Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY.

L
DENGAN GAWAT NAFAS DI RUANGAN IPN
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

Disusun oleh:

KELOMPOK III

Putri Nabila
Ikke Gustianti

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
2

HALAMAN PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada kasus ini telah disetujui untuk diseminarkan


Dihadapan tim preseptor akademik dan klinik
Program Studi NERS Fakultas KeperawatanUniversitas Riau

Pekanbaru, Oktober 2023

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Oswati Hasanah, M.Kep., Sp.Kep.An Ns. Christina Simorangkir, S.Kep

Fasilitator Koordinator

Ns. Sri Wahyuni Amri, S.Kep Ns. Syeptri Agiani Putri, M.Kep
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gawat napas adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami kesulitan


bernapas, yang disertai dengan gejala klinis berupa laboured breathing (usaha ebih
untuk bernapas). Penyebab utama dari kegawatan nafas bayi/ Neonatal Respiratory
Distress adalah paru-paru bayi belum cukup untuk berkembang dengan penuh akibat
defisiensi surfaktan. Surfaktan membantu paru mengembang dan melindungi kantong
udara dari kollap paru. (Feptriyanto, 2019) .Penilaian fungsi pernafasan secara adekuat
dapat dilihat dari nilai perubahan skor down, gerak fisik bayi, dan juga analisa gas darah
arteri. Pemeriksaan skor down adalah pemeriksaan yang dilakukan pada bayi yang baru
lahir, yang bertujuan untuk mengevaluasi status gawat nafas. Perawat dan ahli terapi
harus mengerti kebutuhan pernafasan yang spesifik atau manjemen lanjut sesuai dengan
jenis atau derajat gangguan pernafasan.
Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi adekuat. Kejadian pola nafas tidak efektif dapat dijumpai pada pasien dewasa
maupun anak. Keefektifan jalan napas sangat dipengaruhi oleh keadaan sistem
kesehatan paru. Beberapa kelainan sistem pernapasan seperti obstruksi jalan napas, atau
keadaan yang dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas, infeksi jalan napas, serta
gangguan gangguan lain yang dapat menghambat pertukaran gas, empisema dan
bronchitis kronis. Hal ini perlu diantisipasi dan di tangani dengan baik agar tidak terjadi
kegawatan napas. Pada kasus pernafasan yang sering dijumpai pada anak adalah
sindrom gawat nafas atau Respirasi Distress Syndrom (RDS) yang merupakan gangguan
pernafasan sering terjadi pada bayi dengan tanda-tanda takipnue (>60x/menit), retraksi
dada, sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum
gestasi 29 minggu mengalami RDS Di dalam (NURIYANTI, 2017) Syndrome distress
pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane
Disease (HMD) (Suriadienta Yulianni, 2006) RDS adalah penyakit paru yang akut dan
berat, terutama menyerang bayi-bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5%
bayi-bayi cukup bulan (workneh, 2017).
Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan sindrom gawat nafas yang
disebabkan oleh kurangnya surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa
kehamilan yang kurang. RDS juga dapat disebut hyaline membrane didease (HMD).
4

RDS terjadi karena adanya atelektasis alveoli, edema, kerusakan sel sehingga dapat
menyebabkan terjadinya bocornya serum protein ke dalam alveoli yang menghambat
fungsi surfaktan. Surfaktan merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan
dinding alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan paru mencapai maksimum pada usia
kehamilan ke 35 minggu (fida & maya, 2018).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sindrom gawat nafas adalah gangguan pada sistem
pernafasan yang disebabkan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan Pasien dengan gawat nafas di
Ruangan IPN di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan gawat nafas
b. Mampu merumuskan diagnosa pada pasien dengan gawat nafas
c. Mampu melakukan intervensi pada pasien dengan gawat nafas
d. Mampu melakukan implementasi pada pasien dengan gawat nafas
e. Mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan gawat nafas

C. Manfaat Penulisan
1. Penulis
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien gawat nafas.
2. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk pengembangan
ilmu dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan gawat nafas
3. Masyarakat (Keluarga/Pasien)
Diharapkan dapat menjadi masukan dan menambah wawasan masyarakat
dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi melakukan pemeriksaan,
pencegahan, dan perawatan pada keluarga atau penderita gawat nafas
4. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadi refere nsi dan evaluasi dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien di RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan adalah
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi
yang baru lahir dengan masa gestasi kurang. Sindrom distres pernapasan adalah
perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser
(Yosefa, 2019). Sindrom distres pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis,
radiologis, dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidak maturan paru
dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan
udara diantara usaha napas. Respiratory distress syndrome adalah suatu bentuk
gagal nafas yang ditandai dengan hipoksemia, penurunan compliance paru,
dispnea, edema pulmonal bilateral tanpa gagal jantung dan infiltrat yang
menyebar. Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala
yang terdiri atas dispnea, frekuensi pernafasan yang lebih dari 60 kali permenit,
adanya sianosis, adanya rintihan pada saat ekspirasi (ekspiratory grunting), serta
adanya retraksi suprasternal, interkostal, dan epigastrium saat inspirasi. Penyakit
ini adalah penyakit membran hialin, dimana terjadi perubahan atau berkurangnya
komponen surfaktan pulmonal (zat aktif alveoli yang dapat mencegah kolaps
paru dan mampu menahan sisa udara pada akhir ekspirasi) (Hidayat, 2008). Jadi
berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS adalah
penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan sel untuk
menghasilkan surfaktan yang memadai
B. Etiologi
Faktor predisposisi terjadinya sindrom gawat napas pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang. Pengembangan
kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga
paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologis paru
sehingga daya pengembangan paru menurun 25% dari normal, pernapasan
menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa
surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap tetap
6

mengembang (Hasan, 2018).Sindrom gawat napas biasanya terjadi jika tidak


cukup terdapat suatu substansi dalam paru-paru yang disebut surfaktan.
Surfaktan adalah suatu substansi molekul yang aktif dipermukaan alveolus paru
dan diproduksi oleh sel-sel tipe II paru-paru. Surfaktan berguna untuk
menurunkan tahanan permukaan paru. Surfaktan terbentuk mulai pada usia
kehamilan 24 minggu dan dapat ditemukan pada cairan ketuban. Pada usia
kehamilan 35 minggu, sebagian besar bayi telah memiliki jumlah surfaktan yang

Menurut Suriadi dan Yulianni etiologi dari gawat nafas yaitu:

1) Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.

2) Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan


pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.

3) Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh
makrofag.

4) Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.

5) Adanya kelainan di dalam dan di luar paru. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit membran hialin (PMH).

6) Bayi prematur atau kurang bulan. Diakibatkan oleh kurangnya produksi


surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi
RDS
C. Patofisiologi

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan


oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang
sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru
menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi
berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
7

yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan


mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan
tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang
D. Manifestasi klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan
kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.
Gejala klinikal yang timbul yaitu adanya sesak nafas pada bayi prematur segera
setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping
hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-
96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel
stadium RDS yaitu
1) Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
2) Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran air
bronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi
bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
3) Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah: pernapasan cepat, pernapasan
terlihat parodaks, cuping hidung, apnea, murmur dan sianosis pusat
E. Komplikasi
Menurut Suriadi 2010 (dalam Mugihhardi, 2020) komplikasi yang
kemungkinan terjadi pada gawat nafas yaitu:
1) Kebocoran alveoli
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema interstitial),pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya
asidosis yang menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan
invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular, perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada
bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
8

4) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)


Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi
dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya
masa gestasi.
5) Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan
masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada respiratory distress syndrome
1) Tes Kematangan Paru
a) Tes Biokimia
Paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai
tolok ukur kematangan paru.
b) Test Biofisika
Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok cairan
amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan
gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam
empedu dan asam lemak bebas. Bila didapatkan ring yang utuh dengan
pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion: ethanol) merupakan
indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai
prediksi positip yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya
neonatal RDS.
2) Analisis Gas Darah
Gas darah menunjukkan asidosis metabolik dan respiratorik bersamaan
dengan hipoksia. Asidosis muncul karena atelektasis alveolus atau over distensi
jalan napas terminal.
3) Radiografi Thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran
ground-glass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek.
Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkiolus yang terisi
udara didepan alveoli yang kolap. Bayangan jantung bisa normal atau membesar.
9

Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes maternal, patent


ductus arteriosus (PDA), kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini
mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang
adekuat
G. Penatalakanaan
Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
1) Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan
berbagai efek pada sistem kardiopulmonal. Ventilasi mekanis adalah membaiknya
kondisi klinis pasien dan optimalisasi pertukaran gas dan pada FiO2 (fractional
concentration of inspired oxygen) yang minimal, serta tekanan ventilator atau
volume tidal yang minimal.
2) Terapi surfaktan
Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah surfaktan sintetis dan
surfaktan natural yang berasal dari ekstrak paruparu sapi atau dari bilas paru-paru
domba atau babi. Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi
lahir apabila bayi mengalami respiratory distress syndrome yang berat.
Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah dosis
awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30% atau
lebih. Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan
menggunakan nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT
memungkinkan distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai ke bagian perifer
paru-paru, efektivitas nya lebih baik dan efek samping yang dapat ditimbulkan
lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan
nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan
postural drainage
3) Continuos Positive Airway Pressure (CPAP)
Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) adalah merupakan suatu alat untuk
mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama pernafasan
spontan. CPAP merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif untuk tatalaksana
respiratory distress pada neonatus. Penggunaan CPAP yang benar terbukti dapat
menurunkan kesulitan bernafas, mengurangi ketergantungan terhadap oksigen,
membantu memperbaiki dan mempertahankan kapasitas residual paru, mencegah
obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah kollaps paru, mengurangi apneu,
bradikardia, dan episode sianotik (Effendi & Ambarwati, 2014).
10

H. Intervensi
1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan

Ventilasi-Perfusi.

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka pertukaran

gas membaik.

Kriteria Hasil :

a. Dispnea menurun.

b. Nafas cuping hidung menurun.

c. Takikardia membaik.

d. Sianosis membaik.

Intervensi Keperawatan :

1) Monitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya nafas

Rasional : Untuk meminimalisir perburukan kondisi pernafasan

pasien.

2) Monitor pola nafas

Rasional : Untuk mengetahui pola nafas pasien yang tidak efektif

(misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul).

3) Monitor saturasi oksigen

Rasional : Untuk mengetahui kadar oksigen di dalam darah


11

4) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

Rasional : Agar dapat memantau respirasi pasien secara berkala.

5) Dokumentasikan hasil pemantauan

Rasional : Agar dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk

perencanaan asuhan keperawatan.

2. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Imaturitas Neurologis

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka pola nafas

efektif.

Kriteria Hasil :

a. Frekuensi nafas membaik.

b. Penggunaan otot bantu nafas menurun.

c. Pernafasan cuping hidung menurun.

d. Parameter oksigen yang adekuat.

Intervensi Keperawatan :

1) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)

Rasional : Untuk mengetahui pola nafas pasien yang tidak efektif.

2) Monitor bunyi nafas

Rasional : Untuk mengetahui tambahan suara nafas (mis. gargling,

mengi, wheezing, ronchi atau pada bayi dengan RDS akan terdengar

suara merintih (grunting) pada saat ekspirasi).

3) Pertahankan kepatenan jalan nafas

Rasional : Agar dapat mempertahankan atau memperbaiki pola nafas.

4) Berikan oksigen
12

Rasional : Untuk menurunkan distress respirasi dan sianosis.

5) Posisikan semi fowler atau fowler

Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan

pernafasan.

3. Resiko Hipotermia berhubungan dengan Berat Badan Lahir Rendah

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan maka

termoregulasi neonatus membaik.

Kriteria hasil :

a. Suhu tubuh membaik.

b. Suhu kulit menurun.

c. Frekuensi nadi menurun.

d. Ventilasi menurun.

e. Konsumsi oksigen meningkat.

Intervensi Keperawatan :

1) Monitor suhu tubuh

Rasional : Untuk memantau suhu tubuh pasien (36,5oC – 37oC).

2) Identifikasi penyebab hipotermia

Rasional : Untuk mengetahui penyebab terjadinya hipotermia, pada

bayi dengan BBLR disebabkan karena kurangnya

jaringan lemak subkutan.

3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia

Rasional : Untuk mengetahui tanda gejala terjadinya hipotermia

(misalnya pada hipotermia ringan, tanda gejalanya yaitu

takipnea).
13

4) Sediakan lingkungan yang hangat

Rasional : Agar lingkungan yang ditempati bayi tetap hangat seperti

inkubator.

5) Lakukan penghangatan pasif

Rasional : Untuk memberikan kehangatan bagi tubuh bayi.

4. Resiko Infeksi ditandai dengan Ketidak adekuatan Pertahanan

TubuhSekunder : Leukopenia

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka tingkat infeksi

menurun

Kriteria Hasil :

a. Demam menurun (suhu 36,5℃-37,5℃)

b. Kemerahan menurun

c. Kadar darah sel putih menurun

d. Kultur darah membaik

Intervensi Keperawatan :

1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Rasional : Memantau tanda gejala terjadinya infeksi

2) Berikan perawatan kulit pada pada area edema

Rasional : Dapat membantu mencegah terjadinya infeksi yang lebih

luas.

3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan

lingkungan pasien

Rasional : Untuk menjaga kebersihan lingkungan pasien.

4) Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi


14

Rasional : Untuk mencegah terjadinya resiko infeksi.

5. Resiko Perdarahan berhubungan dengan Trombositopenia

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka

tingkat perdarahan menurun.

Kriteria Hasil :

a. Hemoglobin membaik (normal 14.9 – 23.7 g/dL)

b. Hematokrit membaik (normal 3.70 – 6.50 %)

c. Trombosit membaik (normal 150 – 450 10^3/µL )

d. Kelembapan membran mukosa

meningkat Intervensi Keperawatan :

1) Monitor tanda dan gejala perdarahan

Rasional : Untuk mengetahui tanda gejala terjadinya perdarahan.

2) Monitor nilai hemoglobin, hematokrit, trombosit

Rasional : Untuk mengetahui nilai kadar hemoglobin,

hematokrit dan trombosit dalam rentang normal

atau tidak.

3) Kolaborasi pemberian produk darah

Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan darah

4) Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien

Rasional : Agar dapat memantau kondisi pasien secara berkala.

5) Dokumentasi hasil pemantauan

Rasional : Agar dapat melakukan perencanaan tindakan

asuhankeperawatan selanjutnya.
15

I. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang di

hadapi kedalam suatu kasus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan

kriteria hasil yang diharapkan. Dalam pelaksanaan implementasi meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan

sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru (Ilmi dkk, 2019).

J. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahapan akhir yang ada di dalam proses

keperawatan dimana tujuan dari evaluasi adalah untuk menilai apakah

tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak. Untuk

mengatasi suatu masalah dari klien pada tahap evaluasi ini perawat dapat

mengetahui seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan

pelaksanaan sudah tercapai yang telah dilakukan oleh perawat (Ilmi dkk,

2019).
16

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan
1. Gambaran Kasus
a. Analisis Kasus
Nama : By. L
Umur : 1 Hari
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal pengkajian : 04 Oktober 2023
Diagnosa medis : Gawat Nafas+Premature + BBLR+Hipospadia
BB Lahir : 990 gr
Panjang bayi : 36,5 cm
Usia gestasi : 29-30 minggu
b. Ringkasan masuk klien
Bayi masuk tanggal 04 Oktober 2023 Bayi lahir dengan prematur, tidak
langsung menangis dan tonus lemah. Nilai Apgar 7/9. Setelah dilakukan
langkah awal pasien menangis kuat. Lalu dipasang CPAP 7/30.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 04 oktober 2023 By.L (1 Hari)
menggunakan CPAP 7/30 dengan Spo2 98%. Bayi dalam keadaan sadar,
sesak masih ada, suhu 37,0 ℃, nadi 90 x/menit, BB saat ini adalah 990 gr,
dan lingkar kepala 26,9 cm, LILA 8 cm, GDS: 134 mg/dl
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
- Nadi : 90 x/menit
- RR : 35 x/menit
- Suhu : 36,7⁰c
- BB saat ini : 990 gr
- Kepala : Lingkar kepala : 26,5 cm, bersih
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, mata simetris
17

- Hidung : Tidak ada lesi dan simetris


- Mulut : Mukosa bibir kering
- Gigi : Belum ada gigi
- Telinga : Simestris, bersih, tidak ada masalah
b. Leher : Tidak terdapat pembesaran kelejar getah bening
c. Dada
- Inspeksi : Terdapat penggunaan otot bantu napas, bayi merintih
d. Abdomen
- Inspeksi : Bersih tidak ada luka
- Auskultasi : Bising usus terdengar samar
- Palpasi : Teraba normal
- Perkusi : Terdengar timpani pada abdomen
e. Genitalia : Tidak terpasang kateter
f. Ekstremitas : Gerakan kaki dan tangan baik, terpasang infus
nnnnnnnnnnnnnnnnnnditangan kanan
g. Punggung : Tidak ada kelainan tulang belakang, tidak ada

Decubitus

h. Neurology : Tidak ada kejang, tidak ada cedera kepala

3. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Penunjang


a. Laboratorium (25/11/2022)
Pemeriksaan Nilai Normal Intepretasi
Darah Lengkap
Hemoglobin : 18,6 g/dL 14,9-23,7 Hb Normal
Leukosit : 8,69 10^3/цL 10,00-10,80 Low
Trombosit : 146 10^3/цL 150-450 Low
Eritrosit : 4,39 10^6/цL 3,70-6,50 Normal
Hematokrit : 55,2 % 47,0-75,0 Hematokrit Normal
18

ANALISIS DATA

Dat Etiologi Masalah


a
Keperawatan
DO: Penggunaan otot Pola nafas tidak
- Bayi tampak sesak, retraksi bantu nafas efektif b.d
dada ↓ Hambatan
- Terdapat penggunaan otot
Pola nafas abnormal upaya nafas
bantu nafas

- Spo2 99%
- Terpasang alat bantu nafas Pola nafas tidak
Cpap 7/30 efektif
- RR : 55 x/menit
- GDS : 134 mg/hg
- Leukosit : 8,69 10^3/цL
Trombosit : 146 10^3/цL (L)
DO: Usia gestasis 29-30 Resiko defisit
- Bayi terpasang OGT dengan ↓
nutrisi d.d
berisi cairan kehijauan dan Ketidak mampuan
berbuih menelan ketidak
- Bayi NPO (Nothing Per Oral) ↓
mampuan
- Usia gestasis 29-30 Resiko defisit nutrisi
- Belum ada reflek menelan dan menelan
menghisap
- BB Lahir : 990 gr
- BB sekarang : 1035gr
19

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d Hambatan upaya nafas
2. Resiko defisit nutrisi d.d ketidak mampuan menelan

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
SLKI SIKI
Keperawatan
1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
efektiff (I.01014)
tindakan keperawatan
(D.0005)
Observasi
selama 2x24 jam pola
nafas dapat membaik, - Monitor frekuensi,
dengan kriteria hasil: irama, kedalaman dan

- Ventilasi semenit upaya napas

dalam batas - Monitor pola napas

normal (seperti bradipnea,


takipnea, hiperventilasi,
- Kapasitas vital
Kussmaul, Cheyne-
membaik
Stokes, Biot, ataksik)
- Kapasitas thoraks
- Monitor adanya
anterior-posteilor
produksi sputum
- Tekanan ekspirasi
- Monitor adanya
berkurang
sumbatan jalan napas
- Tekanan inspirasi
- Palpasi kesimetrisan
membaik
ekspansi paru
- Dispnea berurang
- Auskultasi bunyi napas
- Penggunaan alat - Monitor saturasi
bantu napas oksigen
menurun - Monitor nilai AGD
- Pemanjangan fase - Monitor hasil x-ray toraks
ekspirasi menurun
Terapeutik
- Pernapasan cuping
hidung membaik - Atur interval

- Frekuensi napas pemantauan respirasi

membaik sesai kondisi pasien


- Dokumentasikan hasil
- Kedalaman napas
pemantauan
20

membaik
- Ekskursi dada
membaik

2. Resiko defisit Setelah dilakukan Observasi


nutrisi - Identifikasi status
tindakan keperawatan
(D.0032)
nutrisi
selama 2x24 jam
- Identifikasi alergi dan
asupan nutrisi untuk
intoleransi
metabolisme dapat
- Identifikasi perlunya
membaik, dengan
penggunaan selang
kriteria hasil:
nasogastrik
- Berat badan
- Monitor asupan intake
meningkat
- Asupan nutrisi - Monitor berat badan

terpenuhi - Monitor hasil


pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
- Berikan cairan sesuai
dengan intake yang
diindikasikan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan, jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
21

D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Diagnosa
Tgl/Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan
04/10/2023 Pola nafas tidak - Mencegah S:-
efektif O:
adanya
- Tampak
sumbatan
retraksi
jalan nafas
dinding dada
- menjaga
kecepatan - TTV

aliran RR: 32x/menit

oksigen, S: 36,50 C

posisi alat N: 111 x/menit

terapi oksigen Spo2 : 96%

- merubah A : pola nafas tidak

posisi bayi efektif belum


teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan :
- Monitor airway
- Monitor TTV
setiap / 3 jam
Resiko defisit - Manajement S:-
nutrisi O:
berat badan
- BB lahir : 990 gr
- Monitor A: Masalah teratasi
sebagian
intake dan
P: Intervensi
ourput dilanjutkan

05/06/2023 Pola nafas tidak - Monitor S:-


efektif O:
adanya
- Sesak masih
sumbatan
ada
jalan nafas
- Monitor - TTV
Spo2: 99%
kecepatan
RR: 55x/menit
aliran oksigen
S: 36,70 C
- Monitor
N: 123 x/menit
22

posisi alat
A : pola nafas tidak
terapi oksigen
efektif belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
Resiko defisit - Manajement S:-
nutri O:
berat badan
- BB lahir : 990 gr
- Monitor - BB sekarang 1035
gr
intake dan
ourput - Bayi NPO
- Cairan lambung
masih kehijauan
dan berbuih
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Intervensi
dilanjutkan
06/09/2023 Pola nafas tidak - Monitor S:-
efektif O:
adanya
- Sesak sudah
sumbatan
berkurang
jalan nafas
- Monitor - TTV

kecepatan RR: 50x/menit

aliran oksigen S: 36,00 C


N: 100 x/menit
- Monitor
posisi alat Spo2 : 98%

terapi oksigen A : masalah teratasi


sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan
23

Resiko defisit - Manajement S:-


nutrisi O:
berat badan
- BB lahir : 990 gr
- Monitor - BB kemarin : 1035gr
- BB Sekarang : 1035
intake dan
gr
ourput A: Masalah teratasi
sebagian
P: Intervensi
dilanjutkan
24

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 04 Oktober 2023,
didapatkan bahwa By.L (1 hari) dirawat dengan diagnosa medis Gawat
Nafas+Premature+BBLR+Hipospadia. Pasien masuk dengan kondisi bayi lahir
prematur, usia getasisis 29-30 minggu, tidak langsung menangis dan tonus
lemah. Nilai Apgar 7/9. Setelah dilakukan langkah awal pasien menangis kuat.
Lalu dipasang CPAP 7/30. Saat dilakukan pengkajian bayi menggunakan
CPAP 7/30 dengan Spo2 99%. Bayi sudah dalam keadaan sadar, sesak masih
ada.
Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan. HR: 123 x/menit, RR:
55 x/menit, S: 36,7°C, BB lahir : 990 gr, BB sekarang : 990 gr. Konjungtiva
tidak anemis, bayi terpasang OGT dengan cairan lambung berwarna kehijauan
dan mulut berbuih. Pasien dengan nothing per oral (NPO). Mukosa bibir
kering.
25

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan didapatkan dari hasil pengkajian yang telah
dilakukan sebelumnya. Panduan yang digunakan ners muda FKp UNRI yaitu
Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia atau SDKI. Berdasarkan data yang
telah didapatkan, diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan untuk By. L,
dengan diagnosa medis Gawat Nafas+Premature+ BBLR+Hipospadia yaitu:
1. Pola nafas tidak efektif b.d Hambatan upaya nafas
2. Resiko defisit nutrisi d.d ketidak mampuan menelan
C. Intervensi Keperawatan
Penyusunan intervensi ini dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah
ditegakkan. Adapun pedoman dalam membuat intervensi berdasarkan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dengan panduan luarannya yaitu
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) yang disesuaikan dengan
keluhan dan keadaan pasien.

Intervensi yang dibuat oleh ners muda FKp UNRI ini mengacu kepada
kebutuhan pasien untuk mengatasi masalah yang dirasakannya saat pengkajian
serta dengan landasan teori. Rencana yang dibuat telah diprioritaskan sesuai
dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh pasien saat ini. Rencana pada
diagnosa pola nafas tidak efektif yaitu pemantauan respirasi, Monitor
frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas, monitor pola napas, monitor
adanya produksi sputum, monitor adanya sumbatan jalan napas, auskultasi
bunyi napas, monitor saturasi oksigen, monitor nilai AGD, monitor hasil x-ray
toraks. Rencana yang dilakukan pada diagnosa resiko defisit nutrisi yaitu
identifikasi status nutrisi, identifikasi alergi dan intoleransi, identifikasi
perlunya penggunaan selang nasogastrik, monitor asupan intake, monitor berat
badan, monitor hasil pemeriksaan laboratorium. Berikan cairan sesuai dengan
intake yang diindikasikan
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi ini merupakan tindakan yang dilakukan oleh ners muda yang
sedang melaksanakan profesi dalam memberikan asuhan keperawatam kepada
pasien untuk mengurangi atau mengatasi permasalahan yang dialami oleh bayi
dengan Gawat Nafas+Premature + BBLR+Hipospadia. Ketika memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien, ners muda berusaha sebaik mungkin untuk
26

dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai antara kebutuhan pasien


dengan teori yang ada.
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada By.L dilakukan pada tanggal
04 oktober 2023 di Ruang Instalasi Perawatan Neunatus (IPN). Implementasi
yang lakukan kelompok kepada By.L diantaranya adalah monitor adanya
sumbatan jalan nafas, lalu monitor kecepatan aliran oksigen, monitor posisi alat
terapi oksigen. Lalu untuk masalah resiko defisit nutrisi yaitu, monitor berat
badan dan juga monitor intake dan output.
Pada tahap implementasi tidak terdapat kesenjangan, namun terdapat
kendala hal ini dikarenakan penulis tidak selalu berada bersama pasien. Namun
hal ini dapat teratasi karena pasien dapat bekerja sama dengan baik, baik
dengan penulis, keluarga dan perawat. Sehingga pelaksanaan asuhan
keperawatan dapat dilakukan dengan baik.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dan catatan perkembangan merupakan bagian dari proses
keperawatan. Adapun penulis mengevaluasi setiap tindakan keperawatan yang
telah dilakukan. Pada tahap perkembangan, penulis tidak menemukan adanya
hambatan yang berarti. Pasien menunjukkan respon yang semakin membaik.
Adapun tindakan dari ners muda dalam menangani pola nafas pasien yaitu
teratasi sebagian dikarenakan pasien masi sesak namun sudah membaik, pada
diagnosa risiko defisit nutrisi teratasi karena berat badan pasien sudah
meningkat dan tidak ada penurunan berat badan.
27

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, D. I., & Septira, S. (2016). Nutrisi bagi Bayi Berat Badan Lahir Rendah
untuk Mengoptimalkan Tumbuh Kembang Nutrition for Low Birth Weight Infant to
Optimize Infant Growth and Development. Majority, 5(3), 151-155,
Aspaiani, RY. (2016) BukuAjar Asuhan Keperawatan Padapasion Gangguan
Kardiovaskuler aplikasi nic&noe. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kemenkes, P., & Jurusan, S. (2018). GANGGUAN POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF
PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) Wilantika Ida Wardani
1. Yuyun Setyorini 2. Akhmad Rifai 08. (Oktober), 98-114.
Mugihhardi., Handayani, MK (2020). Memberikan Terapi Oksigenasi Dalam
Mengurangi Ketidakefektifan Pola Nafas Pada Pasien Kongestif Jantung Kegagalan
(Chf) Di Ruang Icu/lecu Dr. SoedirmanKebumen, Perawatan Sains Jurnal (NSJ) P-
ISSN: 2722-4988 Volume 1. Nomor 1. Juni 2020 e-ISSN: 2722-5054 Hal 1-6
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
HasilKeperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPPPPNI.

Anda mungkin juga menyukai