Anda di halaman 1dari 33

BAB II

KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB

A. Gambaran Umum Umar Bin Khattab (13-23 H/ 634-644 M)


1. Biografi Umar bin Khattab
Ia adalah seorang Amirul Mukminin, Umar bin al-Khattab bin
Nufail bin Adi bin „Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin
Razzah bin Adi bin Ka‟ab bin Lu‟ai, Abu Hafs al-„Adawi. 1 Nasabnya
bertemu dengan nasab Nabi Muhammad pada kakeknya yang bernama
Ka‟ab. Di antara Ibn Khattab dengan Nabi memiliki selisih 8 kakek. 2
Rasulullah memberi julukan kepadanya Abu Hafs (bapak Hafshah), karena
Hafshah merupakan anak tertua dari Ibn Khattab yang nantinya akan
menikah dengan Rasulullah. Selain itu, Ibn Khattab juga dikenal dengan
sebutan al-Faruq, yang berarti pemisah antara yang hak dan yang batil,
karena ia berani menunjukan keislamannya saat masih di Mekkah. 3
Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah Al-
Makhzumiyyah, kakak dari Abu Jahal bin Hisyam bin Mughirah. 4 Dan
ayahnya bernama Khattab bin Nufail. Ibn Khattab dilahirkan di kota
Makkah, empat puluh tahun sebelum hijrahnya Nabi ke Madinah, lebih
tepatnya tiga belas tahun setelah „Am al-Fil (Tahun Gajah). 5 Ia adalah
seorang yang memiliki postur tubuh yang tinggi dan besar, kepala bagian
1
Abdul Sattar al-Syeikh, Umar Ibn al-Khattab, (Saudi Arabia: Darul Qalam,
edisi pertama, 1433 H/ 2012 M), hlm. 25
2
Abdullah Munib El-Basyiry, Meneladani Kepemimpinan Khalifah, (Jakarta:
Amzah, 2017), hlm. 93
3
Ibnu Katsir, Sejarah Lengkap Khulafa‟ur Rasyidin, (Jakarta: Senja Media
Utama, 2018), hlm. 207
4
Abdul Sattar al-Syeikh, Op.Cit., hlm. 31
5
Mubasyiroh Al-Atsyariyah, Keutamaan Khulafa‟ur Rasyidin, (Yogyakarta:
Maktabah Al-Hanif, 2017), hlm. 31

21
22

depannya botak, kedua matanya berwarna hitam berkulit kuning (ada yang
menyebutkan berkulit putih kemerahan), tangan dan kakinya berotot,
giginya putih bersih mengkilat, selalu mewarnai janggut dan merapihkan
rambutnya dengan menggunakan warna inai (daun pacar). Ia juga dikenal
seorang yang memiliki sifat tempramental dan memiliki harga diri yang
tinggi. Berjalan sangat cepat, bersuara sangat lantang, jika memukul
sangat menyakitkan. 6
Ibn Khattab memiliki 3 saudara sekandung 7 , yaitu : Zaid bin
Khattab, Fathimah binti Khattab, dan Shofiya binti Khattab.
2. Istri dan Anak Umar bin Khattab
Ibn Khattab memiliki 9 orang istri baik pada masa Jahiliyah
maupun sudah masuk Islam dan ia dikaruniai 12 anak. Berikut adalah
nama-nama istri Ibn Khattab beserta dengan anak-anaknya:
a. Zainab binti Maz‟un (saudara Utsman bin Maz‟un), lahir
Abdurrahman dan Hafshah.
b. Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib, lahir Zaid (sulung) dan
Ruqayyah.
c. Ummu Kultsum (Mukailah) binti Jarul bin Malik, lahir Zaid
(tengah) dan Ubaidillah.
d. Jamilah binti Tsabit (Asiyah), lahir Ashim.
e. Ummu Hakam binti al-Harits bin Hisyam bin al-Mughirah, lahir
Fathimah.
f. Quraibah binti Abi Umayyah al-Makhzumi, tidak sempat memiliki
anak karena terlebih dahulu diceraikan oleh Ibn Khattab.
g. Atikah binti Zaid bin „Amr, lahir Iyad.
h. Luhayyah (seorang hamba sahaya), lahir Abdurrahman.

6
Achmad Farid, Loc. Cit, hlm. 5
7
Abdul Sattar Al-Syeikh, Op.Cit., hlm. 32
23

i. Fukaihah (hamba sahaya juga), lahir Zaid (bungsu).

Dalam kitab karangan Abdul Sattar al-Syeikh, dituliskan nama-


nama istri Ibn Khattab pada masa ia masih Jahiliyyah dan setelah ia
memeluk Islam. 8 Ada riwayat yang mengatakan bahwa istri Ibn Khattab
hanya ada tujuh, sebab Luhayyah dan Fukaihah adalah hamba sahaya
(Ummul Walad9) bukan istri dari Ibn Khattab.
Memiliki banyak istri sudah menjadi rahasia umum bagi
masyarakat Arab pada masa itu, sebab dengan banyaknya istri akan
memiliki banyak keturunan. Begitu juga dengan Ibn Khattab, ia menikah
dengan banyak wanita hanya karena ingin memperoleh dan memiliki
banyak keturunan.
Ibn Khattab pernah menuturkan: “Aku menikah bukan karena mengikuti
hawa nafsu, kalau bukan karena ingin memperbanyak keturunan, aku
tidak peduli seandainya aku tidak melihat wanita semasa hidupku.” Ia
juga pernah mengatakan: “Aku memaksa diriku untuk berhubungan
(jima‟) dengan berharap agar aku mendapatkan keturunan yang selalu
bertasbih dan beribadah kepadaNya.”10

3. Keislaman Umar bin Khattab


Sebelum Ibn Khattab masuk Islam, ia termasuk orang yang sangat
menentang dan memerangi Islam. Ia menyiksa dan mengintimidasi setiap
orang-orang yang mulai masuk dalam agama Islam. Meskipun
perilakuannya begitu kasar dan sangat keras kepada umat Islam, tetapi ia
memiliki hati yang begitu lembut untuk menerima sebuah kebenaran.
Ibn Khattab masuk Islam pada usia dua puluh tujuh tahun, pada
bulan Dzulhijjah tahun ke-6 dari kenabian, yaitu tiga hari setelah
keislaman Hamzah bin Abdul Muthalib. Bermula dari tindakannya pada

8
Abdul Sattar al-Syeikh, Op.Cit., hlm. 33-35
9
Budak wanita yang melahirkan anak majikannya
10
Achmad Farid, Op.Cit., hlm. 10
24

suatu malam ia pergi menuju al-Haram dan masuk ke dalam tirai Ka‟bah.
Pada saat itu, Nabi Muhammad tengah berdiri melakukan shalat dan
membaca surat Al-Haqqah. Ibn Khattab mendengarkan lantunan suara
ayat-ayat dengan sangat khusu‟ sehingga membuat ia terkesan dengan
susunannya. 11
Dituliskan oleh Achmad Farid dalam bukunya, bahwa ada
beberapa faktor Ibn Khattab bisa memeluk Islam. Pertama, saat ia melihat
peristiwa hijrah pertama. Saat itulah pertama kalinya ia tersentuh dan
mulai merasakan ketenangan dalam hatinya saat melihat hijrah yang
pertama. Ibn Khattab melihat beberapa sahabat wanita Nabi yang
berhijrah. Kedua, ketika ia berkobar-kobar ingin membunuh Nabi
Muhammad saw. Suatu hari, ketika para pembesar Quraisy berkumpul,
lalu kemudian bertanya “Siapakah yang akan membunuh Muhammad?”
lantas Ibn Khattab langsung menjawab “Aku” maka ia pun ditunjuk dan
diberi tugas untuk membunuh Nabi Muhammad.
Ketiga, egonya luruh oleh sebuah ayat Al-Qur‟an, yaitu surat
Thaha. Saat dalam perjalan menuju rumah Nabi, Nuaim bin Abdullah
bertanya hendak kemanakah ia pergi. Setelah menjawabnya, ia dikagetkan
dengan ucapan Nuaim bahwa adiknya, Fatimah binti Khattab beserta
dengan suaminya (ipar Ibn Khattab) telah memeluk agama Islam. Setelah
itu ia begitu marah dan bergegas menuju rumah adiknya. Dari luar rumah
terdengar lantunan ayat dari surat-surat yang sedang dibaca oleh mereka di
dalam rumah. Setelah masuk dan terjadi pertikaian kecil antara Ibn
Khattab dan adiknya, Fatimah binti Khattab. Ia menemukan selembaran
ayat dan kemudian membacanya (dikatakan pula sebelum membaca ayat
tersebut Fatimah binti Khattab menyuruh Ibn Khattab untuk mandi dan
berwudhu terlebih dahulu), ternyata ayat tersebut merupakan potongan
ayat Al-Qur‟an, yaitu surat Thaha ayat 1-8:
ٗ َ
ٰ َ ‫ا َ ن َٗ َّ َن‬ ٰٓ َ ‫َ ٓ َ َنَ َ َن َ نُ ن َ َ َ ن‬
‫زنيٗل‬
ِ ‫ت‬ ٣ ‫َش‬ ‫َي‬ ‫و‬ ‫ِه‬ ‫ل‬ ‫ة‬ ‫ِر‬ ‫ن‬‫ذ‬ ‫ت‬ ‫َّل‬ِ ‫إ‬ ٢ ‫َق‬ ‫ نا أىزۡلا عليم ٱللرءان ل ِتش‬١ ً‫ط‬
َ ََ ُ َ ‫ا ن‬
‫لَع ٱلن َع نر ِش ن‬
ٰ ََ ‫ٱش َت‬ َ ‫ّ ا ن َ َ َ ن َ َ َ ا ََٰٰ ن‬
‫ َُلۥ َنا‬٥ ‫ى‬ ‫ ٱلرحمٰو‬٤ ‫ت ٱل ُعَل‬ ِ ‫مِهو خلق ٱۡلۡرض وٱلصمو‬

11
Abdullah Munib El-Basyiry, Op. Cit., Hlm. 98
25

َ‫ن‬ ‫َن‬ َ‫َ ا‬ ‫َ َ َنَُ َ َ َ َن‬ َ‫ن‬ َ َ ‫ف ا‬


‫ ِإَون َت ٍَ نر َِٱلل نَ ِل‬٦ ‫ى‬ ٰ َّ‫ٱل‬ َ َ ‫ۡرض ونا َۡيٍها ونا‬ ِ ‫ت َو َنا ِف ٱۡل‬ِ ٰ ‫ٱلصمٰو‬ ِ
‫ن‬ ٓ َ ‫ن‬ َ ‫ا‬ َ ٓ َ َ
ُ ‫ ا‬٧ ‫ٱلّس َوأ نخ ََف‬ َ
‫فَإى ًُۥ َي نعل ُم ّ ِ ا‬
‫ا‬
٨ ‫َن‬ ُ ‫ٱَّلل َّل إِل ٰ ًَ إَِّل ٌُ َََۖ َُل ٱۡل نش َها ُء‬
ٰ َ ‫ٱۡل نص‬ ِ
Artinya: “Thaha. Kami tidak menurunkan Al-Qur‟an ini kepadamu agar
kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut
(kepada Allah). Yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan
langit yang tinggi. (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang
bersemayam di atas Arsy. kepunyaanNya lah semua yang ada di langit,
semua yang ada di bumi, semua yang ada di antara keduanya, dan
semua yang di bawah tanah. Dan jika kamu mengeraskan suaramu,
maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih
tersembunyi. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia. Dia mempunyai asmaul Husna (nama-nama yang baik).”
(Q.S Thaha [20]:1-8)

Ibn Khattab merupakan seorang yang fasih dalam bahasa Arab dan
juga mendalami ilmu syair. Saat membaca ayat tersebut, Ibn Khattab
mengetahui bahwa bahasa ini bukanlah bahasa buatan manusia. Setelah
membaca ayat tersebut ia berkata “ Tunjukkan aku di mana Muhammad!”
Ibn Khattab bergegas untuk pergi menemui Nabi, setelah ia sampai
lantas langsung diketuknya pintu tersebut. Para sahabat yang berada di
rumah Nabi terkejut saat Ibn Khattab datang, begitu pula dengan Hamzah.
Namun betapa lebih terkejutnya lagi bahwa kedatangan Ibn Khattab
adalah untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan dirinya
masuk dalam agama Islam.
Umat Islam yang lain tak kalah bahagia dan merasa aman dan kuat,
karena sebelum memeluk Islam Ibn Khattab begitu ditakuti oleh mereka.
Ketika sahabat yang lain masuk Islam dengan sembunyi-sembunyi, Ibn
Khattab justru menyatakan keislamannya secara terang-terangan. Dengan
berani ia mengumumkan kepada semua orang atas agama Islam yang telah
dipeluknya.
26

Imam At-Tirmidzi dan yang lain meriwayatkan dari Ibnu Umar,


bahwa Nabi telah berdo‟a: 12
‫بن‬
ِ ‫بعمر‬
َ ‫بأحب هذٌن الرجُلٌن إلٌك بأبً جه ٍل أو‬
ِّ ‫الله َّم أ ِع َّز اإلسال َم‬
ِ ‫عمر بنَ الخطا‬
‫ب‬ َ ‫هللا‬
ِ ‫ب فكان أح ُّبهما إلى‬ ِ ‫الخطا‬
)‫(الترمذي‬
“Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling
engkau cintai di antara kedua orang ini, yaitu Abu Jahal atau Umar bin
Khattab, dan yang paling ia cintai adalah Umar bin Khattab.” (HR. At-
Tirmidzi)

Do‟a Nabi pun terkabul dengan Islamnya Ibn Khattab, pada saat itu
umat Islam baru berjumlah empat puluh orang yang terdiri atas laki-laki
dan perempuan. Tiga hari sebelumnya Hamzah bin Abdul Muthalib sudah
masuk dalam agama Islam.
4. Prosesi Pengangkatan Umar bin Khattab Sebagai Khalifah
Prosesi pengangkatan Ibn Khattab sebagai khalifah kedua, yakni
pengganti dari khalifah pertama yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq dilakukan
dengan cara yang berbeda dari pengangkatan saat khalifah Abu Bakar.
Yang mana pada saat Abu Bakar diangkat sebagai pengganti Rasulullah
saw dilakukan melalui perdebatan keras antara kaum Muhajirin dan kaum
Ansor, karena pada saat itu umat Islam kebingungan atas kepergian
pemimpin mereka.
Ibn Khattab diangkat sebagai khalifah melalui wasiat dari khalifah
sebelumnya, yaitu Abu Bakar. Meskipun banyak yang sedikit meragukan
Ibn Khattab karena perangainya yang keras, tetapi akhirnya musyawarah
tersebut membuahkan hasil yang baik.

12
Imam Hafidz Jalaludin Abdurrahman bin Abi Bakar As-Suyuti, “Tarikh
Khulafa”, (Beirut: Darul Minhaj, 1438 H/ 2013 M), hlm. 209
27

Selama dalam kurun waktu dua sampai tiga tahun lamanya Abu
Bakar menjadi khalifah, sudah banyak sekali jasa yang ditorehkan oleh
khalifah pertama ini. Namun disaat sakit keras menimpanya, Abu Bakar
memiliki firasat bahwa ajalnya sudah semakin mendekat. Dan Abu Bakar
segera ingin mencari penggantinya sebagai seorang khalifah selanjutnya.
Ia takut akan meninggal namun belum sempat untuk menunjuk seseorang
sebagai penggantinya, dan ditakutkan akan terjadi konflik seperti saat
dirinya menjadi khalifah. 13
Abu Bakar pun memanggil beberapa sahabatnya untuk
bermusyawarah, meminta pendapat tentang bagaimana sosok Ibn Khattab
menjadi penggantinya kelak sebagai khalifah. Banyak yang berpendapat
setuju namun banyak pula yang berpendapat tidak setuju, terkait sikap Ibn
Khattab yang keras.
Pagi itu Abu Bakar memanggil Abdurrahman bin Auf dan ia
menanyakan tentang Ibn Khattab. "Dialah yang mempunyai pandangan
terbaik, tetapi dia terlalu keras," kata Abdurrahman. Setelah
Abdurrahman keluar ia memanggil Utsman bin Affan dan ditanyanya
tentang Ibn Khattab. "Semoga Allah telah memberi pengetahuan kepada
saya tentang dia," kata Utsman, "Bahwa isi hatinya lebih baik dari
lahirnya. Tak ada orang yang seperti Ibn Khattab di kalangan kita."

Sesudah Utsman pergi Abu Bakar meminta pendapat Sa'id bin Zaid
dan Usaid bin Hudair dan yang lain, baik Muhajirin maupun Ansor. Ia
ingin sekali mereka memiliki satu pendapat tentang memilih Ibn Khattab
sebagai khalifah. Beberapa orang sahabat Nabi ketika mendengar saran-
saran Abu Bakar mengenai penunjukan Ibn Khattab sebagai khalifah,
mereka merasa khawatir mengingat sikap Ibn Khattab memang begitu
keras dan karena kekerasannya itu umat akan terpecah belah. 14

13
Achmad Farid, Op.Cit., hlm. 70
14
Muhamad Husain Haekal, “Al-Faruq Umar”. Penerjemah: Ali Audah,
(Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2002), Hlm. 88
28

Thalhah yang mendengar kabar Ibn Khattab yang akan


menggantikan Abu Bakar langsung datang menghampiri dan
menyampaikan kekecewaannya pada Abu Bakar. Thalhah takut Ibn
Khattab akan menyakiti rakyatnya dan merugikan di kemudian hari,
namun Abu Bakar tetap pada pendiriannya itu.
Setelah ada pertentangan dari Thalhah, Abu Bakar pun
bermusyawarah dengan kaumnya. Dari hasil musyawarah tersebut,
didapatlah sebuah kesepakatan umat Islam untuk memilih Ibn Khattab
sebagai pengganti Abu Bakar kelak.
Setelah akhirnya para sahabat yang lain menyetujui atas pengganti
yang Abu Bakar tunjuk, yakni Umar bin Khattab. Abu Bakar menulis
sebuah wasiat:
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Ini adalah wasiat dari Khalifah Abu Bakar menjelang
wafatnya. Sebagaimana yang telah kalian ketahui, bahwa waktuku tidak
lama lagi, dan aku telah mengangkat khalifah setelahku, yaitu Umar bin
Khattab. Dengarkan dia dan patuhi dia. Jika dia berlaku adil, maka
taailah dia. Dan jika dia berbuat zalim, maka setiap orang akan
mendapat dosa. Aku hanya mengharapkan kebaikan, inilah
pengetahuanku. Aku hanya mengetahui yang zahir, namun tidak pada
yang ghaib. „Dan orang yang berbuat zalim, dia akan mengetahui
kemana ia akan kembali‟.” (QS. Asy-Syu‟ara [26]: 227)15

Abu Bakar Ash-Shiddiq telah mengantongi kesepakatan dan


persetujuan untuk mengangkat Ibn Khattab sebagai penggantinya, Abu
Bakar akhirnya memanggil Ibn Khattab untuk berbicara empat mata.
Kemudian Abu Bakar menyampaikan wasiatnya pada Ibn Khattab lalu
menasihatinya. Awalnya Ibn Khattab menolak, namun pada akhirnya
menerima meski dengan berat hati menanggung amanah yang begitu besar
di pundaknya, yakni menggantikan posisi Abu Bakar sebagai khalifah.

15
Muhammad ash-Shallabi, Biografi Umar bin Khattab, Penerjemah: Ismail,
(Solo: Beirut, 2014), hlm. 120-121
29

Abu Bakar wafat pada hari Senin petang setelah matahari


terbenam, tepatnya pada 21 Jumadil akhir tahun ke-13 sesudah hijrah (22
agustus 832 M). 16 Abu Bakar dimakamkan tepat di sebelah makam
Rasulullah saw. Pemakaman dilakukan oleh Ibn Khattab, Utsman bin
Affan, Talhah bin Ubaidillah dan Abdurrahman bin Abu Bakar.
Ibn Khattab dibai‟at setelah jenazah Abu Bakar dimakamkan.
Seperti yang sudah dituliskan sebelumnya bahwa Ibn Khattab menjadi
khalifah ditunjuk oleh Abu Bakar, yang kemudian dilanjut dengan
musyawarah bersama para pemuka Islam pada saat itu. Ibn Khattab
dibai‟at di Masjid Nabawi dan disaksikan oleh seluruh umat Islam. 17
Setelah dibai‟at di Masjid Nabawi, Ibn Khattab memberikan pidato
pertamanya setelah menjadi seorang khalifah. Isi pidato tersebut adalah:
“Saudaraku semua, aku hanya manusia biasa seperti kalian kalau bukan
karena permintaan Khalifah Abu Bakar, maka aku enggan menerimanya
(menjadi khalifah). Demi Allah, seandainya ditusuknya pisau kepada
leherku, maka itu lebih aku sukai daripada aku memikul jabatan ini. Ya
Allah, aku adalah orang yang keras, maka lembutkanlah hatiku ya Allah,
aku adalah orang yang tak berdaya, maka kuatkan diriku. Dan aku
adalah orang yang kikir, maka jadikan aku termasuk orang-orang yang
dermawan. Demi Allah, sesungguhnya aku hanyalah ujian bagi kalian.
Tidak ada masalah yang kalian hadapi atau diwakilkan kepada
seseorang selain aku. Dan kalau ada di antara kalian yang berbuat baik,
maka akan aku balas dengan kebaikan juga. Tapi, jika ada yang berbuat
keburukan, maka akan aku berikan hukuman yang berat.”18

5. Wafatnya Umar bin Khattab


Ibn Khattab wafat pada hari Rabu, tanggal 25 Dzulhijjah tahun 23
H, tepat usianya yang ke 63. Ia wafat pada saat ia sedang mengimami

16
Imam Hafidz Jalaludin Abdurrahman bin Abi Bakar As-Suyuti, Op. Cit., hlm
237
17
Rini, “Studi Komparatif Gaya Kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan
Umar Bin Khattab”, (Skripsi), (Surabaya, UIN Sunan Ampel, 2018), hlm. 52
18
Achmad Farid, Op. Cit, hlm. 77
30

shalat Shubuh akibat ditikam dengan pisau, oleh seorang budak kafir
Majusi, ia merupakan seorang budak Persia Gubernur Basrah bernama Al-
Mughirah bin Syu‟bah (Abu Lu‟luah).
Ibn Khattab pada detik-detik terakhirnya menunjuk lembaga Syura
untuk memilih Khalifah selanjutnya, menggantikan dirinya yang sebentar
lagi akan pulang kepada Rabbnya. Terpilihlah lima kandidat anggota
Syura tersebut adalah: Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul
Rahman bin Auf, Zubair dan Sa‟ad ibn Abi Waqqash. Yang mana Utsman
bin Affan yang akhirnya terpilih sebagai khalifah selanjutnya,
menggantikan Ibn Khattab.
Kemudian Ibn Khattab pun dimakamkan di bekas kamar
Rasulullah, berdampingan dengan makam Rasulullah dan sahabatnya Abu
Bakar Ash-Shiddiq, dengan seijin Aisyah r.a. istri tercinta dari Rasulullah
saw.19
B. Kekhalifahan Umar Bin Khattab
1. Pembangunan Dan Perluasan Wilayah Pada Masa Umar Bin
Khattab
Ibn Khattab menjabat sebagai khalifah selama sepuluh tahun enam
bulan empat hari, dimulai dari tahun 13-23 H/634-644 M. Suksesi
kepemimpinan menjadi bagian terpenting pada saat itu demi menjaga
warisan-warisan yang ditinggalkan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq. Ekspansi
tetap dilanjutkan oleh Ibn Khattab. Pada masa ini gelombang ekspansi
pertama pun dimulai. Wilayah demi wilayah di luar Jazirah dapat
ditaklukkan. 20

19
Abdullah Munib El-Basyiry, Op. Cit, hlm. 94
20
Febri Kusuma, Modus Ekspansi Islam: Dari Periode Awal Sampai Dinasti
Umayah, dalam Jurnal Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013, hlm. 119.
31

Selain itu Ibn Khattab juga melakukan berbagai pembangunan


yang bertujuan untuk kemaslahatan rakyatnya. Dari pembangunan kota,
membangun pelabuhan juga pembangunan infrastruktur di berbagai
daerah yang telah menjadi kekuasaannya.
a. Perkembangan Pembangunan Umar bin Khattab
Beberapa kota yang dibangun oleh khalifah Ibn Khattab:
Pertama, kota Basrah. Pembangunan pertama dibangun oleh
pemimpin Basrah yang sangat terkenal pada masa itu, yaitu Utbah bin
Gazwan r.a. Bangunan pertama yang dibangun olehnya adalah masjid
yang terbuat dari rotan, juga sebuah pusat pemerintahan yang terletak
dekat dengan masjid. Basrah dibangun berdasarkan analisis dan strategi
militer.
Kedua, kota Kufah. Pembangunan pertama di kota Kufah ini
dibangun juga oleh pemimpin pertama Kufah yaitu seorang panglima
perang, Sa‟ad bin Abi Waqqash r.a. Bangunan pertama merupakan
sebuah masjid yang menjadi pusat ibadah kaum muslimin di daerah
tersebut. Kufah juga dibangun berdasarkan analisis militer.
Ketiga, kota Fustat. Pemimpin pertama adalah Amr bin Ash r.a.
Sama halnya seperti pemimpin Utbah dan Sa‟ad, pembangunan pertama
yang dilakukan adalah membangun sebuah masjid, yang nantinya diberi
nama dengan namanya. Masjid ini memiliki posisi yang strategis karena
dekat dengan pusat pemerintahan, sehingga mempermudah dalam
berkomunikasi dengan sang khalifah. 21
Selain pembangunan kota, Ibn Khattab juga memiliki kebijakan
untuk membangun sarana fasilitas umum. Untuk kembali meningkatkan
pembangunan seperti masjid, jalan raya dan bendungan. Ibn Khattab

21
Achmad Farid, Op.Cit., hlm.142-144
32

memerintahkan Amr bin Ash untuk menggali kembali teluk peninggalan


Romawi yang menghubungkan Hijaz dengan Mesir untuk memudahkan
akses perjalanan para pedagang.
b. Perluasan Wilayah Umar bin Khattab
Perluasan wilayah pada masa khalifah Ibn Khattab ini merupakan
kekuasaan besar-besaran, dikenal dengan periode Futuhat Al-Islamiyyah
(perluasan wilayah Islam). Perluasan wilayah ini berjalan secara bertahap,
dimulai dengan tentara Islam yang berhasil menguasai Damaskus pada
tahun 635 M.
Pada tahun ke-13 H/634 M, adalah tahun pertama pemerintahannya
Ibn Khattab. Al-Zuhri berkata: “Ibn Khattab diangkat pada hari Abu Bakar
meninggal, yaitu pada hari Selasa pada bulan Jumadil Akhir.”
Pada tahun ke-14 H/ 635 M, Abu Ubaidah bin al-Jarrah bersama
Khalid bin Walid dengan pasukan mereka berhasil menaklukkan kota
Damaskus dari tangan kekuasaan Bizantium 22 dengan jalan damai dan
peperangan. Kemenangan tersebut sekaligus menjadikan seluruh wilayah
Syria jatuh pada kekuasaan Islam. Pada tahun ini juga terjadi pembukaan
kota Himsh dan Ba‟labak dengan cara damai, sedangkan Bashrah dan
Ablah dengan cara peperangan.23

22
Bizantium adalah nama asli kota modern Istanbul. Bizantium awalnya di
duduki koloni Yunani dari Megara pada 667 SM dan dinamakan menurut raja mereka,
Byzas. nama 'Byzantium" adalah Latinisasi nama Yunani asli Byzantion. Kota ini
kemudian di rebut oleh Roma dan mengalami kerusakan parah pada tahun 196.
Bizantium kemudian dibangun kembali oleh kaisar Romawi Septimius Severus.
Konstantinus yang Agung pada 330 menamakannya ulang menjadi Nova Roma (Roma
Baru) atau Konstantinoupolis (Konstantinopel). Sejak saat itu, kekaisaran Romawi Timur
yang menjadikan Konstantinopel sebagai ibukota hingga 1453. Setelah direbut oleh Turki
Utsmani, dan kemudian menjadi wilayah Turki Modern, Bizantium atau Konstantinopel
diganti menjadi Istanbul pada 1930.
23
Imam As-Suyuti, Op.Cit., hlm.152
33

Perluasan wilayah daerah kekuasaan Islam kemudian berlanjut ke


Mesir dan Irak. Penaklukan Mesir dipimpin oleh Amr ibn Ash sedangkan
di Irak dipimpin oleh Sa‟ad ibn Abi Waqqash. Pada tahun 640 M, pasukan
pimpinan Amr bin Ash berhasil mengepung Babilon di Mesir, sementara
itu tentara Byzantium di Heliopolis juga berhasil dikalahkan dan
Alexandria menyerah pada tahun 641 M. Maka Mesir pun jatuh ke dalam
kekuasaan Islam.
Pada tahun ke-15 H/ 636 M, Amr bin Ash diutus untuk
menaklukkan wilayah Palestina dan Urdun 24 . Pasukan Romawi yang
berada di Urdun berhasil dikepung oleh Amr bin Ash, sehingga mereka
lari ke Baitul Maqdis dan menyerah pada pasukan Islam. Kabar gembira
tersebut disampaikan pada Ibn Khattab, dan ia langsung bergegas pergi
menuju Baitul Maqdis. Sesampainya di sana, Ibn Khattab menuliskan
kesepakatan Jizyah 25 yang harus dibayarkan pada Islam. Setelah selesai
Ibn Khattab pergi ke Syam untuk mengatur kembali pasukan Islam dan
menyusun pemerintahan kembali. 26 Pada tahun ini pula terjadi perang
Yarmuk27 dan perang Qadisiyah.

24
Urdun dalam bahasa Arab ‫ االردن‬atau sekarang dikenal dengan nama
Yordania. Nama resminya Kerajaan Yordania Hasyimiah merupakan negara Arab di Asia
Barat, dengan wilayah mulai dari selatan gurun Suriah sampai ke teluk Aqaba. Yordania
berbatasan dengan Suriah di Utara, Irak di Timur, Israel dan Palestina di Barat, dan Arab
Saudi di Timur Selatannya.
25
Jizyah adalah perpajakan tahunan per-kapita yang secara historis dipungut
dalam bentuk biaya keuangan pada subyek non-Muslim permanen (dhimmi) dari sebuah
negara yang diatur oleh hukum Islam secara berurutan untuk mendanai pengeluaran
publik negara.
26
Adnani, “Studi Komparasi Terhadap Pola Kepemimpinan Umar Bin Khattab
(13H/634 M-23 H/644 M) dan Utsman Bin Affan (23H/644 M-35H/656 M)”, (Skripsi),
(Cirebon: IAIN Syekh Nurjati, 2018), hlm. 25
27
Yarmuk merupakan salah satu sungai di daerah Yordania
34

Sebelum Abu Bakar wafat, pasukan perang umat Islam dipimpin


oleh Khalid bin Walid yang sedang berperang di Yarmurk. Lalu Ibn
Khattab mendapat pesan dari Abu Bakar untuk menambah pasukan perang
ke Yarmurk dan memindahtugaskan Khalid bin Walid untuk kembali ke
Irak. Di tengah peperangan Yarmurk, datanglah berita duka bahwa
Khalifah Abu Bakar telah wafat. Namun Khalid menyembunyikan kabar
duka sampai pasukan umat Islam menang dalam perang tersebut.
Setelahnya Khalid pun mengumumkan berita wafatnya Abu Bakar serta
pemecatan dirinya.28
Pada tahun ke-16 H/637 M, Amr bin Ash bergegas menuju Mesir
setelah mendapat izin dari sang khalifah Ibn Khattab, dengan membawa
pasukan sebanyak dua belas ribu pasukan. Peperangan kembali terjadi,
pasukan Islam kembali memenangkan peperangan tersebut, kemenangan
Islam kembali mereka raih atas izin Allah swt. Beberapa wilayah Mesir
telah berhasil jatuh dalam kekuasaan Islam, seperti Iskandaria, Shahra,
Barqah dan Tharabuls.29 Setelah itu ekspansi kembali dilanjutkan menuju
Madain, ibukota Persia. Dan Madain kembali bisa ditaklukkan oleh
pasukan Islam.
Pada tahun ke-17 H/ 638 M, Ibn Khattab kembali menyiapkan
pasukannya yang dipimpin oleh Abu Ubaid Ats-Tsaqafi untuk pergi
menuju Mutsanna bin Harits membantu penaklukkan di Irak. Sesampainya
di sungai Furat30, Abu Ubaid merenovasi jembatan milik penduduk Hirrah
supaya mereka dapat kembali melewati jembatan tersebut untuk pergi

28
Umar Abdul Jabbar, Op.Cit., hlm. 18
29
Umar Abdul Jabbar, Op.Cit., hlm 26
30
Sungai Furat atau sungai Eufrat (dalam bahasa Arab: ‫ الفرات‬yang memiliki arti
air tawar), sungai Furat ini adalah sungai yang berasal dari Turki (Anatolia), yang
mengalir melalui Suriah dan Irak, kemdian bermuara ke Teluk Persia.
35

menuju Persia. Beberapa pasukannya mencegah Abu Ubaid untuk


melewati jembatan tersebut namun tidak didengarkan, hingga akhirnya
terjadi peperangan antara Persia dan pasukan Islam. Peperangan tersebut
dinamakan Perang Jisr (jembatan), sebanyak empat puluh ribu pasukan
Muslim yang syahid di dalamnya termasuk Abu Ubaid, dan sebanyak
enam puluh ribu pasukan Persia yang juga terbunuh dalam peperangan
tersebut.31
Pada tahun ke-18 H/ 638 M, setelah kekuatan Islam terpecah belah
dalam peperangan Jisr, kemudian Ibn Khattab mengutus Mutsanna bin
Haritsah untuk pergi ke sana. Mutsanna bin Haritsah menyusun strategi
untuk penyerangan kembali, dan peperangan pun akhirnya terjadi kembali
di atas sungai Furat. Pasukan Persia menyerang pasukan Islam terlebih
dahulu, Mutsanna bin Haritsah membiarkannya karena termasuk dalam
strateginya, pasukan Islam meninggalkan jembatan tersebut karena
perintah dari Mutsanna bin Haritsah dan jembatan tersebut dipotong
olehnya. Pada akhirnya pasukan Persia terjatuh dan banyak yang terbunuh,
kembali pasukan Islam menabuh genderang kemenangan atas peperangan
kali ini, dan Irak pun akhirnya dapat ditaklukkan secara keseluruhan. 32
Pada tahun ke-20 H/640 M, Mesir ditaklukkan dengan jalan damai
kecuali daerah Alexandria. Ibnu Rabah berkata bahwa, wilayah Maghrib
berhasil ditaklukkan melalui peperangan. Dan pada tahun ini Tustar
ditaklukkan dan Kaisar Romawi Yang Agung akhirnya tewas. Pada tahun
ke-21 H/641 M, Alexandria, Nahawand dan Barqah ditaklukkan melalui
jalan peperangan. Pada tahun ke-22 H/642 M, Azerbaijan ditaklukkan
dengan cara kekerasan, ada pendapat lain yang mengatakan

31
Umar Abdul Jabar, Khulashoh Nur Al-Yaqin, Juz III (Surabaya: Al-Hikmah,
1406 H), hlm. 27-28
32
Adnani, Op.Cit., hlm. 26
36

ditaklukkannya dengan cara damai. Kota Daynawar, Masibdzan,


Hamdzan, Tripoli, Ray, Askar dan Qaumas ditaklukkan dengan jalan
peperangan. Tahun terakhir, tahun ke-23 H/643 M, dibukanya kota
Karman, Sajistan, Makran yang merupakan daerah pegunungan. Juga
Asfahan dan wilayah-wilayah sekitarnya. Pada akhir tahun ke-23 H inilah
khalifah Ibn Khattab wafat setelah ia kembali dari ibadah Haji. 33
Dituliskan dalam kitab Mukhtashar Sirat Ar-Rasul, bahwa pada
masa kekhalifahan Umar bin Khattab banyak sekali penaklukkan yang
terjadi. Beberapa di antaranya telah dituliskan, seperti Damaskus yang
berhasil ditaklukkan secara damai di tangan Abu Ubaidah dan Khalid bin
Walid. Kemudian melalui pedang Sa‟ad bin Abi Waqash, Romawi,
Thabaria, Kaesaria, Palestina dan Asqallan berhasil pula dilumpuhkan.
Khalifah Ibn Khattab sendiri berhasil menaklukkan Palestina secara damai
dengan tangannya sendiri, setelah penaklukkan tersebut, beberapa wilayah
yang lain berhasil dikuasai seperti: Ba‟labak, Himsh, Halab, Kansarin,
Antakia, Jalaula, Riqqa, Harran, Maushil, Jazirah, Nashibain, Amad,
Ruha, Qadisiyah dan Madain. 34
Luas wilayah yang ditaklukan oleh Ibn al-Khattab adalah
1.500.000 km2, dengan rincian sebagai berikut:35
1. Yarmuk atau Wacusa, 5 Rajab, 13 H. (Sept. 634 M);
2. Pertempuran Qadisiyah, Ramadan, 14 H. (Nov. 635 M);
3. Ba‟labak, 25 RabI' I, 15 H. (636 M.);

33
Imam As-Suyuti, Op.Cit., hlm. 153
34
Syaikh Abdullah ibn Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab, Mukhtashar
Sirat Ar-Rasul, (Kuwait: Jam‟iyah Ihya‟ At-Turats Al-Islami, cet. Ke-1, 1441 H/1994 M),
hlm. 618-619
35
Budi Sujati, Kepemimpinan dan Konsep Ketatanegaraan Umar Ibn Al-
Khattab, dalam Jurnal Sejarah Peradaban Islam ISSN 2580-8311 Vol. 2 No. 1, Tahun
2018, Hlm. 65-66
37

4. Hims and Qjnnasrm, ditaklukan pada 15 H. (636 M);


5. Palestine and Quds (Jerusalem) in RabI' II, 16 H. (637 M);
6. Madian, 15-16 H. (636-637 M);
7. Jazrra (Ruha, Raqqa, Nasibain, Harran, Mardien), mayoritas
didiami oleh kaum Nasrani pada 18-20 H. (639-640 M);
8. Persia: Nehavand, 19-20 H. (640 M);
9. Mesir (tidak termasuk Alexandria) 20 H. (640 M);
10. Alexandria, 21 H. (641 M);
11. Barqa (Libya), 22 H. (642 M);
12. Tripoli (Libya), 23 H. (643 M).

Beberapa wilayah yang ditaklukkan dilihat dari kesuburan


tanahnya, kestrategisannya dalam dunia perdagangan dan kestrategisannya
untuk menjadi penaklukkan selanjutnya. Beberapa alasan yang
mendukung keberhasilan atas peperangan yang dilakukan adalah tidak
terjalinnya hubungan baik antara pemerintah dengan rakyat. Hal ini
dianggap penting, karena orang-orang Arab Kristen merupakan bagian
imperium yang ditaklukkan lebih menerima dan bergabung dengan
pasukan Islam. 36
Keberhasilan yang telah dicapai pada masa Ibn Khattab semakin
membuktikan kepiawaiannya dalam memimpin negara, baik sipil maupun
militer, membuat semua pihak mengakui dan mengagumi dirinya.
Perluasan wilayah Islam ini bertujuan untuk melindungi kaum muslimin
dari berbagai musuh, dan selain itu pula mengenalkan Islam sebagai ajaran

36
Fita Love Risa, Skripsi: “Peradaban Islam Pada Masa Khalifah Umar Bin
Khattab”, (Bengkulu: IAIN Bengkulu, 2019), Hlm. 28
38

yang baik dan menyelamatkan manusia, ajaran yang selalu mengajarkan


suatu kebaikan tidak dengan memakai sebuah kekerasan. 37
Ibn Khattab mengutamakan memilih pemimpin perang dengan
mengutamakan orang yang paling bertakwa dan paling memahami syariat
Islam, juga dengan penuh keberanian agar bisa mempertimbangkan
keputusan yang baik saat berperang. Ibn Khattab selalu memberikan
wasiat dalam setiap pertempuran untuk menjauhi niat dari meraih
keuntungan dunia, haruslah niat karena mengharap ridho dari Allah swt.
Ibn Khattab selalu memerintahkan kepada semua pasukan untuk menaati
komandan dari panglimanya, juga sebaliknya, Ibn Khattab pun
memberikan arahan kepada para panglima agar selalu melihat kondisi
pasukannya, serta menghindari terjadinya konflik dengan pasukan, karena
dapat menyebabkan perpecahan dan kegagalan dalam berperang. 38
2. Kebijakan-Kebijakan Kepemimpinan Dan Kepribadian Yang
Dimiliki Umar Bin Khattab.
a. Kebijakan Kepemimpinan
Pada masa pemerintahan Khalifah Ibn Khattab merupakan masa
pemerintahan yang sangat menjamin hak-hak setiap warga negaranya, Ibn
Khattab tidak pernah membedakan penguasa dan rakyat biasa, kaya
ataupun miskin. Ia tidak memberikan hak istimewa bahkan kepada
dirinya, juga kepada para pejabat, dan sekalipun kepada keluarganya.
1) Bidang Sosial
(a) Pemberlakuan Ijtihad
Agama Islam mulai meluas pada negeri-negeri lain, seperti Syam,
Mesir dan Persia. Banyak kebudayaan baru yang terdapat di dalamnya
yang pasti berbeda dengan kebudayaan bangsa Arab pada masa itu.

37
Abdullah Munib El-Basyiry, Op.Cit., hlm. 116
38
Achmad Farid, Op.Cit., hlm 124-125
39

Kemudian timbul berbagai macam kesulitan serta berbagai masalah baru


yang dijumpai oleh kaum muslimin saat itu.
Ibn Khattab selalu memiliki cara untuk mengatasi berbagai macam
masalah yang ada, terlebih untuk kepentingan rakyatnya. Pada saat itulah
Ibn Khattab memulai berbagai ijtihad dalam bidang politik, ekonomi dan
sosial. Pengaruh ijtihad ini sangat besar pada masyarakat Islam maupun
Arab, baik yang ada di Semenanjung ataupun yang bermukim di negeri-
negeri yang sudah dibebaskan. Pada akhirnya, karena ijtihad ini pulalah
yang berhasil menyelamatkan kehidupan sosial pada kemunduran, karena
jerih payah sang Amirul Mukminin berhasil untuk kembali menjaga
kehormatan jiwa Islam dalam hati kaum Muslimin. 39
(b) Jawatan Pekerjaan Umum
Pada masa kepemerintahannya, Ibn Khattab memiliki tanggung
jawab dalam hal pembangunan dan pemeliharaan gedung-gedung
pemerintah, saluran-saluran, jalan-jalan, jembatan-jembatan dan rumah
sakit. Salah satunya adalah melakukan penggalian beberapa saluran untuk
menjamin kelangsungan kehidupan rakyatnya, beberapa pembangunan
dilakukan di beberapa kota seperti Kufah, Bahsrah dan Fusthat.40
2) Bidang Ekonomi
(a) Kepemilikan Tanah
Sejak penaklukan yang dilakukan di negeri-negeri agraris seperti
Irak, Iran, Syiria dan Mesir, muncul beberapa sistem pertahanan
kepemilikan tanah yang bukan berasal dari daerahnya, menguasainya dan
menjadi penahan kemajuan ekonomi pada saat itu. Ibn Khattab akhirnya

39
Fita Love Risa, Op.Cit., hlm. 64
40
Sumardi, dkk., “Perbandingan Pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab
(634-644 M) Dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661 M)”, dalam Jurnal Pendidikan
Humaniora ISSN 1907-8005, Vol. 53 No. 1, September 2016, hlm. 97
40

mengambil kebijakan yang cukup berani, yakni menghapuskan hak milik


tanah para tuan tanah yang bukan penduduk asli dan mengubah semua
bentuk sistem pertahanan dalam kekhalifahan Islam. 41
Adapun langkah yang pertama adalah Menghidupkan Lahan Yang
Mati. Seperti sudah dijelaskan dalam sudut pandang Islam, bahwa semua
tanah dan apapun yang ada di dalamnya yang digunakan untuk
kepentingan umum dan rakyat, maka setiap rakyat wajib mendapatkan
haknya atas makanan yang didapat dari hasil pengolahan tanah tersebut.
Jika dilihat dari sudut pandang Islam, tanah tersebut merupakan milik
Allah, dan seorang yang mengerjakan tanah tersebutlah yang boleh
memperoleh haknya atas tanah tersebut.
Ibn Khattab memberikan tanah mati pada pengelolanya, Ibn
Khattab bahkan membantunya. Ia memberikan tempo pada orang yang
menelantarkan tanahnya selama tiga tahun, jika tidak dikelola maka akan
menjadi milik orang yang mengelola tanah tersebut. Ibn Khattab
membatasi luas lahan tanah yang diberikanya, sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuannya. Dan Ibn Khattab akan mengambil kembali tanah
yang diberikan jika ditelantarkan oleh penerima tanah tersebut.

Langkah yang kedua adalah dengan Tanah Taklukkan. Sebagian


sahabat-sahabat Rasulullah berpendapat bahwa semua tanah yang sudah
ditaklukkan di Iraq dan Syiria harus dibagikan kepada prajurit,
sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saat penaklukkan di
Khaibar dan seluruh tanah Banu Nazir dan Banu Quraizah. Namun Ibn
Khattab memiliki pendapat lain, tanah-tanah taklukkan tersebut baiknya
diwariskan kepada penduduk setempat di bawah pengawasan khalifah.

41
Arsyad Almaliki, “Kebijakan Ekonomi Umar bin Kahttab”, dalam Jurnal
Ilmiah Al Qalam, Vol. 11, No. 24, Juli-Desember 2017, hlm. 126
41

Dewan penasehat lainnya juga ternyata memiliki pendapat yang sama


dengan Ibn Khattab. Demi kepentingan masyarakat setempat, maka telah
diputuskan semua tanah tersebut akan diwariskan kepada penduduk
setempat.
(b) Zakat
Pada masa Nabi Muhammad, zakat dibebankan atas barang-barang
yang memiliki produktivitas, maka seorang budak atau seekor kuda telah
dibebaskan dari zakat. Pada periode selanjutnya di Syiria, beternak dan
berdagang dilakukan dengan besar-besaran, termasuk penjualan kuda yang
memiliki nilai jual yang tinggi, dan Ibn Khattab akhirnya menjadikan kuda
juga wajib ditarik pajaknya.
Kemudian dikenakan pula khums-zakat atas karet yang ditemukan
di semenanjung Yaman, antara Aden42 dan Mukha43 dan produk lain dari
laut (Seyubu –Behar). Zakat atas tawon yang berada di Taif, di mana di
sana merupakan sebuah peternakan tawon. Disebutkan pada masa Ibn
Khattab, gubernur Taif melaporkan bahwa pemilik peternakan sarang
tawon tersebut enggan untuk membayar Ushr tetapi mereka menginginkan
tempatnya dilindungi. Ibn Khattab membedakan madu yang diperoleh dari
daerah pegunungan dan yang diperoleh dari ladang. Maka zakat yang
ditetapkan adalah seperduapuluh untuk madu yang pertama dan
sepersepuluh untuk madu jenis kedua.44

42
Aden adalah sebuah kota di Yaman, 170 kilometer timur Bab-el-mandeb.
Aden merupakan sebuah pelabuhan alami, terbuat dari semenanjung gunung berapi dan
pertama kali digunakan oleh kerajaan Awsan kuno, antara abad ke-5 SM dan ke-7 SM.
Aden memiliki populasi sekitar 398.399 jiwa dan terletak di 12.779444◦N 45.03667◦E.
43
Mukha, Mocha atau Mokha adalah sebuah kota pelabuhan Laut Merah di
pantai Yaman. Sebelumnya adalah pelabuhan utama untuk ibukota Yaman Sana‟a sampai
kemudian Aden dan Hadeida menggantikannya pada abad ke-19. Kota ini terletak di
ketinggian 12 meter diatas permukaan laut dan memiliki kepadatan sekitar 10.000
penduduk.
44
Ibid, hlm. 131
42

(c) Usyr
Usyr adalah apa yang diambil oleh petugas Negara dari harta yang
dipersiapkan untuk dagang ketika melintasi daerah Islam, pada saat ini
lebih di kenal dengan istilah bea cukai. Penetapan Usyr tersebut
merupakan ijtihad dari Ibn Khattab sendiri di hadapan para sahabat, jadi
tidak terdapat dalam Al-Qur‟an ataupun As-Sunnah. Penetapan Usyr ini
adalah yang pertama oleh Ibn Khattab dalam Islam. Ia menetapkan
pengambilan Usyr dua puluh lima persen dari kaum muslim, lima persen
dari kafir dzimi dan sepuluh persen dari kafir harbi.45
(d) Jizyah
Jizyah merupakan pajak yang diberikan kepada kafir dzimmi
sebagai imbalan atas perlindungan yang telah diberikan pada mereka,
keluarga juga atas miliknya. Jizyah sebenarnya merupakan pajak
pengganti tugas kemiliteran dan upah bagi mereka yang telah
menggantikan tugas tersebut. Pada masa Ibn Khattab, pembayaran jizyah
telah diubah dengan menaikkan satu dinar lebih daripada yang pernah
dilaksanakan pada masa Rasulullah. Selanjutnya Ibn Khattab merubah
kembali jumlah pembayaran jizyah tersebut menjadi empat dinar bagi
golongan kaya, dua dinar bagi golongan menengah dan satu dinar bagi
golongan miskin. Setelah jizyah dibayarkan, ternak dan hasil ahli dzimmi
dibebaskan dari zakat dan usyr, laki-laki maupun perempuan. 46
(e) Kharaj
Kharaj merupakan pajak bumi, pajak yang dibebankan atas tanah
yang dimiliki oleh non-Muslim. Atau bisa disebut sebagai pajak yang
harus dibayar atas kepemilikan tanah sebagai kebalikan dari jizyah. Kharaj

45
Ibid, hlm. 133
46
Ibid, hlm. 134
43

hanya dikenakan satu tahun sekali, sekalipun tanah yang ditanami tersebut
panen lebih dari satu kali dalam setahun. Penduduk asli harus membayar
dalam jumlah tertentu untuk panen yang dihasilkan pada bendahara
muslim. Sekalipun mereka pada akhirnya memeluk Islam, namun
ketentuan kharaj ini tetap berlaku. 47
(f) Baitul Maal
Pada tahun ke-16 H, Abu Hurairah dan Amil Bahrain mengunjungi
madah dan membawa lima ratus ribu kharaj. Jumlah yang besar sehingga
khalifah mengadakan pertemuan dengan majelis Syura untuk bertanya
bagaimana pendapat mereka kemudian didapatkan hasil bersama bahwa
jumlah kharaj tersebut tidak untuk didistribusikan melainkan untuk
disimpan sebagai biaya cadangan, sebagai biaya angkatan perang,
kebutuhan untuk ummah 48 . Untuk tempat penyimpanan dana kharaj
tersebut, didirikanlah untuk pertama kalinya Baitul Maal yang regular dan
permanen, bertempat di ibukota kemudian dibangun pula cabang-cabang
di ibukota provinsi.
Setelah berhasil menaklukkan Syiria, Sawad dan Mesir,
penghasilan dari Baitul Maal benar-benar meningkat. Pasalnya, secara
tidak langsung Baitul Maal tersebut bertugas untuk pelaksanaan kebijakan
fiskal negara Islam dan Khalifah yang memiliki kekuasaan penuh atas
dana tersebut, namun khalifah juga tidak boleh menggunakan dana
tersebut untuk keperluan pribadinya. 49

47
Ibid, hlm. 135
48
Ummah adalah sebuah kata dan frasa dari bahasa Arab yang berarti:
masyarakat atau bangsa. Berasal dari bahasa Arab “amma-yaummu” yang berarti:
menuju, menumpu atau meneladani. Dari akar kata yang sama, terbentuk pula kata “um”
yang berarti: ibu, dan imam yang berarti pemimpin.
49
Ibid, hlm. 136
44

Ibn Khattab membangun Baitul Maal tersebut sebagai tujuan untuk


mengatur dan mengawasi harta serta urusan pengumpulan dan
pengeluaran harta. Dalam mengaturnya, Ibn Khattab membuat sebuah
buku induk, sebagai catatan pengawasan pengeluaran dengan cara: 1)
Menghitung orang-orang yang berhak mendapat gaji dan mendaftarkan
namanya di buku induk tersebut, untuk memastikan bahwa mereka sudah
tercantum dan sudah melakukan tugasnya. Bisa terlihat pula siapa yang
sudah mengambil dan belum mengambil, sehingga tidak bisa berbuat
curang. 2) Membatasi gaji dengan jumlah tahunan yang sudah tetap,
jumlah gaji tersebut sesuai dasar yang diberikan oleh Baitul Maal. 3)
Dengan dipilihnya para pengawas, pemimpin dan penjaga, agar dapat
menjamin sampainya hak kepada pemiliknya. Dengan cara diberikan gaji
tersebut kepada kepala daerah kemudian kepala daerah tersebut
memberikan kepada pihak yang berhak menerima gaji tersebut.
Peran dari buku induk tersebut juga sebagai pengawasan
pemasukan dari Baitul Maal, tidak hanya pengeluarannya saja. Pembuatan
dari buku induk tersebut menjadikan kemudahan dalam menentukan
pemasukan serta pengeluaran dana Baitul Maal, juga berguna untuk
menentukan jumlah pajak. Pajak yang diwajibkan tersebut adalah pajak di
atas tanah di Negara yang telah ditaklukkan dan Jizyah yang diwajibkan
atas harta ahli dzimmah, demikian pula dengan usyr perdagangan.
Pengawasan tersebut dilakukan melalui penyeimbangan akhir dari
angka-angka yang realistis, bagi masing-masing dari pemasukan juga
pengeluaran kemudian untuk dibandingkan dengan perkiraan yang pas.
Sehingga bisa terwujud apa yang diharapkan dan bisa diberantas jika ada
kelalaian. 50

50
Ibid, hlm. 139
45

3) Bidang Agama
(a) Shalat Tarawih
Pada malam di bulan ramadhan Ibn Khattab datang ke masjid dan
mendapati kaumnya saling berpencar melaksanakan shalat tarawih, ada
yang shalat sendirian dan adapula yang mengikuti salah seorang imam.
Melihat hal tersebut Ibn Khattab kemudian mengumpulkan kaumnya, dan
menyuruh mereka untuk shalat tarawih secara berjamaah.

Ibn Khattab berkata, “Demi Allah, seandainya kita kumpulkan mereka


pada seorang imam, itu lebih baik.” Dan Ibn Khattab akhirnya
menyuruh Ubay bin Ka‟ab untuk menjadi imam shalat tarawih. 51

(b) Hukuman 80 Kali Cambuk Bagi Peminum Khamr


Kebiasaan bangsa Arab sejak zaman Jahiliyah memang sudah
kental dengan perbuatan-perbuatan yang tidak semestinya, seperti
berzina, berjudi, dan meminum khamr. Setelah Nabi Muhammad diutus
sebagai seorang Nabi, barulah kebiasaan tersebut perlahan mulai surut,
terutama kebiasaan meminum khamr. Puncaknya adalah ketika turun ayat
tentang larangan meminum khamr, terdapat dalam QS. Al-Maidah ayat:
90-91:
ٞ ‫اب َو نٱۡلَ نز َل ٰ ُم ر نج‬ َ َ‫ّس َو نٱۡل‬ َ ‫ِيو َء َان ُي َٓا ْ إ ان َها ن‬ َ َ
َ
‫س ّن نِو ع َه ِل‬ ُ ‫ىص‬ ُ ِ ۡ‫ٱۡل نه ُر َوٱل ن َه ن‬ َ ‫يأ ُّي ٍَا اٱَّل‬
ٰٓ
ِ ِ
ُ َ ‫اَ ُ ُ ا‬ َ ُ ‫َ نَ ُ ُ ََا ُ ن ُن‬ َ‫ا ن‬
‫يد ٱلش ني َط ٰ ُو أن يَُك َِع ََ نۡ َيك ُم‬ ِ‫ إِنها ير‬٩٠ ‫ٱلشيطٰ ِو فٱجتن ِبَه لعلكم تفل ِحَن‬
‫ا َ َ ن‬
‫ٱلصل َٰةِِۖ ف ٍَل‬
‫ن ا‬ ُ
‫ّس َو َي ُص ادك نم َعو ذِن ِر ٱَّلل ِ َو َع ِو‬ ‫نَ ن َ ن َ ن‬ َٓ َ ‫نَ َ ََ َ نَن‬
ِ ِ ۡ‫ٱلعدٰوة وٱۡلغضاء ِف ٱۡله ِر وٱله‬
َ َ ُّ ُ َ
٩١ ‫يت ٍَُن‬ ‫أىتم ن‬

Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman


keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan
anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”
“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan
menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan
sholat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS. Al-Maidah [5] : 90-91)

51
Abdullah Munib El-Basyiry, Op.Cit., hlm 115
46

Namun pada masa kepemimpinan Ibn Khattab, akibat dari


penaklukkan wilayah dan orang-orang yang baru masuk agama Islam
belum banyak mempelajari agama Islam, banyak dari mereka yang
meminum khamr. Untuk mengatasinya, Ibn Khattab akhirnya mengambil
langkah yang tegas. Setelah bermusyawarah dengan beberapa sahabatnya,
mereka sepakat untuk memberikan hukuman sebanyak 80 kali cambukan
bagi peminum khamr. Setelah diberlakukan hukuman tersebut, tidak ada
seorangpun yang berani untuk mengingkarinya. 52
(c) Larangan Nikah Mut‟ah
Ibn Khattab telah memberikan larangan bahkan mengharamkan
nikah Mut‟ah, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah mengizinkan kita
tiga macam Mut‟ah, kemudian setelah itu beliau mengharamkannya.
Demi Allah, kalau ada seseorang melakukan kawin Mut‟ah, sedangkan
ia telah beristri, pasti ia akan saya hukum rajam dengan batu, kecuali
kalau ia bisa mendatangkan empat orang saksi kepadaku yang semuanya
menyatakan bahwa Rasulullah telah menghalalkannya lagi setelah
Rasulullah mengharamkannya.”53

4) Bidang Politik
(a) Pengangkatan Pejabat Negara
Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Ibn Khattab
mengangkat beberapa sahabat untuk membantunya dalam mengurus
pemerintahan. Tidak sembarang orang bisa ikut dalam pengangkatan
pejabat ini, Ibn Khattab memiliki kriterianya dalam menentukan pejabat
dalam pemerintahannya. Kriteria tersebut mengutamakan kejujuran,
keadilan, amanah dan etos kerja yang kuat.
Ibn Khattab mempercayakan jabatan strategis kepada para sahabat
senior seperti Ali bin Abi Thalib sebagai Qadhi (Hakim) Madinah,
52
Abdullah Munib El-Basyiry, Op.Cit., hlm. 160
53
Muhammad Abdul Aziz al-Halawi, Fatwa dan Ijtihad Umar bin Khattab,
(Surabaya: Risalah Gusti, 2003), hlm. 491
47

mengangkat Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai panglima wilayah Syam


mengantikan Khalid bin Walid. Ibn Khattab juga mengakat tokoh senior
54
(Assabiqunal Awwalun ) menjadi dewan Syura sebagai teman
bermusyawarah, kemudian menjadikan Zaid bin Tsabit sebagai Sekretaris
Negara.55
(b) Penanggalan Hijriyah
Setelah Ibn Khattab terpilih menjadi Khalifah menggantikan Abu
bakar Ash-Shiddiq, ia resah akan ihwal penanggalan yang menjadi dasar
pencatatan administrasi dalam pemerintahannya. Saat Ibn Khattab
diperlihatkan sebuah dokumen kesepakatan antara dua orang, dan tertulis
masa berlaku bulan Sya‟ban, tetapi tidak disertai angka tahun. Lantas Ibn
Khattab bertanya, “Bulan Sya‟ban kapan? Tahun lalu, tahun ini atau tahun
depan?”
Ibn Khattab akhirnya mengajak para sahabat untuk berkumpul dan
bermusyawarah tentang penanggalan tersebut. Banyak sahabat yang
berpendapat dan memberikan usulan, diantaranya adalah menetapkan
penanggalan berdasarkan kelahiran Rasulullah, adapula yang
mengusulkan berdasarkan peristiwa Isra Mi‟raj. Dari berbagai banyaknya
usulan dan pendapat para sahabat, usulan dari Ali bin Abi Thalib yang
akhirnya disepakati sebagai penetapan awal mula penanggalan hijriyah.

54
Assabiqunal Awwalun merupakan orang-orang yang pertama masuk agama
Islam. mereka adalah Khadijah, Ali bin Abi thalib, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Zaid bin
haritsah, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa‟ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin
ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abu Salamah, Arqam bin Abil Arqam, Utsman bin
Madz‟un, Ubaidillah bin harits, Zaid bin Zaid Amru, Asma bin AS-Shidiq, Khabab bin
Al-Arat Al-Khanza‟i, Amir bin Abi Waqqash, Mas‟ud bin Rabi‟ah, ulait bi Amru, Iyas in
Abi Rabi‟ah, Khunais bin Khuzaifah, Amir bin Rabi‟ah, Ja‟far bin Abi Thalib, Hathib bin
Harits, Mua‟mar bin Harits, Saib, Ramlah bin Abi Auf, Niham Nu‟aim bin Abdullah Al-
Adawi, Amir bi Fahirah, Khalid bin Sa‟id, Amimah, Abu Hudzaifah bin Utbah, Habib
bin Amr Al-Amiri, Abu Dzar Jundab bin Junadah, Amar bin Yasir, Abu Najih Amru bin
Abasah AS-Sulaimi, dan Shohin bin Sinan.
55
Adnani, Op.Cit., hlm. 28
48

Ali menuturkan bahwa perhitungan penanggalan hijriyah dimulai dari


peristiwa hijrahnya Rasulullah, mengingat peristiwa hijrah merupakan
peristiwa penting yang diketahui oleh seluruh umat muslim saat itu,
kemudian kesepakatan itu ditentukan sebagai penanggalan hijriyah. 56
(c) Penataan Administrasi Negara
Selain melanjutkan kebijakan yang dilakukan oleh Abu Bakar Ash-
Shiddiq, Ibn Khattab juga banyak melakukan terobosan baru dalam
kepemerintahannya. Ia banyak menerapkan kebijakan dari negara maju
untuk kembali diterapkan di negaranya. Salah satunya adalah dalam
penataan administrasi negaranya, Ibn Khattab mencontoh administrasi
yang sudah berkembang di Persia. Ibn Khattab membentuk majelis
permusyawaratan, anggota dewan dan memisahkan lembaga pengadilan.
Ibn Khattab juga membagi wilayah kekuasaan menjadi dua belas
propinsi, masing-masing pejabat dalam setiap propinsi memiliki
wewenang dan kewajiban sesuai dengan bidangnya. Untuk menghindari
terjadinya korupsi atau semacamnya, Ibn Khattab mendata seluruh
kekayaan para pejabat yang akan dilantik.
Susunan dewan eksekutif propinsi adalah sebagai berikut 57:
1. Gubernur (Wali), merupakan pejabat tertinggi pimpinan suatu
propinsi
2. Katib (Sekretaris Kepala)
3. Katib Ad-Diwan (Sekretaris Militer)
4. Shahib Al-Kharraj (Pejabat Perpajakan)
5. Shahib Al-Ahdats (Pejabat Kepolisian)
6. Shahib Bait Al-Maal (Pejabat Keuangan)

56
Abdullah Munib El-Basyiry, Op.Cit., hlm. 159
57
Ibid, hlm. 112
49

7. Qadhi (Hakim dan Pejabat Keagamaan)

(d) Penerapan Sistem Demokrasi Komprehensif


Ibn Khattab membentuk dua lembaga konsultatif. Pertama adalah
umum, membahas tentang masalah-masalah publik. Kedua adalah khusus,
membahas tentang persoalan pribadi.
Ibn Khattab menerapkan sistem demokrasi, terlihat pada kejadian
saat pemecatan para pejabat yang berlaku tidak adil atas laporan dari
rakyat. Ibn Khattab juga membentuk tim investigasi terhadap para pejabat
guna untuk menginformasi perihal kebenaran tersebut. Ibn Khattab juga
melakukan musyawarah dalam setiap keputusannya, ia selalu melibatkan
orang-orang penting dalam mengambil keputusan. 58
b. Kepribadian Kepemimpinan
Ibn Khattab merupakan seorang khalifah yang sangat banyak
sekali kepribadian baik yang dapat kita contoh sikap maupun sifatnya.
Kepribadiannya sungguh amat menakjubkan, ia adalah sosok pemimpin
hebat nan tangguh. Berikut adalah contoh dari kepribadian Khalifah Ibn
Khattab.
1. Kesederhanaannya
Ibn Khattab terkenal dengan kesederhanaannya sebagai seorang
Khalifah, di mana seharusnya seorang pemimpin terkenal dengan
kekayaan yang melimpah ruah, memiliki segalanya dengan segala
kebutuhan yang diinginkan. Namun Ibn Khattab begitu berbeda dari
kebanyakan seorang pemimpin, ia justru menanggalkan semua atribut
mewahnya, Ibn Khattab bahkan pernah tidak menerima pemberian
makanan mewah karena rakyatnya tidak bisa mendapatkan makanan yang
serupa dengannya, begitu mulia sekali rasa kesederhanaannya, hatinya

58
Adnani, Op.Cit., hlm. 31
50

yang begitu lembut, membuat para rakyatnya bangga memilliki seorang


pemimpin seperti dirinya. Bagi Ibn Khattab, kekayaan serta kemewahan
hanya akan memperberat hisabnya kelak di akhirat, maka dari itu, ia rela
melepaskan segala bentuk kemewahan. 59
2. Kedermawanannya
Abu Dawud dan At-Tirmidzi meriwayatkan dari Umar bin Khattab, ia
berkata, “Rasulullah menyuruh kami untuk mengeluarkan sedekah.
Kebetulan saat itu saya sedang memiliki harta. Lalu saya katakan, “Hari
ini saya akan mengalahkan Abu Bakar, di mana saya tidak pernah
mengalahkan Abu Bakar sebelum ini. Saya datang kepada Rasulullah
untuk menginfakkan separuh dari harta milik saya. Rasulullah bertanya
kepada saya: “Lalu apa yang kau sisakan untuk keluargamu?”. Saya
katakan kepada Rasulullah bahwa saya meninggalkan seperti apa yang
saya infakkan. Kemudian Abu Bakar datang kepada Rasulullah dengan
menginfakkan seluruh hartanya. Rasulullah menanyakan kepadanya,
“Lalu apa yang kau sisakan untuk keluargamu?”. Abu Bakar menjawab,
“Saya menyisakan untuk mereka Allah dan Rasulullah”. Kemudian saya
berkata setelah itu bahwa saya tidak mungkin dapat mengalahkan Abu
Bakar dalam segala hal untuk selamanya.

Ibn Khattab selalu berlomba dengan Abu Bakar untuk


menginfakkan hartanya dijalan Allah, dan ia ingin dapat mengalahkan
Abu Bakar dalam hal ini. 60
3. Rendah Hati dan Rasa Takut Kepada Allah
Setelah menjadi Khalifah, Ibn Khattab berupaya untuk mengubah
karakternya yang buruk menjadi baik. Dan ia berhasil untuk
mengubahnya, Ibn Khattab yang semula kasar menjadi lemah lembut,
yang semula galak menjadi pemaaf dan rendah hati. Sifat rendah hatinya
tercermin dalam sebuah kisah.

59
Rosmaniar, Skripsi: “Kebijakan Umar bin Khattab Dalam Menanggulangi
Kemiskinan”, (Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2010), hlm. 12
60
Ibid, hlm. 13
51

Suatu ketika, Ibn Khattab berjalan di bawah terik matahari sambil


menutupkan kain di atas kepalanya untuk menghalangi panas. Tiba-tiba
seorang pemuda yang menunggang keledai melintas di dekatnya. Sang
Khalifah memanggil pemuda itu dan meminta agar bisa turut menaiki
keledainya. Begitu pemuda itu tahu bahwa yang memanggilnya adalah Ibn
Khattab, seorang Khalifah yang berjalan kaki tanpa pengawal, dia
langsung melompat dan turun dari keledainya. Dengan penuh hormat,
pemuda itu mempersilahkan Ibn Khattab naik keatas punggung keledai,
“Silahkan naik, wahai Amirul Mukminin!”. Namun khalifah yang rendah
hati itu tidak berkenan, Ibn Khattab hanya meminta untuk dibonceng di
belakang pemuda itu.61
Ibn Khattab terkenal dengan sikap wara‟, rasa takutnya kepada
Allah melebihi dari apapun hal yang menakutkan di dunia ini. Abdullah
bin Umar berkata, “Aku tidak pernah melihat Ibn Khattab marah lalu sebut
nama Allah disisinya atau seseorang membaca ayat Al-Qur‟an, melainkan
marahnya akan berhenti dan segera mengurungkan niatnya.”
Muhammad bin Sirin Rahimahullah berkata, “Suatu hari mertua
Ibn Khattab datang menemuinya, lalu ia meminta supaya Ibn Khattab
memberinya sejumlah uang dari Baitul Maal. Kemudian Ibn Khattab
membentaknya seraya berkata, “Engkau ingin agar aku menghadap Allah
sebagai raja yang berkhianat?” Kemudian Ibn Khattab memberinya dari
hartanya sendiri sebanyak sepuluh ribu dirham. 62
4. Peduli Terhadap Anak-anak dan Janda
Ibn Khattab memberikan hak-hak terhadap anak-anak semenjak
mereka di sapih, ia menetapkan subsidi untuk anak yang sedang menyusu
sebesar seratus dirham. Manakala beranjak besar menjadi dua ratus

61
AbdullahMunib El-Basyiry, Op. Cit, hlm.133
62
Ibid, hlm. 14
52

dirham, kemudian ia mengubahnya kembali dan menetapkannya menjadi


semenjak lahir, anak-anak sudah mendapatkan subsidinya.
Hal ini terjadi karena Ibn Khattab pernah melihat seorang wanita
yang tergesa-gesa dalam menyapih anaknya, ketika ditanya mengapa, ia
menjawab karena Ibn Khattab memberikan subsidi kepada anak-anak yang
sudah disapih. Jawaban wanita tersebut begitu menohok bagi Ibn Khattab,
menyadarkan dirinya terhadap kebijakan yang telah dibuatnya itu. Ibn
Khattab berkata seusai sholat, “Berdosalah Ibn Khattab! Betapa banyak
anak-anak kaum muslimin yang ia bunuh.”
Kemudian Ibn Khattab meminta kepada seorang sahabat untuk
mengumpulkan kaum muslimin dan mengatakan kepada mereka,
“Janganlah terburu-buru untuk menyapih anak-anak kalian. Sebab kami
telah menetapkan subsidi untuk anak yang baru lahir.”
Rasa peduli Ibn Khattab tidak hanya terhadap anak-anak saja,
namun juga kepada para janda. Oleh karenanya, Ibn Khattab juga
menetapkan subsidi bagi para janda, dan ia selalu berusaha agar mereka
selalu mendapatkan haknya.
Bentuk rasa peduli Ibn Khattab tersebut sebagaimana telah disebut
oleh Rasulullah dalam sabdanya:
‫سبُهُ يَ ْفت ُُر يُ ْف ِت ُر‬ َ ‫س ِكي ِْن كَا ْل ُمجَا ِه ِد‬
ِ ْ‫سبِ ْي ِل َواح‬ ْ ‫َوا ْل ِم‬
)‫( بخاري و مسلم‬
Artinya: “Penyantun para janda dan orang-orang miskin bagaikan
mujahid yang berperang dijalan Allah. Aku (perawi) menyangka
beliau bersabda, “Bagaikan orng-orang yang menegakkan shalat
malam terus menerus dan berpuasa tak terputus-putus.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
53

5. Seorang pemimpin yang tegas


Ketika menjabat sebagai seorang khalifah, Ibn Khattab selalu
bersikap tegas terhadap para gubernur, karena ia takut jika para
gubernurnya bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Untuk itu,
Ibn Khattab selalu bersikap terbuka terhadap para rakyatnya, baik yang
beragama Islam ataupun tidak. Ibn Khattab sangat memperhatikan
rakyatnya, terutama kaum muslimin, baik dari segi kehidupannya,
kesejahteraan, maupun harta kaum muslim. 63

63
Rafid Abbas, “Ijtihad Umar bin Khattab Tentang Hukum Perkawinan
Perspektif Kompilasi Hukum Islam”, dalam Jurnal AL-HUKAMA: The Indonesian
Journal Of Islamic Family Law, Vol. 04 No. 02, Desember 2014, Hlm. 479

Anda mungkin juga menyukai