Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH LARANGAN MEMBUAT KERUSAKAN

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Siyasi

Disusun Oleh:
M.Chindra Bagas (07020420010)
Aryanti Nur Zaimah (07020420021)

Dosen Pengampu:
Moh.Yardho, M.Th.I

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2021

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kebanyakan manusia yang hidup di jaman sekarang ini, menjadikan barometer dalam
menilai hal-hal yang terjadi di sekitarnya dengan perkara-perkara lahir yang nampak dalam
pandangan mereka, sebagai akibat dari kuatnya dominasi hawa nafsu dan kecintaan terhadapa
dunia dalam diri mereka.
Mereka lalai dari memahami hakekat semua kejadian tersebut, karena mereka tidak
memiliki keyakinan yang kokoh terhadap perkara-perkara yang gaib (tidak nampak) dan lupa
pada kehidupan abadi di akhirat nanti.

B. Rumusan Masalah.
a. Larangan berbuat kerusakan alam
b. Larangan Berbuat Kerusakan di Bumi dalam Surah Ar'Rum dan Al'Araf.
c. Cara mengatasi dan memperbaiki kerusakan alam
C. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui perbuatan yang merusak alam
b. Untuk mengetahui larangan berbuat kerusakan dibumi dalan qs ar rum dan al
araf
c. Untuk mengetahui cara mengatasi dan memperbaiki kerusakan alam

2
BAB I
PEMBAHASAN

A. LARANGAN BERBUAT KERUSAKAN LINGKUNGAN

Allah Ta’ala berfirman: { ‫} َيْع َلُم وَن َظاِهًرا ِم َن اْلَحَياِة الُّد ْنَيا َو ُهْم َع ِن اآلِخَر ِة ُهْم َغاِفُلوَن‬
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (nampak) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang
(kehidupan) akhirat adalah lalai” (QS ar-Ruum:7).
Sebagai contoh nyata dalam hal ini, memahami arti “kerusakan lingkungan” yang
sebenarnya. Sementara ini, banyak orang, tidak terkecuali kaum muslimin, yang mengartikan
“kerusakan lingkungan” hanya sebatas pada hal-hal yang nampak, seperti bencana alam,
kebakaran, pengrusakan hutan, tersebarnya penyakit menular dan lain sebagainya.
Mereka melupakan kerusakan-kerusakan yang tidak kasat mata, padahal ini adalahkerusakan
yang paling besar dan fatal akibatnya, bahkan kerusakan inilah yang menjadi sebab terjadinya
kerusakan-kerusakan “lahir” di atas.
Arti “kerusakan lingkungan” yang sebenarnya
Allah Ta’ala berfirman :
} ‫{َظَهَر اْلَفَس اُد ِفي اْلَبِّر َو اْلَبْح ِر ِبَم ا َك َسَبْت َأْيِد ي الَّناِس ِلُيِذ يَقُهْم َبْع َض اَّلِذ ي َع ِم ُلوا َلَع َّلُهْم َيْر ِج ُعوَن‬
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat)
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum:41).
Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menyatakan bahwa semua kerusakan yang
terjadi di muka bumi, dalam berbagai bentuknya, penyebab utamanya adalah perbuatan buruk
dan maksiat yang dilakukan manusia. Maka ini menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah
inti “kerusakan” yang sebenarnya dan merupakan sumber utama kerusakan-kerusakan yang
tampak di muka bumi.
Imam Abul ‘Aliyah ar-Riyaahi[2] berkata, “Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah di muka
bumi maka (berarti) dia telah berbuat kerusakan padanya, karena perbaikan di muka bumi dan di
langit (hanyalah dicapai) dengan ketaatan (kepada Allah Ta’ala)”

3
Imam asy-Syaukaani ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “(Dalam ayat ini) Allah
menjelaskan bahwa perbuatan syirk dan maksiat adalah sebab timbulnya (berbagai) kerusakan di
alam semesta”

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman:


} ‫{َو َم ا َأَص اَبُك ْم ِم ْن ُمِص يَبٍة َفِبَم ا َك َسَبْت َأْيِد يُك ْم‬
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan (dosa)mu
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS asy-
Syuura:30).
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata,
“AllahTa’ala memberitakan bahwa semua musibah yang menimpa manusia, (baik) pada diri,
harta maupun anak-anak mereka, serta pada apa yang mereka sukai, tidak lain sebabnya adalah
perbuatan-perbuatan buruk (maksiat) yang pernah mereka lakukan…”
Tidak terkecuali dalam hal ini, musibah dan “kerusakan” yang terjadi dalam rumah
tangga, seperti tidak rukunnya hubungan antara suami dan istri, serta seringnya terjadi
pertengkaran di antara mereka, penyebab utama semua ini adalah perbuatan maksiat yang
dilakukan oleh sang suami atau istri.
Inilah makna yang diisyaratkan dalam ucapan salah seorang ulama salaf yang
mengatakan, “Sungguh (ketika) aku bermaksiat kepada Allah, maka aku melihat (pengaruh
buruk) perbuatan maksiat tersebut pada tingkah laku istriku…”
Oleh sebab itu, Allah menamakan orang-orang munafik sebagai “orang-orang yang berbuat
kerusakan lingkungan”, karena buruknya perbuatan maksiat yang mereka lakukan dalam
menentang Allah Ta’ala dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman:
} ‫ َأال ِإَّنُهْم ُهُم اْلُم ْفِس ُد وَن َو َلِكْن ال َيْش ُعُروَن‬، ‫{َو ِإَذ ا ِقيَل َلُهْم ال ُتْفِس ُدوا ِفي األْر ِض َقاُلوا ِإَّنَم ا َنْح ُن ُم ْص ِلُحوَن‬
“Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan lingkungan,”
mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah,
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar”
(QS al-Baqarah:11-12).
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Melakukan maksiat di muka bumi (dinamakan)
“berbuat kerusakan” karena perbuatan tersebut menyebabkan rusaknya apa yang ada di muka
bumi, seperti biji-bijian, buah-buahan, pepohonan dan tumbuh-tumbuhan, karena terkena
penyakit yang disebabkan perbuatan maksiat. Demikian juga karena melakukan perbaikan di

4
muka bumi adalah dengan memakmurkan bumi dengan ketaatan dan keimanan kepada Allah,
yang untuk tujuan inilah Allah menciptakan manusia dan menempatkan mereka di bumi, serta
melimpahkan rezeki kepada mereka, agar mereka menjadikan (nikmat tersebut) sebagai
penolong mereka untuk melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah, maka jika mereka
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketaatan kepada Allah (maksiat) berarti mereka
telah mengusahakan (sesuatu yang menyebabkan) kerusakan dan kehancuran di muka bumi”
Maka kematian orang-orang pelaku maksiat merupakan sebab utama berkurangnya
kerusakan lingkungan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “(Kematian)
seorang hamba yang fajir (banyak berbuat maksiat) akan menjadikan manusia, negeri,
pepohonan dan binatang terlepas (terselamatkan dari kerusakan karena perbuatan maksiatnya)”

B. Larangan Berbuat Kerusakan di Bumi dalam Surah Ar'Rum dan Al'Araf.

Perbuatan merusak alam di muka bumi yaitu perbuatan yang sangat dilarang oleh Al-Quran
hal ini telah dijelaskan di dalam surah Ar-rum ayat 41-42 dan Al'araf. Tidak heran kalau bencana
terjadi dimana karena insan banyak yang tidak mematuhi perintah Nya. Silahkan simak
penjelasan lengkapnya berikut ini.

1. Q.S. Ar-Rum (30): 41-42

‫َظ َهَر اْلَفَس اُد ِفي اْلَب ِّر َو اْلَب ْح ِر ِبَم ا َك َسَب ْت َأْيِدي الَّن اِس ِلُيِذ ْي َقُهْم َب ْع َض‬
‫﴾ ُقْل ِس ْيُروا ِفي اَاْلْر ِض َفاْن ُظ ُروا‬41﴿ ‫اَّلِذي َعَم ُلوا َلَع َّلُهْم َي ْر ِج ُعْو َن‬
42﴿ ‫﴾َك ْي َف َك اَن َع اِقَب ُة اَّلِذ ْي َن ِم ْن َقْبُل َك اَن َأْك َث ُرُه ْم ُّم ْش ِر ِك ْي َن‬
Artinya:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena ulah tangan manusia, supaya
Dia mencicipkan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, semoga mereka
kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka yaitu
orang-orang yang mempersekutukan (Allah)."

5
Kandungan Surat Ar-Rum 41-42

Allah menciptakan Jin dan Manusia untuk beribadah kepada-NYA juga memberikan
manusia kedudukan sebagai khalifah di bumi. Sebagai khalifah, manusia memiliki tugas
memanfaatkan, mengelola dan memelihara.

Tetapi seringkali manusia lalai dengan kedudukannya sebagai khalifah di bumi. Pemanfaatan
yang mereka lakukan terhadap alam seringkali tidak diiringi dengan usaha pelestarian.
Keserakahan dan perlakuan buruk sebagian manusia terhadap alam justru mengakibatkan
kerusakan dan kesengsaraan kepada manusia itu sendiri. Kerusakan terjadi di darat dan di laut
seperti Banjir, tanah longsor, kekeringan, pencemaran air dan udara, dll.

Dalam ayat ini Allah menyuruh kita untuk melakukan perjalanan di muka bumi dan
menengok kembali kisah-kisah umat terdahulu yang binasa karena ingkar kepada Allah SWT.
Banyak kisah-kisah orang terdahulu seperti cerita para nabi, sahabat-sahabat rasul dan tabi’in.
Pada masa itu manusia juga banyak melakukan kerusakan di bumi. Sampai akhirnya Allah SWT.
memusnahkannya.

Manusia telah diberikan kebebasan oleh Yang Mahakuasa untuk memanfaatkan alam
ciptaan-Nya. Dengan ilmu pengetahuan yang kian maju dan teknologi canggih insan dapat
menggali kekayaan alam secara maksimal. Banyak industri dibangun, transportasi dan
komunikasi ditingkatkan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Namun ironisnya, kemajuan teknologi pemanfaatan alam justru membutakan insan untuk
menjaga kelestariannya. Bahkan melahirkan sifat tamak pada diri manusia. Karenanya banyak
terjadi kerusakan alam, baik di darat maupun di laut bahkan juga di udara. Terjadinya bencana
banjir, dan tanah longsor dan juga kebakaran hutan yaitu jawaban ulah perbuatan insan yang
tamak.

Pencemaran air laut yang memusnahkan satwa-satwa air, yang merupakan kekayaan
alam, serta udara yang tidak lagi sehat karena tercemari oleh pembuangan limbah udara yang
melebihi batas normal yaitu bukti ketamakan insan dan lemahnya kesadaran untuk menjaga
kelestarian alam lingkungan hidup.

6
Manusia sebagai khalifah di bumi berkewajiban menjaga kelestarian alam demi
kelangsungan hidup insan pada masa mendatang. Kebebasan memanfaatkan kekayaan alam yaitu
anugerah yang besar dari Allah, yang tidak boleh diingkari dan tidak boleh disalahgunakan.

Karena Yang Mahakuasa menyediakan alam dan kekayaan yaitu sebagai sarana untuk
beribadah kepada-Nya. Manusia tidak akan melaksanakan perusakan alam apabila mereka
mengambil kekayaan alam sekedar mencukupi kebutuhan mereka untuk beribadah kepada Allah.

Sikap Sehari-hari yang Mencerminkan Penghayatan Q.S. Ar-Rum (30): 41-42

Sikap yang harus dimiliki ibarat yang diperlukan dalam surah tersebut diantaranya:

1. Memanfaatkan nikmat kekayaan alam ini sebagai sarana untuk taat kepada Yang
Mahakuasa swt.

2. Memanfaatkan anugerah Yang Mahakuasa yang berupa alam ini sesuai dengan petunjuk-
Nya.

3. Mengambil manfaat dari alam ini secara maksimal tanpa menimbulkan kerusakan.

4. Mengupayakan kelestarian lingkungan dengan segala kemampuan demi kelangsungan


hidup manusia.

5. Menyeimbangkan antara penggalian kekayaan alam dengan upaya kelestarian.

6. Tidak membuang limbah sembarangan sehingga dapat menimbulkan lingkungan


tercemar dan tidak sehat, ibarat tersumbatnya parit dan pencemaran air sungai, udara, dan
laut.

2. Q.S. Al-A'Raf (7): 56-58

‫َو اَل ُتْف ِس ُد وا ِفي ْاَﻷْر ِض َب ْع َد ِإْص اَل ِح َه ا َو اْد ُعوُه َخ ْو ًفا َو َط َم ًعا ِإَّن َر ْح َم َت‬
‫﴾ َو ُه َو اَّلِذي ُيْر ِس ُل الِّر َي اَح ُبْش ًر ا َب ْي َن َي َد ْي‬56﴿ ‫هللا َق ِر يٌب ِّم َن اْلُمْح ِس ِنيَن‬
‫َر ْح َم ِتِه َح َّت ى ِإَذ آ َأَقَّلْت َس َح اًبا َث َقااًل ُس ْق َن اُه ِلَب َلٍد َّمِّيٍت َفَأْن َز ْلَن ا ِبِه اْلَم آَء‬
﴿ ‫َفَأْخ َر ْج َن ا ِبِه ِم ْن ُك ِّل الَّث َمَر اِت َك َذ ِلَك ُنْح ِر ُج اْلَم ْو َت ى َلَع َّلُك ْم َت َذ َّك ُروَن‬
‫﴾ َو اْلَب َلُد الَّط ِّيُب َي ْخ ُرُج َن َب اُتُه ِبِإْذ ِن َر ِّب ِه َو اَّلِذي َخ ُبَث اَل َي ْخ ُرُج ِإاَّل‬57

7
58﴿ ‫َن ِك ًد ا َك َذ ِلَك ُنَص ِّر ُف ْاَﻷَي اِت ِلَقْو ٍم َي ْشُك ُروَن‬
Artinya:

"Dan janganlah kau membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan
berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan impian (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Yang Mahakuasa amat bersahabat kepada orang-orang yang berbuat
baik.
Dan dialah yang menghidupkan angin sebagai pembawa kegembiraan sebelum kedatangan
rahmat-Nya (hujan); sampai apabila angin itu telah membawa awan tebal (mendung), Kami
halau ke suatu kawasan yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di kawasan itu, maka Kami
keluarkan karena hujan itu pelpagi macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan
orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kau mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik,
tanaman-tanaman tumbuh subur dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-
tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran
(Kami) bagi orang-orang yang bersyukur."

Dalam Surah Al'Araf (7): 56 lebih mempertegas larangan kepada insan untuk berbuat
sesuatu yang menimbulkan kerusakan di muka bumi yang mengancam kelestarian alam
lingkungan hidup, karena dampak negatifnya akan menimpa insan sendiri, yaitu akan memutus
kemakmuran hidup bagi generasi yang akan datang. Yang Mahakuasa menciptakan alam ini
dengan seimbang (ekosistem).Manusia dengan alam saling mempengaruhi. Rusaknya satu
episode akan mensugesti episode yang lain.

Dalam ayat ini pula Yang Mahakuasa menjelaskan bahwa Dia akan senantiasa
menganugerahkan rahmat-Nya kepada muhsinin (orang-orang yang suka berbuat baik), mereka
yaitu orang yang senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya, dan selalu
mensyukuri nikmat-nikmat Yang Mahakuasa dengan cara memanfaatkan sebaik-baiknya untuk
mencari ridha-nya.

Pada ayat 57-58 Yang Mahakuasa menegaskan bahwa Dia-lah yang meniupkan angin
pembawa rahmat (hujan). Dia-lah yang menjadikan tanah yang mati (kering tak dapat

8
menumbuhkan tanaman) hidup kembali dengan siraman air hujan, sehingga dapat kembali
menumbuhkan buah-buahan serta tanaman yang hijau dan bermanfaat bagi manusia.

Proses hidupnya kembali bumi yang mati setelah tersirami air hujan yaitu gambaran
mudahnya Yang Mahakuasa menghidupkan insan yang telah mati untuk menuju mahsyar guna
mempertanggungjawabkan semua amalnya selama hidup di bumi.Mudah-mudahan insan dapat
mengambil peringatan dari penjelasan ini.

Sikap Sehari-hari yang Mencerminkan Penghayatan Q.S. Al-A'Raf (7): 56-58

Berikut ini yaitu sikap sehari-hari yang harus dimiliki setelah menghayati surat ini, diantaranya:

1. Mempunyai sikap peduli terhadap kelestarian lingkungan, yang diwujudkan dalam


perbuatan faktual sehari-hari, ibarat perawatan pada jalan, saluran, pagar, halaman,
rumah, dan kamar mandi. Serta memperlihatkan santunan dalam setiap usaha orang
lain untuk kelestarian lingkungan.
2. Berupaya tidak membuat polusi udara, maupun yang menimbulkan pencemaran.
3. Memanfaatkan kekayaan alam pemberian Yang Mahakuasa yang berupa air, air
hujan, dan tumbuhan sebaik-baiknya dan tidak tabzir.

C. Cara mengatasi dan memperbaiki kerusakan lingkungan

Karena sebab utama terjadinya kerusakan lingkungan adalah perbuatan maksiat dengan
segala bentuknya, maka satu-satunya cara untuk memperbaiki kerusakan tersebut adalah dengan
bertobat dengan taubat yang nasuh. dan kembali kepada Allah. Karena taubat yang nasuh akan
menghilangkan semua pengaruh buruk perbuatan dosa yang pernah dilakuakan.

Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang telah bertobat (dengan
sungguh-sungguh) dari perbuatan dosanya, adalah seperti orang yang tidak punya dosa (sama
sekali).

Inilah makna yang diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala di atas,

{ ‫}ِلُيِذ يَقُهْم َبْع َض اَّلِذ ي َع ِم ُلوا َلَع َّلُهْم َيْر ِج ُعوَن‬

9
“…supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum:41).

Artinya: agar mereka kembali (bertobat) dari perbuatan-perbuatan (maksiat) yang berdampak
timbulnya kerusakan besar (dalam kehidupan mereka), sehingga (dengan tobat tersebut) akan
baik dan sejahteralah semua keadaan mereka”

Dalam hal ini, sahabat yang mulia, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anha pernah
mengucapkan dalam doanya: “Ya Allah, sesungguhnya tidak akan terjadi suatu malapetaka
kecuali dengan (sebab) perbuatan dosa, dan tidak akan hilang malapetaka tersebut kecuali
dengan taubat (yang sungguh-sungguh)…”

Maka kembali kepada petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan mempelajari, memahami dan mengamalkannya adalah solusi untuk
menghilangkan kerusakan lingkungan dalam segala bentuknya, bahkan menggantikan kerusakan
tersebut dengan kebaikan, kemaslahatan dan kesejahteraan. Karena memang agama Islam
disyariatkan oleh Allah Ta’ala yang maha sempurna ilmu dan hikmah-Nya, untuk kebaikan dan
kemaslahan hidup manusia. Allah Ta’ala berfirman,

{ ‫}َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اْسَتِج يُبوا ِهَّلِل َو ِللَّرُسوِل ِإَذ ا َدَع اُك ْم ِلَم ا ُيْح ِييُك ْم‬
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu
kepada suatu yang memberi (kemaslahatan).hidup bagimu” (QS al-Anfaal:24).

Imam Ibnul Qayyim – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – berkata: “(Ayat ini
menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat hanyalah didapatkan dengan memenuhi seruan
Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang tidak memenuhi
seruan Allah dan Rasul-Nya maka dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik). Meskipun
dia memiliki kehidupan (seperti) hewan yang juga dimiliki oleh binatang yang paling hina
(sekalipun). Maka kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang yang memenuhi seruan
Allah dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin”

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

10
{ ‫َو َل ْو َأَّن َأْه َل اْلُق َر ى َآَم ُن وا َو اَّتَق ْو ا َلَفَتْح َن ا َع َلْيِهْم َبَر َك اٍت ِم َن الَّس َم اِء‬
‫}َو اَأْلْر ِض َو َلِكْن َك َّذ ُبوا َفَأَخ ْذ َناُهْم ِبَم ا َك اُنوا َيْك ِس ُبون‬
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-
ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS al-A’raaf:96).

Artinya: Kalau saja mereka ber


iman dalam hati mereka dengan iman yang benar dan dibuktikan dengan amalan shaleh, serta
merealisasikan ketakwaan kepada Allah I lahir dan batin dengan meninggalkan semua larangan-
Nya, maka niscaya Allah akan membukakan bagi mereka (pintu-pintu) keberkahan di langit dan
bumi, dengan menurunkan hujan deras (yang bermanfaat), dan menumbuhkan tanam-tanaman
untuk kehidupan mereka dan hewan-hewan (ternak) mereka, (mereka hidup) dalam kebahagiaan
dan rezki yang berlimpah, tanpa ada kepayahan, keletihan maupun penderitaan, akan tetapi
mereka tidak beriman dan bertakwa maka Allah menyiksa mereka karena perbuatan mereka”

Oleh karena itu, “orang-orang yang mengusahakan perbaikan di muka bumi” yang
sebenarnya adalah orang-orang yang menyeru manusia kembali kepada petunjuk
AllahTa’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan mengajarkan dan
menyebarkan ilmu tentang tauhid dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamkepada
manusia.

Mereka inilah orang-orang yang menyebabkan kemaslahatan dan kesejahteraan alam


semesta beserta isinya, tidak terkecuali hewan-hewan di daratan maupun lautan ikut merasakan
kebaikan tersebut, sehingga mereka senantiasa mendoakan kebaikan dari Allah untuk orang-
orang tersebut, sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada mereka.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Islam menuntut agar manusia selalu berupaya untuk meraih secarabersama-sama dua
kebahagiaan, yaitu kebahagiaan dunia dan kebahagiaanakhirat. Islam sebaliknya
mencela manusia yang hanya mementingkan satuaspek saja, tanpa memperhatikan
aspek lainnya. Orang-orang mukmin sejatiakan selalu berupaya untuk memenuhi dan
meraih dua kebahagiaan itu denganmelakukan usaha dan ibadah sesuai dengan
tuntunan ajaran agama dan selalumengharap agar dua kebahagiaan itu dapat diraihnya.
Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di bumi ini, namun manusia
jugalah yang merusak alam ini. Tanah subur adalah tanah yang bagus untuk pertanian
sedangkan tanah yang tandus adalah tanah yang tidak cocok untuk pertanian.Hujan
adalah merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan yang dari langit
kemudian turun kebumi. Do’a adalah permohonan kepada Allah yang disertai dengan
kerendahan hati untuk mendapatkan suatu kebaikan dan kemaslahatan yang berada di
sisinya.

B. Saran
Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal ini seringkali
tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah, seperti ketika menunaikan ibadah haji.
Dalam haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon dan membunuh binatang.
Apabila larangan itu dilanggar maka ia berdosa dan diharuskan membayar denda (dam).
Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi.
Hendaknya kita sebagai umat Islam kembali kepada ajaran agama kita dalam mengolah
lingkungan. Dengan adanya hal tersebut, seharusnya manusia menjadi lebih bijak dalam

12
mengolah lingkungannya. Sehingga nantinya diharapkan apabila dalam kegiatan
pengolahan lingkungan akan tumbuh pemahaman pembangunan berwawasan lingkungan
maupun spirit pembangunan berkelanjutan.

Daftar Pustaka

Buku Ajar Pendidikan Agama Islam, Teladan


Bidhawy, Zakiyuddin. 2007. Islam Melawan Kapitalisme. Magelang : Resist Book
Fachrudin, M. 2005. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta : Buku Obor
Harahap, Adnan.1997. Islam dan Lingkungan . Jakarta : Fatma Press
Prasetyo, Eko. 2008. Minggir! Waktunya Gerakan Muda Memimpin!.Yogyakarta

Islam menuntut agar manusia selalu berupaya untuk meraih


secarabersama-sama dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan dunia
dan kebahagiaanakhirat. Islam sebaliknya mencela manusia yang
hanya mementingkan satuaspek saja, tanpa memperhatikan aspek
lainnya. Orang-orang mukmin sejatiakan selalu berupaya untuk
memenuhi dan meraih dua kebahagiaan itu denganmelakukan
usaha dan ibadah sesuai dengan tuntunan ajaran agama dan
selalumengharap agar dua kebahagiaan itu dapat diraihnya.

13
Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di bumi ini,
namun manusia jugalah yang merusak alam ini. Tanah subur
adalah tanah yang bagus untuk pertanian sedangkan tanah yang
tandus adalah tanah yang tidak cocok untuk pertanian.Hujan
adalah merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan
yang dari langit kemudian turun kebumi. Do’a adalah permohonan
kepada Allah yang disertai dengan kerendahan hati untuk
mendapatkan suatu kebaikan dan kemaslahatan yang berada di
sisinya.

Allah Ta’ala berfirman: { ‫َيْع َلُم وَن َظاِهًرا ِم َن اْلَحَياِة الُّد ْنَيا َو ُهْم َع ِن اآلِخَرِة ُهْم‬
‫} َغاِفُلوَن‬
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (nampak) dari kehidupan
dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai”
(QS ar-Ruum:7).
Sebagai contoh nyata dalam hal ini, memahami arti “kerusakan
lingkungan” yang sebenarnya. Sementara ini, banyak orang, tidak
terkecuali kaum muslimin, yang mengartikan “kerusakan
lingkungan” hanya sebatas pada hal-hal yang nampak, seperti
bencana alam, kebakaran, pengrusakan hutan, tersebarnya penyakit
menular dan lain sebagainya.
Mereka melupakan kerusakan-kerusakan yang tidak kasat mata,
padahal ini adalahkerusakan yang paling besar dan fatal akibatnya,

14
bahkan kerusakan inilah yang menjadi sebab terjadinya kerusakan-
kerusakan “lahir” di atas.
Arti “kerusakan lingkungan” yang sebenarnya
Allah Ta’ala berfirman :
{ ‫َظَهَر اْلَفَس اُد ِفي اْلَبِّر َو اْلَبْح ِر ِبَم ا َك َسَبْت َأْيِد ي الَّناِس ِلُيِذ يَقُهْم َبْع َض اَّلِذ ي َع ِم ُلوا َلَع َّلُهْم‬
‫}َيْر ِج ُعوَن‬
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan
karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar
Ruum:41).
Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menyatakan bahwa semua
kerusakan yang terjadi di muka bumi, dalam berbagai bentuknya,
penyebab utamanya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang
dilakukan manusia. Maka ini menunjukkan bahwa perbuatan
maksiat adalah inti “kerusakan” yang sebenarnya dan merupakan
sumber utama kerusakan-kerusakan yang tampak di muka bumi.
Imam Abul ‘Aliyah ar-Riyaahi[2] berkata, “Barangsiapa
yang bermaksiat kepada Allah di muka bumi maka (berarti) dia
telah berbuat kerusakan padanya, karena perbaikan di muka bumi
dan di langit (hanyalah dicapai) dengan ketaatan (kepada
Allah Ta’ala)”

15
Imam asy-Syaukaani ketika menafsirkan ayat di atas berkata,
“(Dalam ayat ini) Allah menjelaskan bahwa perbuatan syirk dan
maksiat adalah sebab timbulnya (berbagai) kerusakan di alam
semesta”

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman:


{ ‫}َو َم ا َأَص اَبُك ْم ِم ْن ُمِص يَبٍة َفِبَم ا َك َسَبْت َأْيِد يُك ْم‬
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah
disebabkan oleh perbuatan (dosa)mu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS
asy-Syuura:30).
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini, beliau
berkata, “AllahTa’ala memberitakan bahwa semua musibah yang
menimpa manusia, (baik) pada diri, harta maupun anak-anak
mereka, serta pada apa yang mereka sukai, tidak lain sebabnya
adalah perbuatan-perbuatan buruk (maksiat) yang pernah mereka
lakukan…”

Karena sebab utama terjadinya kerusakan lingkungan adalah


perbuatan maksiat dengan segala bentuknya, maka satu-satunya
cara untuk memperbaiki kerusakan tersebut adalah dengan bertobat
dengan taubat yang nasuh. dan kembali kepada Allah. Karena
taubat yang nasuh akan menghilangkan semua pengaruh buruk
perbuatan dosa yang pernah dilakuakan.

16
Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang
telah bertobat (dengan sungguh-sungguh) dari perbuatan dosanya,
adalah seperti orang yang tidak punya dosa (sama sekali).

17

Anda mungkin juga menyukai