusakan peralatan elektrik,

gangguan aliran listrik, dan potensi kegagalan dalam pasokan listrik. Lonjakan

tegangan tersebut dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat disebabkan oleh faktor

eksternal seperti petir, atau bahkan oleh gangguan internal dalam jaringan listrik.

Untuk mengatasi tantangan ini, surge arrester, atau yang sering disebut

sebagai penyegel lonjakan tegangan, telah menjadi komponen vital dalam sistem

transmisi dan distribusi listrik. Surge arrester adalah perangkat pelindung yang

dirancang untuk meredam lonjakan tegangan dan mengalirkannya ke tanah,

menjaga tegangan dalam batas yang aman untuk peralatan dan jaringan listrik.

Kinerja yang efektif dari surge arrester sangat penting dalam menjaga keandalan

sistem listrik secara keseluruhan.

Saluran transmisi listrik dengan tegangan 150 kV adalah bagian penting

dari infrastruktur transmisi listrik yang ada di banyak wilayah. Perlindungan surge

arrester dalam konteks saluran transmisi 150 kV menjadi faktor kunci dalam

menjaga stabilitas dan keberlanjutan pasokan listrik di daerah tersebut. Lonjakan

tegangan yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan peralatan yang

mahal dan mengganggu layanan listrik bagi pelanggan. Oleh karena itu,

pemahaman yang mendalam tentang surge arrester dan penerapannya yang tepat

pada sistem transmisi 150 kV sangat penting.

Perkembangan teknologi dalam surge arrester telah membawa inovasi

dalam desain dan kemampuan pelindung ini. Studi ini akan mencoba menjawab

pertanyaan mengenai jenis surge arrester yang paling sesuai, parameter apa yang
3

harus diperhatikan, dan bagaimana strategi penempatannya di saluran transmisi

150 kV dapat dioptimalkan untuk melindungi sistem dengan efisien.

Pentingnya sistem pada transmisi listrik adalah tulang punggung yang

mendistribusikan energi listrik dari pembangkit ke konsumen akhir. Kualitas dan

keandalan sistem ini memainkan peran sentral dalam menjaga kelancaran pasokan

listrik dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Dari penyaluran daya untuk

menjalankan peralatan rumah tangga hingga mendukung operasional industri dan

fasilitas kritis, sistem transmisi listrik adalah fondasi bagi berfungsinya banyak

sektor.

Tantangan sistem transmisi listrik memiliki peran yang sangat penting,

mereka sering kali rentan terhadap lonjakan tegangan yang dapat memiliki

dampak yang merugikan. Lonjakan tegangan dapat menyebabkan kerusakan

serius pada peralatan elektrik, gangguan dalam aliran listrik, dan bahkan potensi

kegagalan dalam pasokan listrik. Lonjakan tegangan ini dapat muncul secara tiba-

tiba dan tak terduga, dan mereka dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk

petir, gangguan dalam jaringan listrik, atau bahkan operasi peralatan tertentu.

Peran Surge Arrester dalam perlindungan menghadapi tantangan lonjakan

tegangan ini, surge arrester, atau yang sering dikenal sebagai penyegel lonjakan

tegangan, telah menjadi komponen yang sangat penting dalam sistem transmisi

dan distribusi listrik. Surge arrester adalah perangkat pelindung yang dirancang

khusus untuk meredam lonjakan tegangan dan mengalirkannya ke tanah dengan

aman. Dengan melakukan ini, surge arrester menjaga tegangan dalam batas yang
4

aman untuk peralatan listrik dan jaringan, sehingga menjaga keandalan sistem

listrik secara keseluruhan.

Peran saluran transmisi 150 kV Saluran transmisi listrik dengan tegangan

150 kV adalah salah satu komponen utama dari infrastruktur transmisi listrik yang

digunakan secara luas di berbagai wilayah. Dalam konteks ini, perlindungan surge

arrester dalam saluran transmisi 150 kV memiliki implikasi yang sangat penting.

Lonjakan tegangan yang tidak terkendali pada saluran ini dapat menyebabkan

kerusakan peralatan yang mahal dan gangguan dalam pasokan listrik, yang pada

gilirannya dapat mengganggu berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Tantangan dan peluang teknologi Surge Arrester terakhir, seiring dengan

perkembangan teknologi, surge arrester juga mengalami perkembangan yang

signifikan dalam desain dan kemampuan pelindungnya. Oleh karena itu, studi ini

akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan penting, seperti jenis surge

arrester yang paling sesuai untuk saluran transmisi 150 kV, parameter yang harus

dipertimbangkan dalam pemilihan surge arrester, dan strategi penempatan yang

optimal untuk melindungi sistem dengan efisien. Keberlanjutan pasokan listrik

dan efek lonjakan tegangan terjaganya keberlanjutan pasokan listrik adalah

esensial bagi fungsi berbagai sektor, termasuk industri, komersial, dan rumah

tangga.

Dengan pemahaman mendalam tentang pentingnya surge arrester dalam

melindungi sistem transmisi listrik, khususnya pada saluran 150 kV, penelitian ini

bertujuan untuk menggali lebih dalam dan memberikan wawasan yang

komprehensif tentang surge arrester dan penerapannya dalam konteks ini.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan

masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana lonjakan tegangan dalam sistem transmisi listrik dapat

mempengaruhi keandalan pasokan listrik dan peralatan elektrik yang

terhubung?

2. Apa peran surge arrester dalam melindungi sistem transmisi listrik dan

mengatasi masalah lonjakan tegangan?

3. Bagaimana pemilihan surge arrester yang tepat dan parameter apa yang harus

dipertimbangkan untuk mengoptimalkan perlindungan lonjakan tegangan pada

saluran transmisi 150 kV?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mempelajari secara mendalam peran dan penerapan surge arrester pada

saluran transmisi 150 kV dalam konteks perlindungan terhadap lonjakan

tegangan, dengan fokus pada peningkatan keandalan dan keberlanjutan

pasokan listrik.

2. Tujuan Khusus

Menganalisis dampak lonjakan tegangan terhadap sistem transmisi listrik

dan peralatan terhubung serta mengevaluasi kebutuhan perlindungan surge

arrester dalam situasi tersebut. Memahami karakteristik surge arrester,

termasuk jenis-jenisnya, parameter-parameter yang relevan, serta prinsip

kerjanya dalam meredam lonjakan tegangan dan menjaga stabilitas


6

tegangan di dalam sistem transmisi 150 kV. Menentukan kriteria

pemilihan surge arrester yang paling sesuai untuk saluran transmisi 150

kV, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti lingkungan

operasional dan kondisi geografis yang khusus. Mengevaluasi strategi

penempatan surge arrester yang efisien pada saluran transmisi 150 kV,

termasuk lokasi penempatan yang optimal.

Dengan tujuan umum dan khusus yang telah dirumuskan, penelitian ini

bertujuan untuk memberikan wawasan yang komprehensif tentang surge

arrester dan menerapkan pemahaman ini dalam meningkatkan keandalan

dan keberlanjutan pasokan listrik pada saluran transmisi 150 kV.

D. Manfaat Penelitian

Berikut manfaat dilakukan penelitian ini:

1. Secara teoritis

Penelitian ini akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman

teoritis tentang surge arrester dan peran pentingnya dalam melindungi sistem

transmisi listrik. Ini akan mengisi kesenjangan pengetahuan dalam literatur

terkait dan menjadi referensi penting bagi peneliti dan mahasiswa yang

tertarik dalam bidang ini.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini akan membantu perencana sistem listrik untuk

mengoptimalkan penggunaan surge arrester dalam infrastruktur transmisi 150

kV. Dengan demikian, dapat menghasilkan efisiensi yang lebih baik dalam

alokasi sumber daya dan mengurangi biaya operasional.


7

E. Kajian Pustaka

1. Kerangka Teoritis

a. Konsep Dasar Surge Arreste

Surge arrester, juga dikenal sebagai penyegel lonjakan

tegangan, adalah perangkat elektrik yang berfungsi untuk melindungi

sistem transmisi listrik dari lonjakan tegangan yang tidak diinginkan.

Surge arrester bekerja dengan meredam lonjakan tegangan yang

melebihi batas yang ditentukan dan mengalirkannya ke tanah secara

aman. Prinsip dasar kerja surge arrester adalah dengan memanfaatkan

karakteristik non-linear dari bahan dielektriknya. Ketika tegangan pada

surge arrester melebihi batas, perangkat ini akan mengalirkan arus

lonjakan ke tanah, menjaga tegangan dalam batas yang aman untuk

peralatan listrik dan jaringan.

b. Jenis-jenis Surge Arrester

Terdapat beberapa jenis surge arrester yang umum digunakan dalam

sistem transmisi listrik, termasuk:

a. Surge Arrester Tipe Rantai: Jenis surge arrester ini memiliki bahan

pelindung berupa rantai yang terbuat dari varistor. Mereka bekerja

dengan mengalirkan arus lonjakan melalui rantai varistor yang

memiliki karakteristik non-linear.

b. Surge Arrester Tipe Silikon Karbida (SiC): Surge arrester SiC

menggunakan bahan dasar silikon karbida yang memiliki kemampuan


8

pelindung yang tinggi terhadap lonjakan tegangan. Mereka cenderung

lebih tahan terhadap lonjakan tegangan berulang.

c. Surge Arrester Tipe Gapped: Surge arrester ini menggunakan celah

(gap) udara sebagai elemen pelindung. Ketika tegangan mencapai

ambang batas, gap udara akan mengalirkan arus lonjakan ke tanah.

c. Parameter Surge Arrester yang Penting

Pemilihan surge arrester yang tepat untuk sistem transmisi

listrik 150 kV melibatkan pertimbangan berbagai parameter penting,

termasuk:

a. Tegangan Nominil (Un): Tegangan nominal surge arrester harus

dipilih agar sesuai dengan tegangan nominal sistem transmisi 150 kV.

b. Kemampuan Energi: Kemampuan untuk menyerap energi lonjakan

tegangan adalah faktor penting dalam menentukan kemampuan

pelindung surge arrester.

c. Arus Pelindung (Ip): Kemampuan surge arrester dalam mengalirkan

arus lonjakan adalah faktor penentu dalam pelindungannya.

d. Perkembangan Terkini dalam Surge Arrester dan Strategi

Penempatan Surge Arrester

Perkembangan teknologi surge arrester terus berlanjut. Inovasi terbaru

termasuk penggunaan bahan isolasi yang lebih baik, pemantauan

online untuk deteksi kerusakan, dan kemampuan untuk menangani

lonjakan tegangan yang lebih tinggi. Memahami perkembangan ini

penting untuk memaksimalkan efektivitas perlindungan surge arrester.


9

Kajian teori ini memberikan pemahaman mendalam tentang surge

arrester, konsep dasar, jenis-jenis, parameter, penempatan, dan

perkembangan terkini. Pengetahuan ini akan menjadi dasar yang kuat

dalam penelitian mengenai penerapan surge arrester pada saluran

transmisi 150 kV.

2. Penelitian Terdahulu

a. RATNASARI, ANGGITA DWI (2022) ANALISA TEGANGAN

LEBIH AKIBAT SURJA PETIR DARI TRANSMISI YANG

MASUK KE TRAFO DAYA I 20 MVA DI GARDU INDUK 150

KV BUMI SEMARANG BARU (BSB) DENGAN METODE

DIAGRAM TANGGA.

Surja petir yang datang dari saluran transmisi sangat berbahaya bagi

peralatan yang ada pada gardu induk, terutama transformator.

Transformator adalah komponen utama yang sangat penting dari gardu

induk. Akibat terjadi kerusakan di transformator maka distribusi energi

listrik ke konsumen dapat mengalami gangguan. Oleh sebab itu,

diperlukan arrester guna mengatasi tegangan surja petir agar terhindar

dari kerusakan transformator pada gardu induk. Lightning arrester

dipasang di dalam gardu induk dan di dekat transformator. Peneliatan

ini membahas tentang Analisa Tegangan Lebih Akibat Surja Petir Dari

Transmisi Yang Masuk Ke Trafo Daya I 20 MVA Di Gardu Induk 150

kV Bumi Semarang Baru (BSB) Dengan Metode Diagram Tangga.


10

Model ditetapkan sebagai single line diagram GI 150/20 kV lengkap

dengan Arrester dan Trafo daya pada penyulang. Parameter yang

ditentukan antara lain adalah: tegangan, impedansi surja, spesifikasi

Arrester-Trafo daya. Terdapat empat kondisi untuk menganalisa

kemampuan arrester dalam melindungi transformator pada gardu induk

150 kV Bumi Semarang Baru (BSB) dari surja petir. Empat kondisi

tersebut yaitu arrester 1 dan arrester 2 baik, arrester 1 rusak dan

arrester 2 baik, arrester 1 baik dan arrester 2 rusak, dan arrester 1 dan

arrester 2 rusak. Dari Hasil penelitian menunjukkan bahwa

transformator dapat terlindungi dari surja petir dengan satu arrester

saja. Jika dipasang dua arrester akan lebih baik lagi. Namun apabila

tidak dipasang arrester, kondisi tersebut sangat berbahaya karena akan

menyebabkan transformator rusak, karena tegangan yang muncul pada

transformator yaitu sebesar 939,06 kV, melebihi nilai BIL

transformator yaitu 650 kV. Kata kunci : Transmisi, Surja petir,

transformator, arrester, GI 150/20 kV BSB

e. Jenis-jenis Surge Arrester

Terdapat beberapa jenis surge arrester yang umum digunakan dalam

sistem transmisi listrik, termasuk:

a. Surge Arrester Tipe Rantai: Jenis surge arrester ini memiliki bahan

pelindung berupa rantai yang terbuat dari varistor. Mereka bekerja

dengan mengalirkan arus lonjakan melalui rantai varistor yang

memiliki karakteristik non-linear.


11

b. Surge Arrester Tipe Silikon Karbida (SiC): Surge arrester SiC

menggunakan bahan dasar silikon karbida yang memiliki kemampuan

pelindung yang tinggi terhadap lonjakan tegangan. Mereka cenderung

lebih tahan terhadap lonjakan tegangan berulang.

c. Surge Arrester Tipe Gapped: Surge arrester ini menggunakan celah

(gap) udara sebagai elemen pelindung. Ketika tegangan mencapai

ambang batas, gap udara akan mengalirkan arus lonjakan ke tanah.

f. Parameter Surge Arrester yang Penting

Pemilihan surge arrester yang tepat untuk sistem transmisi

listrik 150 kV melibatkan pertimbangan berbagai parameter penting,

termasuk:

a. Tegangan Nominil (Un): Tegangan nominal surge arrester harus

dipilih agar sesuai dengan tegangan nominal sistem transmisi 150 kV.

b. Kemampuan Energi: Kemampuan untuk menyerap energi lonjakan

tegangan adalah faktor penting dalam menentukan kemampuan

pelindung surge arrester.

c. Arus Pelindung (Ip): Kemampuan surge arrester dalam mengalirkan

arus lonjakan adalah faktor penentu dalam pelindungannya.

g. Perkembangan Terkini dalam Surge Arrester dan Strategi

Penempatan Surge Arrester

Perkembangan teknologi surge arrester terus berlanjut. Inovasi terbaru

termasuk penggunaan bahan isolasi yang lebih baik, pemantauan

online untuk deteksi kerusakan, dan kemampuan untuk menangani


12

lonjakan tegangan yang lebih tinggi. Memahami perkembangan ini

penting untuk memaksimalkan efektivitas perlindungan surge arrester.

Kajian teori ini memberikan pemahaman mendalam tentang surge

arrester, konsep dasar, jenis-jenis, parameter, penempatan, dan

perkembangan terkini. Pengetahuan ini akan menjadi dasar yang kuat

dalam penelitian mengenai penerapan surge arrester pada saluran

transmisi 150 kV.

b. Penelitian terdahalu

Berikut kerangka konseptual dalam penelitian ini:

a. Rekonstruksi

1) Menurut KBBI, rekonstruksi adalah pengembalian seperti semula

atau penyusunan (penggambaran) kembali.

2) Apabila rekostruksi dikaitkan dengan konsep atau gagasan atau ide

tentang hukum, maka rekonstruksi hukum dimaknai sebagai suatu

proses untuk membangun kembali atau menata ulang gagasan, ide

atau konsep tentang hukum.

3) Menurut Marbun, rekonstruksi adalah pengembalian sesuatu ke

tempatnya yang semua, penyusunan atau penggambaran kembali

dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali sebagaimana

adanya atau kejadian semula.1

b. Implementasi
1
Nur Rochaeti dan Irma Cahyaningtyas, hal. 102.
13

1) Menurut KBBI, implementasi adalah pelaksanaan, penerapan.

2) Berbicara implementasi hukum berarti berbicara mengenai

pelaksanaan hukum itu sendiri dimana hukum diciptakan untuk

dilaksanakan. Hukum tidak bisa lagi disebut sebagai hukum,

apabila tidak pernah dilaksanakan. Pelaksanaan hukum selalu

melibatkan manusia dan tingkah lakunya.

3) Menurut Nurdin Usman, implementasi adalah bermuara pada

aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem,

implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang

terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.2

c. Penegakan hukum

1) Menurut KBBI, penegak hukum berasal dari kata dasar penegak.

Penegak hukum adalah petugas yang berhubungan dengan masalah

peradilan. Terkait demikian, penegakan hukum adalah upaya dari

petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan.

2) Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang

berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

3) Menurut Joseph Goldstein, meskipun pemantauan terpadu akan

memberikan hasil yang bagus, penegakan hukum harus dilihat

secara realistis sehingga penegakan hukum yang sebenarnya harus

2
Ermanovida, Syarifuddin, Aulia Utami Putri, Retna Mahriani dan Gatot Budiarto,
Strategi Implementasi Kebijakan Kuliah Daring Masa Pandemi Covid-19 dengan Menerapkan
Teknologi Dalam Proses Pembelajaran PKN di Universitas Sriwijaya, Bening Media Publishing,
Palembang, 2021, hal. 45.
14

diakui sebagai bagian dari diskresi yang tidak dapat dihindari

karena keterbatasan.3

d. Pelaku

1) Menurut KBBI, pelaku berasal dari kata dasar laku. Pelaku adalah

sebuah hominim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan

yang sama tetapi maknanya berbeda. Pelaku memiliki arti dalam

kelas nomina atau kata benda sehingga pelaku dapat menyatakan

nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang

dibendakan. Arti kata pelaku adalah orang yang melakukan suatu

perbuatan. Arti kata lainnya dari pelaku adalah pemeran.

2) Pelaku adalah orang yang benar-benar melakukan tindak pidana

yang dituduhkan, yang diartikan sebagai orang yang dengan

sengaja atau tidak sengaja dan menurut undang-undang telah

menimbulkan akibat yang tidak diinginkan, baik karena faktor

subjektif maupun objektif, dan terlepas dari apakah pelaku

membuat keputusan untuk melakukan kejahatan itu sendiri atau

dimotivasi oleh tindakan pihak ketiga.

3) Menurut Lamintang, pelaku adalah otang yang melakukan suatu

tindakan.4

e. Illegal fishing

1) Secara terminologi illegal fishing dari pengertian secara harfiah

yaitu berasal dari bahasa Inggris yaitu terdiri dari dua kata illegal
3
Sri Mulyani, hal 341.
4
I Gede Widhiana Suarda, Pornografi Dalam Media Cetak Upaya Penegakan Hukum
dan Hambatannya, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2022, hal. 33.
15

dan fishing. “Illegal” artinya tidak sah, dilarang atau bertentangan

dengan hukum “fish” artinya ikan atau daging dan “fishing” artinya

penangkapan ikan sebagai mata pencaharian atau tempat

menangkap ikan.

2) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37/Permen-

KP/2017 tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum

Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal

(Illegal Fishing) menunjukkan bahwa penangkapan ikan secara

ilegal atau illegal fishing adalah kegiatan perikanan yang tidak sah

atau kegiatan perikanan yang dilaksanakan bertentangan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.

3) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia secara harfiah

menunjukkan bahwa illegal fishing sebagai kegiatan perikanan

yang tidak sah dan sebagai kegiatan perikanan yang tidak diatur

oleh peraturan yang ada.

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Penelitian yang dilakukan dengan tipe yuridis normatif adalah

penelitian yang mengkaji dan menganalisis substansi peraturan perundang-

undangan yang terkait dengan pokok permasalahan atau isu hukum yang

relevan dalam konteks penelitian yang dilakukan. Fokus penelitian ini


16

adalah pada aspek hukum dan tujuannya adalah untuk menghasilkan

preskripsi hukum yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

dengan tingkat akurasi kebenaran yang maksimal.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa

pendekatan, yakni:

a. Pendekatan perundang-undangan

Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan perundang-

undangan, peneliti akan melakukan telaah dan analisis terhadap semua

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah atau

permasalahan yang sedang diteliti. Telaah tersebut mencakup

mempelajari isi dan substansi dari setiap Undang-Undang yang relevan

serta memahami hubungan antara peraturan-peraturan tersebut.

Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian ini dilakukan pada:

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-

Undang

2) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 Tentang Perikanan

3) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2022

tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus


17

Spp.), Kepiting (Scylla Spp.) dan Rajungan (Portunus Spp.) di

wilayah Negara Republik Indonesia

4) Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,

Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

b. Pendekatan konseptual

Pendekatan konseptual adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara

melakukan penelusuran terhadap perundang-undangan dan doktrin-

doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum yang bersumber dari

pendapat para ahli atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian, diharapkan akan ditemukan ide-ide yang

melahirkan pengertian hukum serta konsep-konsep hukum yang

dihadapi.5

c. Pendekatan analitik

Maksud utama mengadakan analisis terhadap bahan hukum adalah

melakukan pemeriksaan secara konepsional atas makna yang

dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-

undangan, serta bagaimana penerapanya dalam praktik dan putusan-

putusan hukum. Pemeriksaan memiliki dua segi. Sang peneliti

mungkin berusaha memperoleh makna baru yang terkandung dalam

aturan hukum yang bersangkutan, dan selanjutnya menguji istilah-

istilah hukum tersebut dalam praktik, melalui analisis terhadap

putusan-putusan hukum.6 Pada kajian ini, pendekatan analitik


5
Ibid.
6
Jonaedi Efendi dan Johny Ibrahim, Metode Peneltian Hukum Normatif dan Empiris,
Kencana, Jakarta, 2018, hal. 138.
18

dilakukan dengan menganalisis putusan terkait dengan kasus pelaku

illegal BBL.

d. Pendekatan studi dokumen

Pendekatan studi dokumen adalah suatu pendekatan di mana peneliti

mengumpulkan dan mempelajari data atau informasi yang diperlukan

melalui dokumen-dokumen penting yang tersimpan. 7 Pada kajian ini,

pendekatan studi dokumen dilakukan dengan menganalisis dokumen

putusan Nomor 93/Pid.Sus/2022/PN Mjy dan putusan Nomor

1/Pid.Sus/PRK/2022/PN Byw.

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer berupa bahan-bahan hukum yang mengikat dan

terdiri dari peraturan dasar (UUD 1945 dan Ketetapan MPR). 8 Bahan

hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1) UUD 1945

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-

Undang

3) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 Tentang Perikanan

7
Ibid.
8
Ibid.
19

4) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2022

tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus

Spp.), Kepiting (Scylla Spp.) dan Rajungan (Portunus Spp.) di

wilayah Negara Republik Indonesia

5) Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,

Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

b. Bahan hukum sekunder

Berupa bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer seperti rancangan Undang-Undang, hasil

penelitian yang tersaji dalam bentuk laporan, hasil karya dari kalangan

hukum yang berupa buku, majalah, artikel, makalah ilmiah dan lain-

lain.9 Bahan hukum sekunder penelitian ini terdiri dari buku-buku dan

artikel ilmiah yang menyajikan beberapa teori yang relevan.

c. Bahan hukum tersier

Berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti

kamus terminologi hukum, ensiklopedia, bibliografi dan lain-lain. 10

Bahan hukum tersier dalam penelitian ini terdiri dari kamus hukum.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan

studi dokumen atau kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data yang

9
Ibid.
10
Ibid.
20

didasarkan pada norma-norma hukum positif, doktrin-doktrin atau ajaran

hukum, hasil-hasil penelitian akademik, maupun putusan pengadilan di

mana semua berbasis pada dokumen tertulis.11

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Penelitian hukum berusaha untuk mengerti atau memahami gejala

yang diteliti untuk kemudian mendeskripsikan bahan-bahan yang

diperoleh selama penelitian, yaitu apa yang tertera dalam bahan hukum

yang relevan dan menjadi acuan dalam penelitian hukum. Pada praktiknya,

bahan hukum yang telah terkumpul dianalisis dan diolah kemudian

disusun secara sistematis dan terarah menggunakan metode preskriptif

yaitu setiap analisis akan dikembalikan pada norma hukum karena alat

ujinya adalah norma hukum bersaranakan logika deduksi. Dari hasil

analisis, ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas isu hukum yang

diajukan, meskipun tidak menghasilkan asas hukum atau teori hukum yang

baru, akan tetapi setidaknya dapat menghasilkan konsep yang baru untuk

memberikan preskripsi terhadap isu yang diajukan.12

G. Sistematika Penulisan

Berikut sistematika penulisan penelitian ini:

Bab I pendahuluan berisi dari beberapa bagian, yang meliputi latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian

pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

11
Ibid.
12
Ibid.
21

Bab II mekanisme penegakan hukum berdasarkan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja

Menjadi Undang-Undang.

Bab III rekonstruksi penerapan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-

Undang terhadap ilegal benih bening lobster (BBL) di masa mendatang.

Bab IV penutup, berisi kesimpulan dan saran.


22

Anda mungkin juga menyukai