Anda di halaman 1dari 18

Nama : Irma Sufianingsih

NIM : 22031076

Prodi : Pendidikan Biologi

KAJIAN DASAR DASAR EKOLOGI


ARTI EKOLOGI DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA
Perkataan ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos, yang berarti rumah atau
tempat tinggal, dan logos yang berarti ilmu yang mempelajari. Secara harfiah maka
ekologi mempunyai pengertian yaitu ilmu yang mempelajari ketata rumah tanggaan
organisme hidup. Haeckel (1896) mengatakan bahwa ekologi ialah pengetahuan
mengenai keseluruhan hubungan berbagai organisme dengan lingkungannya dan dengan
faktor organik dan. anorganik. Ekologi sebagai suatu disiplin ilmu tumbuhmelalui
perikehidupan alamiah (natural history). Definisi yang lain dikemukakan oleh Krebs
(1985) sangat sederhana, modern, dan koprehensif bahwa ekologi adalah penelaahan
ilmiah mengenai interaksi yang menentukan penyebaran dan kelimpahan organisme.
Ada beberapa ilmuwan lain yang mengemukakan pendapatnya mengenai ekologi,
antara lain Tansley (1935) mengemukakan bahwa ekologi ialah hubungan timbal balik
(interaksi) antara makhluk hidup (organism) dengan lingkungannya, dimana sifat
interaksi ini aktif dan dinamis. Kormondy ( 1965) mendefinisikan ekologi sebagai suatu
ilmu pengetahuan yang mempelajari ekonomi alam semesta. Yang dipelajari disini adalah
materi, energi dan informasi. Kormondy menitik beratkan pada interaksi antara
organisme dengan lingkungannya baik lingkungan yang organik maupun anorganik.
Pakar yang lain yaitu Odum (1983) menguraikan defmisi ekologi jauh lebih kompleks
yaitu interaksi antara organisme dengan lingkungannya, baik lingkungan yang sifatnya
hidup (biotis) maupun lingkungan yang tak hidup (abiotis). Lingkungan yang sifatnya
hidup (biotis) yaitu organisme lain yang ada di sekitar kits apakah organisme itu sejenis
atau tidak sejenis. Lingkungan yang tidak hidup (abiotis) yaitu lingkungan fisik, apakah
suhu, intensitas cahaya matahari, angin, curah hujan, dan lain sebagainya.
Ekologi tidak hanya berhubungan dengan organisme hidup saja tetapi juga
berhubungan dengan arus energi dan daur materi di daratan, di udara dan di perairan,
sehingga ekologi dapat diartikan sebagai studi tentang struktur dan fungsi dari alam
semesta. Dengan pengertian kemanusiaan adalah bagian dari alam semesta, dimana
struktur adalah susunan dari polpulasi dan fungsi adalah peranan dan kegiatan
organisme. Ekologi dalam anti proses alam telah dikenal sejak lama, sesuai dengan
sejarah manusia. Misalnya, tumbuhan dalam hidupnya membutuhkan cahaya matahari,
tanah dan air.Tumbuhan menjadi makanan hewan, hewan menjadi makanan hewan lain.
Demikian pula adanya proses kelahiran, kehidupan, pergantian generasi dan kematian,
kesemuanya ini telah menjadi pengetahuan manusia. Proses ini berlangsung terus dan
berkesinambungan mengikuti apa yang disebut Hukum Alam.
Ekologi dalam pemahaman ku antitatif relatif baru. Sebagai contoh, berapa
sebenarnya jumlah intensitas cahaya matahari, jumlah air dan leas tanah yang diperlukan
oleh sate pohon kakao? Ekologi dalam perjalanannya tidak hanya mencari poly
kehidupan secara kualitatif tetapi juga berusaha mencari jawaban atas masalah kuantitatif
seperti contoh tersebut. Ekologi sebagai ilmu berkembang pesat setelah tahun 1900 dan
lebih pesat lagi dalam 2 (dua) dasa warsa terakhir ini. Bahkan sekarang dikenal pula
adanya Ilmu Lingkungan Hidup (Environmental Sciences) dan Biologi Lingkungan
(Environmental Biology) yang merupakan ilmu tersendiri.
Kalau disimak, maka setiap makhluk hidup akan dikelilingi bahanbahan dan
kekuatan-kekuatan yang membentuk lingkungannya dimana makhluk hidup tersebut
memperoleh kebutuhannya untuk hidup, tumbuh dan berkembang biak. Lingkungan
merupakan sumber energi, sumber materi, dan tempat untuk membuang sisa-sisa yang
tidak dibutuhkan lagi.. Hidup sangat tergantung pada lingkungan, harus dapat
beradaptasi, bahkan tubuhnya mengalami perubahan-perubahan karena faktor
lingkungan, juga tingkah laku dan watak tidak Input dari pengaruh tersebut. Terjadi juga
hal yang sebaliknya, yaitu tempat tinggal atau lingkungan akan dipengaruhi oleh aktifitas
makhluk hidup yang menghuninya sehingga lingkungan dapat berubah karenanya. Hasil
buangan berupa kotoran, sisa-sisa, cairan, gas dan bangkai menjalankan perubahan
komposisi kimia lingkungan, yang bersifat merusak ataupun membangun.

A. Ekologi dan Ilmu Lingkungan

Ekologi telah berkembang maju selama sejarah perkembangan manusia.


Berbagai tulisan ilmuan sejak Hipocrates, Aristoteles, hingga filosof lainnya
merupakan naskahnaskah kuno yang berisi rujukan tentang masalah-masalah ekologi,
walaupun pada waktu itu belum diberikan nama ekologi.

Kata ”ekologi” mula-mula diusulkan oleh biologiwan bangsa Jerman, Ernest


Haeckel dalam tahun 1869. Sebelumnya banyak biologiwan terkenal di abad ke-18
dan ke-19 telah memberikan sumbangan pikiran dalam bidang ini, sekalipun belum
menggunakan kata ”ekologi”. Antony van Leeuwenhoek lebih dikenal sebagai
pelopor ahli mikroskop pada tahun 1700-an, memelopori pula pengkajian rantai
makanan dan pengaturan populasi (Egerton, 1968). Tulisan botaniwan bangsa Inggris
Richard Bradley menyatakan bahwa ia memahami betul hal produktivitas biologis
(Egerton, 1969). Ketiga bidang tersebut penting dalam ekologi mutakhir.

Mengacu kepada pendapat Ernst Haeckel (1866) seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, dimana ekologi sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara
organisme dan lingkungannya, maka ekologi tidak akan pernah lepas dari lingkungan.
Dalam definisi kerja, para pakar menggunakan istilah lingkungan adalah ekosistem
dan sebaliknya ekosistem adalah lingkungan. Berdasarkan definisi kerja tersebut
maka pengertian lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya. Dengan demikian pengertian ekosistem adalah suatu sistem yang
terdiri atas komponen-komponen biotik (hidup) dan abiotik (tak hidup) dan saling
berhubungan timbal balik atau saling berinteraksi. Mengacu kepada pengertian yang
telah dijelaskan tersebut, maka perlu dilakukan batas kerja dari ilmu ekologi. Miller
(1964), menggunakan konsep bahwa seluruh alam semesta merupakan suatu
ekosistem yang tersusun oleh berbagai komponen atau kesatuan. Atas dasar pemikiran
tersebut, maka Miller menyusun konsep model ekosistem alam semesta seperti yang
tertuang dalam dua bagan pada Gambar 1.1. (Odum, 1973) dan Gambar 1.2. (Miller
1964).

Ekologi mulai berkembang pesat sekitar tahun 1900 dan berkembang terus
dengan cepat sampai saat ini, apalagi disaat dunia sangat peka dengan masalah
lingkungan. Ekologi merupakan cabang ilmu yang mendasar dan berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari. Pada awalnya, ekologi dibedakan dengan jelas ke dalam
ekologi tumbuhan dan ekologi hewan. Namun dengan adanya faham komunitas biotik
yang dikemukakan oleh F.E Clements dan V.E.Shelford, faham rantai makanan dan
siklus materi oleh Raymond Lindeman dan G.E. Hutchinson serta pengkajian sistem
danau secara keseluruhan oleh E.A. Birge dan Chauncy Juday, maka semua konsep
tersebut telah meletakkan dasar-dasar teori untuk perkembangan ekologi secara
umum.

Ekologi mempelajari rumah tangga mahluk hidup (oikos), istilah yang


digunakan oleh Ernst Haeckel sejak tahun 1869 (Odum 1983:2). Dalam ekologi,
dikenal istilah sinekologi yaitu ekologi yang ditujukan pada lebih dari satu jenis
organisme hidup, misalnya ekologi hutan dimana terdapat berbagai jenis tumbuhan
dan hewan, dan autekologi yaitu ekologi tentang satu jenis mahluk hidup misalnya
ekologi Anoa, ekologi burung Maleo, hingga ekologi manusia.
Di dalam ekosistem, organisme yang ada selalu berinteraksi secara timbal
balik dengan lingkungannya. Interaksi timbal balik ini membentuk suatu sistem yang
kemudian kita kenal sebagai sistem ekologi atau ekosistem. Dengan kata lain
ekosistem merupakan suatu satuan fungsional dasar yang menyangkut proses interaksi
organisme hidup dengan lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa
lingkungan biotik (makhluk hidup) maupun abiotik (non makhluk hidup). Sebagai
suatu sistem, di dalam suatu ekosistem selalu dijumpai proses interaksi antara
makhluk hidup dengan lingkungannya, antara lain dapat berupa adanya aliran energi,
rantai makanan, siklus biogeokimiawi, perkembangan, dan pengendalian. Ekosistem
juga dapat didefinisikan sebagai suatu satuan lingkungan yang melibatkan unsur-
unsur biotik (jenis-jenis makhluk) dan faktor-faktor fisik (iklim, air, dan tanah) serta
kimia (keasaman dan salinitas) yang saling berinteraksi satu sama lainnya. Gatra yang
dapat digunakan sebagai ciri keseutuhan ekosistem adalah energetika (taraf trofi atau
makanan, produsen, konsumen, dan redusen), pendauran hara (peran pelaksana taraf
trofi), dan produktivitas (hasil keseluruhan sistem). Jika dilihat komponen biotanya,
jenis yang dapat hidup dalam ekosistem ditentukan oleh hubungannya dengan jenis
lain yang tinggal dalam ekosistem tersebut. Selain itu keberadaannya ditentukan juga
oleh keseluruhan jenis dan faktor-faktor fisik serta kimia yang menyusun ekosistem
tersebut.

Ekologi merupakan studi keterkaitan antara organisme dengan lingkungannya,


baik lingkungan abiotik maupun biotik. Lingkungan abiotik tediri dari atmosfer,
cahaya, air, tanah dan unsur mineral. Tetapi perlu diketahui apa yang dimaksud
dengan organisme. Ini penting karena pada hakikatnya organisme dibangun dari
sistem-sistem biologik yang berjenjang sejak dari molekul-molekul biologi yang
paling rendah meningkat ke organel-organel subseluler, sel-sel, jaringan-jaringan,
organ-organ, sistem-sistem organ, organismeorganisme, populasi, komunitas, dan
ekosistem. Interaksi yang terjadi pada setiap jenjang sistem biologik dengan
lingkungannya tidak boleh diabaikan, karena hasil interaksi jenjang biologik
sebelumnya akan mempengaruhi proses interaksi jenjang selanjutnya.

Pengertian tentang lingkungan hidup manusia atau sering disebut lingkungan


hidup, sebenarnya berakar dari penerapan ekologi. Lingkungan merupakan
penelaahan terhadap sikap dan perilaku manusia dengan tanggungjawab dan
kewajibannya dalam mengelola lingkungan hidup. Sikap dan perilaku ini sangat
diperlukan sehingga memungkinkan kelangsungan peri kehidupan secara keseluruhan
serta kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya. Pengertian lingkungan hidup
menurut UU Nomor 23 Tahun 1997, adalah sistem kehidupan yang merupakan
kesatuan ruang dengan segenap benda, keadaan, daya dan mahluk hidup termasuk
manusia dengan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.

B. Hubungan Ekologi dengan Ilmu Lain

Ekologi merupakan cabang atau bagian kecil dari Biologi. Secara mudahnya
seolah-olah kita mempunyai kue lapis yang dapat dipotong dalam dua cara yang
berbeda. Yang pertama dipotong secara mendatar disebut sebagai pembagian dasar
karma disini akan terdapat ilmu-ilmu dasar seperti morfologi, fisiologi, genetika,
ekologi, evolusi, biologi molekuler, dan biologi perkembangan (Odum,1983 cit.
Samingan,T.1993). Yang kedua dipotong secara tegak disebut sebagai pembagian
taksonomi yaitu ada zoology, botani, bakteriologi dan lain lain.

Ekologi secara berangsur berkembang, dan makin terlihat bahwa ekologi


mempunyai hubungan dengan hampir semua ilmu lainnya. Guna memahami ruang
lingkup dan sangkut-pautnya ekologi, persoalannya harus dipandang dalam
hubungannya dengan ilmu-ilmu lain. Untuk mengerti hubungan antara organisme
dengan lingkungan, maka semua bidang ilmu yang dapat menerangkan tentang
komponen-komponen makhluk hidup dan lingkungan itu sangat diperlukan.

Jika berbicara mengenai pencemaran hutan, perkembangan penduduk,


masalah makanan, penggunaan energi, kenaikan suhu bumi karena efek rumah kaca
atau pemanasan global dan lainnya, ini berarti juga harus berbicara mengenai ilmu
kimia, fisika, pertanian, kehutanan, ilmu gizi, klimatologi dan lainnya. Dapat
dikatakan bahwa sekarang ini makin terasa hubungan ekologi dengan hampir semua
bidang ilmu yang ada. Penyebaran, adaptasi dan aspek-aspek fungsi organisme dari
komunitas banyak dipelajari dalam ekologi dan erat hubungannya dengan ilmu-ilmu
biologi lainnya seperti taksonomi, morfologi, fisiologi, genetika. Sedangkan
klimatologi, ilmu tanah, geologi, dan fisika memberikan informasi mengenai keadaan
lingkungan. Dengan demikian pengetahuan fisika dan biologi sangat diperlukan bagi
seorang ahli ekologi untuk dapat mengungkapkan hubungan antara lingkungan dan
dunia kehidupan.

C. STRUKTUR EKOSISTEM
Bila kita memasuki suatu ekosistem, baik ekosistem daratan maupun perairan, akan
dijumpai adanya dua macam organisme hidup yang merupakan komponen biotik
ekosistem. Kedua macam komponen biotik tersebut adalah (a) autotrofik dan (b)
heterotrofik.
a. autotrofik, terdiri atas organisme yang mampu menghasilkan (energi) makanan
dari bahan-bahan anorganik dengan proses fotosintesis ataupun kemosintesis.
Organisme ini tergolong mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
Organisme ini sering disebut produsen.
b. heterotrofik, terdiri atas organisme yang menggunakan, mengubah atau
memecah bahan organik kompleks yang telah ada yang dihasilkan oleh
komponen autotrofik. Organisme ini termasuk golongan konsumen, baik
makrokonsumen maupun mikrokonsumen.
Secara struktural ekosistem mempunyai enam komponen sebagai berikut:
1. Bahan anorganik yang meliputi C, N, CO2 , H2O, dan lain-lain. Bahanbahan
ini akan mengalami daur ulang.
2. Bahan organik yang meliputi karbohidrat, lemak, protein, bahan humus, dan
lain-lain. Bahan-bahan organik ini merupakan penghubung antara komponen
biotik dan abiotik.
3. Kondisi iklim yang meliputi faktor-faktor iklim, misalnya angin, curah hujan,
dan suhu.
4. Produsen adalah organisme-organisme autotrof, terutama tumbuhan berhijau
daun (berklorofil). Organisme-organisme ini mampu hidup hanya dengan
bahan anorganik, karena mampu menghasilkan energi makanan sendiri,
misalnya dengan fotosistesis. Selain tumbuhan berklorofil, juga ada bakteri
kemosintetik yang mampu menghasilkan energi kimia melalui reaksi kimia.
Tetapi peranan bakteri kemosintetik ini tidak begitu besar jika dibandingkan
dengan tumbuhan fotosintetik.
5. Makrokonsumen adalah organisme heterotrof, terutama hewan-hewan seperti
kambing, ular, serangga, dan udang. Organisme ini hidupnya tergantung pada
organisme lain, dan hidup dengan memakan materi organik.
6. Mikrokonsumen adalah organisme-organisme heterotrof, saprotrof, dan
osmotrof, terutama bakteri dan fungi. Mereka inilah yang memecah materi
organik yang berupa sampah dan bangkai, menguraikannya sehingga terurai
menjadi unsur-unsurnya (bahan anorganik). Kelompok ini juga disebut sebagai
organisme pengurai atau dekomposer.
Komponen-komponen 1, 2, dan 3, merupakan komponen abiotik/ nonbiotik, atau
komponen yang tidak hidup, sedangkan komponenkomponen 4, 5, 6, merupakan
komponen yang hidup atau komponen biotik.
Secara fungsional ekosistem dapat dipelajari menurut enam proses yang
berlangsung di dalamnya, yaitu:
1. Lintasan atau aliran energi.
2. Rantai makanan.
3. Pola keragaman berdasar waktu dan ruang.
4. Daur ulang (siklus) biogeokimiawi.
5. Perkembangan dan evolusi.
6. Pengendalian atau sibernetika.

Setiap ekosistem di dunia ini mempunyai struktur umum yang sama, yaitu adanya
enam komponen seperti tersebut di atas, dan adanya interaksi antarkomponen-
komponen tersebut. Jadi baik itu ekosistem alami (daratan, perairan) maupun
ekosistem buatan (pertanian, perkebunan), semuanya mempunyai kesamaan. Sering
terjadi bahwa proses autotrofik dan heterotrofik, serta organisme yang bertanggung
jawab atas berbagai proses tersebut terpisah (secara tidak sempurna), baik menurut
ruang maupun waktu. Sebagai contoh dapat disebutkan bahwa di hutan, proses
autotrofik, yaitu fotosintesis, lebih banyak terjadi di bagian kanopi; sedangkan proses
heterotrofik lebih banyak terjadi di permukaan lantai hutan (hal ini terpisah berdasar
ruang). Proses autotrofik juga terjadi pada waktu siang hari, dan proses heterotrofik
dapat terjadi baik di siang hari maupun malam hari (terpisah berdasar waktu).

Adanya pemisahan tersebut juga dapat dilihat pada ekosistem perairan. Pada
ekosistem perairan, lapisan permukaan yang dapat ditembus oleh sinar matahari
merupakan lapisan autotrofik. Dalam lapisan ini proses autotrofik adalah dominan.
Lapisan perairan di bawahnya yang tak tertembus sinar matahari merupakan lapisan
heterotrofik. Di dalam lapisan ini berlangsung proses heterotrofik.

Dengan adanya pemisahan berdasarkan ruang dan waktu tersebut, lintasan energi
juga dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Lintasan merumput (grazing circuit), meliputi proses yang melalui konsumsi
langsung terhadap tumbuhan hidup atau bagian tumbuhan hidup, ataupun
organisme hidup yang lain.
2. Lintasan detritus organik (organic detritus circuit), meliputi akumulasi dan
penguraian sampah serta bangkai.

Pada umumnya komponen abiotik merupakan pengendali organisme dalam


melaksanakan peranannya di dalam ekosistem. Bahan-bahan anorganik sangat
diperlukan oleh produsen untuk hidupnya. Bahan-bahan ini juga merupakan
penyusun dari tubuh organisme, demikian juga bahan organik. Bahan organik
sangat diperlukan oleh konsumen (makro maupun mikrokonsumen) sebagai
sumber makanan. Produsen dengan proses fotosintesis adalah merupakan
komponen penghasil energi kimia atau makanan. Merekalah yang menghasilkan
energi makanan yang nantinya juga digunakan oleh konsumen. Kemudian
komponen mikrokonsumen atau pengurai bertanggung jawab untuk
mengembalikan berbagai unsur kimia ke alam (tanah), sehingga nantinya dapat
digunakan oleh produsen dan keberadaan ekosistem akan terjamin. Bilamana
peran setiap komponen tersebut tidak dapat berjalan, kelangsungan ekosistem
akan terancam. Demikian pula apabila peran tersebut berjalan pada kecepatan
yang tidak semestinya, misalnya tersendat-sendat, keseimbangan di dalam
ekosistem akan mudah terganggu.

D. Populasi, Komunitas dan Ekosistem

1. Populasi
Populasi berasal dari bahasa latin yaitu ”populus” yang artinya rakyat, berarti
penduduk. Populasi dari suatu negara dimaksudkan adalah penduduk dari negara
tersebut. Sedangkan populasi yang dimaksudkan dalam ekologi adalah populasi
dari spesies-spesies atau jenis-jenis organisme. Populasi meliputi kumpulan
individu-individu organisme di suatu tempat yang memiliki sifat-sifat serupa,
mempunyai asal-usul yang sama, dan tidak ada yang menghalangi anggota-
anggota individunya untuk berhubungan satu sama lain mengembangkan
keturunan secara bebas. Individu-individu itu merupakan kumpulankumpulan
yang heteroseksual. Diperkirakan di atas planet Bumi saat ini ditemui kurang lebih
5 juta spesies tumbuhan, 10 juta spesies hewan dan lebih kurang 2-3 juta spesies
mikroorganisme, dan lebih kurang 10% dan semua organisme itu yang berhasil
diidentifikasi dan diberi nama.

a. Pertumbuhan populasi
Sifat dinamis populasi yang mendasar adalah tumbuh, yaitu kemampuan untuk
menambah jumlah individu. Tumbuh dirumuskan sebagai sifat esensial yang
membedakan populasi mahluk hidup dengan materi mati. Laju pertumbuhan
populasi yang dinyatakan dalam jumlah individu, yang dalam pertambahan
populasi dibagi jangka waktu terjadinya penambahan ini, yang dapat
dirumuskan dengan;

N
t

dimana N = jumlah individu populasi asal


 = besarnya perubahan
t = waktu

Apabila populasi yang individu-individu anggotanya bertambah atau


berkurang karena migrasi, maka perubahan itu secara positif hanya dapat diisi
oleh keturunannya, misalnya kelahiran atau natalitas yang harus terjadi. Ada
beberapa cara menghitung natalitas, tetapi selalu dihubungkan dengan
kematian atau mortalitas yang juga terjadi. Keseluruhan proses ini disebut
sebagai laju pertumbuhan. Konsep mendasar dari fenomena pertumbuhan
populasi adalah pertumbuhan eksponensial.

b. Kerapatan populas
Ukuran populasi tumbuhan dan hewan di suatu tempat tertentu
(kerapatan populasi) biasanya tergantung dari migrasi. Karena pengaruh pakan
atau lingkungan fisik populasi maka ukuran populasi suatu spesies akan tidak
sama dengan ukuran spesies lain. Misalnya gajah yang bertubuh besar yang
rendah potensi biologiknya, akan dengan cepat merusak lingkungan hidupnya
hingga persediaan pakannya juga cepat habis, dan akan segera diikuti dengan
angka kematian tinggi, tetapi angka kelahirannya rendah dan akhirnya angka
kematian pun akan turun kembali diikuti meningkatnya angka kelahiran.

c. Struktur populasi
Sifat demografi yang penting bagi setiap anggota populasi adalah kenyataan
pada saat keseimbangn populasi itu dalam keadaan reproduktif. Karena itu
maka pada umumnya populasi dibagi dalam tiga kategori, yaitu pre-
reproduktif, reproduktif dan post-reproduktif.

2. Komunitas

Clements (1990) mengatakan bahwa suatu komunitas merupakan suatu


organisme dengan jenis komposisi yang terbatas dan mempunyai sejumlah
kehidupan. Komunitas merupakan salah satu jenjang organisme biologik langsung
di bawah ekosistem, namun satu jenjang di atas populasi. Posisi itu menunjukkan
bahwa kaidah-kaidah tingkat populasi akan mempengaruhi konsep-konsep
komunitas, dan pada gilirannya kaidah-kaidah komunitas harus dipertimbangkan
dalam memahami konsep-konsep ekosistem.

Struktur komunitas adalah sekumpulan populasi dari spesies-spesies yang


berlainan dan secara bersama-sama menghuni suatu tempat. Semua populasi di
tempat yang menjadi perhatian termasuk komunitas, seperti semua tumbuhan dan
hewan serta mikroorganisme. Secara sempit sering dicontohkan misalnya
komunitas tumbuhan paku-pakuan, komunitas hutan tropis basah, atau komunitas
burung pemakan biji-bijian di sawah. Karakteristik komunitas yang unik adalah
keragamam (diversity), yaitu jumlah spesies dan jumlah individu-individu
masing-masing spesies pada suatu komunitas. Keberadaan suatu komunitas
tertentu hidup pada suatu tempat tertentu disebabkan adanya lingkungan abiotik
yang sesuai dimana terjadi interaksi antara komunitas-komunitas.

Komunitas memiliki konsep-konsep ekologik, seperti konsep habitat dan


relung. Setiap organisme hidup secara khas menghuni lokasi tertentu, atau disebut
habitat. Pada setiap lintang, habitat mampu mendukung banyak spesies (individu)
yang tergantung dari produktivitasnya, kerumitan struktur dan kesesuaian spesies
dengan kondisi fisik habitatnya. Suatu pada alang-alang, misalnya, menjadi
habitat bagi 5 spesies burung, 6 spesies hewan herbivora, 2 spesies carnivora dan
seterusnya. Relung atau ruang-ruang kegiatan spesies merupakan semua dimensi
lingkungan yang meliputi faktor-faktor fisik, kimia dan biologik, waktu
keseharian atau tahunan. Setiap spesies mendiami relung tertentu yang ditentukan
oleh pakan dan ukurannya. Jadi, di antara karnivora-karnivora di suatu komunitas
lahan berpohon, dapat ditemui relung-relung predator yang dihuni rubah, luak,
musang, tikus dan sebagian mamalia dan predator burung seperti elang yang
diurnal dan burung hantu yang nokturnal.

a) Macam komunitas
Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara garis besar dibagi
menjadi:
a. Komunitas Akuatik; komunitas ini misalnya terdapat di laut, danau, sungai,
parit dan kolam.
b. Komunitas Terestrial; sekelompok organisme yang terdapat di pekarangan,
padang rumput, padang pasir, halaman kantor, halaman sekolah, kebun
raya dan sebagainya.

Margalef (1958) mengemukakan bahwa untuk keanekaragaman komunitas


perlu dipelajari aspek keanekaragaman itu dalam organisasi komunitas, misalnya;
a. Mengalokasikan individu populasinya ke dalam spesiesnya.
b. Menempatkan spesies tersebut ke dalam habitat dan nichenya.
c. Menentukan kepadatan relatifnya dalam habitat.
d. Menempatkan tiap individu ke dalam setiap habitatnya dan menentukan
fungsinya

Komunitas seperti halnya tingkat organisasi jasad hidup lain, mengalami


serta menjalani siklus hidup, artinya komunitas itu lahir, meningkat dewasa,
dan kemudian bertambah dewasa dan tua. Bedanya, komunitas alami tidak
pernah mati. Apabila komunitas lahir di atas bongkahan batu larva sebuah
gunung berapi yang belum berapa lama meletus, maka pada awalnya
komunitas itu hanya tumbuhan pelopor seperti ganggang, lumut, kerak dan
paku-pakuan. Tumbuhan pelopor ini akan mengubah keadaan lingkungan
sedemikian rupa sehingga tumbuhan dan hewan lain dapat pindah dan hidup di
tempat tersebut. Lama- kelamaan komunitas itu akan dikuasai oleh spesies
yang dapat hidup unggul, stabil dan mandiri di dalamnya. Proses demikian
inilah yang disebut dengan “suksesi”. Sedangkan komunitas yang sudah
mencapai kemantapan disebut komunitas yang sudah mencapai puncak atau
klimaks.

b) Nama komunitas

Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat-


sifat komunitas tersebut. Cara yang paling sederhana, pemberian nama itu
dengan menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang rumput,
pantai pasir, lautan, hutan jati. Nama tersebut menunjukkan bentuk dan wujud
komunitas secara keseluruhan. Cara yang paling baik untuk menamakan
komunitas itu adalah dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap,
baik hidup ataupun tidak. Di darat tumbuhan utama biasanya memberikan
pedoman yang jelas dan mantap. Dalam komunitas perairan, habitat fisik dapat
juga digunakan misalnya komunitas padang pasir, komunitas hamparan
rumput, komunitas perairan terbuka. Menurut Zoer’aini (2003) ringkasnya
pemberian nama komunitas berdasarkan ;
a) Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk-bentuk
hidup atau indikator lannya seperti hutan pinus, hutan agathis,
hutan jati, atau hutan 23 Dipterocarphaceae. Dapat juga
berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil, di
Indonesia hutan ini banyak terdapat di Flores. Dalam komunitas ini
banyak terdapat pohon Eucalyptus yang mempunyai sifat keras dan
liat karena mengandung skelofil.
b) Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas
hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan dan
sebagainya.
c) Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe
metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti
iklim, misalnya terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang
terbagi rata sepanjang tahun, maka disebut hutan hujan tropik.

3. Ekosistem
Istilah Ekosistem pertama kali diusulkan pada tahun 1935 oleh A.G. Tansley,
seorang ahli ekologi bangsa Inggris, tetapi konsep ini bukanlah merupkan hal
yang baru. Berbagai pendapat tentang kesatuan organisme dan lingkungannya
demikian juga tentang kesatuan manusia dan alam sudah sejak lama ada. Pada
akhir abad ke-19 dalam penerbitan ekologik baik di Amerika, Rusia, dan Eropa
telah mulai bermunculan pernyataan-pernyataan tentang konsep ekosistem.
Ekosistem atau sistem ekologi (Anderson,1981) merupakan kesatuan
komunitas biotik dengan lingkungan abiotiknya. Pada dasarnya, ekosistem dapat
meliputi seluruh biosfer dimana terdapat kehidupan, atau hanya bagian-bagian
kecil saja seperti sebuah danau atau kolam. Dalam jangkauan yang lebih luas,
dalam kehidupan diperlukan energi yang berasal dari matahari. Dalam suatu
ekosistem terdapat suatu keseimbangan yang disebut homeostatis, yaitu adanya
proses dalam ekosistem untuk mengatur kembali berbagai perubahan dalam
sistem secara keseluruhan, atau dalam pendekatan yang holistik. Dalam
mekanisme keseimbangan itu, termasuk mekanisme pengaturan, pengadaan dan
penyimpanan bahan-bahan, pelepasan hara makanan, pertumbuhan organisme dan
populasi serta daur bahan organik untuk kembali terurai menjadi materi atau
bahan anorganik.

a. Kaidah-kaidah ekosistem

Menurut Zoer’aini (2003) kaidah-kaidah ekosistem sebagai berikut;

a. Suatu ekosistem diatur dan dikendalikan secara alamiah.


b. Suatu ekosistem mempunyai daya kemampuan yang optimal dalam
keadaan berimbang. Di atas kemampuan tersebut ekosistem tidak lagi
terkendali, dengan akibat menimbulkan perubahan-perubahan lingkungan
atau krisis lingkungan yang tidak lagi berada dalam keadaan lestari bagi
kehidupan organisme.
c. Terdapat interaksi antara seluruh unsur-unsur lingkungan yang saling
mempengaruhi dan bersifat timbal balik.
d. Interaksi terjadi antara;
• Komponen-komponen biotik dengan komponen-komponen abiotik
• Sesama komponen biotik
• Sesama komponen-komponen abiotic
e. Interaksi senantiasa terkendali menurut suatu dinamika yang stabil, untuk
mencapai suatu optimum mengikuti setiap perubahan yang dapat
ditimbulkan terhadapnya dalam ukuran batas-batas kesanggupan.
f. Setiap ekosistem memiliki sifat-sifat yang khas disamping yang umum dan
secara bersama-sama dengan ekosistem lainnya mempunyai peranan
terhadap ekosistem keseluruhannya (biosfer).
g. Setiap ekosistem tergantung dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
tempat, waktu dan masing-masing membentuk basis-basis perbedaan
diantara ekosistem itu sendiri sebagai cerminan sifat-sifat yang khas.
h. Antara satu dengan lainnya, masing-masing ekosistem juga melibatkan diri
untuk memilih interaksinya pula secara tertentu.

b. Komponen atau faktor ekosistem

Komponen-komponen ekosistem dapat dibagi berdasarkan ;


Dari segi makanan (trophik)
1. Komponen autrotop (memberi makanan sendiri), disini terjadi pengikatan energi
sinar matahari.
2. Komponen heterotrophik (memakan yang lainnya), disini terjadi pemakaian,
pengaturan kembali dan perombakan bahan-bahan yang kompleks.
Dari segi keperluan deskriptif
1. Komponen Abiotik, terdiri dari ;
a) Senyawa-senyawa inorganik ( C, H, CO2, H2O dan lainnya) yang terlibat
dalam siklus bahan atau mineral.
b) Senyawa-senyawa organik (protein, karbohidrat, lemak dan seterusnya) yang
menghubungkan biotik dan abiotik.
c) Iklim (temperatur, faktor-faktor fisik lainnya)
d) Air

2. Komponen-komponen biomas terdiri dari;


a) Produsen, organisme autotropik, umumnya tumbuhan hijau yang mampu
menghasilkan atau membentuk makanan dari senyawa-senyawa an-organik
yang sederhana.
b) Makro-konsumer atau phagotrof, organisme-organisme heterotropik terutama
hewan yang mencernakan organisme-organisme atau bagian bahan organik.
c) Mikro-konsumer, saprotrof (sapro = merombak) atau osmotrop, organisme
heterotropik terutama bakteri dan jamur yang merombak senyawa-senyawa
kompleks dari pada protoplasma mati. Menghisap beberapa dari hasil
perombakan dan melepaskan bahan makanan inorganik yang dapat digunakan
oleh produsen. Menghasilkan senyawa organik sebagai sumber energi yang
dapat menghambat atau meransang komponen biotik lainnya dalam ekosistem.

3. Wiegest dan Owens (1970), membagi heterotrof menjadi;


a) Biophag adalah organisme-organisme yang memakan organisme hidup
lainnya.
b) Saprophag adalah organisme-organisme yang memakan bahan-bahan organik
mati.

Dari segi fungsional


1. Lingkaran mineral.
2. Rantai-rantai makanan.
3. Pola-pola keragaman dalam waktu dan ruang.
4. Perkembangan dan evaluasi. 5. Pengendalian (cybernetiks)
Faktor-faktor ekosistem yang merupakan komponen habitat yaitu;
A. Faktor Abiotik
1. Tanah;
a. Sifat fisik tanah seperti tekstur, kematangan, porositas, kapasitas menahan air.
b. Sifat kimia tanah seperti pH, kandungan dan jenis unsur hara (materi)

2. Faktor Iklim
Rezim energi, suhu, kelembapan, angin, kandungan gas/partikel.

3. Faktor air Kecerahan,


pH, kandungan unsur.
B. Faktor Biotik;
1. Produsen; tumbuhan hijau, bakteri
2. Konsumen; herbivora, karnivora
3. Dekomposer

C. Faktor Manusia; ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam Tanah sebagai
ekosistem, terdiri atas komponen;
1. Komponen Abiotik; fraksi mineral yaitu sifat fisik dan sifat kimia, kandungan
bahan organik, air tanah, dan atmosfer tanah
2. Komponen Biotik; mikrobiota seperti Algae, Protozoa, Fungi. Mesobiota
seperti Nematoda dan Artipro. Makrobiota seperti cacing, Moluska, Artropoda

c. Klasifikasi ekosistem berdasarkan energi


Sumber dan kualitas energi yang tersedia menentukan jenis dan jumlah
organisme, pola fungsional dan proses pertumbuhan, dan pola hidup manusia. Karena
energi adalah suatu penyebut umum dan faktor penentu terakhir di dalam semua
ekosistem, apakah yang dirancang oleh manusia atau oleh alam, maka energi
memberikan suatu dasar logis untuk suatu klasifikasi tingkat pertama.

Atas dasar ini, dibedakan 4 klas dasar ekosistem, yaitu;


a. Ekosistem alam, tanpa subsidi dan ditunjang oleh energi matahari.
b. Ekosistem alam yang ditunjang oleh energi matahari dan energi alam lainnya.
c. Ekosistem yang ditunjang oleh energi matahari dan dibantu oleh manusia.
d. Sistem-sistem industri-perkotaan yang ditunjang oleh energi bahan bakar (sumber
energi dari bahan bakar fosil atau bahan bakar organik lain atau nuklir).
Ekosistem-ekosistem itu bertumpu pada dua sumber energi yang berbeda yaitu
matahari dan bahan bakar kimia (nuklir). Oleh karena itu kita dapat membedakan
antara sistem tenaga matahari dan sistem tenaga bahan bakar, walaupun kedua sumber
energi itu dapat digunakan dalam suatu waktu bersamaan. Sistem-sistem alam yang
sebagian besar atau seluruhnya tergantung pada sinar matahari tanpa subsida (kategori
1 dalam tabel 3.1). Mereka tidak disubsidi dalam arti bahwa karena hanya sedikit
sekali, jika ada sumber energi tambahan yang tersedia untuk menambah sinar
matahari. Laut terbuka, hutan yang luas dan padang rumput dan danau yang luas dan
dalam adalah contoh-contoh dari ekosistem tersebut.

E. Energi dalam Ekosistem

Energi dapat dirumuskan sebagai kemampuan (capacity) untuk melakukan


kerja. Dalam ekosistem, energi sinar matahari sebagai sumber energi yang menopang
peristiwa sirkulasi atmosfer dan siklus air dalam ekosistem. Tidak semua energi
matahari ini mencapai bumi (insolasi), sebagian dibelokkan oleh atmosfer atau
dikembalikan ke alam bebas. Pada dasarnya energi matahari ini tidak dapat
dihilangkan walaupun telah dibelokkan oleh atmosfer, dan berubah menjadi bentuk-
bentuk energi lain seperti energi kimia, energi kinetik atau energi panas.
Berkaitan dengan aliran energi, dikenal Hukum Termodinamika. Dalam
Hukum Termodinamika I atau disebut hukum kekekalan energi, bahwa energi tidak
dapat diciptakan atau dimusnahkan dan hanya mengalami transformasi, sedangkan
dalam Hukum Termodinamika II, bahwa proses transformasi energi tidak pernah
terjadi secara spontan, dan proses transformasi energi tidak pernah berlangsung
dengan efisien 100%. Dalam hukum Termodinamika II ini dimaksudkan bahwa energi
matahari yang dipancarkan ke muka bumi cenderung menjadi energi panas yang
keseluruhannya tidak langsung bermakna bagi kehidupan. Hanya sedikit energi yang
mengalami fiksasi dalam tumbuhan hijau sebagai energi potensial, selebihnya
dipancarkan dalam bentuk panas di sekitar biosfer.

Jaring makanan merupakan satuan dasar ekosistem, karena energi dan nutrisi
beredar ke dalamnya dan di sekitarnya, termasuk pertukaran energi dan materi yang
juga terjadi pada lingkungan abiotiknya. Siklus materi dan aliran energi
menggambarkan bagaimana pola energi dan materi (nutrisi) itu secara mendasar
beredar dalam ekosistem. Herbivora dan carnivora bersama-sama merupakan
konsumen-konsumen (biophages) yang memangsa organisme-organisme hidup,
berbeda dengan dekomposer (saprophages) yang memakan bahan-bahan organik mati.

Habitat dan Relung Ekologi (Niche)


A. HABITAT
1. Pengertian Habitat
Mendengar kata ekologi pasti sudah tidak asing lagi, tapi apakah kamu tahu
apa yang dimaksud dengan ekologi? Istilah ekologi berasal dari kata dalam bahasa
Yunani yaitu oikos dan logos. Istilah ini mula-mula diperkenalkan oleh Ernst Haeckel
pada tahun 1869. Ekologi berasal dari kata Yunani oikos, yang berarti rumah dan
logos, yang berarti ilmu/pengetahuan.Jadi, ekologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik (interaksi) antara organisme dengan alam sekitar atau
lingkungannya.

Habitat (bahasa Latin untuk "it inhabits") atau tempat tinggal makhluk hidup
merupakan unit geografi yang secara efektif mendukung keberlangsungan hidup dan
reproduksi suatu spesies atau individu suatu spesies. Di dalam habitat tersebut,
makhluk hidup lainnya serta faktorfaktor abiotik yang satu dengan lainnya saling
berinteraksi secara kompleks membentuk satu kesatuan yang disebut habitat di atas.
Organisme lainnya antara lain individu lain dari spesies yang sama, atau populasi
lainnya yang bisa terdiri dari virus, bakteri, jamur, protozoa, tumbuhan, dan hewan
lain. Faktor abiotik suatu habitat meliputi makhluk/benda mati seperti air, tanah,
udara, maupun faktor kimia fisik

Habitat dalam arti yang sederhana adalah tempat organisme menetap (Odum,
1971). Habitat adalah area yang memiliki sumber daya dan kondisi bagi organisme
untuk bertahan hidup dan bereproduksi (Krausman, 1999). Thomas (1979),
menyatakan bahwa habitat bukan hanya sekedar vegetasi atau struktur vegetasi tapi
merupakan jumlah sumber daya spesifik yang dibutuhkan organisme. Sumber daya ini
termasuk makanan, perlindungan, air, dan faktor khusus lainnya yang dibutuhkan oleh
suatu spesies untuk bertahan hidup dan bereproduksi (Leopold 1933). Jadi dapat
dikatakan bahwa tempat yang menyediakan sumber daya bagi organisme untuk
bertahan hidup disebut habitat. Bahkan daerah migrasi dan koridor penyebaran serta
wilayah yang dikuasai organisme saat musim kawin juga dikatakan sebagai habitat.

Habitat dapat dikatakan sebagai gambaran lingkungan fisik dalam ruang dan
waktu yang ditempati atau berpotensi sebagai tempat tinggal organisme. Kawasan
fisik (abiotik) dan karakteristik biologi (biotik) yang berada di sekitar organisme dan
memiliki potensi berinteraksi dengan organisme dikenal dengan sebutan lingkungan
(environment). Habitat inilah yang menghubungkan kehadiran spesies, populasi, atau
individu (hewan atau tumbuhan) dengan lingkungannya. Mitchell (2005) menyatakan
bahwa habitat bukan hanya sekedar lingkungan abiotik organisme tetapi termasuk di
dalamnya ada interaksi antar komponen biotik itu sendiri. Oleh karena itu habitat
menunjukan totalitas lingkungan yang ditempati populasi dimana di dalamnya
tercakup faktor abiotik berupa ruang, media yang ditempati, cuaca, iklim, serta
vegetasinya.

2. Pemanfaatan dan Seleksi Habitat oleh Suatu Organisme


Habitat digunakan oleh organisme dengan memanfaatkan sumber daya fisik
(abiotik) dan biologi (biotik). Habitat digunakan sebagai daerah jelajah, perlindungan,
sarang, daerah larian, atau kegiatan hidup lainnya. Pengkategorian pemanfaatan
habitat (seperti daerah larian dan daerah jelajah) membagi habitat ke dalam beberapa
area sehingga beberapa di antaranya terjadi tumpang tindih pemanfaatan. (Litvaitis et
al., 1996) menyatakan bahwa dalam satu area dapat terdiri atas satu atau beberapa
kategori pemanfaatan.

Organisme dapat melakukan seleksi terhadap suatu habitat untuk ditempati.


Seleksi habitat adalah proses atau perilaku yang digunakan organisme untuk memilih
habitat yang sesuai untuk menunjang kehidupannya (Hutto, 1985). Suatu habitat
diseleksi oleh organisme berdasarkan ketersediaan tempat berlindung, kualitas dan
kuantitas vegetasi, daerah peristirahatan, daerah pemangsaan, serta daerah
pemeliharaan anak. Kesuksesan reproduksi dan kelangsungan hidup spesies adalah
alasan utama yang mempengaruhi suatu spesies untuk memilih habitat (Hilden, 1965).
Litvaitis et al., (1996) menyatakan kemampuan untuk bertahan hidup ini diatur oleh
faktor-faktor utama seperti ketersediaan vegetasi, tempat berlindung, dan menghindar
dari predator.

Interaksi organisme juga mempengaruhi suatu organisme dalam memilih


habitat seperti kompetisi dan predasi. Kompetisi dapat menyebabkan organisme tidak
memilih suatu habitat karena adanya keterbatasan sumber daya (Blok dan Brennan
1993) atau dapat menyebabkan terjadinya distribusi spasial organisme dalam habitat
(Keen 1982). Adanya predator juga dapat mencegah suatu organisme menduduki
suatu area. Kelangsungan hidup spesies dan keberhasilan reproduksinya di masa
depan adalah kekuatan pendorong yang mungkin menyebabkan organisme
mengevaluasi faktorfaktor biotik ini. Kompetisi dan predator dapat menyebabkan
organisme memilih daerah berbeda dengan sumber daya yang kurang optimal.

Habitat di alam memiliki berbagai organisme berupa vegetasi maupun


populasi hewan yang ada di dalamnya. Berbagai organisme tersebut akan
mengelompok dan terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu yang dirasa paling
cocok. Oleh karena itu masing-masing organisme akan menempati mikrohabitatnya,
yaitu bagian dari habitat yang merupakan lingkungan dengan kondisi paling optimal
dan dekat hubungannya dengan organisme. Sebagai contoh, jamur pelapuk kayu
hanya dapat hidup pada bagian batang tumbuhan yang telah lapuk, teduh, dan lembab
(Gambar 1.4). Kondisi tempat hidupnya ini mungkin sangat berbeda dengan kondisi
sekitarnya secara umum. Tempat khusus inilah yang kemudian disebut dengan
mikrohabitat, jika mikrohabitat memiliki iklim yang berbeda dengan sekitarnya maka
disebut mikroklimat (iklim mikro) bagi habitat tersebut. Di dalam mikrohabitat,
organisme akan terkonsentrasi dan beradaptasi secara fisiologi, struktural, dan
perilaku.

B. RELUNG EKOLOGI (NICHE)


1. Pengertian
Relung ekologi (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu
organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Odum
(1993) menyatakan bahwa relung ekologi adalah posisi atau status dari struktur
adaptasi organisme, respon psikologi, dan tingkah laku spesifik. Relung merupakan
kombinasi tempat organisme hidup (habitat), cara organisme hidup (adaptasi), dan
peranannya dalam komunitas.

2. Konsep Relung
Beberapa pakar mempunyai konsep akan relung ekologi, marilah kita simak satu
persatu

a. Konsep Relung (Niche) dari Grinnell dan Elton


Kata niche (relung) pertama kali diungkapkan oleh Roswell Jhonson sekitar
tahun 1910. Menurut Jhonson, relung merupakan tempat yang dikuasai oleh
spesies. Tetapi, Joseph Grinnell lah yang pertama memasukkan konsep relung ke
dalam program penelitian dan secara eksplisit menjelaskan relung dari berbagai
spesies (Griesemer, 1992). Kata niche diungkapkan Grinnell pada awal tahun
1914, meliputi berbagai hal yang menyatakan keberadaan spesies di berbagai
lokasi termasuk faktor abiotik seperti suhu, kelembaban, curah hujan, dan faktor
biotik seperti kehadiran makanan, pesaing, predator, tempat penampungan, dan
lain-lain.

Grinnell menggambarkan terdapat 4 komponen utama dalam relung yaitu:


1) Tipe makanan yang dikonsumsi;
2) Pemilihan mikrohabitat;
3) Sifat fisik dan perilaku saat mengumpulkan makanan; dan
4) Sumber daya diperlukan untuk tempat tinggal dan pembiakan.

Keempat faktor dasar ini memungkinkan pengkarakterisasian relung bagi


berbagai organisme, dan setiap organisme memiliki relung yang berbeda-beda
berdasarkan keempat faktor tersebut (Petren, 2001). Dengan membandingkan
beberapa komunitas di wilayah yang berbeda, Grinnell membayangkan bahwa
beberapa relung yang dikuasai spesies di suatu wilayah mungkin tidak terdapat
atau kosong di wilayah yang lain karena adanya keterbatasan penyebaran akibat
hambatan geografis. Berdasarkan perbandingan komunitas ini, membawa
perhatian Grinnell terhadap ekivalen ekologi (ecological equivalents), yang
menurut evolusi akan membawa pada penguasaan relung yang sama dalam habitat
yang serupa pada daerah geografi yang berbeda (Schoener, 1989).

Pada tahun 1927, Charles Elton mempublikasikan tulisan mengenai niche


dalam karyanya Animal Ecology. Sejak saat itu, Elton dianggap sebagai ayah
kedua dari konsep relung setelah Grinnell. Elton berfokus pada ekologis equivalen
tetapi dalam program penelitian yang berbeda dengan Grinnell. Elton mencari
berbagai varian dari struktur komunitas dan fokus pada hubungan trofik yaitu: (a)
rantai makanan, (b) hubungan antara ukuran (dimensi) suatu organisme dan
ukuran makanannya, (c) relung suatu organisme, yaitu tempat hewan
bermasyarakat, berhubungan dengan makanan, musuhnya, dan faktor lainnya,
serta (d) piramida angka (fakta bahwa organisme di dasar rantai makanan lebih
banyak daripada organisme di ujung rantai). Relung kemudian diartikan sebagai
posisi spesies dalam rantai trofik (seperti karnivora, herbivora, dan lain-lain);
meskipun faktor-faktor seperti mikrohabitat juga bisa dimasukkan (Elton 1927).

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep relung berdasarkan


Grinnell (Grinnellian niche concept) mewujudkan gagasan bahwa relung spesies
ditentukan oleh ketersediaan habitat tempat tinggal dan adaptasi perilaku yang
menyertainya. Dengan kata lain, relung adalah jumlah dari persyaratan habitat dan
perilaku yang memungkinkan suatu spesies bertahan dan menghasilkan keturunan,
jadi lebih menekankan relung sebagai mikrohabitat yang ditempati oleh spesies.

Sedangkan konsep relung dari Elton (Eltonian niche concept)


mengklasifikasikan relung berdasarkan kegiatan mencari makan (foraging
activities dan food habits). Elton memperkenalkan gagasan tentang respon dan
dampak suatu spesies terhadap lingkungan. Tidak seperti konsep relung lainnya,
konsep ini menekankan bahwa suatu spesies tidak hanya tumbuh dan merespon
lingkungan berdasarkan sumber daya yang tersedia, pemangsa, dan kondisi iklim,
tetapi juga dapat mengubah ketersediaan dan perilaku dari faktor-faktor tersebut
ketika tumbuh. Elton lebih menjelaskan tentang peranan spesies dalam komunitas.

b. Konsep Relung (Niche) dari George Hutchinson


Pada tahun 1957, Hutchinson mengembangkan konsep relung secara lebih
lanjut dan memperkenalkan konsep relung ekologi multidimensi (ndimensional
hypervolume). Sementara Grinnell dan Elton menekankan kesamaan relung yang
ditempati oleh ekologis ekuivalen di berbagai wilayah geografis. Hutchinson
menekankan kesamaan relung spesies di lokasi yang sama, cara spesies
berkompetisi, serta mempertimbangkan faktor lainnya seperti predasi dan
variabilitas lingkungan (Griesemer 1992). Oleh Hutchinson, relung digambarkan
dalam ruang variabel lingkungan (biotik dan abiotik). Berdasarkan konsepnya,
Hutchinson menganggap setiap kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan
atau kisaran macam sumberdaya yang dimanfaatkan spesies sebagai satu dimensi.
Persyaratan hidup suatu organisme tidak hanya menyangkut satu atau dua dimensi
(sumber daya) tetapi terdiri atas banyak dimensi.

Hutchinson membedakan relung ini ke dalam 2 prinsip, yaitu relung


fundamental (fundamental niche) dan relung yang terealisasi (realized niche).
Relung fundamental menunjukan secara utuh kondisi lingkungan tempat spesies
hidup, sedangkan relung yang terealisasikan menunjukan status fungsional yang
benar-benar ditempati oleh spesies.

Pada relung fundamental, suatu organisme dapat mengambil keuntungan dari


semua faktor biotik dan abiotik dalam suatu ekosistem tanpa persaingan dari
spesies lain atau tekanan dari predator. Relung ini menyempit ketika organisme
lain tiba dan ada persaingan untuk mendapatkan sumber daya dan makanan atau
ketika pemangsa mulai berburu di daerah tersebut. Organisme akan bertahan dan
beradaptasi dengan kondisi baru dalam relung yang terealisasikan.

Sebagai contoh, Chthamalus sp. (sejenis teritip) akan menempati area


intertidal baik daerah pasang tinggi ataupun daerah pasang rendah. Area intertidal
ini disebut fundamental niche. Tetapi jika terdapat spesies teritip lainnya (Balanus
sp) pada area intertidal tersebut, maka Chthamalus hanya akan menempati daerah
pasang tinggi, sedangkan Balanus akan menempati daerah pasang rendah. Daerah
pasang tinggi disebut realized niche bagi Chthalamus. Pada realized niche,
Chthalamus akan bersaing dan bertahan hidup.

Relung fundamental memiliki ukuran yang sama atau lebih besar dari relung
yang terealisasikan. Relung fundamental dan relung terealisasi bisa lebar atau
sempit, karena itu pula terdapat istilah bagi spesies yang menempatinya. Spesies
spesialis adalah istilah untuk organisme yang hidup di relung yang sempit karena
mereka hanya berkembang dalam kondisi lingkungan tertentu atau makan
makanan tertentu. Sebaliknya, spesies generalis menempati relung yang lebih luas
dan memanfaatkan berbagai sumber daya dan dapat hidup di banyak kondisi
lingkungan yang berbeda.

UPAYA PERLINDUNGAN DAN KESEHATAN HUTAN UNTUK MENCIPTAKAN EKOSISTEM HUTAN


YANG SEHAT
Kesadaran tentang pentingnya perlindungan dalam pengelolaan hutan baru muncul ketika
pembangunan hutan tanaman dilakukan dalam skala besar di Amerika pada pertengahan abad
20, ketika hutan tanaman dibangun secara luas, kerusakan hutan mulai dirasakan merupakan
salah satu masalah yang terpenting, karena banyak di antaranya yang menyebabkan kematian
tanaman hutan. Kondisi yang sama terjadi di Indonesia pada tahun 1980an yaitu pada saat
dimulainya program pembangunan hutan tanaman industri (HTI). Perkembangan
pembangunan HTI menunjukkan bahwa masingmasing daerah pengembangan HTI
mempunyai masalah kerusakan hutan yang berbeda-beda, walaupun secara umum mulai
dapat dikenali penyebab-penyebab kerusakan potensial, yaitu kebakaran.

Anda mungkin juga menyukai