Anda di halaman 1dari 4

Nama : Devita Sari Anggraeni Suwito

NIM : 049366956

Tugas 3 Pengantar Ilmu Politik

1. Prinsip checks and balances merupakan prinsip ketatanegaraan yang menghendaki


agar kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif sama-sama sederajat dan saling
mengontrol satu sama lain. Kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi, bahkan dikontrol
dengan sebaik-baiknya , sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat
penyelenggara negara ataupun pribadi-pribadi yang sedang menduduki jabatan dalam
lembaga-lembaga negara dapat dicegah dan ditanggulangi untuk menghindari
penyalahgunaan kekuasaan oleh seseorang atau institusi. Dengan adanya mekanisme
checks and balances ini masing-masing lembaga negara dapat mengawasi dan
mengimbangi kekuasaan lembaga lainnya. Hal ini sesuai dengan cita-cita reformasi
dan konstitusi, UUD 1945 demi terciptanya penyelengaraan negara yang jauh dari
kesewenang-wenangan dan akuntabel. Checks and balances ditandai dengan lahirnya
lembaga-lembaga negara baru pasca amandemen terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni, Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.
Pada masa Orde Baru, Indonesia hampir tidak mengenal adanya checks and balances.
Hal itu dikarenakan atas realitas kekuasaan yang terpusat pada Presiden (Setjen MPR
RI, 2003: 14). Sebelum amandemen UUD 1945, Presiden memiliki kekuasaan yang
sangat kuat (executive heavy) karena disamping mempunyai kekuasaan legislatif
untuk membentuk undang-undang juga menguasai cabang-cabang kekuasaan
yudikatif hal ini dapat dilihat dalam pemberian amesti, abolisi dan grasi.
Banyak kelemahan yang terkandung dalam UUD 1945, seperti:
- Kekuasaan eksekutif terlalu besar tanpa disertai oleh prinsip check and balances
yang memadai, sehingga UUD 1945 menguntungkan bagi yang menduduki
jabatan presiden,
- UUD 1945 memiliki rumusan ketentuan yang bersifat sangat sederhana, umum,
bahkan tidak jelas, kemudian menyebabkan banyak pasal yang menimbulkan
multi tafsir;
- Dalam UUD 1945, terdapat terlalu banyak yang menekankan pada semangat
penyelenggara negara;
- UUD 1945 memberikan atribusi kewenangan yang terlalu besar kepada presiden
untuk mengatur pelbagai hal penting dengan UU.

Kemudian dalam pasca-reformasi, pemerintah Indonesia melakukan upaya


perubahan dalam konsep sistem presidensial. Jimly Asshiddiqie menyimpulkan
bahwa pasca perubahan UUD 1945, dapat dikatakan terdapat 34 lembaga
Negara. Lembaga tersebut ada yang bersifat utama atau primer, dan ada pula yang
bersifat sekunder atau penunjang (auxiliary). Pada wilayah legislatif dan fungsi
pengawasan terdapat empat organ atau lembaga, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR),Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis permusyawaratan Rakyat
(MPR), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan pada wilayah
kekuasaan kehakiman, meskipun lembaga pelaksana atau pelaku kekuasaan
kehakiman itu ada dua, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, ada
pula Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas martabat, kehormatan, dan
perilaku hakim. Perubahan tersebut antara lain dengan mengurangi kuasa yang
cenderung koruptif pada lembaga kepresidenan (eksekutif), serta memberi porsi
yang lebih banyak pada parlemen (legislatif) untuk melakukan fungsi kontrol
terhadap kekuasaan presiden dan untuk menghindari pemerintah yang otoriter
seperti pemerintahan orde baru.

2. Terdapat beberapa praktek check and balance terhadap sistem demokrasi di Indonesia,
seperti:
- Dibentuknya badan legislatif, yudikatif dan eksekutif setelah terjadinya
amandemen UUD 1945.
- Penerapan sistem check and balances antara pihak eksekutif dan legislatif di
Kabupaten Kepulauan Selayar telah berjalan sesuai dengan koridor. Pihak
eksekutif dan legislatif saling bekerja sama, berdampingan, mengontrol
pelaksanaan seluruh kebijakan pemerintahan yang telah direncakan hingga bisa
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Seperti yang diketahui bahwa dalam
mengambil keputusan, harus ada persetujuan dari DPR, contoh dalam
penganggaran. Anggaran yang diusulkan oleh pemerintah di teruskan
kepemerintah daerah, lalu di bahas di DPR. Begitupun apa yang di inginkan oleh
masyarakat dibicarakan ke Pemerintah daerah dan sebagai wakilnya DPR
menyetujui keinginan masyarakat, itulah yang di namakan balances. Sedangkan
check itu apakah yang diusulkan pemerintah sudah sesuai dengan apa yang di
inginkan/dibutuhkan masyarakat.
- Dalam Pasal 11 UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI menyatakan (1)
Kapolri diangkat dan diberhentikan Presiden dengan persetujuan DPR dan (2) usul
pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada DPR
disertai dengan alasannya. Pola yang tidak begitu jauh berbeda dapat pula
ditemukan dalam pengisian Panglima TNI. Hal tersebut merupakan contoh check
and balances bahwa kewenangan bukan mutlak berdasarkan presiden saja, namun
dengan pertimbangan dan persetujuan badan legislatif.
Sumber:
- Sunarto, (2016), PRINSIP CHECKS AND BALANCES DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA.
- https://mpr.go.id/img/jurnal/file/250322_2017%20_%20Checks%20&%20Balances
%20dalam%20Sistem%20Ketatanegaraan%20Indonesia.PDF
- Jimly Asshiddiqie, (2006), Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.
- https://advokatkonstitusi.com/reformulasi-checks-and-balances-di-indonesia-analisa-
perubahan-kewenangan-presiden-dalam-sistem-presidensial-indonesia-pasca-
reformasi/3/
- Hidayat Andi D A, Hamsir, Rahmatiah HL. (2022). PENERAPAN PRINSIP CHECK
AND BALANCES DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI KABUPATEN
KEPULAUAN SELAYAR PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.
Diakses tanggal 04/06/2023 pukul 21.20 pada file:///Users/test/Downloads/22902-
Article%20Text-85284-1-10-20220615.pdf
- Isra, Saldi. (2013). Hubungan Presiden dan DPR. Diakses tanggal 04/06/2023 pukul
21.33 pada file:///Users/test/Downloads/melisafd,+2-Saldi+Isra%20(1).pdf

Anda mungkin juga menyukai