Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

memiliki ketangguhan fisik, mental yang kuat dan kesehatan prima disamping

penguasaan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) (Jalal,

1998). Salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah

terciptanya pembangunan kesehatan yang adil dan merata, yang mengupayakan agar

masyarakat berada dalam keadaan sehat secara optimal, baik fisik, mental, dan social

serta mampu menjadi generasi yang produktif (Departemen Kesehatan (Depkes),

2002).

Pembangunan kesehatan juga meliputi pembangunan berwawasan

kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pelayanan kesehatan

(Depkes, 2002). Berbagai masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat turut

mempengaruhi upaya pelaksanaan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, salah

satunya adalah masalah gizi. Ketidakseimbangan gizi dapat menurunkan kualitas

sumber daya manusia (Latief, 1999).

Gizi merupakan salah satu factor penentu utama kualitas sumber daya

manusia. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan pemenuhan kebutuhan

dasar manusia dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak

pembuahan sampai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan

1
kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan

penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif

(Depkes, 2002).

Menurut Muhammad dalam Tinneke (2008), kekurangan gizi menjadi

masalah yang umum terjadi di Negara-negara sedang berkembang. Di Kenya,

malnutrisi kronis merupakan masalah nasional dengan rata-rata 33% (TB/U) yang

menjelaskan seorang anak mewakili setiap 3 anak stunted (pendek) khususnya pada

anak dengan keadaan gizi jelek dan dampak dari pelayanan kesehatan anak yang

buruk. Kecenderungan yang terjadi di masa lalu adalah ketika memasuki masa

kekeringan, situasi berkembang ke arah yang mengkhawatirkan dimana terjadi

peningkatan proporsi 30%-40% anak menderita malnutrisi akibat keterbatasan

pangan dan penyakit-penyakit infeksi yang berkembang. Selain itu menurut World

Health Organisation [WHO] (2008) suatu studi yang dilakukan terhadap 1407 rumah

tangga pada dua distrit di Sindh, Pakistan menemukan prevalensi anak menggalami

malnutrisi akut yaitu sebesar 22%.

Masalah gizi utama di Indonesia masih di dominasi oleh masalah gizi

kurang yaitu kurang energi protein (KEP), anemia besi, gangguan akibat kekurangan

yodium (GAKY) dan kurang vitamin A (KVA). Disamping itu juga terdapat masalah

gizi mikro lainnya seperti defisiensi zink yang sampai saat ini belum terungkap

karena adanya keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi gizi (Supariasa, 2001).

Perhatian terhadap anak usia sekolah dasar (SD) semakin ditingkatkan,

terutama dalam hal yang berkaitan dengan masalah gizi. Perhatian terhadap kelompok

ini perlu, karena kenyataannya golongan ini merupakan sumber daya manusia yang

2
sangat potensial yang perlu diberikan perhatian, pembinaan dan pengawasan yang

sedini mungkin agar menghasilkan kualitas yang baik. Pertumbuhan anak yang baik

dalam lingkungan yang sehat penting untuk menciptakan generasi penerus yang

berkualits dan berpotensi (Santoso, 1999).

Menurut Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat,

2001, anak SD merupakan generasi penerus bangsa yang dapat membawa perubahan

bagi bangsa dan negara. Mereka merupakan kelompok yang rawan terhadap masalah

kurang gizi. Rendahnya status gizi anak-anak sekolah akan berdampak negatif pada

peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Masalah gizi pada anak usia

sekolah adalah masalah kesehatan yang menyangkut masa depan dan kecerdasan

serta memerlukan perhatian yang lebih serius. Anak sekolah dasar sedang mengalami

pertumbuhan secara fisik dan mental yang diperlukan guna menunjang kehidupannya

di masa datang, guna mendukung keadaan tersebut maka anak sekolah dasar

memerlukan kondisi tubuh yang optimal dan bugar, sehingga memerlukan status gizi

yang baik, dan anak sekolah dapat di jadikan perantara dalam penyuluhan gizi

keluarga dan masyarakat sekitarnya (Silitonga, 2011).

Lebih dari sepertiga (36,1%) anak usia sekolah di Indonesia menderita

gizi kurang (LIPI, 2004). Menurut Heri Praisindo (2007), berdasarkan data FAO

tahun 2006, sekitar 854 juta orang di dunia menderita kelaparan kronis dan 820 juta

diantaranya berada di negara berkembang. Dari jumlah tersebut, 350-450 juta atau

lebih dari 50% di antaranya adalah anak-anak, dan 13 juta di antaranya berada di

Indonesia (Septian, 2011). Hasil SKRT (survei kesehatan rumah tangga) 2004,

menunjukkan bahwa terdapat 18% anak usia sekolah dan remaja umur 5-17 tahun

3
berstatus gizi kurang. Prevalensi gizi kurang paling tinggi pada anak usia sekolah

dasar (21%). Berdasarkan hasil survei terhadap 600 ribu anak sekolah dasar di 27

provinsi menunjukkan bahwa anak sekolah yang menggalami gangguan pertumbuhan

berkisar antara 13,6% dan 43,7% (Jalal, 1998).

Hasil kegiatan pengukuran Tinggi Badan Anak Baru Sekolah (TB-ABS)

Tahun 2011 Puskesmas Sei Mesa pada SDN Seberang Mesjid 1 berdasarkan indeks

IMT/U menunjukkan bahwa anak sekolah yang menderita gizi kurang sebanyak

30,3%, gizi baik sebanyak 58,5%, resiko gizi lebih sebanyak 1.0% dan gizi lebih

sebanyak 11,1%. Menurut indeks TB/U diperoleh status gizi anak baru masuk

sekolah sangat pendek sebanyak 4,0%, pendek sebanyak 0% dan normal sebanyak

95,9%.

Menurut Sediaoetama dalam Semly, dkk (2011), ada banyak factor yang

mempengaruhi status gizi, diantaranya : konsumsi makanan, social budaya, social

ekonomi (pendapatan, pekerjaan), data demografi keluarga (jumlah keluarga, jumlah

anggota keluarga, dst). Kesehatan ibu dan anak (KIA), pengetahuan gizi, kesehatan

lingkungan dasar dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak sekolah dasar di SDN

Seberang Mesjid 1 Kecamatan Banajarmasin Tengah.

4
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dirumuskan apa sajakah

faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak sekolah dasar di SDN

Seberang Mesjid 1 Kecamatan Banjarmasin Tengah Kabupaten Banjarmasin Tahun

2011 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan status gizi

anak sekolah dasar di SDN Seberang Mesjid 1 Kecamatan

Banjarmasin Tengah Kabupaten Banjarmasin Tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi status gizi anak sekolah.

2. Mengukur tingkat pengetahan Ibu anak sekolah.

3. Mengidentifikasi tingkat pendidikan Ibu anak sekolah.

4. Menghitung tingkat pendapatan perkapita keluarga anak sekolah.

5. Mengidentifikasi jumlah anggota keluarga anak sekolah.

6. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan Ibu dengan status gizi

anak sekolah.

7. Menganalisis hubungan tingkat pendidikan Ibu dengan status gizi

anak sekolah.

5
8. Menganalisis hubungan tingkat pendapatan perkapita keluarga

dengan status gizi anak sekolah.

9. Menganalisis hubungan jumlah anggota keluarga dengan status

gizi anak sekolah.

1.4 Hipotesa

1.4.1 Ada hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu dengan status gizi anak

sekolah.

1.4.2 Ada hubungan antara tingkat pendidikan Ibu dengan status gizi anak

sekolah.

1.4.3 Ada hubungan antara tingkat pendapatan perkapita keluarga dengan

status gizi anak sekolah.

1.4.4 Ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi anak

sekolah.

6
1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Sekolah

Dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak

sekolah, sehingga akan lebih memperhatikan kesehatan melalui usaha

kesehatan sekolah.

1.5.2 Bagi Ibu Anak Sekolah

Dapat mengetahuai status gizi anaknya dengan beberapa faktor yang

mempengaruhinya, sehingga akan lebih memperhatikan kesehatan anaknya

dan termotivasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan anaknya

dengan sebaik-baiknya.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Usia Sekolah Dasar

Pada awal usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah dengan demikian anak-

anak ini mulai masuk ke dalam dunia baru, dimana dia mulai banyak

berhubungan dengan orang-orang luar di luar keluarganya, dan dia berkenalan

pula dengan suasana dan lingkungan baru didalam kehidupannya. Hal ini tentu

saja banyak mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pengalaman-pengalaman

baru, kegembiraan disekolah, rasa takut kalau-kalau terlambat tiba disekolah,

menyebabkan anak-anak ini sering menyimpang dari kebiasaan waktu makan

yang sudah diberikan kepada mereka (Moehji, 2003)

Ketika seorang anak pertama kali pergi ke sekolah maka anak ini menemui

kenyataan bahwa kebiasaan makan teman-temannya berbeda dengan kebiasaan

makan di rumah sehingga anak akan belajar membandingkan makanan yang

disukai dan dimakan oleh temannya dengan makanan di rumah. Hal ini

mungkin membuat anak tidak menyukai makanan tertentu di rumah

(Damayanti, 1996).

8
Masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar karena pada usia

tersebut anak sudah berusaha untuk mencapai sesuatu tetapi melalui aktivitas

bermain, yang hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu

melakukan aktivitas dalam usia sekolah anak sudah siap menjelajahi

lingkungannya, tata kerjanya, perasaan-perasaan, serta berusaha untuk dapat

menjadi bagian dari lingkungannya (Wardani, 2004).

Berbagai penyelidikan yang pernah dilakukan terhadap anak-anak sekolah

baik dikota-kota maupun dipedalaman Indonesia, didapatkan keyataan bahwa

pada umumnya berat dan tinggi badan rata-rata anak sekolah dasar ini berada

dibawah ukuran normal. Tidak jarang pula anak-anak ini ditemukan tanda-tanda

penyakit gangguan gizi baik dalam bentuk ringan, maupun dalam bentuk agak

berat (Moehji, 2003).

Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah gangguan gizi pada anak

adalah :

1. Anak pada usia ini umumnya sudah dapat memilih makanan

kesukaannya dan mana yang tidak disukainya

2. Dalam usia ini anak senang sekali jajan, kebiasaan ini bisa dibawa dari

rumah atau karena pengaruh lingkungan sehingga anak sengaja tidak

makan pagi dirumah

3. Setiba dirumah karena terlalu lelah bermain disekolah, anak-anak tidak

ingin makan lagi atau nafsu makan berkurang (Moehji, 2003).

9
Untuk mengatasi permasalah diatas dapat diusahakan pada anak, yaitu :

1. Sebelum anak berangkat sekolah anak harus makan pagi

2. Membawa bekal makanan yang berfaedah ke sekolah

3. Mendirikan warung sekolah yang menyediakan makanan yang

berkualitas baik serta terjamin kebersihannya

4. Pemberian makanan di sekolah (School – Feeding)

(Moehji, 2003).

Pengelompokkan usia pada anak sekolah, menurut Depkes RI tahun 1990 :

1. World Heath Organization (WHO), usia antara 7 tahun – 15 tahun

2. Jellife, usia antara 5 tahun – 15 tahun

3. Indonesia, usia antara 7 tahun - 12 tahun.

2.2 Status Gizi

Jahari (2002) mengungkapkan bahwa status gizi adalah keadaan

keseimbangan antara asupan (intake) dan kebutuhan (requipment) zat gizi.

Sedangkan menurut Supariasa, dkk (2001) status gizi yaitu ekspresi dari

keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari

nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

10
Pada umumya penilaian status gizi dapat dibagi dua cara yaitu secara

langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi : survey

antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Penilaian secara tidak langsung

meliputi survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Beberapa

faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode penilaian status gizi

adalah tujuan, unit sampel yang diukur, jenis informasi yang dibutuhkan,

tingkat reliabilitas dan akurasi yang dibutuhkan, tersedianya fasilitas dan

peralatan, ketenagaan serta dana. Cara biasa yang sering digunakan di Indonesia

untuk menentukan status gizi adalah dengan membandingkan angka

pengukuran yang diperoleh secara antropometri dengan baku antropometri

yang sesuai.

Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah :

1. Alatnya mudah digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan atas,

mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri

dirumah

2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan obyektif

3. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional,

juga oleh tenaga lain setelah dilatih

4. Biaya relative murah karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan

bahan-bahan lainnya

11
5. Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas (Cut of

points) dan baku rujukan yang sudah pasti

6. Secara ilmiah diakui kebenarannya.

Memperhatikan faktor diatas, maka di bawah ini akan diuraikan kenggulan

antropometri gizi sebagai berikut :

1. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sample

yang besar

2. Relative tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh

tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dan dapat melakukan

pengukuran antropometri. Kader gizi (posyandu) tida perlu seorang ahi

tetapi dengan peatihan singkat ia dapat melaksanakan kegiatan secara

rutin

3. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan di buat di

daerah setempat. Memang ada alat antropometri yang mahal dan di

import dari luar negeri, tetapi penggunaan alat itu hanya tertentu saja

seperti “Skin Fod Caliper” untuk pengukuran tebal lemak dibawah

kulit

4. Metode ini tepat dan akurat, arena dapat dibakukan

5. Dapat mendeteksi dan menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau

6. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi

buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas

12
7. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada

periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya

8. Metode antropometri gizi juga dapat digunakan untuk penepisan

kelompok yang rawan terhadap gizi (Supariasa, dkk, 2001).

Disamping keunggulan metode penentuan status gizi secara antropometri ,

terdapat pula beberapa kelemahan, yaitu :

1. Tidak sensitive karena metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi

dalam waktu singkat. Di samping itu tidak dapat membedakan

kekurangan zatgizi tertentu seperti zink dn Fe

2. Faktor diluar gizi (penyakit, genetic, dan penurunan penggunaan

energy) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran

antropometri

3. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi

presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi

4. Kesalahan ini terjadi karena :

a. Pengukuran

b. Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi

jaringan

c. Anaisis dan asumsi yang keliru

13
5. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan :

a. Latihan petugas yang tidak cukup

b. Kesalahan alat atau alat yang tidak ditera

c. Kesulitan pengukuran.

Konsep pertumbuhan dan perkembangan sebagai dasar antropometri gizi :

 Pertumbuhan :

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan dalam besar,

jumlah, ukuran, dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu, yang

diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang

(cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium

dan nitrogen tubuh). Menurut Jelliffe D.B. (1989) pertumbuhan adalah

peningkatan secara bertahap dari tubuh, organ dan jaringan dari masa

konsepsi sampai remaja.

Bukti menunjukan bahwa kecepatan dari pertumbuhan berbeda

setiap tahapan kehidupan karena dipengaruhi oleh kompleksitas dan

ukuran dari organ serta rasio otot dengan lemak tubuh. Kecepatan

pertumbuhan pada saat pubertas sangat cepat dalam hal tinggi badan

yang ditandai dengan perubahan otot, lemak dan perkembangan organ

yang diikuti oleh kematangan hormone seks.

14
Dari sudut pandang antropomerti, pada dasarnya jenis pertumbuhan

dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1. Pertumbuhan Linear

Bentuk dari ukuran linear adalah ukuran yang berhubungan dengan

panjang. Contoh ukuran linear adalah panjang badan, linkar dada,

dan lingkar kepala. Ukuran linear yang rendah biasanya

menunjukkan keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan energy

dan protein yang diderita waktu lampau. Ukuran linear yang paling

sering digunakan adalah tinggi atau panjang badan

2. Pertumbuhan Massa Jaringan

Bentuk dan ukuran massa jaringan adalah massa tubuh. Contoh

ukuran massa jaringan adalah berat badan, lingkar lengan atas

(LLA), dan tebal lemak bawah kulit. Apabila ukuran ini rendah atau

kecil, menunjukkan keadaan gizi kurang akibat kekurangan energy

dan protein yang diderita pada waktu pengukuran dilakukan.

Ukuran massa jaringan yang paling sering digunakan adalah berat

badan.

 Perkembangan :

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan

(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang kompleks dalam pola yang

teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Ada pula

yang mendefinisikan bahwa perkembangan adalah penampilan

15
kemampuan (skill) yang diakibatkan oleh kematangan system saraf

pusat, khususnya di otak. Mengukur perkembangan tidak dapat dengan

menggunakan antropometri, tetapi seperti telah disebutkan di atas bahwa

pada anak yang sehat perkembangan searah (paralel) dengan

pertumbuhannya.

Perkembangan menyangkut adanya proses difirensiasi dari sel-sel

tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang

sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsi

didalamnya termasuk pula perkembangan emosional, intelektual, dan

tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan lebih menekankan

pada aspek fisik, sedangkan perkembangan pada aspek pematangan

fungsi organ, terutama kematangan system saraf pusat.

Pertumbuhan yang optimal sangat dipengaruhi oleh potensi

biologisnya. Tingkat pencapaian fungsi biologis seseorang merupakan

hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan yaitu : faktor

genetik, lingkungan “bio-fisiko-psikososial”, dan perilaku. Proses itu

sangat kompleks dan unik, dan hasil akhirnya berbeda-beda dan

memberikan cirri pada setiap anak (Supriasa, 2001).

16
2.3 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Sekolah

2.3.1 Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah segala sesuatu yang diketahui ibu tentang

masalah gizi dan kesehatan yang diperoleh dari berbagai media

informasi. Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang

kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum di setiap dunia.

Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan

faktor penting dalam masalah kurang gizi, hal yang penting berkaitan

dengan gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau

kurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam

kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 1996).

Menurut Kartasapoetra (2005) keperluan untuk pangan yang pas-

pasan ditambah dengan pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi

masih kurang, maka pemberian makan untuk keluarga biasa di pilih

bahan-bahan makanan yang hanya dapat mengenyangkan perut saja

tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau kurang bergizi.

Namun demikian walaupun persentase pendapatan untuk keperluan

penyediaan atau pemberian makan keluarga pas-pasan, tetapi apabila

pengetahuan keluarga terhadap bahan-bahan makanan yang bergizi yang

banyak ragamnya dan yang dapat diperoleh dengan kemampuannya

akan selalu diperlukan, maka setiap keluarga dapat menyusun suatu

hidangan makanan yang mempunyai nilai atau kandungan zat gizi setiap

harinya dari bahan makanan (diperoleh sesuai dengan kemampuannya).

17
Dengan demikian masa kebutuhan tubuh masing-masing anggota

keluarganya akan zat gizi dapat tercukupi. Sebaliknya walaupun

pendapatan atau pengahasilan seseorang berlebihan, tetapi tanpa

memiliki atau memperhatikannya pengetahuan akan bahan makanan

yang bergizi, secara tidak sadar karena berbagai makanan lezat yang

diutamakannya, maka pertumbuhan dan perkembangan tubuh, kesehatan

dan produktivitas kerja akan mengalami gangguan-gangguan karena

tidak adanya keseimbangan antara zat gizi yang diperlukan dengan zat

gizi yang diterima tubuhnya.

2.3.2 Pendidikan Ibu

Pendidikan dalam arti luas adalah mencakup seluruh proses

kehidupan dan segala bentuk interaksi individu dengan lingkungan baik

secara formal maupun informal (Kusmati, 1990). Menurut kamus besar

bahasa Indonesia pola pelaksanaan pendekatan dibagi 3 yaitu :

1. Pendidikan formal : segal bentuk pendidikan yang diberikan atau

pelatihan diberikan secara terorganisir dan berjenjang. Baik bersifat

umum maupun bersifat khusus, antara lain :TK, SD, SLTP. SLTA,

PT

2. Pendidikan nonformal : segala bentuk peltihan yag diberikan secara

terorganisir diluar pendidikan formal. Contohnyaa : kursus-kursus

keterampilan

18
3. Pendidikan informal : pendidikan atau pelatihan yang terdapat dalam

keluarga atau masyarakat dalam bentuk tidak terorganisasi.

Pendidikan informal meliputi pengetahuan sikap, keterampilan, dan

tata cara hidup.

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam

tumbuh kembangnya anak karenadengan pendidikan yang baik maka

orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang

cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan

anaknya, pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih, 1995).

Menurut Syarief (2001) bahwa tingkat pendidikan akan

mempengaruhi konsumsi pangan karena orang yang memiliki

pendidikan tinggi cenderung memiliki pandangan luas dalam hal

memahami maksud hidup sehat yang mencakup kualitas pangan yang

dikonsumsi melalui cara pemilihan bahan pangan. Demikian juga

dengan hasil penelitian Windyastuti (2002) menunjukan ada hubungan

yang kuat antara pendidikan ibu dengan pemberian makana anak.

Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin bagus pola

kebiasaan makan keluarganya.

19
2.3.3 Pendapatan Perkapita Keluarga

Penduduk kota dan penduduk pedesaan yang kebanyakan

berpenghasilan rendah selain memanfaatkan peghasilan itu untuk

keperluan makan keluarga juga harus membagi-baginya untuk berbagai

keperluan lainnya (Pendidikan, transportasi dan lain-lain) sehingga tidak

jarang persentase penghasilan untuk keperluan penyediaan makanan

hanya kecil saja. Mereka pada umumnya hidup dengan makanan yang

kurang bergizi.

Berlainan dengan faktor pendapatan yang rendah bagi penyediaan

makanan keluarga ternyata pula sementara penduduk yang

berpendapatan cukup dan lebih cukup (baik dikota maupun dipedesaan

seperti petani pemilik tanah, penggarap dan sebagainya) dalam

persediaan makanan keluarga banyak yang tidak memanfaatkan bahan

makanan yang bergizi. Hal ini disebabkan karena :

1. Kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi

2. Pantangan-pantangan yang secara tradisional masih diberlakukan

3. Keengganan untuk mengkonsumsi bahan makanan yang murah

walaupun mereka ketahui banyak mengandung zat gizi

(Kartasapoetra, 2005).

20
Tingkat pendapatan keluarga menurut BPS, pendapatan regional kota

Banjarmasin dikategorikan menjadi :

- Diatas rata-rata : ≥ Rp. 553.536/bulan

- Dibawah rata-rata : < Rp 553.536/bulan

( BPS Kota Banjarmasin, 2011).

2.3.4 Jumlah Anggota Keluarga

Pada keluarga dengan status keadaan sosial ekonomi yang kurang,

jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih

saying dan perhatian pda anak juga kebutuhan primer seperti makanan,

sandang dan perumahan pun tidak terpenuhi (Soetjiningsih, 1995).

Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang miskin adaah paling

rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak

yang paling kecil biasanya paling terpengaruh dan kekurangan pangan.

Sebagian memang demikian, sebab seandainya besar keluarga

bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak

daripada anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan relative

banyak daripada anak-anak yang lebih tua. Dengan demikian anak-anak

yang muda mungkin tidak diberi cukup pangan ( Suhardjo,1996).

21
2.4 Penilaian Status Gizi

Menurut ketentuan umum penggunaan standar antropometri WHO 2005 :

1. Umur dihitung dalam bulan penuh. Contoh : umur 2 bulan 29 hari

dihitung sebagai umur 2 bulan

2. Ukuran Panjang Badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24

bulan yang diukur telentang. Bila anak umur 0 sampai 24 bulan diukur

berdiri, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7

cm

3. Ukuran Tinggi Badan (TB) digunakan untuk anak umur di atas 24 bulan

yang diukur berdiri. Bila anak umur diatas 24 bulan diukur telentang,

maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm

4. Gizi Kurang dan Gizi Buruk adalah status gizi yang didasarkan pada

indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) yang merupakan padanan

istilah underweight (gizi kurang) dan severely underweight (gizi buruk)

5. Pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada

indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut

Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan

severely stunted (sangat pendek)

6. Kurus dan Sangat Kurus adalah status gizi yang didasarkan pada indeks

Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut

Tinggi Badan (BB/TB) yan merupakan padanan istilah wasted (kurus)

dan severely wasted (sangat kurus).

22
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi

anak, ada beberapa kategori dan ambang batas status gizi anak adalah sebagai

mana terdapat pada tabel di bawah ini :

23
Tabel II.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan

Indeks

Indeks Kategori Ambang Batas

Status Gizi (Z-Score)

Berat Badan menurut Gizi Buruk < - 3 SD

Umur Gizi Kurang - 3 SD sampai dengan < -


2 SD
(BB/U) Gizi Baik - 2 SD sampai dengan 2
SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan Gizi Lebih > 2 SD

Panjang Badan menurut Sangat Pendek < - 3 SD


Umur Pendek - 3 SD sampai dengan < -
(PB/U) atau 2 SD
Ti nggi Badan menurut Normal - 2 SD sampai dengan 2
Umur SD
(TB/U) Tinggi > 2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan
Berat Badan menurut Sangat Kurus < - 3 SD
Panjang Kurus - 3 SD sampai dengan < -
Badan (BB/PB) atau 2 SD
Berat Badan menurut Normal - 2 SD sampai dengan 2
Tinggi SD
Badan (BB/TB) Gemuk > 2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan
Indeks Massa Tubuh Sangat Kurus < - 3 SD
menurut Kurus - 3 SD sampai dengan < -
Umur (IMT/U) 2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan Normal - 2 SD sampai dengan 2
SD
Gemuk > 2 SD
Indeks Massa Tubuh Sangat Kurus < - 3 SD
menurut Kurus - 3 SD sampai dengan < -
Umur (IMT/U) 2 SD
Anak Umur 5 – 18 Tahun Normal - 2 SD sampai dengan 1
SD
Gemuk > 1 SD sampai dengan 2
SD
Obesitas > 2 SD

24
2.5 Kerangka Teori

Sosial ekonomi Konsumsi makanan


(Pendapatan, pekerjaan)

Sosial budaya
Data demografi keluarga
(jumlah anggota keluarga)

Status Gizi

Pengetahuan gizi Kesehatan Ibu dan anak

Kesehatan lingkungan dasar


Pendidikan ibu

Keterangan : = Diteliti

= Tidak Diteliti

II.1 Diagram Kerangka Teori Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi

Anak Sekolah Dasar

25
2.6 Kerangka Konsep

Sosial ekonomi
(Pendapatan, pekerjaan)

Data demografi keluarga Status Gizi


(jumlah anggota keluarga)

Pengetahuan gizi

Pendidikan ibu

II.2 Diagram Kerangka Konsep Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status

Gizi Anak Sekolah Dasar

26
2.7 Definisi Operasional

Tabel II.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala


1 Status gizi Ekspresi dari keadaan - Diukur - Timbangan IMT/U anak Ordinal
keseimbangan dalam dengan injak umur 5-18
bentuk variable tertentu, indeks - Mikrotoa tahun: sangat
atau perwujudan dari IMT/U kurus (< - 3
nutriture dalam bentuk SD), kurus (- 3
variable tertentu SD sampai
(Supariasa, 2001). dengan < - 2
SD), normal (- 2
SD sampai
dengan 1 SD),
gemuk (> 1 SD
sampai dengan
2 SD), dan
obesitas (> 2
SD)
(Kemenkes,
2011).

2 Tingkat Segala sesuatu yang Wawancara Kuesioner - Baik : > 80% : Ordinal
pengetahuan diketahui ibu tentang jawaban benar
Ibu masalah gizi dan - Sedang : 60-
kesehatan yang 80% : jawaban
diperoleh dari berbagai benar
media informasi - Kurang : <
(Suhardjo, 1996). 60% : jawaban
benar (Ginting,
2006)

27
3 Tingkat Jenjang pendidikan Wawancara Kuesioner - Tinggi : Ordinal
pendidikan formal Ibu yang Perguruan
Ibu diperoleh dari bangku Tinggi Sederajat
sekolah - Menengah :
SMP, SMA
- Rendah :
Tidak sekolah,
SD
(Notoatmodjo,
2003)

4 Tingkat Semua penghasilan Wawancara Kuesioner - Diatas rata- Ordinal


pendapat yang diterima oleh rata :
perkapita keluarga dari pekerjaan ≥ Rp 553.536
keluarga berupa uang dibagi - Dibawah rata-
jumlah anggota rata :
keluarga < Rp 553.536
(BPS kota
Banjarmasin,
2011).

5 Jumlah Semua anggota keluarga Wawancara Kuesioner - Keluarga Ordinal


anggota yang tinggal dalam satu besar:
keluarga rumah yang masih > 4 orang
menjadi tanggung jawab - Keluarga
kepala keluarga dalam kecil:
satu rumah tersebut ≤ 4 orang
(Yustika, 2003)

28
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan cross

sectional, dimana variabel-variabel penelitian (variabel terikat : status gizi dan

variabel bebas : pengetahuan Ibu, pendidikan Ibu, pendapatan perkapita

keluarga dan jumlah anggota keluarga) diamati pada saat bersamaan dalam satu

waktu dan dilakukan analisis hubungan variabel bebas dan variabel terikat.

3.2 Waktu dan Tempat

3.2.1 Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli tahun 2012

3.2.2 Tempat

Penelitian ini bertempat di SDN Seberang Mesjid 1 Kecamatan

Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin.

29
3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak SDN Seberang Mesjid 1

Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin yang diukur TB-

ABS tahun 2011 dengan jumlah 99 anak sekolah.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan anak kelas 2 SDN

Seberang Mesjid 1 Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin

yaitu sebanyak 99 anak sekolah.

3.4 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data

3.4.1 Jenis Data

Jenis data yang dikumpukan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang langsung dikumpulkan oleh

peneliti yaitu :

- Data status gizi

- Data tingkat pengetahuan Ibu

- Data tingkat pendidikan Ibu

- Data tingkat pendapatan perkapita keluarga

- Data jumlah anggota keluarga

30
2. Data sekunder

Data sekunder dalam pengumpulan data dasar ini meliputi : data

gambaran umum sekolah, meliputi letak geografis, jumlah murid,

ketenagaan, sarana dan prasarana fisik.

3.4.2 Cara Pengumpulan Data

1. Data status gizi dikumpulkan dengan cara menimbang berat badan

anak sekolah menggunakan timbangan injak dan mengukur tinggi

badan anak sekolah dengan menggunakan mikrotoa

2. Data tingkat pengetahuan Ibu, tingkat pendidikan Ibu, tingkat

pendapatan perkapita keluarga, jumlah anggota keluarga,

dikumpulkan dengan cara wawancara dan kuesioner.

31
3.5 Cara Pengolahan Data

3.5.1 Tingkat Pengetahuan Ibu

1. Penilaian diperoleh dengan cara pemberian skor yaitu 2 untuk

jawaban yang tepat, skor 1 untuk jawaban yang kurang tepat, skor 0

untuk jawaban yang tidak tepat

2. Masing-masing jawaban dinilai dengan skor yang telah ditentukan

kemudian dijumlahkan. Hasil dari jumlah tersebut dibagi 20

(10 soal x 2) x 100%

3. Hasil pengetahuan diatas kemudian dikelompokkan menjadi 3 (tiga)

kategori yaitu :

a. Baik > 80%

b. Sedang 60-80%

c. Kurang < 60%

(Ginting, 2006)

4. Kemudian dibuat tabel frekuensi dan diberikan narasi.

32
Tabel III.1 Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Status

Gizi Anak Sekolah Dasar di SDN Seberang Mesjid 1

Kecamatan Banjarmasin Tengah Kabupaten

Banjarmasin Tahun 2012.

Jumlah Responden
No Tingkat Pengetahuan Ibu
n %

1 Baik

2 Sedang

3 Kurang

Jumlah

33
3.5.2 Tingkat Pendidikan Ibu

Data tingkat pendidikan Ibu anak sekolah diperoleh dengan wawancara

dengan menggunakan alat bantu kuesioner, dan dikategorikan menjadi :

a. Tinggi : Perguruan Tinggi

b. Menengah : Tamat SMP, tidak tamat SMA, tamat SMA

c. Rendah : Tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP

(Notoatmodjo, 2003).

Tabel III.2 Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu Terhadap Status Gizi

Anak Sekolah Dasar di SDN Seberang Mesjid 1

Kecamatan Banjarmasin Tengah Kabupaten

Banjarmasin Tahun 2012.

Jumlah Responden
No Tingkat Pendidikan Ibu
n %

1 Tinggi

2 Menengah

3 Rendah

Jumlah

34
3.5.3 Tingkat Pendapatan Perkapita Keluarga

Data tingkat pendatan perkapita keluarga diperoleh dengan

wawancara dan dibantu dengan kuesioner. Penilaian terhadap tingkat

pendapatan perkapita keluarga dikumpulkan dalam bentuk rupiah yang

dikategorikan menjadi :

1. Tinggi : ≥ Rp 553.536/bulan

2. Rendah : < Rp 553.536/bulan

(BPS Kota Banjarmasin, 2011).

Tabel III.3 Distribusi Tingkat Pendapatan Perkapita Keluarga

Terhadap Status Gizi Anak Sekolah Dasar di SDN

Seberang Mesjid 1 Kecamatan Banjarmasin Tengah

Kabupaten Banjarmasin Tahun 2012.

Tingkat Pendapatan Jumlah Responden


No
Perkapita Keuarga n %

1 Tinggi

2 Rendah

Jumlah

35
3.5.4 Jumlah Anggota Keluarga

Data jumlah anggota keluarga anak sekolah diperoleh dengan

wawancara dan dibantu dengan kuesioner. Penilaian terhadap jumlah

anggota keluarga yaitu :

1. Keluarga besar : > 4 orang

2. Keluarga kecil : ≤ 4 orang

(Yustika, 2003).

Tabel III.4 Distribusi Jumlah Anggota Keluarga Terhadap Status

Gizi Anak Sekolah Dasar di SDN Seberang Mesjid 1

Kecamatan Banjarmasin Tengah Kabupaten

Banjarmasin Tahun 2012.

Jumlah Responden
No Jumlah Anggota Keluarga
n %

1 Keluarga Besar

2 Keluarga Kecil

Jumlah

Untuk menggetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel

yang diteliti dengan status gizi anak sekolah dasar di SDN Seberang

Mesjid 1 Kecamatan Banjarmasin Tengah Kabupaten Banjarmasin.

Digunakan tabel distribusi silang seperti berikut :

36
Tabel III.5 Distribusi Status Gizi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan Ibu di SDN Seberang Mesjid 1 Kecamatan Banjarmasin

Tengah Kabupaten Banjarmasin Tahun 2012.

Status Gizi Anak Sekolah Dasar (IMT/U)

Tingkat Sangat
No Normal Gemuk Obesitas Kurus Total
Pengetahan Ibu Kurus

n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)

1 Baik

2 Sedang

3 Kurang

Total

37
Tabel III.6 Distribusi Status Gizi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Ibu di SDN Seberang Mesjid 1 Kecamatan Banjarmasin

Tengah Kabupaten Banjarmasin Tahun 2012.

Status Gizi Anak Sekolah Dasar (IMT/U)

Tingkat Sangat
No Normal Gemuk Obesitas Kurus Total
Pendidikan Ibu Kurus

n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)

1 Tinggi

2 Menengah

3 Rendah

Total

Tabel III.7 Distribusi Status Gizi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Tingkat

Pendapatan Perkapita Keluarga di SDN Seberang Mesjid 1 Kecamatan

Banjarmasin Tengah Kabupaten Banjarmasin Tahun 2012.

Status Gizi Anak Sekolah Dasar (IMT/U)


Tingkat
Sangat
No Pendapatan Normal Gemuk Obesitas Kurus Total
Kurus
Perkapita Keluarga
n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)

1 Tinggi

2 Rendah

Total

38
Tabel III.8 Distribusi Status Gizi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Jumlah

Anggota Keluarga di SDN Seberang Mesjid 1 Kecamatan Banjarmasin

Tengah Kabupaten Banjarmasin Tahun 2012.

Status Gizi Anak Sekolah Dasar (IMT/U)

Jumlah Anggota Sangat


No Normal Gemuk Obesitas Kurus Total
Keluarga Kurus

n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)

1 Keluarga Besar

2 Keluarga Kecil

Total

39
3.6 Analisis Data

Teknik analisis ini dilakukan dengan bantuan program SPSS 12.0

menggunakan komputer yang dilakukan meliputi :

1. Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang tingkat

penetahuan Ibu, tingkat pendidikan Ibu, tingkat pendapatan perkapita

keluarga, jumlah anggota keluarga. Data ditampilkan dengan menggunakan

table bersifat absolute dan relative (prosentase)

2. Analisis Bivariate

Variabel yang akan diuji hubungannya adalah tingat pengetahuan Ibu,

tingkat pendidikan Ibu, tingkat pendapatan perkapita keluarga, jumlah

anggota keluarga dengan status gizi anak sekolah.

Data tersebut dikumpulkan kemudian ditabulasikan, untuk menguji

hipotesis dilakukan uji korelasi Spearman yaitu untuk mengetahui seberapa

erat hubungan antara variabel-variabel yang akan diteliti.

40
Untuk menarik kesimpulan dengan menggunakan kaidah sebagai berikut :

- H0 = Tidak ada hubungan antara variabel x dan y

- Ha = Ada hubungan antara variable x dan y

Apabila probabilitas < α = 0,05 (z hitung > z table), maka H0 ditolak dan

Ha diterima, berarti terdapat hubungan yang bermakna.

Apabila probabilitas > α = 0,05 (z hitung < z table), maka H0 diterima dan

Ha ditolak, berarti tidak ada hubungan yang bermakna.

41
BAB IV

JADWAL DAN ANGGARAN PENEITIAN

4.1 Jadwal Penelitian

Tabel IV.1 Jadwal Penelitian

2011 2012
Kegiatan
09 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08

1. Persiapan
a. Pengajuan judul X
b. Persetujuan judul X
c. Uji pendahuluan X
d. Konsultasi X X X X X
e. Penyusunan proposal X X X X X
f. Seminar proposal X
g. Perbaikan proposal X
2. Pelaksanaan
a. Pengumpulan data X
b. Pengolahan data X
c. Analisis data X
d. Penyusunan KTI X
e. Seminar KTI X
f. Perbaikan KTI X
g. Laporan akhir dan X
penggandaan

42
4.2 Anggaran Penelitian

1. Pembuatan Proposal

a. Survei Pendahuluan Rp. 21.000,00-

b. Pembelian Kertas Rp. 66.000,00-

c. Pengeditan Proposal Rp. 10.000,00-

d. Pengadaan Proposal Rp. 14.400,00-

e. Penjilidan Proposal Rp. 15.000,00-

f. Perbaikan Proposal Rp. 41.000,00-

2. Pelaksanaan

a. Perbanyak Kuesioner Rp. 18.000,00-

b. Pengumpulan Data Rp. 20.000,00-

c. Transportasi Rp. 20.000,00-

3. Lain-lain Rp. 25.000,00- +

Total Rp. 250.400,00-

43
DAFTAR PUSTAKA

BPS Prov. Kalsel (2011). Kota Banjarmasin Dalam Angka. Banjarmasin, BPS
Kalimantan Selatan.

Damayanti, D (1996). Modul Kuliah Ilmu Gizi Dalam Daur Kehidupan. Akademi
Gizi Jakarta, Jakarta.

Depkes RI (1990). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/Menkes/Per/IX/1990.


Jakarta.

Depkes RI (2002). Pedoman Umum Gizi Seimbang. Direktorat Jenderal Bina


Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Jalal, F (1998). Gizi dan Kualitas Hidup. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII.
LIPI. Jakarta.

Kartasapoetra, G dan Marsetyo (2005). Ilmu Gizi. Jakarta : Rineka Cipta.

Kemenkes (2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.

Sri Kusmiati (1990). Dasar-dasar Perilaku. Jakarta : PM Pusat Pendidikan Tanaga


Kesehatan, Depkes RI.

Latief, D (1999). Program Perbaikan Gizi Masyarakat Menuju Indonesia Sehat


2010. Departemen Kesehatan Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan
Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta.

LIPI (2004). Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.

Moehji, S (2003). Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Sinanti, Jakarta.

44
Santoso, S dan Lies. A R (1999). Kesehatan Dan Gizi. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Semly. D, Wati. H, Norhadi. M, dkk (2011). Laporan Pengumpulan data Baseline


(Data Dasar) Desa Handil Babirik Kecamatan Bumi Makmur Kabupaten Tanah
Laut Tahun 2010 (29 November – 4 Desember). Banjarmasin : Poltekes Kemenkes
Banjarmasin Jurusan Gizi.

Septian, Masalah Gizi, 2011. http://jsuyono.blogspot.com/2011/06/masalah-


gizi.html. Diakses 19 desember 2011.

Silitonga, Gibeon J.P, Gambaran Kecenderungan Status Gizi Anak Baru Masuk
Sekolah Dasar Di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2007 – 2010, 2011.
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=kecenderungan+status+gizi+anak+baru+masuk+sekolah+dasar+di
+kecamatan+medan+sunggal+tahun+2007-
2010&source=web&cd=2&ved=0CCAQFjAB&url=http%3A%2F
%2Frepository.usu.ac.id. Diakses 20 desember 2011.

SKRT (2004). Status Gizi Anak. Jakarta : Medicastro.

Soetjiningsih (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Suhadjo (1996). Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara.

Supariasa, I D N, dkk (2001). Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran.

Syarief (2001). Pendidikan Dalam Hidup Sehat. Jakarta.

Tinneke, Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Kurang Siswa SD Di


3 Kecamatan, Kabupaten Kampar Tahun 2007, 2008.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=faktor-
faktor+yang+berhubungan+dengan+gizi+kurang+pada+siswa+sekolah+dasar+di+
3+kecamaan+kabupaten+kampar+propinsi+riau+tahun+2007&source=web&cd=1
&ved=0CBkQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.lontar.ui.ac.id. Diakses 20
Desember 2011.

45
Wardani (2004). Psikologi Belajar. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.

Windyastuti, P (2002). Pendidikan Dalam Pemberian Makan Anak. Jakarta.

46
Lampiran 1

KUESIONER

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI

ANAK SEKOLAH DASAR DI SDN SEBERANG MESJID 1 KECAMATAN

BANJARMASIN TENGAH KABUPATEN BANJARMASIN

TAHUN 2012

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN GIZI

2012

47
1. Data Identitas Responden

I. Tabel Data Identitas Responden

Hubungan Jenis Pendidikan TB BB Status


R Nama Umur Pekerjaan Status
Keluarga Kelamin Terakhir (Cm) (Kg) Gizi

R1

R2

R3

R4

R5

48
1. Tingkat Pengetahuan Ibu

II. Tabel Tingkat Pengetahuan Ibu

Pertanyaan
R1 R2 R3 R4 R5
1. Susunan penganekaragaman makanan adalah makanan yang

terdiri dari kelompok bahan makanan ?

a. Makanan pokok + lauk-pauk

a. Makanan pokok + lauk-pauk + sayuran

b. Makanan pokok + lauk-pauk + sayuran + buah-buahan

2. Apakah yang dimaksud makanan yang bergizi ?

a. Makanan yang mahal harganya

b. Makanan yang seimbang gizinya dan menyehatkan

c. Makanan yang menyehatkan

3. Apa manfaat makan pagi/sarapan sebelum berangkat ke sekolah

bagi anak?

a. Dapat mempertahankan badan tetap segar dan mencegah

rasa mengantuk

b. Dapat mencegah rasa lapar

c. Dapat mengurangi uang jajan

4. Manakah makanan yang banyak mengandung sumber

karbohidrat ?

a. Nasi, mie dan roti

b. Daging, ikan, telur, tahu dan tempe

c. Buah-buahan dan sayuran

49
5. Manakah makanan yang banyak mengandung sumber protein ?

a. Nasi, mie dan roti

b. Daging, ikan, telur, tahu dan tempe

c. Buah-buahan dan sayuran

6. Manakah makanan yang banyak mengandung sumber vitamin

dan mineral ?

a. Nasi, mie dan roti

b. Daging, ikan, telur, tahu dan tempe

c. Buah-buahan dan sayuran

7. Tahu dan tempe adalah merupakan sumber ?

a. Protein

b. Protein nabati

c. Vitamin

8. Yang merupakan sumber protein hewani adalah ?

a. Daging, ikan dan telur

b. Ikan, tahu dan tempe

c. Pisang, jeruk dan melon

9. Bagaimana cara memilih/membeli sayuran yang baik?

a. Tidak ada lubang sedikitpun

b. Berdaun segar dan berlubang

c. Barwarna kuning layu

50
10. Cara pengolahan sayuran dan buah yang baik adalah ?

a. Sayuran dipotong-potong dan langsung dimasak

b. Sayuran dicuci dulu sampai bersih hingga kotorannya hilang

baru dipotong-potong

c. Sayuran dipotong-potong dulu baru dicuci sampai bersih

agar kotorannya hilang

51
3. Tingkat Pendapatan Perkapita Keluarga

III. Tabel Tingkat Pendapatan Perkapita Keluarga

R1 R2 R3 R4 R5
No Jenis Pendapatan
Rp/Bulan Rp/Bulan Rp/Bulan Rp/Bulan Rp/Bulan
1 Pendapatan Utama Ayah
2 Pendapatan Sampingan Ayah
3 Pendapatan Utama Ibu
4 Pendapatan Sampingan Ibu
5 Pendapatan Anggota Keluarga Lain
6
7
8
TOTAL

52

Anda mungkin juga menyukai